T2_ _BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim dalam Putusan PN Jakarta Pusat Nomor : 54PID.BTPK2012 PN.JKT.PST, Putusan PT Jakarta Nomor : 11PIDTPK2013PT.DKI dan Putusan MA NOMOR : PID.SUS2013 Dikaitkan Tuju

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  A. Pertimbangan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Putusan Nomor 59Pid.Sus2012PN.Tipikor.Smg, Putusan Nomor : 11PIDTPK2013PT.DKI dan Putusan Nomor : 1616 KPID.SUS2013

  Sebelum menelaah lebih jauh mengenai putusan Hakim yang memberikan vonis pemidanaan, pertimbangan Hakim maupun penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan terdakwa Angelina Sondakh dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 54PID.BTPK2012PN.JKT.PST, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 11PIDTPK2013PT.DKI dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1616 KPID.SUS2013 (Terdakwa Angelina Sondakh) dikaitkan dengan tujuan pemidanaan. Peneliti terlebih dahulu akan menyajikan deskripsi kasus sebagai berikut:

1. Kasus Posisi

  ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH sebagai Anggota Komisi X (sepuluh) DPR RI selanjutnya diangkat sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Komisi X (sepuluh) sebagaimana Keputusan DPR RI Nomor: 48DPRRII2009-2010 yang mempunyai kewenangan, salah satunya membahas bersama Pemerintah dalam menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap KementrianLembaga dalam menyusun usulan anggaran. Berdasarkan kesepakatan internal di Komisi

  X (sepuluh) ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH ditunjuk menjadi Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran Komisi (X) yang bertugas menindak lanjuti kesepakatan anggaran dengan mitra kerja antara lain Kemendiknas dan Kemenpora yang dibahas melalui Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dalam Badan Anggaran DPR RI.

  ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH diajak Muhammad Nazaruddin merupakan rekan sesama anggota DPR RI dari Partai Demokrat bertemu dengan Mindo Rosalina Manulang serta beberapa orang lainnya dari Permai Grup antara lain Gerhana Sianipar, Clara Mauren, Silvy dan Bayu Wijokongko di Restoran Nippon Kan di Hotel Sultan Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu Muhammad Nazaruddin memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang dan beberapa orang dari Permai Grup tersebut sebagai Pengusaha. Muhammad Nazaruddin juga menjelaskan kepada Terdakwa bahwa pada saat dirinya masih menjadi Pengusaha, mereka bergabung bersama dalam sebuah konsorsium, tetapi setelah Muhammad Nazaruddin menjadi Anggota DPR RI maka Mindo Rosalina Manulang yang akan maju menggantikannya untuk nanti berhubungan dengan Terdakwa dalam rangka mendapatkan proyek- proyek di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Setelah berkenalan lalu Terdakwa dan Mindo Rosalina Manulang saling bertukar Nomor Handphone dan PIN (Personal Identification Number) Blackberry dalam rangka memudahkan hubungan komunikasi selanjutnya.

  Menindaklanjuti perkenalan tersebut maka sekitar awal tahun 2010 Mindo Rosalina Manulang menghubungi Terdakwa untuk bertemu kembali dan Terdakwa mempersilahkan Mindo Rosalina Manulang menemuinya di Apartemen Bellezza depan ITC Permata Hijau Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu Mindo Rosalina Manulang menanyakan kesediaan Terdakwa untuk menggiring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, yakni mengusahakan agar program kegiatan berupa Proyek- Proyek PembangunanPengadaan dan Nilai Anggarannya dapat sesuai dengan permintaan Permai Grup. Terdakwa kemudian menyanggupi permintaan tersebut dan meminta agar proyek pada program kegiatan yang akan diusulkan Permai Grup dibuatkan daftar (list) nya lalu diserahkan kepada Terdakwa. Selain itu terdakwa juga menambahkan bahwa khusus untuk proyek pada program pendidikan tinggi di Kemendiknas harus dilengkapi dengan adanya proposal usulan kegiatan dari Universitas-Universitas ke Biro Perencanaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendiknas karena apabila usulan dari universitas belum ada maka tidak bisa dilakukan pembahasan di DPR Republik Indonesi.

  Atas jawaban dari Terdakwa maka beberapa hari kemudian Mindo Rosalina Manulang melaporkan hal itu dalam rapat di kantor Permai Grup yang dihadiri Muhammad Nazaruddin selaku pemilik (owner) Permai Grup. Terhadap laporan Mindo Rosalina Manulang bahwa Terdakwa bersedia membantu menggiring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, maka Muhammad Nazaruddin memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk mengecek ke Biro Perencanaan Ditjen Dikti Kemendiknas terhadap usulan dari berbagai Universitas Negeri untuk proyek yang akan dianggarkan Kemendiknas pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010 Atas jawaban dari Terdakwa maka beberapa hari kemudian Mindo Rosalina Manulang melaporkan hal itu dalam rapat di kantor Permai Grup yang dihadiri Muhammad Nazaruddin selaku pemilik (owner) Permai Grup. Terhadap laporan Mindo Rosalina Manulang bahwa Terdakwa bersedia membantu menggiring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, maka Muhammad Nazaruddin memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk mengecek ke Biro Perencanaan Ditjen Dikti Kemendiknas terhadap usulan dari berbagai Universitas Negeri untuk proyek yang akan dianggarkan Kemendiknas pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010

  Terdakwa selanjutnya kembali bertemu dengan Mindo Rosalina Manulang sekitar awal bulan Maret 2010 di kantor Terdakwa di Ruang 2301 Gedung Nusantara I kantor DPR RI, yang pada pertemuan itu Mindo Rosalina Manulang menyampaikan bahwa ia telah melakukan pengecekan terhadap Proposal Usulan Universitas-Universitas Negeri yang masuk di Ditjen Dikti Kemendiknas serta hendak menyerahkan daftar (list) kegiatan sekaligus usulan besarnya anggaran yang diinginkan Permai Grup, namun Terdakwa mengatakan bahwa ia akan mempelajari terlebih dahulu dan nanti dikomunikasikan lagi dengan Mindo Rosalina Manulang. Barulah sekitar pertengahan bulan Maret 2010, Terdakwa mengadakan pertemuan kembali dengan Mindo Rosalina Manulang di Plaza FX Senayan dan dalam pertemuan kali ini Terdakwa menyanggupi permintaan penggiringan anggaran yang diinginkan Permai Grup dengan meminta imbalan uang (fee) sebesar 7 (tujuh persen) dari nilai proyek dan fee tersebut sudah harus diberikan kepada Terdakwa sebesar 50 (lima puluh persen) pada saat pembahasan dilakukan dan sisanya 50 (lima puluh persen) setelah DIPA turun atau disetujui. Terhadap permintaan Terdakwa tersebut maka esok harinya Mindo Rosalina Manulang melaporkan kepada Muhammad Nazaruddin selaku pemilik (owner) Permai Grup dalam rapat di kantor Permai Grup, lalu Muhammad Nazaruddin memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk menawar sebesar 5 (lima persen) dan imbalan uangnya (fee) baru bisa diberikan setelah DIPA turun atau disetujui. Beberapa hari kemudian Mindo Rosalina Manulang kembali menemui Terdakwa di kantor DPR RI lalu menyampaikan bahwa imbalan uang (fee) dalam rangka menggiring anggaran tersebut supaya dapat dikurangi menjadi sebesar

  5 (lima persen) saja dan akan diberikan kepada Terdakwa setelah DIPA turun atau disetujui.

  Sebagai tindak lanjut upaya menggiring anggaran di Kemendiknas agar sesuai dengan permintaan Permai Grup, selanjutnya Terdakwa mengikuti kegiatan pembahasan rapat-rapat di Badan Anggaran DPR RI yang membahas alokasi Anggaran APBN-P 2010 dan APBN 2011, bahkan pada pembahasan Anggaran Program Pendidikan Tinggi Kemendiknas, Terdakwa ikut mengajukan usulan program kegiatan untuk sejumlah Perguruan Tinggi yang awalnya tidak diusulkan Sebagai tindak lanjut upaya menggiring anggaran di Kemendiknas agar sesuai dengan permintaan Permai Grup, selanjutnya Terdakwa mengikuti kegiatan pembahasan rapat-rapat di Badan Anggaran DPR RI yang membahas alokasi Anggaran APBN-P 2010 dan APBN 2011, bahkan pada pembahasan Anggaran Program Pendidikan Tinggi Kemendiknas, Terdakwa ikut mengajukan usulan program kegiatan untuk sejumlah Perguruan Tinggi yang awalnya tidak diusulkan

  Bahwa sebagai realisasi dari permintaan imbalan uang (fee) sebesar 5 (lima persen) dari nilai proyek-proyek yang akan dianggarkan sebagaimana yang telah dijanjikan kepada Terdakwa tersebut, maka Permai Grup memberikan sebesar Rp 12.580.000.000,00 (dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US .2.350.000,00 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu Dollar Amerika Serikat) secara bertahap. Terdakwa menyanggupi akan mengusahakan supaya anggaran untuk proyek pembangunanpengadaan pada Program Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan program pengadaan sarana dan prasarana di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dapat disesuaikan dengan permintaan Permai Grup karena nantinya proyek-proyek tersebut akan dikerjakan oleh Permai Grup ataupun pihak lain yang telah dikoordinasikan oleh Permai Grup.

2. Perbandingan Putusan Hakim

  No Unsur-Unsur

  1) Pasal 12 huruf

  1) Pasal 12

  1) Pasal 12 huruf a jo

  a jo Pasal 18

  huruf a jo

  Pasal 18 Undang-

  Undang-

  Pasal

  18 undang Nomor 31

  undang Nomor

  tentang Tindak

  tentang Tindak

  Nomor 31 Pidana Korupsi

  Pidana Korupsi

  Tahun 1999

  sebagai mana

  sebagai mana

  tentang

  diubah dengan

  diubah dengan

  Nomor 20 Tahun

  undang Nomor

  Korupsi

  2001 jo Pasal 64

  20 Tahun 2001

  sebagai

  ayat (1) KUHP

  jo Pasal 64 mana diubah

  2) Pasal 5 ayat (2) jo

  ayat (1) KUHP

  dengan

  Pasal 5 ayat (1)

  2) Pasal 11 jo

  Undang-

  huruf e jpo Pasal

  Nomor 20 Nomor 31 Tahun

  undang Nomor

  jo Pasal 64

  Tindak Pidana

  tentang Tindak

  ayat

  Korupsi yang telah

  Pidana Korupsi

  KUHP

  diubah dengan

  sebagai mana

  2) Pasal 5 ayat

  Undang-undang

  No Unsur-Unsur

  diubah dengan

  (2) jo Pasal 5

  Nomor 20 tahun

  2001 jo Pasal 64

  undang Nomor

  huruf e jpo

  ayat (1) KUHP

  20 Tahun 2001

  Pasal

  18 3) Pasal 11 jo Pasal 18

  jo Pasal 64 Undang-

  Undang-undang

  ayat (1) KUHP

  undang

  Nomor 31 Tahun Nomor 31 1999

  tentang

  Tahun 1999

  Tindak Pidana

  tentang

  Korupsi sebagai

  Tindak

  mana diubah

  Pidana

  dengan Undang-

  Korupsi

  undang Nomor 20

  yang telah

  Tahun 2001 jo

  diubah

  Pasal 64 ayat (1)

  dengan

  KUHP

  Undang- undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat

  KUHP 3) Pasal 11 jo Pasal 18 Undang- undang Nomor

  31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang- undang Nomor

  20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

  2 Tuntutan

  Pasal 11 jo Pasal

  Pasal 12 huruf Pasal 12 huruf a jo

  18 Undang-

  a jo Pasal 18

  Pasal 18 Undang-

  undang Nomor 31 Undang-

  undang Nomor 31

  Tahun 1999

  undang Nomor Tahun 1999 tentang

  tentang Tindak

  31 Tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi

  Pidana Korupsi

  tentang Tindak sebagai mana diubah

  sebagai mana

  Pidana

  dengan Undang-

  diubah dengan

  Korupsi

  undang Nomor 20

  Undang-undang

  sebagai mana

  Tahun 2001 jo Pasal

  Nomor 20 Tahun diubah dengan

  64 ayat (1) KUHP

  2001 jo Pasal 64

  Undang-

  ayat (1) KUHP

  undang Nomor

  No Unsur-Unsur

  20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

  3 Pertimbangan

  Unsur yuridis

  Unsur-unsur di dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

  Unsur-unsur di dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang- undang Nomor

  31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang- undang Nomor

  20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

  Unsur-unsur di dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal

  64 ayat (1) KUHP

  4 Faktor yang memberatkan

  Dapat memicu tindak pidana korupsi berikunya dalam penggiringan pemenangan tender proyek, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantasa tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa dapat merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat, terdakwa merupakan wakil rakyat dan publik figure, tidak mengakui dan

  Dapat memicu tindak pidana korupsi berikunya dalam penggiringan pemenangan tender proyek, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantasa tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa dapat merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat, terdakwa merupakan wakil rakyat

  No Unsur-Unsur

  PN PT

  Kasasi

  menyesali perbuatanya

  dan publik figure, tidak mengakui dan menyesali perbuatanya

  5 Faktor yang meringankan

  Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan orang tua tungal dan mempunyai tanggungan keluarga yakni anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, terdakwa memiliki jasa pernah mewakili bangsa dan negara Indonesia di forum nasional dan internasional dan terdkawa pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Sosial Republik Indonesia

  Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan orang tua tungal dan mempunyai tanggungan keluarga yakni anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, terdakwa memiliki jasa pernah mewakili bangsa dan negara Indonesia di forum nasional dan internasional dan terdkawa pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Sosial Republik Indonesia

  6 Putusan

  Penjara

  4 tahun 6 bulan 4 tahun 6 bulan

  12 tahun

  Denda

  Rp. 250.000.000,- Rp.

  Rp. 500.000.000,-

  Uang Pengganti

  Rp. 12.580.000.000,- dan US 2.350.000,-

B. Analisis Pertimbangan Putusan Perkara Ditinjau dari Kajian Pemidanaan

1. Pertimbangan berat ringannya pidana dalam Penjatuhan putusan

  yang dilakukan oleh majelis hakim

  Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam pemidanaan, seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan terbukti atau tidak, sehingga hakim dapat menjatuhkan sanksi pidana yang tepat sehingga dapat memberikan efek jera kepada sipelaku. Hal ini memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan agar yang dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

  Suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila perbuatan tersebut telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari pasal atau aturan yang mengatur dimana perbuatan tersebut dinyatakan dilarang. Dalam hal adanya suatu dugaan tindak pidana, penegak hukum harus dapat menyidik untuk memperoleh kejelasan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku benar merupakan suatu tindak pidana. Proses hukum lalu berlanjut dengan penerapan sanksi untuk mengetahui peraturan apa saja yang telah dilanggar serta sejauh mana perbuatan pelaku melanggar perturan tersebut. Pada akhirnya, setelah melalui proses pembuktian, diputuskanlah sanksi pidana yang akan diterapkan kepada pelaku.

  Kasus yang Penulis uraikan di atas merupakan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Angelina Sondakh. Akibat perbuatan tersebut, Negara mengalami kerugian sebesar Rp 12.500.000.000,- dan sebesar US 2.350.000,- sebagai imbalan (fee) kepada terdakwa terkait upaya menggiring anggaran proyek Wisma Atlit Kemenpora dan proyek-proyek Universitas Kemendiknas yang diberikan secara bertahap berdasarkan catatan pengeluaran kas Permai Grup.

  Penuntut umum merupakan instansi yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan

  dan penetapan pengadilan. 1 Salah satu yang menjadi tugas penuntut

  umum adalah membuat surat dakwaan yang nantinya akan menjadi dasar landasan pemeriksaan kasus tersebut pada proses peradilan. Maka dari itu, surat dakwaan harus disusun dengan cermat dan jelas. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa surat dakwaan harus memenuhi syarat materiil yang harus menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu

  dilakukan. 2

  Pemilihan bentuk surat dakwaan harus dilakukan dengan berpedoman pada hasil penyidikan atas tindak pidana yang dilakukan

  1 Yahya Harahap, Op. Cit., h. 385

  2 PAF Lamintang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Pembahasan

  Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, CV. Sinar Baru, Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, CV. Sinar Baru,

  Penjatuhan putusan yang dilakukan oleh majelis hakim terhadap pelaku tindak pidana didasarkan pada surat dakwaan yang telah disusun oleh jaksa. Selain harus berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Dalam menjatuhkan putusan, hakim wajib berpedoman pada hasil pembuktian atas kasus tersebut diikuti dengan pertimbangan hakim terhadap terdakwa bahwa terdakwa telah terbukti melanggar Pasal

  11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  Sebelum penjatuhan putusan, hakim wajib mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan ataupun meringankan. Perbuatan terdakwa merupakan perbuatan berlanjut sesuai dengan Pasal 64 KUHP yang berbunyi :

  “Jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya

  ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika

  Menurut putusan hakim yang telah disebutkan di atas, hakim menyatakan terdakwa Angelina Sondakh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara Berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  Putusan hakim yang memilih untuk menjatuhkan pidana berdasarkan dakwaan ketiga yang menggunakan Undang Undang PTPK menurut Penulis adalah hal yang tepat. Menurut analisis penulis, pemberian fee terkait upaya menggiring anggaran proyek Wisma Atlit Kemenpora dan proyek-proyek Universitas Kemendiknas yang diberikan secara bertahap berdasarkan catatan pengeluaran kas Permai Grup, merupakan tindak pidana yang dilakukan dalam ruang lingkup korupsi, maka dari itu, Undang Undang PTPK memiliki kekhususan yang lebih dibandingkan KUHP.

  Selain pemilihan dakwaan yang dijatuhkan kepada terdakwa, Penulis turut mencermati sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun hakim Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap terdakwa Angelina Sondakh. Pada amar putusan, hakim menjatuhkan pidana penjara 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider 6 (enam) bulan kurungan. Sanksi pidana juga yang dijatuhkan Selain pemilihan dakwaan yang dijatuhkan kepada terdakwa, Penulis turut mencermati sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun hakim Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap terdakwa Angelina Sondakh. Pada amar putusan, hakim menjatuhkan pidana penjara 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider 6 (enam) bulan kurungan. Sanksi pidana juga yang dijatuhkan

  Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hakim, termasuk dalam hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan negara akan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana yang layak, patut setimpal dan adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya dalam dakwaan ketiga Penuntut Umum yang terbukti di persidangan dan pidana tersebut juga sebagai pembinaan bagi diri Terdakwa.

  Setelah diuraikan pertimbangan-pertimbangan di dalam menentukan putusan persidangan maka dikaitkan dengan putusan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Angelina Sondakh, di mana dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, selain merumuskan uraian pasal yang didakwakan serta pembuktianya didalam surat tuntutan, jaksa penuntut umum juga telah merumuskan hal hal yang meringankan dan memberatkan hukuman terdakwa Angelina Sondakh.

  Hal-hal yang memberatkan dari diri terdakwa:

  a. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program Pemerintah yang saat

  ini sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi akan tetapi justru memanfaatkan jabatannya selaku Anggota DPR-RI untuk melakukan tindak pidana korupsi;

  b. Perbuatan terdakwa telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi

  masyarakat karena anggaran yang telah ditetapkan tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan masyarakat;

  c. Terdakwa yang merupakan wakil rakyat dan publik figur justru tidak

  memberikan teladan yang baik kepada masyarakat;

  d. Terdakwa tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya;

  Sedangkan hal-hal yang meringankan dari diri terdakwa:

  a. Terdakwa bersikap sopan di persidangan;

  b. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yakni seorang anak yang

  masih kecil;

  c. Terdakwa belum pernah dihukum dan relatif masih berusia muda

  sehingga diharapkan dapat memperbaiki diri;

  Putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana harus disertai pula fakta-fakta yang digunakan, untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana, sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

  Memorie Van Toelichting dari Strafwetboek tahun 1886, memberikan pedoman untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana sebagai berikut:

  Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatannya. Hak-hak apa saja yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu? Kerugian apakah yang ditimbulkan? Bagaimanakah sepak terjang kehidupan si pembuat dulu-dulu? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah pertama kearah jalan yang sesat ataukan merupakan suatu perbuatan, merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak.”

  Pedoman dari Memorie Van Toelichting ini dapat pula dipergunakan sebagai pedoman untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana dalam praktek peradilan di Indonesia, karena KUHP pada prinsipnya merupakan salinan dari Strafwetboek tahun 1886. Dalam perundang-undangan Indonesia juga terdapat ketentuan-ketentuan yang merupakan petunjuk ke arah pertimbangan berat ringannya pidana.

  Bentuk dari suatu putusan tidak diatur dalam KUHAP. Namun jika diperhatikan bentuk-bentuk putusan, maka bentuknya hampir bersamaan dan tidak pernah dipermasalahkan karenanya sebaiknya bentuk-bentuk putusan yang telah ada tidak keliru jika diikuti.

  Mengenai isi putusan, ditentukan secara rinci dan limitatif dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang rumusannya sebagai berikut:

  Surat putusan pemidanaan memuat.

  a. Kepala putusan yang ditulis: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan

  Yang Maha Esa.

  b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

  kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa.

  c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.

  d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan

  keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.

  e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.

  f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

  g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

  perkara diperiksa oleh hakim tunggal.

  h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua

  unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.

  i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

  menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti.

  j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu dan keterangan di

  mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik dianggap palsu.

  k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

  dibebaskan. l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang

  memutus dan nama panitera.

  Mengenai proses pengambilan putusan secara singkat diawali dengan Ketua SidangKetua Majelis yang menyatakan bahwa Mengenai proses pengambilan putusan secara singkat diawali dengan Ketua SidangKetua Majelis yang menyatakan bahwa

  Hakim yang bersangkutan mengutarakan pendapat dan uraiannya dimulai dengan pengamatan dan penelitiannya tentang hal formil barulah kemudian tentang hal materiil, yang kesemuanya didasarkan atas surat dakwaan penuntut umum.

  Hal-hal formil yang dimaksud misalnya sebagai berikut.

  a. Apakah pengadilan negeri di mana majelis hakim bersidang

  berwenang memeriksa perkara tersebut atau tidak.

  b. Apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat-syarat.

  c. Apakah dakwaan dapat diterima atau tidak, hal ini berkenaan dengan

  ne bis in iden dan verjaring.

  Setelah hal-hal formil ini terpenuhi, maka dilanjutkan dengan materi perkara.

  a. Perbuatan mana yang telah terbukti di persidangan, unsur-unsur

  mana yang terbukti dan alat bukti yang mendukungnya serta nama yang tidak terbukti.

  b. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya

  tersebut.

  c. Apakah hukuman yang patut dan adil yang dijatuhkan kepada

  terdakwa atas perbuatannya.

  Setelah masing-masing Hakim Anggota Majelis mengutarakan pendapat atau pertimbangan-pertimbangan dan keyakinannya atas perkara tersebut maka dilakukan musyawarah untuk mufakat. Ketua Majelis berusaha agar diperoleh permufakatan bulat (Pasal 182 ayat (2)

  KUHAP), akan tetapi jika mufakat bulat tidak diperoleh maka putusan diambil dengan suara terbanyak. 3 Adakalanya para hakim masing-masing

  berbeda pendapat atau pertimbangan, sehingga suara terbanyak pun tidak dapat diperoleh. Jika hal tersebut terjadi maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan terdakwa seperti yang disebutkan dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP. Pelaksanaan (proses) pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku Himpunan Putusan yang disediakan secara khusus untuk itu yang sifatnya rahasia.

  Secara teoritik, setiap pemidanaan harus didasarkan paling sedikit pada keadaan-keadaan individual yang berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan dengan pelaku tindak pidana. Dalam praktinya, hal ini akan bervariasi baik orang per orang maupun tindak pidana per tindak pidana dan dengan demikian dapat dimengerti apabila tidak selalu tercapai. Untuk itu maka diperlukan hal-hal sebagai berikut: 4

  a. Perlunya informasi yang lengkap tentang tindak pidana dan pelaku

  tindak pidana.

  Dalam hal ini kewaspadaan sangat diperlukan, sebab pemidanaan harus benar-benar memperhitungkan segala fakta yang relevan. Situasi peradilan seringkali diwarnai oleh kondisi buatan (artificial situations) yang berkaitan dengan perbuatan yang dipertimbangkan lebih dahulu baru kemudian keadaan-keadaan yang berkaitan dengan si pelaku. Laporan sosial si pelaku sangat dibutuhkan dan dalam hal-hal tertentu laporan medis juga diperlukan.

  b. Analisis terhadap informasi yang telah diperoleh tentang tindak

  pidana, hakikat dakwaan, tingkat gravitas tindak pidana, dalam hal ini akan diperhitungkan pula baik hal-hal yang memperberat maupun yang meringankan tindak pidana.

  3 Leden Marpaung. Op cit. h. 130 4 Muladi dan Barda Nawawi, Op cit., h. 211

  Hal-hal yang memperberat yaitu:

  a. Pegawai negeri yang melanggar suatu kewajiban jabatan yang

  khusus ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau pada waktu melakukan tindak pidana mempergunakan kekuasaan, kesempatan atau upaya yang diberikan kepadanya karena jabatannya;

  b. Seseorang melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan

  bendera kebangsaan, lagu kebangsaan atau lambanga negara republik indonesia;

  c. Seseorang melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan

  keahlian atau profesinya;

  d. Orang dewasa melakukan tindak pidana bersama dengan anak di

  bawah umur 18 tahun;

  e. Tindak pidana dilakukan dengan kekuatan bersama, dengan

  kekerasan atau dengan cara yang kejam;

  f. Tindak pidana dilakukan pada waktu ada huru-hara atau bencana alam;

  g. Tindak pidana dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya.

  h. Terjadinya pengulangan tindak pidana.

  Sedangkan hal-hal yang meringankan yaitu:

  a. Seseorang yang melakukan tindak pidana dan pada waktu itu

  berumur 12 tahun atau lebih tetapi masih di bawah umur 18 tahun;

  b. Seseorang mencoba melakukan atau membantu terjadinya tindak

  pidana;

  c. Seseorang setelah melakukan tindak pidana dengan sukarela

  menyerahkan diri kepada yang berwajib;

  d. Seorang wanita hamil muda melakukan tindak pidana;

  e. Seseorang setelah melakukan tindak pidana dengan sukarela

  memberi ganti kerugian yang layak atau memperbaiki kerusakan akibat perbuatannya;

  f. Seseorang melakukan tindak pidana karea kegoncangan jiwa yang sangat hebat sebagai akibat yang sangat berat dari keadaan pribadi atau keluarganya;

  g. Pertimbangan yang berkaitan dengan pandangan korban dan

  masyarakat.

  Pertimbangan ini tidak harus mempengaruhi secara absolut terhadap kalkulasi pemidanaan, sebab informasi yang berkaitan dengan tindak pidana dan si pelaku merupakan faktor yang sangat diperhitungkan. Kelemahannya yang sangat menonjol dalam hal ini adalah sifat sentimentil dari pandangan ini.

  Namun demikian, pandangan si korban dan masyarakat dan sampai seberapa jauh kompensasi yang telah diberikan misalnya kepada korban merupakan bahan pertimbangan pemidanaan yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana, tidak menganut procedural right model yang menempatkan korban sebagai pihak ketiga dalam sistem Namun demikian, pandangan si korban dan masyarakat dan sampai seberapa jauh kompensasi yang telah diberikan misalnya kepada korban merupakan bahan pertimbangan pemidanaan yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana, tidak menganut procedural right model yang menempatkan korban sebagai pihak ketiga dalam sistem

  1) Perhatian terhadap setiap asas pemidanaan dan petunjuk-

  petunjuk baik yang bersumber dari perundang-undangan, yurisprudensi maupun dari kecenderungan-kecenderungan lain seperti resolusi-resolusi internasional dan sebagainya.

  2) Perhatian terhadap bobot pemidanaan baik yang bersifat umum

  maupun yang bersifat khusus yang telah diputuskan oleh pengadilan yang sama atau pengadilan yang lain.

  Sekalipun Indonesia tidak menganut asas stare decisis melalui apa yang dinamakan dengan the binding force of precedent, tetapi yurisprudensi dari pengadilan dan Mahkamah Agung merupakan keputusan-keputusan hakim yang perlu diperhitungkan, khususnya dalam kasus-kasus yang memerlukan penafsiran dan penjelasan dari yang lebih ahli seperti kasus- kasus tindak pidana berat dan yang berkaitan dengan pemidanaan yang bersifat kumulatif.

  3) Pertimbangan terhadap tujuan pemidanaan yang hendak

  ditetapkan.

  Tujuan pemidanaan yang hendak diterapkan dirumuskan antara lain sebagai berikut: (1) Mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman

  masyarakat; (2) Memasyarakatkan

  pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna;

  (3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak

  pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkanm rasa damai dalam masyarakat;

  (4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

  4) Pertimbangan tentang hal-hal yang meringankan yang melekat

  pada si pelaku tindak pidana seperti: (1) Karakter yang baik; (2) Rasa penyesalan yang dalam; (3) Mengaku bersalah; (4) Rekor pekerjaan yang baik; (5) Masalah keluarga; (6) Umur; (7) Tidak cakap; (8) Kemungkinan stres emosional; (9) Kondisi fisik yang cacat; (10) Pendapatan yang sangat rendah; (11) Akibat provokasi.

  5) Apabila lebih dari satu pidana diterapkan, perlu dilakukan

  pemeriksaan atau peninjauan tentang sampai seberapa jauh efek keadilan tercapai.

  6) Apabila pidana yang pantas jauh lebih berat atau lebih ringan

  dari pidana yang bersifat normal, maka harus diberikan alasan- alasan yang jelas.

a. Teori Pemidanaan

  Apabila mendasarkan pada teori pemidanaan di mana di dalamnya terdapati teori absolut, yang menyatakan bahwa pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi, dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Oleh karena itu, pemidanaan terhadap Angelina Sondakh merupakan akibat dari perbuatannya yang merugikan negara dan masyarakat ditambah dengan jabatannya yang seharusnya berperan sebagai pelopor pemberantasan tindak kejahatan (korupsi) malah melakukan tindak kejahatan (korupsi) tersebut.

  Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan jelas dalam pendapat Immanuel Kant bahwa “Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuankebaikan lain, baik bagi si pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat, tetapi dalam semua hal harus dikenakan hanya karena orang yang bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan.

  Teori pemidanaan penganut teori retributief, salah satunya Nigel Walker, para penganut teori retributif ini dapat pula dibagi

  dalam beberapa golongan sebagai berikut: 5

  1) Penganut teori retributif yang murni (The pure retributivist)

  yang berpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan kesalahan si pembuat;

  2) Penganut teori retributif tidak murni (dengan modifikasi) yang

  dapat pula dibagi dalam:

  a) Penganut teori retributif tidak murni (the limiting

  retributivist) yang berpendapat bahwa pidana tidak harus cocoksepadan dengan kesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yang cocoksepadan dengan kesalahan terdakwa;

  b) Penganut teori retributis yang distributif (retribution in

  distribution) atau disingkat dengan teori distributif yang berpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocoksepadan dan dibatasi oleh kesalahan. Prinsip tiada pidana tanpa kesalahan dihormati tetapi dimungkinkan adanya pengecualian midalnya dalam hal “strict liability”.

  Berkaitan dengan pemidanaan terhadap terdakwa Angelina Sondakh, penjatuhan pemidanaan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung yang lebih berat daripada pemidanaan dari peradilan tingkat di bawahnya mendasarkan pada teori teori retributis yang distributif (Retribution in distribution) atau disingkat dengan teori distributif yang berpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocoksepadan dan dibatasi oleh kesalahan, karena jelas ancaman pidana terhadap tindak pidana korupsi lebih dari apa yang menjadi vonis Majelis Hakim Mahkamah Agung, namun Majelis Hakim Mahkamah Agung

  5 Ibid. h. 64

  lebih mempertimbangkan kepada faktor-faktor yang memperberat terdakwa sebagai seorang pemimpin yang seharusnya menjadi leader di dalam pemberantasan korupsi dan menjadi teladan bagi masyarakat karena secara teoritik, setiap pemidanaan harus didasarkan paling sedikit pada keadaan-keadaan individual yang berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan dengan pelaku tindak pidana. Meskipun dalam praktiknya, hal ini akan bervariasi baik orang per orang maupun tindak pidana per tindak pidana dan dengan demikian dapat dimengerti apabila tidak selalu tercapai.

b. Teori tanggung jawab hukum

  Ditinjau dari teori tanggung jawab hukum, maka pemidanaan terhadap Terdakwa Angelina Sondakh merupakan tanggung jawab subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana sehingga menimbulkan kerugian.

  Tanggung jawab atau verantwoordelijkeheid adalah kewajiban memikul pertanggungjawaban dan memikul kerugian yang diderita (bila dituntut) baik dalam hukum maupun dalam bidang administrasi.

  Tanggung jawab hukum adalah jenis tanggung jawab yang dibebankan kepada subjek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum atau tindak pidana sehingga yang bersangkutan dapat dituntut membayar ganti rugi dan atau menjalankan pidana.

c. Teori Keadilan

  Apabila dilihat dari bingkai keadilan berdasarkan Teori Keadillan Hans Kelsen dalam yang memandang bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya.

  Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah memandang kejahatan ini sebagai kejahatan yang luar biasa hingga harus diundangkan tersendiri secara khusus bahkan dengan dengan membangun lembaga ad hoc yakni KPK. Sebagai tindak pidana khusus maka ancaman hukuman di dalam Undang-undang pemberantasan korupsi berusaha mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.

  Teori keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum (law umbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat Teori keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum (law umbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertimbangan Hakim dalam

  Tujuan Pemidanaan (pengambilan keputusan)

a. Pertimbangan Yuridis

1) Pengadilan Negeri

  Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi Unsur-unsur di dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP di mana menurut pendapat majelis hakim bahwa berdasarkan fakta-fakta diperoleh fakta bahwa terdakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang untuk pemenuhan 5 dari nilai proyek di mana janji tersebut diberikan oleh Permai GroupMindo rosalina Manulang kepada terdakwa dan dapat dibuktikan atas janji tersebut dilakukan penyerahan sejumlah uang sebanyak 4 (empat) kali dengan jumlah sebesar Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima juta rupiah) dan US 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu dular amerika) di mana merupakan realisasi janji yang diberikan oleh Permai Group melalui saksi Mindo rosalina kepada terdakwa maka dapat disimpulkan bahwa pemberian hadiah atau janji tersebut adalah dalam hubungan Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi Unsur-unsur di dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP di mana menurut pendapat majelis hakim bahwa berdasarkan fakta-fakta diperoleh fakta bahwa terdakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang untuk pemenuhan 5 dari nilai proyek di mana janji tersebut diberikan oleh Permai GroupMindo rosalina Manulang kepada terdakwa dan dapat dibuktikan atas janji tersebut dilakukan penyerahan sejumlah uang sebanyak 4 (empat) kali dengan jumlah sebesar Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima juta rupiah) dan US 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu dular amerika) di mana merupakan realisasi janji yang diberikan oleh Permai Group melalui saksi Mindo rosalina kepada terdakwa maka dapat disimpulkan bahwa pemberian hadiah atau janji tersebut adalah dalam hubungan

2) Pengadilan Tinggi

  Setelah Majelis Hakim tingkat banding memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 54Pid.BTPK2012 PN.Jkt.Pst tanggal 10 Januari 2013, serta memori banding dari penuntut umum maka majelis hakim tingkat banding sependapat dengan pertimbangan majelis hakim tingkat pertama yang telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar menurut hukum dan pertimbangan tersebut diambil alih serta dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim tingkat banding dalam memutus perkara ini serta menjadi bagian dan dianggap telah memuat dalam putusan.

3) Kasasi

  Pertimbangan yuridis dari majelis hakim tingkat kasasi adalah sebagai berikut: Pertama, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah salah atau keliru

  dalam menilai dan menerapkan ketentuan mengenai alat bukti elektronik sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2008 tentang

  Informasi dan Transaksi Elektronik, maka patut dan selayaknya putusan judex facti (Pengadilan Tinggi) dibatalkan, dengan pertimbangan alat bukti tersebut tidak memenuhi syarat formil dan materiil.

  a) Syarat Formil

  Persyaratan formil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu: Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut bukanlah: (1) Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat

  dalam bentuk tertulis; (2) Surat beserta Dokumennya yang menurut Undang-

  Undang harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta, Penggeledahan atau penyitaan dan tetap menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

  b) Syarat Materil

  Persyaratan materil alat bukti elektronik diatur dalam: Pasal

  5 ayat (3) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa: Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

  Kedua, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah keliru dan salah

  menerapkan hukum dalam menyimpulkan tugas, tanggung jawab, fungsi dan wewenang Pemohon Kasasi IITerdakwa terkait proses pembahasan dan persetujuan Anggaran Ditjen Dikti Kemendiknas pada APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan APBN Tahun Anggaran 2011.

  Ketiga, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah keliru dan salah

  menerapkan hukum dalam membuktikan penerimaan dan penyerahan sejumlah uang Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) dan sebesar US 1.200.000,00 (satu juta dua ratus Dollar Amerika Serikat) dan dalam membuktikan penyerahan sejumlah uang dimaksud yang dilakukan oleh Kurir Pengantar Uang maupun Kurir Penerima Uang, dengan cara mengesampingkan

  hukum

  pembuktian, lalai

  memperhatikan dan menilai pembuktian, dan tidak memperhatikan secara seksama fakta-fakta hukum maupun bukti-bukti yuridis yang diperoleh di persidangan perkara a quo, sebagaimana pertimbangan judex facti (Pengadilan Negeri) pada halaman 308 sd 313 putusan.

  Keempat, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah keliru dan salah

  pertanggungjawaban hukum yang dibebankan kepada Pemohon Kasasi IITerdakwa dan judex facti salah dalam menafsirkan pertemuan di Restoran FX Senayan Jakarta antara Pemohon Kasasi IITerdakwa, saksi Mindo Rosalina Manulang, dan saksi Harris Iskandar sehingga perbuatan Pemohon Kasasi IITerdakwa disimpulkan telah melakukan penggiringan anggaran dalam pembahasan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan APBN Tahun Anggaran 2011 pada Ditjen Dikti Kemendiknas, dengan cara mengesampingkan hukum pembuktian dan tidak memperhatikan secara seksama fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yuridis yang diperoleh di persidangan perkara a quo, sebagaimana pertimbangan judex facti (Pengadilan Negeri) pada halaman 292 sd 296 butir 9 putusan atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

  Mengenai alasan ke-1: Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak

  dapat dibenarkan, karena perbuatan Terdakwa yang secara aktif melakukan upaya menggiring Anggaran Kemendiknas agar Proyek-proyek Pembangunan dan Pengadaan dan Nilai Anggarannya sesuai dengan permintaan Permai Grup lalu Terdakwa mendapat uang Rp12.580.000.000,00 (dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US 2.350.000,00 (dua juta tiga ratus tiga puluh ribu Dollar Amerika Serikat) merupakan tindak pidana Korupsi;

  Mengenai alasan-alasan ke-2 sampai dengan ke-4 : Bahwa

  alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No.8 Tahun 1981);

  Berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum danatau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi IITerdakwa tersebut harus ditolak.

  Memperhatikan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UUPTPK jo Pasal 64 ayat (1) KUHP serta peraturan perundang-undangan yang lain maka Majelis Hakim di Mahkamah Agung menjatuhakn pidana menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi IITerdakwa Angelina Sondakh dan mengabulkan permohonan kasasi I : Penuntut Umum pada KPK serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 11Pid.TPK2013PT.DKI tanggal 22 Mei 2013 yang telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 54Pid.BTPK2012PN.Jkt.Pst tanggal 10 Januari 2013.

  Mahkamah Agung juga menjatuhkan pidana tersendiri dalam putusannya :

  1) Menyatakan terdakwa Angelina Sondakh terbukti secara sah dan

  menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut;

  2) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

  selama 12 (dua belas) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila benda tersebut tiak dibayar diganti dengan pidana kurungan selam 8 (delapan) bulan;

  3) Menghukum pula terdakwa untuk membayar uang pengganti

  sebesar Rp. 12.580.000.000,- dan US 2.350.000,- dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan di lelang untuk membayar uang pengganti dan dengan ketentuan dalam hal terpindan tidak mempunyai harta yang sebesar Rp. 12.580.000.000,- dan US 2.350.000,- dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan di lelang untuk membayar uang pengganti dan dengan ketentuan dalam hal terpindan tidak mempunyai harta yang

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24