Strategi Bertahan Masyarakat Petani Menghadapi Bencana Alam Gunung Sinabung Studi Kasus Desa Batukarang, Kec. Payung, Kab. Karo

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Sosial
Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma
sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisanlapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain
sebagainya. Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu.
Namun dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat
cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahanperubahan mana sering berjalan secara konstan. Ia tersebut memang terikat oleh
waktu dan tempat. Akan tetapi karena sifatnya yang berantai, maka perubahan
terlihat berlangsung terus, walau diselingi keadaan di mana masyarakat
mengadakan organisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan.
Gillin dan Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu
variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun
karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
(dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 304).
Menurut Selo Soemardjan (dalam Elly M 2011: 610), perubahan sosial
adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-


19
Universitas Sumatera Utara

nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
Menurut, Soerjono Soekanto (1982 : 310) Perubahan sosial dapat
diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu, antara lain:
1. Tidak ada yang berhenti perkembangannya, karena setiap masyarakat
mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan
diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial
lainnya.
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan
disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses
penyesuaian diri.
4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau
bidang spiritual saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan
timbal-balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis.
Pada dasarnya tidak ada satupun manusia yang normal kehidupannya yang

merasakan kepuasan terhadap apa yang ada pada saat itu. Ketidakpuasan ini
didorong oleh keinginan hidup yang lebih mudah, lebih mapan, lebih baik, dan
sebagainya. Keinginan ini mendorong manusia untuk mencari cara atau
metode penyelesaian permasalahan sebagaimana yang diinginkannya.
2.1.1 Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial
Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisikyang ada di sekitar
manusia. Terjadinya gempa bumi, taufan, banjir besar dan lain-lain mungkin
menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiam daerah-daerah tersebut
terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut
mendiami tempat tinggalnya yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri
dengan keadaan alam yang baru tersebut. (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 325).
Dengan adanya bencana alam tersebut akan membuat kebudayaan yang dianut

20
Universitas Sumatera Utara

masyarakat juga berubah dan mengikuti dan menyesuaikan diri dengan
kebudayaan dan adat-istiadat di tempat tinggal mereka yang baru.
2.2 Masyarakat Petani
Desa dan Petani merupakan dua kata yang tak dapat terpisahkah satu

dengan yang lainnya. Desa adalah tempat dimana petani menjalani kehidupannya.
Desa tidak sekedar bermakna teritorial yang secara wilayah berbeda dengan kota
dalam ciri geografis dan ekologis, tetapi desa juga mempunyai karakter sosial
yang unik. Banyak ilmuwan telah meneliti tentang apa itu desa dengan karakter
sosialnya. Berbagai pandangan muncul sebagai bentuk penjelesan tentang desa
dan masyarakat petani. (dalam Husainassadi, 2008).
Menurut Redfield petani adalah merupakan masyarakat kecil yang tidak
memenuhi semua kebutuhan anggotanya tetapi disatu pihak mempunyai hubungan
yang horizontal dengan komuniti-komuniti sekitarnya tetapi dipihak lain juga
vertikal dengan komuniti di daerah perkotaan. (dalam Mia, 2009).
Didalam Dharmalana (2013), Wolf memahami masyarakat petani
merupakan fase setelah masyarakat primitif dan masyarakat modern. Pendekatan
antropologis yang ia bangun didasarkan bahwa masyarakat petani tidak bisa hanya
dipandang sebagai agregat tanpa bentuk. Masyarakat petani memiliki keteraturan
dan memiliki bentuk-bentuk organisasi yang khas.
Dalam Raharjo (2004), menyatakan Petani ladang dalam garis besarnya
terpilih menjadi dua, yaitu ; pertama, adalah petani ladang berpindah di
pedalaman (tertutup), yang lebih tepat disebut pencocok tanam. Mereka ini juga
bersifat subsisten peasen atau petani kecil, namun bukan merupakan bagian dari


21
Universitas Sumatera Utara

suatu budaya kota atau pusat kekuasaan tertentu. Kedua, adalah petani ladang
yang telah terkena pengaruh pertanian perkebunan dengan tanaman ekspornya.
Kelompok petani ini membudidayakan tanaman-tanaman yang menguntungkan.
Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian
masyarakat petani ialah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu
tempat yang memiliki sikap saling membutuhkan satu dengan yang lain dan
bermata pencaharian sebagai petani, atau kesimpulan lain ialah sekelompok orang
yang hidup bersama di suatu desa dan masih memelihara budaya nenek moyang
(hidup bergotong royong).
Ciri-ciri kehidupan Masyarakat Petani di Indonesia.
1. Ciri-ciri kehidupan masyarakat bercocok tanam.
a. Hidup menetap.
b. Mempunyai rumah tempat tinggal.
c. Beternak dan berladang.
d. Telah terbentuk perkampungan.
e. Mengenal pembagian kerja.
f. Mengenal pakaian, grabah, dan peralatan kerja.

g. Mengenal kepercayaan.
h. Terbentuk masyarakat.
i. Pembagian kerja secara jelas.
j. Gotong royong.
2. Ciri-ciri budaya masyarakat petani.
a. Lebih maju dalam penggunaan bahasa.
b. Aktivitasnya telah menggunakan bahasa komunikasi.
c. Menggunakan bahasa untuk mendistribusikan pekerjaan.
d. Berkembang tradisi menghormati orang yang lebih tua.
e. Membuat bangunan megalitikum sebagai manifestasi kepercayaan.
3. Ciri-ciri ekonomi masyarakat petani.
a. Kehidupan mereka ditentukan oleh kepemilikan tanah.
b. Bercocok tanam.
c. Hidup menetap sehingga ada ikatan dengan alam, antar individu dan
keluarga.
d. Punya waktu senggang antara menanam hingga waktu panen, sehingga
diisi dengan pekerjaan keterampilan tangan yang dapat mempercepat
perkembangan ekonomi.
e. Mengenal barter.http://dharmalana.blogspot.com/2013/05/masyarakatpetani.html diakses 11agustus 2014 pukul 11.32


22
Universitas Sumatera Utara

2.3 Strategi Bertahan Hidup
Snel dan Staring (dalam Resmi Setia, 2005,6)mengemukankan bahwa strategi
bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh
individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini
seseorang bisa bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan
sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan
kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun stategi
dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat.
Sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam
memobilitasi sumber daya yang ada, tingkat keterampilan, kepemilikan asset,
jenis pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi.
Menurut Edi Suharto (2009:29), secara umum strategi bertahan hidup (coping
strategies)dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan

seperangkat cara untuk mengatasi berbagi permasalahan yang
kehidupannya. Strategi penanganan


masalah ini

melingkupi

pada dasarnya merupakan

kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang
dimilikinya.
Aset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan
strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:
1. Aset tenaga kerja
Misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam bekerja untuk
membantu ekonomi rumah tangga
2. Aset modal manusia
Misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas
seseorang atau bekerja atau ketrampilan dan pendidikan yang menentukan
umpan balik atau hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.
3. Aset produktif
23
Universitas Sumatera Utara


Misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
lainnya
4. Aset relasi rumah tangga atau keluarga
Misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar,
kelompok etnis, migarasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”
5. Aset modal sosial
Misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial loka, arisan dan pemberi
kredit dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31513/4/Chapter%20II.pdf
diakses 11 agustus 2014 pukul 12.29
Soerjono Soekanto (2000), memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi
sosial :
1.
2.
3.
4.
5.

Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
Peroses perubahan-perubahan menyesuaikan dengan situasi berubah.
Mengubah agar sesusi dengan dengan kondisi yang diciptakan.
Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.
Dari batasan-batasan diatas, disimpulkan bahwa adapatasi merupakan
proses penyesuaian-penyesuaian diri individu, kelompok, maupun unit sosial,
terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Soerjono

Soekanto

(2009:339-340),

menyatakan

agar

dapat


mempertahankan hidup, maka manusia melakukan penyesuaian-penyesuaian atau
adaptasi. Biasanya dibedakan antara adaptasi-adaptasi, sebagai berikut:
a. Adaptasi genetik, setiap lingkungan hidup biasanya merangsang
penghuninya untuk membentuk struktur tubuh yang spesifik turuntemurun dan permanen.
b. Adaptasi somatis, merupakan penyesuaian secara struktural atau
fungsional yang sifatnya sementara (tidak turun-temurun).

24
Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Strategi Ekonomi
Menurut Carner, (dalam Putri, 2013), menyatakan bahwa terdapat
beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga pedesaan antara lain:
1. Melakukan beranekaragam pekerjaan meskipun dengan upah yang rendah.
2. Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam
pemberian rasa aman dari perlindungan.
3. Melakukan migrasi ke daerah lain biasanya migrasi desa-kota sebagai
alternatif terakhir apabila sudah tidak terdapat lagi pilihan sumber nafkah
di Desa.

Menurut Scoones, (dalam Putri, 2013), terdapat empat sumber yang
dibutuhkan dalam ekonomi rumah tangga, agar strategi nafkah bias di
operasionalkan, yaitu:
1. Ketersediaan modal alam dalam bentuk sumber-sumber alam.
2. Modal ekonomi atau keuangan.
3. Ketersediaan sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan, keahlian dan
pengetahuan.
4. Ketersediaan modal sosial dan politik dalam bentuk hubungan dan
jaringan kerja.
Menurut Edi Suharto (dalam skripsi Esra, 2010), menyatakan strategi
bertahan (Coping strategies) dalam perekonomian dilakukan dengan berbagai
cara yaitu :

25
Universitas Sumatera Utara

1) Strategi Aktif
Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi untuk melakukan
aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau
tanaman liar dan lingkungan sekitar dan sebagainya.
2) Strategi Pasif
Yaitu strategi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi kebutuhan.
Misalnya : pengeluaran sandang, pangan dan pendidikan.
3) Strategi Jaringan
Yaitu strategi yang mencangkup dalam menjalin relasi, baik secara formal
maupun

informal

dengan

lingkungan

sosialnya

dan

lingkungan

kelembagaan. Misalnya : meminjam uang ke Bank, rentenir dan
sebagainya.

2.4 Modal Sosial
Masyarakat di dalam kehidupannya untuk tetap bertahan hidup
membutuhkan modal ekonomi. Disamping itu manusia sebagai mahluk sosial di
dalam kehidupannya juga membutuhkan modal sosial. Konsep modal sosial
bertolak dari asumsi dasar, bahwa manusia tidak akan mampu menanggulangi
permasalahannya secara sendiri-sendiri. Disinilah pentingnya letak kerjasama dan
kebebasan bagi anggota masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan jamak
yang dihadapi. Modal sosial merupakan fungsi dari nilai spiritual atau keyakinan,
kepadatan kelembagaan, keragaman kelembagaan, pola kepeminpinan dan
interaksi sosial. (dalam Irwansyah, 2004 : 3).

26
Universitas Sumatera Utara

Menurut Bourdieu danWacquant, (dalam John Field, 2003 : 23), modal
sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul berkumpul
pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa
hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak
terinstitusionalisasikan. Namun menurut Putnam, (dalam Irwansyah, 2004 : 8),
modal sosial merupakan gambaran organisasi sosial sebagai jaringan-jaringan,
norma-norma, dan kepercayaan, yang dapat berkoordinasi dan bekerjasama untuk
mencapai keuntungan bersama.
Tiga defenisi mendasar tersebut tidak benar-benar membedakan antara
tipe modal sosial yang berlainan. Dalam (John Field, 2003 : 68) membuat
pemisahan berguna antara:
(a) Modal sosial yang mengikat, yang berarti ikatan antara dalam situasi yang
sama, seperti keluarga dekat, teman akrab, dan rukun tetangga;
(b) Modal sosial yang menjabati, yang mencakup ikatan yang lebih longgar
dari beberapa orang, seperti teman jauh dan rekan kerja; dan
(c) Modal sosial yang menghubungkan, yang menjangkau orang-orang yang
berada pada situasi berbeda, seperti mereka yang sepenuhnya ada diluar
komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak
sumber daya daripada yang tersedia didalam komunitas.
2.4.1

Jaringan sosial
Powell dan Smith-Doerr, (dalam Damsar, 1997 : 43) mengemukakan

jaringan sosial telah dikenal sejak 1960-an, yang dihubungkan dengan lainnya
bagaimana individu terkait antara satu dengan lainnya dan bagaimana ikatan

27
Universitas Sumatera Utara

afiliasi melayani baik sebagai pelicin untuk memperoleh sesuatu yang dikerjakan
maupun sebagai perekat yang memberikan tatanan dan makna pada kehidupan
sosial.
Menurut Mitchell, (dalam damsar, 1997 : 43-44) mendefenisikan jaringan
sosial merupakan sebagai rangkaian hubungan yang khas di antara sejumlah orang
dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan, yang
digunakan untuk menginterprestasikan tingkah laku sosial dari individu-individu
yang terlibat.
Jaringan sosial menawarkan suatu pendekatan baru untuk mengatasi atau
memahami masalah-masalah kompleksitas perilaku dan struktur dengan levellevel abstraksi analisis yang berbeda-beda. Pertama, jaringan sosial yang terjadi di
satu sisi menciptakan struktur sosial, sementara di sisi lain struktur sosial yang
diciptakan tersebut membatasi atau memberikan ketidakleluasaan terhadap
tindakan, baik tindakan individual maupun kolektif para individu yang terlibat di
dalam saling terhubungan itu. Kedua, sikap dan perilaku individu ditentukan oleh
konteks-konteks sosial di mana tindakan itu diwujudkan. (dalam Agusyanto, 2007
: 31)

2.4.2

Trust (kepercayaan) dan solidaritas
Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan

untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh
perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung
28
Universitas Sumatera Utara

paling tidak, tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (dalam
Hasbulah, 2006). Dalam pandangan Fukumaya(2002), trust adalah sikap saling
mempercayai di dalam masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut
saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan
modal sosial.
Trust akan kehilangan daya optimalnya ketika mengabaikan salah satu
spectrum penting yang ada di dalamnya, yaitu rentang rasa mempercayai (the
radius of trust). Pada kelompok, asosiasi atau bentuk-bentuk group lainnya yang
berorientasi inward booking cenderung memiliki the radius of trust yang sempit.
Kelomok ini kemungkinan akan memeiliki kesempatan yang lebih kecil untuk
mengembangkan sedemikian sehingga banyak dari pertanyaan-pertanyaan pada
umumnya diminta dari pada informan untuk mengukur tingkat kepercayaan sosial.
Durkheim (dalam Jhonson, 1994) menyatakan bahwa solidaritas sosial
merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan kelompok yang
didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada
keadaan hubungan individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama
dalam kehidupan dengan didukung nila-nilai moral dan kepercayaan yang hidup
dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan
pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.

29
Universitas Sumatera Utara

2.4.3

Tindakan kolektif dan kerjasama
Tindakan kolektif dan kerjasama berhubungan erat dengan dimensi

solidaritas dan kepercayaan. Tindakan kolektif dapat dilihat dengan cara
bagaimana cara menghormati orang lain, norma untuk tidak mencurigai orang lain
dan bekerjasama dalam melakukan segala sesuatu demi kepentingan bersama.
Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi capital sosial selain
kepercayaan dan norma. Konsep jaringan dalam capital sosial lebih memfokuskan
pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok. Dalam hal
ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya
kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh normanorma yang ada. Pada konsep jaringan ini terdapat unsur kerja, yang melalui
media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial
terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling mengimformasikan, saling
mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi
sesuatu. intinya, konsep jaringan dalam capital sosial menunjuk pada semua
hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat
berjalan secara efisien dan efektif (dalam Lawang, 2005).

2.4.4

Nilai sosial
Menurut Horton dan Hunt, dalam Narwoko (2004) nilai adalah gagasan

mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada
hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak
menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar. Suatu tindakan
30
Universitas Sumatera Utara

dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilainilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu
dilakukan. Ketika nilai yang berlaku menyatakan bahwa kesalehan beribadah
adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada orang yang malas
beribadah tentu akan mejadi bahan pergunjingan. Sebaliknya, bila ada orang yang
dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian hartanya untuk kepentingan ibadah
atau rajin amal dan semacamnya, makaia akan dinilai sebagai orang yang pantas
dihormati dan diteladani.

31
Universitas Sumatera Utara