PROGRAM BIMBINGAN BELAJAR BERBASIS PENDEKATAN HUMANISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK.

(1)

PROGRAM BIMBINGAN BELAJAR BERBASIS PENDEKATAN HUMANISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR

PESERTA DIDIK

(Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Oleh

GUSNARWANTO 1010027

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Gusnarwanto, 2013

LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis

PROGRAM BIMBINGAN BELAJAR BERBASIS PENDEKATAN HUMANISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR

PESERTA DIDIK

(Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah

Tahun Pelajaran 2012/2013) Oleh

Gusnarwanto NIM. 1010027

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

PEMBIMBING I

Dr. Mamat Supriatna, M.Pd. NIP. 19600829 198703 1 002

PEMBIMBING II

Dr. Suherman, M.Pd. NIP. 195903311986031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Program Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah)”ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Mei 2013 Yang membuat pernyataan


(4)

Gusnarwanto. (2013). Program Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013).

Kemandirian menjadi masalah penting sepanjang kehidupan manusia. Fenomena yang terjadi di sekolah, masih banyak peserta didik yang belum memiliki kemandirian belajar yang cukup baik, sehingga memerlukan bimbingan untuk meningkatkan kemandirian belajar. Penelitian ini bertujuan menghasilkan program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik. Metode penelitian adalah eksperimen kuasi dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program bimbingan belajar efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik. Pencapaian kategori kemandirian belajar peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik SMP Negeri se Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 sebagian besar berada pada kategori cukup mandiri. Rekomendasi ditujukan untuk guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah, dan dinas pendidikan yaitu program ini dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan kemandirian belajar. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan kembali metode penelitian dan penyusunan instrumen.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR MATRIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Penjelasan Istilah ... 14

E. Kerangka Berpikir ... 20

BAB II. KEMANDIRIAN BELAJAR DAN BIMBINGAN BELAJAR BERBASIS PENDEKATAN HUMANISTIK ... 21

A. Konsep Dasar Kemandirian Belajar ... 21

B. Pandangan Teoretik tentang Kemandirian Belajar ... 31

C. Konsep Bimbingan Belajar ... 43

D. Kerangka Teoretik Program Bimbingan Belajar Berdasarkan Pendakatan Humanistik ... 50

F. Penelitian Terdahulu ... 68

G. Hipotesis Penelitian ... 70

BAB III. METODE PENELITIAN ... 71

A. Desain, Metode dan Desain Penelitian ... 71

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 72

C. Alur Penelitian ... 74

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 75

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82


(6)

H. Teknik Analisis Data ... 97

I. Tahapan Penelitian ... 102

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 103

A. Hasil Penelitian ... 103

B. Pembahasan ... 129

C. Keterbatasan Penelitian ... 146

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 148

A. Kesimpulan ... 148

B. Rekomendasi ... 149


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 ... Desai

n Penelitian ... 72

3.2 ... Popul asi Penelitian ... 73

3.3 ... Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Peserta Didik (Sebelum Penimbangan dan Uji Coba) ... 83

3.4 ... Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Peserta Didik (Setelah Penimbangan dan Uji Coba) ... 84

3.5 ... Hasil Uji Validitas Item Kemandirian Belajar Peserta Didik ... 87

3.6 ... Pedo man Interpretasi Koefisien Korelasi ... 89

3.7 ... Kuesi oner Terbuka Uji validitas ... 91

3.8 ... Hasil Penimbangan Pakar dan Praktisi ... 92

3.9 ... Peng embangan Program Bimbingan ... 96

3.10... Kete ntuan Pola Penskoran ... 97

3.9 Konversi Skor ... 98

3.10 Skor Nilai ... 99

3.11 Status Kemandirian Belajar ... 99

4.1 ... Profil Kemandirian Belajar Peserta Didik Tiap Sekolah ... 104

4.2 ... Gam baran Kemandirian Belajar Peserta didik Se-Kecamatan ... 106

4.3 ... Gam baran Kondisi Awal Subjek Penelitian ... 112

4.4 Hasil Uji Normalitas ... 122


(8)

4.7 Hasil Uji t Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol tiap Dimensi .. 123 4.8 Hasil Uji t Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol tiap Indikator . 124 4.9 Hasil Uji t Data Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 125 4.10 Hasil Uji t Data Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol tiap Dimensi... 126 4.11 Hasil Uji t Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol tiap Indikator .. 127


(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 4.2

Profil Umum Kemandirian belajar Peserta Didik SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan ……...

Gambaran Indikator Kemandirian belajar Peserta Didik SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan pada Dimensi Kemandirian Emosional ………...

104 109

4.3 Gambaran Indikator Kemandirian belajar Peserta Didik SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan pada Dimensi Kemandirian Perilaku ………... 110 4.4 Gambaran Indikator Kemandirian belajar Peserta Didik SMP

Negeri se-Kecamatan Sungaiselan pada Dimensi Kemandirian Nilai ………... 111 4.5 Gambar Rata-rata Skor Umum Kemandirian Belajar Postest antara


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Gambar Kerangka Berpikir ... 20

2.1 Gambar Model Orientasi Tanggungjawab Pribadi ... 30

2.2 Faktor-faktor dalam kemandirian belajar ... 41

2.3 Faktor yang mempengaruhi siswa dalam kemandirian belajar ... 42

2.4 Gambar Area Wilayah Bimbingan ... 43

3.1 Gambar Alur Penelitian ... 64

3.2 Rancangan Penelitian ... 64


(11)

DAFTAR MATRIK

Matrik Halaman

2.1 ... Pend ekatan Teori Belajar ... 46 2.2 ...

Tahapan Pelaksanaan Program Bimbingan Belajar Berbasis

pendekatan humanistik ... 63 2.3 ... Form


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat-surat Penelitian

2. Program Hipotetik Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik 3. Program Tested Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik 4. SKLBK

5. Hasil Perhitungan Statistik 6. Dokumentasi


(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Gusnarwanto dilahirkan di Belinyu Kabupaten Bangka pada tanggal 30 Agustus sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sarwan Ronomarto dan Ibu Ngadiyem.

Lulus dari SD Negeri 443 Belinyu pada tahun 1994, kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Belinyu lulus tahun 1997. Sekolah menengah atas di tempuh di SMA Negeri 1 Belinyu lulus tahun 2000. Menempuh jenjang D1 Komputer di Bina Sarana Informatika (BSI) jurusan Manajemen Informatika lulus tahun 2001. Kemudian pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Muhammadiyah Purworejo Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2006 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di SMP 2 Sungaiselan sebagai guru Bahasa Inggris. Ketua dan Staf Pengajar Bimbel Bintang Prestasi 2009-sekarang, pengajar di PKBM Bintang Prestasi 2010-sekarang dan kemudian melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.


(14)

ABSTRAK

Gusnarwanto. (2013). Program Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

Tujuan akhir penelitian ini adalah menghasilkan program program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik. Metode penelitian adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan pendekatan kuantitatif menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sampel penelitian 26 orang dari populasi penelitian sebanyak 250 orang peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 dengan sampel sejumlah 26 peseta didik yang memiliki kemandirian belajar cukup mandiri. Hasil penelitian diperoleh program bimbingan belajar efektif untuk meningkatkan seluruh dimensi kemandirian belajar. Pencapaian kategori mandiri menunjukkan bahwa peserta didik SMP Negeri se Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 sebagian besar berada pada kategori cukup mandiri dan kurang mandiri, hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil dari ketercapaian dimensi dan indikator kemandirian belajar. Rekomendasi yaitu bagi guru Bimbingan dan Konseling (BK) dapat dijadikan rujukan dalam memperluas lagi kajian bimbingan untuk peserta didik khususnya di kecamatan Sungaiselan dan pada umumnya di kabupaten Bangka Tengah, kemudian untuk peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan kembali, (1) metode penelitian; (2) populasi dan sampel penelitian.

Kata kunci: Program bimbingan belajar, pendekatan humanistik, kemandirian belajar


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pada era globalisasi, perkembangan berbagai dimensi kehidupan terjadi sangat cepat. Perkembangan yang begitu cepat juga berpengaruh terhadap dimensi pendidikan. Agar mampu terlibat dalam persaingan era globalisasi, maka Indonesia perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk mutu pendidikan.

Mutu pendidikan merupakan hal penting yang terdiri atas proses dan hasil. Bahan ajar, metodologi yang digunakan, sarana prasarana, dukungan administrasi, serta berbagai sumber daya dan upaya penciptaan suasana yang nyaman untuk belajar merupakan berbagai input untuk mencapai mutu dalam proses pendidikan (Kunandar, 2009:3). Hasil pendidikan dalam konteks mutu pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Kualitas pendidikan masih menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Laporan tiga tahunan yang diterbitkan PISA 2009 (Programme for International Student Assessment) yang menempatkan Indonesia berada di peringkat 10 terbawah dari 65 negara, di mana kemampuan membaca peserta didik peringkat 57, matematika peringkat 61, dan ilmu pengetahuan alam peringkat 60 (http://pisaindonesia.wordpress.com).


(16)

untuk mengembangkan potensi secara optimal dan menjadi individu yang siap berdaya saing menghadapi persaingan global.

Solusi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia yaitu: (1) peningkatkan pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun yang bermutu; (2) pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan, seperti masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah konflik atau masyarakat penyandang cacat; (3) peningkatkan penyediaan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan atau pendidikan nonformal yang bermutu; (4) peningkatkan penyediaan dan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan; dan (5) peningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan (Kunandar, 2009:6-7).

Pendidikan sebagai agen perubahan memiliki peranan dalam pengubahan sikap dan perilaku individu dengan mengembangkan potensi, meningkatkan diri menuju kedewasaan mental melalui pendidikan yang dibimbing oleh guru.

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang penting dalam pendidikan, karena dalam proses inilah akan dicapai tujuan pendidikan yang diwujudkan melalui perubahan bentuk perilaku peserta didik. Untuk mencapai tujuan pendidikan diatas, maka diperlukan berbagai unsur yang menunjangnya, diantaranya adalah peserta didik, guru dan sarana prasarana. Untuk memperoleh tercapainya tujuan itu, maka dalam proses mengajar guru harus selalu berusaha menciptakan situasi dan kondisi yang nyaman bagi peserta didik sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar bagi peserta didik.


(17)

Setiap peserta didik dalam proses pembelajaran selalu dibimbing untuk menjadi peserta didik yang mandiri, dan setiap individu harus belajar menjadi mandiri sehingga dapat mencapai kemandirian. Pernyataan ini tertuang dalam tujuan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, merupakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemandirian merupakan hal penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Kesiapan emosional, perilaku dan nilai untuk mengatur, melakukan aktivitas, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri merupakan hal yang dituntut dalam kemandirian seseorang.

Untuk mencapai kemandirian peserta didik diperlukan usaha yang tidak mudah, melainkan dibutuhkan bantuan dari orang lain dan lingkungan yang ada disekitarnya. Peserta didik memerlukan bimbingan untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan. Perkembangan kemandirian peserta


(18)

keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Blocher (Suherman, 2008) people do not growth and develop in a vacuum. Pernyataan ini menegaskan perkembangan individu banyak dipengaruhi oleh lingkungan.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk membantu menumbuhkan kemandirian peserta didik di sekolah dengan cara bekerjasama dengan semua komponen pendidikan di sekolah, menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan ruang bagi perkembangan peserta didik.

Sekolah harus menyediakan layanan yang dapat membantu peserta didik untuk mencapai perkembangannya melalui layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling yang merupakan salah satu komponen yang ada di sekolah berperan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bimbingan dan konseling merupakan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik agar mampu memahami diri dan lingkungannya, menerima diri, mengembangkan diri secara optimal (Yusuf dan Nurihsan, 2010).

Pentingnya kemandirian remaja didasarkan kepada pertimbangan bahwa pencapaian kemandirian merupakan dasar untuk menjadi dewasa yang sempurna. Menurut Steinberg (2002:288) kemandirian diartikan sebagai self governing person, yaitu kemampuan individu atau seseorang untuk bergantung pada diri sendiri.

Pernyataan Steinberg di atas bermakna bahwa individu yang mandiri adalah individu yang memiliki kemampuan bergantung kepada individu itu sendiri tanpa bantuan orang lain baik.


(19)

Lerner (Suherman, 2008:323) menyatakan konsep kemandirian (autono my) mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

Dari pernyataan di atas, kemandirian diartikan sebagai kemampuan individu bergantung pada dirinya sendiri, bebas bertindak, tidak terpengaruh dengan lingkungan, tanpa bergantung dengan orang lain. Dengan adanya kemandirian yang dimiliki oleh setiap individu akan membantu individu itu agar mampu menghadapi setiap situasi dan persoalan yang ada.

Hill & Holmbeck (Santrock, 2003:191) mengemukakan bahwa keman-dirian remaja bukanlah sebuah dimensi kepribadian tunggal yang secara konsisten tampak dalam setiap perilaku namun dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam pengasuhan, budaya, faktor demografi dan otonomi remaja. Hill dan Steinberg (Santrock, 2003:191) mengemukakan bahwa pengasuhan autoritarian berkaitan dengan kemandirian remaja yang rendah. Kadel & Leeser (Santrock, 2003:191) mengemukakan bahwa pengasuhan yang demokratis biasanya berkaitan dengan peningkatan kemandirian remaja.

Merujuk penelitian Aspin (2007:6) tidak sedikit remaja yang berupaya menentukan pilihan-pilihan kegiatannya atas dasar pertimbangan yang rasional, baik dari sisi kompetensi pribadi dan minatnya terhadap pilihan tersebut. Sebagai contoh, apabila ingin melanjutkan ke sekolah lanjutan, maka remaja berupaya memilih sekolah atau jurusan yang diminatinya serta sesuai dengan kemampuan dirinya. Remaja yang memiliki hambatan dalam tugas perkembanganya akan


(20)

memiliki permasalahan yang tidak terselesaikan dan menyebabkan remaja itu menjadi kurang mandiri.

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Menurut Havinghurst (Hurlock, 1994:10) menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian. Pada masa remaja, adanya perubahan dan pergerakan dalam diri individu pada masa kanak-kanak dari tipe ketidakmandirian menuju kemandirian individu pada masa dewasa (Steinberg, 2002:288).

Masa remaja adalah periode perkembangan di mana individu mendesak untuk mendapat kemandirian (otonomi) dan berusaha untuk mengembangkan jati diri mereka (Santrock, 2003:184). Penelitian Tananishi, 1993; Lerner, Entwisle, & Mauser, 1994 (Santrock, 2003:17) menyatakan bahwa meskipun kebanyakan remaja mengalami transisi dari masa anak ke masa dewasa yang lebih positif dibandingkan dengan yang digambarkan oleh orang dewasa dan media, banyak juga remaja sekarang ini yang tidak memperoleh cukup kesempatan dan dukungan untuk menjadi orang dewasa yang kompeten.

Pada dasarnya remaja masih belum mampu memandirikan dirinya termasuk dalam belajar. Peran guru pembimbing sebagai orang dewasa yang turut bertanggung jawab membantu peserta didik agar memiliki kemandirian dan kemampuan dalam membuat keputusan sangat diperlukan oleh remaja atau peserta didik. Salah satu bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing yang tepat untuk membantu peserta didik atau remaja adalah melalui bimbingan belajar.


(21)

Hasil penelitian Antono (2012) terhadap peserta didik kelas VIII MTs Al Uswah Semarang menunjukkan bahwa kontribusi layanan informasi dalam bidang bimbingan belajar dan kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar. Kemandirian belajar peserta didik menunjukkan bahwa 13% dalam kategori sangat baik, 74% berada pada kategori baik, dan 13% dalam kategori kurang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan juga bahwa adanya kontribusi layanan informasi dan Kecerdasan emosional dalam bidang bimbingan belajar terhadap kemandirian belajar siswa.

Remaja yang mampu mengembangkan kemandirian yang merupakan bagian penting untuk membangun identitas dan mampu mengembangkan tugas dasar perkembangan pada tahap usia remaja. Hal ini diungkapkan oleh Steinberg (2002:288)

For most adolescents, establishing a sense of autonomy is as important a part of becoming an adult as is establishing a sense of identity. Becoming an autonomous person-a self governing person-is one of the fundamental developmental tasks of the adolescent years.

Pernyataan Steinberg di atas menegaskan bahwa kebanyakan remaja, mengembangkan kemandirian merupakan bagian yang sama penting untuk menjadi dewasa dan membentuk identitas diri. Menjadi orang yang mandiri yang tidak tergantung dengan orang lain merupakan tugas perkembangan fundamental pada masa remaja.

Remaja mulai melepaskan ketergantungan terhadap orang tua serta mulai memiliki keyakinan-keyakinan baru yang kemudian dimanifestasikan dalam perilaku-perilaku tertentu. Perilaku yang ditunjukkan di sekolah adalah


(22)

kemampuan mengambil keputusan serta tidak mudah terpengaruh dengan konformitas.

Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan individu yang berada pada rentang 13-15 tahun yang merupakan masa remaja awal. Masalah kemandirian belajar secara khusus bagi peserta didik SMP kelas VIII berkaitan dengan rentang remaja awal antara 13-14 tahun. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian, hal tersebut dikemukakan oleh Havighurst (Hurlock, 1994:10).

Peserta didik dikatakan telah mampu belajar secara mandiri dalam proses pembelajaran di sekolah apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Kemandirian merupakan suatu keadaan di mana individu lepas dari ketergantungan dengan orang lain.

Kemandirian belajar merupakan suatu aktivitas dalam proses belajar atas dorongan dan kemauan sendiri, pilihan sendiri, di mana peserta didik mampu merencanakan dan menentukan pilihan dan keputusan, bertanggung jawab atas setiap pilihannya serta tidak bergantung dengan orang lain. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar, tidak akan tergantung pada kehadiran guru di kelas dalam menyampaikan materi, tetapi sudah bisa secara mandiri belajar sendiri dengan atau tanpa adanya guru di kelas.

Salah satu bidang dari bimbingan dan konseling adalah bimbingan belajar. Bimbingan belajar memiliki peranan penting dalam perencanaan belajar sehingga nantinya dapat menjadi orang yang berhasil dalam menenpuh pendidikan. Bimbingan belajar memiliki peran penting dalam usaha membantu


(23)

individu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik (Yusuf dan Nurihsan, 2010: 10).

Penelitian Heru Sriyono (2011) di SMP Panti Asuhan Desa Putera Jakarta, menunjukkan 51,65% peserta didik memiliki sikap mandiri belajar, sedangkan 48,35% peserta didik tidak memiliki kemandirian belajar; 45,97% peserta didik memiliki kesanggupan belajar, sedangkan 54,03%, peserta didik tidak memiliki kesanggupan dan kebutuhan belajar; 54,88% peserta didik memiliki keinginan cita-cita masa depan, sedangkan 45, 12% peserta didik kurang memiliki keinginan cita-cita masa depan; 58,18% peserta didik memiliki kemandirian dan kemampuan belajar, sedangkan 41,82% peserta didik kurang memiliki kemandirian dan kemampuan dalam belajar; 57,18% peserta didik tertarik dalam belajar, sedangkan 42,82% peserta didik menyatakan bahwa kegiatan yang dijalani selama ini tidak menarik.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kemandirian belajar peserta didik SMP merupakan hal penting untuk dikembangkan agar peserta didik memiliki sikap mandiri belajar, memiliki kesanggupan dalam belajar, memiliki kemandirian dan kemampuan belajar serta memiliki cita-cita masa depan.

Kemandirian belajar didasari oleh orientasi pendekatan humanistik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cafferella bahwa humanisme mendominasi orientasi teoretis yang mendasari kemandirian belajar (Cafferella, 1993). Humanis percaya bahwa individu didorong ke arah aktualisasi diri (Owen, 2002). Brockett & Hiemstra (1991) menyatakan bahwa orientasi tanggungjawab pribadi


(24)

menggambarkan hubungan antara humanisme dan pengarahan diri sendiri dalam pembelajaran orang dewasa (sdlearning.pbworks.com).

Pernyataan di atas menekankan bahwa pengarahan diri dalam pembelajaran dan pendekatan humanistik bisa digunakan untuk mengembangkan kemandirian belajar. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Alwisol (2009:265) bahwa pendekatan humanistik menekankan manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri, rasional, utuh, mudah berubah. Bimbingan belajar dengan pendekatan humanistik dilakukan dengan mengintegrasikan bimbingan belajar yang di dalamnya memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan tanggung jawab dalam belajar, pengambilan keputusan, mengurangi perilaku ketergantungan terhadap adanya orang lain dalam kegiatan belajarnya, dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya sehingga peserta didik dapat mewujudkan diri secara bermakna serta sukses dalam menjalin kehidupannya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada kajian tentang bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Fakta empirik yang telah diuraikan di atas mengindikasikan bahwa pengembangan kemandirian belajar peserta didik yang meliputi dimensi (1) kemandirian emosional, (2) kemandirian perilaku, dan (3) kemandirian nilai.


(25)

Layanan bimbingan dan konseling pada jalur menegaskan bahwa konteks tugas konselor adalah untuk membantu secara maksimal dalam memfasilitasi konseli mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya secara optimal. Salah satu potensi yang seyogyanya berkembang pada diri konseli adalah kemandirian, seperti kemampuan mengambil keputusan penting dalam perjalanan hidupnya yang berkaitan dengan pendidikan maupun persiapan karir. Dengan demikian, bimbingan dan konseling merupakan layanan yang membantu konseli untuk mengembangkan potensi secara optimal dan memfasilitasi penumbuhan kemandirian (ABKIN, 2007).

Masalah utama penelitian ini adalah, “Bagaimana program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik yang efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah?” Secara lebih rinci masalah utama tersebut diuraikan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana profil umum kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimana kondisi awal kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013?

3. Bagaimana rumusan program hipotetik bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas VIII


(26)

SMP se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 yang layak menurut pakar dan praktisi?

4. Bagaimana gambaran efektivitas program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik terhadap peningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini untuk menghasilkan program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik yang efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk menemukan fakta empirik tentang:

1. profil umum kemandirian belajar peserta didik kelas VIII di SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan;

2. kondisi awal kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se- Kecamatan Sungaiselan;

3. rumusan program hipotetik bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 yang layak menurut pakar dan praktisi;

4. keefektifan program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013.


(27)

D.Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam rangka pengembangan kemandirian belajar, perluasan khazanah tema penelitian dalam layanan Bimbingan dan Konseling terutama bidang bimbingan belajar pada institusi pendidikan menengah.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh dinas Pendidikan Bangka Tengah, Kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling dan konseling dan Konseling (BK), dan peneliti selanjutnya.

1. Dinas Pendidikan Bangka Tengah dapat memanfaatkan hasil penelitian dengan mengambil kebijakan untuk menerapkan layanan bimbingan dan konseling pada jenjang pendidikan menengah untuk diterapkan pada sekolah yang ada di Kabupaten Bangka Tengah.

2. Kepala sekolah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam mengembangkan kebijakan yang fokus pada proses layanan bimbingan dan konseling, utamanya pada kegiatan bimbingan belajar.

3. Bagi guru bimbingan dan konseling (BK), hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan program bimbingan belajar di sekolah dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik terutama dalam meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.

4. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolak ukur dan referensi untuk melakukan penelitian dengan tema sama dan mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan salah satu teknik konseling untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik di SMP.


(28)

E.Penjelasan Istilah 1. Kemandirian belajar

Kemandirian belajar dalam penelitian ini mengadaptasi pada pengertian Kemandirian belajar yang dikembangkan oleh beberapa tokoh, yang memiliki pengertian sebagai berikut.

Steinberg (2002:288) menyatakan bahwa independence generally refers

to individuals’ capacity to be have on their own. Pengertian di atas dapat diartikan bahwa kemandirian mengacu kepada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri. Hubungan kemandirian dengan kemandirian belajar di sini menekankan pada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri dalam belajar tanpa bergantung dengan orang lain. Mengacu pada Steinberg (2002:290) menyatakan bahwa dimensi kemandirian terdiri atas tiga yaitu; kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian perilaku (behavioral autonomy) dan kemandirian nilai (value autonomy).

Menurut Merriam dan Caffarella (Long, 2006:2) menyatakan bahwa kemandirian belajar (direction learning) adalah suatu proses di mana individu memiliki tanggung jawab utama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pengalaman belajar mereka sendiri.

Davis (Kamil, 2007) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah suatu gambaran di mana individu memiliki keterampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktivitas belajar. Pernyataan ini menekankan bahwa kemandirian belajar adalah gambaran di mana individu telah memiliki keterampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktivitas belajar.


(29)

Mudjiman (2007:7) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Pernyataan ini berarti bahwa kemandirian belajar lebih ditandai dan ditentukan oleh motif yang mendorongnya dalam belajar.

Kesten (Nurhayati, 2010:73) menyatakan bahwa independent learning is that learning in which the learner, in conjuction with relevant others, can make

the decisions necessary to meet the learner’s own learning needs. Pernyataan ini diartikan bahwa kemandirian belajar mengacu kepada kemampuan individu, dengan atau tanpa bantuan orang lain yang relevan, dan kemampuan menentukan saat kapan membutuhkan bantuan dan kapan tidak membutuhkan bantuan dari orang lain dalam belajar.

Pengertian kemandirian belajar menurut Steinberg menekankan bahwa kemandirian mengacu kepada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri. Hubungan kemandirian dengan kemandirian belajar di sini menekankan pada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri dalam belajar tanpa bergantung dengan orang lain. Merriam dan Caffarella menekankan bahwa kemandirian belajar adalah gambaran proses individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Mudjiman menekankan kemandirian belajar lebih ditandai dan ditentukan oleh motif yang mendorongnya dalam belajar. Kesten menekankan kemandirian belajar pada kemampuan individu dalam belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain.


(30)

Steinberg (2002:290) menyatakan bahwa dimensi kemandirian terdiri atas tiga yaitu; kemandirian emosional yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu yang ditunjukkan dengan a) de-idealize, yaitu mampu memandang orang tua sebagai sosok apa adanya yang dapat melakukan kesalahan; 2) parents as people, yaitu mampu memandang orang tua mereka seperti orang dewasa lainnya; 3) non-dependency, individu bergantung pada dirinya sendiri, tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orangtuanya; 4)

individuation, yaitu mampu mengatasi masalah dalam hubungannya dengan orang tua.

Kemandirian perilaku yaitu kemampuan untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa bergantung dengan orang lain ditunjukkan dengan 1) mampu mengambil keputusan yang meliputi mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah, mampu menemukan akar masalah, sadar akan resiko yang akan diterima, merubah tindakan yang akan diambil berdasarkan informasi baru, mengenal dan memperhatikan kepentingan orang dan mampu mengevaluasi kemungkinan dalam mengatasi masalah; 2) memiliki inisiatif dalam mengambil keputusan serta memiliki ketegasan diri terhadap keputusan yang diambil; dan 3) percaya diri yang ditandai dengan memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan dan yakin terhadap potensi dimiliki.

Kemandirian nilai yaitu kemampuan individu untuk mengambil keputusan dan menetapkan pilihan dengan berpegang pada prinsip-prinsip individual yang dimilikinya daripada prinsip-prinsip orang lain yang terdiri atas tiga dimensi yaitu 1) keyakinan yang abstrak (abstrak belief) yang didasarkan


(31)

pada benar dan salah, baik dan buruk; 2) keyakinan prinsipil (principal belief) yang didasarkan atas kejelasan dasar hukum; 3) yakin dan percaya pada nilai yang dianut (independent belief).

Davis (Kamil, 2007) lebih menekankan bahwa kemandirian belajar adalah suatu gambaran di mana individu memiliki keterampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktivitas belajar. Dimensi-dimensi kemandirian belajar mencakup tiga dimensi yaitu kemandirian dalam pengetahuan, kemandirian dalam keterampilan, dan kemandirian dalam sikap.

Kemandirian dalam pengetahuan yang ditunjukkan dengan mengetahui disiplin akademik, memahami dasar-dasar keterampilan tertentu yang penting bagi kehidupan dan pembelajarannya. menjalin hubungan antar sesama yang berguna untuk mengembangkan kemampuannya, menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan implikasi dari kemandirian terhadap kemajuan belajar. Kemandirian dalam keterampilan ditunjukkan dengan indikator terampil menyelesaikan suatu tugas belajar, mampu bergaul dengan orang lain secara sukses, dan dapat memetik manfaat dari pergaulan tersebut. Kemandirian dalam Sikap ditunjukkan dengan motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, pantang menyerah sebelum berusaha, percaya diri terhadap kemampuan sendiri, dan memiliki keyakinan akan dapat mencapai tujuan dan cita-citanya.

Berdasarkan dimensi-dimensi di atas dapat disimpulkan bahwa Steinberg (2002) lebih menekankan pada dimensi kemandirian emosional, perilaku, dan nilai sedangkan Davis (Kamil, 2007) lebih menekankan pada kemandirian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Persamaan dimensi kemandirian yang


(32)

dikemukakan oleh Steinberg dan Davis terletak pada dimensi kognitif (kemandirian pengetahuan dan nilai) dan afektif (kemandirian sikap dan emosi).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan kemandirian belajar adalah perubahan perilaku atas dasar inisiatif individu tanpa bergantung dengan orang lain yang meliputi dimensi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Kemandirian belajar terkandung dimensi kemandirian emosional ditunjukkan dengan adanya motivasi diri, ketekunan, kontrol diri, kejujuran, kepercayaan pada kemampuan sendiri, tanggung jawab dalam setiap aktivitas. Dimensi kemandirian perilaku ditunjukkan dengan keterampilan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, penerimaan konsekuensi atas keputusan yang diambil, dan disiplin dalam setiap tindakan. Dimensi kemandirian nilai ditunjukkan dengan pemahaman kelebihan dan kekurangan diri, ketegasan akan benar salah, keterlibatan dalam kelompok, kesadaran atas keberadaan diri.

2. Program Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik

Program bimbingan belajar merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling. Dilihat dari ragam masalah yang dihadapi peserta didik, bimbingan dan konseling mencakup bimbingan belajar, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan bimbingan karir. Salah satu layanan bimbingan yang diberikan untuk membantu mengatasi permasalahan belajar peserta didik dan dalam rangka membantu perkembangan akademik peserta didik melalui bimbingan belajar. Program bimbingan belajar merupakan bidang layanan bimbingan yang bergerak


(33)

dalam membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar.

Yusuf dan Nurihsan (2010:6) menyatakan bahwa bimbingan belajar adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan dimensi belajar yaitu membantu individu agar dapat mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar, memiliki kebiasaan belajar yang positif.

Cafferella (1993) menyatakan humanisme mendominasi orientasi teoretis yang mendasari kemandirian belajar. Humanis percaya bahwa peserta didik didorong ke arah aktualisasi diri (Owen, 2002). Brockett & Hiemstra (1991) menyatakan bahwa orientasi tanggung jawab pribadi menggambarkan hubungan antara humanisme dan pengarahan diri sendiri dalam pembelajaran orang dewasa (http:www.sdlearning.pbworks.com). Oleh karena itu, upaya pengembangan kemandirian belajar melalui bimbingan belajar mengandung implikasi filsafiah sebagai berikut. Pertama, manusia memiliki kekuatan atau potensi untuk memecahkan masalah mereka sendiri, Kedua, manusia memiliki kebebasan pilihan kreatif dan tindakan untuk menentukan nasib mereka sendiri (Lamont, 2003:14-15).

Program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai layanan fasilitasi dari konselor kepada konseli (peserta didik) untuk membantu peserta didik memecahkan masalah dalam belajar dan menemukan cara belajar yang tepat dengan menekankan kekuatan manusia


(34)

dan aspirasi, kesadaran akan kebebasan, dan pemenuhan potensi diri (aktualisasi diri).

F. Kerangka Berpikir

Instrumen Kemandirian Belajar

Program Hipotetik

Program Bimbingan Belajar yang efektif Gambar 1.1

Alur Penelitian Program Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Humanistik Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik

Pelaksanaan Program

Uji Efektivitas

Revisi Program

Judgement, Uji Keterbacaan, Uji Validitas

Eksperimen Kuasi (Pretes & Postest)

Studi Pendahuluan Studi Literatur

Studi Lapangan

Pengungkapan data

Profil Kemandirian Belajar

Pengambilan Sampel


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, dimana data penelitian berupa angka-angka yang dikumpulkan menggunakan instrumen dan dianalisis melalui perhitungan statistik tertentu (Sugiyono, 2010:8). Data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu data profil kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se kecamatan Sungaiselan tahun ajaran 2012/2013 dan data efektivitas program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi (quasi experiment) yaitu metode penelitian yang mirip dengan metode eksperimen namun lebih fleksibel karena tidak menggunakan random assigment (Hepner et al., 2008:176). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi agar tujuan penelitian dapat tercapai yakni menguji efektivitas program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas kelas VIII SMP Negeri se-kecamatan Sungaiselan tahun ajaran 2012/2013. Karakteristik metode eksperimen kuasi yakni tidak ada penugasan random (random assignment), juga mempermudah dalam pemilihan subjek penelitian yakni berdasarkan kelas yang sudah ada.


(36)

Desain penelitian yang digunakan adalah salah jenis dari Nonequivalent groups design yakni menggunakan one group pretest-posttest design (Hepner et al., 2008:183). Adapun desain penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1

Desain Penelitian Kuasi Eksperimen (Sugiyono, 2010:116)

Keterangan:

X = Bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik - = tanpa perlakuan

O1,3 = Pretest

O2,4 = Posttest

KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol

Desain penelitian yang digunakan adalah salah jenis dari Nonequivalent groups design yakni menggunakan one group pretest-posttest design (Hepner et al., 2008:183).

B.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Alasan pemilihan tempat penelitian yaitu: (1) mudah dalam hal pengawasan, dan (2)

KE O1 X O2


(37)

2. Populasi

Populasi penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari SMP N 1 Sungaiselan, SMP N 2 Sungaiselan, SMP N 5 Sungaiselan, SMP N 6 Sungaiselan terdiri dari sepuluh kelas yang berjumlah 250 peserta didik. Adapun populasi penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.2 Populasi Penelitian

Nama Sekolah Jumlah

SMP Negeri 1 Sungaiselan 125

SMP Negeri 2 Sungaiselan 108

SMP Negeri 5 Sungaiselan 10

SMP Negeri 6 Sungaiselan 7

Jumlah 250

Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek dengan pertimbangan tertentu yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2006:91).

3. Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu cara mengambil sampel yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu, dan berbagai pertimbangan peneliti (Sugiono, 2010:121).

Sampel yang dijadikan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-kecamatan Sungaiselan tahun ajaran 2012/2013 yang teridentifikasi memiliki kemandirian belajar yang sedang. Kelas dengan peserta


(38)

didik yang memiliki kemandirian belajar sedang paling banyak dijadikan sampel penelitian.

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menyebarkan instrumen kemandirian belajar terhadap 250 orang peserta didik kelas VIII SMP Negeri Se-Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 4 sekolah yang memiliki kelas VIII yang terdiri dari 10 kelas/ruang belajar.

b. Menganalisis sekolah yang memiliki peserta didik yang paling banyak memiliki tingkat kemandirian belajar yang rendah dan sedang.

c. Mengambil peserta didik yang termasuk pada kategori kemandirian belajar cukup mandiri (sedang).

Langkah pengambilan sampel tersebut dimaksud agar dapat menyaring peserta didik yang berada pada kategori: (1) mandiri; (2) cukup mandiri; (3) kurang mandiri. Tujuan pengambilan sampel dengan teknik purposive untuk digunakan dalam eksperimen program bimbingan belajar.

C. Alur Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan belajar yang efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik. Dalam rangka menghasilkan program bimbingan belajar yang efektif dilakukan sejumlah langkah-langkah penelitian sebagaimana digambarkan dalam alur pemikiran penelitian sebagai berikut.


(39)

Instrumen Kemandirian Belajar

Program Hipotetik

Kuasi Program

Bimbingan Belajar yang efektif Gambar 3.1

Alur Penelitian Program Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Humanistik Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik D.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu kemandirian belajar peserta didik dan program bimbingan belajar, yaitu:

a. Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang

Pelaksanaan Program

Uji Efektivitas

Revisi Program

Judgement, Uji Keterbacaan, Uji Validitas

Eksperimen Kuasi (Pretest &Postest)

Studi Pendahuluan Studi Literatur

Studi Lapangan

 

Pengungkapan data

Profil Kemandirian Belajar

Pengambilan Sampel


(40)

dijadikan sebagai variabel bebas adalah program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik.

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel terikat adalah kemandirian belajar.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dan kemandirian belajar. a. Program Bimbingan Belajar Berbasis pendekatan humanistik

Program bimbingan belajar merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling. Dilihat dari ragam masalah yang dihadapi peserta didik, bimbingan dan konseling mencakup bimbingan belajar, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan bimbingan karir. Salah satu layanan bimbingan yang diberikan untuk membantu mengatasi permasalahan belajar peserta didik dan dalam rangka membantu perkembangan belajar peserta didik melalui bimbingan belajar. Program bimbingan belajar merupakan bidang layanan bimbingan yang bergerak dalam membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Yusuf dan Nurihsan (2010:6) yang menyatakan bahwa bimbingan belajar adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan dimensi belajar yaitu membantu individu agar dapat mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar, memiliki kebiasaan belajar yang positif.


(41)

Pengembangan kemandirian belajar mengacu pada pendekatan humanistik karena humanisme mendominasi orientasi teoretis yang mendasari kemandirian belajar (Cafferella, 1993). Humanis percaya bahwa peserta didik di dorong ke arah aktualisasi diri (Owen, 2002). Brockett & Hiemstra (1991) menyatakan bahwa orientasi tanggungjawab pribadi menggambarkan hubungan antara humanisme dan pengarahan diri sendiri dalam pembelajaran orang dewasa (http:sdlearning.pbworks.com). Oleh karena itu, upaya pengembangan kemandi-rian belajar melalui bimbingan belajar mengandung implikasi filsafiah sebagai berikut. Pertama, manusia memiliki kekuatan atau potensi untuk memecahkan masalah mereka sendiri, Kedua, manusia memiliki kebebasan pilihan kreatif dan tindakan untuk menentukan nasib mereka sendiri (Lamont, 2003:14-15).

Program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dalam penelitian ini adalah proses merancang kegiatan bimbingan yang tepat dan terpadu untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan tugas-tugas perkembangan yang berhubungan dengan belajar mengacu pada data profil kemandirian belajar peserta didik.

Program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dimaksudkan sebagai layanan fasilitasi dari konselor (peneliti) kepada konseli (peserta didik) melalui proses yang berkesinambungan agar konseli berkembang kemandirian belajarnya yang menekankan pada tahapan perkembangan individu yang berisi tahapan aktivitas: 1) pengungkapan awal; 2) analisis keterampilan belajar secara mandiri; 3) peningkatan kemandirian belajar; 4) Pemaknaan


(42)

tanggung jawab; 5) motivasi diri; 6) sadar akan keadaan dirinya sendiri; 7) analisis managemen waktu; 8) analisis konsekuensi pilihan; 9) refleksi akhir.

b. Kemandirian belajar

Steinberg (2002:288) menyatakan bahwa independence generally refers

to individuals’ capacity to be have on their own. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa kemandirian mengacu kepada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri. Hubungan kemandirian dengan kemandirian belajar di sini menekankan pada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri dalam belajar tanpa bergantung dengan orang lain. Steinberg (2002:290) menyatakan bahwa dimensi kemandirian terdiri atas tiga yaitu kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai.

Knowles (Long, 2006:2) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah gambaran suatu proses di mana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mendiagnosis kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya manusia dan material untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, dan mengevaluasi hasil belajar.

Merriam dan Caffarella (Long, 2006:2) menyatakan bahwa kemandirian belajar (direction learning) adalah suatu proses di mana individu memiliki tanggung jawab utama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengrefleksi pengalaman belajar mereka sendiri. Pernyataan ini menekankan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses di mana tanggung jawab utama individu


(43)

untuk merencanakan, melaksanakan dan mengrefleksi pengalaman belajar mereka sendiri.

Davis (Kamil, 2007) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah suatu gambaran di mana individu telah memiliki keterampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktivitas belajar. Dimensi-dimensi kemandirian belajar mencakup tiga dimensi yaitu kemandirian dalam pengetahuan, kemandirian dalam keterampilan, dan kemandirian dalam sikap.

Mudjiman (2007:7) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Pernyataan ini berarti bahwa kemandirian belajar lebih ditandai dan ditentukan oleh motif yang mendorongnya dalam belajar.

Kesten (Nurhayati, 2010:73) menyatakan bahwa independent learning is that learning in which the learner, in conjuction with relevant others, can make

the decisions necessary to meet the learner’s own learning needs. Pernyataan ini diartikan bahwa kemandirian belajar mengacu kepada kemampuan individu, dengan atau tanpa bantuan orang lain yang relevan, dan kemampuan menentukan saat kapan membutuhkan bantuan dan kapan tidak membutuhkan bantuan dari orang lain dalam belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan Knowless lebih menekankan kemandirian belajar adalah gambaran suatu proses


(44)

individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain merumuskan tujuan pembelajaran. Merriam dan Caffarella menitikberatakan pada suatu proses individu memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan belajar mereka sendiri. Steinberg lebih menekankan pada kapasitas individu untuk memperlakukan dirinya sendiri. Davis menekankan kemandirian belajar pada gambaran individu memiliki keterampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktivitas belajar, Mudjiman lebih menekankan kemandirian belajar pada motif yang mendorongnya dalam belajar, sedangkan Kesten menekankan kemandirian belajar pada kemampuan individu dalam menentukan bantuan dan dari orang lain dalam belajar.

Secara garis besar tidak ada perbedaan yang signifikan dari pendapat para tokoh mengenai kemandirian belajar. Berdasarkan dimensi-dimensi di atas dapat disimpulkan bahwa Steinberg (2002) lebih menekankan pada dimensi kemandirian emosional, perilaku, dan nilai. Kemandirian emosional yaitu dimensi kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu dengan orang tuanya. Kemandirian perilaku yaitu kemampuan untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa bergantung dengan orang lain dan kemandirian nilai yaitu kemampuan individu untuk mengambil keputusan dan menetapkan pilihan dengan berpegang pada prinsip-prinsip individual yang dimilikinya daripada prinsip-prinsip orang lain.

Davis (Kamil, 2007) lebih menekankan pada kemandirian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kemandirian pengetahuan berhubungan dengan pemahaman dan pengetahuan. Kemandirian keterampilan berhubungan dengan


(45)

penyelesaian tugas belajar, terampil dan dapat memetik manfaat dari pergaulan. Kemandirian sikap berhubungan dengan motivasi, nilai dan emosi individu dalam belajar. Persamaan dimensi kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg dan Davis terletak pada dimensi kognitif (kemandirian pengetahuan dan nilai) dan afektif (kemandirian sikap dan emosi).

Berdasarkan definisi-definisi kemandirian belajar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi dari kemandirian belajar adalah perubahan perilaku atas dasar inisiatif individu tanpa bergantung dengan orang lain yang meliputi dimensi emosional, perilaku, dan nilai. Dimensi kemandirian emosional ditunjukkan dengan adanya motivasi diri, ketekunan, kontrol diri, kejujuran, kreatif, kepercayaan pada kemampuan sendiri, tanggung jawab dalam setiap aktivitas. Dimensi kemandirian perilaku ditunjukkan dengan keterampilan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, penerimaan konsekuensi atas keputusan yang diambil, dan disiplin dalam setiap tindakan. Dimensi kemandirian nilai ditunjukkan dengan pemahaman kelebihan dan kekurangan diri, ketegasan akan benar salah, keterlibatan dalam kelompok, kesadaran atas keberadaan diri.

Secara operasional yang dimaksud kemandirian belajar peserta didik dalam penelitian ini adalah respon peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan Tahun Ajaran 2012/2013 terhadap pernyataan tertulis tentang perubahan perilaku atas dasar inisiatif individu tanpa bergantung pada orang lain yang meliputi dimensi emosional, perilaku dan nilai sebagai berikut. 1. Kemandirian emosional


(46)

b. Ketekunan c. Kontrol diri d. Kejujuran e. Kreatif

f. Kepercayaan pada kemampuan sendiri g. Tanggung jawab dalam setiap aktivitas 2. Kemandirian perilaku

a. Keterampilan memecahkan masalah b. Pengambilan keputusan

c. Penerimaan konsekuensi atas keputusan yang diambil d. Disiplin dalam setiap tindakan

3. Kemandirian nilai

a. Pemahaman kelebihan dan kekurangan diri b. Ketegasan akan benar salah

c. Keterlibatan dalam kelompok d. Kesadaran atas keberadaan diri

E.Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan angket berupa skala kemandirian belajar, digunakan untuk memperoleh gambaran kemandirian belajar sebelum dan sesudah mengikuti


(47)

proses bimbingan belajar. Angket menggunakan format skala penilaian (rating scale) model Likert.

Instrumen kemandirian belajar dikembangkan dari definisi operasional variabel. Instrumen ini berisi pernyataan-pernyataan tentang kemandirian belajar merujuk pada dimensi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Steinberg (2002). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa angket yaitu dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan yang diteliti. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup (angket berstruktur) artinya angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang (x) atau tanda checklist(√ ).

Angket yang dikembangkan ditujukan untuk mengungkap kemandirian belajar peserta didik. Indikator-indikator yang telah dirumuskan ke dalam kisi-kisi selanjutnya dijadikan bahan penyusunan butir pernyataan dalam angket. Butir-butir pernyataan tersebut dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan dengan kemungkinan jawaban yang tersedia. Adapun kisi-kisi instrumen kemandirian belajar disajikan dalam Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Peserta Didik (sebelum Penimbangan dan Uji Coba)

Dimensi Indikator Nomor

Pernyataan

Kemandirian emosional (perubahan kedekatan/

1. Motivasi diri artinya memiliki dorongan dalam


(48)

emosional individu) 2. Ketekunan artinya gigih dalam mencapai sesuatu

10,11,12,13,14,15 6 3. Kontrol diri artinya dapat

mengendalikan diri dalam melakukan sesuatu

16,17,18,19,20,212 2,23,24

9

4. Kepercayaan pada

kemampuan sendiri artinya fokus terhadap diri sendiri dan mengembangkan kemanpuan diri

25,26,27,28,29, 30,31,32,33,34,

10

5. Tanggung jawab pribadi artinya keadaan mampu menanggung apapun sendiri

35,36,37,38,39,40, 41,42,43,44,

10

Kemandirian perilaku (berbuat sendiri tanpa bergantung dengan orang lain)

1. Keterampilan memecahkan masalah

45,46,47,48,49,50, 51,52,

8 2. Pengambilan keputusan

yang tepat

53,54,55,56,57,58 6 3. Penerimaan konsekuensi

atas keputusan yang diambil

59,60,61,62 4

4. Disiplin dalam setiap tindakan

63,64,65,66, 4 Kemandirian nilai

(mengambil keputusan dan menetapkan pilihan dengan berpegang pada prinsip-prinsip

individual yang dimiliki nya)

1. Pemahaman kelebihan dan kekurangan diri

67,68,69,70,71,72, 73,74,75,76,

10 2. Ketegasan akan prinsip

benar salah

77,78,79,80,81,82 6 3. Keterlibatan dalam

kelompok

83,84,85,86, 4 4. Kesadaran atas keberadaan

diri

87,88,89 3

Total 89

Tabel 3.4

Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Peserta Didik (Setelah Penimbangan dan Uji Coba)

Dimensi Indikator Nomor

Pernyataan

Kemandirian emosional (perubahan kedekatan/ keterikatan hubungan emosional individu)

1. Motivasi diri artinya memiliki dorongan dalam diri untuk kesuksesan

1,2,3,4,5,6,7 7

2. Ketekunan artinya gigih dalam mencapai sesuatu

8,9,10,11,12,13,14 7 3. Kontrol diri artinya dapat

mengendalikan diri dalam melakukan sesuatu

15,16,17,18,19,20, 21,22,23,24,25,26, 27


(49)

4. Kepercayaan pada kemampuan sendiri artinya fokus terhadap diri sendiri dan mengembangkan kemanpuan diri

28,29,30,31,32,33, 34,35,36,37,38

11

5. Tanggung jawab pribadi artinya keadaan mampu menanggung apapun sendiri

39,40,41,42,43,44, 45,46

8

Kemandirian perilaku (kecenderungan

individu berbuat sendiri tanpa bergantung dengan orang lain)

1. Keterampilan memecahkan masalah

47,48,49,50,51, 52, 53,54,55,56,57,58

12 2. Pengambilan keputusan

yang tepat

59,60,61,62,63 5 3. Penerimaan konsekuensi

atas keputusan yang diambil

64,65,66 3

4. Disiplin dalam setiap tindakan

67,68,69,70 4 Kemandirian nilai

(kecenderungan individu menetapkan pilihan dengan

berpegang pada prinsip-prinsip individual yang dimilikinya)

1. Pemahaman kelebihan dan kekurangan diri

71,72,73 3

2. Ketegasan akan prinsip benar salah

74,75,76,77 4 3. Keterlibatan dalam

kelompok

78,79,80,81 4 4. Kesadaran atas keberadaan

diri

82,83,84 3

Total 84

2. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, isi dan konstruk (segi materi dan redaksional). Penimbangan dilakukan oleh dosen ahli/ dosen dari jurusan Psikologi Bimbingan dan Konseling. Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M.Pd., Dr. Nurhidaya, M.Pd., Dr. Mubiar Agustin, M. Pd.

Penimbangan perlu dilakukan guna mendapatkan angket yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Bila terdapat butir pernyataan yang tidak sesuai, maka butir pernyataan tersebut akan dibuang atau hanya direvisi yang akan kemudian


(50)

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Hasil penilaian dosen penimbang, pada angket penelitian ini mengalami revisi bahasa dan sejumlah 16 item dibuang karena tidak memenuhi kualifikasi, sehingga jumlah item pada angket yang akan diujicobakan sebanyak 84 item.

3. Uji Keterbacaan Instrumen

Uji keterbacaan dilakukan kepada peserta didik SMP Negeri 29 Bandung yang tidak dijadikan anggota sampel penelitian sebanyak 7 orang untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kata-kata yang kurang dipahami, sehingga kalimat dalam pernyataan dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pernyataan tersebut. Setelah uji keterbacaan, maka untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh usia remaja dan kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.

4. Uji Validitas Item

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah (Azwar, 2007).


(51)

Untuk menguji validitas konstruk, yang pertama digunakan pendapat dari dua orang ahli (judgement experts) pada bidang yang diteliti. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Setelah pengujian konstruk dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di lapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Pengujian daya pembeda item dilakukan untuk memilih item-item pernyataan terbaik untuk digunakan dalam instrumen. Semakin tinggi skor daya pembeda suatu item, semakin baiklah kualitas item tersebut.

Uji validitas instrumen dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan

software SPSS version 17.0 for Windows. Untuk lebih jelas tentang uji validitas item data, berikut disajikan hasil rekapitulasi uji validitas kemandirian belajar dengan menggunakan program software SPSS version 17.0 sebagai berikut.

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Item Kemandirian Belajar No. r hitung Kesimpulan No. r hitung Kesimpulan

1 .493 VALID 46 .303 VALID

2 .575 VALID 47 .235 VALID

3 .502 VALID 48 .409 VALID

4 .444 VALID 49 .525 VALID

5 .288 VALID 50 .385 VALID

6 .367 VALID 51 .376 VALID

7 .429 VALID 52 .184 TIDAK VALID

8 .399 VALID 53 .298 VALID

9 .305 VALID 54 .432 VALID

10 .368 VALID 55 .365 VALID

11 .390 VALID 56 .449 VALID

12 .436 VALID 57 .342 VALID

13 .458 VALID 58 .537 VALID

14 .481 VALID 59 .467 VALID

15 .437 VALID 60 .362 VALID

16 .295 VALID 61 .200 VALID


(52)

18 .441 VALID 63 .422 VALID

19 .419 VALID 64 .323 VALID

20 .352 VALID 65 .538 VALID

21 .237 VALID 66 .460 VALID

22 .388 VALID 67 .335 VALID

23 .450 VALID 68 .124 TIDAK VALID

24 .559 VALID 69 .235 VALID

25 .441 VALID 70 .205 VALID

26 .475 VALID 71 .211 VALID

27 .374 VALID 72 .512 VALID

28 .421 VALID 73 .410 VALID

29 .333 VALID 74 .486 VALID

30 .388 VALID 75 .252 VALID

31 .418 VALID 76 .237 VALID

32 .418 VALID 77 .263 VALID

33 .414 VALID 78 .386 VALID

34 .480 VALID 79 .331 VALID

35 .410 VALID 80 .432 VALID

36 .487 VALID 81 .308 VALID

37 .361 VALID 82 .399 VALID

38 .376 VALID 83 .206 VALID

39 .319 VALID 84 .374 VALID

40 .349 VALID 85 .283 VALID

41 .263 VALID 86 .172 TIDAK VALID

42 .387 VALID 87 .430 VALID

43 .517 VALID 88 -.042 TIDAK VALID

44 .281 VALID 89 .002 TIDAK VALID

45 .346 VALID

Berdasarkan Tabel 3.5 tampak bahwa dari 89 pernyataan, item yang valid ada 84 pernyataan dan yang tidak valid ada 5 pernyataan. Item yang tidak valid artinya bahwa item tersebut tidak dapat mengukur yang seharusnya diukur.

5. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, akan tetap diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2007:4). Uji reliabilitas dilakukan dengan mengguna


(53)

kan software SPSS version 17.0 for Windows diperoleh koefisien Alpha Cronbach

untuk kemandirian belajar peserta didik sebesar α = 0, 926. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. Semakin tinggi suatu koefisien reliabilitas hingga mendekati angka 1,00, maka nilai reliabilitasnya juga sangat tinggi.

Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (2010:149) yang disajikan pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Berdasarkan hasil koefisien Alpha Cronbach yang diperoleh (α = 0, 926) dan mengacu pada titik tolak ukur pada Tabel 3.6, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen kemandirian belajar peserta didik memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi.

F. Pengembangan Program Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Humanistik

Pengembangan produk merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan dalam sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan. Adapun tahapan dalam pengembangan produk yang berupa program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan 0,00 ─ 0,199

0,20 ─ 0, 399 0,40 ─ 0,599 0,60 ─ 0, 799 0,80 ─ 1, 000

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi


(54)

1. Penyusunan Draf Program

Setelah memperoleh landasan teoretis mengenai konsep kemandirian belajar dan data awal mengenai gambaran kemandirian belajar, maka kegiatan berikutnya dalam pengembangan program adalah menyusun draf program berisi pedoman umum operasional program yang meliputi: (1) Orientasi Program; (2) Rasional dan Asumsi; (3) Tujuan program; (4) Peran Konselor; (5) Kompetensi Konselor; (6) Penunjang Teknis Layanan; (7) Struktur dan Tahapan Program, (8) Refleksi dan Indikator Keberhasilan.

Perangkat program yang berisi pedoman khusus operasional program meliputi: (1) modul Satuan Layanan BK dan (2) modul Materi yang berkaitan Program Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Humanistik.

2. Uji Rasional

Uji rasional program dalam penelitian ini melalui dua jenis pengujian yaitu: uji validitas isi program dan uji empiris.

a. Uji Validitas Isi Program

Uji validitas isi program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik pada penelitian ini menggunakan pendekatan humanistik yang diberikan oleh tiga orang pakar/ahli Bimbingan dan Konseling yaitu Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M. Pd., Dr. Mubiar Agustin, M. Pd., Dr. Ipah Saripah, M. Pd. b. Uji Empiris

Uji empiris dilakukan melalui uji keterbacaan dan uji kepraktisan program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dalam meningkatkan kemandirian belajar dengan teknik group discussion dari para praktisi bimbingan


(55)

dan konseling. dalam penelitian ini uji kepraktisan dilakukan oleh Guru BK SMP yaitu Selvia Anastasya, M.Pd.Kons., dan Yanti Nurlaeli, M.Pd.

Berikut ini disajikan kisi-kisi instrument uji rasional yang terdiri dari. Tabel 3.7

Kuesioner Terbuka Uji Validasi Isi Program Bimbingan Belajar

No Aspek yang Dinilai Saran

1 Rumusan Orientasi Program 2 Rumusan Rasional dan Asumsi 3 Rumusan Tujuan program 4 Deskripsi Kebutuhan 5 Struktur Program 6 Komponen Program 7 Rencana Operasional 8 Pengembangan Tema/Topik 9 Satuan Layanan BK

10 Kualifikasi Konselor 11 Evaluasi

(Sumber Data: Ahli BK dan Praktisi) 3. Hasil Uji Program Hipotetik Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Humanistik untuk Meningkatkan kemandirian Belajar Peserta Didik SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan

Program bimbingan belajar dalam penelitian ini dirancang berbasis pendekatan humanistik yang dipadukan dengan hasil studi pendahuluan tentang profil kemandirian belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sungaiselan tahun pelajaran 2012/2013. Program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian belajar yang mencakup dimensi: (1) kemandirian emosional; (2) kemandirian perilaku; dan (3) kemandirian nilai.

Program bimbingan belajar yang dikembangkan dijabarkan dari konsep pendekatan humanistik, artinya secara umum konten dari layanan bimbingan


(56)

belajar yang harus dikuasai peserta didik adalah teknik belajar dengan bernuansa humanistik. Pengembangan program dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu.

Tahap pertama, penyusunan draf program bimbingan belajar yang dalam penelitian ini diadopsi dari model konseling aktualisasi diri untuk meningkatkan kecakapan hidup mahasiswa yang digagas oleh Mamat Supriatna (2010). Sistematika program yang dikembangkan meliputi: (1) orientasi program; (2) rasional dan asumsi; (3) tujuan program; (4) peran konselor; (5) kompetensi konselor; (6) penunjang teknis layanan; (7) struktur dan tahapan program, (8) refleksi dan indikator keberhasilan.

Tahap kedua, uji validasi rasional program yang terdiri dari uji validasi isi program dan uji empiris atau uji kepraktisan. Uji validasi isi program ditimbang oleh tiga pakar/ahli bimbingan dan konseling yaitu Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, M. Pd., Dr. Mubiar Agustin, M. Pd., Dr. Ipah Saripah, M. Pd. (pakar Bimbingan dan Konseling), dan Selvia Anastasya, M.Pd.Kons., dan Yanti Nurlaeli, M.Pd (praktisi Bimbingan dan Konseling).

Adapun masukan yang diperoleh dari pakar dan praktisi yang melakukan judgement terhadap program ini dipaparkan sebagai berikut.

Tabel 3.8

Hasil Penimbangan Pakar dan Praktisi Terhadap Layanan Bimbingan Belajar Berbasis Pendekatan Pendekatan Humanistik

ASPEK LAYANAN HASIL PENIMBANGAN PAKAR

Orientasi program Orientasi program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik sudah memadai, namun ada beberapa masukan dengan tidak mencantumkan banyak landasan teori dalam orientasi program dan belum terlihatnya definisi program bimbingan belajar dan relevansi antara program bimbingan belajar berdasarkan berbasis


(1)

153

Gusnarwanto, 2013

yang berbeda, seperti definisi kemandirian belajar ditinjau dari kajian psikologi.

c. menggunakan alat pengumpul data secara lebih beragam tidak hanya menggunakan kuesioner tertulis sehingga belum mengungkap profil kemandirian belajar secara mendalam, namun dapat menggunakan metode tambahan seperti mengukur kemandirian belajar melalui pengamatan perilaku agar memperoleh hasil dan pembahasan yang lebih akurat.

d. memperluas subjek penelitian lebih mendalam dan komprehensif tentang sampel penelitian pada jenjang pendidikan yang lebih beragam (SD, SMP, SMA, dan PT).

e. membandingkan kemandirian belajar berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya selain jenis kelamin, seperti pola asuh orang tua, prestasi akademik atau status sosial-ekonomi peserta didik agar memberikan hasil penelitian yang semakin kaya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsudin. M. (2009). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Kontribusi Layanan Informasi Bimbingan Belajar dan Kecerdasan Emosional terhadap Kemandirian Belajar. Tesis BK UNNES Semarang. Tidak diterbitkan.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN.

Aspin. (2007). Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua Authoritarian dengan Kemandirian Emosional Remaja (Studi Remaja Madya dalam Perspektif

Psikologi Perkembangan Pada Siswa SMA Negeri I Punggaluk Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara)(Tesis).Bandung:PPS UNPAD (tidakditerbitkan)

Azwar, Syaifuddin. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Brockett, Ralph G and Roger Hiemstra. (1991). Self-Direction in Adult Learning: Perspectives on Theory, Research, and Practice. London and New York: Routledge,

Budiman, N. (2002/2003). “Hubungan Antara Kemandirian Emosional, Perilaku

dan Nilai dengan Orientasi Karir. Tesis Psikologi UNPAD Bandung. Budiman, dkk. (2008). Bimbingan & Konseling: Konsep & Aplikasi.Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Christiana Warastuti. (2012). Hubungan antara Bimbingan Belajar dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo. Skripsi, Universitas Muria Kudus: tidak diterbitkan. Dapat diakses: http://susilorahardjo.blogspot.com.

Desmita. (2002). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Djamarah, Syaiful.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Duane P. Schultz and Sydney E. Schultz. (2009). Theories of Personality. USA:Wadsorth Cengage Learning


(3)

155

Gusnarwanto, 2013

Fauzia Ratna Widyasari. (2009). Efektivitas Konseling Kelompok Pendekatan Humanistik dalam Meningkatkan Disiplin Waktu Karyawan. Tesis Program Pascasarjana universitas Katolik Soegijapranata. Tidak diterbitkan.

Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Glassman, William E. and Marilyn Hadad. (2009). Approaches to Psychology. McGraw-Hill Componies.

Hadi, Sutrisno. (2006). Statistik Jilid 2 & 3. Yogyakarta: UGM.

Hargreaves. David H. (2004). Learning for Life The Foundation for Lifelong Learning. Great Britain: The Policy Press.

Harvey, S.Virginia and Wolfe, C.L.A. (2007). Fostering Independent Learning Practical Strategies to Promote Student Success. New York: The Guilford Press.

Hepner et al. (2008). Research Design in Counseling 3rd ed. Belmont: Thomson Brooks/Cole

Hubble and Laure. (2005). Menumbuhkembangkan Kemandirian Belajar. Bandung: Nuansa.

Hurlock, Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga.

Imaddudin, Aam. (2011). Bimbingan dan Konseling Aktualisasi Diri untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Siswa Sekolah Dasar. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

I Nyoman Karma, 2002. Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dan Otonomi Remaja (Studi tentang Remaja Pertengahan dalam perspektif Psikologi Perkembangan dan Konteks Nilai Budaya Sasak pada Siswa SMU Negeri Daerah Kabupaten Lombok Barat). Tesis. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Jarvis, Matt. (2003). Theoretical Approaches in Psychology. Philadelphia: Routledge.

Kamil, M. (2007). “Teori Andragogi”. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Penyunting: Mohammad Ali. Bandung: Pedagogiana Press.

Knowles, Malcolm S. (1980). The Modern Practice of Adult Education From Pedagogy to Androgogy. New York: Cambridge, The Adult Education Company.


(4)

Kunandar. (2009). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Lamont, Corliss. (2003). The Philosophy of Humanism. Eighth edition. New York. Humanist Press.

Long, H.B. (2006). International Journal of Self Directed Learning. Vol 3, (2), 63 halaman. [Online]. Tersedia: http://www.sdlglobal.com. [21 Maret 2012] Miarso, YH. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan .Jakarta: Kencana. Mudjiman, Haris. (2007). Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Pers.

Munisah. (2007) Studi Kasus Dan Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar Dengan Teknik Eksistensial Humanistik Pada Siswa Kelas IX A SMP 2 Kudus. Skripsi, Universitas Muria Kudus: tidak diterbitkan. Diakses: http://susilorahardjo.blogspot.com.

Nurhayati, Eti. (2010). Model Bimbingan Akademik untuk Peningkatan Keterampilan dan Kemandirian Belajar Mahasiswa di Perguruan Tinggi (Studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon). Disertasi Sekolah Pascasarjana, UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurhayati, Eti. (2011). Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Pitchard, Alan. (2009). Ways of Learning Theories and Learning Styles in the Classroom. USA: Routledge.

Retno Dwi Astuti. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Siswa Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2005/2006. Tesis Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan.

Santrock John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Slavin, E.R. (2006). Educational Psychology Theory and Practice. Eighth

Edition. USA. Pearson.

Sriyono, Heru. (2011). Bimbingan Belajar untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMP Panti Asuhan Desa Putera Jakarta. Tesis BK UPI Bandung. Tidak diterbitkan.


(5)

157

Gusnarwanto, 2013

Sri Wasonowati.(2006). Penerapan Bimbingan Belajar dan Model Konseling Client Centered untuk Mencapai Belajar Tuntas Siswa kelas IX G SMP 3 Kudus Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi, Universitas Muria Kudus: tidak diterbitkan. Diakses:http://susilorahardjo.blogspot.com.

Steinberg, Lawrence. (2002). Adolescence. New York: McGraw Hill, Inc.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Suherman, dkk. (2008). Bimbingan & Konseling: Konsep & Aplikasi.Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukmadinata, N.S. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosda

Suparno, A. Suhaenah. (2003). Remaja Berkualitas, Problematika Remaja dan Solusinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supriatna, Mamat. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Suryabrata, Sumardi. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rajagrafindo Persada.

Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika.

Yusuf, LN, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. Rosda.

Yusuf, LN, Syamsu. (2009). Program Bimbingan & Konseling Di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, S dan Nurihsan, J. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Widya Novitasari. (2008). Hubungan antara Kemandirian Belajar Peserta Didik dan Bimbingan Orang Tua dengan Hasil Belajar

Wikepedia. (2010). Experential Learning. Artikel online. Tersedia di http: // en. wikipedia.org/wiki/Experiental_learning.


(6)

www.pisaindonesia.wordpress.com (diakses 1 Oktober 2012) www.nwrel.org/planning/reports/self-direct/index.php.

www.privatewww.essex.ac.uk/~fmsawa/autonomyin_the_libyan context. htm (diakses 12 juni 2012).

www.psychology.about.com/od/lindex/g/learning.htm. (diakses 1 Oktober 2012). www.sdlearning.pbworks.com/w/page/1899117/SDLPhilosophicalFoundations.

(diakses 1 Desember 2012).

www.teachinglearningresources.pbworks.com (diakses 1 Juli 2012).

www.waskitamandiri.bk.wordpress/2010/05/16/pengaruh-gaya-pengasuhan-orangtua-terhadap-kemandirian-remaja (diakses 23 April 2012).