Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon) T2 932012006 BAB II

(1)

6

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1 Pemahaman Good Governance

Menutur pandangan United National Development Program (UNDP) karakteristik governance yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokrasi keuangan (finansial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya (Sedermayanti, 2012). Menurut pandangan Wold Bank (Bank Dunia) good governance yaitu masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, esksekutif yang bertangung jawab, birokrasi yang profesional, dan aturan hukum (Sedermayanti, 2012). Sementara menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) good governance mensyaratkan empat asas yaitu transparansi (trasnparency), pertanggungjawaban (accountability), kewajaran atau kesetaraan (fairness), dan kesinambungan (sustainability) (Sedermayanti, 2012).

Menurut Budjuri et al., 2004 (dalam Wati et al., 2010) pemerintahan yang baik atau good governance di tandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkait. Ketiga elemen tersebut adalah transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Perwujudan ketiga elemen good governance akan membuat setiap aktivitas pada organisasi publik dapat dipertanggungjawabkan, tercermin di dalam penganggaran,


(2)

7 pelaporan keuangan, pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (Wati et al., 2010). Hal yang sama juga disampaikan oleh Mardiasmo (2005) Good governance pada esensinya merupakan pemeritahan yang efektif dan modern yaitu suatu pemeritahan yang demokratis (democratic governance) yang elemen utamanya adalah masyarakat dengan karakteristik yang terdiri dari transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Good governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi dengan etika profesional dalam berusaha/berkarya (Wati et al., 2010).

Mewujudkan good goveranance yang didalamnya terdapat independensi auditor internal merupakan hal yang sangat penting, dengan tujuan utama adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan operasional telah dikendalikan dengan baik, telah dikelola secara efektif dan transparan, yang ditunjang dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh auditor dalam menjalankan tugas (Adel, 2013). Maka dari itu teori atribusi dapat menjelaskan perilaku auditor internal dalam mempertahankan sikap independensi yang dapat disebabkan oleh abbility, effort, task difficulty dan luck, sehingga dapat mencapai good governance.

2.2 Tugas Auditor Internal

Menurut Johnson (1996) dalam Angus, et al., (2011) tugas-tugas umum auditor internal sektor publik meliputi: (1) Salinan audit tentang laporan dari akun yang disampaian dalam tata cara penulisan yang ditentukan bersama-sama dalam laporan kepada menteri atau sekertaris negara. (2) Para auditor harus menyatakan apakah akun


(3)

8 menurut mereka dapat memberikan padangan yang benar dan adil sesuai dengan urusan operasi. (3) Auditor harus menyatakan apakah akun tersebut telah memberikan semua informasi yang diperlukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (4) Para auditor biasanya akan melaporkan jika mereka tidak puas dengan aspek dalam laporan keuangan.

Lembaga pengawasan internal pada tingkat daerah, adalah inspektorat propinsi dan inspektorat kabupaten/kota, yang pembentukannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Permendagri 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota adalah aparat pengawas fungsional yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada kepala daerah (gubernur, bupati/walikota), yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah propinsi kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota dan desa, serta pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota dan desa.

Untuk melaksanakan tugasnya, inspektorat propinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi: perencanaan program pengawasan, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan serta pemeriksaan, pengutusan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah dalam ruang lingkup pengawasan sebagai diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 meliputi administrasi umum pemerintahan


(4)

9 terdiri dari kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah, serta urusan pemerintahan terdiri dari pengawasan terhadap urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi tugas pembantuan dan kebijakan pimjaman hibah luar negeri.

Pengawasan internal dilaksanakan oleh pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No 51 Tahun 2012 mengatur tentang seorang auditor dinilai mampu melaksankan tugas pengawasan apabila telah dinyatakan lulus dari ujian sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), sesuai jenjangnya sehingga menduduki: Pengendali Mutu (PM), Pengendali Teknis (PT), Ketua Tim (KT) dan Anggota Tim (AT).

2.3 Independensi Auditor Internal

Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokonya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajmen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisisensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi (Mulyadi, 2010). Fungsi audit internal menurut


(5)

10 Boynton (2003) adalah melakukan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan.

Pertimbangan auditor penting dalam proses audit karena mencakup kompetensi auditor, efektivitas arsitektur sistem informasi bagi auditor, dan signifikansi (matrealitas) dari unsur laporan keuangan (Prachsriphun et al., 2001 dalam Kristiani 2012). Arens et al., (2000) mendefenisikan independensi dalam pengauditan sebagai pengaruh cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Dengan demikian independensi dapat menghindarkan hubungan yang mungkin menggangu objektivitas seorang auditor (Hutami, 2011).

Selain itu independensi merupakan suatu tindakan baik sikap, perbuatan, atau mental auditor sepanjang melaksanakan audit, dimana seorang auditor harus bisa memposisikan dirinya untuk tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil audit (Christiawan, 2003). Terdapat indikator independensi menurut Sowyer (2006) antara lain:

a. Independensi dalam program audit: bebas dari intervensi menejerial atas program audit, bebas dari segala intervensi atas program audit, bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah program audit.

b. Independensi dalam verifikasi: bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan


(6)

11 dengan audit yang dilaksanakan, mendapat kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama melakukan verifikasi audit, bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit, bebas dari usaha menejerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa, bebas dari usaha menejerial yang membatasi perolehan barang bukti.

c. Independensi dalam pelaporan: bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hasil audit, bebas dari tekanan untuk melaporkan bukti-bukti yang signifikan, menghindari penggunan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan opini, fakta, dan rekomendasi dalam intepretasi audit, bebas dari usaha meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta/opini dalam laporan audit internal, bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak/signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan.

2.4 Teori Atribusi (Attributions Theory)

Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan perilaku orang lain atau diri sendiri tentang pemahaman terhadap peristiwa disekitar, dengan mengetahui alasan-alasan mereka terhadap kejadian yang dialami. Heider (1958) dan Kelly (1967) adalah tokoh pencetus teori atribusi. Menurut kedua tokoh tersebut, penyebab suatu kejadian dapat berasal dari faktor internal meliputi kemampuan dan usaha, sedangkan faktor eksternal meliputi keberuntungan dan kesulitan tugas.


(7)

12 Teori atribusi mengemukakan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka hanya dengan melihat perilaku dapat diketahui sikap atau karakteristik seseorang, serta dapat memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu apakah dari internal atau eksternal, selain itu dapat melihat pengaruhnya terhadap perilaku individu (Edward et al dalam, Carolita 2012).

Weiner mengkategorikan teori atribusi ke dalam dimensi kausalitas, dimensi stabilitas, serta dimensi kontrol (Weiner, 1992). Pada dimensi kausalitas (internal-eksternal), suatu kejadian disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Pada dimensi stabilitas (menetap-berubah) seseorang menentukan apakah ia mempersepsikan penyebab sebagai sesuatu yang menetap (tidak berubah sepanjang waktu) atau dapat berubah. Dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol) seseorang menentukan apakah ia memiliki kontrol terhadap suatu kejadian atau faktor lain diluar dirinya yang memegang kontrol tersebut (Weiner, 1992).

Gambar 1

Elemen dari Teori Atribusi Weiner

Causal Locus Internal External

Causal Stabilly Stable Abillity Task difficulty Expectancy

Unstable Effort Luck

Value (pride) Sumber: Weiner, 1992

Berdasarkan teori atribusi Weiner (1992), keberhasilan dan kegagalan terdapat dua penyebab yaitu penyebab internal atau eksternal (causal locus). Penyebab eksternal merupakan dimensi


(8)

13 yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, sedangkan ada penyebab internal, merupakan dimensi yang mana sesorang dapat mengendalikannya (misalnya: usaha), tetapi ada juga yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang (misalnya: kemampun).

2.5 Teori Atribusi Dalam Pembentukan Independensi

Teori atribusi digunakan untuk menjelaskan independensi auditor internal, dengan memperhatikan karakteristik personal yang menjadi penentu utama dan faktor internal dalam menjalankan tugas audit. Teori atribusi (Weiner, 1992) menjelaskan bahwa perilaku seorang auditor internal dapat disebabkan dari kombinasi antara dimensi kausalitas (internal-eksternal), dimensi stabilitas (menetap-berubah), dan dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol). Independensi auditor internal dapat dipertahankan dengan kemampuan (abillity) yang dimiliki, dimana bersumber dari dalam diri auditor, bersifat menetap, tetapi auditor tidak dapat mengendalikanya.

Kemampuan yang dimiliki auditor internal berhubungan dengan tingkat kecerdasan (sifat bawaan), auditor mampu dalam merancang dan melaksanakan proses audit serta mampu menyelesaikan persoalan audit yang dihadapi dalam pemeriksaan tanpa adanya tekanan. Auditor internal dapat mempertahankan sikap independensi dengan usaha (effort) yaitu bersumber dari dalam diri auditor, bersifat tidak menetap dan auditor dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Dalam menjalankan pemeriksaan auditor internal berusaha untuk mencari, menemukan, dan melaporkan semua


(9)

fakta-14 fakta yang akan diangkat menjadi temuan audit, tanpa harus dikendalikan dan ditekan oleh pihak lain.

Kesulitan tugas (task difficulty) dapat mempengaruhi independensi seorang auditor internal sebab hal tersebut bersumber dari luar diri auditor, bersifat menetap dan dapat dikendalikan oleh auditor (Weiner, 1992). Laporan keuangan daerah yang berkualitas, dapat dilihat dengan sikap independensi seorang auditor internal. Dimana dengan pengetahuan serta kecerdasan yang dimiliki oleh seorang auditor internal, auditor dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tanpa dipengaruh oleh pihak manapun. Independensi auditor internal dapat juga dipengaruhi oleh keberuntungan (luck) keadaan ini berasal dari luar auditor, dapat berubah dan auditor tidak dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Pada saat melakukan pemeriksaan auditor dapat mempersingkat waktu, tenaga, dan menghemat biaya yang digunakan, sebab auditee telah mempersiapkan semua dokumen dan informasi yang dibutuhkan oleh auditor sesuai dengan waktu yang ditetapkan.


(10)

(1)

10

Boynton (2003) adalah melakukan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan.

Pertimbangan auditor penting dalam proses audit karena mencakup kompetensi auditor, efektivitas arsitektur sistem informasi bagi auditor, dan signifikansi (matrealitas) dari unsur laporan keuangan (Prachsriphun et al., 2001 dalam Kristiani 2012). Arens et al., (2000) mendefenisikan independensi dalam pengauditan sebagai pengaruh cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Dengan demikian independensi dapat menghindarkan hubungan yang mungkin menggangu objektivitas seorang auditor (Hutami, 2011).

Selain itu independensi merupakan suatu tindakan baik sikap, perbuatan, atau mental auditor sepanjang melaksanakan audit, dimana seorang auditor harus bisa memposisikan dirinya untuk tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil audit (Christiawan, 2003). Terdapat indikator independensi menurut Sowyer (2006) antara lain:

a. Independensi dalam program audit: bebas dari intervensi menejerial atas program audit, bebas dari segala intervensi atas program audit, bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah program audit.

b. Independensi dalam verifikasi: bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan


(2)

11

dengan audit yang dilaksanakan, mendapat kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama melakukan verifikasi audit, bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit, bebas dari usaha menejerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa, bebas dari usaha menejerial yang membatasi perolehan barang bukti.

c. Independensi dalam pelaporan: bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hasil audit, bebas dari tekanan untuk melaporkan bukti-bukti yang signifikan, menghindari penggunan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan opini, fakta, dan rekomendasi dalam intepretasi audit, bebas dari usaha meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta/opini dalam laporan audit internal, bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak/signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan.

2.4 Teori Atribusi (Attributions Theory)

Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan perilaku orang lain atau diri sendiri tentang pemahaman terhadap peristiwa disekitar, dengan mengetahui alasan-alasan mereka terhadap kejadian yang dialami. Heider (1958) dan Kelly (1967) adalah tokoh pencetus teori atribusi. Menurut kedua tokoh tersebut, penyebab suatu kejadian dapat berasal dari faktor internal meliputi kemampuan dan usaha, sedangkan faktor eksternal meliputi keberuntungan dan kesulitan tugas.


(3)

12

Teori atribusi mengemukakan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka hanya dengan melihat perilaku dapat diketahui sikap atau karakteristik seseorang, serta dapat memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu apakah dari internal atau eksternal, selain itu dapat melihat pengaruhnya terhadap perilaku individu (Edward et al dalam, Carolita 2012).

Weiner mengkategorikan teori atribusi ke dalam dimensi kausalitas, dimensi stabilitas, serta dimensi kontrol (Weiner, 1992). Pada dimensi kausalitas (internal-eksternal), suatu kejadian disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Pada dimensi stabilitas (menetap-berubah) seseorang menentukan apakah ia mempersepsikan penyebab sebagai sesuatu yang menetap (tidak berubah sepanjang waktu) atau dapat berubah. Dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol) seseorang menentukan apakah ia memiliki kontrol terhadap suatu kejadian atau faktor lain diluar dirinya yang memegang kontrol tersebut (Weiner, 1992).

Gambar 1

Elemen dari Teori Atribusi Weiner Causal Locus

Internal External

Causal Stabilly Stable Abillity Task difficulty Expectancy

Unstable Effort Luck

Value (pride) Sumber: Weiner, 1992

Berdasarkan teori atribusi Weiner (1992), keberhasilan dan kegagalan terdapat dua penyebab yaitu penyebab internal atau eksternal (causal locus). Penyebab eksternal merupakan dimensi


(4)

13

yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, sedangkan ada penyebab internal, merupakan dimensi yang mana sesorang dapat mengendalikannya (misalnya: usaha), tetapi ada juga yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang (misalnya: kemampun).

2.5 Teori Atribusi Dalam Pembentukan Independensi

Teori atribusi digunakan untuk menjelaskan independensi auditor internal, dengan memperhatikan karakteristik personal yang menjadi penentu utama dan faktor internal dalam menjalankan tugas audit. Teori atribusi (Weiner, 1992) menjelaskan bahwa perilaku seorang auditor internal dapat disebabkan dari kombinasi antara dimensi kausalitas (internal-eksternal), dimensi stabilitas (menetap-berubah), dan dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol). Independensi auditor internal dapat dipertahankan dengan kemampuan (abillity) yang dimiliki, dimana bersumber dari dalam diri auditor, bersifat menetap, tetapi auditor tidak dapat mengendalikanya.

Kemampuan yang dimiliki auditor internal berhubungan dengan tingkat kecerdasan (sifat bawaan), auditor mampu dalam merancang dan melaksanakan proses audit serta mampu menyelesaikan persoalan audit yang dihadapi dalam pemeriksaan tanpa adanya tekanan. Auditor internal dapat mempertahankan sikap independensi dengan usaha (effort) yaitu bersumber dari dalam diri auditor, bersifat tidak menetap dan auditor dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Dalam menjalankan pemeriksaan auditor internal berusaha untuk mencari, menemukan, dan melaporkan semua


(5)

fakta-14

fakta yang akan diangkat menjadi temuan audit, tanpa harus dikendalikan dan ditekan oleh pihak lain.

Kesulitan tugas (task difficulty) dapat mempengaruhi independensi seorang auditor internal sebab hal tersebut bersumber dari luar diri auditor, bersifat menetap dan dapat dikendalikan oleh auditor (Weiner, 1992). Laporan keuangan daerah yang berkualitas, dapat dilihat dengan sikap independensi seorang auditor internal. Dimana dengan pengetahuan serta kecerdasan yang dimiliki oleh seorang auditor internal, auditor dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tanpa dipengaruh oleh pihak manapun. Independensi auditor internal dapat juga dipengaruhi oleh keberuntungan (luck) keadaan ini berasal dari luar auditor, dapat berubah dan auditor tidak dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Pada saat melakukan pemeriksaan auditor dapat mempersingkat waktu, tenaga, dan menghemat biaya yang digunakan, sebab auditee

telah mempersiapkan semua dokumen dan informasi yang dibutuhkan oleh auditor sesuai dengan waktu yang ditetapkan.


(6)

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Akselerasi: studi evaluasi di SMP Negeri 6 Ambon T2 942013137 BAB II

0 1 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon) T2 932012006 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon) T2 932012006 BAB IV

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon) T2 932012006 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon)

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Auditor Internal di Lembaga Pemerintahan (Studi pada Kantor Inspektorat Pemerintah Kotamadya Ambon)

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Ambon Dalam Perspektif Teori Identitas Sosial T2 752013009 BAB II

0 0 25

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB II

0 0 44

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Pendidikan Katekisasi (Studi di Gereja Protestan Maluku) T2 BAB II

0 1 35

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Guru SMP Negeri 9 Ambon T2 BAB II

0 0 21