ANALISA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN DANA ALOKASI UMUM DI JAWA TIMUR.

(1)

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Pendapatan Daerah ... 12

2.2.2 Sumber Pendapatan Daerah ... 13

2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah... 19

2.2.3 Dana Perimbangan ... 21

2.2.3.1 Dana Bagi Hasil ... 21

2.2.3.2 Dana Alokasi Umum... 23

2.2.3.3 Dana Alokasi Khusus... 26

2.2.4 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 28

2.2.4.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 28


(2)

2.2.4.3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut

Lapangan Usahanya ... 29

2.2.4.4 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Andil Faktor-Faktor Produksi ... 29

2.2.4.5 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Jenis Penggunaan ... 31

2.2.4.6 Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto ... 33

2.2.4.7 Penyajian Atas Dasar Harga Konstan ... 35

2.2.4.8 Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto ... 36

2.2.5 Tingkat Kemiskinan ... 38

2.2.5.1 Garis Kemiskinan... 38

2.2.5.2 Garis Kemiskinan BPS... 39

2.2.5.3 Garis Kemiskinan Sajogyo... 41

2.2.5.4 Garis Kemiskinan Bank Dunia... 42

2.2.5.5 Garis Kemiskinan BKKBN... 42

2.2.5.6 Penyebab Kemiskinan... 43

2.2.6 Belanja Daerah... 45

2.2.7 Perubahan Undang-Undang Otonomi Daerah... 49


(3)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 52

3.2 Teknik Pengumpulan Data... 53

3.3 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55

DAFTAR PUSTAKA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian... 64

4.1.1 Dana Alokasi Umum... 64

4.1.2 Belanja Daerah... . 64

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... .. 65

4.2.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum... .... 66

4.2.2 Perkembangan PDRB... . 67

4.2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan... ... 69

4.2.4 Perkembangan Belanja Pegawai... .. 70

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik... . 72

4.3.1 Analisi dan Pengujian Hipotesis... .. 76

4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan... . 77

4.3.3 Uji Hipotesis Secara Parsial... .. 80

4.4 Pembahasan... 85


(4)

iv


(5)

ABSTRAK

Oleh: Heru Prayogo

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata. Salah satunya adalah dengan melibatkan pemerintah daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional. Pengalokasian Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah menjadi indikator bahwa Pemerintah Daerah belum dapat menggali potensi yang ada di daerahnya dengan optimal untuk menjadi sumber pemasukan di Daerah yang bersangkutan. Penelitian ini memfokuskan pembahasannya pada faktor faktor yang mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum. Diantaranya menggunakan variabel penelitian yaitu : PDRB, Tingkat Kemiskinan dan Belanja Pegawai. Hasil yang didapat adalah PDRB dan Tingkat Kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum, sedangkan Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum. Ternyata variabel yang mempengaruhi Penyusunan Dana Alokasi Umum adalah PDRB, karena bersentuhan langsung dengan pendapatan daerah.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, PDRB, Tingkat Kemiskinan, Belanja Pegawai


(6)

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam rangka penyelengaaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 menetapkan Negara indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Selanjutnya menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Saragih, 2003 :200).

Pemerintah nampaknya menyadari adanya masalah tersebut. Karenanya beberapa tahun kemudian dikeluarkan lagi peraturan perundangan yang juga mengatur otonomi daerah tetapi dengan prinsip selektifitas, hanya daerah yang dinilai mampulah yang diberi kesempatan berotonomi. Upaya tersebut juga mengalami kegagalan karena pemerintah tidak secara sungguh-sungguh berusaha meningkatkan kemampuan daerah. Daerah yang dinilai


(7)

mampu pun sebenarnya belum memiliki kemampuan minimal untuk berotonomi. (Khusaini, 2002 :24).

Dengan dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian dilengkapi lagi dengan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Undang-Undang tersebut dinilai banyak kalangan sebagai jawaban strategis di tengah merebaknya aspirasi-aspirasi kedaerahan yang berujung pada munculnya tuntutan pemisahan diri. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah harus mampu mengakomodasi tuntutan daerah dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya. (Suparmoko, 2000:97).

Sumber-sumber pendapatan daerah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 meliputi:

a. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri: 1) Hasil pajak daerah

2) Hasil retribusi daerah 3) Hasil perusahaan daerah

4) Penerimaan lain-lain dan pendapatan dinas-dinas b. Dana perimbangan

1) Pinjaman daerah

2) Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah,luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah (Widjaja 2002:130).


(8)

Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri bersih setelah dikurangi dengan dana bagi hasil dan Dana Alokasi Khusus (DAK). (Anonim, 2004:xxiii)

Dana alokasi khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah. Di samping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam,kepada daerah dapat dialokasikan Dana Darurat. Undang-undang ini selain memberikan landasan pengaturan bagi pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, juga memberikan landasan bagi perimbangan keuangan antar daerah. (Solihin,2001:170).Empat puluh persen dari penerimaan negara yang berasal dari Dana Reboisasi disediakan kepada daerah sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah dengan penyediaan Dana Pendamping 10% yang berasal dari penerimaan umum APBD (kecuali untuk DAK Reboisasi). (Kuncoro, 2004:35)

Berdasarkan data yang didapat dilihat struktur penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dimana kontribusi terbesar terhadap total penerimaan disumbang dari bagian pendapatan dana perimbangan, dimana pada APBD 2004 kontribusinya sebesar 76,65% terhadap total penerimaan.Komponen terbesarnya adalah DAU yaitu sebesar 58,31%. Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke daerah tersebut merupakan upaya pemerintah mengurangi atau memperkecil


(9)

kesenjangan fiskal antar daerah.Komponen berikutnya yang memberikan sumbangan terbesar setelah Dana Alokasi Umum (DAU) adalah bagi hasil bukan pajak yaitu sebesar 8,54%. Sedangkan bagi hasil pajak memberikan kontribusi sebesar 7,25%. Kontribusi terkecil yang termasuk dalam dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 2,56% (BPS, 2008:58).

Berdasarkan data yang didapat, diketahui Penerimaan Daerah dalam APBD Jawa Timur tahun 2008, jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan daerah tahun 2007 sedikit mengalami penurunan sebesar 0,51% dari Rp 1.300.442.644.000 menjadi Rp 1.219.282.122.000 pada tahun 2008. Jika dilihat dari struktur penerimaan dimana kontribusi terbesar terhadap total penerimaan disumbang dari bagian pendapatan dana perimbangan, dimana pada tahun 2008 kontribusinya sebesar 55,12% dengan nilai Rp 496.551.091.000 yang mengalami penurunan sebesar 2,8% dibanding tahun 2007 dengan nilai Rp 343.894.948.000. Komponen terbesarnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu sebesar 25,94%. Dana Alokasi Umum (DAU) mengalami kenaikan sebesar 3,2% dengan nilai Rp 320.230.000.000 pada tahun 2007 sedangkan pada tahun 2008 dengan nilai Rp 322.178.000.000. Komponen berikutnya yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah Dana Alokasi Umum (DAU) adalah bagi hasil pajak sebesar 19,18%. Bagi hasil pajak mengalami penurunan sebesar 9,94% dengan nilai Rp 280.933.035.000 pada tahun 2007 menjadi Rp 253.000.000.000 pada tahun 2008. Sedangkan bagi hasil bukan pajak memberikan kontribusi sebesar


(10)

0,1%. Bagi hasil bukan pajak tahun 2007 sebesar Rp 1.391.913.000 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,63% dengan nilai Rp 1.383.091.000 pada tahun 2008 (BPS, 2008:58).

Sesuai dengan judul penelitian ini, “Analisa Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur” maka penelitian dititikberatkan pada faktor- faktor yang mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

1.2Rumusan Masalah

Dengan mengkaji latar belakang di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

b. Apakah Tingkat Kemiskinan berpengaruh terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

c. Apakah Belanja Pegawai berpengaruh terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.


(11)

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

b. Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

c. Untuk mengetahui pengaruh Belanja Pegawai terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Dana Alokasi Umum.

b. Sebagai bahan masukan bagi pemda dan pemerintah dalam penyusunan Dana Alokasi Umum.

c. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang melakukan penelitian berkaitan dengan Dana Alokasi Umum.


(12)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah peryataan penelitian tentang arti, batasan, pengertian dan pengukuran variabel dalam operasional berdasarkan teori yang telah ada namun secara empiris.

Definisi operasional`dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Variabel terikat (Y)

Adalah Dana Alokasi Umum (Y) yang merupakan transfer dari pusat kepada daerah yang bersifat block grant yang kewenangan pengaturan dan penggunaannya diserahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dinyatakan dengan satuan (Milyar Rp)

b. Variabel Bebas (X)

Adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU) di Jawa Timur yang terdiri dari:

1. Produk Domestik Regional Bruto (X1)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai tambah (produk) yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah (region) tertentu tanpa


(13)

memperhatikan pemikiran atas faktor produksi yang dinyatakan dengan satuan (Milyar Rp).

2. Tingkat Kemiskinan (X2)

Tingkat Kemiskinan adalah rasiojumlah penduduk miskin dibagi dengan jumlah populasi atau penduduk dikalikan seratus persen yang dinyatakan dengan satuan (%).

3. Belanja Pegawai (X3)

Adalah pengeluaran daerah yang terdiri dari belanja pegawai aparatur daerah dan belanja pegawai pelayanan publik yang dinyatakan dengan satuan (Milyar Rp)

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Teknik penentuan sampel digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data time series 15 (lima belas) tahun. Dari tahun 1994 – 2008.

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.Data sekunder adalah data yang tidak diambil secara langsung dari lapangan,melainkan data yang diperoleh dengan mengambil data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan langsung dengan masalah yang dibahas, pada kantor-kantor Dinas atau Instansi yang terkait didalamnya


(14)

3.3.2 Sumber data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yaitu:

1.Badan Pusat Stastitik Jawa Timur 2.Pemerintah Propinsi Jawa Timur

3.3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode : 1. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

2. Studi Lapangan

Yaitu data diperoleh dengan berbagai teknik pengambilan data di lapangan atau tempat yang dilakukan deangan cara:

Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mencatat atau mengutip data-data yang ada pada dokumen instansi terkait yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.


(15)

3. 4 Teknik Analisa Data dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan,maka kaitan antar variabel penelitian dapat digambarkan secara spesifik dalam analisis regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:

Yi = 0 + 11i + 22i+ 33i + i …………..(Sugiyono, 2002:86) Di mana:

Y = Dana Alokasi Umum

1 = Produk Domestik Regional Bruto

2 = Tingkat Kemiskinan

3 = Belanja Pegawai

0 = Konstanta regresi

1-3 = Koefisien regresi variabel 1-3

 = Variabel penganggu

i = 1,2,3, …,n : pengamatan ke i sampai ke n

3.4.2 Uji Hipotesis

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat maka digunakan hipotesis sebagai berikut :

a. Uji F

Disebut juga uji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas secara simultan atau serempak terhadap variabel terikat, dengan kriteria sebagai berikut :


(16)

HO = β1 = β2 = β3 = 0 (tidak ada pengaruh) H1 = paling tidak salah satu β≠ 0 (ada pengaruh)

Gambar 4 : Kurva uji hipotesis secara simultan

Daerah penolakan

Daerah penerimaan

F ()

Sumber : Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit : Alfabeta, Bandung, hal:100

H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel H0 ditolak jika F hitung ≥ F tabel

Fhitung = KT Regresi (Sugiyono, 2002:86) KT Galat

Dengan derajat bebas = (k, n – k – 1) Keterangan : n = Jumlah Sampel

k = Jumlah Parameter Regresi KT = Kuadrat Tengah


(17)

Kaidah pengujiannya :

1. Bila F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan.

2. Bila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara simultan.

b. Uji t

Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mempengaruhi pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara parsial atau individu atau terpisah terhadap variabel terikat dan kriterianya sebagai berikut :

Ho : β2 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : β2 ≠ 0 (ada pengaruh)

Gambar 5: Kurva Uji Hipotesis Secara Parsial

Ho ditolak Daerah penerimaan Ho ditolak Ho

( -t  2 ; n-k-l ) ( t  2 ; n-k-l )

Sumber : Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit Alfabeta Bandung, Hal : 94

Ho diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≥ t hitung

Ho ditolak jika t hitung ≥ - t tabel atau t hitung ≤ t tabel t hitung = βj (Sugiyono 2002:94)


(18)

Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1 dimana :

β = Koefisien Regresi Se = Standart Error n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi j = Variabel Bebas ( j = 1,2,3,4,) Kaidah pengujian :

a. Apabila t hitung ≥ t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi tersebut di atas harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiaseed Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik ini :

a) Tidak boleh ada autokorelasi b) Tidak boleh ada multikolinearitas c) Tidak boleh ada heteroskedatisitas


(19)

Rumus Uji BLUE:

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + u ……… (Sugiyono, 2002:112)

Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku terhadap α dan β.

2. Linear = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran. 3. Unbiassed = Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira mendekati nilai parameter.

4. Estimated = μi diharapkan sekecil mungkin.

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.

1. Uji Multikolinearitas

Persamaan regresi linier berganda di atas diasumsikan tidak terjadi pengaruh anatar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas, maka asumsi tersebut tidak berlaku lagi (terjadi bias).

Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat ciri-cirinya sebagai berikut: a. Koefisien determinan berganda (R square) tinggi.

b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi. c. Nilai F hitung tinggi (signifikan).


(20)

d. Tapi tak satupun (sedikit sekali) di antara variabel-variabel bebas yang signifikan.

Akibat adanya multikolinieritas adalah :

1. Nilai standart error (standart baku) tinggi sehingga taraf kepercayaan (confidence intervalnya) akan semakin melebar. Dengan demikian, pengujian koefisien regresi secara individual menjadi tidak signifikan.

2. Probabilitas untuk menerima hipotesa Ho diterima (tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat) akan semakin besar.

Identifikasi secara statistic ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi product moment atau Variance Inflation Faktor (VIF).

1 VIF =

Q – Rj2 (Sugiyono 2002:114)

VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila varians lebih besar dari 10. hal ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan regresi linier.

2. Uji Heteroskedatisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel X. Hal ini biasa diidentifikasikan dengan cara menghitung korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas.


(21)

Rumus Rank Spearman adalah :

di2 rs = 1-6

N(N2 – 1) (Sugiyono 2002:117)

Keterangan :

di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke- N = Banyaknya data

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu atau menurut urutan tempat/ruang atau korelasi pada dirinya sendiri, dengan symbol yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

E (u I u j ) = 0, i=j.

Untuk melihat apakah hasil dari estimasi regresi tidak mengandung korelasi, maka diperlukan uji. Yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson.


(22)

Gambar 6: Statistik Durbin-Watson 2 4 Menolak Ho Bukti Autokorelasi Positif Menolak H*o Bukti Autokorelasi Negatif

Menerima Ho atau H*o Atau kedua-duanya d 0 Daerah keragua- raguan Daerah keragua- raguan

dL dU 4 –dU 4 –dL

d

Sumber: Sugiyono, 2002, Statistik Untuk Pemula, Penerbit Alfabeta Bandung,, Hal. 136

Ho : tidak ada autokorelasi positif Ho : tidak ada autokorelasi negatif

 Jika Ho : tidak ada autokorelasi positif, maka d<dL : menolak Ho

d>dU : tidak menolak Ho

dL<d>dU : pengujian tidak meyakinkan

 Jika Ho : tidak ada autokorelasi negatif, maka jika d<4 – dL : menolak Ho

d>4 – dU : tidak menolak Ho

4-dU<4-dL : pengujian Ho tidak meyakinkan

 Jika Ho : tidak ada autokorelasi positif maupun negative, maka jika d<dL : menolak Ho


(23)

dU<d<4-dU : tidak menolak Ho


(24)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum adalah merupakan salah satu bentuk dari Dana Perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat selain dari Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Propinsi.

4.1.2. Belanja Daerah

Era otonomi daerah yang menitikberatkan peranan pemerintah daerah dalam mendorong kesejahteraan masyarakatnya ternyata telah menggeser paradigma pemikiran pembangunan yang selama ini diterapkan, yang awalnya terfokus di pusat kini daerah pun dapat sedikit lebih leluasa ikut andil dalam pembangunan daerah.

Implikasi ini mengakibatkan adanya sharing of power dan sekaligus sharing of financial. Sharing of power bisa dicermati dengan adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, sedangkan sharing of financial dapat dicermati pada UU no.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah.

Pada ketentuan UU No.33 Tahun 2004 sendiri diatur beberapa aspek yang berkaitan dengan perimbangan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satu yang diatur dalam ketentuan ini yaitu permasalahan belanja daerah. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, Belanja Daerah dimaksudkan


(25)

bentuk yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar sifat ekonominya belanja daerah terdiri atas belanja pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan bantuan sosial. Sedangkan berdasar fungsinya belanja daerah terdiri dari belanja untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial. Pada praktiknya belanja daerah dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Belanja Rutin

Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terus-menerus untuk setiap tahun fiskalnya. Misalnya : belanja gaji, honorarium, belanja perjalanan dinas, belanja barang.

b. Belanja Pembangunan

Belanja pembangunan adalah belanja yang umumnya menghasilkan wujud fisik yang manfaatnya lebih dari satu tahun dan tidak bersifat rutin. Misalnya : pembangunan jembatan, jalan, gedung.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan Dana Alokasi Umum sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Dana Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Kemiskinan, dan Belanja Pegawai.


(26)

bawah ini :

Tabel.1. Perkembangan Dana Alokasi UmumTahun 1994-2008

Tahun Dana Alokasi Umum

(Milyar Rp )

Perkembangan ( % )

1994 908.470.00

1995 995.850.86 9.62

1996 2.336.602.27 134.63

1997 1.152.895.00 -50.66

1998 226.775.18 -80.33

1999 92.879.45 -59.04

2000 77.906.00 -16.12

2001 405.152.05 420.05

2002 453.210.00 11.86

2003 414.318.00 -8.58

2004 463.328.00 11.83

2005 454.635.00 -1.88

2006 443.672.00 -1.03

2007 457.823.00 1.95

2008 462.542.00 1.34

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel diatas bahwa perkembangan Bantuan Keuangan dari pusat ke daerah pada tahun 1994-2008 mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Sumbangan dan Bantuan di Jawa Timur pada Tahun 1996 sebesar 134,63% dengan nilai Rp 2.336.602,27 hal ini disebabkan karena adanya Pemilihan Umum dan perkembangan terendah adalah pada tahun 1998 sebesar –80,33% dengan nilai Rp 226.775,18 hal ini disebabkan karena terjadi krisis ekonomi, politik, sosial dan keamanan yang melanda Indonesia pada waktu itu.


(27)

tahun mengalami kenaikan, tetapi terjadi penurunan pada tahun 1998 dikarenakan terjadi krisis ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Perkembangan terbesar Produk Domestik Regional Bruto pada tahun 1996 sebesar 8,33 % dan terendah sebesar – 16,12 % terjadi pada tahun 1998.

Tabel.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Tahun 1994-2008

Tahun Produk Domestik Regional Bruto ( Milyar Rp )

Perkembangan ( % ) 1994 52.727.481

1995 57.040.504 8,17

1996 61.794.259 8,33

1997 64.853.576 4,95

1998 54.398.897 -16,12

1999 55.393.853 1,82

2000 56.856.521 2,64

2001 58.750.180 3,33

2002 60.754.056 3,41

2003 63.252.166 4,11

2004 67.581.860 6,85

2005 71.528.548 5,84

2006 75.949.808 6,18

2007 80.300.157 5,73

2008 85.038.911 5,96

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Produk Domestik Regional Bruto paling tinggi terjadi pada tahun 1996, karena secara keseluruhan perekonomian jawa timur pada saat itu sedang mengalami kenaikan yang ditandai dengan naiknya Produk Domestik Regional Bruto tersebut.


(28)

tahun 1998. Fenomena ini menyentuh hampir semua sendi perekonomian, tak terkecuali dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto, adanya krisis ekonomi tersebut membuat para investor lari karena buruknya kondisi ekonomi yang terjadi pada saat itu, dampaknya tidak ada lagi investasi untuk sektor usaha kecil menengah untuk mendukung perekonomian, sehingga para pengusaha kesulitan menjalankan usahanya karena keterbatasan modal dan berimbas secara langsung kepada menurunnya Produk Domestik Regional Bruto.


(29)

Tabel.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 1994-2008

Tahun Tingkat Kemiskinan

( % )

Perkembangan ( % )

1994 13.00

1995 11.90 -8.45

1996 16.62 39.66

1997 18.22 9.63

1998 20.03 9.93

1999 22.11 10.38

2000 21.62 -2.22

2001 20.39 -5.69

2002 19.99 -1.96

2003 19.51 -2.40

2004 19.10 -2.10

2005 22.64 18.53

2006 17,25 - 0,87

2007 18,32 1,07

2008 17,41 - 0,91

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat Kemiskinan setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Perkembangan tertinggi Tingkat Kemiskinan pada tahun 1996 sebesar 39,66 %. Sedangkan Tingkat Kemiskinan terendah pada tahun 1995 sebesar -8,45 %.


(30)

Tabel.4. Perkembangan Belanja Pegawai Tahun 1994-2008

Tahun Belanja Pegawai

( Milyar Rp)

Perkembangan ( % )

1994 859.319.00

1995 945.438.09 10.02

1996 964.643.00 2.03

1997 1.100.214.53 14.05

1998 152.870.46 -86.11

1999 98.861.50 -35.33

2000 91.805.63 -7.14

2001 323.352.93 252.21

2002 451.598.64 39.66

2003 517.527.76 14.60

2004 784.218.09 51.53

2005 918.062.70 17.07

2006 924.762.72 5,25

2007 895.823.04 6,31

2008 995.243.53 7,55

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

Belanja Pegawai tertinggi terjadi pada 2001 sebesar 252,21% dan perkembangan yang terendah Belanja Pegawai pada tahun 1998 sebesar – 86,11%.Perkembangan tertinggi Belanja pegawai pada tahun 2001 sebesar Rp 323.352,93 yang disebabkan karena dibentuknya UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Subsidi Daerah Otonom diubah menjadi Dana Alokasi Umum dengan menggunakan kebijakan dan formula dalam penyusunannya yang berdasarkan PP No 84/2001 dan perkembangan yang terendah Belanja Pegawai pada tahun 1998 sebesar Rp 152.870,46 yang disebabkan karena terjadi krisis ekonomi, politik, sosial dan keamanan.


(31)

Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati, 1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat).

Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada autokorelasi.


(32)

pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 3 (k=3) dan banyaknya data adalah (n=15) sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,814 dan dU = 1,750

Gambar 10. Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL= 0,814 dU = 1,750 (4-dU) = 2,250 (4-dL) = 3,186 d 1,901

Sumber : Lampiran 2

Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh adalah sebesar 1,901 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti berada dalam daerah tidak ada autokorelasi.


(33)

atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi.

Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dengan cara menghitung Variance Inflation Factor (VIF). VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier.

Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5 : Tes Multikolinier

TOLERANCE VIF Ketentuan KETERANGAN

0,686 1,457 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier 0,959 1,043 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier 0,664 1,505 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier (Lampiran 2 pada tabel Coefficients).

Maka hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari ketiga variabel yang VIF untuk X1 sebesar 1,457; VIF untuk X2 sebesar 1,043; dan VIF untuk


(34)

3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas (X). Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi

Residual Simpangan

Baku Spearman's rho Residual Simpangan Baku Koefisien Korelasi 1000

Sig. (2-tailed)

N 15

Produk Domestik Regional Bruto

Koefisien Korelasi -.161

(X1) Sig. (2-tailed) .567

N 15

Tingkat Kemiskinan (X2) Koefisien Korelasi -.046

Sig. (2-tailed) .869

N 15

Belanja Pegawai (X3) Koefisien Korelasi .132

Sig. (2-tailed) .639

N 15

Sumber : Lampiran 4.

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X1 sebesar 0,567; X2 sebesar 0,869 dan X3 sebesar 0,639 terhadap residual lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) sehingga tidak mempunyai korelasi


(35)

heterokedastisitas.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik.

4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada diguanakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0.

Variabel Koefisien Regresi Standart Error

Produk Domestik Regional Bruto (X1) 10,150 2,289

Tingkat Kemiskinan (X2) 5528280,075 20450472,4

Belanja Pegawai (X3) -93 1,304

Variabel terikat : Dana Alokasi Umum Konstanta : - 340885625

Koefisien Korelasi ( R ) : 0,852 R2 : 0,726

Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = - 340885625 + 10,150 X1 + 5528280,075 X2 - 0,093 X3

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan sebagai berikut:

βo = nilai konstanta sebesar -340885625 menunjukkan bahwa apabila faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat


(36)

β1 = 10,150. menunjukkan bahwa faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Produk Domestik Regional Bruto mengalami kenaikan satu Milyar maka Dana Alokasi Umum akan naik sebesar Rp.10,150 Milyar dengan asumsi X2, dan X3 Konstan.

β2 = 5528280,075 menunjukkan bahwa faktor Tingkat Kemiskinan (X2) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Tingkat Kemiskinan mengalami kenaikan satu persen maka Dana Alokasi Umum akan mengalami peningkatan sebesar Rp.5528280,075 Milyar dengan asumsi X1, dan X3 Konstan.

β3 = -0,093 menunjukkan bahwa faktor Belanja Pegawai (X4) berpengaruh negatif, dapat di artikan apabila ada kenaikan Belanja Pegawai sebesar satu Milyar rupiah maka Dana Alokasi Umum akan mengalami penurunan sebesar Rp.0,093 Milyar dengan asumsi X1, dan X2 Konstan.


(37)

terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan langkah – langkah sebagai berikut :

Tabel 7: Analisis Varian (ANOVA) Sumber

Varian

Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F hitung

F tabel

Regresi 1E+017 3 4,741E+016 9,733 3,59

Sisa 5E+016 11 4,812E+015

Total 2E+017 14

Sumber: Lampiran 2 dan 5

1. Untuk menguji pengaruh secara simultan (serempak) digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Ho : 1 = 2 = 3 = 0

Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat.

Hi : 12 3 0

Secara keseluruhan variabel bebas ada pengaruh terhadap variabel t erikat.

b. = 0,05 dengan df pembilang = 3 df penyebut = 11 c. F tabel ( = 0,05) = 3,59


(38)

4,741E+016

= --- = 9,733 4,812E+015

e). Daerah pengujian

Gambar 11.

Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan

Daerah Penerimaan H0

Daerah Penolakan H0

tabel

3,59 9,733

Ho diterima apabila F hitung ≤ 3,59 Ho ditolak apabila F hitung > 3,59 f) . Kesimpulan

Oleh karena F hitung = 9,733 > F tabel = 3,59 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan variabel bebas yaitu Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3), berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Dana Alokasi Umum (Y).


(39)

bebas Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), Belanja Pegawai (X3),. Hasil penghitungan tersebut dapat dilihat dalam analisis sebagai berikut :

Tabel 8 : Hasil Analisis Variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3), terhadap Dana Alokasi Umum.

Variabel t hitung t tabel r2 Parsial

Produk Domestik Regional Bruto (X1) 4,435 2,201 0,641

Tingkat Kemiskinan (X2) 0,270 2,201 0,0065

Belanja Pegawai (X3) -0,071 2,201 0,0004

Sumber: Lampiran 3

Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel terhadap variable terikatnya, dapat dianalisa melalui uji t dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Pengaruh secara parsial antara Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Dana Alokasi Umum (Y)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 1 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : 1  0 (ada pengaruh) ii.  = 0,05 dengan df = 11 iii. t hitung =

) (β Se

β

1 1

= 4,435


(40)

v. pengujian

Gambar 9

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Dana Alokasi Umum(Y)

2,201 -2,201

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

4,435

Sumber : lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 4,435 > t-tabel sebesar 2,201 Ho ditolak dan Hi diterima, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Dana Alokasi Umum (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Produk Domestik Regional Bruto (X1) sebesar 0,001 yang lebih kecil dari 0.05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Produk Domestik Regional Bruto sebesar 0,641 yang artinya bahwa Produk Domestik Regional Bruto (X1) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Dana Alokasi Umum(Y) sebesar 64,1 %, sedangkan sisanya 35,9 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.


(41)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 1 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : 1  0 (ada pengaruh) ii.  = 0,05 dengan df = 11 iii. t hitung =

) (β Se

β

2 2

= 0,270

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,201

v. pengujian

Gambar 10

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Factor Tingkat Kemiskinan (X2) terhadap Dana Alokasi Umum(Y)

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

0,270 2,201

-2,201

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 0,270 < t tabel sebesar 2,201 maka Ho diterima dan Ha di tolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Tingkat Kemiskinan (X2) tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Dana Alokasi Umum(Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Tingkat Kemiskinan (X2) sebesar 0,792 yang lebih besar dari 0.05.


(42)

mampu menjelaskan variabel terikat Dana Alokasi Umum (Y) sebesar 0,65 %, sedangkan sisanya 99,35 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

c) Pengaruh secara parsial antara Belanja Pegawai (X3)

terhadap Dana Alokasi Umum (Y) Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 1 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : 1  0 (ada pengaruh) ii.  = 0,05 dengan df = 11 iii. t hitung =

) (β Se

β

3 3

= -0,071

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,201

v. pengujian


(43)

terhadap Dana Alokasi Umum(Y)

Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan

Ho

Daerah Penolakan Ho

-0,071

- 2,201 2,201

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar -0,071 < t tabel sebesar 2,201 maka Ho diterima dan Ha ditolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Belanja Pegawai (X3) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Dana Alokasi Umum(Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Belanja Pegawai (X3) sebesar 0,944 yang lebih besar dari 0.05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Belanja Pegawai sebesar 0,0004 yang artinya Belanja Pegawai (X3) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Dana Alokasi Umum(Y) sebesar 0,04 %, sedangkan sisanya 99,96 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan tiga variabel bebas terhadap Dana Alokasi Umum: Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3) dapat diketahui


(44)

Domestik Regional Bruto dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,641 atau sebesar 64,1 %.

4.3.3. Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk Dana Alokasi Umum:

1. Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum, karena apabila Produk Domestik Regional Bruto naik maka Pendapatan Asli Daerah juga akan naik, sehingga penyusunan Dana Alokasi Umum akan semakin kecil, sehingga hasil penelitian sesuai dengan teori menurut Yulianti (2006:44), dimana Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah, jika Produk Domestik Regional Bruto meningkat maka akan menyebabkan pendapatan masyarakat juga akan meningkat sehingga akan memperbesar permintaan akan barang dan jasa yang akan mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi yang lebih besar guna memenuhi permintaan dengan demikian meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto menyebabkan investasi semakin meningkat yang berarti akan menambah jumlah Pendapatan Asli Daerah sehingga kondisi ekonomi daerah juga meningkat maka potensi daerah yang tinggi sehingga penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU)


(45)

Produk Domestik Regional Bruto yang penelitiannya difokuskan pada sektor industri di kabupaten Garut berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum kabupaten Garut. Artinya peningkatan pada sektor industri pada Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di kabupaten Garut. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi peningkatan pada sektor industri pada Produk Domestik Regional Bruto di kabupaten Garut dapat secara positif juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga apabila pada suatu daerah mempunyai Pendapatan Asli Daerah yang tinggi maka penyusunan Dana Alokasi Umum akan kecil.

2 Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Tingkat Kemiskinan berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum, meskipun demikian pengalokasian Dana Alokasi Umum belum tentu mengurangi tingkat kemiskinan. sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan teori menurut Kuncoro (2004:334), dimana Tingkat Kemiskinan tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) negatif terhadap Dana Alokasi Umum. Hal ini disebabkan karena Dana Dana Alokasi Umum yang meningkat hanya untuk pengalokasian umtuk keperluan belanja pegawai tetapi tidak untuk pembangunan ekonomi yang merata sehingga masih banyak Tingkat Kemiskinan yang terjadi saat ini. Adapun penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Christy et, all (2009:14),


(46)

berpengaruh signifikan terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum. Hal ini menunjukkan besarnya alokasi Dana Alokasi Umum tidak menentukan besarnya pengalokasian dana bagi peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan masyarakat yang dilihat dari tingkat Human Development Index (HDI). Karena pada dewasa ini pengalokasian Dana Alokasi Umum masih lebih banyak difokuskan untuk Belanja Pembangunan (pemeliharaan fasilitas di suatu daerah) dan Belanja Rutin (Belanja Pegawai, Perjalanan Dinas).

3. Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Belanja Pegawai tidak berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum. Sehingga hasil penelitian sesuai dengan teori menurut Menurut Ulum (2008:9), dimana Belanja Pegawai tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Dana Alokasi Umum. Hal ini disebabkan karena semakin besar kenaikan pengalokasi untuk keperluan belanja pegawai akan menambah pengeluaran daerah, maka penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah tersebut semakin besar. Adapun penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Solikin (2009:11), dimana hasilnya adalah Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum. Ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian Dana Alokasi Umum lebih banyak ditekankan untuk pembiayaan Belanja Modal. Yang


(47)

(48)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengujian secara simultan variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3). Ketiga variabel bebas ini berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap variabel terikatnya Dana Alokasi Umum(Y).

2. Pengujian secara parsial atau individu Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Dana Alokasi Umum (Y). Secara parsial Produk Domestik Domestik Bruto (X1) berpengaruh nyata dan positif terhadap Dana Alokasi Umum(Y).

3. Pengujian secara parsial atau individu Tingkat Kemiskinan (X2) terhadap Dana Alokasi Umum (Y). Secara parsial Tingkat Kemiskinan (X2) berpengaruh nyata dan positif terhadap Dana Alokasi Umum (Y).

4. Pengujian secara parsial atau individu Belanja Pegawai (X3) terhadap Dana Alokasi Umum (Y). Secara parsial Belanja Pegawai (X3) tidak berpengaruh nyata dan negatif terhadap Dana Alokasi Umum(Y).


(49)

beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah dapat merencanakan anggaran pendapatan dan belanja daerahnya sendiri sesuai dengan kebijaksanaan dan inisiatif sendiri dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya dan harus bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di daerahnya sendiri untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah karena selama ini sebagian besar masih berasal dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan dalam bentuk Dana Alokasi Umum. Dan sebagian besar dari Dana Alokasi Umum ini digunakan untuk Belanja Pegawai di pemerintah daerah. Tetapi masih kurang menyentuh pada permasalahan kemiskinan. 3. Pemerintah pusat hendaknya melakukan peninjauan kembali terhadap

bobot yang diterapkan untuk pengalokasian Dana Alokasi Umum untuk setiap propinsi maupun kabupaten / kota, sehingga pengalokasian Dana Alokasi Umum tepat pada sasaran kepada daerah yang benar benar membutuhkan. Ada baiknya pemerintah lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Dana Alokasi Umum, sebab Pendapatan Asli Daerah merupakan tolak ukur kemandiriran suatu daerah. Dengan memiliki Pendapatan Asli Daerah yang tinggi maka akan semakin mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap bantuan dari Pemerintah Pusat.


(50)

94

sebelum tahun anggaran berjalan sehingga daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan lebih baik. Dengan demikian daerah akan lebih siap dalam memperkirakan jumlah belanja pada tahun berjalan, serta kebijakan pajak dan retribusi daerah apabila masih terdapat gap (jarak) antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah.

5. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel yang digunakan agar dapat dibandingkan bagaimana kondisi daerah yang memiliki karakteristik dan kondisi geografis yang berbeda.


(51)

Anonim 2000. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2003. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2004. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2006. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Boediono. 2000. ”Ekonomi Mikro”. BPFE UGM :Yogyakarta

Dakka. 2008. ”Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum”. Jurnal Ekonomi Hariadi. 2008. “Pengaruh dana alokasi umum terhadap posisi keuangan daerah”

: Studi Kasus di Kabupaten Bojonegoro Dan Kota Surabaya”. Jurnal Ekonomi

Khusaini, Muhammad. 2002. ”Ekonomi Publik Desentralisasi dan Pembangunan Daerah” . Andi : Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah”. Erlangga, Jakarta

Prakosa. 2009. “Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Prediksi Belanja Daerah, Studi Empirik Di Jawa Yogyakarta Dan Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi

Purnama. 2008. “Proses Kewenagan Daerah Dalam Rangka Penigkatan Pendapatan Asli Daerah”. Jurnal Ekonomi

Puspitasari. 2008. ”Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Kbupaten/Kota Di Provinsi Riau”. Jurnal Ekonomi

Rosyidi, Suherman. 1998. “Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Mikro dan Makro”. Penerbit Rajawali : Jakarta

Saragih, Anam. 2003. ”Perencanaan dan Pembangunan Daerah”. BPFE : Yogyakarta

Siahaan, Markus. 2005. “Pembiayaan Pemerintah Daerah”. UI-Press, Jakarta Sidarpa, Luwis. 2008. ”Faktor Pendukung Yang Mempengaruhi Penyusunan


(52)

Sukirno, Sadono . 2004, “Pengantar Teori Mikro Ekonomi”. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta

Suparmoko. 2000. “Ekonomi Publik”. Andi Pers : Yogyakarta.

Ulum. 2008, ”Analisa Atas Dana Alokasi Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Rutin”. Jurnal Ekonomi

Waluyo, Joko. 2008. ”Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Indonesia”. Jurnal ekonomi

Waluyo, Joko. 2009. ”Efektifitas Faktor InpuT Dan Ketimpangan Pendapatan Daerah Di IndonesiaSetelah Desentralisasi Fiskal”. Jurnal ekonomi

Widjaja, Eko. 2008. ”Ekonomi Publik Dalam Otonomi”. PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta

www.prov.bkkbn.go.id www.economic.okezone.com


(53)

(54)

Sesuai UU No.25/1999

Wewenang/Tanggung Jawab Alokasi Penerimaan (%)

Jenis Penerimaan Dasar

Pengenaan Pajak Tarif Administrasi dan Pengenaan Pajak

Pusat Provinsi Kab/Kota

Penerimaan Migas C C C 100 0 0

Pajak Penghasilan C C C 100 0 0

PPN C C C 100 0 0

Bea Masuk C C C 100 0 0

Cukai C C C 100 0 0

Pajak Ekspor C C C 100 0 0

PBB 1) C C C,P,L 10% Pusat 90% Daerah

BPHTB 2) C C C 20% Pusat 80% Daerah

IHH 3) C C C 20% Pusat 80% Daerah

IHPH 4) C C C 20% Pusat 80% Daerah

Tambang-land rent 5) C C C 20% Pusat 80% Daerah

Tambang-royalties 6) C C C 20% Pusat 80% Daerah

PKB P P P 0 30 70

PBBKB P P P 0 30 70

PBBKB P P P 0 10 90

Pajak Hotel & Resto L L L 0 0 100

Pajak Hiburan L L L 0 0 100

Pajak Reklame L L L 0 0 100

Pajak Penerangan Jalan L L L 0 0 100

Pajak Gol C L L L 0 0 100

Pajak Air Bawah Tanah dan L L L 0 0 100

Permukaan

Sumber : Dispenda Kabupaten Sidoarjo (tahun 2007) Catatan :

C = Pemerintah Pusat ; P = Provinsi (Dati I) ; L = Kabupaten /Kotamadya (Dati II)

Keterangan :

1) 10% bagian Pusat akan dialokasikan kembali kepada seluruh Kabupaten dan Kota

2) 20% bagian Pusat akan dialokasikan kembali kepada seluruh Kabupaten dan Kota


(55)

4) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 64%

5) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%

6) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%


(1)

94

4. Bagi Pemerintah Pusat sebaiknya dalam menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tentang Dana Alokasi Umum jauh sebelum tahun anggaran berjalan sehingga daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan lebih baik. Dengan demikian daerah akan lebih siap dalam memperkirakan jumlah belanja pada tahun berjalan, serta kebijakan pajak dan retribusi daerah apabila masih terdapat gap (jarak) antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah.

5. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel yang digunakan agar dapat dibandingkan bagaimana kondisi daerah yang memiliki karakteristik dan kondisi geografis yang berbeda.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2000. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2003. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2004. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2006. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Boediono. 2000. ”Ekonomi Mikro”. BPFE UGM :Yogyakarta

Dakka. 2008. ”Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum”. Jurnal Ekonomi Hariadi. 2008. “Pengaruh dana alokasi umum terhadap posisi keuangan daerah”

: Studi Kasus di Kabupaten Bojonegoro Dan Kota Surabaya”. Jurnal Ekonomi

Khusaini, Muhammad. 2002. ”Ekonomi Publik Desentralisasi dan Pembangunan Daerah” . Andi : Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah”. Erlangga, Jakarta

Prakosa. 2009. “Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Prediksi Belanja Daerah, Studi Empirik Di Jawa Yogyakarta Dan Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi

Purnama. 2008. “Proses Kewenagan Daerah Dalam Rangka Penigkatan Pendapatan Asli Daerah”. Jurnal Ekonomi

Puspitasari. 2008. ”Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Kbupaten/Kota Di Provinsi Riau”. Jurnal Ekonomi

Rosyidi, Suherman. 1998. “Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Mikro dan Makro”. Penerbit Rajawali : Jakarta

Saragih, Anam. 2003. ”Perencanaan dan Pembangunan Daerah”. BPFE :

Yogyakarta

Siahaan, Markus. 2005. “Pembiayaan Pemerintah Daerah”. UI-Press, Jakarta Sidarpa, Luwis. 2008. ”Faktor Pendukung Yang Mempengaruhi Penyusunan


(3)

Solihin. 2001. “Ekonomi Publik dalam Perencanaan Pembangunan Daerah”. Penerbit Rajawali :Jakarta

Sukirno, Sadono . 2004, “Pengantar Teori Mikro Ekonomi”. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta

Suparmoko. 2000. “Ekonomi Publik”. Andi Pers : Yogyakarta.

Ulum. 2008, ”Analisa Atas Dana Alokasi Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Rutin”. Jurnal Ekonomi

Waluyo, Joko. 2008. ”Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Indonesia”. Jurnal ekonomi

Waluyo, Joko. 2009. ”Efektifitas Faktor InpuT Dan Ketimpangan Pendapatan Daerah Di IndonesiaSetelah Desentralisasi Fiskal”. Jurnal ekonomi

Widjaja, Eko. 2008. ”Ekonomi Publik Dalam Otonomi”. PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta

www.prov.bkkbn.go.id www.economic.okezone.com


(4)

(5)

Tabel 1 : Wewenang Pemajakan (Tax Assignment) dan Bagi Hasil – Sesuai UU No.25/1999

Wewenang/Tanggung Jawab Alokasi Penerimaan (%)

Jenis Penerimaan Dasar

Pengenaan Pajak Tarif Administrasi dan Pengenaan Pajak

Pusat Provinsi Kab/Kota

Penerimaan Migas C C C 100 0 0

Pajak Penghasilan C C C 100 0 0

PPN C C C 100 0 0

Bea Masuk C C C 100 0 0

Cukai C C C 100 0 0

Pajak Ekspor C C C 100 0 0

PBB 1) C C C,P,L 10% Pusat 90% Daerah

BPHTB 2) C C C 20% Pusat 80% Daerah

IHH 3) C C C 20% Pusat 80% Daerah

IHPH 4) C C C 20% Pusat 80% Daerah

Tambang-land rent 5) C C C 20% Pusat 80% Daerah

Tambang-royalties 6) C C C 20% Pusat 80% Daerah

PKB P P P 0 30 70

PBBKB P P P 0 30 70

PBBKB P P P 0 10 90

Pajak Hotel & Resto L L L 0 0 100

Pajak Hiburan L L L 0 0 100

Pajak Reklame L L L 0 0 100

Pajak Penerangan Jalan L L L 0 0 100

Pajak Gol C L L L 0 0 100

Pajak Air Bawah Tanah dan L L L 0 0 100

Permukaan

Sumber : Dispenda Kabupaten Sidoarjo (tahun 2007) Catatan :

C = Pemerintah Pusat ; P = Provinsi (Dati I) ; L = Kabupaten /Kotamadya (Dati II)

Keterangan :

1) 10% bagian Pusat akan dialokasikan kembali kepada seluruh

Kabupaten dan Kota

2) 20% bagian Pusat akan dialokasikan kembali kepada seluruh


(6)

3) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%

4) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 64%

5) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%

6) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%