ORGANISASI DAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEH

ORGANISASI DAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
Menurut James , AF Stoner, dan Charles Wanker, konflik merupakan ktidak sesuaian
paham antara dua anggota atau lebih yang timbul karena fakte bahwa mereka harus membagi
dalam mendapatkan sumber daya yang langka atau aktivitas pkerjaan atau karena fakta bahwa
mereka memiliki statu-status, tujuan-tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda.
Menurut M. Fais Satrianegara (2012) pentingnya manajemen konflik adalah sebagai berikut:
1. Adanya persaingan antara perusahaan kesehatan local dengan yang ada di luar negeri
2. Adanya perubahan struktur organisasi
3. Adanya perubahan system perusahaan berdasarkan ekonomi
Penyebab terjadinya konflik adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Masalah fundamental dalam sebuah organisasi (kekuatan, uang, saran, dan penghargaan)
Keharusan berbagi sumber daya
Alas an fakta atau bukti tidak sesuai dengan sumber daya yang didapatkan
Tujuan utama organisasi tidak tercapai atau ada indikasi gagal
Perbedaan nilai-nilai, tujuan, dan persepsi


MANFAAT DAN KERUGIAN KONFLIK
Fungsional (efek positif)
1.
2.
3.
4.

Memacu perkmbangan organisasi untuk lebih efektif, kratif, dan inovatif
Meningkatkan kerja sama dalam organisasi
Mendapatkan aturan-aturan atau cara baru yang lebih baik dalam mengelola sumber daya
Berhasil memperbaiki proses dan hasil pekerjaan

Disfungsional (efek negative)
1.
2.
3.
4.

Menghambat perkembangan organisasi

Kerja sama berkurang’
Sulit untuk mengordinasikan aktivitas-aktivitas kerjaa
Proses dan hasil pekerjaan tidak optimal

Beberapa level konflik adalah sebagai berikut
1. Intrapersonal conflict: konflik dalam diri individu

2. Interpersonal conflict: konflik antar individu
3. Intragroup conflict: konflik dalam grup
4. Intergroup conflict: konflik antar grup
Hasil-hasil konflik dapat dilihat dibawah ini
1. Kalah-kalah artinya tak seorang pun mencapai keinginan yang sebenarnya
2. Menang-kalah artinya salah satu pihak mencapai apa yang diinginkan dengan
mengorbnkan pihak lain
3. Mnang-menang artinya mengutamakan semua pihak yang terlibat konflik
METODE PEMECAHAN KONFLIK
1. Accomodation (akomodasi)
Sikap mengikuti keinginan pihak lain dan meratakan perbedaan-perbedaan agar
konflik lebih cepat selesai demi memperhatikan kerja sama.
2. Pressing (menekan)

Sikap tidak memiliki kecenderungan pada salah satu pihak. Dengan strategi ini
seseorang dapat memengaruhi pendapat atau sikap orang lain.
3. Avoidance (menghindari)
Sikap menghindar terlebih dahulu dan kemudian masalah yang timbul
diselesaikan dengan efktif pada saat setelah pihak yang terlibat menjadi tenang. Konflik
yang terjadi tidak memiliki kkuatan secara social, ekonomi dan emosional.
4. Konfrontasi
Pihak yang berkonflik menyatukan pandangan mereka masing-masing secara
langsung kepada pihak lain.
5. Consensus
Pihak yang berkonflik bertemu untuk mnemukan solusi.

6. Penetapan tujuan-tujuan super ordinat
Jika tujuan tingkat yang lebih tinggi disetujui semua pihak juga mencakup tujuan
yang lebih rendah dari pihak yang bertentangan, tidak hanya menyelesaikan konflik,
tetapi juga membantu memperkuat kerja sama kelompok.
NEGOSIASI
Negosiasi merupakan tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik
dapat dilakukan oleh ornag-orang yang berkonflik tanpa melibatkan pihak ketiga. Selain itu, juga


merupakan proses kerja sama antar semua pihak yang terlibat konflik untuk mencapai
kesepakatan.
Beberapa hal yang perlu diprhatikan dalam bernegosiasi adalah sebagai berikut
1.
2.
3.
4.
5.

Upayakan agar ada sasaran jelas yang akan dirundingkan dan pahamilah
Jangan bersikap terburu-buru dan jadilah pendengar yang baik
Siaplah dengan data yang dapat membantu menjelaskan sasaran yang dirumuskan
Upayakan adanya fleksibilitas
Jangan membiarkan perundinngan mencapai kemacetan dan bentuk momentum untuk

pencapaian persetujuan.
6. Jadilah pihk yang adil, tetapi tegas dan tetap kendalikan emosi
7. Pastikan anda mengetahui setiap tindakan tawar menawar yang berkitan dengan tindakantindakan lain.
8. Perhatikan dengan cermat kalimat-kalimat yang berkaitan dengan setiap hal yang sedang
dirundingkan.

9. Ingatlah bahwa tindakan bernegosiasi pada hakikatnya merupakan sebuah proses
kompromi.
10. Belajarlah memahami orang lain yang mungkin menguntungkan sewaktu perundingan
dilakukan.

PERANAN BRBAGAI INFORMASI
Salah satu inti komponen perilaku negosiasi adalah strategi berbagai informasi
1. Membangun kepercayaan antar semua pihak agar informasi lebih terbagi
2. Memberi informasi secara sepakat dengan harapan pihak lain akan membalas dengan
melakukan hal yang sama dan rajin bertanya.
3. Membuat banyak penawaran secara terus-menerus sehingga pihak lain dapat menarik
ksimpulan dari setiap penawaran yang dapat diterima
4. Mencari persetujuan yang terjadi berdasarkan sebuah pencarian secara luas setelah
persetujuan awal dicapai.
KEJUJURAN DAN ETIKA DALAM BERNEGOSIASI

1. Equality, setiap pihak mempunyai hak yang sama tentang sejumlah sumber daya.
2. Equity, setiap pihak mendapat bagian ssuai dengan imputnya
3. Need, setiap pihak mendapatkan bagian sesuai dengan kebutuhannya
Langkah-langkah menangani konflik melalui intervensi pihak ketiga adalah sebagai berikut

1. Inquisitor (peneliti)
Mengumpulkan informasi tentang perselisihan dengan bertanya
2. Mediator (pihak penengah)
Mengontrol proses, tetapi tidak otoriter mengingatkan para pihak yang berkonflik
untuk mengingat kembali tujuan-tujuan luhur organisasi mereka.
3. A judge atau arbitrator
Mengontrol hasil (outcome) bukan proses perselisihan
4. Fasilitator
a. Menggunakan keterampilan berkomunikasi
b. Membantu melancarkan arus komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik.

PANDUAN MANAJER
1. Manajer perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi
sehingga bisa focus mengatasinya.
2. Manajer organisasi kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi
dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.
3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir aksplisit tentang sejauh mana
perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan
strategi pengelolaan konflik.

4. Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah
memenuhi standar norma sebelum bernegosiasi.
5. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah memenuhi
standar norma sebelum bernegosiasi
6. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dala mempersiapkan sebuah negosiasi.
7. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka harus
mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.

“MANAJEMEN KEPERAWATAN” (NURSALAM)
Manajemen konflik, kolaborasi dan negosiasi
Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah internal dan
eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua
orang atau lebih. Littlefield (1995) mengatakan bahwa konflik dapat dikategorikan sebagai suatu
kejadian atau proses, konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan
oleh dua orang atau kelompok, dimana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi atau
mencegah kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik dari organisasi dapat ditemukan pada
kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorng dan organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi
dan kepribadian, serta peran yang membingungkan.
Sebagai manajer keperwatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan
keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar tentang konflik.

Asumsi dasar yang pertama adalah konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam
suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat
menghasilkan suau penyelesaian yang kreatif dan berkualitas., sehingga berdampak terhadap
peningkatan dan pengembangan produksi. Disini, peran manajer sangat penting dalam mengelola
konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan
lingkungan yang produktif. Jika konflik mengarah sesuatu yang menghambat, maka manajer
harus mengidentifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya tidak berefek
pada produktivitas dan motivasi kerja. Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan
menekankan pada win-win solution merupakan keterampilan kritis dalam suatu manajemen.
SEJARAH TERJADINYA MANAJEMEN KONFLIK
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu,
dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di organisasi.
Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu
organisasi yang harus dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik
selalu akan merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari
dan ditolak, namun harus tetap diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari
dengan mengarahkan staf kepada tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugas dan memfasilitasi
agar staf dapat mngekpresikan ketidakpuasannya secara langsung, sehungga masalah tidak
menumpuk dan bertambah banyak.


Pada pertengahan abad ke-19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan
tidak ada, maka konfik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal dalam
organisasi. Oleh Karena itu, seorang manajer harus belajar banyak tentang bagaimana
menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam
organisasi merupakan suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui
bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan,.
Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu hal yang
penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikan knflik sebagai salah satu
pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan konflik dapat megakibatkan pertumbuhan produksi
sekaligus kehancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer mengelolanya.
Mengingat konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam organisasi, maka manajer
harus dapat mengelolanya dengan baik.
Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif atau kuantitatif. Meskipun konflik berakibat
terhadap stress, tetapi dapat meningkatkan produksi dan keaktivitas. Manajemen konflik yang
konstruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu
fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengaturan perasaan, dan tukar pikiran serta
tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu prbedaan (Erwin, 1992).
KATEGORI KONFLIK
Didalam organisasi, konflik dipandang secar vertical dan horizontal (Marquis dan Huson,
1998). Konflik vertical terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf

dengan posisi dan kedudukan yang sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian,
dan praktik. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni, konflik intrapersonal,
interpersonal, dan antar kelompok.
Konflik Intrapersonal
Konflik yang terjadi pad individu itu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal
untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering
dimanifestasias sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa
mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keprawatan, loyalitas
terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.
Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan, dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi
dengan orang lain, sehingga ditemukan peredaan-perbedaan. Manajr sering mengalami konflik
dengan teman sesame manajer, atasan, dan bawahannya.
Konflik Antarkelompok (intergroup)
Konflik terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organisasi. Sumber
konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan),
serta keterbatasan prasarana.
PROSES KONFLIK

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan
1. Konflik laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut
memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang
ada kadang nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan (felt conflict)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik.
Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas
dalam menyelesaiakan konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu
organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.
4. Rsolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan
semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip win-win solution.
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat

dari

tiak

terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar dan bias
menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera diatasi atau dikurangi.

PENYELESAIAN KONFLIK

KONFLIK LATEN

KONFLIK YANG
DIRASAKAN

KONFLIK YANG DIALAMI

KONFLIK YANG TAMPAK

PENYELESAIAN/MANAJEM
EN KONFLIK

KONFLIK AFTERMATH
Diagram proses konflik (Marqius dan Huston, 1998: 314)

LANGKAH-LANGKAH
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi
pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
1. Pengkajian
a. Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, seelah
dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui
pengkajian lebih mndalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masingmasing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah
utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut.
Hindari penyelsaian semua masalah dalam sau waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari respon emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai respons
yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik
memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi.

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam.
1. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang telibat saling menyadari
dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai
lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle
dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini menekankan
hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah.
Akibat negative dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk
perbaikan dimasa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik ini
berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, sseorang berusaha mengakomodasi
permasalaan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk meriang. Pada strategi ini,
masalah utama yang terjadi sebnarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya
digunakan dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen
emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya

mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan intropeksi diri.
Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat diprgunakan pada
konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah
yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah.
Strategi ini biasanya dipilih bila ketidakspakatan membahayakan kedua pihak, biaya
penyelsaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi, kedua pihak
yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi intensif sebagai bagian dari situasi
tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch dan
Buono, 1994).

MANAJEMEN KEPERAWATN (ASMUJI)
Manajemen konflik dalam ruang keperawatan
Ruang keperawatan merupakan suatu system tempat manusia berinterkasi. Interkasi yang
terjadi dalam ruang perawatan mempunyai kemungkinan terjadinya konflik. Konflik dapat
terjadi antara individu dan individu, individu dengan kelompok, atau juga kelompok dengan
kelompok.
Ruang perawatan merupakan system yang terdiri dari individu professional dan nonprofesional, kelompok professional dan non-profsional, dan kelompok pengguna/konsumen.
Interaksi antar individu maupun kelompok yang memungkinkan terjadinya konflik dalam
pelayanan kesehatan diruang keperawatan antara lain perawat dengan perawat, perawat dngan
tim kesehatan lain, perawat dengan staf adminisrasi, perawat dengan pasien ataupun keluarga
pasien, dan lain sebagainya.
Menurut Robbins (2003), konflik mutlak diperlukan agar dapat meningkatkan kinerja
secara efktif. Konflik dalam organisasi dapat memberikan dampak ngatif ataupun positif. Konflik
akan memberikan dampak negative jika tidak dikelola dengan baik. Menurut Swansburg (1993),
konflik dapat menjadi sumber enrgi dan kreativitas yang positive dan membangun jika dikelola
dengan baik. Namun jika tidak, konflik dapat mengganggu fungsi dan menghancurkan,
menghabiskn energy, serta mengurangi keefektifan organisasi.

Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan harus selalu siantisipasi oleh
manajer keperawatan. Peran manajer keperawatan sangat menentukan hasil akhir pelayanan yang
dipengaruhi konflik. Dengan demikian, manajer keperawatan harus dapat mengenali konflik
sejak awal munculnya konflik. Penyelesaian konflik secara konstruktif sangat diperlukan.
a. Pengertian konflik
Thomas (1992 dalam Robbins, 2003) mendefinisikan konflik merupakan yang
bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara
negative atau akan segera memengaruhi secara negative. Marquis dan Huston (1998)
mengatakan konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat
dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau lebih.
Sedangkan, menurut Handoko (1999) konflik adalah segala macam interaksi
pertentangan atau antagonistic antara dua pihak atau lebih.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan proses
yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain memunculkan masalah
internal maupun aksternal sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau
keyakinan-keyakinan.
b. Penyebab atau sumber konflik
Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan tidak terlepas dari
penyebab atau sumber konflik. Manajer organisasi pelayanan keperawatan ahrus harus
mampu mengenali sumber konflik sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan
secara efektif. Sumber konflik dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu variable
komunikasi, struktur, dan variable pribadi.
1) Variable komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantic,
saluran informasi yang terganggu dan kemampuan komunikasi menerima
pesan dapat menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potens konflik.
2) Variable struktur
Konflik yang didasarkan atas variable struktur adalah konflik yang terjadi
antara bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik
pribadi. Menurut Robbins (2003), struktur yang digunakakn dalam konteks ini
mencakup variable ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan,
system imbalan, dan derajat ketergantungan antar-kelompok.
Semakin besar ukuran klompok, semakin besar pula potensi konflik. Hal
tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan
kemauan sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda
mempunyai potensi konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena
klompok muda lebih idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan
peran dan tanggung jawab juga mningkatkan konflik dalam organisasi.
Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya
kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat

meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu
mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.
Ketidakadilan dalam system imbalan meningkatkan potensi konflik.
Kelompok yang sangta tergantung dengan kelompok lain (tidak saling
tergantung) merangsang timbulnya konflik.
3) Variable pribadi
System nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat
menyebabkan timbulnya perbedaan antar-individu yang scara nyata dapat
menyebabkan timbulnya konflik.
c. Proses konflik
Proses konflik terdiri dari lima tahap berikut.
1) Tahap I: potensi oposisi dan ketidakcocokan
Tahap pertama dalam proses konflik adlah adanya kondisi yang menciptakan
kesempurnaan munculnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang memengaruh
timbulnya onflik adalah variable komunikasi, struktur, dan variable individu,
seperti pada penjelasan pada sumber konflik. Variable-variabel tersebut mendorong
terjadinya konflik.
2) Tahap II: kognisi dan ersonalisasi
Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan pada kondisi
antesedan. Pada tahap ini terdapat dua macam konflik, yaitu konflik yang
dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu diperlukan untuk
dapat memersepsikan adanya konflik. Menurut robbins (2003), konflik yang
dipersepsikan muncul jika adanya kesadaran salah satu pihak atau lebih atas
adanya kondisi yang menciptakan peluang terjdinya konflik. Konflik yang
dipersepsikan belum tentu konflik tersebut dipersonalisasikan (dirasakan sebagai
kecemasan, ketegangan) karena tidak memengaruhi atau berdampak pada
perasaannya. Konflik yang dirasakan terjadi jika individu-individu menjadi terlibat
secara emosional sampai munculnya kecmasan, ketegangan, frustasi, atau
permusuhan.
3) Tahap III: menentukan maksud
Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara
tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang
dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan dengan
cara bersaing, kerja sama, berkompromi, menghindar, atau mengakomodasi.
4) Tahap IV: perilaku
Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-individu yang mengalami
konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan, atau juga reaksi terhadap
terjadinya konflik.
5) Tahap V: hasil
Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang terlibat
konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional (meningkatkan kinerja)
atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok).

Tahap I
Tahap V
Potensi oposisi
hasil
Atau
ketidakcocokan
Kondisi antesdan
-komunikasi

-struktur
-variabel
pribadi

Tahap II
kognisi dan
Konflik
personalisasi
yang
dipersepsi
Konflik
yang
dirasakan

Proses

Tahap III
maksud
Maksud
penanganan
konflik
-bersaing
-Kerjasama
-berkompromi
-menghindari
konflik
-mengakomodasi

Tahap IV
perilaku

Konflik
terbuka
-perilaku
pihak
-reaksi orang

Kinerja
klompok
meningkat
Kinerja
kelompok
menurun

d. Manajemen konflik
Seperti yang telah diuraikan di atas, konflik dapat terjadi dalam organisasi mana pun,
tidak terkecuali dalam pelayanan keperawatan. Untuk mengentisipasi munculnya
konflik yang merugikan, manejer keperawatan dan orang-orang yang terlibatdalam
pelayanan kesehatan di ruang perawatan harus harus membudayakan upaya-upaya
mengintisipasi dan mengatasi konflik yang terjadi segera mungkin.
Pendekatan penanganan konflik yang dilakukan adalah problem solvng
(keliat,dkk.2006) yang selalu mengedepankan upaya win-win solution dengan langkah
sbagai berikut.
1. Identifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan mengklarifikasi kepada pihakpihak yan terlibat konflik
2. Identifikasi penyebab timbulnya konflik
3. Identifikasi alternative-alternatif penyelesain masalah yang mungkin dapat
dilakukan.
4. Pilih alternative pnyelesaian masalah yang terbaik untuk diterapkan.
5. Terapkan solusi yang dipilih
6. Evaluasi hasil penyelesaian konflik

e. Penanganan konflik
Penanganan konflik dapat dilakukan dengan beberapa maksud, antara lain sebagai
berikut.
1) Persaingan
Persaingan merupakan penanganan konflik yang mempunyai keingnan untuk
memuaskan kpentingan seseorang tanpa memedulikan dampak terhadap pihak lain
dalam konflik tersebut. Penanganan konflok ini sering disebut win-lose solution.
Persaingan dilakukan jika suatu persoalan memerlukan tindakan secara tepat dan
tegas atau dapat juga dilakukan jika persoalannya vital dianggap darurat untuk
segra dipecahkan.
2) Kolaborasi

3)

4)

5)

6)

Dalam proses kolaborasi ini, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan kerja
sama untuk memecahkan konflik. Kolaborasi merupakan penanganan konflik yang
menitikberatkan pada situasi yang mana pihak-pihak yang berkonflik sepnuhnya
salik memuaskan kepentingan smua pihak. Penanganan konflik ini bisa disebut
win-win solution.
Penanganan konflik ini dilakukan untuk mencari pemecahan masalah secara
bersama-sama dan terintegrasi. Hal ini dilakukan dengan alas an karena kedua
pandanganatau kepentingan sama-sama sangat penting sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan kompromi.
Penghindaran
Konflik yang terjadi disadari oleh pihak-pihak yang bekonflik, tetapi penanganan
yang dipilih adalah dengan cara menghindar/ingin menarik diri dari
konflik/mengabaikan konflik/tidak menyelesaikan konfliknya. Penghindaran
dilakukan jika persoalan dianggap tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan
persoalan lainnya, efek negative lebih besar dibandingkanmanfaat dari pemecahan
masalah, dan tidak memberikan kepuasan terhadap kepentingan individu yang
terlibat konflik.
Akomodasi
Akomodasi adalah penanganan konflik bila salah satu pihak berusaha memuaskan
atau memenangkan pihak lain yang terlibat konflik. Kemungkinan ada kesediaan
dari satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing/lawan di
atas kepentingan sendiri. Penanganan konflik ini bertolak belakang dengan
persaingan.
Akomodasi dilakukan jika individu menyadari dan merasa bahwa
pandangannya adalah salah, padahal individu masih ingin mendapatkan posisi
untuk dihargai dan didengar.
Kompromi
Kompromi merupakan penanganan konflik, yaitu masing-masing pihak yang
terlibat konflik bersedia mengorbankan sesuatu dan sepakat untuk kepentingan
bersama. Penanganan ini sering disebut lose-lose situation. Penanganan konflik
secara kompromi ini dapat dilakukan untuk mencapai pemecahan masalah secara
sementara terhadap masalah yang kompleks.
Negosiasi/perundinngan
Perundungan/negosiasi sering dilakukan sebagai cara untuk mengurai benang
kusut atau permasalahan yang terjadi pada suatu organisasi. Dengan demikian,
manajer
keperawatan
harus
mempunyai
keterampilan
melakukan
perundingan/negosiasi secara baik.
a) Pengertian negosiasi dan prundingan
Menurut wall (1985), perundingan mrupakan proses ketika dua pihak atau
lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang
dan jasa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, tidak serta-merta perundingan hanya
trbatas pada tukar-menukar barang/jasa, tetapi juga dapat digunakan untuk
menyepakati hal-hal lain untuk mmecahkan suatu permasalahan/konflik.
b) Pendekatan perundingan/negosiasi
Menurut Walton dan McKersie (1965 dalam Robbins, 2003),
perundingan/negosiasi dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan berikut.
(1) Tawar-menawr distributive
Tawar-menawar distributive adalah suatu bentuk pendekatan yang
menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-kalah.
Artinya, setiap keuntungan dari hasil negosiasi karena ada pihak yang
dikorbankan/dikalahkan. Sebagai contoh, pada saat kita menawar harga
baju, kemudian si pihak penjual mau menurunkan harga sesuai atau
mndekati penawaran kita, scara tidak sengaja keadaan tersebut
mengorbankan pihak penjual dan memenangkan pihak pembeli.
(2) Tawar-menawar integrative
Tawar-menawar integrative merupakan bentuk pendkatan yang
menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-menang.
Artinya, keuntungan hasil negosiasi diperoleh oleh kedua belah pihak yang
berunding.
Perundingan/negosiasi sedapat mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Akan
tetapi, jika perundingan/negosiasi tidak mencapai kesepakatan, dapat menggunakan pihak ketiga
yang disebut mediator. Mediator adalah pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian
perundingan dengan menggunakan penalaran dan persuasi serta menyarankan alternativealternatif.
Seperti telah dibahas diatas, perundingan memunculkan kemungkinan terjadi pihak
menang-kalah. Jika ini terjadi, mediator arus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain
sebagai berikut
a) Memaksimalkan kemenangan kedua pihak atau mencapai tujuan bersama
b) Meminimalkan kekalahan dan bagi yang kalah tetap dpaat mengikuti tujuan bersama.
c) Membuat kedua pihak mencapai kepuasan atas hasil negosiasi.