KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (SUBJECTIVE WELL-BEING) BURUH PABRIK : Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor.

(1)

319/Skripsi/PSI-FIP/UPI.04.2013

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (SUBJECTIVE WELL-BEING) BURUH PABRIK

(Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Riska Krisnawati

0806945

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN IINDONESIA


(2)

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (

SUBJECTIVE WELL-BEING

)

BURUH PABRIK

(Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten

Bogor)

Oleh: Riska Krisnawati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Riska Krisnawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Riska Krisnawati (0806945). Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) Buruh Pabrik (Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data mengenai kondisi kesejahteraan subjektif buruh pabrik di PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor yang didasari pada penilaian aspek kognitif, aspek afektif, dan faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh pabrik. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods pendekatan utama kuantitatif dengan desain penelitian studi deskriptif. Subjek penelitian merupakan 125 buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur periode Desember 2012 dan empat orang buruh untuk diwawancara. Instrumen yang digunakan adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh yang divalidasi oleh para ahli dan diuji validitas konstruk menggunakan analisis faktor yang dijadikan acuan untuk membuat pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur lebih banyak termasuk pada kategori kesejahteraan subjektif rendah. Pada aspek kognitif buruh menilai kehidupannya memuaskan. Pada aspek afektif buruh lebih banyak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan afek negatif. Faktor yang paling memengaruhi kesejahteraan buruh yaitu pendapatan. Permasalahan pendapatan dialami semua buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur, namun cara menyikapi buruh terhadap permasalahan tersebut yang berbeda. Diharapkan pihak buruh dan pengusaha terus melakukan kerjasama yang adil agar tercipta kesejahteraan pada kedua belah pihak. Kata kunci: kesejahteraan subjektif, buruh, dan pabrik.


(6)

ABSTRACT

Riska Krisnawati (0806945) Subjective Well-Being of Factory Labor (Descriptive Study of PT. Laksana Tekhnik Makmur’s Labors in Kabupaten Bogor). Thesis of Psychology Departement, Faculty of Education, Indonesia University of Education, Bandung (2013).

The purpose of this research was to describe empiric data about the subjective well-being condition of factory labors in PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor based on the evaluations of cognitive aspect, affective aspect, and factors which contribute labor’s subjective well-being. The research used mixed methods with quantitative as main approach with descriptive study as research design. This research included 125 labors in PT. Laksana Tekhnik Makmur in December 2012 and four labors to interviewed. The instruments used were an interview guide and Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh which had been validated by experts and construct validity test by factor analysis. The result showed that labors of PT. Laksana Tekhnik Makmur were more categorized to low subjective well-being. In cognitive aspect, labors evaluated their life as satisfied. In affective aspect, labors more experienced unhappy moment and negative affects. Income problem were faced by labors of PT. Laksana Tekhnik Makmur, but they had different ways of responding the problem. Labors and industrialists should be corporated and fair in order to build well-being on each of their side.


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR iv

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Fokus Penelitian 11

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 12

D. Tujuan Penelitian 12

E. Manfaat Penelitian 13

BAB II KAJIAN TEORETIK TENTANG KESEJAHTERAAN

SUBJEKTIF

14

A. Konsep Kesejahteraan Subjektif 14

B. Teori-Teori Kesejahteraan Subjektif 31

C. Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan 35

D. Konsep tentang Buruh 43

E. Hasil Penelitian Terdahulu 46

F. Kesejahteraan Subjektif Buruh Pabrik 48

BAB III METODE PENELITIAN 50

A. Desain dan Metode Penelitian 50

B. Definisi Konseptual dan Operasional 53

C. Instrumen Penelitian 55

D. Proses Pengembangan Instrumen 58

E. Uji Coba Instrumen 59

F. Lokasi Penelitian, Populasi, dan Sampel 67

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 73

A. Profil PT. Laksana Tekhnik Makmur 73

B. Hasil Penelitian 77


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 165

A. Kesimpulan 165

B. Rekomendasi 167

DAFTAR PUSTAKA 169

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2009-2011 (juta orang)

3 Tabel 1.2 Rata-Rata Upah/Gaji menurut Jenis Kelamin Februari

2006-Februari 2008

4

Tabel 2.1 Masalah yang Dihadapi Buruh di Indonesia 45

Tabel 3.1 Jenis Instrumen yang Digunakan 55

Tabel 3.2 Penyekoran Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 56

Tabel 3.3 Hasil Uji Kelayakan Item pada Instrumen Kesejahteraan

Subjektif Buruh

60

Tabel 3.4 Kategorisasi NilaiKMO-MSA 61

Tabel 3.5 Item Valid Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 62

Tabel 3.6 Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 62

Tabel 3.7 Pedoman Wawancara 64

Tabel 3.8 Derajat Koefisien Korelasi Reliabilitas 66

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas 67

Tabel 3.10 Teknik Pengumpulan Data 69

Tabel 3.11 Kategorisasi Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 71

Tabel 3.12 Kategorisasi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur

71

Tabel 4.1 Jumlah Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur pada Divisi

Produksi Plant I dan Plant II Periode September 2012-Februari 2013

75

Tabel 4.2 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur

77

Tabel 4.3 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT.

Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif

79

Tabel 4.4 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT.

Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif

81 Tabel 4.5 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif

100 Tabel 4.6 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif

Tabel 4.7 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Jenis Kelamin

124 Tabel 4.8 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur Ditinjau dari Usia

125 Tabel 4.9 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur Ditinjau dari Status Pernikahan

127 Tabel 4.10 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik 128


(10)

Makmur Ditinjau dari Tingkat Pendidikan

Tabel 4.11 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Jam Kerja/Hari

131 Tabel 4.12 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur Ditinjau dari Masa Kerja

133 Tabel 4.13 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur Ditinjau dari Pengeluaran/Bulan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kesejahteraan Subjektif Berdasarkan Komponen

Afketif dan Kognitif

26

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Kesejahteraan Subjektif Buruh 49

Gambar 4.1. Grafik Gambaran Umum Kesejahteraan Subjektif PT. Laksana Tekhnik Makmur

78 Gambar 4.2 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh

PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif

80 Gambar 4.3 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh

PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif

81 Gambar 4.4 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT.

Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif

101 Gambar 4.5 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT.

Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif

102 Gambar 4.6 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Jenis Kelamin

124 Gambar 4.7 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Usia

126 Gambar 4.8 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Status Pernikahan

128 Gambar 4.9 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Tingkat Pendidikan

130 Gambar 4.10 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Jam Kerja/Hari

132 Gambar 4.11 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Masa Kerja

134 Gambar 4.12 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana

Tekhnik Makmur Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

136

Gambar 4.13 Alur Kepuasan terhadap Penghargaan 142

Gambar 4.14 Alur Kepuasan terhadap Pendidikan Menuju Penghasilan Tinggi


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Data Penelitian 1

Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Lampiran 2 Lembar Kuesioner

Lampiran 3 Profil Responden (Desember 2012) Lampiran 4 Skor Mentah Responden

Lampiran 5 Perhitungan Statistik Deskriptif

Lampiran 6 Kategori Responden pada Kesejahteraan Subjektif Rendah Lampiran 7 Kategori Responden pada Kesejahteraan Subjektif Tinggi Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Analisis Faktor

Data Penelitian 2

Lampiran 9 Penyajian Data Subjek Z, Y, X, W

Lampiran 10 Verbatim Hasil Wawancara Subjek Z, Y, X, W Lampiran 11 Struktur Organisasi


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya.

Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui dalam kehidupan masyarakat adalah salah satu hal mendasar yang mampu membuat manusia merasakan kesejahteraan.

Menjadi manusia yang sejahtera tentu menjadi salah satu tujuan hidup, namun kesejahteraan tidak dapat dicapai begitu saja. Banyak cara dan pengorbanan yang harus dilewati untuk meraih kesejahteraan yang diidamkan oleh masing-masing individu, misalnya dengan bekerja. Seperti yang diungkapkan William Glasser (Sumarnonugroho, 1984) bahwa memenuhi kebutuhan dapat dicapai dengan jalur pendidikan atau melalui proses belajar. Ketika bekerja individu akan merasakan proses belajar dalam dirinya karena individu akan banyak mendapatkan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan. Hal tersebut dapat mengembangkan potensi individu dan membantu individu untuk meraih kesejahteraan seperti yang dijelaskan Amartya Sen (Chamsyah, 2008) bahwa individu yang sejahtera adalah individu yang dapat mengembangkan potensinya secara optimal serta dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, minum, rasa aman, dan kesempatan memilih untuk mencapai


(14)

kehidupan yang layak. Individu yang ingin mencapai kesejahteraan dengan bekerja memiliki kesempatan untuk dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan dirinya.

Indonesia yang termasuk pada negara berkembang menawarkan banyak lahan pekerjaan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja seperti buruh. Buruh sangat dibutuhkan para pengusaha atau pemilik modal sebagai tenaga kerja yang membantu menjalankan usahanya terutama pada kegiatan produksi (Syafa’at, 2008). Di Indonesia buruh memiliki peran yang penting dalam perekonomian negara karena buruh merupakan penggerak utama perekonomian dan sistem modal dalam industri yang sedang berkembang. Di sisi lain buruh juga menjadi barang jual industri disebabkan oleh kondisi perekonomian negara yang semakin memburuk akibat krisis ekonomi yang membuat posisi buruh dalam pembagian kerja menjadi semakin lemah (Rahardjo, 2012).

Adam Smith (Chamsyah, 2008) mengemukakan bahwa kesejahteraan dapat diraih dengan adanya pembagian kerja pada tugas tertentu, antar sektor, atau antar negara. Konsep kesejahteraan Smith identik dengan pemenuhan kebutuhan melalui kegiatan produksi yang mengarah pada industri dengan adanya pembagian kerja antara pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pemberi fasilitas industri, dan buruh sebagai salah satu faktor produksi. Pihak industri atau pengusaha sebagai pemilik modal harus selalu menjaga kualitas maupun kuantitas produksi agar mampu memenuhi target persaingan pasar global.

Demi mencapai hasil yang maksimal, para pengusaha menekan berbagai pengeluaran yang memungkinkan untuk dihemat, salah satunya adalah mengatur


(15)

pengeluaran untuk tenaga kerja (Santoso, 2010). Pengusaha akan mencari pekerja yang dapat dibayar dengan upah yang rendah dan waktu kerja yang lebih panjang karena mengejar hasil produksi yang tinggi (Sugiyanto, 1997). Lemahnya posisi buruh dalam pembagian kerja tersebut membuat pihak pengusaha memiliki kekuasaan terhadap kondisi kehidupan buruh, salah satunya adalah dengan memberikan upah rendah (Syafa’at, 2008).

Upah yang rendah tidak mengurungkan keinginan masyarakat di Indonesia untuk tidak memilih menjadi buruh sebagai pekerjaan mereka. Lapangan industri seakan menjadi area yang menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan. Faktanya buruh menjadi salah satu pekerjaan yang banyak dipilih oleh masyarakat di Indonesia seperti yang ditunjukkan tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2009-2011 (juta orang)

Status Pekerjaan Utama 2009 2010 2011

Februari Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha sendiri 20,81 21,05 20,46 21,03 21,15

Berusaha dibantu buruh tidak tetap

21,64 21,93 21,92 21,68 21,31

Berusaha dibantu buruh tetap 2,97 3,03 3,02 3,26 3,59

Buruh atau karyawan 28,91 29,11 30,72 32,52 34,51

Pekerja bebas di sektor pertanian

6,35 5,88 6,32 5,82 5,58

Pekerja bebas di luar sektor pertanian

5,15 5,67 5,28 5,13 5,16

Pekerjaan keluarga atau tidak dibayar

18,66 18,19 19,68 18,77 19,98


(16)

Tabel tersebut menandakan bahwa pekerjaan utama sebagai buruh masih menjadi minat masyarakat dilihat dari jumlah buruh yang terus meningkat setiap tahunnya. Yul (2011) dalam penelitiannya juga berpendapat bahwa jumlah buruh di Indonesia bertambah pada bulan Agustus 2011 menjadi 37,8 juta orang.Tribun Jabar

(1 Mei 2012) juga mencatat angkatan kerja buruh di Indonesia merupakan jumlah yang terbesar setelah Cina.

Meningkatnya jumlah buruh bertolak belakang dengan konsekuensi besarnya upah minimum yang diterima buruh. Menurut Santoso (2010) upah buruh yang rendah disebabkan oleh kondisi buruh yang tidak memiliki keahlian dalam bekerja sehingga buruh menghadapi pekerjaan yang sama setiap harinya dan cenderung tidak mengalami kemajuan. Syafa’at (2008) menyatakan bahwa upah buruh di Indonesia merupakan upah yang terendah di Asia seperti yang dapat dilihat dalam tabel yang menyajikan besarnya upah yang diterima buruh baik laki-laki maupun perempuan.

Tabel 1.2 Rata-Rata Upah/Gaji menurut Jenis Kelamin Februari 2006-Februari 2008

Karakteristik Pekerja

2006 2007 2008

Februari Agustus Februari Agustus Februari

Rata-rata upah per Bulan (Rp)

Laki-laki 827.101 905.503 958.971 982.450 1.031.348

Perempuan 612.131 693.987 715.414 747.277 773.979

Sumber: Sensus Ekonomi 2006

Tabel di atas menunjukkan perbedaan menurut jumlah upah yang diterima oleh buruh laki-laki maupun perempuan. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun rata-rata upah yang diterima oleh buruh laki-laki maupun perempuan meningkat,


(17)

tetapi. Pada Februari 2006 rata-rata upah laki-laki adalah Rp 827.101 dan perempuan sebesar Rp 612.131. Bulan Agustus 2006 rata-rata upah meningkat menjadi Rp 905.503 untuk laki-laki dan Rp 693.987 untuk perempuan. Pada tahun 2007 di bulan Februari rata-rata upah kembali meningkat menjadi Rp 958.971 untuk laki-laki dan Rp 715.414 untuk perempuan. Bulan Agustus rata-rata upah meningkat menjadi Rp 982.450 untuk laki-laki dan Rp 747.277 untuk perempuan. Pada Februari 2008 rata-rata upah untuk laki-laki menjadi meningkat sebesar Rp 1.031.348 dengan jumlah rata-rata upah yang diterima perempuan masih lebih rendah dari laki-laki yaitu sebesar Rp 773.979.

Selain upah yang rendah jaminan dan hak dasar buruh juga lemah dan kurang diperhatikan oleh pihak pemerintah sehingga buruh sering melakukan aksi demonstrasi atau mogok kerja yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun, tuntutannya antara lain perbaikan kondisi kerja dan peningkatan kesejahteraan (Syafa’at, 2008). Aksi unjuk rasa antara lain terjadi pada beberapa daerah seperti di Bandung yang dilaporkan Detik Bandung (1 Mei 2012) bahwa buruh melakukan

demonstrasi untuk memperjuangkan kenaikan upah, penghapusan sistem kontrak kerja, dan mengadakan jaminan sosial. Dari Jambi pada tanggal 1 Mei 2012

Kompas.com melaporkan bahwa buruh mengeluhkan atas lemahnya jaminan

kesehatan dan keselamatan kerja yang diberikan oleh para pengusaha. Para buruh di Jambi juga menuntut pengupahan yang layak dan sesuai dengan jam kerja disertai dengan jaminan kesehatan dan keselamatan. Kompas.com juga melaporkan dari


(18)

yang layak sesuai dengan UMK karena di Malang masih terdapat perusahaan yang tidak membayar upah buruh sesuai dengan UMK atau di bawah besar UMK Malang. Selain meminta pembayaran upah yang sesuai, buruh juga menuntut tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional agar para buruh dapat menikmati waktu luang untuk berlibur setelah setiap hari memenuhi target produksi perusahaan. Semua aksi unjuk rasa yang dilakukan tidak lain dilakukan buruh untuk memperjuangkan hak dasar dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Di Indonesia banyak pabrik yang didirikan di beberapa kabupaten dan kota seperti Karawang, Purwakarta, Bekasi, Cikarang, Bogor, dan beberapa kota lainnya yang berorientasi dagang dan ekspor. Pabrik-pabrik yang didirikan di kota tersebut mempekerjakan buruh untuk meningkatkan hasil produksi, sehingga buruh menjadi unsur yang penting dalam perusahaan untuk menjalankan proses produksi (Santoso, 2010). Salah satu pabrik yang mempekerjakan buruh untuk menjalankan proses produksi yaitu PT. Laksana Tekhnik Makmur yang terletak di Cileungsi Kabupaten Bogor.

PT. Laksana Tekhink Makmur merupakan sebuah perusahaan yang

memproduksi aksesoris mobil dengan 125 buruh untuk melancarkan kegiatan produksi setiap harinya. Upah yang diterima oleh buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur dapat dikatakan sudah mencapai tingkat UMR dengan konsekuensi pekerjaan yang cenderung repetitif setiap harinya. Rata-rata setiap bulan buruh mendapatkan upah pokok sebesar Rp 1.270.000 dengan tambahan uang lembur sebesar Rp 19.000 sampai dengan Rp 20.000 per-jam dengan jam lembur yang telah


(19)

ditetapkan dan dijadwalkan oleh masing-masing kepala produksi. Seperti yang tertera

dalam situs Kadin Kabupaten Bogor besarnya UMR yang ditetapkan untuk

Kabupaten Bogor pada tahun 2012 yaitu Rp 1.269.320, maka upah pokok yang diterima para buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur sudah mencapai UMR di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan sebelumnya pada bulan Maret 2012 terhadap 106 buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur, hasil sebaran kuesioner terbuka beberapa buruh mengaku bahwa upah yang diterima tidak sesuai karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka juga mengungkapkan bahwa mereka dianggap sebagai mesin produksi, bekerja keras setiap hari, dan kurang diperhatikan kesejahteraannya. Berdasarkan pernyataan buruh dalam studi pendahuluan tersebut, beberapa buruh masih belum merasa puas dengan upah yang mencapai UMR. Hal tersebut menandakan masih ada beberapa faktor lain yang membuat buruh menilai dirinya belum merasakan kesejahteraan secara utuh.

Penilaian atau evaluasi tentang kesejahteraan tersebut pada kehidupan buruh mengacu pada pendapat Diener (Deci dan Ryan, 2006) yang telah memfokuskan kesejahteraan (well-being) pada eksplorasi tentang kesejahteraan subjektif yang

dianggap lebih subjektif untuk menilai atau mengevaluasi sejauh mana tingkat kesejahteraan individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi dan tingkat kesejahteraan individu dapat dilihat dari cara mengevaluasi atau menilai individu terhadap pengalaman yang positif maupun negatif tentang hidup mereka yang kemudian disebut dengan kesejahteraan subjektif. Seperti yang diungkapkan Diener


(20)

dan Lucas (Daniel, Diener, dan Schwarz, 1999) bahwa kesejahteraan subjektif merupakan evaluasi seseorang terhadap kehidupan mereka yang termasuk pada hal yang bersifat kognitif terhadap kepuasan dan evaluasi afeksi terhadap perasaan dan emosi.

Kesejahteraan subjektif terdiri dari dua penilaian yaitu secara kognitif dan afektif. Suka dan duka yang dirasakan buruh selama bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur terangkum dalam sebuah pengalaman hidup sebagai seorang buruh. Pengalaman tersebut tidak terlepas dari penilaian atas kebahagiaan yang dirasakan

maupun kepuasan yang diraih selama bekerja. Penilaian buruh mengenai

kebahagiaan, kesedihan, dan reaksi emosi lain yang dirasakan dikatakan sebagai penilaian terhadap komponen afektif pada kesejahteraan subjektif. Buruh yang merasakan kebahagiaan lebih banyak dibandingkan kesedihan dapat dikatakan telah mencapai kesejahteraan atau kondisi kesejahteraan subjektif yang baik, seperti dalam teori hedonis yang diungkapkan oleh Seligman (2005) bahwa kualitas kehidupan seseorang diukur dari kuantitas peristiwa menyenangkan dikurangi kuantitas peristiwa tidak menyenangkan. Diener dan Suh (2000) menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan suatu bentuk evaluasi positif seseorang terhadap keseluruhan hidupnya secara utuh, selain itu kebahagiaan juga dapat diartikan sebagai kondisi kehidupan dimana individu merasakan kesejahteraan berupa materi maupun kebebasan terhadap hidup yang dijalaninya.

Diener dan Suh (2000) menyatakan bahwa kebahagiaan dan kepuasan memiliki persamaan makna dengan kesejahteraan subjektif. Istilah tersebut tidak


(21)

hanya digunakan untuk mengungkapkan kepuasan maupun kebahagiaan, tetapi juga untuk mengungkapkan perasaan tidak nyaman atau suasana hati yang kurang menyenangkan. Kesejahteraan maupun kebahagiaan yang dikaitkan dengan materi dan kebebasan atas pilihan berhubungan erat dengan kepuasan yang didapatkan oleh buruh. Kepuasan merupakan salah satu bentuk penilaian komponen kognitif pada kesejahteraan subjektif. Buruh akan berada pada kondisi kesejahteraan yang baik ketika mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan yang dirasakan juga berkaitan dengan pencapaian suasana hati yang positif. Menurut Seligman (2005) seseorang yang merasakan suasana hati positif akan cenderung memperlihatkan hasil kerja yang memuaskan serta mampu dihadapkan pada berbagai tugas dengan baik. Pihak industri tentunya selalu menginginkan buruh yang memiliki kinerja baik, tetapi hal tersebut akan lebih baik disertai dengan pemenuhan hak dasar seperti UMR yang sesuai, jaminan sosial, dan waktu libur yang sesuai dengan jam kerja yang telah didedikasikan buruh untuk perusahaan.

Ketetapan upah yang sesuai atau tidak sesuai dengan batas UMR, kurang diperhatikannya jaminan sosial, serta jam kerja yang relatif menyita waktu luang para

buruh di pabrik khususnya PT. Laksana Tekhnik Makmur tidak banyak

mengurungkan masyarakat untuk memilih buruh sebagai mata pencahariannya memenuhi kebutuhan hidup. Dengan adanya aksi unjuk rasa membuktikan bahwa pilihan menjadi buruh juga tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat, perolehan upah yang sesuai dengan UMR membuat beberapa buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur belum mencapai tingkat kesejahteraan yang baik. Tentunya tingkat


(22)

kesejahteraan tidak hanya ditentukan oleh faktor pekerjaan dan pendapatannya saja, sejalan dengan penelitian Diener et al. (dalam Diener dan Suh, 2000) diperoleh

temuan bahwa pendapatan tidak selalu kesejahteraan subjektif yang tinggi. Menurut Diener dan Suh (2005) tingkat kesejahteraan seseorang tentunya bisa ditentukan oleh beberapa faktor seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan pernikahan. Dari faktor tersebut apabila individu belum mendapatkan kehidupan secara layak, maka individu tersebut tidak dikatakan telah mencapai kesejahteraan. Dalam suatu studi yang dilakukan Ravaillion dan Lokshin (Diener dan Suh, 2000) kondisi pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan pernikahan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan serta berdampak pada kepuasan secara finansial.

Dapat dikatakan bahwa kesejahteraan subjektif buruh tidak hanya dilihat dari pemenuhan upah saja. Masih ada hal lain yang mendorong masyarakat untuk bekerja sebagai buruh, sehingga buruh dapat menilai dan memberikan evaluasi yang bersifat kognitif dan afektif terhadap dirinya mengenai kesejahteraan yang dirasakannya. Penilaian atau evaluasi seseorang yang bekerja sebagai buruh dapat diketahui dari penelitian dengan judul “Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) Buruh

Pabrik (Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor)”.


(23)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan dalam latar belakang, penelitian ini difokuskan pada kesejahteraan subjektif buruh. Menurut Diener (2005) kesejahteraan subjektif diartikan sebagai evaluasi kognitif mencakup kepuasan hidup dan reaksi afektif seperti kesedihan dan kebahagiaan. Kesejahteraan subjektif pada penelitian ini diartika sebagai kondisi kesejahteraan buruh yang dilihat berdasarkan penilaian buruh terhadap aspek kognitif dan aspek afektif.

Diener (2009) mendefinisikan aspek kognitif sebagai penilaian terhadap kepuasan hidup secara umum dan domain tertentu (khusus). Dalam penelitian ini kepuasan hidup secara umum terdiri dari penilaian buruh terhadap kebermaknaan, tujuan dan harapan hidup, optimisme, dan penyesuaian diri. Kepuasan dalam domain tertentu (khusus) terdiri dari kepuasan terhadap penghargaan, pekerjaan, pendidikan, dan hubungan kerja.

Diener (2005) menyatakan bahwa aspek afektif pada kesejahteraan subjektif terdiri dari afek positif dan afek negatif. Aspek afektif dalam penelitian ini yaitu reaksi emosi yang dirasakan buruh selama bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur yang terdiri dari reaksi emosi positif dan negatif, termasuk di dalamnya adalah pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.


(24)

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah utama penelitian adalah “Bagaimana kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur?” dari masalah umum tersebut, ada tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kesejahteraan subjektif buruh dilihat dari penilaian aspek kognitif terhadap pengalaman bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur?

2. Bagaimana kondisi kesejahteraan subjektif buruh dilihat dari penilaian aspek afektif terhadap pengalaman bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur?

3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan fakta empirik mengenai kesejahteraan subjektif buruh yang bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur. Tujuan khusus penelitian ini yaitu mendeskripsikan fakta empirik mengenai:

1. kondisi kesejahteraan buruh berdasarkan penilaian aspek kognitif. 2. kondisi kesejahteraan buruh berdasarkan penilaian aspek afektif. 3. faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh.


(25)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat secara teoretis yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. memperluas bidang kajian mengenai buruh yang difokuskan pada kesejahteraan untuk mengembangkan wawasan di bidang psikologi industri.

2. bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan penelitian tentang kesejahteraan subjektif. Lebih baik lagi peneliti selanjutnya dapat menyusun program pengembangan menuju sumber daya manusia yang sejahtera.

Adapun manfaat praktis dari penelitian bagi perusahaan yaitu data dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk lebih memperhatikan kebutuhan buruh di lingkungan pabrik dan kesejahteraan buruh terutama untuk menyusun kebijakan kerja seperti upah, jam kerja, dan jaminan sosial serta dapat memberikan pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia secara adil.


(26)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatanmixed methodyang merupakan suatu

penelitian dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Model yang digunakan adalah dominant and less dominant yang artinya ada salah

satu pendekatan yang menjadi pendekatan utama, dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif yang menjadi pendekatan utama serta menjadi dasar pendekatan kualitatif (Creswell, 2003).

Metode yang dipilih yaitu studi deskriptif yang bertujuan untuk

mendeskripsikan suatu situasi atau kejadian serta menguraikan informasi faktual mengenai suatu gejala yang ada di PT. Laksana Tekhnik Makmur untuk

menghasilkan gambaran lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai

kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur (Suryabrata, 2011). Penelitian dilakukan ke dalam tiga tahapan inti yang kemudian terurai kembali dalam beberapa kegiatan. Berikut penjelasan pada masing-masing tahapan.

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang pertama dilakukan adalah identifikasi masalah yang dilakukan di PT. Laksana Tekhnik Makmur. Adapun tahapan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:


(27)

51

a. pengajuan judul yang diteliti dalam bentuk proposal kepada dewan skripsi serta melengkapi persyaratan administrasi di jurusan Psikologi maupun di Fakultas Ilmu Pendidikan,

b. pengumpulan materi dan studi literatur yang sesuai dengan penelitian,

c. permohonan izin penelitian terhadap pihak perusahaan yaitu PT. Laksana Tekhnik Makmur serta menjalin komunikasi dengan Direktur (owner) dan

Kepala Divisi HRD (Human Resource Development) untuk mendapatkan

informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti profil perusahaan, jumlah populasi yaitu banyaknya buruh yang bekerja di perusahaan, besarnya upah pokok dan upah lembur, dan banyaknya jam kerja yang harus ditempuh buruh setiap hari agar permasalahan yang terjadi di perusahaan dapat diidentifikasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahapan ini saat tahap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan antara lain mempersiapkan pelaksanaan penelitian seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

a. penentuan desain dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, b. persiapan instrumen penelitian meliputi persiapan rancangan instrumen yang

diajukan pada ahli untuk uji kelayakan item pada kuesioner maupun pedoman wawancara.


(28)

52

d. pengolahan data kuesioner dan menyajikannya ke dalam tabel dan grafik untuk mempermudah perolehan skor masing-masing responden kemudian menggolongkan responden pada golongan kelas yang telah ditentukan serta menentukan subjek wawancara dari hasil penggolongan tersebut,

e. pengumpulan data wawancara pada subjek studi dengan kondisi kesejahteraan subjektif tingkat tinggi dan rendah.

f. pengolahan data wawancara dengan melakukan verbatim yang kemudian dapat dianalisis dengan teknik analisis data yang telah ditentukan (penyajian data, reduksi, dan verifikasi).

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap akhir dalam penelitian yang terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. melakukan analisa data kuesioner yang telah diolah kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mendeskripsikan data empirik kondisi kesejahteraan subjektif buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur serta dijelaskan dalam pembahasan,

b. melakukan analisa pada data wawancara yang telah diverbatim dengan tahapan penyajian data, reduksi data, dan verifikasi data untuk dapat menjelaskan secara detail kesejahteraan subjektif pada buruh yang digolongkan dalam kategori kelas tinggi dan rendah,


(29)

53

B. Definisi Konseptual dan Operasional

Secara konsep ada banyak para ahli yang telah mendefinisikan kesejahteraan subjektif diantaranya:

1. Synder dan Lopez (2002) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi individu baik secara kognitif maupun secara afektif terhadap kehidupannya. Evaluasi yang dimaksud seperti reaksi emosional terhadap peristiwa yang terjadi dan juga evaluasi kognitif terhadap kepuasan dan pribadi yang berfungsi penuh. 2. Diener (2005) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi kognitif

dan reaksi afektif. Evaluasi kognitif mencakup kepuasan hidup, kepuasan kerja, serta minat sedangkan yang termasuk reaksi afektif seperti kebahagiaan atau

kesedihan. Dari pernyataan Diener (2005) dapat disimpulkan bahwa

kesejahteraan subjektif merupakan suatu istilah individu untuk mengevaluasi atau memberikan penilaian terhadap pengalaman hidup, peristiwa yang terjadi dalam hidup, tubuh, pikiran, serta keadaan hidup mereka secara menyeluruh.

3. Compton (2005) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif terbagi ke dalam dua variabel yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kebahagiaan merupakan evaluasi individu terhadap keadaan emosional serta apa yang mereka rasakan, sedangkan kepuasan hidup berhubungan dengan penerimaan terhadap diri mereka sendiri. Kepuasan hidup dan penerimaan diri ini termasuk pada evaluasi kognitif individu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan subjektif diartikan sebagai kondisi atau tingkat kesejahteraan yang dilihat dari


(30)

54

evaluasi individu terhadap aspek kognitif dan afektif atas seluruh pengalaman hidup yang dilalui individu. Ada dua aspek yang diukur untuk mengetahui tingkat kesejahteraan subjektif buruh yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Dalam penelitian ini kesejahteraan subjektif (subjective well-being) didefinisikan sebagai kondisi

kesejahteraan yang dirasakan individu yang bekerja sebagai buruh berdasarkan evaluasi terhadap dua aspek yaitu:

a. Aspek kognitif terdiri dari kepuasan hidup secara umum dan secara khusus pada domain hidup tertentu. Kepuasan hidup secara umum terdiri dari: kebermaknaan, tujuan dan harapan hidup, penyesuaian diri, optimisme. Kepuasan hidup khusus pada domain tertentu terdiri dari: kepuasan terhadap penghargaan, kepuasan pekerjaan, kepuasan terhadap pendidikan, dan kepuasan hubungan kerja.

b. Aspek afektif dibagi menjadi dua yaitu suasana hati yang positif (afek positif) dan suasana hati yang negatif (afek negatif). Afek positif terdiri dari: perasaan tertarik, gembira, kuat, bersemangat, bangga, siap, terinspirasi, memiliki tekad, penuh perhatian dan aktif. Afek negatif terdiri dari suasana hati yang negatif seperti: tertekan, kecewa, bersalah, takut, iri hati, marah, malu, gelisah, gugup, dan khawatir.

Kesejahteraan subjektif dalam penelitian ini dapat ditinjau dari hasil perolehan skor pada instrumen yang digunakan yaitu Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh dan hasil wawancara untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh mengenai kesejahteraan subjektif.


(31)

55

C. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen untuk mengungkap data. Berikut penjelasan mengenai instrumen yang digunakan.

Tabel 3.1. Jenis Instrumen yang Digunakan

No Jenis Instrumen Subjek Data yang diungkap

1. Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

125 buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur yang tergabung dalam Divisi Produksi Plant I dan Plant II.

Gambaran kesejahteraan subjektif buruh.

2. Pedoman wawancara Dua orang subjek yang

termasuk dalam kategori kesejahteraan subjektif tinggi dan dua orang subjek yang termasuk dalam kategori kesejahteraan subjektif rendah. Kondisi kesejahteraan subjektif buruh berdasarkan aspek kognitif dan afektif, faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh, dan kondisi kesejahteraan subjektif buruh.

1. Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh yang terdiri dari 47 item. Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur penilaian buruh terhadap aspek kognitif dan afektif pada kesejahteraan subjektif buruh. Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh menggunakan skala Likert 1-4 di mana angka 1 menunjukkan pernyaataan sangat tidak sesuai, angka 2 menunjukkan pernyataan tidak sesuai, angka 3 menunjukkan sesuai, dan angka 4 menunjukkan pernyataan sangat sesuai, berikut sistem penyekoran pada instrumen kesejahteraan subjektif buruh.


(32)

56

Tabel 3.2 Penyekoran Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

Item Nilai Item

STS TS S SS

Favorit 1 2 3 4

Tidak Favorit 4 3 2 1

Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh dibuat dengan menggunakan dua jenis instrumen yaituSatisfaction with Life Scale(SWLS) danPositive Affect Negative

Affect Schedule (PANAS) dengan item yang diadaptasi, ditambah, dan dimodifikasi

sesuai kepentingan penelitian dan kondisi tempat penelitian. Berikut penjelasan mengenai instrumen yang membentuk Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh tersebut:

a. SWLS (Satisfaction with Life Scale) dibuat oleh Diener, Emmons, Larsen, dan

Griffin. Instrumen ini lebih difokuskan pada kepuasan hidup secara umum

(Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin: 1985). SWLS digunakan untuk

mengungkap kepuasan hidup secara menyeluruh yang merupakan aspek kognitif kesejahteraan subjektif yang terdiri dari 5 item untuk mengukur kepuasan secara kognitif dengan skala Likert 1 – 7. Angka 1 menunjukkan pernyataan sangat tidak setuju hingga angka 7 yang menyatakan sangat setuju. Dalam penelitian iniSWLS

diadaptasi, ditambah, dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi lingkungan penelitian. Setelah itu dilakukan perbandingan dengan hasil terjemahan dari Seligman (2005) dalam buku Authentic Happiness (terjemahan), kemudian


(33)

57

sehingga ada item SWLS yang dihapus dan dimodifikasi. Hasilnya Instrumen

Kesejahteraan Subjektif Buruh yang digunakan untuk mengukur aspek kognitif berjumlah 28 item dengan skala penilaian 1-4 agar pilihan responden tegas dan responden tidak kebingungan dengan banyaknya pilihan.

b. PANAS-X(Positive Affect and Negative Affect Schedule) dibuat oleh Watson dan

Clark pada tahun 1994.PANAS digunakan untuk menjelaskan dua dimensi besar

dari suasana hati (Watson dan Tellegen, 1985 dalam Watson dan Clark, 1994) yaitu afek positif dan afek negatif. PANAS-X merupakan suatu alat ukur yang

dapat digunakan untuk mengungkap pengalaman emosional individu yang terdiri dari afek positif dan afek negatif (Watson dan Clark: 2004). Hal yang berkaitan dengan afektif dapat diukur dengan PANAS-X yang terdiri dari 20 item, 10 item

untuk mengukur afek positif dan 10 item untuk mengukur afek negatif dengan skala 1-5. Skala 1 yang berarti tidak pernah merasakan hingga skala 5 yang berarti sering merasakan. Dalam penelitian iniPANASdimodifikasi sesuai dengan

kondisi penelitian dengan jumlah 20 item terdiri dari 20 kata yang mewakili perasaan positif dan negatif dengan modifikasi kalimat yang disesuaikan dengan lingkungan pekerjaan di pabrik. Hasil modifikasi menggunakan skala Likert 1-4

dengan menghilangkan pilihan netral. Instrumen diadaptasi dengan

menerjemahkan instrumen asli ke dalam bahasa Indonesia, kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil terjemahan dari Seligman (2005) dalam buku


(34)

58

beberapa kata yang diubah artinya dengan kata lain yang mendekati arti sebenarnya dengan alasan agar kata dapat lebih dipahami oleh responden, kemudian dilakukan uji validitas isi pada instrumen olehjudgement experts.

2. Pedoman Wawancara

Penjelasan mendalam mengenai kondisi kesejahteraan subjektif pada buruh diketahui dari wawancara yang menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun berdasarkan pada dua komponen kesejahteraan subjektif yaitu evaluasi kognitif dan evaluasi afektif serta kepuasan hidup berdasarkan konsep kesejahteraan subjektif Diener (2009) dan Argyle, 1987; Myers, 1992; Dienerset al.,

1999 (Compton, 2005) yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan wawancara.

D. Proses Pengembangan Instrumen

1. Pengembangan Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

Instrumen yang digunakan adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh yang dibuat berdasarkan teori kesejahteraan subjektif. Pengambilan data dilakukan dengan cara uji coba terpakai artinya pengambilan data dilakukan satu kali saja. Uji coba terpakai dipilih dengan pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan masalah birokrasi perusahaan yang membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkan populasi dengan karakteristik serupa. Data yang telah didapatkan kemudian diolah dengan bantuan program SPSS 19.0 for windows 7 untuk uji coba validitas dan


(35)

59

2. Pengembangan Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dibuat berdasarkan teori kesejahteraan subjektif yang dikemukakan oleh Diener (2009) di mana kesejahteraan subjektif memiliki dua dimensi besar yaitu komponen kognitif yang mencakup kepuasan hidup secara umum dan khusus serta komponen afektif yang menggambarkan suasana hati, perasaan, atau emosi. Kedua komponen dikembangkan menjadi pedoman wawancara untuk pengambilan data dengan teknik wawancara dikembangkan dari teori Diener (2009) dan Argyle, 1987; Myers, 1992; Dieners et al., 1999 (Compton, 2005). Sebelum

digunakan, pedoman wawancara ditelaah terlebih dahulu oleh para ahli agar kesesuaian antara pertanyaan wawancara dengan teori teruji. Selanjutnya pedoman wawancara mengacu pada konstruk instrumen kesejahteraan subjektif buruh yang telah dikembangkan.

E. Uji Coba Instrumen 1. Uji Kelayakan Item

Uji kelayakan item dilakukan oleh para ahli (judgement experts) yaitu tiga

dosen ahli dari Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia yaitu Sri Maslihah, M. Psi., Ita Juwitaningrum, S. Psi, M. Pd., dan Gemala Nurendah, M.A. Kemudian ditinjau kembali oleh Agung Nugroho, S.H. selaku pihak HRD (Human

Resource Development) PT. Laksana Tekhnik Makmur dan Hasan Rosidi selaku

Engineer PT. Laksana Tekhnik Makmur agar item sesuai dengan kondisi buruh,


(36)

60

Masing-masing ahli memberikan penilaian dan pendapatnya pada instrumen yang telah dirancang untuk mengukur kesejahteraan subjektif pada buruh pabrik. Penilaian dilakukan berdasarkan kesesuaian item dengan isi alat ukur agar sesuai dengan kondisi buruh di pabrik. Uji kelayakan item menghasilkan item yang memadai untuk mengukur kesejahteraan subjektif buruh, ada item yang dibuang, direvisi, dan ditambah. Berikut merupakan hasil uji validitas isi dari para ahli mengenai skala kesejahteraan subjektif buruh.

Tabel 3.3 Hasil Uji Kelayakan Item pada Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

Kesimpulan No item Jumlah

Memadai 3 5 7 11 12 14 16 21 26 27 28 29 30 31 32 33 34 39 41 43 44 45 46 47

28 Revisi 1 2 8 10 11 17 19 20 23 24 26 35 36 37 38 40 42 48 49 50 14

Buang 4 6 9 13 15 20 22 25 8

Tambahan 5

Total 47

Pada awalnya instrumen memiliki item sebanyak 50 buah. Dari pendapat lima orang ahli, instrumen yang awalnya berjumlah 50 item mengerucut menjadi 47 item seetelah adanya revisi serta pembuangan jumlah item. Penambahan item dilakukan berdasarkan item yang direvisi karena ada beberapa item yang bisa dipecah menjadi dua item.

2. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui derajat kemampuan instrumen dalam mengukur atribut yang dimaksudkan untuk diukur (Noor, 2009). Instrumen dapat dikatakan valid apabila instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur


(37)

61

(Sugiyono, 2011). Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian validitas konstruk dengan analisis faktor.

Uji validitas konstruk merupakan uji validitas yang dititikberatkan pada kesesuaian instrumen dengan konstruk teori yang mendasari. Validitas konstruk dilakukan melalui analisis faktor yang perhitungannya dibantu oleh program SPSS 19.0for windows 7.

1) Pemilihan Item Valid

Pemilihan item dilakukan pada setiap dimensi kesejahteraan subjektif dengan cara melihat output atau besaran angka pada KMO-MSA (Kaiser-Meyer-Olkin of

Sampling Adequacy)danBartlett’s test of Sphericity terlebih dahulu untuk kemudian

dianalisis lebih lanjut. Instrumen dikatakan layak untuk dianalisis jika nilai

KMO-MSA> 0.5. Tabel berikut merupakan kategorisasi besaran nilaiKMO-MSA.

Tabel 3.4 Kategorisasi NilaiKMO-MSA Nilai KMO Derajat Varian Umum

0.90 sampai 1.00 Bagus sekali

0.80 sampai 0.89 Bagus

0.70 sampai 0.79 Cukup sekali

0.60 sampai 0.69 Cukup

0.50 sampai 0.59 Jelek

0.00 sampai 0.49 Jangan difaktor

Sumber: Ihsan, 2009

Output KMO-MSA di setiap dimensi kesejahteraan subjektif menunjukkan

angka > 0,5 yang nilainya termasuk pada kategori cukup, sehingga proses pemilihan item pada analisis faktor dapat dilanjutkan pada tahap kedua yaitu menentukan item untuk dianalisis faktor dengan matriks korelasi anti-image dengan ketentuan item


(38)

62

yang memiliki indeks korelasi anti image ≥ 0,5 dipertahankan dan item yang memiliki indeks korelasi anti image ≤ 0,5 dibuang (hasil terlampir). Berikut hasil pengujian terhadap 47 item Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh setelah dilakukan analisis faktor.

Tabel 3.5 Item Valid Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh

Dimensi Item Valid

Aspek kognitif (penilaian terhadap kepuasan hidup secara menyeluruh dan terhadap domain tertentu individu yang bekerja sebagai buruh)

1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27.

Aspek afektif (suasana hati yang bersifat positif maupun negatif yang dirasakan buruh selama bekerja)

28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47.

Hasil dalam tabel 3.5 menunjukkan bahwa 42 item valid pada Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh dan 5 item tidak valid. Berikut merupakan tabel instrumen setelah dilakukan uji validitas konstruk menggunakan analisis faktor.

Tabel 3.6 Instrumen Skala Kesejahteraan Subjektif Buruh

Dimensi dan Ruang Lingkup

Sub Dimensi Indikator

Nomor Item ∑ Favorit Tidak Favorit Aspek kognitif (Penilaian terhadap kepuasan hidup secara menyeluruh dan terhadap domain tertentu individu yang bekerja sebagai Bermakna: penilaian bermakna ketika buruh mampu melakukan

pekerjaan sesuai standar dan harapan dari atasan di pabrik.

1. Buruh dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan dari atasan di pabrik salah satunya tepat waktu. 2. Buruh dapat bekerja

memenuhi standar perusahaan. 3. Buruh memiliki

hubungan yang baik dengan atasan.

1, 2, 14,


(39)

63

buruh) Tujuan dan harapan hidup: tujuan hidup yang telah ditetapkan serta harapan yang dibangun buruh.

1. Buruh memiliki tujuan hidup yang jelas 2. Buruh memiliki

harapan dalam hidup

3, 4 2

Penyesuaian diri: buruh dapat beradaptasi dengan aturan pabrik.

1. Buruh dapat menyesuaikan diri dengan peraturan pabrik

6 1

Optimisme: buruh optimis dalam meraih tujuan dan memenuhi harapan hidup seta kesesuain antara harapan dan kondisi hidup yang nyata.

1. Buruh dapat meraih tujuan hidupnya dengan bekerja

2. Buruh dapat memenuhi harapan hidupnya dengan bekerja 3. Buruh merasakan

kesesuaian hidup antara harapan dan kondisi hidup yang nyata

9, 10, 11, 12,

13

5

Prestasi dan penghargaan: penghargaan yang diraih buruh dari atasan berupa pujian.

1. Buruh mendapatkan pujian atas

pekerjaannya yang baik 15 1

Kepuasan terhadap

pekerjaan: buruh mendapat kepuasan kerja termasuk juga dalam ruang lingkup kesehatan, waktu luang, dan upah kerja.

1. Buruh mendapat pekerjaan yang sesuai dengan harapannya 2. Buruh puas dengan kesehatan fisiknya selama bekerja 3. Buruh puas dengan

waktu luang yang dimilikinya 4. Buruh dapat

menggunakan upah kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari 8, 16, 17, 18, 21 19 6 Kepuasan terhadap pendidikan

1. Buruh puas dengan tingkat pendidikan yang telah dicapainya

2. Tingkat pendidikan yang ditempuh buruh


(40)

64

dapat menunjang kehidupan Kepuasan terhadap

hubungan kerja: kepuasan yang dirasakan buruh terhadap hubungan kerja yaitu dengan pihak

perusahaan dan rekan kerja.

1. Buruh puas memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja 2. Buruh mendapat

asuransi kesehatan dari perusahaan

3. Buruh dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan dari pihak perusahaan

5, 20, 25 3

Aspek afektif (Suasana hati yang bersifat positif maupun negatif yang dirasakan buruh selama bekerja)

Merasakan suasana hati yang positif (tertarik,

gembira, kuat, bersemangat, bangga, siap, terinspirasi, memiliki tekad, aktif).

1. Buruh merasakan berbagai macam suasana hati yang positif selama bekerja

28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37 9

Merasakan suasana hati yang negatif (tertekan, kecewa, bersalah, iri hati, marah, malu, gelisah, gugup, dan khawatir).

1. Buruh merasakan berbagai macam suasana hati yang negatif selama bekerja

38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47 9

Adapun pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada hasil pengembangan instrumen kesejahteraan subjektif sebagai berikut.

Tabel 3.7 Pedoman Wawancara

Dimensi Sub dimensi Gambaran

Aspek kognitif (Penilaian terhadap kepuasan hidup secara menyeluruh dan terhadap domain tertentu

Bermakna: penilaian bermakna ketika buruh mampu melakukan pekerjaan sesuai standar dan harapan dari atasan di pabrik.

Penilaian subjek mengenai kehidupan yang bermakna.

Subjek menilai dirinya bermakna ketika melakukan pekerjaan di lingkungan pabrik.

Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan atasan.

Tujuan dan harapan hidup: tujuan hidup yang telah ditetapkan serta

Subjek memiliki tujuan dalam hidup. Subjek memiliki harapan dalam hidup.


(41)

65

individu yang bekerja

sebagai buruh).

harapan yang dibangun buruh. Subjek memiliki target untuk dicapai. Subjek dapat memenuhi segala tujuan, harapan, dan targetnya dengan bekerja di pabrik.

Penyesuaian diri: buruh dapat beradaptasi dengan tuntutan dan aturan pabrik.

Subjek dapat menyesuaikan diri dengan peraturan pabrik.

Optimisme: buruh optimis dalam meraih tujuan dan memenuhi harapan hidup seta kesesuain antara harapan dan kondisi hidup yang nyata.

Subjek mengetahui cara meraih tujuan dan harapan hidup.

Subjek mampu memenuhi segala tujuan, harapan, dan targetnya dengan bekerja di pabrik.

Subjek merasakan kesesuaian hidup antara harapan dan kondisi kehidupan yang ideal.

Prestasi dan penghargaan: prestasi maupun penghargaan yang diraih buruh selama bekerja.

Subjek mendapatkan penghargaan atas pekerjaannya yang baik.

Kepuasan terhadap pekerjaan. Penilaian subjek terhadap pekerjaannya.

Penilaian subjek terhadap upah kerja. Subjek dapat menggunakan upah kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penilaian buruh terhadap kesehatan fisik.

Pengungkapan kepuasan buruh terhadap asuransi yang diberikan perusahaan.

Subjek memiliki waktu luang yang cukup.

Kepuasan terhadap pendidikan . Penilaian buruh terhadap tingkat pendidikan yang telah ditempuh. Kepuasan terhadap hubungan kerja:

kepuasan yang dirasakan buruh terhadap hubungan sosial di lingkup pabrik yaitu dengan rekan kerja dan manajerial perusahaan.

Subjek memiliki asuransi.

Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan bawahan.

Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja.

Subjek dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan. Aspek afektif

(Suasana hati

Merasakan suasana hati yang positif. Pengungkapan subjek tentang suasana hati yang positif.


(42)

66

yang bersifat positif maupun negatif yang dirasakan buruh selama bekerja).

Merasakan suasana hati yang negatif. Pengungkapan subjek tentang suasana hati yang negatif.

3. Uji Reliabilitas

Dalam suatu penelitian, instrumen yang digunakan untuk mengukur harus memiliki derajat konsistensi atau kestabilan saat digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan untuk mengetahui derajat konsistensi atau tingkat kestabilan instrumen jika pengukuran tersebut dilakukan kembali dengan instrumen yang sama namun pada situasi yang berbeda (Noor, 2009). Guilford telah menetapkan derajat koefisien korelasi reliabilitas ke dalam empat tingkatan sebagai berikut:

3.8 Derajat Keofisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Derajat Korelasi

< 0.20 Tidak ada korelasi

0.20 – 0.40 Korelasi rendah

0.41 – 0.70 Korelasi tinggi

0.71 – 1.00 Korelasi tinggi sekali

Sumber: Noor, 2009

Reliabilitas dapat ditentukan dengan cara menggunakan Rumus Cronbach

Alphasebagai berikut:

ݎଵଵ= ൬݇݇ 1൰ ቆ1− ∑ ߪܾ ଶ

ߪଶݐ ቇ

ݎଵଵ = Reliabilitas instrumen


(43)

67

∑ ߪܾଶ = Jumlah varians butir

ߪଶݐ = Varians total

Sumber: Arikunto, 2009

Pengolahan data untuk menentukan reliabilitas dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan program SPSS 19.0 for windows 7 dengan menggunakan

Cronbach Alpha, maka didapatkan reliabilitas dengan jumlah total item 37 adalah sebesar 0.822.

Tabel. 3.9 Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach's

Alpha N of Items

.816 42

Suatu instrumen yang memiliki tingkat reliabilitas antara 0.71 – 1.00 dapat dikatakan memiliki korelasi yang tinggi. Berdasarkan tabel koefisien korelasi pada tabel sebelumnya, reliabilitas pada instrumen kesejahteraan subjektif termasuk pada kategori tinggi sekali.

F. Lokasi Penelitian, Populasi, dan Sampel 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempatkan di PT. Laksana Tekhnik Makmur yang merupakan sebuah pabrik aksesoris mobil di Cileungsi Kabupaten Bogor.

2. Populasi, Sampel, dan Subjek Studi

Secara ideal penelitian harus menyelidiki keseluruhan populasi, bila populasi terlampau besar dapat diambil sejumlah sampel yang representatif yang dapat


(44)

68

mewakili keseluruhan populasi (Nasution, 2004: 86). Berdasarkan pengertian tersebut dalam penelitian ini seluruh anggota populasi dijadikan responden untuk mengisi kuesioner yaitu sebanyak 125 buruh dengan jumlah buruh laki-laki sebanyak 109 orang dan buruh perempuan sebanyak 16 orang periode Desember 2012. Hasil kuesioner menunjukkan klasifikasi tingkat kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi. Responden yang mendapatkan nilai rendah dan tinggi dalam kategori masing-masing dipilih dua orang buruh untuk menjadi subjek wawancara.

Setelah terpilih dua orang pada masing-masing kategori, penelitian dilanjutkan dengan melakukan wawancara pada subjek terpilih. Subjek wawancara didapatkan dengan cara memilih populasi untuk mendapatkan gambaran subjek dengan nilai kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi. Subjek untuk wawancara dipilih dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling digunakan karena

sampel dipilih dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan tersebut berdasarkan pada kondisi sosial tertentu dan jumlah skor kesejahteraan subjektif.

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga jenis teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner, wawancara, dan studi dokumentasi. Berikut penjelasan mengenai ketiga teknik pengumpulan data tersebut:


(45)

69

Tabel 3.10 Teknik Pengumpulan Data

No Teknik Pengumpulan

Data

Subjek Studi atau Sumber

Informasi Deskripsi Hasil Prosedur

1. Kuesioner Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur yang berjumlah 125 orang.

1. Data yang didapatkan berupa skor yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

2. Skor yang diperoleh masing-masing responden mendeskripsikan kondisi kesejahteraan subjektif buruh yang dibagi kedalam aspek kognitif, aspek afektif, serta faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif.

3. Skor yang diperoleh masing-masing responden dikelompokkan

berdasarkan kategorisasi

kesejahteraan subjektif tinggi dan rendah.

4. Penggolongan memunculkan subjek studi untuk pengambilan data wawancara yang bertujuan untuk memperdalam kesejahteraan subjektif pada kategori tinggi dan rendah.

1. Menentukan jumlah populasi dan sampel yang menjadi target kuesioner.

2. Menentukan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur aspek kognitif dan afektif yang menjadi alat ukur kesejahteraan subjektif buruh.

3. Mengadaptasi, mengembangkan, dan memodifikasi alat ukur agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan lingkungan tempat penelitian.

4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur.

5. Menyebarkan kuesioner yang telah disiapkan kepada seluruh responden.

6. Melakukan kategorisasi sesuai dengan perolehan skor masing-masing responden.

2. Wawancara Buruh PT. Laksana Tekhnik

Makmur yang memenuhi kualifikasi untuk

diwawancarai. Kualifikasi tersebut ditetapkan

1. Hasil wawancara berupa rekaman padatape recorderdituangkan ke dalam verbatim untuk diolah dengan cara melakukan penyajian data, reduksi data, dan verifikasi.

Membuat pedoman wawancara mengacu pada teori yang bersifat semi terstruktur agar pertanyaan dapat dikembangkan pada saat pengumpulan data. Pengembangan


(46)

70

berdasarkan hasil kuesioner yang telah dikategorisasikan pada kesejahteraan subjektif tinggi dan rendah.

2. Hasil wawancara mendeskripsikan kondisi kesejahteraan subjektif subjek studi secara khusus dan menyeluruh berdasarkan aspek kognitif, aspek afektif, dan faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif.

pedoman wawancara mengacu pada teori Diener tentang kesejahteraan subjektif yang terbagi ke dalam dua dimensi yaitu kognitif dan afektif.

3. Studi Dokumentasi Profil perusahaan Data yang diperoleh dari dokumen

perusahaan dapat menjelaskan profil perusahaan

Berkomunikasi dengan Kepala DivisiHuman Resource Development(HRD) untuk mendapatkan dokumentasi yang berkaitan dengan buruh


(47)

71

2. Teknik Analisis Data Kuesioner

Data yang diperoleh dari pengumpulan kuesioner dianalisis dengan statistik deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan data populasi. Pengolahan data dibantu oleh programMicrosoft ExceldanSPSS 19.0for windows 7

dengan menggunakan perhitungan statistika sederhana yaitu mean, standar deviasi, presentil, dan perhitungan presentase. Kemudian data diolah untuk menentukan kategori pada tingkat kesejahteraan subjektif. Tingkat kesejahteraan subjektif dikategorikan dalam dua kelas yaitu kelas dengan tingkat kesejahteraan subjektif tinggi dan rendah dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 3.11 Kategorisasi Skala Kesejahteraan Subjektif Buruh

Variabel Kriteria Kategori

Kesejahteraan Subjektif X≥µ Kesejahteraan Tinggi

X< µ Kesejahteraan Rendah

Tabel 3.12 Kategorisasi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur

Variabel Kriteria Kategori

Kesejahteraan Subjektif X≥122 Kesejahteraan Tinggi

X< 122 Kesejahteraan Rendah

1. Teknik Analisis Data Wawancara

Data wawancara dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011). Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011). Proses analisis data dibagi menjadi tiga yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Berikut ini penjelasan proses analisis data yang dijelaskan Sugiyono (2011).


(48)

72

a. Reduksi Data

Jumlah data yang didapatkan di lapangan akan mencapai jumlah yang sangat banyak dan rumit. Tahap reduksi data ini berfungsi untuk merangkum, memilih dan memfokuskan data pada hal yang penting.

b. Penyajian Data

Setelah reduksi data dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Penyajian data dapat dilakukan dengan cara membuat uraian singkat, bagan, atau hubungan antar kategori. Penyajian data diperlukan agar data tersusun dalam hubungan pola tertentu sehingga akan semakin mudah untuk dipahami serta merencanakan proses selanjutnya.

c. Verifikasi Data

Tahap verifikasi data merupakan tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan akan dikatakan memiliki kredibilitas yang tinggi jika didukung oleh bukti yang valid dan konsisten. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan deskripsi atau gambaran suatu obyek yang diteliti dengan jelas berupa hubungan kausal, hipotesis, dan teori.


(49)

165

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur terbilang rendah. Dilihat dari aspek-aspek pembentuk kesejahteraan subjektif, buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur telah menilai puas pada seluruh bagian dari aspek kognitif. Dilihat dari aspek afektif buruh pa da kondisi kesejahteraan subjektif tinggi lebih banyak merasakan afek positif daripada negatif, namun buruh pada kondisi kesejahteraan subjektif rendah lebih banyak merasakan afek negatif daripada positif. Hal yang menjadi dasar pembentuk kesejahteraan subjektif dalam penelitian ini ternyata tidak hanya dilihat dari aspek kognitif dan aspek afektif saja, masih ada beberapa faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif mereka sehingga berbeda dan membuat buruh berada pada tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah.

2. Berdasarkan aspek kognitif buruh menilai hidupnya memuaskan. Buruh sudah bisa menyesuaikan diri dengan aturan kerja dan tuntutan pekerjaan dari perusahaan. Kepuasan khusus maupun umum saling berkaitan satu sama lain, buruh memiliki tujuan dan harapan dalam hidupnya, tetapi jika buruh tidak mendapatkan kepuasan terhadap pekerjaan yang tidak sepadan dengan hasil kerja


(50)

166

keras mereka maka yang terjadi adalah buruh merasakan ketidakpuasan dalam bekerja serta memengaruhi buruh dalam memenuhi semua tujuan dan harapannya. Begitu juga ketidakpuasan dalam pendidikan akan berpengaruh pada kepuasan bekerja dan peraihan tujuan dan harapan hidup. Sebagian besar buruh memiliki tujuan dan harapan hidup yang hendak dicapai dengan bekerja, namun optimisme buruh untuk mencapai semua harapan dan tujuannya memiliki persentasi yang tidak sebanding dengan besarnya harapan dan tujuan mereka.

3. Pada aspek afektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur lebih banyak mengalami hal yang tidak menyenangkan, mereka mampu dan lebih cepat menemukan pengalaman yang tidak menyenangkan dibandingkan pengalaman yang menyenangkan. Selain itu buruh juga sering mengalami perasaan yang negatif (afek negatif) selama bekerja baik terhadap pekerjaan, upah kerja, dan hubungan sosial di lingkungan pabrik dibandingkan perasaan yang positif (afek positif).

4. Faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, status pernikahan, masalah pendapatan, dan kepuasan kerja yang dapat dilihat dari masa kerja dan jam kerja per hari. Dari ke tujuh faktor tersebut, pendapatan sangat berpengaruh besar pada keadaan kesejahteraan buruh. Dalam menanggapi permasalahan pendapatan ini, ada buruh yang menilai kurang puas sehingga buruh mengejar kepuasan tersebut sampai buruh menilai dirinya puas dalam pendapatan, sedangkan buruh lain lebih berbesar hati menerima pendapatan mereka. Selain tujuh faktor yang memengaruhi tersebut, ada faktor


(51)

167

lain yang dapat memengaruhi antara lain kehidupan beragama (religiusitas) dan kebebasan memilih pekerjaan karena unsur kesenangan sehingga kepuasan kerja dapat diraih. Secara keseluruhan buruh dihadapkan pada permasalahan yang serupa yaitu ketidakpuasan dalam pendapatan, tetapi terdapat perbedaan sikap dalam menghadapinya antara buruh yang berada pada kategori kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi. Hal itu lah yang menjadi pembeda kesejahteraan subjektif buruh.

B. Rekomendasi

Ada beberapa hal yang direkomendasikan untuk beberapa pihak terkait dengan kesejahteraan subjektif buruh yang mengacu pada hasil penelitian ini.

1. Bagi pihak perusahaan dan pengusaha diharapkan memberikan kompensasi yang sewajarnya dan layak atas asas keadilan sesuai dengan produktivitas (meliputi kualitas dan kuantitas hasil produksi), kinerja, prestasi, dan jabatan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kerja dan kuantitas. Hal lain diharapkan perusahaan memperhatikan kualitas alat pendukung kerja yang dapat membantu buruh dalam meningkatkan hasil produksi.

2. Bagi pihak HRD (Human Resource Development) ada baiknya mendatangkan

mediator dan konselor. Mediator berfungsi sebagai perantara yang

menghubungkan antara pihak perusahaan dengan buruh agar komunikasi dua arah terjalin dengan baik serta tidak ada kesalahpahaman mengenai kondisi


(52)

168

perusahaan, sedangkan konselor berfungsi untuk melakukan konseling pada buruh yang mengalami penurunan produktivitas karena hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa buruh sedang membutuhkan arahan dalam pekerjaan atau kehidupan pribadi.

3. Adapun rekomendasi bagi peneliti selanjutnya yaitu:

a. bagi peneliti yang hendak menulis skripsi dengan setting industri diharapkan

dapat mempersiapkan lebih jauh dan lebih matang dalam menghadapi birokrasi perusahaan.

b. dalam penggunaan alat ukur kesejahteraan subjektif diharapkan tidak menggunakan alat ukur yang sudah ada tanpa ada proses pengembangan terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan maupun responden penelitian agar alat ukur mengenai kesejahteraan subjektif lebih berkembang di Indonesia.


(53)

169

DAFTAR PUSTAKA

Ainul, Yatimun. (2012). Buruh di Malang Digaji Rp 10.000 Setengah Hari.[online]. Tersedia:http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/01/19020053/Buruh.di .Malang.Digaji.Rp.10.000.Setengah.Hari. (1 Mei 2012)

Ainul, Yatimun. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Jadi Libur Nasional.[online]. Tersedia: http://regional.kompas.com/read/2012/05/01/13141747/Buruh.Tuntut.1.Mei.J adi.Hari.Libur.Nasional. (1 Mei 2012).

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2009).Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Badan Pusat Statistik. (2006). Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). [online]. Tersedia: http://daps.bps.go.id/index.php?page=website.Home. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. (2011). Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2011. [online]. Tersedia: http://www.bps.go.id/getfile.php?news=849. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.

Chamsyah, Bachtiar. (2008). Kesejahteraan (Welfare): Reinventing Pembangunan Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Trisakti University Press.

Chaplin, JP. (2008).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Compton, William C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. USA: Thomson Wadsworth.

Creswell, John W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.

Deci, Edward. L dan Richard M. Ryan. (2008). Hedonia, Eudaimonia, and Well-Being: An Introduction. Journal of Happiness Studies. 9. 1-4.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.


(54)

170

Diener, Ed dan Eunkook M. Suh. (2000). Culture and Subjective Well-Being. England: The MIT Press.

Diener, Ed. (2005). Guidelines for national Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. University of Illinois. Tersedia: http://s.psych.uiuc.edu/~ediener/Documents/Guidelines_for_National_Indicat ors.pdf. [16 Februari 2012].

Diener, Ed. (2009). Assesing Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.

Diener, Ed. (2009).Culture And Well-Being: The Collected Worksof Ed Diener. New York: Springer.

Diener, Ed. (2009).The Science of Well-Being. New York: Springer.

Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate Report September 2011. Europian Commission.

Gandapurnama, Baban. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Libur Nasional dan Upah Layak.

[online]. Tersedia:

http://bandung.detik.com/read/2012/05/01/122856/1905879/486/buruh-tuntut-1-mei-libur-nasional-dan-upah-layak. (1 Mei 2012).

Ihsan, Helli. (2009).Metode Skala Psikologi. Bandung: Psikologi UPI.

Kahneman, Daniel; Ed Diener, dan Norbert Schwarz. (1999). Well-Being The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation.

Keyes, Corey L.M, & Magyar-Moe, Jeanna L. The Measurement and Utility of Adult SWB. In Lopez, Shane J & Synder, C.R. (ed). (2003). Positive Psychological Assesment; A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American Psychological Association.

Ndarha, Taliziduhu. (2002).Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri: Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku.Bandung: Fakultas Psikologi UNISBA.

Nugroho, Hari dan Indrasari Tjandraningsih. Rezim Fleksibilitas Pasar Kerja dan Tanggung Jawab Negara. Arifin, Syarif et al. (ed). (2012). Memetakan


(55)

171

Gerakan Buruh, Antologi Tulisan Perburuhan Mengenang Fauzi Abdullah.

Depok: Kepik.

Raharjo, Joko. (2013). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia: Kunci Sukses Meningkatkan Kinerja, Produktivitas, Motivasi, dan Kepuasan Kerja. Tangerang: Platinum.

Santoso, Slamet. (2010).Penerapan Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Santrock, John W. (2002). Edisi Kelima Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Schimmack, Ulrich. (2007).The Structure of Subjective Well-Being. In R. Larsen and M. Eid (Eds.) The Science of Subjective Well-Being. (p. 97-123). New York: Guilford.

Seligman, Martin EP. (2005). Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif

Authentic Happiness. Bandung: Mizan.

Şimşek, Ӧmer Faruk. (2009). Happiness Revisited: Ontological Well-Being as a Theory-Based Construct of Subjective Well-Being. Journal Happiness Stud. 10. 505-506.

Sobur, Alex. (2003).Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Subiyantoro, Eko Bambang. (2004). Buruh Perempuan: Antara Kapitalisasi Modal dan Budaya Patriarkhi, Apa yang Dapat Dilakukan Negara?. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan: Halo Senayan!. 35. 83-96. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sumarnonugroho, T. (1984). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT. Hanindita Offset

Suryabrata, Sumadi. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Syafa’at, Rachmad. (2008). Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh Dalam Melakukan Advokasi.Malang: In-Trans Publishing.


(56)

172

Taylor, Shlley E., Letitia Anne Peplau., dan David O. Sears (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.

Tif. (2012). SBSI: Jumlah Buruh di Indonesia Terbesar Setelah Cina. [online]. Tersedia: http://jabar.tribunnews.com/2012/05/01/sbsi-jumlah-buruh-di-indonesia-terbesar-setelah-cina. (27 Juni 2012).

Utami, Wiwara. 2002. Kondisi Kehidupan Buruh Wanita Industri Genteng “Agung Pratama” di Desa Sruweng Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Karya

Ilmiah Pada Bidang Kajian Kesejahteraan Sosial Sekolah Tinggi

Kesejahteraan Sosial Bandung 2002. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wijayanti, Retno Yuli. Kondisi Sosial Ekonomi Buruh Wanita Pabrik PT. Langsung Mulus Textile Miles Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Karya

Ilmiah Pada Bidang Kajian Kesejahteraan Sosial Sekolah Tinggi

Kesejahteraan Sosial Bandung 2002. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wijono, Sutarto. (2012). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.

Yul. (2011). Indonesia Negeri Buruh. [online]. Tersedia:

http://theglobejournal.com/ekonomi/indonesia-negeri-buruh/index.php. (27


(1)

lain yang dapat memengaruhi antara lain kehidupan beragama (religiusitas) dan kebebasan memilih pekerjaan karena unsur kesenangan sehingga kepuasan kerja dapat diraih. Secara keseluruhan buruh dihadapkan pada permasalahan yang serupa yaitu ketidakpuasan dalam pendapatan, tetapi terdapat perbedaan sikap dalam menghadapinya antara buruh yang berada pada kategori kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi. Hal itu lah yang menjadi pembeda kesejahteraan subjektif buruh.

B. Rekomendasi

Ada beberapa hal yang direkomendasikan untuk beberapa pihak terkait dengan kesejahteraan subjektif buruh yang mengacu pada hasil penelitian ini.

1. Bagi pihak perusahaan dan pengusaha diharapkan memberikan kompensasi yang sewajarnya dan layak atas asas keadilan sesuai dengan produktivitas (meliputi kualitas dan kuantitas hasil produksi), kinerja, prestasi, dan jabatan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kerja dan kuantitas. Hal lain diharapkan perusahaan memperhatikan kualitas alat pendukung kerja yang dapat membantu buruh dalam meningkatkan hasil produksi.

2. Bagi pihak HRD (Human Resource Development) ada baiknya mendatangkan mediator dan konselor. Mediator berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara pihak perusahaan dengan buruh agar komunikasi dua arah terjalin dengan baik serta tidak ada kesalahpahaman mengenai kondisi


(2)

perusahaan, sedangkan konselor berfungsi untuk melakukan konseling pada buruh yang mengalami penurunan produktivitas karena hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa buruh sedang membutuhkan arahan dalam pekerjaan atau kehidupan pribadi.

3. Adapun rekomendasi bagi peneliti selanjutnya yaitu:

a. bagi peneliti yang hendak menulis skripsi dengan setting industri diharapkan dapat mempersiapkan lebih jauh dan lebih matang dalam menghadapi birokrasi perusahaan.

b. dalam penggunaan alat ukur kesejahteraan subjektif diharapkan tidak menggunakan alat ukur yang sudah ada tanpa ada proses pengembangan terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan maupun responden penelitian agar alat ukur mengenai kesejahteraan subjektif lebih berkembang di Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ainul, Yatimun. (2012). Buruh di Malang Digaji Rp 10.000 Setengah Hari.[online]. Tersedia:http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/01/19020053/Buruh.di .Malang.Digaji.Rp.10.000.Setengah.Hari. (1 Mei 2012)

Ainul, Yatimun. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Jadi Libur Nasional.[online]. Tersedia: http://regional.kompas.com/read/2012/05/01/13141747/Buruh.Tuntut.1.Mei.J adi.Hari.Libur.Nasional. (1 Mei 2012).

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2009).Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Badan Pusat Statistik. (2006). Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). [online]. Tersedia: http://daps.bps.go.id/index.php?page=website.Home. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. (2011). Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2011. [online]. Tersedia: http://www.bps.go.id/getfile.php?news=849. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.

Chamsyah, Bachtiar. (2008). Kesejahteraan (Welfare): Reinventing Pembangunan Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Trisakti University Press.

Chaplin, JP. (2008).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Compton, William C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. USA:

Thomson Wadsworth.

Creswell, John W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.

Deci, Edward. L dan Richard M. Ryan. (2008). Hedonia, Eudaimonia, and Well-Being: An Introduction. Journal of Happiness Studies. 9. 1-4.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.


(4)

Diener, Ed dan Eunkook M. Suh. (2000). Culture and Subjective Well-Being. England: The MIT Press.

Diener, Ed. (2005). Guidelines for national Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. University of Illinois. Tersedia: http://s.psych.uiuc.edu/~ediener/Documents/Guidelines_for_National_Indicat ors.pdf. [16 Februari 2012].

Diener, Ed. (2009). Assesing Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.

Diener, Ed. (2009).Culture And Well-Being: The Collected Worksof Ed Diener. New York: Springer.

Diener, Ed. (2009).The Science of Well-Being. New York: Springer.

Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate Report September 2011. Europian Commission.

Gandapurnama, Baban. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Libur Nasional dan Upah Layak.

[online]. Tersedia:

http://bandung.detik.com/read/2012/05/01/122856/1905879/486/buruh-tuntut-1-mei-libur-nasional-dan-upah-layak. (1 Mei 2012).

Ihsan, Helli. (2009).Metode Skala Psikologi. Bandung: Psikologi UPI.

Kahneman, Daniel; Ed Diener, dan Norbert Schwarz. (1999). Well-Being The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation. Keyes, Corey L.M, & Magyar-Moe, Jeanna L. The Measurement and Utility of Adult

SWB. In Lopez, Shane J & Synder, C.R. (ed). (2003). Positive Psychological Assesment; A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American Psychological Association.

Ndarha, Taliziduhu. (2002).Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri: Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku.Bandung: Fakultas Psikologi UNISBA.

Nugroho, Hari dan Indrasari Tjandraningsih. Rezim Fleksibilitas Pasar Kerja dan Tanggung Jawab Negara. Arifin, Syarif et al. (ed). (2012). Memetakan


(5)

Gerakan Buruh, Antologi Tulisan Perburuhan Mengenang Fauzi Abdullah. Depok: Kepik.

Raharjo, Joko. (2013). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia: Kunci Sukses Meningkatkan Kinerja, Produktivitas, Motivasi, dan Kepuasan Kerja. Tangerang: Platinum.

Santoso, Slamet. (2010).Penerapan Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Santrock, John W. (2002). Edisi Kelima Life Span Development: Perkembangan

Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Schimmack, Ulrich. (2007).The Structure of Subjective Well-Being. In R. Larsen and M. Eid (Eds.) The Science of Subjective Well-Being. (p. 97-123). New York: Guilford.

Seligman, Martin EP. (2005). Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif Authentic Happiness. Bandung: Mizan.

Şimşek, Ӧmer Faruk. (2009). Happiness Revisited: Ontological Well-Being as a Theory-Based Construct of Subjective Well-Being. Journal Happiness Stud. 10. 505-506.

Sobur, Alex. (2003).Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Subiyantoro, Eko Bambang. (2004). Buruh Perempuan: Antara Kapitalisasi Modal dan Budaya Patriarkhi, Apa yang Dapat Dilakukan Negara?. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan: Halo Senayan!. 35. 83-96. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sumarnonugroho, T. (1984). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT. Hanindita Offset

Suryabrata, Sumadi. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Syafa’at, Rachmad. (2008). Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh Dalam Melakukan Advokasi.Malang: In-Trans Publishing.


(6)

Taylor, Shlley E., Letitia Anne Peplau., dan David O. Sears (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.

Tif. (2012). SBSI: Jumlah Buruh di Indonesia Terbesar Setelah Cina. [online]. Tersedia: http://jabar.tribunnews.com/2012/05/01/sbsi-jumlah-buruh-di-indonesia-terbesar-setelah-cina. (27 Juni 2012).

Utami, Wiwara. 2002. Kondisi Kehidupan Buruh Wanita Industri Genteng “Agung Pratama” di Desa Sruweng Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Karya Ilmiah Pada Bidang Kajian Kesejahteraan Sosial Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung 2002. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wijayanti, Retno Yuli. Kondisi Sosial Ekonomi Buruh Wanita Pabrik PT. Langsung Mulus Textile Miles Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Karya Ilmiah Pada Bidang Kajian Kesejahteraan Sosial Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung 2002. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wijono, Sutarto. (2012). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.

Yul. (2011). Indonesia Negeri Buruh. [online]. Tersedia: http://theglobejournal.com/ekonomi/indonesia-negeri-buruh/index.php. (27 Juni 2012).