ANALISIS PENGARUH VARIABEL PDB INFLASI

“ANALISIS PENGARUH VARIABEL PDB, INFLASI DAN SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DI INDONESIA” (studi kasus tahun 1984 – 2009)”

  Oleh : Royhul Akbar 0910212025

Abstraksi

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel PDB, Inflasi dan Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri Indonesia pada tahun 1984 sampai dengan 2009. Untuk mengetahui pengaruh variabel PDB, Inflasi dan Suku Bunga Kredit Investasi terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri Indonesia pada tahun 1984 sampai dengan 2009 digunakan analisis OLS dengan menggunakan variabel terikat yakni Penanaman Modal Dalam Negeri serta Variabel Bebas adalah Produk Domestik Bruto, Inflasi dan Suku Bunga Kredit Investasi .

  Dari hasil uji statistik diketahui bahwa PDB dan Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMDN sedangkan SKBI berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PMDN. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Produk Domestik Bruto serta Inflasi pada tahun 1984 sampai dengan tahun 2009 mempengaruhi kenaikan jumlah PMDN di Indonesia. Sedangkan perubahan Suku Bunga Kredit Investasi tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah PMDN di Indonesia.

  Kata kunci : PMDN, PDB, Inflasi dan Suku Bunga Kredit Investasi

Pendahuluan

  Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi barang dan jasa di semua sektor-sektor ekonomi. Terciptanya kegiatan- kegiatan produksi dapat mendorong terciptanya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, yang selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar. Terjadinya perkembangan pasar menunjukkan bahwa volume kegiatan produksi juga berkembang, kesempatan kerja dan pendapatan di dalam negeri akan meningkat sehingga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi (Tulus, 2001).

  Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal bagi perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa dalam perekonomian, pertambahan jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Faktor- faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah suku bunga, prediksi tingkat keuntungan, prediksi mengenai kondisi ekonomi ke depan, kemajuan teknologi, tingkat pendapatan nasional dan keuntungan perusahaan (Sukirno, 2002).

  Investasi dalam pengertian konsepsional merupakan hasil dari sebuah proses yang bersifat multi dimensional. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu fungsi dari investasi dalam artian penanaman modal atau faktor ekonomi yang paling esensial dan mudah diukur secara kuantitatif. Akan tetapi dalam dunia nyata bahwa seorang investor yang akan menanamkan modalnya pada Investasi dalam pengertian konsepsional merupakan hasil dari sebuah proses yang bersifat multi dimensional. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu fungsi dari investasi dalam artian penanaman modal atau faktor ekonomi yang paling esensial dan mudah diukur secara kuantitatif. Akan tetapi dalam dunia nyata bahwa seorang investor yang akan menanamkan modalnya pada

  Iklim investasi merupakan kondisi yang bersifat multi dimensi dan menjadi bahan pertimbangan bagi para investor dalam melakukan investasi. Dalam kaitan tersebut peran pemerintah menjadi sangat penting dalam setiap proses penanaman modal, bahkan rekomendasi pemerintah daerah merupakan syarat mutlak dalam penilaian kegiatan investasi di daerah dinyatakan layak. Hal tersebut terkait pula dengan masalah pemanfaatan tata ruang, gangguan lingkungan dan ketertiban umum.

  Selain itu iklim investasi merupakan suatu proses jangka panjang yang senantiasa berjalan searah dengan perkembangan usaha. Iklim investasi bukan hanya dipertimbangkan pada awal rencana investasi, akan tetapi merupakan variabel strategis yang akan menentukan keberhasilan investasi sepanjang perusahaan berjalan.

  Terdapat beberapa faktor penentu dilakukannya investasi, yaitu investasi memberikan revenue tambahan kepada perusahaan melalui penjualan produknya secara lebih besar, suku bunga merupakan harga atau biaya yang harus dibayar dalam meminjamkan uang untuk suatu periode tertentu dan ekspekstasi keuntungan. Dengan demikian para investor melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang dilakukan. Pertimbangan tersebut adalah sepenuhnya merupakan pertimbangan-pertimbangan investasi yang terkait secara langsung dengan faktor-faktor ekonomi.

  Disamping pertimbangan faktor ekonomi yang menjadi penentu investasi, pertimbangan non ekonomi seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, penegakan hukum dan sosial budaya merupakan faktor penentu yang tidak kalah pentingnya untuk menentukan keberhasilan investasi.

  Setiap negara pasti berlomba lomba untuk menciptakan stabilitas dan iklim investasi dalam negaranya guna pertumbuhan ekonomi yang baik sehingga bisa mencapai tujuan awal berdirinya suatu negara, begitu juga dengan negara Indonesia yang secara eksplisit tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yakni menciptakan pembangunan yang sesuai dengan sila sila yang terkandung dalam Pancasila. Iklim investasi, seperti definisi yang telah penulis sebutkan sebelumnya adalah semua Kebijakan, Kelembagaan, dan Lingkungan baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi dimasa depan, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Tiga faktor utama dalam iklim investasi antara lain ( Asian Development Bank, 2005) :

  1. Kepemerintahan dan kelembagaan, yang mencakup kejelasan dan efektifitas peraturan, perpajakan, sistem hukum , sektor keuangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan terampil.

  2. Kondisi Ekonomi Makro, yang mencakup stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar serta stabilitas sosial dan politik.

  3. Infrastuktur, yang mencakup antara lain sarana transportasi, telekomunikasi, listrik dan air.

  Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dana untuk mencukupi upaya pembangunan ekonominya. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa, maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dana untuk mencukupi upaya pembangunan ekonominya. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa, maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang

  Berdasarkan hal tersebut, suatu negara dengan sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia sudah pasti menjadi ajang gabungan investasi domestik dan asing. Potensi Indonesia bagi investasi adalah sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan (Nafisatul, 2007). Dari sisi penawaran harus dibedakan antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi jangka pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentunya adalah masih tersedianya banyak sumber daya alam, termasuk komoditas-komoditas pertambangan dan pertanian. Sedangkan potensi jangka panjang adalah pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mampu mengembangkan teknologi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, namun hal ini sangat tergantung pada kemauan dari negara tersebut untuk melakukannya.

  Ada dua faktor utama yang menentukan potensi Indonesia bagi investasi apabila dilihat dari sisi permintaan, yaitu jumlah penduduk dan pendapatan riil per kapita. Kedua faktor ini secara bersamaan menentukan besarnya potensi pasar, yang berarti juga besarnya potensi keuntungan bagi seorang investor. Indonesia, seperti halnya China dan India, merupakan potensi pasar yang sangat besar apabila dilihat dari segi jumlah penduduk. Namun, jumlah penduduk saja tidak cukup jika daya beli masyarakat kecil. Oleh karena itu, kemampuan Indonesia untuk pulih kembali setelah krisis dengan menghasilkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil rata-rata per kapita yang tinggi menjadi salah satu pertimbangan serius bagi investor asing.

  Selain pentingnya peningkatan investasi domestik, penyerapan modal asing juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam upaya penghimpunan dana untuk pembangunan. Arus masuk modal asing (capital inflows) berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar, terutama apabila terjadinya capital flows reversal , hal ini seperti yang dikemukankan oleh suhel (2008; 103) bahwa perkembangan investasi pasca krisis, peran PMA jauh lebih penting dari PMDN, namun apabila dilihat lagi lebih banyak arus PMA keluar di bandingkan arus PMA yang masuk yang menandakan buruknya ddaya sain indonesia dalam hal PMA (dalam periode 1998 – 2003).

  PMDN dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi dalam negeri. Sedangkan PMA adalah pembelanjaan barang-barang modal untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh penanam modal asing dengan menggunakan modal asing . Oleh karena itu investasi, baik PMDN dan PMA, memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan pendapatan. Dengan adanya berbagai sumbangan yang dapat diciptakan oleh PMA terhadap pembangunan perekonomian, namun tidaklah berarti bahwa kehadiran PMA akan sepenuhnya menjamin terciptanya pembangunan ekonomi yang lebih PMDN dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi dalam negeri. Sedangkan PMA adalah pembelanjaan barang-barang modal untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh penanam modal asing dengan menggunakan modal asing . Oleh karena itu investasi, baik PMDN dan PMA, memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan pendapatan. Dengan adanya berbagai sumbangan yang dapat diciptakan oleh PMA terhadap pembangunan perekonomian, namun tidaklah berarti bahwa kehadiran PMA akan sepenuhnya menjamin terciptanya pembangunan ekonomi yang lebih

  Adanya atau kehadiran investasi asing (Penanaman Modal Asing) akan menghambat perkembangan kemandirian Bangsa Indonesia dalam mengatasi masalahnya sendiri, oleh sebab itulah hendaknya pemerintah mendorong upaya untuk menggalakkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) guna memecahkan masalah perekonomian Indonesia.

  Hal ini juga bisa dilihat dari grafik pertumbuhan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di indonesia dari tahun 1990 – 2009 sesuai dengan grafik di bawah ini :

  Kurva Realisasi PMA dan PMDN Indonesia

  Sumber : Data BKPM dan World Bank diolah (dalam Rupiah)

  Dimana dari kurva realisasi PMDN Indonesia diatas terjadi fluktuasi penanaman modal dalam negeri di Indonesia, tetapi trend yang terjadi adalah peningkatan dalam jumlah penanaman modal dalam negeri di Indonesia, hal ini berbeda dengan PMA yang terjadi di Indonesia, walaupun terjadi peningkatan dalam jumlah PMA tahun 2009 di banding pada tahun 1990-an tetapi sempat juga terjadi penarikan modal asing yang ada di Indonesia, yaitu penurunan PMA yang terjadi pada rentang waktu tahun 1997 – 2001. Hal ini menurut penulis menggambarkan bahwa PMDN lebih mempunyai stabilitas yang kuat dibandingkan dengan PMA pada masa krisis, sehingga mendorong penulis untuk memilih menganalisis PMDN dan variabel variabel yang mempengaruhinya.

Kajian Pustaka

  Didalam Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri pada pasal 1 ayat 2 Didalam Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri pada pasal 1 ayat 2

  Kemudian dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat 9 UU tersebut bahwa “Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum” ayat ini menurut interpretasi penulis menyatakan bahwa modal yang dimiliki untuk ditanamkan oleh penanam modal dalam negeri harus merupakan miliknya sendiri dan bukan pinjaman dari pihak luar negeri sehingga penulis menyimpulkan bahwa modal tersebut bisa berupa uang atau barang milik pribadi penanam modal dalam negeri.

  Badan yang menaungi penanaman modal di Indonesia sesuai dengan pasal 15 ayat c adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal yang berlokasi di Jakarta dan mempunya kantor perwakilan di seluruh ibukota propinsi di Indonesia.

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

  Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa investasi sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi bahkan memiliki hubungan timbal balikyang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena disatu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula . dalam kasus ini, investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. dilain pihak , semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi (Hadi.YS dalam suhel 2008; 97)

  Istilah investasi bruto swasta domestik menunjukkan investasi pada mesin-mesin, peralatan serta gedung-gedung yang habis dikonsumsi dalam proses produksi pada tahun berjalan ditambah dengan tambahan netto persediaan barang-barang kapital. Konsumsi pemakaian barang-barang kapital merupakan penyusutan. Jadi investasi bruto adalah investasi pengganti ditambah investasi bersih atau investasi tambahan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari investasi nettonya, bila investasi bruto melebihi penyusutan atau investasi penggantinya maka terdapat investasi netto dan perekonomian negara tersebut mengalami perluasan. Perekonomian suatu negara mengalami stagnasi atau penurunan bila investasi netto negatif atau dimana investasi bruto lebih kecil daripada investasi pengganti

  Dunia usaha mengadakan investasi didorong oleh pertimbangan ekspektasi keuntungan jangka panjang yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk serta faktor-faktor lain. Investasi bervariasi secara langsung dengan pendapatan, hal ini karena investasi berhubungan dengan keuntungan, dan sebagian besar investasi dibiayai secara internal dari keuntungan perusahaan. Bila pendapatan naik, keuntungan juga naik dan demikian pula tingkat investasi. Bila tingkat pendapatan atau output Dunia usaha mengadakan investasi didorong oleh pertimbangan ekspektasi keuntungan jangka panjang yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk serta faktor-faktor lain. Investasi bervariasi secara langsung dengan pendapatan, hal ini karena investasi berhubungan dengan keuntungan, dan sebagian besar investasi dibiayai secara internal dari keuntungan perusahaan. Bila pendapatan naik, keuntungan juga naik dan demikian pula tingkat investasi. Bila tingkat pendapatan atau output

  Selain itu teori yang juga menguatkan akan hubungan antara PDB dengan PMDN adalah teori yang dikemukakan oleh Harrold dan Domar dimana dikemukakan bahwa Investasi tetap dibutuhkan agar perekonomian dapat terus tumbuh, dan sebagai ahli ekonomi yang meneruskan konsep Keynes, Harrod-Domar tetap mementingkan peran pemerintah terutama dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi dan menghimpun dana untuk keperluan investasi (Jhingan, 2010;229).

  Untuk memperjelas pengaruh perubahan PDB terhadap PMDN maka penulis mencoba menjelaskan mekanisme transmisi alur yang terjadi bagai mana perubahan PDB mempengaruhi PMDN. Pertambahan jumlah produk domestik bruto atau pendapatan nasional tentunya akan mendorong penambahan jumlah uang beredar yang ada di masyarakat, hal ini akan mendorong kenaikan tingkat tabungan, akibat dari penambahan jumlah tabungan tersebut maka sumber dana yang ada akan bertambah lalu bank akan memberlakukan easy money policies supaya sumber dana tersebut dapat di salurkan kembali ke masyarakat dengan cara menurunkan suku bunga kreditpinjaman yang pada akhirnya akan terjadi kenaikan jumlah investasi.

  PDB ↑  S↑ r↓ ↑

  Dimana :

  PDB

  : Produk Domestik Bruto

  S

  : Saving Tabungan

  r

  : Suku Bunga Pinjaman

  Sehingga dari uraian diatas jelas ada keterkaitan nyata antara investasi (yang didalamnya terkandung investasi domestik atau penanaman modal dalam negeri) dengan output yang dihasilkan oleh suatu negara (PDB) dimana semakin tinggi tingkat investasi (di proxykan oleh PMDN) maka semakin besar PDB yang dihasilkan oleh negara tersebut yang pada akhirnya akan menambah investasi yang tertanam di negara tersebut, tetapi investasi tidak dilakukan jika penambahan investasi diperkirakan tidak menambah output penjualan (yang di proxykan oleh PDB).

2. Inflasi

  Unsur kedua yang ikut mempengaruhi investasi adalah tingkat inflasi. Pada dasarnya, investasi dapat dikatakan sebagai perjudian mengenai masa depan dengan pertaruhan bahwa hasil investasi akan lebih besar daripada biayanya. Para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk melakukan investasi atau tidak dengan melakukan suatu ekspektasi terhadap kondisi perekonomian suatu negara di masa depan. Menurut Sulong dan Agus (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Linkages between foreign direct investmen and its determinan in Malaysia menyatakan bahwa, tingkat inflasi merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh para pelaku ekonomi untuk menilai baik atau tidaknya kondisi perekonomian di suatu negara.

  Oleh karena itu, keputusan seorang investor untuk melakukan investasi di suatu negara dipengaruhi oleh tingkat inflasi di negara tersebut. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Dalam memahami konsep inflasi, kenaikan harga yang terjadi adalah kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode waktu tertentu.

  Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dengan persentase yang cukup besar, bukan merupakan inflasi. Seorang investor akan cenderung untuk melakukan investasi apabila tingkat inflasi di suatu negara adalah stabil. Hal ini dikarenakan dengan adanya kestabilan dalam tingkat inflasi, maka tingkat harga barang-barang secara umum tidak akan mengalami kenaikan dalam jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, investor akan merasa lebih terjamin untuk berinvestasi pada saat tingkat inflasi di suatu negara cenderung stabil atau rendah (Nopirin, 1992).

  Demand Pull Inflation

  Jenis-jenis inflasi berdasarkan penyebabnya antara lain (Samuelson, 1996) :

  a. Demand-pull inflation

  Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat atas beberapa barang yang terlalu kuat. Oleh karena itu terjadi kenaikan harga sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan pada tingkat produksi yang telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh. Tingkat harga keseimbangan awal adalah P dan kuantitas barang yang diminta adalah sebesar Q. Dikarenakan permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah, misalnya karena bertambahnya pengeluaran pemerintah atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, maka kurva aggregate demand bergeser dari AD ke AD’. Akibat dari pergeseran kurva AD tersebut, tingkat harga naik dari P menjadi P’.

  Cost Push Inflation

  Sumber : Makroekonomi (Samuelson, 1996)

  b. Cost Push Inflation

  Inflasi ini timbul karena kenaikan ongkos produksi. Kenaikan biaya produksi barang dan jasa akan mendorong terjadinya kenaikan harga. apabila terjadi kenaikan biaya produksi, misalnya karena adanya kenaikan harga bahan baku untuk produksi, maka kurva penawaran akan bergeser dari AS1 ke AS2. Akibatnya, tingkat produksi menurun dan mendorong terjadinya kenaikan harga, yaitu dari P1 menjadi P2.

  tersebut, pada

  kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh satu macam jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand pull inflation (Adwin, 59 ; 1999)

  Agar lebih jelas lagi maka penulis mencoba untuk menggambarkan lewat mekanisme transmisi alur bagaimana jika inflasi meningkat akan mempengaruhi investasi dalam hal ini penanaman modal dalam negeri. Apabila terjadi kenaikan jumlah uang beredar di masyarakat akan menyebabkan peningkatan inflasi, peningkatan inflasi ini memaksa Bank Indonesia untuk kembali menstabilkan inflasi dengan cara penarikan kelebihan jumlah uang beredar dimasyarakat dengan mekanisme peningkatan suku bunga , kenaikan suku bunga akan mengakibatkan permintaan akan investasi menjadi menurun.

  JUB ↑  INF ↑  r ↑  ↓ Dimana :

  JUB

  : Jumlah Uang Beredar

  : suku bunga

  

  

   investasi

  Dari uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa investor akan lebih nyaman bila menginvestasikan uang atau modalnya apabila inflasi stabil atau rendah, sehingga hubungan antara inflasi dan investasi (PMDN) mempunyai hubungan negatif.

3. Suku Bunga Kredit Investasi

  Faktor ketiga yang menjadi penentu terhadap tingkat investasi adalah suku bunga Investasi. Analisis biaya investasi adalah lebih rumit daripada biaya komoditi lain karena barang-barang modal adalah berumur panjang. Apabila membeli barang-barang yang berumur panjang, maka harus menghitung harga dari modal itu, dalam hal ini dinyatakan dalam tingkat bunga pinjaman atau kredit. Pengaruh dari suku bunga kredit terhadap investasi juga dijelaskan oleh pemikiran ahli-ahli ekonomi Klasik yang menyatakan bahwa investasi adalah fungsi dari tingkat bunga (samuelson Nordhaus, 1996)

  Pada investasi, semakin tinggi tingkat bunga maka keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya, seorang investor akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dia bayarkan untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos dari penggunaan dana (cost of capital). Semakin rendah tingkat bunga, maka investor akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil (Nopirin, 1992).

  Untuk lebih memperjelas bagaimana perubahan suku bunga mempengaruhi perubahan investasi, maka penulis akan coba menjelaskan bagaimana mekanisme transmisi alur perubahannya. Perubahan suku bunga dengan maksud menarik jumlah uang beredar yang tinggi akan mempengaruhi pergerakan suku bunga. Suku bunga akan naik sehingga mengakibatkan penurunan pada investasi akibat dari peningkatan jumlah kewajiban yang harus di bayar dari penambahan modal.

  JUB ↑  r ↑  ↓

  Dimana :

  JUB

  : jumlah uang beredar

  r

  : suku bunga

  

  

  : investasi

  Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa semakin rendah tingkat bunga maka semakin tinggi pula keinginan investor untuk melakukan Investasi, dalam hal ini investasi dapat diasumsikan sebagai penanaman modal, sehingga semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin tinggi PMDN dan kedua variabel ini memiliki hubungan negatif.

  Hipotesis

  1. Terdapat pengaruh hubungan secara bersama sama terhadap variabel dependen (PMDN) yang dipengaruhi variabel independen (PDB, Inflasi dan Suku Bunga Investasi).

  2. Produk Domestik Bruto (PDB) diduga mempunyai hubungan positif terhadap PMDN di Indonesia, sehingga peningkatan PDB akan meningkatkan PMDN di Indonesia.

  3. Tingkat Inflasi diduga mempunyai hubungan negatif terhadap PMDN di Indonesia, sehingga apabila terjadi peningkatan Inflasi maka akan menurunkan jumlah PMDN di Indonesia.

  4. Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi diduga mempunyai hubungan negatif terhadap PMDN di Indonesia , sehingga apabila terjadi peningkatan Suku Bunga Investasi maka akan menurunjan jumlah PMDN di Indonesia.

Metode Penelitian

  Jenis penelitian yang akan digunakan dalam menjawab permasalahan adalah penelitian kuantitatif. Pembahasan akan mengacu pada hasil estimasi dari data-data yang diperoleh, dengan menggunakan data perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 1984 hingga tahun 2009.

  Definisi Operasional

   Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Jumlah besaran penanaman modal

  dalam negeri di Indonesia yang dijumlahkan dari semua sektor yang ada baik sektor primer, sekunder maupun tersier dari penanaman modal riil dalam negeri,

   Produk Domestik Bruto (PDB) adalah Jumlah Output keseluruhan suatu

  negara yakni Indonesia, data ini merupakan data PDB konstan tahun 2000  Tingkat Inflasi (INF) adalah kenaikan harga yang terjadi secara umum

  seluruh barang secara terus-menerus selama suatu periode waktu tertentu, data ini merupakan data Inflasi Deflator.

   Tingkat Suku Bunga Investasi adalah harga atau biaya yang harus

  dibayarkan oleh seseorang apabila orang tersebut meminjam sejumlah uang untuk berinvestasi.

Metode Analisis

  Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan data yang diolah dengan alat analisis. Untuk mencapai tujuan penelitian dan pengujian hipotesis, maka penelitian ini menggunakan model OLS (Ordinary Least Square). Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui koefisien masing- masing variabel yang mempengaruhi penanaman modal dalam negeri sebagai dependent variabel.

  Adapun model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  PMDN = f (PDB, INF, SKBI)

  PMDN = β .PDB β1 .INF β2 0 .SKBI β3 .e εi

  Namun dikarenakan adanya beda antara variabel independen, maka persamaan regresi di transformasikan ke logaritma ( Log ) sehingga persamaannya menjadi seperti berikut :

  Log PMDN = α + β 1 Log PDB + β 2 log Inf +β 3 Log SKBI+ ε

  Dimana :

  PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri PDB

  = Produk Domestik Bruto

  INF

  = Inflasi

  SKBI = Suku Bunga Investasi Log

  = Koefisien regresi parameter elastisitas

  ε

  = error

  Alasan penggunaan regresi dengan transformasi menjadi model logaritma diperkuat dengan alasan bahwa ( Gujarati, 1993;193):

  1. Dengan menggunakan transformasi regresi menjadi regresi model logaritma maka akan dapat mengatasi atau memperkecil gejala heteroskedastisitas yang terjadi pada model tersebut.

  2. Parameter (β) dapat langsung menunjukan koefisien elastisitas , yakni persentase perubahan dalam variabel dependen akibat perubahan persentase variabel indepanden.

Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

  Pengujian ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai dari koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Uji kesesuaian terdiri atas :

  1. Koefisien Determinasi (R 2 )

  2. Uji-F

  3. Uji-t

Uji Asumsi Klasik

  Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksirbest linear unbiased estimator (BLUE). Disamping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Yang terdiri atas :

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan PMDN di Indonesia

  Pengertian PMDN yang terkandung dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Penanaman Modal adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu PMDN mempunyai peran penting sebagai alternatif sumber dana dalam negeri yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Perkembangan PMDN di Indonesia selama periode tahun 1984- 2009 dapat dilihat realisasi PMDN di Indonesia pada tahun 1984 - 2009 mengalami tren pertumbuhan yang cenderung positif atau meningkat sebagai akibat dari membaiknya perekonomian saat itu. Perkembangan investasi yang mengesankan sejak awal Orde Baru tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari berbagai kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya realisasi investasi di Indonesia. Berbagai kebijakan pemerintah tersebut di antaranya adalah kebijakan dibukanya penanaman modal asing di Indonesia pada awal Orde Baru, kebijakan subsidi suku bunga melalui penyaluran berbagai skim kredit likuiditas, dilepaskannya pagu kredit perbankan, deregulasi sektor perbankan yang mempermudah pendirian bank, serta deregulasi di pasar modal.

  Sejak diterapkannya berbagai kebijakan tersebut, sumber-sumber pembiayaan investasi menjadi lebih beragam karena tidak terkonsentrasi pada pinjaman utang luar negeri saja. Hal tersebut pada akhirnya mendorong meningkatnya kegiatan investasi sebagaimana tercermin dari perkembangan realisasi PMDN yang cenderung meningkat pada tahun 1984 – 2009 .

  Perkembangan Realisasi PMDN di Indonesia periode 1984 – 2009 (Dalam Miliar Rp)

PMDN

  Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

  Dapat dilihat digrafik diatas terjadi fluktuasi penanaman modal dalam negeri di Indonesia dari tahun 1984 – 2009, walaupun terjadi fluktuasi yang sangat beragam tetapi tren yang terjadi adalah terjadinya peningkatan jumlah penanaman modal dalam negeri di Indonesia. Jika kita cermati dari tahun 1984 – 1989 terjadi kenaikan jumlah penanaman modal dalam negeri dimana pada tahun 1984, PMDN yang terjadi hanya sebesar Rp 1,5 Triliun mengalami peningkatan sampai tahun 1989 menjadi sebesar Rp 19,7 Triliun dimana rata rata terjadi peningkatan sebesar Rp.3,03 Trilun pertahun, lalu kembali terjadi fluktuasi naik turunnya jumlah PMDN di Indonesia sampai pada titik dimana terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 Hal ini bisa kita lihat pada pasca terjadinya krisis ekonomi yang menyerang Indonesia pada tahun 1998 dimana terjadinya penurunan PMDN terjadi pada tahun 2000 ke tahun 2001 yakni terjadi penurunan PMDN sebesar Rp.11 Triliun rupiah pada waktu tersebut, tetapi trend PMDN kembali naik lagi sampai tahun 2005 yakni sebesar Rp. 30 Triliun dan kembali berfluktuasi sampai dengan akhir tahun 2009.

  Perkembangan Suku Bunga Kredit di Indonesia

  Teori Klasik menyatakan bahwa keputusan apakah suatu investasi akan dilakukan atau tidak tergantung dari tingkat suku bunga yang merupakan biaya dari penggunaan dana (Nopirin, 1992). Keinginan untuk melakukan investasi akan memakin kecil apabila tingkat suku bunga adalah tinggi. Hal ini dikarenakan besarnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh investor dalam suatu investasi akan Teori Klasik menyatakan bahwa keputusan apakah suatu investasi akan dilakukan atau tidak tergantung dari tingkat suku bunga yang merupakan biaya dari penggunaan dana (Nopirin, 1992). Keinginan untuk melakukan investasi akan memakin kecil apabila tingkat suku bunga adalah tinggi. Hal ini dikarenakan besarnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh investor dalam suatu investasi akan

  Perkembangan Suku Bunga Investasi Rupiah di Indonesia periode 1984 – 2009 (Dalam persen)

SKBI

  Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia BI berbagai edisi.

  Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa besar suku bunga kredit investasi dari tahun 1984 sampai dengan tahun 1997 mengalami kestabilan dalam rentang waktu tersebut, angka terendah terjadi pada tahun 1994 yakni sebesar 16,9 dan angka tertinggi terjadi pada tahun 1991 yakni 22,3 selebihnya pada rentang waktu tersebut hanya mengalami pergeseran kecil yakni sebesar 1 sampai 3 persen saja dimana besar SKBI mempunyai rentang 18 - 21.

  Perubahan yang cukup signifikan terjadipada tahun 1998 dan pada tahun 1999, pada tahun tersebut SKBI mengalami pelonjakan jumlah yang cukup signifikan, pada tahun 1998 besaran SKBI mencapai 29,4 dan pada tahun 1999 angkanya mencapai 24,7. Kita semua pasti memahami kenapa terjadi lonjakan yang cukup besar pada SKBI di tahun tahun tersebut, krisis ekonomilah yang memicu terjadinya lonjakan SKBI pada tahun 1998 lalu pada tahun 1999 dimana krisis ekonomi sudah reda, suku bunga kredit investasi masih tinggi dikarenakan penyesuaian yang dilakukan oleh bank bank umum tidak serta merta dapat langsung menurunkan jumlah SKBI, tetapi mungkin hal ini dilakukan secara bertahap sehingga besaran angka SKBI hanya turun sekitar 4,7 pada tahun 1999.

  Kemudian terjadi kestabilan kembali pada SKBI dalam rentang tahun 2000 – 2009 dimana titik terendah pada SKBI terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 15,14 dan titik tertinggi pada rentang tahun tersebut terjadi pada tahun 2001 yakni sebesar 19,7. Hal ini menurut penulis menunjukkan kestabilan yang terjadi pada suku bunga kredit investasi yang dipinjamkan kepada masyarakat Kemudian terjadi kestabilan kembali pada SKBI dalam rentang tahun 2000 – 2009 dimana titik terendah pada SKBI terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 15,14 dan titik tertinggi pada rentang tahun tersebut terjadi pada tahun 2001 yakni sebesar 19,7. Hal ini menurut penulis menunjukkan kestabilan yang terjadi pada suku bunga kredit investasi yang dipinjamkan kepada masyarakat

  Perkembangan PDB di Indonesia

  Dalam kerangka ekonomi makro, pendapatan nasional yang dapat diwujudkan dalam bentuk Produk Domestik Bruto merupakan gambaran aktivitas perekonomian dalam suatu negara. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai dari total output yang dihasilkan dalam suatu negara. Pengukuran PDB sangat diperlukan dalam teori maupun kebijakan makroekonomi. Pengukuran tersebut dapat digunakan untuk menghadapi berbagai masalah sentral yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, siklus usaha, hubungan antara kegiatan ekonomi dan pengangguran, serta ukuran dan faktor penentu inflasi. PDB juga menggambarkan aktivitas perekonomian suatu negara. Perekonomian secara umum dikatakan membaik jika terjadi peningkatan PDB (Sukirno, 2005). Meskipun demikian, di dalam perhitungan PDB terdapat unsur harga yang mempengaruhi besarnya nilai (nominal) PDB. Dengan kata lain, jumlah uang yang dikeluarkan dapat lebih besar untuk memperoleh barang dan jasa dalam jumlah yang sama.

  Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga. Dengan asumsi harga konstan, maka nilai barang yang diproduksi dengan pengeluaran agregat akan bergerak ke arah yang sama.

  Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia periode 1984 – 2009 (Dalam Miliar Rp)

PDB

  Sumber : World Bank.

  Dalam melihat perkembangan jumlah produk domestik bruto Indonesia dari tahun ke tahun dari grafik diatas, bisa kita lihat bahwa terjadi kenaikan jumlah PDB setiap tahunnya.

  Fluktuasi jumlah hanya terjadi pada tahun 19987 ke tahun 1998 yaitu terjadi penurunan dari jumlah sebesar Rp.1.512.780,- miliar menjadi

  Rp.1.314.201,- miliar atau turun kira kira sebesar Rp. 198.579,- Miliar. Jumlah PDB dari tahun 1984 sebesar Rp 629.559 Miliar menjadi Rp 1.512.780 Miliar pada tahun 1997 atau naik rata rata sebesar Rp. 67.940 Miliar setiap tahunnya.

  Jumlah PDB dari tahun 1998 sebesar Rp.1.314.201,- Miliar menjadi Rp.2 .177.241,- Miliar sehingga apabila dirata rata terjadi kenaikan jumlah PDB setiap tahunnya, dari tahun 1998 sampai tahun 2009 adalah sebesar Rp. 66.387,7 Miliar.

  Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia

  Kondisi perekonomian suatu negara dapat ditentukan dari besarnya angka inflasi. Angka inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi yang mencerminkan perubahan harga di suatu negara. Laju inflasi biasanya disebabkan oleh naik turunnya produksi barang dan jasa, distribusinya, dan juga disebabkan oleh peredaran uang di suatu daerah (Setyowati dan Fatimah, 2007).

  Di Indonesia, laju inflasi banyak dipengaruhi oleh adanya perubahan harga yang ditentukan oleh kebijakan pemerintah, misalnya harga BBM dan perubahan tarif. Tingkat inflasi yang tinggi akan sangat merugikan perekonomian suatu negara yang pada akhirnya merupakan malapetaka bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dari sisi lain, dengan adanya tingkat harga yang tinggi menyebabkan suatu negara akan kalah bersaing dengan negara-negara lain dalam pasar bebas.

  Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia periode 1984 – 2009 (Dalam persen)

INFLASI

  Sumber : World Bank.

  Perkembangan tingkat inflasi tahunan yang terjadi di Indonesia pada periode 1984 – 2009 dapat dilihat perkembangan fluktuasi inflasi yang terjadi pada periode sebelum 1998 terlihat relatif kecil yakni tertinggi pada tahun 1997 yakni sebesar 15,271 dan paling rendah terjadi pada tahun 1986 yaitu pada besar -0,097 . Inflasi di Indonesia mengalami titik tertinggi yaitu pada tahun

  1998 yakni sebesar 75,271, kondisi ini terjadi akibat dampak dari guncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun tersebut.

  Setelah tahun 1998 inflasi kembali mengalami penurunan dan mulai stabil kembali. Pada tahun 1999 tingkat inflasi mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni sebesar 14,16 atau mengalami penurunan lebih dari 61 dibanding tahun sebelumnya. Kemudian angka inflasi kembali berfluktuasi pada rentang tahun 1999 sampai tahun 2009 dimana angka tertinggi inflasi pada rentang waktu tersebut terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 20,448 dan mengalami angka inflasi terendah pada rentang waktu tersebut sebesar 5,487 yakni pada tahun 2003.

  Hasil Analisis Dengan Mengunakan Metode OLS

  Dengan menggunakan metode OLS , maka diperoleh hasil regresi yang dapat dilihat pada tabel berikut:

  C -1,537043

  (LOG_PDB) X2 (LOG_INF) 0.384645

  X3 -1.491077

  (LOG_SKBI)

  Prob (F-statistic)

  Durbin-Watson stat

  Hasil regresi OLS diatas dapat disusun dalam bentuk persamaan sebagai

  berikut:

  LOG_PMDN = - 1,537043 + 1,068136LOG_PDB + 0.384645LOG_INF

  - 1.491077LOG_SKBI + e

  Dari persamaan regresi yang telah diperoleh, maka dapat dibuat interpetasi terhadap model ataupun hipotesa yang telah diambil sebelumnya. Adapun hasil interpretasi adalah sebagai berikut:

  Pengujian Statistik

a) Uji Koefisien Determinasi (R2)

  Nilai R-squared (R2) statistik mengukur tingkat keberhasilan model yang digunakan dalam memprediksi pengaruh variabel independen. Besar R-squared adalah 0< R2< 1, di mana semakin tinggi nilai R-squared maka semakin besar Nilai R-squared (R2) statistik mengukur tingkat keberhasilan model yang digunakan dalam memprediksi pengaruh variabel independen. Besar R-squared adalah 0< R2< 1, di mana semakin tinggi nilai R-squared maka semakin besar

  Berdasarkan hasil perhitungan regresi pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0.647697. Hal ini berarti bahwa 64,7 persen perubahan nilai realisasi PMDN di Indonesia secara bersamasama mampu dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model, yaitu suku bunga kredit, PDB, dan tingkat inflasi. Sedangkan sisanya sebesar 35,3 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

b) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

  Uji statistik F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel dependen, atau untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

  Model PMDN di Indonesia mempunyai nilai F hitung sebesar 13,48210, di mana nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel yang sebesar 2,98. Dikarenakan

  F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, variabel suku bunga kredit investasi(SBKI), Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat inflasi (INF) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada tingkat kepercayaan 95 persen.

c) Uji Signifikan Parameter Individu (Uji Statistik t)

  Uji statistik t dilakukan untuk melihat besarnya pengaruh dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil regresi model menunjukkan dari ketiga variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel Logaritma Produk Domestik Bruto (LOG_PDB) dan Logaritma Inflasi (LOG_INF) secara parsial signifikan pengaruhnya terhadap Logaritma penanaman modal dalam negeri (LOG_PMDN). Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung untuk LOG_PDB dan LOG_INF yang masing-masing sebesar 3,316990 dan 2,228646, di mana besarnya nilai-nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel yang sebesar 1,171. Dikarenakan pada variabel PMDN dan INF memiliki nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel), maka variabel PMDN dan TECH berpengaruh secara signifikan terhadap variabel PMDN. Sedangkan variabel Logaritma suku bunga Investasi (LOG_SKBI) secara parsial tidak signifikan pengaruhnya terhadap Logaritma penanaman modal dalam negeri (LOG_PMDN). Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung untuk LOG_SKBI sebesar - 1,87829 di mana besarnya nilai tersebut lebih kecil dari nilai t tabel yang sebesar 1,717.

  Uji Asumsi Klasik

a. Multikolinearitas

  Untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas dapat dilakukan dengan meregresikan variabel bebas dengan variabel bebas yang lainnya.

  Estimasi uji R 2 (Hasil Regresi Antar Variabel Bebas)

  Variabel 2 Nilai R LOG_PDB = f(LOG_INF, LOG_SKBI)

  LOG_INF = f(LOG_PDB, LOG_SKBI)

  LOG_SKBI = f(LOG_PDB, LOG_INF)

  Dapat dilihat bahwa nilai R 2

  LOG_PMDN = LOG_PDB, LOG_INF, LOG_SKBI = 0,647697 lebih

  besar dibandingkan dengan nilai R 2 dalam regresi parsial. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam model LOG_PMDN = f(LOG_PDB, LOG_INF dan

  LOG_SKBI ) tidak terdapat masalah multikolinearitas.

b. Autokorelasi

  Selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui apakah terdapat masalah autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai dalam uji regresi yang bebas masalah autokorelasi mempunyai nilai D-W stat pada 1,55 hingga 2,46. Dalam tabel 4.1, hasil uji D-W mempunyai nilai 1,596965. Maka hasil regresi Model LOG_PMDN= f(LOG_PDB, LOG_INF, LOG_SKBI) tidak terdapat masalah autokorelasi

c. Heteroskedastisitas

  Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White. White menyarankan untuk meregresi nilai absolut dari nilai residual.

  2 Pedomannya adalah jika nilai obsR 2 > X maka terdapat masalah Heteroskedastisitas.

  Hasil Uji White

  Obs R-squared 10,24714

  Probability

  Dari tabel 4.3 terlihat bahwa nilai obsR2 10,24714 < nilai X2 tabel 33,924. Maka hasil regresi Model Log PMDN = f(Log PDB, Log INF, Log SKBI) tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

d. Normalitas

  Untuk mengetahui apakah suatu variabel sudah terdistribusi secara normal menggunakan uji Normalitas Jarque-Bera. Normalitas disini dalam arti bahwa distribusi dari data dengan mean dan standard deviasi yang sama.

Hasil Uji Jarque-Bera

  Dari tabel 4.4 terlihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera berada pada 0,963539 atau 96,35. Nilai tersebut menandakan bahwa data yang ada dalam regresi Model LOG_PMDN = f(LOG_PDB, LOG_INF, LOG_SKBI) sudah terdistribusi secara normal.

Pengaruh PDB Terhadap PMDN di Indonesia

  Dari hasil regresi persamaan PMDN diperoleh koefien PDB sebesar 1,068136 dan memiliki tingkat probabilitas 0.048. Hal ini menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rentang periode tahun 1984 – 2009 ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMDN di Indonesia pada periode 1984 - 2009. Hal ini mempunyai arti bahwa apabila PDB meningkat sebesar 1 persen maka realisasi PMDN yang terjadi di Indonesia akan meningkat sebesar 1.068136 persen, dengan asumsi ceteris paribus. PDB memberikan pengaruh nyata secara statistik terhadap peningkatan realisasi PMDN di Indonesia pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05).

  Dari hasil regresi yang di dapat tersebut, dapat diketahui bahwa ada kesesuaian antara hipotesis awal dan teori dimana semakin besar PDB yang dihasilkan maka tingkat investasi yang terjadi akan semakin bertambah (Samuelson dan Nordhaus, 1998). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulong dan Harjito (2005) yang menyatakan bahwa PDB berpengaruh positif terhadap perubahan foreign direct investment (FDI) di Malaysia.

  Hal ini juga sesuai dengan teori makro ekonomi dimana dikatakan bahwa investasi yang dipengaruhi oleh kenaikan Y adalah investasi otonom dimana jika terjadi kenaikan pendapatan nasional maka investasi otonom tersebut meningkat. Sehingga bisa disimpulkan dari hasil analisis tersebut yang menggambarkan bahwa penanaman modal dalam negeri akan naik jumlahnya secara persentase apabila terjadi kenaikan produk domestik bruto di Indonesia, hal ini sesuai dengan teori teori yang telah dikemukakan diatas dan pengaruh peningkatan persentase produk domestik bruto terhadap persentase peningkatan penanaman modal dalam negeri berpengarus secara signifikan dimana hal ini berarti kenaikan produk domestik bruto berarti ikut mempengaruhi kenaikan penanaman modal dalam negeri.

Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap PMDN di Indonesia

  Dari hasil regresi persamaan PMDN diperoleh koefien Inflasi sebesar 0,384645 dan memiliki tingkat probabilitas 0,0364. Hal ini menunjukkan bahwa Inflasi (LOG_INF) dalam rentang periode tahun 1984 – 2009 ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMDN di Indonesia pada periode 1984 - 2009. Hal ini mempunyai arti bahwa apabila Inflasi meningkat sebesar 1 persen maka realisasi PMDN yang terjadi di Indonesia akan meningkat sebesar 10,384645 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Inflasi memberikan pengaruh nyata secara statistik terhadap peningkatan realisasi PMDN di Indonesia pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05).