KAJIAN AWAL PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DARI SAMPAH DAUN KAMPUS MEMAKAI REAKTOR BIODIGISTER.

(1)

PENELITIAN

Oleh :

NYOMAN ANDIKA MAULANA

0631010018

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

INTISARI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan Penelitian ... 2

I.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Umum ... 4

II.1.1 Jenis-jenis Sampah ... 5

II.1.2 Komposisi sampah UPN ”Veteran” Jawa Timur ... 10

II.1.3 Mikroba ... 11


(3)

II.3 Landasan Teori ... 26

II.3.1 Mikroba ... 26

II.3.2 Air ... 27

II.4 Hipotesis ... 28

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN III.1 Bahan-bahan yang digunaka ... 29

III.2 Alat Dan Rangkaian Alat ... 29

III.3 Peubah ... 30

III.4 Skema Penelitian ... 31

III.5 Metodologi Penelitian ... 32

III.6 Prosedur Penelitian ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Tabel Hasil Penelitian ... 38

IV.2 Grafik ... 40


(4)

V.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA


(5)

Tabel II.2 Standard SNI Kualitas Kompos ... 24

Tabel IV.1 Pengaruh Berat Mikroba Terhadap Perbandingan Bahan Baku Dengan Air ... 38

Tabel IV.2 Pengaruh Berat Mikroba Terhadap Perbandingan Bahan Baku Dengan Air ... 39

Tabel IV.3 Perbandingan Kandungan N, P2O5, K2O Dan Rasio C/N Bahan Baku


(6)

Grafik IV.2.1 Hubungan Antara Kadar Nitrogen Yang Dihasilkan Dengan Pengaruh Berat Mikroba Terhadap Bahan Baku Dengan Air ... 40

Grafik IV.2.2 Hubungan Antara Kadar Phospor Yang Dihasilkan Dengan Pengaruh Berat Mikroba Terhadap Bahan Baku Dengan Air ... 40

Grafik IV.2.3 Hubungan Antara Kadar Kalium Yang Dihasilkan Dengan Pengaruh Berat Mikroba Terhadap Bahan Baku Dengan Air ... 41


(7)

Pupuk organik secara garis besar dapat dibuat dengan cara fermentasi ada dua cara, yaitu dengan cara fermentasi aerob dan anaerob dalam penelitian pembuatan pupuk organik dari sampah daun dengan memakai reaktor biodigister cara yang digunakan yaitu dengan cara fermentasi anaerob.

Pemanfaatan pupuk sangat dibutuhkan di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara agraris. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan sampah daun yang mengandung bahan organik untuk diolah menjadi pupuk organik, dengan menggunakan proses fermentasi anaerob. Adapun variabel yang digunakan yaitu perbandingan bahan baku dengan air (1:1 ; 1:1,5 ; 1:2; 1:2,5 ; 1:3) dan berat mikroba (10, 15, 20, 25, 30) gram.

Fermentasi bertujuan untuk mengurangi kandungan karbon (C) untuk menurunkan rasio C/N. Dengan menggunakan mikroba saccharomyces cereviceae, kemudian hasil fermentasi diambil pupuk padatnya untuk diukur kadar N, P2O5, K2O

dan rasio C/N.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kondisi terbaik untuk proses pembuatan pupuk organik adalah dengan perbandingan bahan baku 1:2 dan berat mikroba 25 gram dimana pada kondisi ini dihasilkan kadar N, P2O5 dan K2O tertinggi

dan rasio C/N rendah.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumberdaya yang perlu dimanfaatkan. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendaur ulangan, sedangkan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Masalah sampah tidak bisa diselesaikan hanya oleh Pemerintah. Sudah saatnya sebagai penghasil sampah kita ikut membantu, bahkan ikut bertanggung jawab minimal mengurus sampahnya sendiri. Berdasarkan pada kebijakan pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemanfaatan kembali sampah untuk dijadikan pupuk organik sangat dibutuhkan dalam sektor pertanian karena sebagian besar penduduk indonesia masih mengendalikan sektor pertanian dan peternakan untuk menggerakkan roda perekonomian.


(9)

Sampah dapat bermanfaat bila diolah dengan baik,pupuk organik adalah salah satu hasil olahan sampah yang dapat bermanfaat untuk pertanian. Penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan / pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan.


(10)

Trend masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) telah menyebabkan permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia tumbuh pesat sekitar 20% per tahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2010 pangsa pasar dunia terhadap produk pertanian organik akan mencapai U$ 100 milyar (Ditjen BPPHP Deptan, 2001). Untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil produk pangan organik yang dapat mengisi pasar dunia, Departemen Pertanian telah mencanangkan program “Go Organik 2010”. Standar Nasional Indonesia tentang Sistem Pangan Organik telah tersusun dalam SNI 01-6729-2002 yang berisi panduan tentang cara-cara budidaya pangan organik (tanaman pangan dan ternak), pengemasan, pelabelan dan sertifikasinya.

(http//www.Google.co.id)

I.2. Tujuan Penelitian

Untuk mempelajari pengaruh perbandingan bahan baku dengan air dan berat mikroba terhadap produk pupuk yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob sampah organik.

I.3. Manfaat Penelitian

Meningkatkan kualitas nilai dari sampah organik untuk menghasilkan pupuk organik, karena pupuk yang dihasilkan dari fermentasi dapat membunuh benih gulma dan organisme yang bersifat pathogen pada lahan pertanian.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Umum

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Menurut Damanhuri (1999) peningkatan aktivitas manusia, seperti itu dapat menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah : jumlah atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi, musim dan waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi.Tumpukan sampah yang menggunung dapat menimbulkan kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi normal. Dapat menyebabkan suhu menjadi naik dan pH berubah menjadi terlalu asam atau terlalu basa.


(12)

2.1.1 Jenis-jenis sampah

1. Berdasarkan sumbernya

1. Sampah Alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

2. Sampah Manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

3. Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang


(13)

ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri

4. Sampah Nuklir

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktifitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).

(http://www.Wikipedia.org)

2. Berdasarkan sifatnya

1. Sampah organik - dapat diurai (degradable) 2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

3. Berdasarkan tipenya

Berdasarkan tipenya sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Sampah Basah (Garbage)

Istilah Garbage digunakan untuk menunjukkan bahwa buangan ini dapat membusuk dan merupakan hasil persiapan, pengolahan dan konsumsi makanan. Sampah ini membutuhkan perhatian khusus dalam


(14)

penanganannya, hal ini disebabkan sampah basah dapat mendatangkan lalat atau serangga yang lain, sekaligus dapat digunakan sebagai tempak perkembangbiakannya, serta merpakan sumber makanan bagi tikus. Apalagi bila mengalami fermentasi akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Yang digolongkan sebagai sampah basah adalah sisa-sisa hewan, buah atau sayuran hasil dari pengolahan makanan.

b. Sampah Kering (Rubbish)

Sampah kering merupakan sampah yang tidak membusuk selain abu. Terdiri dari sampah yang mudah terbakar, yaitu karton, kertas, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu, mebel, daun dan sampah yang tidak mudah terbakar, yaitu kaleng, kaca, logam, pasir dan sampah dari kegiatan konstruksi.

c. Sampah Lembut (Ashes)

Merupakan sampah yang terdiri dari berbagai jenis abu hasil dari pembakaran kayu, batu bara dan bahan yang mudah terbakar lainnya. Sampah ini biasanya berbentuk kecil-kecil, lembut, ringan sehingga mudah terbang dan mengganggu saluran pernafasan.

d. Sampah Bangunan

Sampah bangunan merupakn sampah yang berasal dari pembangunan atau penghancuran bangunan atau konstruksi lain. Kegiatan pembangunan tersebut adalah pembuatan konstruksi, bangunan komersial dan bangunan industri. Sedangkan kegiatan penghancuran


(15)

adalah pembongkaran bangunan atau struktur lain. e. Sampah Jalan

Sampah jalan merupakam sampah yang berasal dari kegiatan penyapuan jalan, berupa debu atau pasir, rontokan daun kering dan sampah lainnya yang umumnya merupakan sampah kering.

f. Sampah pengelolaan Air/Limbah

Sampah pengelolaan air/limbah ini berupa sisa-sisa bahan yang digunakan dalam pengelolaan tersebut seperti tumpahan bahan kimia dan bahan-bahan sisa (endapan) di bangunan pengolahan air/limbah.

(Peavy, 1985) .Di Jawa timur khususnya di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” sampah merupakan maslah, karena setiap harinya sampah yang dihasilkan sebanyak 2 - 3 m3. Pengelola tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di lingkungan kampus berupaya merubah sampah menjadi pupuk organik guna mengurangi tumpukan sampah yang ada di lingkungan kampus. UPN ”VETERAN” Jawa Timur yang mempunyai luas lahan ± 21 Ha mencakup beberapa daerah atau kawasan yang menghasilkan timbulan sampah, seperti bangunan perkantoran, ruang kuliah, dan laboratorium di setiap jurusan, kantin dan pusat kegiatan mahasiswa, perumahan satpam, lapangan olahraga, dan lahan terbuka. Setelah dilakukan pengamatan di lapangan, dapat diketahui beberapa kawasan yang menghasilkan timbulan sampah, seperti ditampilkan pada tabel 2.1.


(16)

Tabel : 2.1

Jumlah Timbulan Sampah di Beberapa Kawasan

Tempat Tong

Volume

(m³) %

1 2 3 4

Giri loka 1 0.06 0.63

Halaman Giri Loka

(depan dan belakang) 6 0.38 3.99 Lapangan tennis 3 0.19 1.99 Gedung Pasca Sarjana 1 0.06 0.63 Gedung FTSP 13 0.8 8.39 Gedung Fak. Ekonomi 23 1.4 14.69 Halaman depan Fak.

Ekonomi 4 0.25 2.62

Halaman Parkiran

Ekonomi 4 0.25 2.62

Gedung Fak. Industri 39 2.5 26.23 Gedung Puskom 4 0.25 2.62

1 2 3 4

Kantin pusat 3 0.19 1.99 Gedung Rektorat 9 0.6 6.3 Perumahan satpam 7 0.44 4.62

Gedung Fisip 9 0.6 6.3

Taman Fisip 10 0.63 6.61 Gedung Fak. Pertanian 13 0.8 8.39

Musholla 2 0.13 1.36

Total 151 9.53 100

(Sumber Data : Laboratorium Pengolahan Sampah UPN ”Veteran” Jawa Timur)

Dari hasil penghitungan di lapangan, didapatkan daerah atau kawasan yang menghasilkan sumber timbulan sampah terbanyak, daerah tersebut adalah daerah yang beratap atau bangunan yang mencapai 82,15 %. Sementara daerah yang tidak beratap atau kawasan umum mencapai 17,85 %.


(17)

2.1.2 Komposisi Sampah UPN ”Veteran” Jawa Timur

Berdasarkan pengamatan langsung, karakteristik sampah UPN ”VETERAN” Jawa Timur mempunyai beberapa jenis sampah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena beberapa daerah atau kawasan yang mempunyai aktivitas yang berbeda – beda. Berikut komposisi sampah yang dihasilkan oleh UPN ”VETERAN” Jawa Timur, yang ditampilkan pada gambar 2.1.

30%

24% 37%

7% 2%

Kertas Plastik

Pepohonan Barang tidak mudah terbakar Sampah kantin

Gambar : 2.1 Perbandingan Komposisi Sampah

(Sumber Data : Laboratorium Pengolahan Sampah UPN ”Veteran” Jawa Timur) Sampah UPN ”VETERAN” Jawa Timur didominasi oleh sampah dari jenis pepohonan (37 %) seperti daun, ranting, dan batang pohon. Hal ini disebabkan karena luas lahan terbuka yang mencapai 5,3 Ha dan diisi oleh pepohonan. Sedangkan untuk sampah jenis lainnya, dihasilkan dari aktivitas perkuliahan dan aktivitas mahasiswa yang menghasilkan jenis plastik (24 %), kertas (30 %), non recycle (7 %), dan sampah dari kantin yang mencapai 2 % saja.


(18)

No Parameter Hasil uji Satuan

1 N 0,7 % berat

2 P2O5 0,15 % berat

3 K2O 0,12 % berat

4 Karbon (C) 21,88 % berat \(Sumber data : Balai Penelitian Dan Konsultasi Industri, Surabaya)

2.1.3 Mikroba (bakteri)

Tiap bakteri memiliki nilai-nilai kapasitas kebutuhan air-air tersendiri,bila kapasitasnya tetap maka aktivitas bakteri juga akan optimal.

Grafik 2.2 Kurva pertumbuhan bakteri : (A) fase lamban;

(B) fase log (logaritmik); (C) fase statis; (D) fase kematian atau penurunan.

D B

C

A

L

og J

um

la

h ba

kt

er

i hi

dup


(19)

Dari sini dapat dilihat bahwa ada suatu periode awal yang tampaknya tanpa pertumbuhan ( fase lamban atau lag fase ) diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat ( fase log ), kemudian mendatar ( fase statis ), dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel hidup ( fase kematian atau penurunan ).

Tabel 2.1.2 Beberapa ciri pertumbuhan bakteri pada setiap fase pertumbuhan

Fase pertumbuhan Ciri

Lamban (lag) Tidak ada pertambahan populasi

Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya; substansi intraseluler bertambah

Logaritma Sel membelah dengan laju konstan

Massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama

Aktivitas metabolik konstan Keadaan pertumbuhan seimbang

Statis Penurunan produk beracun dan/atau kehabisan nutrient.

Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah


(20)

Penurunan atau kematian Sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel baru

Laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial

Bergantung kepada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan

(Michel J. Pelczar,Jr. and E.C.S. Chan, 1986) Beberapa mikroba yang dipakai untuk Proses pembuatan pupuk organik :

1. Mempergunakan larutan effective microorganisme yang disingkat EM. EM pertama kali ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus. Jepang, dengan EM4 nya. EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang meng- untungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.EM-4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan.


(21)

EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan.

Keuntungan dan manfaat EM4

1. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

2. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.

4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan Kompos. kompos yang dibuat dengan teknologi EM disebut dengan BOKASHI.

Dalam EM ini terdapat sekitar 80 genus microorganisme fermentor. Microorganisme ini dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Secara global terdapat 5 golongan yang pokok yaitu:

1. Bakteri fotosintetik 2.Lactobacillus sp 3.Jamur Fermentasi 4.Ragi (yeast) 5.Actinomycetes


(22)

1. Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas spp.)

Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus bertambah

2. Bakteri asam laktat ( Lactobacillus spp. )

Dapat mengakibatkan kemandulan ( sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus menerus ditanami.


(23)

3. Ragi / Yeast ( Saccharomyces spp. )

Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes

4. Actinomycetes

Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah. 5. Jamur Fermentasi

Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan penyediaanmakanannya. Tiap species mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM terpenting. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan


(24)

mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilka nmikroorganisme lain.

2. Bakteri Rhizobium

Merupakan kelompok bakteri yang bekemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman, dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar. Peranan rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanamannya.

3. Azospirillum

Mempunyai potensi cukup besar untuk dikembankan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengan tanaman. Pengaruhnya adalah penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah sehingga kberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang.

(Rahmawati, 2005) 2.1.4 Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob. Dalam pupuk organik, fermentasi sama dengan pengomposan. Pengomposan adalah proses yang mengubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui kegiatan biologi pada kondisi yang terkontrol. Tujuan pengomposan adalah mengurai bahan organik yang dikandung bahan limbah, meneken timbulnya bau busuk, membunuh benih gulma dan mikroorganisme yang bersifat pathogen, dan produk akhir adalah pupuk organik


(25)

yang sesuai untuk diaplikasikan di lahan pertanian. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pengompoasan adalah sebagai beikut :

1. Ukuran partikel

Sampai pada bahan tertentu semakin kecil ukuran potongan bahan mentahnya, semakin cepat pula waktu pembusukannya.penghalusan bahan akan meningkatkan luas permukaan spesifik bahan kompos sehingga memudahkan mikroba decomposer untuk menyerang dan menghancurkan bahan-bahan tersebut. Ukuran bahan yang sesuai untuk pengomposan adalah 3-5 cm.

2. Kelembaban

Timbunan kompos harus sesuai dengan kelembaban dengan kandungan lengas 50-60%, agar mikroba tetap beraktivitas. Pada kondisi anaerob, penguraian bahan akan menimbulkan bau busuk. Sampah-sampah yang berasal dari hijauan biasanya tidak membutuhkan air sama sekali pada waktu awal, tetapi untuk bahan dari cabang atau ranting kering dan rumput-rumputan memerlukan penambahan air yang cukup. 3. Nilai pH

Bahan organik dengan nilai pH 3-11 dapat dikomposkan. pH optimum berkisar antara 5,5 – 8,0.


(26)

2.2 Khusus 2.2.1 Pupuk

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen. Dalam praktek sehari-hari, pupuk biasa dikelompok-kelompokkan untuk kemudahan pembahasan. Pembagian itu berdasarkan sumber bahan pembuatannya, bentuk fisiknya, atau berdasarkan kandungannya Pemakaian pupuk organik terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu ada regulasi atau peraturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pupuk organik agar memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan tanaman dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pupuk organik dapat diaplikasikan dalam bentuk bahan segar atau kompos. Pemakaian pupuk organik segar memerlukan jumlah yang banyak, sulit dalam penempatannya, serta waktu dekomposisinya relatif lama. Namun dalam beberapa hal, cara ini justru sangat bermanfaat untuk konservasi tanah dan air yaitu sebagai mulsa penutup tanah. Pupuk organik yang telah dikomposkan relatif lebih kecil volumenya dan mempunyai kematangan tertentu sehingga sumber hara mudah tersedia bagi tanaman. Pembuatan pupuk organik dengan cara dikomposkan banyak


(27)

dilakukan oleh industri skala besar karena minimnya tenaga kerja di pedesaan. Hanya sedikit petani yang dapat memproduksi kompos untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian petani membeli kompos dari pabrik lokal atau impor. Pengomposan antara lain bertujuan untuk menghasilkan pupuk organik dengan porositas, kepadatan serta kandungan air tertentu, menyederhanakan komponen bahan dasar yang mudah didekomposisi, membunuh patogen.

A. Pupuk berdasarkan sumber bahan

Dilihat dari sumber pembuatannya, terdapat dua kelompok besar pupuk:

1. Pupuk organik atau pupuk alami

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik

yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan

kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.

a. Peran Pupuk Organik

Pupuk organik atau bahan organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, serta berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan


(28)

organik berfungsi sebagai “pengikat” butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini berpengaruh besar pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air serta aerasi dan temperatur tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami dan sekam memberikan pengaruh yang lebih besar pada perubahan sifat-sifat fisik tanah

dibanding bahan organik yang telah terdekomposisi seperti kompos.

Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam:

1. Menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan

Si.

2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah

3. Dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks,

sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi.

Fungsi biologis bahan organik adalah sebagai sumber energi dan makanan mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang tahan siklus unsur hara yang sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan pemakaian sumber daya alam yang terbarukan. Bahan organik juga dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi tanaman serta dapat digunakan untuk mereklamasi lahan bekas tambang dan lahan yang tercemar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu


(29)

penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan.

b. Karakteristik Bahan Dasar Pupuk Organik

Kualitas pupuk organik bergantung pada bahan dasarnya. Bahan dasar dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya, tetapi pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota banyak mengandung bahan berbahaya seperti logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, bahan berbahaya ini terkonsentrasi dalam produk akhir yaitu pupuk. Karena itu perlu ada peraturan mengenai seleksi bahan dasar kompos berdasarkan kandungan bahan-bahan berbahaya. Di Korea, peraturan mengenai kriteria kandungan logam berat dalam bahan dasar kompos telah tersedia, yaitu: As <50, Hg <2, Pb <150, Cd <5, Cu <500, Cr <300, Zn <900, dan Ni <50 mg/kg bahan. Seleksi ini penting terutama untuk limbah sampah kotaserta limbah industri makanan, tekstil, pembuatan oli, dan aki.

Pupuk organik mencakup semua pupuk yang dibuat dari sisa-sisa metabolisme atau organ hewan dan tumbuhan, sedangkan pupuk kimia dibuat melalui proses pengolahan oleh manusia dari bahan-bahan mineral. Pupuk kimia biasanya lebih "murni" daripada pupuk organik, dengan kandungan bahan yang dapat dikalkulasi. Pupuk organik sukar ditentukan isinya, tergantung dari sumbernya; keunggulannya adalah ia dapat memperbaiki kondisi fisik tanah karena membantu pengikatan air secara efektif.


(30)

c. Ciri-ciri pupuk organik yang baik

• Warna coklat kehitaman

• Suhu awal relatif sama dengan akhir dari pengomposan • Berbau harum dan tidak menyengat

• Analisis C/N rationya kurang 30.


(31)

Tabel 2.2 Standar SNI kualitas kompos

(Sumber data : Balai Penelitian Dan Konsultasi Industri, Surabaya) No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar air % - 50

2 Temperatur ⁰C Suhu air tanah 3 Warna Kehitaman 4 Bau Berbau tanah 5 Ukuran partikel mm 0.55 25 6 Kemampuan ikat air % 58 -

7 pH 6.8 7.49

8 Bahan asing % * 1.5 Unsur makro

9 Bahan organik % 27 58 10 Nitrogen % 0.4 -

11 Karbon % 9.8 32

12 Phosfor (P₂O₅) % 0.1 - 13 C/N rasio % 10 20 14 Kalium (K₂O ) % 0.2 *

Unsur mikro

15 Arsen mg/kg * 13

16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3 17 kobal (Co) mg/kg * 34 18 Kromium (Cr) mg/kg * 210 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100 20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0.8 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 24 Seng (Zn) mg/kg * 500

Unsur lain

25 Kalsium % * 25.5 26 Magnesium (Mg) % * 0.6

27 Besi (Fe) % * 2

28 Alumunium (Al) % * 2.2 29 Mangan (Mn) % * 0.1

Bakteri

30 Fecal Colli MPN/gr 1000 31 Salmonella sp. MPN/gr 3


(32)

2. Pupuk kimia atau pupuk buatan.

Pupuk kimia biasanya lebih "murni" daripada pupuk organik, dengan kandungan bahan yang dapat dikalkulasi. Pupuk organik sukar ditentukan isinya, tergantung dari sumbernya; keunggulannya adalah ia dapat memperbaiki kondisi fisik tanah karena membantu pengikatan air secara efektif. Pupuk ini mempunyai kombinasi bahan-bahan kimia, yang akan merusak ekosistem. Jika pemakaiannya berjangka lama, akan membuat tanah tersebut suatu saat mati, tidak sanggup untuk memberikan hasil lagi.. Struktur, kimia dan biologi tanah akan rusak oleh pupuk sintetik tsb. Bahan pestisida merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan petani.

B. Pupuk berdasarkan bentuk fisik

Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk dibedakan menjadi pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk padat diperdagangkan dalam bentuk onggokan, remahan, butiran, atau kristal. Pupuk cair diperdagangkan dalam bentuk konsentrat atau cairan.

C. Pupuk berdasarkan kandungannya

Terdapat dua kelompok pupuk berdasarkan kandungan: pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal mengandung hanya satu unsur, sedangkan pupuk majemuk paling tidak mengandung dua unsur yang diperlukan. Terdapat pula


(33)

pengelompokan yang disebut pupuk mikro, karena mengandung hara mikro (micronutrients).

(http://www.Wikipedia.org)

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Mikroba

Prinsip pengomposan adalah untuk mengurangi nisbah C / N karena jika nisbah C / N tinggi dapat merugikan jika diberikan langsung ke dalam tanah. Sebab, bahan organik tersebut akan diserang oleh mikrobia untuk memperoleh energi. Dengan demikian populasi mikrobia yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk tumbuh dan berkembang biak. Maka dari itu dilakukanlah fermentasi yang akan menurunkan nisbah C / N, dimana karbon dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi dan kegiatan ini akan melepaskan CO2 yang menimbulkan bau busuk

pada campuran. Bau busuk akan semakin berkurang dengan berkurangnya karbon oleh mikroba.

(Susilawat dan Moh. Iskak, 2008) Dalam hal ini mikroorganisme juga memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas pupuk organik. Karena ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik sangat dipengaruhi oleh banyaknya fermentor untuk mendegradasi sampah, akan tetapi semakin banyak fermentor semakin banyak pula aktivitasnya, sehingga suhu fermentasi meningkat. Kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan kenaikan


(34)

suhu sampai suhu optimum.

Dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya, karbon digunakan untuk menyusun bahan sel – sel mikroba dengan membebaskan CO2, CH4 dan bahan –

bahan yang mudah menguap. Dengan reaksi sebagai berikut :

2CH3COCOOH + H2O → CH3CHOHCOOH + CH3COOH + CO2 ………(1) Dalam proses fermentasi bahan organik, mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila kondisinya sesuai. Proses fermentasi akan berlangsung dalam kondisi anaerob, kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang 30 – 40%, dan suhu 40 – 50 0C. Dengan mengggunakan mikroorganisme yang anaerob, persamaan reaksi yang terjadi pada proses pengomposan anaerob, adalah :

Zat organik + mikroorganisme → Sel baru + Energi + CH4 + CO2 + Hasil

akhir ………(2)

2.3.2 Air (Pelarut)

Air merupakan faktor yang berpengaruh dalam aktivitas mikroorganisme. Kekurangan dan kelebihan air membuat berpengaruh terhadap tingkat kemudahan dan kesulitan mikroorganisme dalam menguraikan sampah. Makin sedikit kandungan air maka bahan menjadi padat. Ruang pori diisi air dan penghawaan menurun menyebabkan proses penguraian menurun.


(35)

2.4 Hipotesis

Pengomposan sampah dengan fermentasi didapatkan pupuk dengan kandungan N, P, dan K yang cukup tinggi..


(36)

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium (laboratorium experimental) dengan mengolah bahan baku di dalam reaktor biodigister yang diproses dengan cara fermentasi kemudian dilakukan dengan mengukur kandungan N, P dan K.

3.1Bahan-bahan yang digunakan

Sampah organik berupa daun-daunan yang berasal dari TPA Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dan mikroba yang dipakai dalam penelitian ini adalah ragi (saccharomyces cereviceae).

3.2Alat dan rangkaian alat

Sebuah tangki pencerna (digester), tangki ini berfungsi sebagai perombakan bahan organik yang dilakukan oleh bakteri melalui proses fermentasi anaerobik sehingga nantinya didapatkan hasil fermentasi anaerobik itu adalah gas methan dan pupuk organik.


(37)

A B

Keterangan Gambar: A. Pipa Outlet gas B. Tangki Biodigister

3.3Peubah

a. Tetapan yang dikondisikan

1. Tangki pencerna (digester) : Diameter : 8 cm Tinggi : 30 cm

2. Bahan baku sampah organik : 200 gr

b. Tetapan yang dijalankan

1. Perbandingan bahan baku dengan air : 1:1 ;1:1,5 ;1:2; 1 :2,5 ;1:3 2. Berat mikroba : 10 , 15, 20, 25, 30 gram


(38)

3.4Skema Penelitian

Pupuk organik cair yang masih mengandung endapan

Pengukuran kandungan N,P,K

Dikeringkan Pupuk Organik padat

basah Pemisahan

Cairan Gas methan Sampah organik berupa daun-daun,

dicacah dan dicampur dengan air kemudian ditambahkan starter dan

bakteri, dan diaduk hingga rata


(39)

3.5Metodologi Penelitian

20 kg sampah berupa daun-daunan di campur dengan air, berat fermentor dengan variable yang telah ditentukan dan starter dimasukkan ke dalam tangki biodigister.Ditunggu beberapa hari hingga gas methan terbentuk. Setelah diperoleh residu berupa cairan dan ampas sampah yang merupakan pupuk organik yang telah mengalami fermentasi, di filtrasi dan ampas dikeringkan dan diukur kadar kandungan N,P,K

3.6 Prosedur Penelitian

a. Untuk campuran air dan sampah dengan perbandingan 1 : 1

1. Sampah organik berupa daun-daunan dicacah 2. Kemudian dicampur air dengan perbandingan 1 : 1 3. Setelah tercampur, masukkan kedalam tangki biodigister

4. Masukkan 10 gram ragi (yeast) dan starter berupa kotoran sapi, dan diamkan 5. Setelah menghasilkan residu yang masih mengandung endapan, lakukan

filtrasi untuk pemisahan

6. Endapan yang diperoleh dikeringkan dan dilakukan analisa kadar ion N,P dan K

b. Untuk campuran air dan sampah dengan perbandingan 1 : 2

1. Sampah organik berupa daun-daunan dicacah 2. Kemudian dicampur air dengan perbandingan 1 : 2 3. Setelah tercampur, masukkan kedalam tangki biodigister


(40)

5. Setelah menghasilkan residu yang masih mengandung endapan, lakukan filtrasi untuk pemisahan

6. Endapan yang diperoleh dikeringkan dan dilakukan analisa kadar ion N,P dan K

3.7Metode Analisa Analisa Nitrogen

1. Distilasi

1. Pipet 50 ml contoh yang sudah ada di larutkan di lau distilasi, tambah kira-kira 350 ml akuades dan beberapa batu didih

2. Pasang alat distilasi dengan memberi silikon grease pada sambungan untuk menghindari kebocoran

3. Pipet 50 ml larutan asam sulfat berlebih dan kira-kira 80 ml akuades serta beberapa tetes penunjuk campuran ke dalam labu penampung dan hubungkan dengan pendingin

4. Tuangkan kira-kira 20 ml larutan natrium hidroksida 450 g/L ke dalam corong labu distilasi menggunakan corong basah

5. Panasi isi labu distilasi pelaan-pelan sampai mendidih dan setelah semua udara terdorong keluar, tambahkan larutan NaOH pelan-pelan dan atur kecepatan penambahan larutan NaOH

6. Bila hampir seluruh larutan NaOH telah ditambahkan, tutup kran dan sisakan larutan dalam corong sebanyak kira-kira 5 ml


(41)

7. Lakukan distilasi dengan menambahkan kecepatan pemanasan sampai akhirnya isi labu mendidih dengan cepat

8. Lakukan distilasi hingga volume penampung kira-kira 250 ml sampai 300 ml

9. Labu penampung dilepaskan dari pendingin dan pendingin dibilisasi dengan air. Semua cucian dituangkan kedalam penampung

2. Titrasi

1. Secara hati-hati kocok larutaan penampung dan titrasi dkembali kelebihan, larutan asam sulfat dengan standar NaOH. Selama titrasi goyangkan larutan untuk memastikan bahwa larutn homogen

2. Lakukan juga analisis blanko pada waktu yang sama dengan contoh, mengikuti prosedur yang sama dan menggunakan pereaksi yang sama. 3. Pngendalian mutu hasil uji. Lakukan penetapan contoh minimal duplo,

dengan perbedaan hasil antara dua penetapan tidak boleh lebih dari 2,5% 4. Lakukan uji recovery pada frekuensi tertentu dengan nilai % recovery 95 –

105%

Kadar Nitrogen, % = (V1 – V2) x N x 14,008 X Fp x 100 x 100


(42)

Dengan :

V1 adalah volume NaOH yang dibutuhkan pada waktu titrasi blanko, ml

V2 adalah volume NaOH yang dibutuhkan pada waktu titrasi contoh, ml

N adalan normalitas NaOH W adalah berat contoh, mg KA adalah kadar air, % Fp adalah faktor pengenceran

Analisa Fosfor

1. Pipet larutan contoh ( 0,5 mg – 35 mg sebagai P atau 1 mg – 8 mg sebagai P2O5 ) dan kurang dari jumlah setara 17 l larutan asam sitrat 2%

2. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml tambahkan 4 ml HNO3 (1:1), tambahkan suplemen asam sitrat hingga setara dengan 17 ml dan didihkan 3. Setelah dingin encerkan dengan akuades secukupnya, tambahkan 20 ml

pereaksi pengembang warna (amonium molibdovanadat), encerkan dengan akuades hingga tanda, kocok hingga homogen dan diamkan slama 30 menit 4. Pipet masing-masnig larutan standart, buat deret standar dengan interval 05

mg sebagai P atau 1 mg sebagai P2O5. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml

5. Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm – 420 nm. Buat kurva standar dan kadar tentukan P atau P2O5

6. Buat kurva standar setiap kali melakukan pengujian contoh 7. Hitung korelasi kurva standar


(43)

9. Lakukan pengecekan akurasi analisis dengan frekuensi tertentu

Kadar fosfor sebagai P2O5,% = C x P X 100 X 100 W (100-KA) Dengan :

C adalah fosfor dari pembacaan kurvastandart, mg/l P adalah pengenceran

W adalah contoh bahan, mg KA adalah kadar air

Analisa Kalium

1. 500 mg contoh ke dalam bker glass 150 ml tambahkan 10 ml HCl 4 M 2. Panaskan sampai larut

3. Saring dengan kertas whatman 41 dan pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 250 ml

4. Volume ditetapkan sampai tanda tera, kocok bolak-balik sampai homogen

5. Pipet 5ml ekstrak contoh di atas ke dalam labu takar 250 ml dan volume ditetapkan hingga tanda tera kocok sampai homogen

6. Pipet 5 ml larutan contoh ,asukkan ke dalam labu ukur volume 100 ml tambahkan 8 ml larutan asam campur ( 1:4 ) ke dalam masing – masing ekstrak dan kocok sapai homogen kemudian tambahkan 5 ml larutan BaCl2

7. Larutan contoh dan standar diukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 432 nm


(44)

Kadar Kalium,% = Absorban contoh/ Slope x fp x 100 X 100 mg contoh (100-KA) dengan :

fp adalah faktor pengenceran KA adalah kadar air


(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Hasil Penelitian

Tabel IV.1.1 Pengaruh berat mikroba terhdap perbandingan bahan baku dengan air

Berat mikroba (gram)

Perbandingan bahan baku dengan air

N (%)

P2O5

(%)

K2O

(%)

C/N (%) 10 1:1 0,23 0,06 0,12 22,8 10 1:1,5 0,25 0,09 0,16 22,8 10 1:2 0,27 0,11 0,20 22,8 10 1:2,5 0,24 0,12 0,18 22,8 10 1:3 0,24 0,08 0,16 22,8 15 1:1 0,31 0,08 0,16 20,5 15 1:1,5 0,38 0,11 0,19 20,5 15 1:2 0,41 0,13 0,22 20,5 15 1:2,5 0,40 0,11 0,20 20,5 15 1:3 0,38 0,10 0,18 20,5 20 1:1 0,36 0,11 0,19 18,3


(46)

20 1:1,5 0,41 0,15 0,22 18,3 20 1:2 0,46 0,18 0,24 18,3 20 1:2,5 0,43 0,17 0,23 18,3 20 1:3 0,40 0,14 0,20 18,3 25 1:1 0,40 0,13 0,21 15,6 25 1:1,5 0,55 0,16 0,24 15,6 25 1:2 0,61 0,18 0,26 15,6 25 1:2,5 0,61 0,17 0,22 15,6 25 1:3 0,56 0,15 0,21 15,6 30 1:1 0,39 0,12 0,20 15,5 30 1:1,5 0,47 0,14 0,24 15,5 30 1:2 0,48 0,15 0,26 15,5 30 1:2,5 0,45 0,13 0,20 15,5 30 1:3 0,41 0,11 0,18 15,5

Tabel IV.1.2 Pengaruh berat mikroba terhadap perbandingan bahan baku dengan air Berat mikroba

(gram)

Perbandingan bahan baku dengan air

N (%)

P2O5

(%)

K2O

(%)

C/N (%) 25 1:2 0,33 0,12 0,14 18,3


(47)

IV.2 Grafik

Grafik IV.2.1 Hubungan antara kadar Nitrogen yang dihasilkan dengan pengaruh berat mikroba terhadap perbandingan bahan baku dengan air


(48)

Grafik IV.2.2 Hubungan antara kadar Phosfor yang dihasilkan dengan pengaruh berat mikroba terhadap perbandingan bahan baku dengan air

Grafik IV.2.3 Hubungan antara kadar Kalium yang dihasilkan dengan pengaruh berat mikroba terhadap perbandingan bahan baku dengan air


(49)

IV.3 Pembahasan

Dari grafik dan tabel diatas diketahui bahwa hasil terbaik diperoleh pada berat mokroba 25 gram dengan perbandingan bahan baku dengan air 1:2. Kualitas pupuk yang dihasilkan dipengaruhi oleh :

1. Mikroba

Dengan bertambahnya mikroba / bakteri maka rasio C/N semakin kecil dikarenakan C dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi dan kegiatan ini akan melepaskan CO2. Dalam hal ini mikroorganisme juga memberikan pengaruh yang

baik terhadap kualitas pupuk organik. Karena ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba untuk mendegradasi sampah. 2. Air

Volume air berpengaruh dalam aktivitas mikroorganisme. Kekurangan dan kelebihan air berpengaruh terhadap tingkat kemudahan dan kesulitan mikroorganisme dalam menguraikan sampah. Makin sedikit kandungan air maka bahan menjadi padat. Ruang pori diisi air dan penghawaan menurun menyebabkan proses penguraian menurun. Dalam penelitian kami pada saat perbandingan bahan baku dengan air 1:2 diperoleh kualitas pupuk yang optimal.


(50)

Tabel IV.3.1 Perbandingan kandungan N, P2O5, K2O dan rasio C/N bahan baku

dengan hasil penelitian dan SNI

Bahan baku (%)

Hasil penelitian optimum (%)

SNI (%)

N 0,7 0,61 0,4

P2O5 0,15 0,18 0,1

K2O 0,12 0,24 0,2

C/N 31,3 15,6 10 - 20

Dari tabel diatas kualitas pupuk yang terbaik pada perbandingan bahan baku dengan air 1:2 dan berat mikroba 25 gram. Kualitas N, P2O5, K2O dan rasio C/N

telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Tetapi dalam penelitian kandungan N pada bahan baku berbanding terbalik dengan hasil penelitian, kandungan N menurun disebabkan karena sebagaian kandungan N dalam bahan baku menguap dan sebagian lagi tetap tinggal. Sebagian N yang menguap ditangkap dan menghasilkan amonia (NH3). Dan untuk K2O yang mengalami kenaikan, hal ini

dipengaruhi oleh adanya adanya stater. Selain itu mikroba memanfaatkan kandungan C, N dan P untuk kebutuhan energi, sintesis protein, dan reproduksinya.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

• Rasio C/N dipengaruhi oleh banyaknya mikroba hal ini dikarenakan adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dan hilang dalam bentuk CO2

sehingga kandungan karbon semakin lama semakin berkurang.dan N sebagian menguap menjadi asam amonia dan sisanya tetap tinggal dalam kompos. • Dalam penelitian ini bertambahnya kandungan K2O disebabkan oleh stater.

• Kadar N,P dan K maksimum didapatkan pada kondisi berat mikroba 25 gram dan perbandingan bahan baku dengan air 1:2.

• Kualitas pupuk organik dari variasi perlakuan telah memenuhi standar kualitas SNI untuk beberapa parameter yaitu N, P2O5, K2O dan rasio C/N.

• Kandungan air sangat mempengaruhi mikroba untuk proses pengomposan.

V.2 Saran

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat ketelitian harus diperhatikan, mengingat bahwa mikroba mempunyai karakteristik hidupnya dipengaruhi oleh lingkungan. Apabila kondisinya kurang sesuai , proses pengomposan tidak berjalan optimum.


(52)

Hadiwiyoto, soewodo, 1983, ”Penanganan dan Pemanfaatan Sampah”, Yayasan Idayu, Jakarta.

Peavy, Howard. S, Donald. R. Rowe and Geowge Tchobanoglous, 1985,

“Environmental Engineering”, Mc Graw-Hill Publishing Company, New york.

Michel J. Pelczar,Jr. and E.C.S. Chan, 1986, “Dasar-dasar Mikrobiologi”,

Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Purbowahyono, Rudy, 2008, “Strategi Pengelolaan Sampah Di UPN “Veteran” Jawa Timur”, Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, UPN “Veteran” Jawa Timur.

R. Siburian, 2005, “Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap

Kualitas Kimia Kompos”, Universitas Nusa Cendana, Kupang

Rahmawati, 2005 “Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik”, Universitas Sumatera Utara, Medan

Sutanto, Rachman, 2002, “Penerapan Pertanian Organik” Kanisius, Yogyakarta Susilawati dan Moh. Iskak, 2008, “Pembuatan Pupuk Cair Dari Daun Kersen

Dengan Proses Ekstraksi”, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya

Official Methods of Analysis of AOAC International, 2000

http://www.Wikipedia.org http://www.Google.co.id


(53)

(1)

Grafik IV.2.2 Hubungan antara kadar Phosfor yang dihasilkan dengan pengaruh berat mikroba terhadap perbandingan bahan baku dengan air


(2)

Penelitian

“Kajian Awal Pembuatan Pupuk Organik dari Sampah Daun Kampus Memakai Reaktor Biodigister”

Jurusan teknik kimia UPN “Veteran” Jawa Timur IV.3 Pembahasan

Dari grafik dan tabel diatas diketahui bahwa hasil terbaik diperoleh pada berat mokroba 25 gram dengan perbandingan bahan baku dengan air 1:2. Kualitas pupuk yang dihasilkan dipengaruhi oleh :

1. Mikroba

Dengan bertambahnya mikroba / bakteri maka rasio C/N semakin kecil dikarenakan C dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi dan kegiatan ini akan melepaskan CO2. Dalam hal ini mikroorganisme juga memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas pupuk organik. Karena ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba untuk mendegradasi sampah. 2. Air

Volume air berpengaruh dalam aktivitas mikroorganisme. Kekurangan dan kelebihan air berpengaruh terhadap tingkat kemudahan dan kesulitan mikroorganisme dalam menguraikan sampah. Makin sedikit kandungan air maka bahan menjadi padat. Ruang pori diisi air dan penghawaan menurun menyebabkan proses penguraian menurun. Dalam penelitian kami pada saat perbandingan bahan baku dengan air 1:2 diperoleh kualitas pupuk yang optimal.


(3)

Tabel IV.3.1 Perbandingan kandungan N, P2O5, K2O dan rasio C/N bahan baku dengan hasil penelitian dan SNI

Bahan baku (%)

Hasil penelitian optimum (%)

SNI (%)

N 0,7 0,61 0,4

P2O5 0,15 0,18 0,1

K2O 0,12 0,24 0,2

C/N 31,3 15,6 10 - 20

Dari tabel diatas kualitas pupuk yang terbaik pada perbandingan bahan baku dengan air 1:2 dan berat mikroba 25 gram. Kualitas N, P2O5, K2O dan rasio C/N telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Tetapi dalam penelitian kandungan N pada bahan baku berbanding terbalik dengan hasil penelitian, kandungan N menurun disebabkan karena sebagaian kandungan N dalam bahan baku menguap dan sebagian lagi tetap tinggal. Sebagian N yang menguap ditangkap dan menghasilkan amonia (NH3). Dan untuk K2O yang mengalami kenaikan, hal ini dipengaruhi oleh adanya adanya stater. Selain itu mikroba memanfaatkan kandungan


(4)

Penelitian

“Kajian Awal Pembuatan Pupuk Organik dari Sampah Daun Kampus Memakai Reaktor Biodigister”

Jurusan teknik kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

• Rasio C/N dipengaruhi oleh banyaknya mikroba hal ini dikarenakan adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dan hilang dalam bentuk CO2 sehingga kandungan karbon semakin lama semakin berkurang.dan N sebagian menguap menjadi asam amonia dan sisanya tetap tinggal dalam kompos.

• Dalam penelitian ini bertambahnya kandungan K2O disebabkan oleh stater.

• Kadar N,P dan K maksimum didapatkan pada kondisi berat mikroba 25 gram dan perbandingan bahan baku dengan air 1:2.

• Kualitas pupuk organik dari variasi perlakuan telah memenuhi standar kualitas SNI untuk beberapa parameter yaitu N, P2O5, K2O dan rasio C/N.

• Kandungan air sangat mempengaruhi mikroba untuk proses pengomposan. V.2 Saran

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat ketelitian harus diperhatikan, mengingat bahwa mikroba mempunyai karakteristik hidupnya dipengaruhi oleh lingkungan. Apabila kondisinya kurang sesuai , proses pengomposan tidak berjalan optimum.


(5)

Hadiwiyoto, soewodo, 1983, ”Penanganan dan Pemanfaatan Sampah”, Yayasan Idayu, Jakarta.

Peavy, Howard. S, Donald. R. Rowe and Geowge Tchobanoglous, 1985,

“Environmental Engineering”, Mc Graw-Hill Publishing Company, New york. Michel J. Pelczar,Jr. and E.C.S. Chan, 1986, “Dasar-dasar Mikrobiologi”,

Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Purbowahyono, Rudy, 2008, “Strategi Pengelolaan Sampah Di UPN “Veteran” Jawa Timur”, Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, UPN “Veteran” Jawa Timur.

R. Siburian, 2005, “Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Kimia Kompos”, Universitas Nusa Cendana, Kupang

Rahmawati, 2005 “Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik”, Universitas Sumatera Utara, Medan

Sutanto, Rachman, 2002, “Penerapan Pertanian Organik” Kanisius, Yogyakarta Susilawati dan Moh. Iskak, 2008, “Pembuatan Pupuk Cair Dari Daun Kersen Dengan Proses Ekstraksi”, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya

Official Methods of Analysis of AOAC International, 2000


(6)

www.pustaka-deptan.go.id/agritek/dkij0104.pdf