ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADAABI HAMALATIL QURAN KARYA IMAM NAWAWI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

  

ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM

KITAB ATTIBYAN FI ADAABI HAMALATIL QURAN

KARYA IMAM NAWAWI

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Uswatun Khasanah

  

NIM: 111 14 367

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

  

ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM

KITAB ATTIBYAN FI ADAABI HAMALATIL QURAN

KARYA IMAM NAWAWI

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Uswatun Khasanah

  

NIM: 111 14 367

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Lamp : Empat (4) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara Nama : Uswatun Khasanah NIM : 111 14 367 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Adab Membaca Al-Quran dalam Kitab Attibyan fi

  Adaabi Hamalatil Quran Karya Imam Nawawi

Dapat diajukan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk

diajukan dalam sidang munaqasyah.

  

Demikian nota pembimbing ini dibuat untuk menjadi perhatian dan

digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga, 14 September 2018 Pembimbing, Dr. M. Ghufron, M.Ag NIP. 197208142003121001

KEMENTERIAN AGAMA

  Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:

SKRIPSI

ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADAABI

HAMALATIL QURAN KARYA IMAM NAWAWI

  

DI SUSUN OLEH :

USWATUN KHASANAH

111 14 367

  

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kegururan Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 27 September 2018 dan telah dinyatakan

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

  

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

  Sekretaris Penguji : Dr. M. Ghufron, M.Ag. Penguji I : Siti Rukhayati, M.Ag. Penguji II : Dr. Muna Erawati, S.Psi., M.Si.

  Salatiga, 2 Oktober 2018 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd. NIP. 19670121 199903 1002

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Uswatun Khasanah NIM : 111 14 367 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Adab Membaca Al-Quran dalam Kitab Attibyan fi Adaabi

  

Hamalatil Quran Karya Imam Nawawi

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain

yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 14 September 2018 Yang menyatakan, Uswatun Khasanah 111 14 367

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

ِهِباَحْصَ ِلًِاعْيِفَش ِةَماَيِقلْا َم ْوي ىِتْأَي ُهَّنِاَف ,َنآ ْرُقْلا اوُءَرقا

  

“Bacalah Al-Quran karena ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai pemberi

syafaat bagi pembacanya.”

(HR. Muslim: 804)

PERSEMBAHAN

  Untuk kedua orang tuaku, Bapak Jumaeri dan Ibu Susiati yang senantiasa mendukung dan mendoakanku. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya. Kakakku tercinta, Muhammad Ikhsan Suseno, S.Pd. yang selalu menyemangati. Keluarga ndalem KH. Mahfudz Ridwan Lc. terkhusus Gus Muhammad Hanif, M. Hum Yang telah memberikan ilmu dan doanya. Keluarga besar PP Edi Mancoro yang telah membimbing dan menemani perjalananku.

  Abah yai Zainal Muttaqin, yang memberikan doa pangestunya. Kakanda yang selalu sabar mendampingi. Serta seluruh teman-teman yang sudah membantu.

  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Adab

  Membaca Al-Quran dalam Kitab Attibyan fi Adaabi Hamalatil Quran Karya Imam Nawawi”.

  Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.

  Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan FTIK 3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan PAI 4. Bapak M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H. selaku dosen pembimbing akademik

  5. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.

  6. Bapak Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  7. Semua pihak keluarga dan sahabat yang sudah membantu menyelesaikan skripsi ini.

  Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas

dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar

bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga, 14 September 2018 Penulis, Uswatun Khasanah NIM : 111 14 367

  

ABSTRAK

  Khasanah, Uswatun. Adab Membaca Al-Quran dalam Kitab Attibyan Fii Adaabi

  Hamalatil Quran. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, Salatiga, 2018.

  Kata Kunci: Adab Membaca Al-Quran, Attibyan Fii Adaabi Hamalatil Quran

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui adab membaca Al- Quran dalam kitab Attibyan fii Adaabi Hamalatil Quran karya Imam Nawawi. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fii Adaabi Hamalatil Quran , (2) Bagaimana relevansi adab membaca Al-Quran di dalam Kitab Attibyan fii Adaabi

  Hamalatil Quran dengan zaman kekinian? Metode penelitian yang digunakan yaitu Literature (kepustakaan).

  Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif dan kontekstual.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa adab membaca Al-Quran dalam kitab

  

Attibyan fii Adaabi Hamalatil Quran meliputi: khusyuk, ikhlas, memelihara etika,

  keadaan yang bersih dan suci, menghadap kiblat, mengawali dengan ta’awudz. Sedangkan relevansi adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fii Adaabi

  

Hamalatil Quran dengan konteks kekinian dapat menjadi solusi dalam

  memperbaiki adab berinteraksi dengan Al-Quran, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau kekinian.

  

DAFTAR ISI

  LEMBAR JUDUL SKRIPSI ........................................................................... i LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... x

  BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ................................................................................

  5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................

  6 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................

  6 E. Telaah Pustaka ......................................................................................

  7 F. Penegasan Istilah ..................................................................................

  9 G. Metode Penelitian ................................................................................ 12

  H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 13

  BAB II : BIOGRAFI IMAM NAWAWI A. Biografi Imam Nawawi ........................................................................ 15 B. Karya-Karya Imam Nawawi ................................................................ 21 C. Guru-Guru Imam Nawawi ................................................................... 23 D. Sistematika Penulisan Kitab Attibyan .................................................. 24

BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI TENTANG ADAB

MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADAABI HAMALATIL QURAN A. Pengertian Adab Membaca Al-Quran .................................................. 25 B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Adab Membaca Al-Quran dalam Kitab Attibyan fi Adaabi Hamalatil Quran .................................................... 26 C. Keutamaan Membaca Al-Quran ........................................................... 40 D. Manfaat Membaca Al-Quran ............................................................... 42 BAB IV : PEMBAHASAN A. Adab Membaca Al-Quran Menurut Imam Nawawi............................. 45 B. Relevansi Pemikiran Imam Nawawi tentang Adab Membaca Al-Quran

  dalam Kitab Attibyan fi Adaabi Hamalatil Quran dengan Masa Kekinian .............................................................................................................. 61

  BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 66 B. Saran ..................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

  DAFTAR LAMPIRAN Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK Lamp. 4 : Biografi Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagai agama yang universal dan abadi memberikan pedoman

  hidup (way of Live) bagi manusia menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin, serta dunia akhirat (Razak, 1984:9). Kebahagiaan hidup manusia itulah yang menjadi sasaran hidup manusia yang pencapaiannya sangat bergantung pada proses pendidikan.

  Agama Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar-dasar dan perundang- undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah berfirman,

  

  

    “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus...” (QS. Al-Israa’: 9)

  

  

   “Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu

  ...”(QS. An Nahl:89) Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip- prinsip umum hukum perbuatan (Thabathaba’i, 1998: 21). Jadi, di dalam Al- Quran mengandung beberapa pokok yang mengatur tentang kehidupan manusia, terutama mengenai adab. Mengingat bahwa budi pekerti anak zaman sekarang semakin berkurang.

  Sebagai manusia tidak hanya mengutamakan hablun mina annas tetapi

  

hablun mina Allah nya harus tetap terjaga. Salah satu cara untuk

  mendekatkan diri dengan Allah adalah memahami kalam-Nya yaitu Al- Quran. Dengan membaca Al-Quran Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dalam setiap urusan manusia baik di dunia maupun akhirat. Maka Allah memilih

  Iqra’ sebagai kalimat pertama yang Dia turunkan. Hal ini mengindikasikan bahwa permulaan membangun umat ini adalah dengan ilmu.

  Dan salah satu metode yang dituntunkan oleh Allah untuk memperoleh ilmu adalah dengan membaca. Tentu bacaan yang baik dan bermanfaat.

  Menurut Wahyudi, Wahidi (2016: 16) Al-Quran memiliki banyak

  

fadhilah yang tidak terhingga, sehingga Al-Quran bernilai lebih tinggi

  dibandingkan dengan yang lainnya. Di antara keutamaan itu ialah sebagai berikut: Al-Quran memberi syafaat bagi penjaganya, Dibolehkan iri kepada penghafal Al-Quran, Penghafal Al-Quran akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, Menjadi keluarga Allah, Penghafal Al-Quran digolongkan sebagai orang-orang pilihan yang mulia bersama para nabi dan syuhada, Orang tua penghafal Al-Quran akan diberi mahkota pada hari kiamat,

  Penghafal Al-Quran akan dipakaikan mahkota kehormatan dan jubah karomah, serta mendapat keridhaan Allah, Diberi ketenangan jiwa, Penghafal Al-Quran dapat memberi syafaat pada keluarganya, Ada perintah untuk memuliakan Ahli Al-Quran dan dilarang menyakitinya, Penghafal Al-Quran diprioritaskan hingga wafat.

  Semua budi pekerti yang luhur dan akhlak yang mulia berasal dari Al- Quran Al-

  Karim. Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud, “Setiap

  

Muaddib (pendidik adab) merasa senang jika adabnya itu diterapkan. Dan

  sungguh adab dari Allah tertuang di dalam Al- Quran” (Badar, 2017: 95). Maka gunakan Al-Quran sebagai pedoman dalam kehidupan, terutama mengenai adab.

  Telah dimaklumi bahwa umat Islam pada masa Nabi banyak yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) sampai-sampai Allah mencatat sifat mereka dalam Al-

  Qur’an:

  

   

 

  

 

 

... 

  “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di

antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,

mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As

Sunnah)...” (QS. Al-Jumu’ah: 22)

  Demikian halnya dengan Nabi Muhammad, beliau juga orang yang ummi sebagaimana firman Allah:

  

 

 

 

 

  

... 

  “ (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang

(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi

mereka ...” (QS. Al-A’raf: 157)

  Turunnya wahyu secara bertahap tentu sangat menolong para sahabat untuk membaca, menghafal, dan mengamalkan Al-Quran di kehidupan sehari-hari (Wahyudi, Wahidi, 2016: 6)

  Sesungguhnya Al-Quran adalah kitab Allah SWT. Setiap kali seorang muslim membaca, mencintai dan menghafalnya maka Allah akan mengaruniakan kepadanya pemahaman yang benar .... Dia tidak memberikannya kepada siapapun, namun dia hanya memberikannya kepada ahli Allah (para wali Allah), yang mereka itu adalah ahli Al-Quran (para penghafal Al-Quran) (Az-Zawawi, 2013: 37).

  Allah memuliakan umat Islam dengan kitab Al-Quran sebagai kalam terbaik Allah. Maka umat-Nya harus menaruh perhatian yang besar untuk menghormati Al-Quran dengan cara belajar, mengajar, membahas dan mengkajinya secara berkelompok ataupun sendirian. Itulah faktor yang mendorong Imam Nawawi dalam menulis kitab yang berisi tentang adab- adab berinteraksi dengan Al-Quran dan sifat-sifat penghafal dan pelajarnya.

  Ketekunan Imam Nawawi akan ilmu menghasilkan karya yang cukup banyak salah satunya adalah kitab

  Attibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an yang

  akan diteliti oleh penulis dalam penulisan skripsi ini. Kitab Attibyan fi Adabi

  Hamalatil Qur’an membahas perkara-perkara yang sangat penting diketahui

  oleh setiap umat Islam, karena kitab ini membicarakan berbagai hal yang berkaitan adab dalam menjalin interaksi dengan kitab suci Al-Quran Al-

  Karim dari segi membaca, memegang, dan posisi duduk ketika membaca Al-

  Quran. Dalam Kitab Attibyan fi Adabi Hamalatil Quran juga membahas masalah-masalah unik yang penting salah satunya adalah jika sedang qiraah lalu tiba-tiba ingin buang angin, hendaknya ia menghentikan bacaannya hingga ia selesai buang angin, baru kemudian melanjutkan bacaannya. Selain dijelaskan bagaimana adab berinteraksi dengan Al-Quran, juga dijelaskan mengenai adab seputar khataman, cara, waktu dan hal-hal yang dianjurkan.

  Perbedaan dengan kitab lain, kitab Attibyan fi Adaabi Hamalatik Quran lebih spesifik dalam pembahasannya mengenai adab-adab yang sering disepelekkan oleh pembaca Al-Quran yang dianggap remeh tetapi justru lebih penting dan harus lebih berhati-hati. Karena berinteraksi dengan Al-Quran berarti berinteraksi dengan Allah SWT.

  Jadi, kajian dalam kitab

  Attibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an ini dirasa

  sangat penting untuk dipelajari oleh orang-orang Islam. Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh khususnya mengenai adab dalam berinteraksi dengan Al-Quran dalam sebuah penelitian dengan judul

  “ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADABI HAMALATIL QURAN KARYA IMAM NAWAWI ”.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fi Adabi

  Hamalatil Quran ? 2.

  Bagaimana relevansi adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fi

  Adabi Hamalatil Quran dengan konteks kekinian? C.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mendeskripsikan adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fi Adabi

  Hamalatil Quran 2.

  Menemukan relevansi adab berinteraksi dengan Al-Quran dalam kitab

  Attibyan fi Adabi Hamalatil Quran dengan konteks kekinian D.

   Kegunaan Penelitian

  Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoretis, antara lain:

  1. Manfaat teoretis a.

  Memberi kejelasan secara teoretis tentang adab membaca Al-Quran dalam kitab Attibyan fi Adabi Hamalatil Quran b.

  Menambah dan memperkaya keilmuan di bidang pendidikan c. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan Islam khususnya di bidang membaca Al-Quran

  2. Manfaat praktis Setelah proses penelitian diselesaikan, diharapkan hasil tulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran yang jelas tentang adab membaca Al-Quran dan relevansinya terhadap zaman kekinian pada kitab

  Attibyan fi Adabi Hamalatil Quran. Dengan demikian penulis dapat

  memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis dalam dunia pendidikan, yaitu wacana baru yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan bersama sesama praktisi pendidikan dalam memberikan cara pandang dan landasan pijak dalam memahami bagaimana etika dalam membaca Al- Quran.

E. Telaah Pustaka

  Untuk menghindari terjadinya plagiasi, maka penulis memaparkan karya ilmiah yang sudah ada. Selain itu telaah pustaka juga untuk melihat orisinilitas skripsi.

  Rakhman Khakim dengan skripsinya ya ng berjudul “Kompetensi

  Kepribadian Guru dalam Pendidikan Islam (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Quran Karya Al-Nawawi) tahun 2008 berisi tentang

  bagaimana memberikan suri tauladan bagi anak didik terkait dengan perkembangan zaman diakses pada 8 November 2017, 03:17). Karna guru adalah digugu lan ditiru maksudnya setiap perbuatan dan perkataan seorang guru adalah contoh bagi anak didiknya.

  Mengingat bahwa anak lebih cepat memproses hal buruk dibanding yang baik, maka guru harus lebih berhati-hati dalam berucap maupun bertindak.

  Jaka Ahmadi dengan skripsinya yang berjudul “Adab Membaca Al-

  Qur’an Menurut Syaikh Abd Al-Samad Al-Falimbani dalam Kitab Siyar Al-

  Salikin Ila Ibadat Al-Rab Al- Alamin” tahun 2015 berisi tentang keutamaan membaca Al-Quran dan celakanya bagi orang yang lalai terhadap bacaannya.

  

   diakses pada 10 Juli 2018, 12:15 WIB). Dipaparkan mengenai adab yang berkaitan dengan zahir dan batin. Adab zahir merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teknis, baik ketika seorang akan membaca maupun ketika sedang membaca Al-Quran. Sedangkan adab batin adalah adab yang berkaitan dengan tata pikir dan amalan hati ketika akan dan sedang membacanya.

  Kontekstualisasi dari nilai Adab membaca Al-Quran menurut syaikh Abd Al-Samad Al-Falimbani jika digunakan untuk memandang fenomena kontemporer seperti membaca Al-Quran digital atau elektronik, maka menurut peneliti masih relevan dan bisa diaplikasikan. Sebab yang diuraikan Al-Falimbani merupakan adab membaca Al-Quran. Sehingga ketika seseorang membacanya pada elektronik ia harus tetap melaksanakan adab zahir maupun batin, seperti halnya membaca pada mushaf fisik (kertas, kulit).

  Ali Muhdi, S.Pd.I, MSI. dalam penelitiannya yang berjudul ”Konsep

  Moral Pendidikan dan Peserta Didik Menurut Al-Nawawi Al- Dimasyqiy” tahun 2016 berisi tentang konsep moral yang hendaknya melekat dalam diri seorang pendidik dan peserta didik. diakses pada 16 Juli 2018, 10:30 WIB). Pendidik yang baik adalah ketika ia dapat dijadikan contoh atau teladan bagi murid atau peserta didiknya dalam hal apapun, baik perkataan, tindakan, maupun sikap terhadap sesuatu hal. Peserta didik yang ideal digambarkan oleh Imam Nawawi sebagai generasi muda yang mampu mengupayakan dirinya menjadi orang yang bersungguh dalam proses pencarian ilmu dan pencarian jati dirinya.

  Penelitian skripsi ini berbeda dengan skripsi yang di atas, kajian difokuskan pada adab berinteraksi dengan Al-Quran menurut Imam Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Atibyan fi Adabi Hamalatil Quran dikaitkan dengan zaman sekarang. Mengingat budi pekerti zaman sekarang semakin buruk.

F. Penegasan Istilah

  Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut:

1. Adab Membaca Al-Quran

  Menurut al-Attas, secara etimologi (bahasa) adab berasal dari bahasa Arab yaitu addaba-

  yu’addibu-ta’dib yang telah diterjemahkan oleh al-

  Attas sebagai ‘mendidik’ atau ‘pendidikan’. Dalam kamus Al-Munjid dan

  Al Kautsar, adab dikaitkan dengan akhlak yang memiliki arti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

  Sedangkan, dalam bahasa Yunani adab disamakan dengan kata ethicos atau ethos, yang artinya kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicas kemudian berubah menjadi etika (Nasir, 1991: 14).

  Al-Ghazali dalam kit ab ihya’ Ulum Al-Din menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan dan analisa (jamil, 2013:2).

  Sebagai manusia tentu mempunyai adab atau norma-norma tersendiri agar hidupnya terarah. Baik norma terhadap diri sendiri, makhluk ciptaan- Nya dan terhadap Allah SWT. Salah satu norma yang perlu diperhatikan adalah ketika berinteraksi dengan kalam Allah yaitu Al-quran Al-Karim.

  Membaca, menghafal atau mempelajarinya.

  Al-Quran adalah kalam Allah, menghafalkannya adalah aktivitas yang paling besar nilainya, karena hal itu akan membuka pintu-pintu kebaikan.

  Dan ingatlah bahwa Rasulullah SAW diutus karena sesuatu yang penting dan mendasar, yaitu Al-Quran (Al-Kahil, 2011: 19). Untuk berbicara dengan Allah adalah dengan memahami kalam Allah yaitu dengan memahami Al-Quran.

  Diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda:

  ِهِباَحْصَ ِلًِاعْيِفَش ِةَماَيِقلْا َم ْوي ىِتْأَي ُهَّنِاَف ,َنآ ْرُقْلا اوُءَرقا “Bacalah Al-Quran karena ia akan datang pada Hari Kiamat

sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya.” (HR. Muslim: 804)

  (Muslim, 2014: 330)

  Al-Quran merupakan mukjizat dari Allah SWT sehingga, segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Quran sudah tentu merupakan hal yang luar biasa (Yusuf, 2013: 15). Maka penghafal Al-Quran adalah sosok yang luar biasa.

2. Kitab Attibyan fi Adabi Hamalatil Quran

  Kitab ini membahas perkara-perkara yang sangat penting diketahui oleh setiap orang Islam karena kitab ini membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan adab kita menjalin interaksi dengan kitab suci kita Al- Quran Al-Karim.

  Berikut ini adalah kerangka bab dalam kitab ini: a. Keutamaan pembaca Al-Quran dan penghafalnya b.

  Keutamaan qiraah dan ahluqiraah c. Keharusan memuliakan Ahluquran dan larangan menyakitinya d.

  Adab pengajar dan pelajar Al-Quran e. Adab para penghafal Al-Quran f. Adab Membaca Al-Quran g.

  Adab mulia terhadap Al-Quran h. Anjuran membaca ayat dan surah pada waktu dan keadaan tertentu i. Menulis dan memuliakan Mushaf Al-Quran j. Akuransi nama dan bahasa dalam kitab sesuai urutan letaknya

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan

  (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

  2. Sumber data a.

  Data primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Attibyan karya Imam Nawawi b. Data sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul penelitian yaitu mengenai membaca Al-Quran dan penelitian- penelitian terdahulu, skripsi, tesis dan jurnal.

  3. Teknik pengumpulan data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan mengutamakan data primer.

  4. Teknik analisis data Melihat objek penelitian yang berupa buku-buku atau literatur, maka penelitian ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriptif, filosofis dan kontekstual.

  a.

  Metode deskriptif Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk pengumpulan data untuk menguji atau menjawab objek yang diteliti

  (Muhamad, 2008: 18). Tujuan dari metode ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif, faktual dan akurat tentang objek yang diteliti.

  Jadi penulis mendeskripsikan isi buku pada bab adab membaca Al-Quran kemudian menganalisis sehingga memberikan gambaran yang akurat.

  b.

  Metode kontekstual Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang ada di depan dan di belakang (KBBI, 2005: 521). Metode kontekstual adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan menemukan kondisi yang lebih konkrit (terkait dengan kehidupan nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara adab membaca AL-Quran yang ada di dalam kitab Attibyan dengan situasi dunia nyata dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara adab membaca Al-Quran yang ada dalam kitab Attibyan dengan penerapannya dalam kehidupan kekinian.

H. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skriosi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan yaitu sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka, penegasan istilah, sistematika penulisan.

  BAB II BIOGRAFI IMAM NAWAWI. Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intelektual tokoh Imam Nawawi yang meliputi: biografi Imam Nawawi, karya-karya Imam Nawawi, guru-guru Imam Nawawi, sistematika penulisan Kitab Attibyan.

  BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI TENTANG ADAB MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADABI HAMALATIL QURAN. Pada bab ini dibahas pengertian adab membaca Al- quran, bagaimana adab berinteraksi dengan Al- Qur’an, keutamaan membaca Al-quran dan manfaat membaca Al-Quran.

  BAB IV PEMBAHASAN. BERISI ANALISIS KITAB ATTIBYAN FI ADABI HAMALATIL QURAN, RELEVANSI MEMBACA AL-QURAN DALAM KITAB ATTIBYAN FI ADABI HAMALATIL QURAN DIKAITKAN DENGAN KONTEKS KEKINIAN. Pada bab ini dijelaskan bagaimana adab membaca Al-quran dalam kitab Attibyan karya Imam Nawawi dikaitkan dengan konteks kekinian.

  BAB V PENUTUP. Bab ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar pustaka.

BAB II BIOGRAFI IMAM NAWAWI A. Biografi Imam Nawawi 1. Nama dan Keturunan Nama benar beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Murra bin Hasan bin Hussain bin Hizam bin Muhammad bin Juma’ah. Gelarannya (laqobnya)

  dikenali sebagai Muhyiddin dan Kunyahnya pula dikenali sebagai Abu Zakariya. Panggilan termasyhur beliau ialah al-Nawawi karena dinisbatkan pada asal daerahnya Nawa yaitu nama bagi sebuah kampung yang terletak dalam daerah Hauran berhampiran dengan Kota Damsyik, Syria kses pada 4 September 2018: 20:40).

  Beliau mendapatkan kunyah (nama yang didahului Abu) Abu Zakariya. Kunyah ini bukan berarti beliau mempunyai seorang putra yang bernama Zakariya sehingga beliau disebut Abu Zakariya (ayahnya Zakariya) melainkan karena tradisi ulama’ dimana bila ada seorang ulama’ bernama Yahya maka akan diberi kunyah Abu Zakariya dengan tujuan iltifat kepada Nabi Zakariya dan Ayahnya Yahya. Mengenai pemberian kunyah pada seorang ini beliau singgung di dalam kitabnya yang terkenal al- Majmu Syarah Muhaddzab, disitu beliau berkata: “Disunnahkan memberi kunyah kepada orang yang mempunyai keutamaan baik laki-laki maupun perempuan, baik dia punya anak atau tidak....” kses pada 4 September 2018: 20:40).

  Selain kunyah Abu Zakariya, Imam An-Nawawi juga mendapat laqob (julukan) Muhyiddin, artinya penghidup agama. Imam Nawawi sangat tidak setuju dengan laqob ini hingga diriwayatkan bahwa beliau berkata: “tidak aku halalkan orang yang memberiku julukan Muhyiddin” kses pada 4 September 2018: 20:40).

  Al-Imam an-Nawawi digelari Muhyiddin (yang menghidupkan agama), namun dia sendiri tidak senang diberi gelar tersebut.

  Ketidaksukaan itu disebabkan rasa

  tawadhu’ yang tumbuh pada diri al-

  Imam an-Nawawi, sebenarnya dia pantas diberi julukan tersebut karena dia menghidupkan sunnah, mematikan

  bid’ah, menyuruh melakukan

  perbuatan yang

  ma’ruf. Mencegah perbuatan yang mungkar dan

  memberikan manfaat kepada umat Islam dengan karya-karyanya (Huda, 2011: 57).

  Beliau dilahirkan pada 10 Muharram 631 H di Nawa. Bapak beliau merupakan penduduk asal dari kampung tersebut. Beliau hanya diberi kesempatan hidup selama 45 tahun saja. Pada hari Rabu yaitu pada bulan Rajab 676 H, beliau menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di kampungnya sendiri di Nawa (Hakimah, 2011: 21).

  Sebelum meninggal, dia sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji beserta orangtuanya dan menetap di Madinah selama satu setengah bulan, dan sempat juga berkunjung ke Baitul Maqdis di Yerussalem. Dan dia juga tidak menikah sampai akhir hayatnya (Huda, 2011: 55).

2. Kehidupan Ketika Kecil dan Dewasa

  Beliau dilahirkan di desa Nawa yang termasuk wilayah Hauran pada tahun 631H. Kakek tertuanya Hizam singgah di Golan menurut adat Arab, kemudian tinggal di sana dan Allah SWT memberikan keturunan yang banyak, salah satu diantaranya adalah Imam Nawawi (Nawawi, t.th: 9).

  Bapaknya telah meriwayatkan bahwa ketika beliau berumur tujuh tahun, satu malam pada bulan Ramadhan yaitu pada 27 Ramadhan, anaknya itu telah terjaga lalu bertanya kepada ayahnya: “Apakah cahaya yang menera ngi rumah?” Ayahnya menjawab kami tidak melihat apa-apa cahaya. Maka fahamlah bahwa cahaya itu merupakan cahaya Lailatul

  Qadar (Hakimah, 2011: 21).

  Banyak orang terkemuka di Nawa yang melihat anak kecil memiliki kepandaian dan kecerdasan. Mereka menemui ayahnya dan memintanya agar memperhatikannya dengan lebih seksama. Ayahnya mendorong sang Imam menghafalkan Al-Quran dan Ilmu. Maka An-Nawawi mulai menghafal Al-Quran dan dididik oleh orang-orang terkemuka dengan pengorbanan harus meninggalkan masa bermain-mainnya karena harus menekuni Al-Quran dan menghafalnya. Sebagian gurunya pernah melihat bahwa Imam Nawawi bersama anak-anak lain dan memintanya bermain bersama-bersama. Karena sesuatu terjadi diantara mereka, dia lari meninggalkan mereka sambil menangis karena merasa dipaksa. Dalam keadaan yang demikian itu dia tetap membaca Al-Quran. Demikianlah, sang Imam tetap terus membaca Al-Quran sampai dia mampu menghafalnya ketika mendekati usia baligh (Nawawi, t.th: 9-10).

  Pada mulanya dia mempelajari ilmu pengetah uan dari ulama’-ulama’ terkemuka di desa tempat kelahirannya. Kemudian setelah umurnya menginjak dewasa, ayahnya merasa tidak cukup kalau anaknya belajar di dusun tempat kelahirannya itu. Maka pada tahun 649 H, bersama ayahnya an-Nawawi berangkat ke Damaskus. Pada waktu itu tempat berkumpulnya ulama’- ulama’ terkemuka, dan tempat kunjungan orang dari berbagai pelosok untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman (Huda, 2011: 56).

  Ketika berusia 9 tahun, ayahnya membawa dia ke Damsyiq untuk menuntut ilmu lebih dalam lagi. Maka tinggallah dia di Madrasah Ar- Rawahiyah pada tahun 649 H. Dia hafal kitab At-Tanbiih dalam tempo empat setengah bulan dan belajar Al-Muhadzdzab karangan Asy-Syirazi dalam tempo delapan bulan pada tahun yang sama. Dia menuntaskan ini semua berkat bimbingan gurunya Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin Usman Al-Maghribi Al-Maqdisi. Dia adalah guru pertamanya dalam ilmu fiqh dan menaruh memperhatikan muridnya ini dengan sungguh-sungguh. Dia merasa kagum atas ketekunannya belajar dan ketidaksukaannya bergaul dengan anak-anak yang seumur. Sang guru amat mencintai muridnya itu dan akhirnya mengangkat dia sebagai pengajar untuk sebagian besar jamaahnya (Nawawi, t.th: 9-10).

  Syeikh Yasin bin Yusuf al-Zarkashi, guru tariqatnya menceritakan bahwa ketika Imam Nawawi berusia sepuluh tahun, beliau telah menghafaz Al-Quran. Oleh yang demikian, gurunya itu berjumpa dengan guru Al-Qurannya supaya menumpukan perhatian yang lebih terhadap Imam Nawawi.

  Pada Usia 19 tahun yaitu pada tahun 649 H, Imam Nawawi telah dibawa oleh bapaknya ke kota Damsyiq dan menempatkannya di al- Rawwahiyah. Al-Rawahiyyah merupakan sebuah pusat pengajian yang termasyhur di Damsyiq yang terletak di sebuah timur Masjid Ibn Urwah.

  Di sini lah Imam Nawawi Mendalami segala Ilmu agama. Kemudian beliau berangkat ke tanah suci Mekah Mukarramah untuk menunaikan haji bersama bapaknya dan singgah di Madinah untuk jangka masa beberapa bulan. Dikatakan beliau mulai sakit dan kembali ke Kota Damsyiq untuk meneruskan pengajian (Hakimah, 2011: 21-22).

  Di penghujung usianya, Imam Nawawi bertolak ke negeri kelahirannya dan berziarah ke Al-Quds dan Al-Khalil. Kemudian beliau kembali ke Nawa dan ketika itulah beliau sakit di samping ayah bundanya. Imam Nawawi Rahimahullah wafat pada malam Rabu 24 Rajab tahun 676 H dan dimakamkan di Nawa (Nawawi, t.th: 13). Kuburan beliau sangat terkenal dan selalu diziarahi orang-orang yang mengagumi perjuangannya dalam menegakkan agama Islam.

3. Akhlak dan Pribadi

  Imam Nawawi seorang insan yang tidak terpengaruh dengan hiburan di dunia. Beliau hanya menggunakan seluruh isi bumi yang ada hanya dengan menuntut ilmu dan hanya untuk mencari keridhaan Allah. Beliau memang terkenal dengan sifat tekunnya sehingga beliau dikatakan tidak pernah berkahwin sehingga saat kematian beliau sampai (Hakimah, 2011: 21).

  Imam Nawawi seorang yang sangat zuhud dalam kehidupannya. Pada kebiasaannya, beliau hanya memakan roti Al- Ka’k dan buah Zaitun Hauran yang dikirimkan oleh ayahnya sahaja (Hakimah, 2011: 21).

  Syaikh Syamsuddin bin Al-Fakhr Al- Hanbali berkata, “Imam An-

  Nawawi adalah sosok panutan, hebat, banyak hafal hadits, ahli di semua bidang keilmuan, banyak menulis buku, sangat wara’ dan zuhud, meninggalkan semua makanan enak kecuali yang dibawakan oleh ayahnya, yaitu kue dan buah tin. Beliau memakai pakaian jelek dan bertambal, beliau tidak mau masuk pemandian umum, beliau tidak memakan semua buah-buahan, beliau tidak memakan satu dirham pun sari semua aktivitasnya (Said, 2016: 20-21).

  Imam Nawawi tekun menuntut ilmu-ilmu agama, mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir, sabar menjalani hidup yang amat sederhana dan berpakaian tanpa berlebihan (Nawawi, t.th: 10).

  Begitu juga dalam hal menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, tanpa peduli apakah ia seorang penguasa atau bukan. Ia sering mengirim surat kepada para penguasa yang berisikan nasihat agar selalu berlaku adil dalam mengemban kekuasaan, menghapus cukai dan mengembalikan hak kepada ahlinya. Ia amat rajin dan menghafal banyak hal, karena itu ia lebih unggul dari teman-teman sebayanya (Al-Bugha, Muhyiddin Mistha, 2017: 10) Beliau tidak mau menghabiskan waktunya kecuali menuntut ilmu.

  Bahkan ketika beliau pergi kemanapun, dalam perjalanan hingga pulang ke rumah, beliau sibuk mengulangi hafalan-hafalan dan bacaan-bacaannya.

  Beliau bermujadalah dan mengamalkan ilmunya dengan penuh warak dan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh buruk sehingga dalam waktu yang singkat beliau telah hafal hadits-hadits dan berbagai disiplin ilmu hadits.

  Tidak bisa dipungkiri dia adalah seorang alim dalam ilmu-ilmu fiqih dan ushuludin. Beliau telah mencapai puncak pengatahuan madzhab Imam Asy- Syafi’i ra dan imam-imam lainnya. Beliau juga memimpin Yayasan Daarul Hadits Al-Asyrafiyah Al-Ulla dan mengajar bayaran disana tanpa mengambil bayaran sedikitpun (Nawawi, t.th: 11).

B. Karya-Karya Imam Nawawi

  Al-Imam an- Nawawi adalah ulama’ yang dikenal sebagai pengarang. Sejak usianya berumur 25 tahun dia banyak menulis karya-karya ilmiah (Huda, 2011: 56).

  Beliau telah menghasilkan banyak kitab, dintaranya: Syarah Muslim, Al-

  Irsyad dan At-Taqrib berkenaan dengan segi-segi umum hadits, Tahdzibul

  

Asmaa’wal Lughaat, Al-Manaasik Al-Sughra dan Al-Manaasik Al-Kubra,

Minhajut Taalibin, Bustaanul ‘Arifin, Khulaasahtul Ahkam fi Muhimmaatis

Sunan wa Qawaa’idil Islam, Raudhatut Taalibiin fii ‘Umdatil Muftiin,

Hulyatul Abrar wa Syi’aarul Akhyaar fii Talkhiisyid Da’awaat wal Adzkaar

  yang lebih dikenal dengan nama Al-Adzkaar lin Nawawi dan At-Tibyan fii Aadaabi Hamalatil Quran (Nawawi, t.th: 13).

  Pengabdian ketekunan an-Nawawy membuahkan karya-karya yang sangat bermanfaat bagi umat islam di dunia. Diantara kitab yang ia tulis ialah:

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Tarbiyah

0 0 78

PENGARUH INTENSITAS PELAKSANAAN SHALAT TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI MTS AL HADI GIRIKUSUMO MRANGGEN DEMAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

0 0 124

KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN KARYA IMAM AL-GHAZALI SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

0 0 106

KONSEP IKHLAS DALAM KITAB MINHAJUL ABIDIN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN IBADAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 100

Konsep Pendidik dan Peserta Didik Menurut Pemikiran Abuddin Nata dan Relevansinya terhadap Praktek Pendidikan Islam SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

0 0 103

PERAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI GAYA HIDUP HEDONISME (KAJIAN PEMIKIRAN MUNIF CHATIB) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 109

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB KIFAYATUL AWAM KARYA SYAIKH IBRAHIM AL- BAJURI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 118

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATHUL MAJID KARYA ASY-SYEIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

0 0 108

PENDIDIKAN KELUARGA DALAM KITAB ‘UQUDULLUJAIN KARYA SYAIKH NAWAWI BIN UMAR AL-JAWI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

4 16 119