PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA :Studi Di SMA N 10 Kota Bandarlampung.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN...
i
ABSTRAK...
ii
KATA PENGANTAR...
v
UCAPAN TERIMA KASIH ...
vi
DAFTAR ISI...
ix
DAFTAR TABEL ...
xii
DAFTAR BAGAN ...
xiii
DAFTAR GAMBAR...
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
BelakangMasalah...
1
B. RumusanMasalah ...
11
C.
Tujuankenelitian...
11
D. Manfaat kenelitian...
1g
E. Asumsi kenelitian Dan Hipotesis...
13
F. Metode kenelitian...
13
G. Lokasi kopulasi dan Sampel kenelitian ...
14
BAB II BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK
(2)
A. Konsep Dasar
Kemandirian...
15
1. Aspek Kemandirian kada Remja...
18
g. Kompetensi Kemandirian...
g4
B. Kajian Konseptual Bimbingan Kelompok...
g7
1. Manfaat dan Tujuan Bimbingan Kelompok...
g9
g. Teknik Bimbingan Kelompok...
31
3. Tahap kelaksanaan Bimbingan Kelompok...
39
C. kosisi Bimbingan Kelompok dalam
Bimbingan dan Konseling Komprehensif...
43
D. keningkatan Kemandirian siswa melalui Bimbingan Kelompok
5g
BAB III METODE PENELITIAN
A. kendekatan kenelitian...
57
B. Definisi Operasional... 59
C. krosedur dan LangkahPlangkah kenelitian... 60
D. kopulasi dan Sampel kenelitian ... 74
E. Lokasi dan Subjek kenelitian... 74
F. Teknik dan Instrumen kengumpul Data ... 75
G. Analisis Data...
78
(3)
A.
Gambaran Umum Kemandirian Siswa
SMA N 10 Bandar Lampung... 80
B. Gambaran Umum dan krogram Bimbingan dan Konseling
SMA Negeri 10 Bandar Lampung... 89
C.Rumusan krogram Bimbingan Kelompok...
10g
D.Gambaran Uji Coba krogram Bimbingan Untuk Meningkatkan
Kemandirian Siswa dengan Tabulasi
109
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan... 141
B. Rekomendasi...
1 4 g
DAFTARPUSTAKA... 145
DAFTAR GAMBAR... 148
DAFTAR TABEL... 149
LAMPIRAN-LAMPIRAN... 150
RIPAYAT HIDUP...
(4)
DAFTAR BAGAN
Bagan II:
Gambaran utuh Bimbingan dan konseling Komprehensif
setting kelompok besar yang memandirikan... 56
Bagan III:
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 kintu Gerbang SMA Negeri 10 Bandar Lampung ... 91
(tempat pelaksanaan penelitian)
Gambar 4.g Fasilitas Internet Bagi Siswa SMAN 10 Bandar Lampung... 93
Gambar 4.3 Ruang konsultasi BK SMAN 10 Bandar Lampung... 95
Gambar 4.4 Kegiatan Bimbingan Kelompok (small group)... 97
Gambar 4.5 Fasilitas Komputer dan Internet khusus ruang BK... 99
Gambar 4.6 Fasilitas penyimpan data berupa file kabinet dan lemari besi 100
Gambar 4.7 Staf TU khusus BK di SMAN 10 Bandar Lampung... 10g
Gambar 4.8 Siswa sedang mengikuti Bimbingan Kelompok... 1g6
Gambar 4.9 Siswa sedang mengisi Angket Kemandirian... 1g6
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel g.1 Standar kemandirian keserta Didik...
g4
Tabel g.g KOMkETENSI KONSELOR...
54
Tabel 3.1 KisiPKisi Instrumen SKALA KEMANDIRIAN REMAJA...
6g
Tabel 3.g KisiPkisi Uji Keterbacaan krogram...
68
Tabel 3.3 KisiPkisi Wawancara Observasi...
76
Tabel 4.1 krofil Umum Kemandirian Siswa...
80
Table 4.g Kemandirian Siswa Aspek Nilai...
8g
Tabel 4.3 Kemandirian Siswa Aspek kerilaku...
84
Tabel 4.4 Kemandirian Siswa Aspek Emosional...
85
Tabel 4.5 KEMANDIRIAN NILAI DATA kREEPTES...
110
Tabel 4.6 KEMANDIRIAN NILAI DATA kOSTPTES...
111
Tabel 4.7 KEMANDIRIAN kERILAKU DATA kREEPTES...
114
tabel 4.8 KEMANDIRIAN kERILAKU DATA kOSTPTES...
115
Tabel 4.9 KEMANDIRIAN EMOSI DATA kREEPTES...
117
Tabel 4.10 KEMANDIRIAN EMOSI DATA kOSTPTES...
118
Tabel 4.11 KEMANDIRIAN DATA kREEPTES...
1g0
Tabel 4.1g KEMANDIRIAN DATA kOSTPTES...
1g1
Tabel 4.13 KEMANDIRIAN NILAI DATA kREEPTES...
1g3
Tabel 4.14 KEMANDIRIAN NILAI DATA kOSTPTES...
1g3
Tabel 4.14 KEMANDIRIAN kERILAKU DATA kREEPTES DAN kOST TES....
1g4
Tabel 4.14 KEMANDIRIAN EMOSI DATA kREEPTES DAN kOST TEST...
1g5
Tabel 4.15 kENINGKATAN KEMANDIRIAN SISWA kERSUB VARIABEL ...
134
(7)
BAB I
PENDAHULUAN
Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,
identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
asumsi penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian.
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia dalam rangkaian kehidupannya akan selalu berbenturan dengan
kondisi-kondisi lingkungan dimana ia berada. Pada lingkungan manusia tentu
akan berkaitan dengan keadaan situasi lingkungan itu berada lengkap dengan
norma
peradabannya
dan
tentunya
perkembangan
teknologi
dengan
permasalahannya. Dengan keadaan yang demikian menjadikan semakin
kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh seorang individu. Sebagai
makhluk hidup, manusia setiap saat akan selalu menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Tingkat kebutuhan manusia oleh Abraham Maslow sering dikenal dengan
teori hierarki kebutuhan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow
(George Boeree, 2005) terbagi dalam lima tingkatan yaitu: kebutuhan fisiologis,
rasa aman, kebutuhan cinta, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan untuk
aktualisasi diri. Hasil pengembangan yang dilakukan oleh para ahli mengenai
aktualisasi diri adalah munculnya kebutuhan diatas kebutuhan aktualisasi diri.
Pada puncak hierarki kebutuhan manusia masih terdapat kebutuhan lain yaitu
kebutuhan transeden. Keutuhan transeden adalah kebutuhan yang lebih mengarah
(8)
pada spiritual atau kebutuhan penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun kebutuhan manusia menurut Kartini Kartono (2000: 37) terbagi atas 3
tingkatan. Tingkatan pertama adalah kebutuhan biologis, meliputi
kegiatan-kegiatan vital yaitu makan, minum, dan atau berhubungan seks. Tingkatan kedua
adalah kebutuhan human atau dapat disebut sebagai kebutuhan sosial psikologis.
Tingkatan ketiga adalah kebutuhan tingkat metafisis atau religius. Dari kedua
pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa terdapat kebutuhan manusia yang
paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis atau kebutuhan yang bersifat biologis.
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut manusia harus berhadapan dengan
berbagai macam masalah.
Siswa sebagai bagian dari anak manusia tersebut tentu tidak akan luput
dari permasalahan; baik itu yang berkaitan dengan permasalahan pribadi dengan
dirinya dan keluarga, masalah sosial interaksi dengan lingkungan dan teman
sebaya, belajar sebagai siswa dan tentunya dengan masa depannya.
Kondisi dan permasalahan yang ada pada siswa agar dapat berkembang
dan berprestasi dengan optimal haruslah dientaskan (dimandirikan) salah satunya
adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan
seorang individu menjadi manusia yang lebih dewasa. Membentuk manusia
dewasa berarti membentuk manusia yang dapat memenuhi tanggungjawab baik
secara sosial, individual dan spiritual.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) No 20 tahun 2003 pasal 3. Menurut Undang-Undang
SISDIKNAS pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
(9)
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan (pedagogis) diartikan sebagai suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaan. Dewasa berarti bisa hidup mandiri terlepas dari ketergantungan pada
orang lain.
Proses mencapai kemandirian dan kedewasaan bukan merupakan hal yang
mudah. Oleh karena itu anak akan banyak membutuhkan bantuan orang dewasa.
Dalam proses menjadi dewasa itu, anak berinteraksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan sosiokultural. Dalam berinteraksi,
seseorang dituntut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketika
berinteraksi dengan sosiokultural, individu mendapat pengaruh sosiokultural yang
bermanfaat bagi tercapainya perkembangan secara optimal.
Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional tidak hanya menekankan pada proses pencapaian kognitif
tetapi juga mengarah pada proses pembentukan kemandirian. Pentingnya
pengembangan kemandirian menurut Sunaryo Kartadinata (1988 dalam Mohamad
Ali 2004) karena pada dewasa ini terlihat gejala-gejala negatif seperti: a).
ketergantungan disiplin kepada kontrol dari luar dan bukan karena niat sendiri
secara ikhlas. Dewasa ini semakin sulit menemukan kedisiplinan, baik dijalanan,
di kantor, dan berbagai lembaga atau situasi lain yang memang muncul secara
(10)
ikhlas dari dalam hati nurani yang bersih, b). sikap tidak peduli terhadap
lingkungan hidup, baik lingkungan fisik dan sosial, c). sikap hidup yang terlalu
konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip.
Kecenderungan untuk mematuhi dan menghormati orang lain semakin dilandasi
bukan oleh hakikat kemanusiaan sejati melainkan hanya karena atribut, atribut
sementara yang dimiliki oleh orang lain.
Kemandirian menurut Steinberg (1995: 285) diartikan sebagai self governing
person, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menguasai diri
sendiri. Lebih lanjut kemandirian dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menguasai mengatur, atau mengelola diri sendiri.
Watson dan Lindgren (Suherman: 2008) yang menyatakan bahwa kemandirian
adalah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam
usaha dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Kemandirian merupakan proses yang berlangsung tunggal. Kemandirian
dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Hill & Steinberg, 1976 dalam Snatrock
2003) kemandirian dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Menurut mereka pola
asuh yang demokratis akan sangat berkaitan dengan peningkatan otonomi remaja.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Feldman & Quatman, 1988, Feldman &
Rosenthal, 1990a, Goodnow Knight, & Cashmore dalam Santrock 2003) harapan
mengenai waktu yang tepat bagi otonomi berbeda-beda pada tiap kebudayaan,
orang tua, dan remaja. Sebagai contoh adalah adanya harapan akan kemandirian
lebih awal pada orang kulit putih, orang tua tunggal dibandingkan dengan
keturunan Asia-Amerika atau Latin, serta orang tua perkawinan lengkap.
(11)
Sehingga kemandirian merupakan proses yang harus dibantu oleh pihak atau
lembaga lain.
Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal
mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya usaha memandirikan anak
dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna. Kenyataan
sekarang menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan telah terjadi
perubahan-perubahan, seperti perubahan sistem pendidikan, kurikulum, metode mengajar,
dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah
khususnya bagi peserta didik serta pihak yang berkecimpung dalam pendidikan.
Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan melalui transformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan
profesionalisme dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan
kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan
mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.
Kemampuan yang demikian tidak hanya menyangkut aspek akademis tetapi
juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual,
dan sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu di lingkungan
pendidikan haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, selain mampu
menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan profesional
dan akademis, tetapi juga mampu memfasilitasi perkembangan anak memiliki
kemandirian.
Peserta didik di lembaga pendidikan umumnya adalah orang-orang yang
sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan,
(12)
dan tugas-tugas perkembangan yang berbeda dan harus dipenuhi. Pencapaian
standar kemampuan profesional atau akademis dan tugas-tugas perkembangan
peserta didik memerlukan kerjasama yang harmonis antara pengelola dan
pelaksana manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan karena ketiganya
merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Keterkaitan ketiga bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 : Proses Pendidikan
(diadopsi dari: Mortensen and Schmuler, 1976: 24)
Konselor merupakan suatu profesi yang dalam tugas dan kinerjanya harus
memiliki keterampilan dan metode. Keterampilan dan metode yang ada haruslah
dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang ada pada konseli.
Seorang konselor dalam melaksanakan tugasnya harus memahami siapa
konselinya dengan permasalahan yang dihadapinya. Diharapkan setelah konseli di
beri bantuan layanan oleh konselor sekolah maka bertahap masalah yang
(13)
dihadapinya berkurang dan menjadi mandiri, disinilah tugas konselor untuk
memandirikan siswa.
Selama ini guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah sudah
bekerja untuk membantu siswa (konseli) agar lebih mandiri sehingga dapat
berkembang lebih optimal dan berprestasi, hanya saja dalam pelaksanaanya masih
banyak berorientasi pada ketercapaian program yang di buat pada awal kegiatan,
baik awal tahun pelajaran, semester maupun kegiatan. Keadaan ini menunjukkan
hasil yang dicapai dalam memberikan bantuan layanan kepada siswa belum
optimal. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bukan berdasarkan permasalahan
dan kebutuhan siswa atau konseli, akan tetapi masih banyak diberikan karena
tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh seorang konselor (guru
Bimbingan dan Konseling). Hal ini tentu menjadikan pula program layanan
layanan yang berdasarkan kebutruhan siswa sebagai konseli. Gambaran ini terlihat
pada peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) rayon 7 Lampung
tahun 2008; diperoleh gambaran guru bimbingan dan konseling yang
merencanakan dan melaksanakan program kegiatan Bimbingan dan Konseling
berdasarkan kebutuhan siswa hanya 20 %, selebihnya 80% berdasarkan
penyusunan program yang tidak didahului dengan needs asessment.
Informasi tentang pembaharuan konsep layanan Bimbingan dan Konseling
di Kota Bandarlampung masih sangat minim, sehingga konsep tentang program
Bimbingan dan Konseling Komprehensif belum banyak diketahui dan digunakan.
(14)
Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di
sekolah bersifat kuratif. Selama ini perkembangan Bimbingan dan Konseling di
Indonesia adalah masih membantu siswa yang bermasalah saja sedangkan siswa
yang lain yang tidak bermasalah tidak tertangani oleh adanya layanan Bimbingan
dan Konseling. Padahal seharusnya layanan Bimbingan dan Konseling dapat
menjangkau pada semua siswa, siswa yang tidak mempunyai masalah justru perlu
dibantu untuk memelihara dan mempertahankan kondisi agar dalam menjalani
kehidupannya tidak mengalami hambatan. Oleh karena itu, di Indonesia pada saat
ini membutuhkan program Bimbingan dan Konseling yang dapat menjangkau
semua siswa dan meliputi semua bidang bimbingan yang dibutuhkan oleh siswa
dan program Bimbingan dan Konseling yang perlu dikembangkan adalah program
Bimbingan dan Konseling perkembangan (komprehensif).
Program Bimbingan dan Konseling komprehensif merupakan pendekatan
komprehensif terhadap dasar, penyampaian layanan, manajemen, dan
pertanggung-jawaban program bimbingan dan konseling. Model program
Bimbingan dan Konseling komprehensif: model kerangka kerja yang mengatur
mekanisme kerja konselor dan timnya dalam merancang, mengkoordinir,
melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi, program bimbingan dan konseling
untuk menyukseskan siswa.
Dasar filosofis Bimbingan dan Konseling komprehensif adalah manusia
pada dasarnya berkeinginan untuk meningkatkan dirinya secara bertahap dan
positif. Potensi manusia itu merupakan aset yang berharga bagi masyarakat dan
kehidupan manusia di masa yang akan datang. Tujuan akhir dari bimbingan dan
(15)
konseling di sekolah adalah membantu siswa belajar lebih efektif dan efisien.
Program pengembangan siswa memerlukan bantuan dari seluruh personel sekolah
yang terorganisir melalui program bimbingan dan Konseling. Konselor, guru, dan
personel lain dalam praktiknya harus bekerja secara terbuka dan bekerja sama
membimbing secara tepat terhadap siswa di sekolah.
Pada model layanan Bimbingan Konseling komprehensif salah satu bagian
penting yang tidak dapat ditinggal adalah layanan Bimbingan kelompok. Layanan
Bimbingan kelompok merupakan salah satu bagian dari layanan dasar. Bimbingan
Kelompok sebagai strategi dari layanan dasar merupakan bagian penting yang
bersifat preventif, developmental ataupun preservatif.
Asumsi yang digunakan dalam layanan Bimbingan dan Konseling
Komprehensif adalah bahwa program bimbingan dan konseling menjangkau
setiap siswa, cakupannya luas, didesain untuk pencegahan, sifatnya
perkembangan. Program bimbingan dan konseling komprehensif merupakan
bagian integral dari program pendidikan untuk kesuksesan siswa. Program
bimbingan dan konseling memilih kompetensi siswa yang terukur didasari atas
kebutuhan dalam bidang akademik, karir, pribadi atau sosial, program bimbingan
dan konseling komprehensif memiliki sistem penyampaian yang meliputi
kurikulum bimbingan sekolah, perencanaan individual, layanan responsif, dan
dukungan sistem.
Hal ini jelas hasilnya jauh dari pencapaian kemandirian secara optimal
karena tidak berorientasi pada siswa atau konseli. Seperti di tuangkan pada
rambu-rambu penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan
(16)
formal; Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan
dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial,
klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi
perkembangan dan preventif. (Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling dalam jalur Pendidikan Formal, DEPDIKNAS, 2007, hal 194).
Lebih lanjut dalam buku tersebut dituangkan bahwa pelayanan bimbingan
dan konseling koprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas
perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah
konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang
harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan
konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar
dimaksud
adalah
standar
kompetensi
kemandirian.
(Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal,
DEPDIKNAS, 2007, hal 194).
Masalah kemandirian pada siswa juga menjadi perhatian konselor
khususnya di SMAN 10 Kota Bandarlampung. Indikator yang paling mudah
ditemui oleh guru Bimbingan dan Konseling di sekolah dalam layanan Bimbingan
dan Konseling. Diketahui bahwa siswa yang datang ke ruang bimbingan dan
konseling lebih banyak yang dipanggil (44%) sementara siswa yang datang
sendiri hanya 38%. Dalam pemecahan masalah siswa di SMAN 10 Kota
Bandarlampung lebih banyak mendengarkan pendapat dari orang lain (teman,
kakak maupun orang tua) 11% dan yang menyelesaikan masalah sendiri sebanyak
7.37%. hal ini semakin menunjukkan rendahnya kemandirian siswa.
(17)
Posisi guru Bimbingan dan Konseling dengan demikian semakin
dibutuhkan siswa dengan masalah yang dihadapinya. Layanan akan lebih optimal
bila dilayani dengan pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif dengan
strategi bimbingan kelompok. Itu dapat diartikan juga siswa yang telah diberi
layanan akan dapat dilihat keberhasilannya bila sudah mencapai kompetensi
tertentu sesuai dengan tugas perkembangannya.
Berdasarkan paparan yang ada diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian serta kajian lebih lanjut mengenai program layanan
bimbingan kelompok untuk memandirikan siswa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disusun oleh peneliti maka didapatkan
rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1.
Seperti apa kemandirian siswa kelas 10 SMAN Kota Bandarlampung?
2.
Bagaimana
rumusan
program
bimbingan
Kelompok
untuk
meningkatkan kemandirian?
3.
Bagaimana Efektifitas Program Bimbingan Kelompok yang dapat
meningkatkan/
memandirikan
siswa
di
SMAN
10
Kota
Bandarlampung?
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut.
(18)
1.
Memperoleh gambaran umum tentang tingkat kemandirian siswa kelas
10 SMAN 10 Kota Bandarlampung.
2.
Mengetahui tingkat kemandirian siswa kelas 10 SMAN 10 Kota
Bandarlampung melalui Layanan Bimbingan dan Konseling
Kelompok.
3.
Mengetahui
efektifitas
program
Bimbingan
Kelompok
yang
memandirikan siswa
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat secara teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan menambah wawasan keilmuan dalam
layanan Bimbingan dan Konseling khususnya dalam meningkatkan
kemandirian siswa.
2.
Manfaat secara praktis
a.
Bermanfaat bagi guru Bimbingan dan Konseling dan sekolah
melaksanakan kewajibannya memberikan layanan kepada siswa terutama
mengenali dan meningkatkan kemandirian pada siswa di sekolah.
b.
Bermanfaat bagi siswa (konseli) setelah mendapatkan layanan Bimbingan
dan Konseling dapat memahami, mengenali dirinya sehingga dapat lebih
mandiri (memiliki kemandirian) sesuai tugas perkembangannya.
(19)
E.
Asumsi Dan Hipotesis Penelitian
1.
Asumsi
a. Kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental
pada tahun perkembangan remaja. Sebelum menjadi seorang individu
dewasa maka remaja harus mampu untuk melewati tahapan ini.
(Steinberg , 1995: 286)
b. Model Program Bimbingan dan Konseling Kelompok adalah model
kerangka kerja yang mengatur mekanisme kerja konselor dalam
merancang,
mengkoordinir,
melaksanakan,
mengelola,
dan
mengevaluasi, program bimbingan dan konseling untuk mensukseskan
dan memandirikan siswa dengan kelompok.
2.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah: “ Program Bimbingan Kelompok dapat
meningkatkan kemadirian siswa di SMAN 10 Kota Bandarlampung”.
F.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Research & Development atau
penelitian dan pengembangan dipilih karena sifat penelitiannya yang longitudinal,
bertahap dan multi-waktu. Penggunaan pendekatan (research and development)
merupakan upaya dalam mengembangkan produk yang akan dihasilkan.
Pengembangan ini dapat berupa konseptual dan kajian program. Dalam
pengembangannya diperhatikan tiga hal, yaitu: pertama mengembangkan struktur
(20)
yang digunakan secara singkat, sebagai dasar pengembangan produk, kedua
adalah apabila program atau model yang digunakan diadaptasi dari yang sudah
ada maka perlu dijelaskan alasan memilihnya, ketiga apabila dikembangkan
sendiri maka perlu dipaparkan mengenai komponen dan kaitan antar komponen
yang terlibat.
G.
Lokasi, Populasi Dan Sampel Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di SMAN 10 Bandarlampung dengan subjek
penelitian siswa kelas 10. Dipilihnya siswa kelas 10 dikarenakan siswa pada
tingkatan ini baru akan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.
Karena belum mendapatkan penanganan berupa pemberian layanan yang di
programkan di SMAN 10 Bandarlampung maka akan menjadi efektif bila nanti
dilihat perubahan yang di hasilkan. Pemilihan SMAN 10 Kota Bandarlampung
karena peneliti sudah mengenali karakteristik sekolah, baik dari program atau
fasilitas yang dimiliki oleh sekolah dan siswa.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 10 SMA Negeri 10
Kota Bandarlampung. Jumlah keseluruhan kelas 10 SMA Negeri 10 Kota
Bandarlampung adalah 261. Penelitian secara lebih spesifik menggunakan sampel
dalam penelitian ini adalah dua kelas 10. Setiap kelas di SMA Negeri 10 Kota
Bandarlampung memiliki peserta didik sebanyak 32 siswa.
(21)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan program kemandirian pada
siswa kelas X SMA N 10 Bandar Lampung. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode R & D (Research & Development) atau penelitian dan
pengembangan Borg & Gall (1989). Menurut pendapat Borg dan Gall (1989)
penggunaan pendekatan (research and development) terutama karena strategi
penelitian dan pengembangan efektif untuk mengembangkan dan memvalidasikan
suatu produk. Menurut Borg dan Gall (1989) produk yang dihasilkan melalui
pendekatan (research and development) dapat diarahkan pada bentuk program,
buku teks, film instruksional, dan metode mengajar.
Pendekatan Research & Development atau penelitian dan pengembangan
dipilih karena sifat penelitiannya yang longitudinal, bertahap dan multi-waktu.
Penggunaan pendekatan (research and development) menurut Puslitjaknov (2008)
merupakan dasar dalam mengembangkan produk yang akan dihasilkan.
Pengembangan ini dapat berupa prosedural, konseptual, dan teoritik. Dalam
pengembangan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: pertama
mengembangkan struktur yang digunakan secara singkat, sebagai dasar
pengembangan produk, kedua adalah apabila program atau model yang digunakan
diadaptasi dari yang sudah ada maka perlu dijelaskan alasan memilihnya, ketiga
apabila dikembangkan sendiri maka perlu dipaparkan mengenai komponen dan
kaitan antar komponen yang terlibat.
(22)
Metode yang digunakan untuk mengembangkan program kemandirian siswa
kelas X SMAN 10 Bandarlampung adalah Mixed Methods Desains (Creswell&
Piano Clark, 2007). Mixed Methods Desains merupakan metode yang
menggunakan campuran antara pendekatan kuantitatif dengan kualitatif (Creswell
& Piano Clark, 2007). Peneliti menggunakan desain spesifik Explanatory Mixed
Methods Design.
Pendekatan kuantitatif digunakan dengan melakukan kajian terhadap
identifikasi kasus, identifikasi masalah dan uji efektifitas program. Pendekatan
kualitatif digunakan untuk melakukan kajian terhadap data dukung lapangan dan
observasi proses pelaksanaan program. Prosedur ini terlihat memakan waktu,
menuntut analisa yang kuat dari peneliti dan munculnya kewajiban untuk
mengumpulkan data secara luas (Bryman, 1988). Mixed Methods Research adalah
sebuah disain yang baik untuk digunakan dalam mencari suatu jawaban
pertanyaan yang berkaitan dengan dinamika psikologis individu. Data Kuantitatif,
seperti skor pada instrumen, menghasilkan angka-angka spesifik yang dapat
secara statistik dianalisa. Data kuantitatif menyediakan kecenderungan serta dapat
menyediakan informasi bermanfaat jika peneliti menguraikan kecenderungan
tentang sejumlah besar orang. Pada sisi yang lain data kualitatif, seperti
wawancara terbuka menyediakan kata-kata orang secara nyata dalam studi,
menawarkan banyak perspektif berbeda pada topik studi dan menyediakan suatu
gambaran kompleks menyangkut situasi tertentu.
(23)
B.
Definisi Operasional
a.
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada
individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk
mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa
(Tati Romlah: 2006). Bimbingan kelompok umumnya dilakukan di kelas
dengan jumlah siswa antara 20-35 siswa Gazda (1989). Bimbingn Kelompok
dapat dilaksanakan dalam kelas (setting kelas). Kegiatan bimbingan
kelompok berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah
pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri dan masalah
hubungan antar pribadi. Tempat pelaksanaan bimbingan kelompok adalah
didalam kelas, menurut Permen Diknas No. 24 tahun 2007 muatan siswa
perkelas adalah 32 orang. Meski dalam layanan siswa dalam bentuk
kelompok besar, penugasan dan pengentasannya tetap dalam kelompok kecil
(5 – 10 orang). Target Bimbingan Kelompok tetap mengentaskan masalah
individual.
b.
Kemandirian adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk
menguasai diri sendiri serta kemampuan untuk menguasai mengatur, atau
mengelola diri sendiri. Kemandirian menjadikan remaja dapat dengan bebas
menentukan, bersikap dan berperilaku, meski untuk itu banyak kendala,
pertentangan dan pengaruh dari lingkungan dimana ia berada. Kebebasan
untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha dan
melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Kemandirian
remaja dilihat dari aspek perkembangan kemandirian emosional berupa reaksi
(24)
dari situasi dan kondisi.
Kemandirian perilaku berupa kemampuan
pengambilan keputusan, kekuatan terhadap pengaruh pihak lain, tidak mudah
terpengaruh, memliki rasa percaya diri dan kemandirian nilai berupa persepsi,
keyakinan dan sikap.
C.
Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu
kepada siklus penelitian dan pengembangan (The R & D cycle). Pada awal
munculnya pendekatan penelitian dan pengembangan langkah-langkah yang
digunakan masih panjang yaitu sebanyak 10 langkah. Pada perkembangannya
penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall disederhanakan oleh beberapa
ahli, menjadi empat langkah utama, yaitu survai, perencanaan dan pengembangan:
1.
Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan
Proses analisis produk yang dikembangkan merupakan langkah utama.
Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dengan melakukan studi lapangan yang
menggunakan dua teknik utama yaitu wawancara dan observasi. Wawancara
dilakukan baik kepada siswa dan kepada guru Bimbingan dan Konseling di SMA
N 10 Bandar Lampung. Proses observasi dilakukan oleh peneliti kepada dua
komponen di sekolah yaitu guru Bimbingan dan Konseling dan siswa. Dua hal
tersebut untuk mendapatkan gambaran yang nyata dan obyektif mengenai masalah
yang akan diangkat oleh peneliti.
2.
Mengembangkan produk awal
Pengembangan produk awal ini dapat dikategorikan sebagai pengembangan
produk hipotetik. Pengembangan hipotetik dikembangkan berdasarkan kajian
(25)
teoritis yang telah dilakukan oleh peneliti berdasarkan hasil kajian pustaka atau
hasil penelitian. Pengembangan produk awal ini melibatkan beberapa instrumen
yang dapat menggali dan menelusuri tentang bimbingan konseling komprehensif
serta kemandirian siswa di SMAN 10 Bandar Lampung. Program hipotetik yang
dikembangkan dibangun dengan komponen yang meliputi : (a) rasional program;
(b) tujuan program; (c) mekanisme dan langkah-langkah program; (d) strategi,
teknik pelaksanaan; (e) kriteria keberhasilan; (f) evaluasi (Nana Syaodih
Sukmadinata: 2007)
3.
Validasi ahli dan revisi
a.
Pada tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai instrumen yang telah
dirancang dalam program hipotetik kepada para ahli. Expert judgement ini
merupakan proses yang harus dilakukan agar instrumen dalam program
hipotetik yang telah dirancang memenuhi standar penelitian sehingga
hasilnya layak untuk diuji coba. Pakar yang diminta untuk menilai dan
memberi pertimbangan tentang kelayakan program hipotetik adalah : (1)
pakar bimbingan pribadi-sosial; (2) pakar permainan; (3) pakar pendidikan
remaja.
b.
Teknik penelitian yang digunakan dalam validasi model oleh pakar ini adalah
teknik Delphi, yaitu suatu teknik penilaian untuk mengambil keputusan
dengan mengirimkan rancangan program untuk divalidasi oleh validator, hasil
keputusan dari para validator kemudian ditarik sebagai keputusan umum
(Cohan,Manion dan Morrison, 2000).
(26)
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen
SKALA KEMANDIRIAN REMAJA
Aspek
Indikator
Sub Indikator
No. Pernyataan
(+)
( - )
1
2
3
4
5
A.
Kemandiria
n Nilai
1.
Nilai-nilai/
norma
masyarakat
1.1. Pandangan dan persepsi
keragaman sumber
norma sebagai rujukan
pengambilan keputusan.
1.2. Menyadari nilai-nilai
persahabatan dan
keharmonisan .
1.3. Nilai-nilai kerjasama dan
toleransi dasar
persahabatan .
1, 2,
3,4,
6,7,9,
5,
8,
2.
Nilai-nilai
yang abstrak
(moral)
1.4. Pemikiran tentang
kehidupan beragama
1.5. Melaksanakan ibadah
atas keyakinan sendiri
disertai sikap toleransi.
10,
12,
11,
13,
14,15,
3.
Nilai-nilai
masalah
prinsip
3.1
Cara-cara pengambilan
keputusan dan
pemecahan masalah
secara objektif.
3.2
Keragaman alternatif
keputusan dan
konsekuensi yang
dihadapinya.
3.3
Mengambil keputusan
dan pemecahan masalah
atas dasar informasi data
secara objektif.
16,
17,
18,
21,
22,23
19,
20,
24,
(27)
4.
Sistem nilai
yang
diberikan
orang
tua
atau
orang
dewasa .
4.1
Cara-cara menghindari
konflik dengan orang
lain.
4.2
Toleran terhadap ragam
ekspresi perasan diri
sendiri dan orang lain.
4.3
Mengekspresikan
perasaan dalam cara-cara
yang bebas, terbuka dan
tidak menimbulkan
konflik.
4.4
Pandangan dan persepsi
keunikan diri dalam
konteks kehidupan.
4.5
Menerima keunikan diri.
4.6
Menampilkan keunikan.
25,
26,
27,
29,
30,
32,33
,
34,
36,37
28
31,
35,
B.
Kemandiria
n Perilaku
5.
Mengambil
keputusan,
menyadari
resiko
keputusan
yang
diambil
5.1
Terhadap cara-cara
pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah.
5.2
Menyadari akan
keragaman alternatif
keputusan dan
konsekuensinya.
5.3
Terhadap pemecahan
masalah atas dasar
informasi data secara
objektif.
38,
39,
41,
42,
43,
40,
44,
6.
Memilih
alternatif
pemecahan
masalah,
pertimbanga
n sendiri dan
orang lain,
bertanggung
jawab atas
konsekuensi
dari
keputusanya
6.1
Terhadap pandangan dan
persepsi keragaman
sumber norma sebagai
rujukan pengambilan
keputusan.
6.2
Menyadari nilai-nilai
persahabatan dan
keharmonisan dalam
interaksi sosial.
6.3
Menghargai nilai-nilai
kerjasama dan toleransi,
dasar menjalin
persahabatan.
45,
46,
47,
48,
50,
51,
49,
7.
Tidak
mudah
terpengaruh
7.1
Menghindari konflik
dengan orang lain.
7.2
Toleran terhadap ekspresi
52,
54,
(28)
oleh situasi
yang
menuntut
komformitas
,
perasan diri sendiri dan
orang lain.
7.3
Mengekspresikan
perasaan dalam cara-cara
yang bebas, terbuka dan
tidak menimbulkan
konflik
55,
56,
57,
8.
Tidak
mudah
terpengaruh
oleh tekanan
teman
sebaya dan
orang tua .
8.1
Pandangan dan persepsi
keragaman sumber norma
pengambilan keputusan.
8.2
Menyadari nilai-nilai
persahabatan dan
keharmonisan .
8.3
Menghargai nilai-nilai
kerjasama dan toleransi
untuk menjalin
persahabatan.
58,
59,
61,62
,
63,
65,
60,
64,
9.
Percaya diri,
mampu
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
baik.
9.1
Perilaku terhadap
pandangan dan persepsi
keunikan diri dalam
konteks kehidupan sosial.
9.2
Menerima keunikan diri
dengan segala kelebihan
dan kekurangannya.
9.3
Menampilkan keunikan
diri secara harmonis
dalam keragaman.
66,
67,
69,
71,
68,
70,
10.
Tanggungja
wab dalam
keluarga dan
sekolah,
10.1
Perilaku terhadap
norma-norma pernikahan dan
keluarga
10.2
enghargai norma-norma
pernikahan dan
berkeluarga bagi
terciptanya kehidupan
yang harmonis.
10.3
engekspresikan
keinginan untuki lebih
intensif tentang norma
pernikahan dan
berkeluarga
72,
73,
74,
75,
77,
78,
76,
(29)
11.
Mengatasi
sendiri
masalahnya,
berani
mengemuka
kan ide atau
gagasan.
11.1
Perilaku terhadap strategi
dan peluang untuk
berhemat, ulet,
bersungguh-sungguh,
dan kompetitif .
11.2
Menerima nilai-nilai
hidup hemat, ulet,
sungguh-sungguh dan
kompetitif sebagai aset
untuk mencapai hidup
mandiri
11.3
Menampilkan hidup
sehat, ulet,
sungguh-sungguh dan kompetitif
atas dasar kesadaran
sendiri.
79,
81,
82,
83,
84,
85,
80,
C.
Kemandiria
n Emosional
12.
Mengenali
Diri dan
Orang Lain
12.1
Perasaan Identitas,
mengenali dan memberi
label perasaan-perasaan
dalam diri dan orang
lain.
12.2
Bertanggungjawab,
memahami dan
menjalankan kewajiban
untuk terlibat dalam
perilaku etik, aman dan
legal.
12.3
Mengenali Kekuatan,
mengidentifikasi dan
memperkuat
kualitas-kualitas positif.
86,
87,
88,
89,
90,
91,
13.
Membuat
Keputusan-keputusan
yang
Bertanggung
jawab
13.1
Mengelola Emosi,
mengatur perasaan
sehingga dapat
membantu dan bukan
menghalangi
penanganan berbagai
situasi.
13.2
Memahami Situasinya,
memahami dengan
akurat keadaan yang
anda hadapi.
13.3
Menetapkan Tujuan dan
92,
94,
95,
(30)
Rencana kearah
pencapaian hasil-hasil
jangka tertentu.
13.4
Mengatasi Berbagai
Masalah dengan Kreatif
dan disiplin untuk
mengeksplorasi
kemungkinan mengatasi
berbagai kendala
perencanaan
96,
97,
98,
99,
14.
Peduli pada
Orang Lain
14.1
Menunjukkan Simpati,
mengidentifikasi dan
memahami pikiran dan
perasaan orang lain.
14.2
Menghormati Orang
lain, bertindak
berdasarkan welas asih.
14.3 Mengapresiasikan
Keanekaragaman,
perbedaan individual
dan kelompok dan daya
adaptasi dengan dunia
disekitar kita
100,
101,
102,
103,
104,
105,
15.
Mengetahui
Cara
Bertindak
15.1
Berkomunikasi Secara
Efektif, menggunakan
keterampilan verbal dan
non verbal dengan
orang lain.
15.2
Membangun dan
memelihara hubungan
yang sehat dan
rewarding dengan
individu dan kelompok.
15.3
Bernegosiasi dengan
Adil, berusaha
mencapai resolusi
konflik yang
memuaskan semua
fihak .
15.4
Menolak Provokasi,
tidak terlibat perilaku
yang tidak dikehendaki.
15.5
Mencari,
mengidentifikasi
kebutuhan akan bantuan
106,
107,
109,
110,
111,
112,
113,
114
115,
108,
(31)
Kisi-kisi di validasi oleh tiga orang ekspert, dari ketiga orang ekspert tersebut
memvalidasi bahwa instrument dapat dilaksanakan. Masing-masing ekspert
memberikan catatan dan perbaikan pada kisi-kisi namun pada perinsipnya dapat di
lanjutkan. Setelah di validasi oleh ekspert kisi-kisi yang di jadikan instrument di
uji cobakan kepada siswa tingkat SMA, hasilnya setelah di analisis dengan
statistik dan di konsultasikan pada tabel maka yang tidak valid di change out. Dari
sejumlah 120 item dari intrumen awal akhirnya tersisa 78 item yang mewakili
masing-masing sub variable.
4.
Uji coba program
Uji coba merupakan hal yang pokok dalam penelitian pengembangan, yang
dilakukan setelah rancangan program selesai dilakukan. Uji coba dilakukan untuk
mengetahui apakah program yang dibuat layak untuk digunakan atau tidak. Selain
itu uji coba juga dilakukan untuk melihat sejauh mana program yang dibuat dapat
mencapai sasaran dan tujuan.
dan akses ke dukungan
yang tepat dalam
berusaha memenuhi
tujuan.
15.6
Bertindak secara Etis,
berpedoman pada
prinsip atau standar
yang diambil dari
kode-kode legal/ profesional
atau sistem moral atau
tingkahlaku berbasis
keimanan/ keyakinan
dalam memutuskan dan
bertindak.
116,
118,
119,
117,
(32)
Uji coba akan dilakukan tiga kali, yaitu: pertama uji ahli atau validasi, kedua
analisis konsep, ketiga adalah revisi I, keempat, ujicoba kelompok kecil, kelima
revisi II, keenam uji coba lapangan, ketujuh telaah uji lapangan, kedelapan revisi
III dan terakhir adalah produk berupa program akhir.
Kegiatan melakukan uji coba lapangan pada langkah ke-enam secara lebih
mendalam dengan menggunakan dengan menggunakan metode Quasi
Eksperiment teknik pre-posttest control group design. Uji coba dilakukan dengan
membuat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang sebelumnya sampel
diambil dari populasi dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kemudian
program hipotetik diterapkan kepada kelompok eksperimen, selanjutnya dilihat
hasil dari penerapan program tersebut.
Uji keterbacaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan
masukan program yang akan di jadikan bahan atau materi treathmen atau
pemberlakuan, sehingga program tersebut layak untuk digunakan dalam
memandirikan siswa sebagai remaja. Untuk itu kisi-kisis uji keterbacaan di
rancang sebagai berikut:
Tabel 3.2 KISI-KISI UJI KETERBACAAN PROGRAM
No. KOMPONEN
BAIK
CUKUP
KURANG MASUKAN
1.
Persiapan Program
2.
Pembukaan, ice
breaking
3.
Sistematika Program
4.
Keseuaian materi
5.
Metode dan strategi
6.
Teknik penyajian dan
media
7.
Ketercapaian materi/
maksud, tujuan
8.
Pemahaman Program
(33)
Uji validasi untuk materi yang diprogramkan untuk treathmen di validasi
kepada 13 orang praktisi yang akan menjadi user dari program itu sendiri.
Validasi di berikan setelah peneliti memberikan/ melaksanakan masing-masing
program setiap sesi. Progam yang di sampaikan dengan menampilkan full ICT
hasil rancangan dan pembuatan secara khusus. Rancangan ICT yang di tampilkan
bermuatan prinsip untuk kebutuhan kelompok besar dalam setting tempat di kelas.
Hasil yang diberikan menunjukkan hasil baik dan cukup pada beberapa komponen
dari beberapa orang. Gambaran lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran.
(34)
BAGAN ALUR PENELITIAN
Bagan III: Bagan Alur Penelitian
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Penyusunan Rencana layanan bimbingan kelompok
Penyusunan Instrumen
Untuk mengungkap kemandirian siswa
Validasi, Uji Coba Uji Keterbacaan
Ke Konselor/ Praktisi
, Revisi
Tes Awal(Pretest)
Layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemandirian (treatmant minimal 6x)
Tes Akhir(Posttest)
Pengolahan dan analisis data
Pembahasan/ Pengolahan
(35)
5. Pelaksanaan Treathmen
Program disusun untuk beberapa kali pertemuan tersebut lengkap dengan
media ICT (Information Communication Technologie). Media ICT yang di buat
berupa narasi dengan bentuk film dan modifikasi power point dengan teknik film.
Program di buat sedetail yang memungkinkan dapat dilaksanakan dan jelas,
mudah dimengerti serta di fahami.
Masing-masing sesi dengan memperhitungkan waktu dan medianya
bervariatif agar siswa tidak menjadi jemu/ jenuh. Pelaksanaan treatmen di
laksanakan selama seminggu pada siswa baru saat pra mos dan mos.
Secara lebih spesifik proses kegiatan perlakuan program peningkatan
kemandirian siswa dilaksanakan dengan 8 sesi, yang dapat dilihat sebagaiberikut:
a. Sesi I
Pree tes dilaksanakan pada saat pra mos yang berikan kepada seluruh siswa
calon kelas 10 pada SMAN 10 Bandarlampung. Tes di laksanakan pada hari
sebelum kegiatan pra mos di laksanakan. Karena siswa baru maka peserta tes
memiliki latar belakang yang berbeda asal sekolah, sebagian dari sekolah negeri,
sebagian sekolah swasta, ada yang dari Madrasah Tsanawiyah (berlatar
keagamaan/ Islam), juga dari latar belakang keagamaan lain.
b. Sesi II
Sesi ini dilaksanakan saat siswa baru ( calon siswa kelas 10), di berikan
kegiatan pra-most hari ke-dua setelah pree tes hari sebelumnya. Saat itu siswa
(36)
yang diikutkan adalah yang sudah di beri pree-tes atau telah diseleksi secara
random. Dari 64 siswa kelompok yang di jadikan kelompok eksperimen akhirnya
diambil/ dikelompokkan satu kelas dengan jumlah 32 untuk di jadikan kelompok
sampel eksperimen dan kontrol. Materi pertama ini adalah motivasi dan kesadaran
akan belajar.
c. Sesi III
Sesi ini dilaksanakan pada hari pertama pelaksanaan mos, alokasi
waktunya adalah hari yang juga menjadi bagian dari kegiatan mos di SMAN 10
Bandarlampung. Materi pada kelas yang dipilih disesuaikan dengan program yang
disusun pada penelitian ini, untuk itu siswa yang di berikan materi sesi ke tiga ini
berjumlah 32 siswa. Materi ini disampaikan dengan tayangan bahwa belajar itu
perlu diulang dengan tayangan film logika berfikir perumpamaan hasil belajar,
kenapa kita harus belajar terus nenerus dengan diulang.
c.
Sesi IV
Sesi ke-empat ini dilaksanakan pada hari ke-dua pelaksanaan mos, alokasi
waktunya adalah hari yang juga menjadi bagian dari kegiatan mos di SMAN 10
Bandarlampung. Materi pada kelas yang dipilih disesuaikan dengan program yang
disusun pada penelitian ini, untuk itu siswa yang di berikan materi sesi ke-empat
ini berjumlah 32 siswa. Materi ini disampaikan dengan tayangan bahwa setelah
memasuki SMA siswa dihadapkan pada kenyataan pendidikan berlanjut yang
disesuaikan dengan bakat minat dan karir dengan tayangan power poin/film. Pada
sesi ke-empat ini siswa mulai diajak berfikir menentukan masa depan .
(37)
e. Sesi V
Sesi ini di berikan pada hari ke-tiga mos, juga dengan bantuan ICT berupa
tayangan power poin yang di padukan dengan penggalan film dan di setting
dengan program flash atau format film. Dalam tayangan ini siswa diarahkan untuk
dapat mengambil keputusan pilihan karirnya dengan telah dipilihnya sekolah
menengah umum (SMA) kaitannya setelah ia melanjutkan studi dan pilihan
jurusan yang ada di SMA.
f. Sesi VI
Sesi ini dilaksanakan pada hari ke-empat pelaksanaan mos pada kelas
eksperimen yang sama yaitu berjumlah 32 siswa. Materi yang di berikan sesuai
perencanaan program yang telah disusun.
g. Sesi VII
Sesi ini dilaksanakan pada hari ke-empat pelaksanaan mos pada kelas
eksperimen yang sama yaitu berjumlah 32 siswa. Materi yang di berikan sesuai
perencanaan program yang telah disusun.
h. Sesi VIII
Post tes dilaksanakan pada saat mos hari ke-enam yang berikan kepada
seluruh siswa calon kelas 10 pada SMAN 10 Bandarlampung yang telah di beri
materi layanan bimbingan klasikal dan siswa yang menjadi sampel kontrol. Tes di
laksanakan pada pagi hari sebelum kegiatan mos di laksanakan. Pelaksanaan post
tes dilaksanakan serentak dalam 2 ruangan kelas. Jumlah siswa yang di beri post
tes sebanyak 64 orang.
(38)
D.
Populasi Dan Sampel Penelitian
Furqon (2008) mendefinisikan populasi sebagai sekumpulan objek, atau
orang atau keadaan yang paling tidak memiliki satu karakteristik umum yang
sama Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek atau
subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah
semua individu yang akan dijadikan objek penelitian,\yang paling sedikit
mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 1994:221). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas 10 SMAN 10 Kota Bandarlampung. Jumlah
keseluruhan 10 SMAN 10 Kota Bandarlampung adalah 261.
Sampel dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu populasi. Sehingga
yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah empat kelas 10. Setiap kelas di
SMA N 10 Kota Bandarlampung memiliki peserta didik sebanyak 32 siswa.
Sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 128 siswa. Pemilihan
empat kelas tersebut dengan tujuan satu kelas untuk melakukan uji coba terbatas
(kecil) dengan diberikan pemberlakuan dan kemudian tiga kelas diseleksi menjadi
satu kelas untuk melakukan ujicoba menjadi kelompok kontrol dan digunakan
untuk mendapatkan produk akhir.
E.
Lokasi Dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di SMAN 10 Bandarlampung dengan
subjek penelitian siswa kelas 10. Dipilihnya siswa kelas 10 dikarenakan siswa
pada tingkatan ini baru berada di sekolah tersebut yaitu baru memasuki pada level
SMA. Pemilihan kelas 10 SMAN 10 Kota Bandarlampung karena peneliti sudah
(39)
mengenali karakteristik sekolah, baik dari program atau fasilitas yang dimiliki
oleh sekolah dan program pembinaan kesiswaan.
F.
Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data
a.
Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan secara langsung wawancara dengan informan kunci dan informan.
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut: (a) Wawancara pembicaraan informal yaitu wawancara yang bergantung
pada pertanyaan spontanitas dalam kondisi yang wajar dan suasana biasa, (b)
Wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu wawancara
yang mengaharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pertanyaan
dalam proses wawancara, dan (c) Wawancara baku terbuka yaitu wawancara yang
menggunakan seperangkat pertanyaan baku (Patton, 1980: 197).
Wawancara secara mendalam merupakan percakapan yang wajar dan tidak
merupakan tanggung jawab formal serta tidak dilakukan dalam situasi yang
memang dirancang secara serius untuk tujuan wawancara, namun demikian agar
permasalahan penelitian yang dikaji itu terjawab, maka dalam wawancara juga
dibuat suatu pedoman wawancara dengan memperhatikan fokus penelitian.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara bebas terkontrol artinya
wawancara dilakukan secara bebas sehingga diperoleh data yang luas dan
mendalam. Wawancara sebagaimana tersebut di atas juga memperhatikan
prinsip-prinsip komparabilitas dan reliabilitas secara langsung yang dapat
diarahkan dan memihak pada persoalan yang diteliti, sehingga diperlukan
(40)
pedoman wawancara. Walaupun dalam wawancara ini diperlukan pedoman
wawancara akan tetapi dalam pelaksanaannya, wawancara dibuat bervariasi dan
disesuaikan dengan situasi yang ada sehingga kelihatan luwes. Hal ini penting
dilakukan karena untuk menjaga hubungan baik antara pewawancara dan yang
diwawancarai.
Pedoman wawancara dan observasi ini tujukan untuk mendapatkan gambaran
kondisi sekolah khususnya tentang profil Bimbingan dan Konseling yang ada
yang di padukan dangan hasil observasi dalam kaitannya mendukung keberadaan
program Bimbingan dan Konseling secara komprehensif. Wawancara dan
observasi ini melibatkan Guru BK, Siswa dan pimpinan. Untuk itu kisi-kisi
tersebut di rancang sebagaiberikut:
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara Observasi
No.
ASPEK YANG DIUNGKAP
RESPONDEN
TEKNIK
Pimpinan
Guru
BK
Siswa
1.
Perencanaan a.
Mekanisme/ Prosedur
√
√
√
Wawanca
ra/
observasi
b.
Kompetensi
√
√
√
c.
Rencana dan format
program
√
√
√
2.
Materi/ Isi
a.
Sesuai
dengan
Needsasessmen
√
√
Wawanca
ra/
observasi
b.
Sesuai dengan strategi
√
c.
Dapat di evaluasi
√
3.
Pelaksanaan a.
Siapa yang terlibat
√
√
√
Wawanca
ra/
observasi
(41)
4.
Evaluasi
a.
Persiapan
√
√
Wawanca
ra/
observasi
b.
Pelaksanaan
√
√
√
c.
Tingkat keberhasilan
√
√
d.
Tindak lanjut
√
5.
Guru
Pembimbing
a.
Identitas
√
Wawanca
ra/
observasi
b.
Latar
belakang
pendidikan
√
c.
Pelatihan
√
d.
Lama bertugas
√
e.
Organisasi profesi
√
f.
Pengembangan
diri,
lain-lain
√
6.
Alokasi/
penggunaan
Waktu
√
√
Wawanca
ra/
observasi
7.
Dukungan
Sistem
√
√
Wawanca
ra/
observasi
b.
Observasi Berpartisipasi
Metode ini dilakukan dengan jalan peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mengamati dan mengumpulkan data yang ada pada SMAN 10 Kota
Bandarlampung. Pengamatan ini dilakukan sejak awal penelitian sampai
berakhirnya pengambilan data dengan tujuan untuk mengetahui kemandirian
siswa yang mendapatkan layanan Bimbingan dan Konseling komprehensif.
(42)
Agar diperoleh data penelitian yang lebih tepat, maka setiap permasalahan
yang berkaiatan dengan hasil pengamatan selalu dicatat. Proses penulisan ini
diusahakan tidak mengganggu pengamatan yang sedang dilakukan. Penulisan
dilakukan dengan cara membuat catatan lapangan yang berisi kata-kata kunci
secara singkat dalam bentuk skema. Catatan lapangan ini mencakup semua
fenomena yang teramati selama pengamatan berlangsung di SMAN 10 Kota
Bandarlampung.
Proses pengamatan berpartisipasi ini dibantu dengan pencatatan. Pencatatan
antar waktu ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan antara hasil pengamatan
yang satu dengan pengamatan berikutnya serta menghindari konsep-konsep yang
tidak berasal dari pengamatan. Perpaduan antara catatan singkat dengan hasil
diskusi dalam pengamatan yang sama, dianggap sebagai hasil catatan lapangan
sudah sempurna dan final.
G.
Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, data-data yang diperoleh dari lapangan
perlu disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal dalam analisis
data (Spredly, 1980: 66).Proses analisis data dilakukan secara terus menerus
dalam proses pengumpulan data selama penelitian berlangsung. Data yang telah
diperoleh dari lapangan kemudian akan dianalisis dengan melakukan reduksi
terhadap jawaban dari subyek, yang kemudian dipersentasekan dan pada tahap
akhir dengan mengambil kesimpulan.
Data yang terkumpul sebagian besar dianalisis secara kualitatif.
Sementara itu, analisis kuantitatif dilakukan untuk menguji efektivitas model,
(43)
yakni dengan menggunakan teknik ANAVA satu jalur, selain teknik statistik
lainnya untuk mendeskripsikan kondisi dan karakteristik riil temuan dari
lapangan.
(44)
(45)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab lima penelitian ini memaparkan tentang kesimpulan dan rekomendasi
penelitian. Kesimpulan penelitian ini merupakan hasil temuan di lapangan yang
digunakan untuk mengembangkan program. Pada rekomendasi peneliti
mengarahkan kepada pihak perguruan tinggi, sekolah khusunya guru Bimbingan
dan Konseling, ABKIN dan peneliti selanjutnya.
A.
Kesimpulan
Berdasarkan gambaran data yang ada pada siswa SMA Negeri 10 Bandar
Lampung khususnya kelas 10 siswanya merupakan remaja yang masuk pada
kategori remaja dan akan beralih kepada masa dewasa. Beberapa kesimpulan
yang dapat diambil setelah melakukan penelitian di SMA N 10 Bandar Lampung
adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kemandirian yang ada menunjukkan bahwa siswa memiliki tingkat
kemandirian yang rendah menuju ke arah tinggi. Gambaran tersebut dapat
diartikan juga siswa sudah memiliki kemandirian dengan tiga aspek yang di
ungkap pada penelitian ini.
Diketahui kemandirian siswa memiliki peningkatan yang signifikan kecuali
pada indicator yang kedua pada aspek kemandirian nilai. Pada aspek
kemandirian nilai dengan indicator nilai-nilai yang abstrak (moral).
(46)
Aspek kemandirian nilai yang terbukti mengalami peningkatan yang cukup
signifikan adalah pada indikator kemandirian nilai yang diberikan orang tua
atau orang dewasa .
Aspek kemandirian perilaku indikator yang paling tinggi adalah pada
kemandirian untuk mengatasi sendiri masalahnya, berani mengemukakan ide
atau gagasan. Kemandirian perilaku pada mengatasi masalah, berani
mengemukakan ide atau gagasan yang terjadi pada siswa kelas 10 atau masih
tergolong pada remaja madya.
Aspek kemandirian emosi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
diketahui indikator mengetahui cara bertindak mengalami peningkatan paling
tinggi.
1.
Program Bimbingan kelompok ini masih belum dapat meningkatkan aspek
kemandirian nilai dengan indicator nilai-nilai yang abstrak (moral).
2.
Program bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kemandirian siswa,
terbukti baik dari hasil uji tabulasi maupun uji statistik menunjukkan bahwa
siswa yang di beri pelayanan bimbingan klasikal mnunjukkan perubahan yang
signifikan.
B.
Rekomendasi
Sesuai dengan teori dan rumusan yang di buat oleh ABKIN, bahwa hasil
dari layanan yang di berikan akan me njadikan siswa sebagai konseli menjadi
mandiri. Untuk mandiri siswa harus mendapatkan pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah seperti yang
diterbitkan dalam buku III oleh Direktorat Pembina SMA tahun 2010, berupa
(47)
pengembangan diri melalui kegiatan bimbingaqn dan konseling dan kegiatan
ekstra kurikuler, maka masih banyak cara, metode, strategi maupun teknik
konseling yang dapat di laksanakan. Untuk itu semua perlu di sempurnakan
dengan diuji keefektifannya. Hal ini berarti bimbingan kelompok besar, seting
kelas merupakan salah satu bentuk straategi layanan dalam membimbing dan
mengkonseling siswa. Menyadari akan itu tentu perlu penelitian yang lebih luas
lagi, khususnya dalam mengoptimalkan tugas perkembangan siswa di sekolah
untuk menjadi mandiri. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut.
1.
Bagi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor
Bimbingan dan konseling klasikal (kelompok besar/ big group)menjadi
salah satu acuan strategi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,
apa lagi dalam menghadapi kendala tuntutan jumlah siswa yang harus mendapat
pelayanan sedangkan waktu kesempatan untuk bertemu dengan siswa terbatas
(dibatasi). Pengembangan program bimbingan klasikal harus menjadi salah satu
potensi yang harus dimiliki oleh konselor/ guru bimbingan dan konseling.
2.
Bagi ABKIN
ABKIN dapat menfasilitasi konselor dengan memberikan ajuan kepada
pemerintah dalam hal ini departemen Pendidikan Nasional agar pelaksanaan
bimbingan klasikal dapat dilaksanakan di seluruh jenjang pendidikan dengan
mengalokasikan Waktu 1 – 2 jam per-minggu. Dengan demikian dalam pelayanan
bimb ingan dan konseling yang mengharuskan setiap siswa mendapatkan layanan
(48)
akan terlayani, dan dalam pelayanannya menjadi baik karena pasti dan harus
berarti akan dimulai dengan persiapan dan program tersendiri yang baik.
3.
Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya bisa melakukan dapat mengembangkan program
strategi layanan bimbingan yang lainnya yang dapat meningkatkan self autonomi
pada siswa, sehingga Bimbingan dan Konseling komprehensif dapat di laksanakan
dengan lebih operasional lagi. Peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih
menggali upaya dalam meningkatkan kemandirian pada aspek nilai yang berkaitan
dengan nilai yang abstrak atau moral. Aspek kemandirian nilai dengan indikator
nilai-nilai yang abstrak (moral) yang masih belum meningkat secara signifikan.
(49)
Ahman, Karnoto, Sunaryo Kartadinata. (2003). Kubus Tugas Perkembangan: Suatu
Model Rekabangun Tugas Perkembangan Bagi Kepentingan bimbingan dan Konseling dalam Jurnal Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11
Mei 2003.
Baker, Stanley B., Edwin R. Gerler Jr. (2004). School Counseling for The
Twenty-First Century, Fourth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Borg, W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Bowers, L.J., dan Hatch, A.P. (2002). The National Model for School Counseling
Programs. American School Counselor Association.
Craig, R.L, dkk. (1978). Training and Development Handbook: A Guide to Human
Resource Development. New York: McGraw-Hill Book Company.
Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. 3th New Jersey: Pearson Education, Inc.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional. (2007).
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Profesi Guru Prajabatan.
Erford, B.T. (ed.). (2004). Professional School Counseling: A Handbook of
Theories, Programs & Practices. Austin, Texas: CAPS Press.
Erford, Bradley T. (2007). Transforming the School Counseling Profession, Second
Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Fraenkel, R.J., & Wallen, E.N. (1993). How to Design and Evaluate Research in
Education. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
Gladding, S.T. (1992). Counseling A Comprehensive Profession. 2nd ed. New York: Macmillan Publishing Companya.
---, (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall
(50)
---, (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling
Program, 4th edition. Alexandria: American Counseling Association.
Galassi, John P.&Patrick Akos. (2004). Developmental Advocacy: Twenty-First
Century School Counseling dalam Journal of Counseling and Development,
Volume 82, Spring 2004
Kartadinata, Sunaryo. (2003). Bimbingan dan Konseling Perkembangan:Pendekatan
Alternatif bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11
Mei 2003.
Schmidt, John j. (1993). Counseling in Schools: Essential Services and
Comprehensive Programs. USA: Allyn and Bacon.
Sprinthall, C. Richard, Norman A. Sprinthall. (1974). Educational Psikology: A
Developmental Approach. Philipine: Addison-Wesley Publishing Company.
Schmidt, John.J. (1999). Counseling in Schools: Essential Services and
Comprehensive Programs. 3rd. Boston: Allyn and Bacon.
Shertzer and Stone. (1980). Fundamentals of Counseling. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. (2008). Bimbingan & Konseling: Konsep & Aplikasi.Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). (2003). Bandung: Fokusmedia.
Archer Sally L, 1994, Intervention for Adolescent Identity Development, Newbury Park: Sage Publiscation Inc
Dacey, John & Mauren Kenny, 1997,2-nd ed, Adolescent Development, Chicago: Brown & Benchmark Publisher.
Depdikbud, 1994, Kurikilum Sekolah Menengah Umum, Buku Petunjuk
(51)
Garrison Karl C./Garrison Karl C Jr, 1975, Psychology of Adolescence, New Jersey: Englewood Cliffs.
John Mc Leod, 2003, Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus, Jakarta, Kencana Kroger J, 1997, 2-nd ed Identity in Adolescence, The Balance Between Self and
other, London, New York: Rourletge.
Kumpulan Permen Diknas, 2008.
Santrock John W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga
Santrock John W, 2003.Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Steinberg L, 2002, 3-rd ed, Adolescence, New York: McGraw-Hll Inc.
Tatiek Romlah. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang
(1)
142
142
Aspek kemandirian nilai yang terbukti mengalami peningkatan yang cukup signifikan adalah pada indikator kemandirian nilai yang diberikan orang tua atau orang dewasa .
Aspek kemandirian perilaku indikator yang paling tinggi adalah pada kemandirian untuk mengatasi sendiri masalahnya, berani mengemukakan ide atau gagasan. Kemandirian perilaku pada mengatasi masalah, berani mengemukakan ide atau gagasan yang terjadi pada siswa kelas 10 atau masih tergolong pada remaja madya.
Aspek kemandirian emosi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui indikator mengetahui cara bertindak mengalami peningkatan paling tinggi.
1. Program Bimbingan kelompok ini masih belum dapat meningkatkan aspek kemandirian nilai dengan indicator nilai-nilai yang abstrak (moral).
2. Program bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kemandirian siswa, terbukti baik dari hasil uji tabulasi maupun uji statistik menunjukkan bahwa siswa yang di beri pelayanan bimbingan klasikal mnunjukkan perubahan yang signifikan.
B. Rekomendasi
Sesuai dengan teori dan rumusan yang di buat oleh ABKIN, bahwa hasil dari layanan yang di berikan akan me njadikan siswa sebagai konseli menjadi mandiri. Untuk mandiri siswa harus mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah seperti yang diterbitkan dalam buku III oleh Direktorat Pembina SMA tahun 2010, berupa
(2)
143
143
pengembangan diri melalui kegiatan bimbingaqn dan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler, maka masih banyak cara, metode, strategi maupun teknik konseling yang dapat di laksanakan. Untuk itu semua perlu di sempurnakan dengan diuji keefektifannya. Hal ini berarti bimbingan kelompok besar, seting kelas merupakan salah satu bentuk straategi layanan dalam membimbing dan mengkonseling siswa. Menyadari akan itu tentu perlu penelitian yang lebih luas lagi, khususnya dalam mengoptimalkan tugas perkembangan siswa di sekolah untuk menjadi mandiri. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut.
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor
Bimbingan dan konseling klasikal (kelompok besar/ big group)menjadi salah satu acuan strategi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, apa lagi dalam menghadapi kendala tuntutan jumlah siswa yang harus mendapat pelayanan sedangkan waktu kesempatan untuk bertemu dengan siswa terbatas (dibatasi). Pengembangan program bimbingan klasikal harus menjadi salah satu potensi yang harus dimiliki oleh konselor/ guru bimbingan dan konseling.
2. Bagi ABKIN
ABKIN dapat menfasilitasi konselor dengan memberikan ajuan kepada pemerintah dalam hal ini departemen Pendidikan Nasional agar pelaksanaan bimbingan klasikal dapat dilaksanakan di seluruh jenjang pendidikan dengan mengalokasikan Waktu 1 – 2 jam per-minggu. Dengan demikian dalam pelayanan bimb ingan dan konseling yang mengharuskan setiap siswa mendapatkan layanan
(3)
144
144
akan terlayani, dan dalam pelayanannya menjadi baik karena pasti dan harus berarti akan dimulai dengan persiapan dan program tersendiri yang baik.
3. Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya bisa melakukan dapat mengembangkan program strategi layanan bimbingan yang lainnya yang dapat meningkatkan self autonomi pada siswa, sehingga Bimbingan dan Konseling komprehensif dapat di laksanakan dengan lebih operasional lagi. Peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih menggali upaya dalam meningkatkan kemandirian pada aspek nilai yang berkaitan dengan nilai yang abstrak atau moral. Aspek kemandirian nilai dengan indikator nilai-nilai yang abstrak (moral) yang masih belum meningkat secara signifikan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Karnoto, Sunaryo Kartadinata. (2003). Kubus Tugas Perkembangan: Suatu
Model Rekabangun Tugas Perkembangan Bagi Kepentingan bimbingan dan Konseling dalam Jurnal Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11
Mei 2003.
Baker, Stanley B., Edwin R. Gerler Jr. (2004). School Counseling for The
Twenty-First Century, Fourth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Borg, W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Bowers, L.J., dan Hatch, A.P. (2002). The National Model for School Counseling
Programs. American School Counselor Association.
Craig, R.L, dkk. (1978). Training and Development Handbook: A Guide to Human
Resource Development. New York: McGraw-Hill Book Company.
Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. 3th New Jersey: Pearson Education, Inc.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional. (2007).
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Profesi Guru Prajabatan.
Erford, B.T. (ed.). (2004). Professional School Counseling: A Handbook of
Theories, Programs & Practices. Austin, Texas: CAPS Press.
Erford, Bradley T. (2007). Transforming the School Counseling Profession, Second
Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Fraenkel, R.J., & Wallen, E.N. (1993). How to Design and Evaluate Research in
Education. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
Gladding, S.T. (1992). Counseling A Comprehensive Profession. 2nd ed. New York: Macmillan Publishing Companya.
---, (1995). Group Work: A Counseling Specialty. New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall
(5)
Gysbers, N.C., & Henderson, P. (1988). Developing and Managing Your School
Guidance Program. Washington, D.C.: American Association for Counseling
and Development.
---, (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling
Program, 4th edition. Alexandria: American Counseling Association.
Galassi, John P.&Patrick Akos. (2004). Developmental Advocacy: Twenty-First
Century School Counseling dalam Journal of Counseling and Development,
Volume 82, Spring 2004
Kartadinata, Sunaryo. (2003). Bimbingan dan Konseling Perkembangan:Pendekatan
Alternatif bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11
Mei 2003.
Schmidt, John j. (1993). Counseling in Schools: Essential Services and
Comprehensive Programs. USA: Allyn and Bacon.
Sprinthall, C. Richard, Norman A. Sprinthall. (1974). Educational Psikology: A
Developmental Approach. Philipine: Addison-Wesley Publishing Company.
Schmidt, John.J. (1999). Counseling in Schools: Essential Services and
Comprehensive Programs. 3rd. Boston: Allyn and Bacon.
Shertzer and Stone. (1980). Fundamentals of Counseling. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. (2008). Bimbingan & Konseling: Konsep & Aplikasi.Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). (2003). Bandung: Fokusmedia.
Archer Sally L, 1994, Intervention for Adolescent Identity Development, Newbury Park: Sage Publiscation Inc
Dacey, John & Mauren Kenny, 1997,2-nd ed, Adolescent Development, Chicago: Brown & Benchmark Publisher.
Depdikbud, 1994, Kurikilum Sekolah Menengah Umum, Buku Petunjuk
(6)
Djudju Sudjana,1996, Sekolah Unggul Harus Mampu Melahirkan Kemandirian, Mimbar Pendidikan Tahun XV no 3 Bandung: University Press IKIP
Garrison Karl C./Garrison Karl C Jr, 1975, Psychology of Adolescence, New Jersey: Englewood Cliffs.
John Mc Leod, 2003, Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus, Jakarta, Kencana Kroger J, 1997, 2-nd ed Identity in Adolescence, The Balance Between Self and
other, London, New York: Rourletge.
Kumpulan Permen Diknas, 2008.
Santrock John W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga
Santrock John W, 2003.Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Steinberg L, 2002, 3-rd ed, Adolescence, New York: McGraw-Hll Inc.
Tatiek Romlah. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang