JURNAL (SARTIKA KUSUMASTUTI PROMKES)

(1)

Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja

Effect of personal and environmental factors on sexual behavior in adolescent

Sartika Kusumastuti1), Uki Retno Budihastuti 2), Adi Prayitno3) 1)

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat 2)

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 3)

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

Background: Adolescence is a transition period between child and adult stages.

Adolescence is marked by physical maturity, social, and psychological directly related to personality, sexual and social roles teenager. Many factors are the cause of adolescent reproductive health problems that include lack of knowledge held adolescents about sexuality and often incomplete knowledge it is also not true, as obtained from the wrong source, such as from peers, porn magazines, blue film, and myths circulating in the community. The purpose of this research is to explain the personal factors and environmental influences on sexua l behavior in adolescents in SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang.

Subjects and Methods: The study was observational analytic with cross sectional

design. Location study in SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang with a sample of 159 subject of study taken by random sampling method. Data were analyzed using multiple linear regression analysis.

Result: There is a positive and significant impact of knowledge on reproductive

health, STDs and HIV/AIDS on sexual behavior in adolescents (B= 0:16; 95% CI= 0:04 to 0:28; p= 0.008), attitude toward sexuality sexual behavior in adolescents (B = 0:13 ; CI= 95% 0.00 to 0:27; p= 0.047), self efficacy against sexual behavior in adolescents (B= 0:23; 95% CI= 0:10 to 0:37; p= 0.001), the influence of peers on sexual beha vior in adolescents (B= 0:22; 95% CI= 0:09 to 0:43; p= 0.001), the supervision of parents on sexual behavior in adolescents (B= 0:15; 95% CI= 0.01 to 0:28; p= 0.030), access to information on sexual behavior in adolescents (B= 0:07; 95% CI= 0.001 to 0:14; p= 0.016).

Conclusion: Personal and environmental factors influence the sexual behavior in

adolescents.

Keywords: knowledge, attitudes, self-efficacy, peers, parents, access to

information

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan

dewasa. Masa remaja ditandai dengan kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan langsung dengan


(2)

kepribadian, seksual, dan peran sosial remaja. Masa remaja juga dapat dimulai sejak seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga kematangan seksual. Perubahan hormon seksual di dalam tubuhnya ditandai dengan kematangan seksual sehingga dorongan seksual yang timbul semakin meluap (Ahmadi, 2007).

Banyak faktor yang menjadi

sebab dari masalah kesehatan

reproduksi remaja yaitu antara lain rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai seksualitas (seks, kehamilan, kontrasepsi, dan lain-lain), bahkan seringkali pengetahuan yang tidak lengkap itu juga tidak benar, karena diperoleh dari sumber yang keliru, misalnya dari teman sebaya, majalah-majalah porno, film-film biru, dan mitos yang beredar di masyarakat (Ahmadi, 2007).

Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, baik itu di lingkungan

keluarga, kelompok sebaya (peer

group), banjar dan desa. Sedangkan

faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi

oleh lingkungan. Dalam suatu

kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah

akan menekan anggotanya yang

bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut.

Tujuan umum penelitian

menjelaskan pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja. Secara khusus tujuan penelitian ini menjelaskan pengaruh pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang.

Hipotesis untuk penelitian ini ada pengaruh antara faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang dengan waktu penelitian bulan Maret sampai April 2015.


(3)

Penelitian ini merupakan penelitian

yang bersifat kuantitatif dengan

menggunakan rancangan desain

penelitian observasional analitik

menggunakan pendekatan cross

sectional. Populasi penelitian siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang sebanyak 305 siswa. Pemilihan sampel dengan

metode Random Sampling.

Pengambilan sampel ini ecara acak. Proses pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada subjek penelitian di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang (Saryono,

2010). Teknik analisis data

menggunakan analisis regresi linier berganda.

HASIL PENELITIAN

Hasil analisis distribusi

frekuensi pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi frekuensi

Variabel Independen

n %

1. Pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi,

IMS dan

HIV/AIDS a. Tinggi b. Rendah Jumlah 110 49 159 62.9 30.8 100

2. Sikap terhadap

seksualitas a. Permisif b. Tidak permisif Jumlah 52 107 159 32.7 67.3 100 3. Efikasi diri

a. Tinggi b. Rendah Jumlah 107 52 159 67.3 32.7 100 4. Pengaruh teman sebaya a. Baik b. Buruk Jumlah 109 50 159 68.6 31.4 100 5. Pengawasan orang tua a. Baik b. Buruk Jumlah 108 51 159 67.9 32.1 100 6. Akses Informasi a. Sering b. Jarang c. Tidak pernah Jumlah 51 56 52 159 32.1 35.2 32.7 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa

mayoritas responden mempunyai

Pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi, IMS dan HIV/AIDS tinggi (62,9%), sikap terhadap seksualitas tidak permisif (67.3%), efikasi diri tinggi (67.3%), pengaruh teman sebaya baik (68.6%), pengawasan orang tua baik (67.9%) dan akses informasi jarang (35.2%).


(4)

Tabel 2. Analisis regresi linier sederhana

Varibel independen b

CI 95%

p R2

Bata s baw ah Bata s atas 1. Pengeta huan

0.60 0.48 0.73 0.001 0.35

2. Sikap 0.64 0.52 0.76 0.001 0.42 3. Efikasi

diri

0.67 0.56 0.79 0.001 0.46

4. Pengaru h teman sebaya

0.65 0.53 0.77 0.001 0.42

5. Pengaw asan orang tua

0.66 0.54 0.78 0.001 0.44

6. Akses informa si

0.30 0.21 0.38 0.001 0.28

Tabel 2 menunjukkan bahwa

dari semua variabel independen

mempunyai pengaruh yang signifikan terhapat perilaku seksual pada remaja.

Tabel 3. Analisis regresi linier ganda

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square atau koefisien determinasi sebesar 0,66 yang artinya bahwa variabel tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, sikap terhadap seksualitas, efikasi diri, pengaruh teman sebaya, pengawasan orang tua, serta akses

informasi mempunyai pengaruh

sebesar 66% terhadap perilaku seksual

pada remaja, sedangkan sisanya

sebesar 34% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS terhadap perilaku seksual pada remaja

Pengetahuan tentang

Kesehatan Reproduksi, IMS dan

HIV/AIDS berpengaruh positif

sebesar 0.16, Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Pengetahuan

merupakan hasil mengingat

kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap objek tertentu

Koefisien regresi (b) CI 95% p Batas bawah Batas atas Konstanta 1.Pengetahuan -0.04 0.16 -0.20 0.04 0.11 0.28 0.560 0.008

2.Sikap 0.13 0.00 0.27 0.047

3.Efikasi diri 0.23 0.10 0.37 0.001 4.Pengaruh

teman sebaya

0.22 0.09 0.34 0.001

5.Pengawasan orang tua

0.15 0.01 0.28 0.030

6.Akses informasi n observer =

Adjusted R2 = p =

0.07

159 66% 0.001


(5)

(Mubarak dkk, 2007). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Iswarati dan

Prihyugiarto, 2002) dimana hasil penelitiannya justru pengetahuan

remaja tentang kesehatan

reproduksi ternyata tidak

berpengaruh terhadap remaja dalam

melakukan hubungan seksual.

Remaja yang tahu maupun yang

tidak tahu tentang kesehatan

reproduksi tidak berpengaruh

terhadap sikap mereka melakukan hubungan seksual.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Sebelum seseorang

mengadopsi perilaku baru dalam diri

seseorang terjadi proses sebagai

berikut: a) awareness; subyek

menyadari atau mengetahui stimulus

terlebih dahulu, b) interest; subyek

mulai tertarik pada stimilus, c)

evaluation; subyek menumbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya, d) trial; subyek telah

menimbang perilaku yang baru, e)

adaption; subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2. Pengaruh sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual pada remaja

Sikap terhadap seksualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.047 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.13.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Secord dan Backman (dalam Azwar, 2012)

bahwa “sikap adalah keteraturan

tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan

predisposisi tindakan (konasi)

seseroang terhadap sutatu aspek di

lingkungan sekitarnya”, serta teori

yang dikemukakan oleh LaPierre (dalam Azwar, 2012).

Komponen sikap menurut

Azwar (2012) terdiri dari 3

komponen yang saling menunjang yaitu: (a) Komponen kognitif yang merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat


(6)

disamakan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut

masalah isu atau yang kontroversial.

(b) Komponen afektif yang

merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang

biasanya berakar paling dalam

sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. (c) Komponen

konatif merupakan aspek

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

3. Pengaruh efikasi diri terhadap perilaku seksual pada remaja

Efikasi diri berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

perilaku seksual pada remaja

terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value)

sebesar 0.001 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.23.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan dari (Bandura, 1997) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor pribadi yang

meliputi kognisi, afeksi dan

biologis. Selain itu juga mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut

dan halangan untuk mencapai

keberhasilan yang diharapkan.

Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif dalam

menjalankan tugas sehingga

individu berusaha keras untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual pada remaja

Pengetahuan teman sebaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.001 yang lebih


(7)

kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.22.

Bandura (1989) menyatakan bahwa perilaku manusia sangat

dipengaruhi oleh keteraturan

konsekuensi respon. Konsekuensi respon itu mempengaruhi perilaku terutama melalui nilai informatif

dan insentifnya. Terdapat tiga

insentif penting yang berfungsi sebagai sistem pengatur perilaku,

yaitu yang didasarkan pada

konsekuensi eksternal (external

motivator), konsekuensi tak

langsung (vicarious motivator), dan konsekuensi yang dihasilkan oleh

diri sendiri (self regulatory

motivator). Konsekuensi ekternal

berpengaruh dalam memotivasi

perilaku (external motivator),

konsekuensi tak langsung

(viscarious motivator) apabila orang mengamati perilaku orang lain

memungkinkan pengamat akan

meniru perilaku tersebut.

Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh (Dewi, 2012) yang berpendapat bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat

terhadap pembentukan perilaku

remaja termasuk perilaku seksual.

Sedangkan Morton dan Farhat

(2010) dalam Dewi (2012)

menyatakan bahwa teman sebaya

mempunyai kontribusi sangat

dominan dari aspek pengaruh dan

percontohan (modelling) dalam

berperilaku seksual remaja dengan pasangannya.

Pengaruh kelompok atau

teman sebaya pada individu

meningkatan perilaku berisiko.

Peran teman sebaya yang menjadi

salah satu motivasi dan

pembentukan identitas diri, bahkan informasi dari teman sebaya bisa

menimbulkan dampak negatif

(Jaccard, dkk, 2005).

Kim dan Free (2008)

menyatakan bahwa teman sebaya

merupakan salah satu sumber

informasi yang cukup signifikan

dalam membentuk pengetahuan

dikalangan usia remaja namun dapat juga menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media seperti film, VCD, televisi maupun pengalaman sendiri.


(8)

5. Pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku seksual pada remaja

Pengawasan orang tua

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.030 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.15.

Pengawasan orang tua juga ikut andil dalam pembentukan perilaku seksual pada remaja. Hal ini sesuai teori dari (Baumrind, 2004) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan

memberi pengaruh terhadap

perkembangan kepribadian anak. Lingkungan keluarga yang harmonis dan lingkungan peer

positif berhubungan dalam

menurunkan tingkat risiko perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual. Orang tua yang memonitor aktifitas dan lingkungan anak, selalu ikut

terlibat dalam kegiatan dan

meningkatkan komunikasinya

dengan anaknya behubungan dengan menurunkan risiko perilaku seksual berisiko pada anak jalanan dan lebih baik pada keluarga yang religious.

Keterlibatan orang tua dan

kedekatan keluarga dalam

mendukung pencegahan perilaku

berisiko berhubungan dengan

penurunan kehamilan pada remaja.

Perilaku seksual berisiko

disimpulkan dapat dicegah dengan

dukungan lingkungan keluarga.

Dukungan keluarga menjadi

kekuatan dalam mencegah perilaku seksual berisiko pada remaja (Strehl, 2011).

6. Pengaruh akses informasi terhadap perilaku seksual pada remaja

Variabel akses informasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.016 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.07.

Media massa merupakan


(9)

dibandingkan orang tua dan teman

sebaya, karena media massa

memberikan gambaran yang lebih

baik mengenai keinginan dan

kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat menimbulkan imajinasi dan

merangsang sesorang untuk

mencoba meniru adegannya.

Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat dari film atau video porno, tayangan televisi, membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan tentang pendidikan seksual yang benar. (Burgess dkk, 2005).

Penggunaan media

khususnya media elektronik

merupakan bagian integral

disepanjang hidup di usia remaja, jumlah risiko dihubungkan dengan penggunaan media sosial, secara

spesisfik berefek negatif pada

kesehatan. Bagaimanapun data

tentang risiko penggunaan tipe macam sosial media sangat berisiko pada perilaku mereka. Media massa

merupakan sumber informasi

seksual yang lebih penting

dibandingkan orang tua dan teman

sebaya, karena media massa

memberikan gambaran yang lebih

baik mengenai keinginan dan

kebutuhan seksualitas. Media massa

baik cetak maupun elektronik

menampilkan tulisan atau gambar yang dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya (Carrol dan Kirkpatrik, 2011).

7. Pengaruh pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi terhadap perilaku seksual pada remaja

Hasil pengujian hipotesis (uji F) didapat nilai uji F sebesar 51.816 dengan nilai signifikansi model regresi secara simultan sebesar 0.000, nilai ini lebih kecil dari significance level 0.05 (5%), yaitu 0.000 < 0.05.

Teori pembelajaran sosial ini

merupakan hubungan saling


(10)

yaitu perilaku (B), faktor kognifif dan personal (P), dan pengaruh

lingkungan (E), yang

masing-masing beroperasi secara mandiri sebagai faktor penentu bagi

faktor-faktor lainnya.Pengaruh-pengaruh

tersebut bervariasi dalam

kekuatannya dan tidak terjadi secara bebarengan (Bandura, 1989).

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan

sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.16; CI= 95%, 0.04 hingga 0.28; p= 0.008)

2. Sikap terhadap seksualitas

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.13; CI= 95%, 0.00 hingga 0.27; p= 0.047)

3. Efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.23; CI= 95%, 0.10 hingga 0.37; p= 0.001)

4. Pengaruh teman sebaya berpengaruh

positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b=

0.22; CI= 95%, 0.09 hingga 0.43; p= 0.001)

5. Pengawasan orang tua berpengaruh

positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.15; CI= 95%, 0.01 hingga 0.28; p= 0.030)

6. Akses informasi berpengaruh positif

dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.07; CI= 95%, 0.01 hingga 0.14; p= 0.016)

Faktor personal dan faktor

lingkungan berpengaruh terhadap

perilaku seksual pada remaja.

Penelitian tentang pengetahuan

terhadap kesehatan reproduksi, IMS

dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap

Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi dengan subjek penelitian remaja di SMA Negeri 1

Bergas Kabupaten Semarang ada hal

lain yang menarik untuk diteliti yaitu tentang perilaku seksual pada remaja serta untuk mengetahui kebutuhan layanan reproduksi yang diinginkan oleh remaja serta peran fasilitas kesehatan dan instansi terkait dalam upaya mengurangi perilaku seksual pada remaja.


(11)

Daftar Pustaka

Ahmadi, H.A. 2007. Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bandura. A. 1989. Social Cognitive Theory Greenwich: JAI Press Bandura, A. 1997. Self Efficancy: The

Exercise of Control. New York: W.H Freeman and Company.

Baumrind. 2003. Effects Of

Authoritative Parental Control On Child Behaviour. University of California. Berkeley: EBESCO Publishing.

Burgess, V., Dziegielewski, S.F. & Green, C.E. 2005. Improving

Comfort about Sex

Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention, 5:379-390. Carroll, JA dan Kirkpatrick RL, 2011.

Impact os Social Media an

Adolescent Behavioral Health.

Oaklanda, CA: Adolescent Health Collaborative.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis

Multivariate Dengan Program

IBM. SPSS 19 (edisi kelima).

Semarang: Universitas

Diponegoro.

Kim, C. dan Free, C. 2008. Recent Evaluations of the Peer Led Approach in Adolescent Sexual Health Education: A Systemic review Perspective on Sexual and

reproductive Health.

J Reproductive Health. Vol 40 (3). 144-151

Mubarak WI, Chayatin N, Rozikin K, Supradi. 2007. Promosi Kesehatan:

Sebuah Pengantar Proses Belajar

Mengajar dalam Pendidikan.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Mudingayi dkk. 2011. HIV Knowledge and Sexual Risk Behavior Among

Street Adolescents In

Rehabilitation Centres in

Kinshasa; DRC: Gender

Differences. Pan African Medical Journal. Vol 10

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta: Nuha Medika. Strehl. 2011. The Agenda for Children

Services: A Policy Handbook. Australia: The Stationery Office Dublin

Jaccard dkk, 2005. Peer Influences on Risk Behavior: An Analysis of the Effects of a Close Friend. America:

American Psychological

Association

Iswarati dan Prihyugiarto. 2008.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Perilaku Seksual Pra Nikah pada Remaja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, 2(2)


(1)

disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. (b) Komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. (c) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

3. Pengaruh efikasi diri terhadap perilaku seksual pada remaja

Efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value)

sebesar 0.001 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.23.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan dari (Bandura, 1997) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor pribadi yang meliputi kognisi, afeksi dan biologis. Selain itu juga mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif dalam menjalankan tugas sehingga individu berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual pada remaja

Pengetahuan teman sebaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.001 yang lebih


(2)

kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.22.

Bandura (1989) menyatakan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh keteraturan konsekuensi respon. Konsekuensi respon itu mempengaruhi perilaku terutama melalui nilai informatif dan insentifnya. Terdapat tiga insentif penting yang berfungsi sebagai sistem pengatur perilaku, yaitu yang didasarkan pada konsekuensi eksternal (external

motivator), konsekuensi tak

langsung (vicarious motivator), dan konsekuensi yang dihasilkan oleh diri sendiri (self regulatory motivator). Konsekuensi ekternal berpengaruh dalam memotivasi perilaku (external motivator), konsekuensi tak langsung (viscarious motivator) apabila orang mengamati perilaku orang lain memungkinkan pengamat akan meniru perilaku tersebut.

Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh (Dewi, 2012) yang berpendapat bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual.

Sedangkan Morton dan Farhat (2010) dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan (modelling) dalam berperilaku seksual remaja dengan pasangannya.

Pengaruh kelompok atau teman sebaya pada individu meningkatan perilaku berisiko. Peran teman sebaya yang menjadi salah satu motivasi dan pembentukan identitas diri, bahkan informasi dari teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif (Jaccard, dkk, 2005).

Kim dan Free (2008) menyatakan bahwa teman sebaya merupakan salah satu sumber informasi yang cukup signifikan dalam membentuk pengetahuan dikalangan usia remaja namun dapat juga menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media seperti film, VCD, televisi maupun pengalaman sendiri.


(3)

5. Pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku seksual pada remaja

Pengawasan orang tua berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.030 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.15.

Pengawasan orang tua juga ikut andil dalam pembentukan perilaku seksual pada remaja. Hal ini sesuai teori dari (Baumrind, 2004) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.

Lingkungan keluarga yang harmonis dan lingkungan peer positif berhubungan dalam menurunkan tingkat risiko perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual. Orang tua yang memonitor aktifitas dan lingkungan anak, selalu ikut terlibat dalam kegiatan dan

meningkatkan komunikasinya dengan anaknya behubungan dengan menurunkan risiko perilaku seksual berisiko pada anak jalanan dan lebih baik pada keluarga yang religious. Keterlibatan orang tua dan kedekatan keluarga dalam mendukung pencegahan perilaku berisiko berhubungan dengan penurunan kehamilan pada remaja. Perilaku seksual berisiko disimpulkan dapat dicegah dengan dukungan lingkungan keluarga. Dukungan keluarga menjadi kekuatan dalam mencegah perilaku seksual berisiko pada remaja (Strehl, 2011).

6. Pengaruh akses informasi terhadap perilaku seksual pada remaja

Variabel akses informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja terbukti. Hal ini dapat ditunjukan dengan nilai signifikansi (p value) sebesar 0.016 yang lebih kecil 0.05 serta nilai koefisien regresi sebesar 0.07.

Media massa merupakan informasi seksual yang lebih penting


(4)

dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya. Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat dari film atau video porno, tayangan televisi, membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan tentang pendidikan seksual yang benar. (Burgess dkk, 2005).

Penggunaan media khususnya media elektronik merupakan bagian integral disepanjang hidup di usia remaja, jumlah risiko dihubungkan dengan penggunaan media sosial, secara spesisfik berefek negatif pada kesehatan. Bagaimanapun data tentang risiko penggunaan tipe macam sosial media sangat berisiko pada perilaku mereka. Media massa merupakan sumber informasi

seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik menampilkan tulisan atau gambar yang dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya (Carrol dan Kirkpatrik, 2011).

7. Pengaruh pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi terhadap perilaku seksual pada remaja

Hasil pengujian hipotesis (uji F) didapat nilai uji F sebesar 51.816 dengan nilai signifikansi model regresi secara simultan sebesar 0.000, nilai ini lebih kecil dari significance level 0.05 (5%), yaitu 0.000 < 0.05.

Teori pembelajaran sosial ini merupakan hubungan saling menyebabkan antara tiga faktor,


(5)

yaitu perilaku (B), faktor kognifif dan personal (P), dan pengaruh lingkungan (E), yang masing-masing beroperasi secara mandiri sebagai faktor penentu bagi faktor-faktor lainnya.Pengaruh-pengaruh tersebut bervariasi dalam kekuatannya dan tidak terjadi secara bebarengan (Bandura, 1989).

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.16; CI= 95%, 0.04 hingga 0.28; p= 0.008)

2. Sikap terhadap seksualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.13; CI= 95%, 0.00 hingga 0.27; p= 0.047)

3. Efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.23; CI= 95%, 0.10 hingga 0.37; p= 0.001)

4. Pengaruh teman sebaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b=

0.22; CI= 95%, 0.09 hingga 0.43; p= 0.001)

5. Pengawasan orang tua berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.15; CI= 95%, 0.01 hingga 0.28; p= 0.030)

6. Akses informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.07; CI= 95%, 0.01 hingga 0.14; p= 0.016)

Faktor personal dan faktor lingkungan berpengaruh terhadap perilaku seksual pada remaja.

Penelitian tentang pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi dengan subjek penelitian remaja di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang ada hal lain yang menarik untuk diteliti yaitu tentang perilaku seksual pada remaja serta untuk mengetahui kebutuhan layanan reproduksi yang diinginkan oleh remaja serta peran fasilitas kesehatan dan instansi terkait dalam upaya mengurangi perilaku seksual pada remaja.


(6)

Daftar Pustaka

Ahmadi, H.A. 2007. Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bandura. A. 1989. Social Cognitive Theory Greenwich: JAI Press Bandura, A. 1997. Self Efficancy: The

Exercise of Control. New York: W.H Freeman and Company. Baumrind. 2003. Effects Of

Authoritative Parental Control On Child Behaviour. University of California. Berkeley: EBESCO Publishing.

Burgess, V., Dziegielewski, S.F. & Green, C.E. 2005. Improving

Comfort about Sex Communication between Parents

and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention, 5:379-390. Carroll, JA dan Kirkpatrick RL, 2011.

Impact os Social Media an Adolescent Behavioral Health. Oaklanda, CA: Adolescent Health Collaborative.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM. SPSS 19 (edisi kelima). Semarang: Universitas Diponegoro.

Kim, C. dan Free, C. 2008. Recent Evaluations of the Peer Led Approach in Adolescent Sexual Health Education: A Systemic review Perspective on Sexual and

reproductive Health. J Reproductive Health. Vol 40 (3).

144-151

Mubarak WI, Chayatin N, Rozikin K, Supradi. 2007. Promosi Kesehatan:

Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Mudingayi dkk. 2011. HIV Knowledge and Sexual Risk Behavior Among Street Adolescents In Rehabilitation Centres in Kinshasa; DRC: Gender Differences. Pan African Medical Journal. Vol 10

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta: Nuha Medika. Strehl. 2011. The Agenda for Children

Services: A Policy Handbook. Australia: The Stationery Office Dublin

Jaccard dkk, 2005. Peer Influences on Risk Behavior: An Analysis of the Effects of a Close Friend. America: American Psychological Association

Iswarati dan Prihyugiarto. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Perilaku Seksual Pra Nikah pada Remaja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, 2(2)