Strategi Bertahan Masyarakat Petani Menghadapi Bencana Alam Gunung Sinabung Studi Kasus Desa Batukarang, Kec. Payung, Kab. Karo
DAFTAR PUSTAKA
Agusyanto, Ruddy. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisai. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Aprilianty, Esra. 2010. Strategi Bertahan Penjual Jamu Gendong. Medan. (Tidak diterbitkan).
Barus.V. Mia.2009. Studi Tentang Pengetahuan dan Tatacara Pengelolaan Cabai. Medan. (Tidak diterbitkan).
Bungin, Burhan.2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Damsar, 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Field, John. 2003. Modal Sosial. Medan : Bina Medan Perintis
Fukuyama, F. 2002. Kebijakan Sosial dan Pencipta Kemakmuran Yogyakarta : Qalam.
Hasbulah, J. 2006. Social Capital Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta : MR. Untied Press.
Johnson, Paul D. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : PT. Gramedia.
(2)
Lawang. R.M.Z. 2005. Capital sosial dalam perspektif sosiologi. Cetakan kedua. FISIP UI Press. Depok.
Moleong, Lexi. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdayokarya.
Narwoko, Dwi, J. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Edisi Ketiga. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Putri, Sarwendah. 2013. Strategi Adaptasi Nelayan Tradisional Dalam Menghadapi Perubahan Cuaca ( Cuaca Ekstrim). Medan. (Tidak diterbitkan).
Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Setiadi, M ,Elly, dkk. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Setia, Resmi. 2005. Gali Lobang Tutup Lobang Itu Biasa : Strategi Buruh Menanggulangi Persoalan Dari Waktu Ke Waktu. Bandung ; Yayasan Akatiga.
Soekanto, Seorjono. 1982, 2000, 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
(3)
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan Dan Perlindungan Sosial Di Indonesia : Menggagaskan Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung : Alfabeta.
Suyanto, Bagong dkk, 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan. Edisi 1. Jakarta : Perdana Media.
Wahono, Irwansyah Hasibuan. 2004. Kekuatan Yang Terabaikan. Jakarta : Lenting.
Situs internet
Dharmalana. (2013). Masyarakat Petani. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2014 pada pukul 11.32 WIB.
http://dharmalana.blogspot.com/2013/05/masyarakatpetani.html
Husainassadi.(2008). Masyarakat Petani. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2014 pada pukul 11.27 WIB. http://husainassadi.blogspot.com/2008/04/masyarakat-petani.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31513/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 11 agustus 2014 pukul 12.29
(4)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi kasus (case study) merupakan penelitian yang penelahannya kepada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, dan mendetail. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang sifat-sifat secara karakter yang khas dari kasus ataupun dari status dari sifat individu yang kemudian dari sifst-sifat kasus diatas dapat dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Sanafinah Failsal, 2007 : 22). Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006). Dengan demikian peneliti akan memperoleh data atau informasi lebih mendalam mengenai Strategi Bertahan Masyarakat Petani Menghadapi Bencana Alam Gunung Sinabung.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Batukarang Kec. Payung Kab. Karo Provinsi Sumatra Utara. Alasan memilih daerah ini, karena daerah ini salah satu desa yang tidak direlokasi akibat terkena dampak bencana alam gunung sinabung. Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana masyarakat Batukarang bertahan hidup dengan bencana alam gunung sinabung.
(5)
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat petani yang tinggal di Desa Batukarang Kec. Payung Kab. Karo.
3.3.2 Informan
Informan penelitian adalah subjek yang memehami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (dalam Bungin, 2007 : 76). Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling untuk menentukan informan berdasarkan tujuan tertentu. Adapun informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat, kepala desa, masyarakat petani yang lahan pertanian rusak akibat terkena abu vulkanik erupsi Gunung Sinabung, dan masyarakat yang masih bertahan hidup di Desa Batukarang Kec. Payung Kab. Karo.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:
(6)
a. Observasi
Observasi partisipasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra sebagai alat bantu utamanya. Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan d an bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka. (Burhan, 2007 : 115-116).
b. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan yang diwawancarai dengan menggunakan pedoman guide. (Bungin 2007 :108)
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan da pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil refrensi, dokumen, majalah, jurnal dan bahan dari situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.
(7)
3.5 Interprestasi Data
Dalam penelitian kualitatif penelitian dapat mengumpulkan data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. Data tersebut semua umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan, oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang telah diperoleh dari study kepustakaan juga terlebih dahulu di evaluasi untuk memastikan relevanisnya dengan permasalahan penelitian. Setelah itu data di kelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola kemudian dapat dilakukan interprestasi data mengaju pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil obsevasi dinarasikan sebagai perlengkapan data penelitian. Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan. (Faisal, 2007 : 275)
(8)
3.6 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 ACC Judul √
3 Penyusunan Proposal Penelitian
√ √
4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √
6 Penelitian Ke Lapangan √ √ √ √
7 Pengumpulan Data dan Analisis
√ √ √ √
8 Bimbingan / Penulisan Laporan Akhir
√ √ √ √
(9)
3.7 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan keterbatasan dalam penelitian. Untuk itu bagi para akademisi yangmenggunakan hasil penelitian ini sebagai kajian ilmiah maupun bagi praktisi yang mgnggunakan hasli penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatika keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Peneliti ini hanya membahas tentang cara masyarakat petani bertahan menghadapi bencana alam meletusnya Gunung Sinabung pada Desa Batukarang. Kecamatan Payung Kab. Karo.
2. Waktu dalam penelitian juga cukup terbatas, sehingga diharapkan penelitian ini sebaiknya di lakukan dalam waktu yang relative lama agar data-data lapangan dapat terkumpul lebih mendalam lagi.
3. Dalam melakukan wawancara, peneliti mengalami kesulitan dalam melakukan partisipasi langsung dengan informan, karena masyarakat trauma dengan kejadian-kejadian sebelumnya dimana masyarakat di wawancarai untuk mendapatkan bantuan tapi bantuannya sampai sekarang tidak ada. Dan masyarakat mudah emosional karena krisis ekonomi yang
(10)
dialaminya. Begitu juga dengan waktu kerja masyarakat Desa Batukarang, pada pukul 07.00 WIB masyarakat petani sudah berangkat untuk beraktivitas dan pukul 18.00 WIB baru pulang dari ladang.
(11)
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Desa Batukarang
Desa Batukarang merupakan salah satu yang berada di kecamatanPayung dan terletak diwilayah Kabupaten Karo. Desa Batukarang memiliki topografi dataran tinggi dengan ketinggian 500-1000 m diatas permukaan laut. Secara umum Desa Batukarang beriklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata-rata suhu udara sebesar 260C-300C.
Desa Batukarang terdapat dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama dimulai dari bulan april-bulan mei dan musim kedua dimulai dari agustus-bulan desember. Arah angin juga terbagi dua arah/gerak yaitu angin yang berhembus dari ; arah Barat kira-kira bulan mei-bulan agustus dan arah Timur dan Tenggara antara bulan September –bulan april.
Batas-batas wilayah sebagai berikut;
Sebelah Utara berbatasan dengan Lau Borus/Kecamatan Tiganderket
Sebelah Selatan berbatasan dengan Lau Biang/desa Kutasuah (Kecamatan Munte)
Sebelah Barat berbatasan dengan desa Jandi Meriah (Kecamatan Munte)
(12)
Desa Batukarang memiliki luas wilayah 1370 Ha atau 13,70 km2 dengan perincian sebagai berikut,
1. Luas lahan sawah : 413 Ha 2. Luas lahan kebun : 616 Ha 3. Luas lainnya : 341 Ha
Desa Batukarang masuk dalam wilayah kecamatan Payung Kabupaten Karo yang berjarak 4 km dari kantor camat Payung.
Table 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Payung, Tahun 2013
No Desa/
Kelurahan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk Tiap Km2
1 Batukarang 13,70 5022 366
2 Rimo Kayu 2,60 667 256
3 Cimbang 2,10 237 113
4 Ujung Payung 2,10 315 150
5 Payung 8,80 1812 206
6 Suka Meriah 2,50 423 169
7 Guru Kinayan 11,30 2087 1847
8 Selandi 4,14 161 161
Total 47,24 11232 238
(13)
Dari table tersebut dapat dilihat bahwa Kecamatan Payung memiliki delapan desa/kelurahan dengan luas wilayah 47,24Km2, jumlah penduduk 11.232 jiwa, dan kepadatan penduduk 238/Km2. Desa Batukarang terluas dibanding dengan desa yang ada di Kecamatan Payung, dengan luas 13,70 Km2. Jumlah penduduk terbesar juga Desa Batukarang dengan jumlah penduduk 5022 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 366Km2.
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Masyarakat Desa Batukarang merupakan masyarakat majemuk, dimana di desa ini terdapat Suku Karo, Suku Jawa, Suku Simalungun, Suku Batak Toba, dan Suku Nias, dan yang menjadi penduduk mayoritas adalah Suku Karo.
Masyarakat Desa Batukarang mayoritas bermata pencaharian bertani dengan hasil pertanian padi,tembakau, dan cabe. Masyarakat Desa Batukarang sebagai penghasil cabe terbesar di Kabupaten karo, dimana masyarakat secara serentak menanam cabe dan padi yang telah ditentukan oleh masyarakat setempat.
BENDEHARA KEPALA DESA
BPD
SEKETARIS DESA
KAUR PEMERINTAH SEKETARIS BPD
KAUR UMUM KAUR
(14)
Tembakau juga hasil pertanian masyarakat Desa Batukarang terbesar di Sumatra Utara. Tapi setelah adanya bencana alam meletusnya Gunung Sinabung membuat pertanian masyarakat menjadi gagal panen, abu vulkanik telah menutupi pertanian masyarakat. Perekonomian masyarakat Desa Batukarang menjadi menurun hingga 80%.
4.1.1 Sarana Dan Prasarana Desa
Desa Batukarang Kecamatan Payung terdapat beberapa prasarana yang dapat membantu penduduk Desa Batukarang dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari. Dengan sebagai berikut;
4.1.1.1 Sarana Transportasi
Sarana transportasi salah satu yang dapat membantu masyarakat dalam pemasaran hasil panen tanaman. Dengan kondisi jalan yang berbatuan membuat masyarakat susah memasarkan hasil panennya yang berasal dari perkebunan sampai ke Tigacina. Namun, untuk ke kota Kabanjahe jalan sudah diaspal.Transportasi yang digunakan masyarakat di Desa Batukarang ini yaitu angkot (angkutan umum), becak (kendaraan roda tiga), dan kendaraan pribadi (mobil atau sepeda motor).
Becak lebih banyak digunakan masyarakat untuk pergi ke ladang, karena becak lebih banyak di dapatkan masyarakat ketimbang angkot dan becak dapat diarahkan ketujuan masyarakat tidak seperti angkot yang harus sesuai dengan arah tujuan angkot tersebut. Tarif ongkos juga murah dengan harga Rp 3.000 untuk perorangnya. Angkutan umum juga lumayan banyak untuk pergi ke kota Kabanjahe bahkan hanya 10 menit menunggu angkutan sudah ada.
(15)
4.1.1.2 Sarana Pemasaran
Sarana pemasaran dapat membantu masyarakat Desa Batukarang dalam memasarkan hasil panen. Dimana hasil panen masyarakat seperti cabe tidak perlu dibawa lagi ke pajak Kabanjahe, karena pembeli telah datang langsung ke Desa Batukarang yang sering disebut ke Tigacina. Di Tigacina ini lah tempat pemasaran hasil panen masyarakat, tapi untuk hasil panen padi langsung kemesin gilingan padi yang berada di Desa Batukarang. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh memasarkan hasil panennya.
4.1.1.3 Produksi
Prasarana produksi juga dapat membantu masyarakat Desa Batukarang. Sebahagian besar hasil pertanian masyarakat Desa Batukarang adalah padi, tembakau, cabe, dan sayur-sayuran. Masyarakat Desa Batukarang salah satu penghasil cabe terbesar di Kabupaten Karo dan penghasil tembakau terbesar di Sumatra Utara ini.
4.1.1.4 Sarana Ibadah
Masyarakat Desa Batukarang mayoritas beragama kristen protestan sehingga gereja banyak di Desa Batukarang dengan jumlah lima gereja, selain agama Kristen Protestan terdapat juga agama Katolik dengan jumlah satu gereja dan agama Islam juga ada di Desa Batukarang dengan jumlah satu mesjid dan satu mushollah.
(16)
Tabel 4.2 Sarana Ibadah Di Desa Batukarang
No Tempat Ibadah Jumlah
1 Gereja 6
2 Masjid 1
3 Mushola 1
Total 8
Sumber Data: Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.1.5 Sarana Kesehatan
Masyarakat Desa Batukarang dapat dikatakan telah peduli akan kesehatan. dapat dilihat melalui fasilitas yang ada di desa ini, puskesmas pembantu satu unit, poskesdes empat unit.
Table 4.3 Sarana Kesehatan Di Desa Batukarang Tahun 2013
No Instansi Jumlah
1 Puskesmas Pembantu 1
2 Poskesdes 4
Total 5
Sumber Data: Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.1.6 Sarana Pendidikan
Prasarana ini juga sangat membantu dalam bidang sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat Desa Batukarang. Prasarana pendidikan yang terdapat di
(17)
desa ini hanya pendidikan formal dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah pertama. Sarana pendidikan yang paling banyak di Desa Batukarang sekolah dasar (SD) yang berjumlah empat unit, untuk sekolah menengah pertama (SMP) hanya satu unit, dan untuk taman kanak-kanak/paud (TK) terdapat empat unit.
Table 4.4 Data Sarana Pendidikan Tahun 2013
No Jenis pendidikan Jumlah
1 TK (Taman Kanak-Kanak) 4
2 SD (Sekolah Dasar) 4
3 SMP (Sekolah Menengah Pertama) 1
Total 9
Sumber Data: Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.1.7 Sarana Alat Pertanian
Banyaknya alat-alat pertanian masyarakat Desa Batukarang sangat membantu proses pertanian baik dalam pengelolaan lahan dan pemanena hasil pertanian.
Table 4.5 Data Sarana Alat dan Mesin Pertanian Tahun 2015
No Jenis alat-alat dan mesin pertanian Jumlah (unit)
1. Hand traktor 22
2. Power sprayer 100
(18)
4. Power traser 3
5. Mesin babat 100
6. Pemipil kopi manual 40
7. Cangkul 2.500
8. Arit 1.000
9. Babat 1.200
10. Beko 250
Total 7.065
Sumber Data: Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Desa Batukarang
Desa Batukarang merupakan desa pertanian. Maka hasil ekonomi masyarakat dari mata pencaharian petani, dari jumlah 1.478 kk 80% masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, selebihnya PNS, TNI/POLRI dan pedagang. Dilihat dari penghasilan masyarakat Desa Batukarang tergolong dalam kategori makmur.
Lahan pertanian terdiri dari lahan persawahan yang cukup irigasi dan lahan kebun yang kondisi tanahnya masih subur. Lahan persawahan yang umumnya ditanami padi dan juga sayur-sayuran dan horticultural, seperti tomat, cabe, bawang, kubis, dll. Kebun (perladangan) mencakup tanaman coklat, kopi, dan jeruk. Rata-rata penghasilan petani Desa Batukarang berkisar Rp 1.000.000,- s/d 1.500.000,- perbulan.
Masyarakat Desa Batukarang sangat kental dengan tradisi peninggalan leluhur. Setiap ada acara pernikahan, meninggal, pesta tahunan, mendirikan
(19)
rumah/bangunan masih kuat dilaksanakan secara adat karo. Walaupun di Desa Batukarang ini memiliki beragam suku dan beragam agama. Namun, untuk bergontongroyong masyarakat tidak ada lagi.
4.1.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk Desa Batukarang berjumlah 5.022 jiwa dengan 1.478 kepala keluarga dengan jumlah laki-laki 2.467 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan 2.555 jiwa. Dari angka tersebut kepadatan penduduk 366/km2. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lebih banyak jumlah perempuan dari pada laki-laki.
Table 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 2467 49,12
2 Perempuan 2555 50,88
Total 5022 100
Sumber Data: Kantor Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Masyarakat Desa Batukarang memiliki tiga jenis agama yaitu Kristen Protestan, Katolik, dan Islam. Dari 6.781 jumlah penduduk masyarakat Desa Batukarang, 2.009 orang yang memeluk agama Kristen Protestan, 1.757 orang yang memeluk agama Katolik, dan 1.256 orang yang memeluk agama Islam.
(20)
Table 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah %
1 Islam 1256 25
2 K. Protestan 2009 40
3 Katolik 1757 35
Total 5022 100
Sumber Data: Kantor Kelurahan Desa Batukarang Tahun 2013
4.1.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Berdasarkan dari mata pencaharian masyarakat Desa Batukarang dominan penduduknya bekerja sebagai bertani yang mencapai 71,46%. Selain bertani masyarakat Desa Batukarang juga memiliki berbagai macam pekerjaan yakni, industri rumah tangga sebanyak 23 orang, jasa sebanyak 168 orang, dan PNS/POLRI/TNI sebanyak 391 orang
Table 4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah %
1 Pertanian 2209 71,46
2 Industri Rumah Tangga 23 0,74
3 Jasa 168 5,43
4 PNS/POLRI/TNI 391 12,64
5 Lainnya 300 9,70
Total 3091 100
(21)
Sumber mata pencaharian dari penduduk Desa Batukarang tidak hanya berfokus kepada hasil dari pertanian, tetapi masih banyak usaha-usaha yang dikerjakan masyarakat baik dalam hal perdagangan mau pun jasa. Adapun jumlah usaha yang dimiliki oleh masyarakat untuk meningkatkan perekonomiannya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.9 Jumlah Usaha Masyarakat Desa No Jenis Usaha Jumlah (Unit)
1 Kedai Kopi 42
2 Kedai Sampah 47
3 Tukang Jahit 3
4 Kilang Padi 2
5 Salon/Tukang Pangkas 4
6 Kedai Nasi 7
7 Warnet 3
8 Bengkel 5
9 Jual Pupuk 4
Total 102
(22)
4.2 Profil Informan
Informan dalam penelitian ini sangatlah penting untuk memeperdalam hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti telah mendapatkan berbagai karakteristik yang sesuai dalam penelitian yang telah diteliti, diantaranya adalah sebagai berikut:
Profil informan
1. Nama : Roin Andreas Bangun Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Agama : Kristen protestan Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Kepala desa
Roy adalah seorang masyarakat petani di Desa Batukarang dan menjabat sebagai kepala desa yang sudah lebih kurang dari setahun. Roy ini kepala desa yang masaih muda bahkan dia masih memiliki satu anak yang masih berumur 2 tahun. Bapak kepala desa ini juga kelahiran desa Batukarang, sehingga keadaan Desa Batukarang sebelum dan sesudah adanya bencana diketahui bapak Roy ini, baik dalam bidang ekonomi dan sosial.
Kondisi pertanian Desa Batukarang sebelum bencana baik dengan hasil pertanian yang memuaskan sehingga kebutuhan ekonomi masyarakat tercukupi. Namun setelah adanya bencana alam meletusnya gunung sinabung membuat ekonomi masyarakat sangat memperhatinkan karena hasil pertanian terkena dampak abu vulkanik dan lahar dingin yang mengakibatkan tanah keracunan dan
(23)
gagal panen atau tanaman rusak. Hal lain untuk saluran irigasi persawahan juga rusak akibat diterjang lahar dingin hal tersebut sangat mengganggu lahan persawahan yang menjadi kering. Dimana untuk penanaman di sawah sangat membutuhkan air karena tanah yang ingin ditanami begitu keras dan kering.
Untuk kondisi perekonomian masyarakat Desa Batukarang sebelum bencana sangat baik karena 80% penduduk adalah petani. Dengan berbagai macam jenis tanaman yang ditanam seperti cabe, tembakau, padi, bawang, sawi, kol, coklat, pokat, dll. Sesudah bencana tanaman pertanian gagal panen hampir 80% perekonomian masyarakat berkurang. Dari bencana yang menimpa masyarakat Desa Batukarang tersebut masyarakat mendapat bantuan dari berbagai lembaga seperti, bantuan benih, pupuk kompos, pupuk kimia, obat semprot pertanian, sektor (alat pertanian), mesin pompa dan selang air, dan mengadakan penyuluhan pertanian melalui kelompok tani. Bantuan ini hanya untuk masyarakat yang ikut dalam kelompok tani. Selain dari pemerintah bantuan juga ada dari karitas keuskupan (lembaga agama) berupa bibit tomat, bibit cabe, pupuk, beras, ternak ayam, dan alat sekolah untuk SD,SMP dan SMA. Bantuan tersebut tidak hanya untuk kristen namun untuk non kristen juga mendapatkan meskipun ini bantuan datang dari keuskupan.
2. Nama : Rosali Br Bangun Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen Protestan
(24)
Pendidikan : SMA
Rosali seorang petani yang sudah 16 tahun bekerja sebagai petani lahan sendiri, selama ini Rosali tinggal di Pekanbaru, namun setelah menikah Rosali pulang kampung ke Desa Batukarang tempat kelahirannya. Rosali memiliki lahan pertanian seluas 2000 meter yang ditanami padi. Dari luas lahan tersebut maka penghasilan Rosali sebelum adanya bencana mencapai Rp 8.000.000 perenam bulan, tapi setelah adanya bencana penghasilan Rosali berkurang menjadi Rp 2.500.000 perenam bulan. Dari penghasilan yang diperoleh Rosali kebutuhan ekonomi rumah tanggganya menjadi kerisis, ditambah lagi dengan pengeluaran anak sekolah dimana Rosali memiliki empat anak, empatnya masih sekolah, anaknya paling tua yang baru tamat SMA tidak dapat lagi melanjut kejenjang perkuliahan karena faktor ekonomi yang tidak mengizinkan.
Bencana alam yang terjadi di Desa Batukarang tidak hanya mengurangi pendapatan perekonomian masyarakat, tapi kondisi rumah masyarakat juga ikut terkena dimana sebelum bencana kondisi rumahnya masih bagus, namun setelah adanya bencana kondisi rumah menjadi buruk, seng rumah yang selama ini masih bagus kini menjadi bocor akibat abu vulkanik yang menempel tebal di seng yang berminggu-minggu baru jatuh. Rosali berharap adanya bantuan pemerintah yang telah berjanji mengganti seng rumah yang bocor, tapi sampai sekarang bantuan seng tersebut tidak ada. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga Rosali tidak tahu lagi caranya karena modal untuk menanam tanaman tidak ada lagi, kalau ngutang sudah takut tidak terbayar lagi. Namun ia melakukan berbagi modal dengan orang lain, seperti menanam cabe yang di modali orang lain dengan hasil di bagi dua dengan pemilik modal. Selain berbagi modal Rosali juga mengerjakan
(25)
lahannya sendiri untuk mengurangi modal dalam penanaman tanamannya, jika ia menyuruh orang lain untuk membantunya dalam pengerjaan lahannya habis juga Rp 1.500.000 untuk upah yang membantunya.
Dalam kesulitan seperti ini ia harus berusaha mendapatkan modal untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dan pertaniannya, ia melakukan pinjam modal ke Bank yang menjadi borohnya rumah yang ditempatinya sekarang. Ini lah akibat dari bencana tersebut keluarga yang lain juga terkena bencana sehingga ia harus meminjam ke Bank, karena keluarganya juga kekurangan modal, keluarga dari suami juga telah memberi ia modal namun belum dapat penghasilan karena gagal panen terus akibat abu vulkanik. Pengaruh bencana tersebut banyak perubahan yang terjadi di masyarakat Desa Batukarang, dimana kerjasama atau gontong royong tidak ada lagi karena seluruh masyarakat terkena bencana sehingga tidak ada lagi waktu untuk saling peduli, ditambah lagi dengan luasnya dan banyaknya jumlah penduduk Desa Batukarang yang sering ada acara dijambur seperti acara penguburan dan pesta perkawinan untuk masyarakat Desa Batukarang ini saja, belum lagi dengan pesta dari keluarga yang berada diluar Desa Batukarang. Jika semua acara yang ada dijambur ini dihadiri maka tidak ada lagi waktu kami untuk bekerja.
Bantuan yang didapatkan Rosali akibat bencana ini dari kelompok tani yang berupa pupuk organik tiga sak, pupuk kimia satu sak, obat semprot satu botol, ini semua untuk padi tapi karena terlambat dapat bantuan ini ia gunakan semua untuk cabe. Bantuan ini tidak merata banyaknya didapatkan, tergantung luasnya lahan pertanian kelompok tani. Selain bantuan dari kelompok tani, Rosali juga dapat bantuan dari gereja berupa sembako. Kepala desa telah mengusulkan
(26)
kepada masyarakat Desa Batukarang mengikuti kursus keterampilan atau pendidikan setelah bencana alam dalam pembuatan makanan ringan seperti kue, namun tidak berjalan karena masyarakat Desa Batukarang pernah direncanakan untuk mengungsi.
3. Nama : Sari malem Br Bangun Umur : 64 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen katolik Pendidikan : SMP
Sari adalah seorang masyarakat Desa Batukarang yang sudah 45 tahun bekerja sebagai petani lahan sendiri, Sari menikah dengan bapak marga gurusinga yang memiliki jumlah anggota keluarga empat orang anak dan semuanya sudah memiliki keluarga masing-masing. Sari yang sudah berumur 64 tahun ini masih dapat melakukan aktivitas bertani seperti orang lain, dengan memiliki luas lahan ½ Ha yang ditanami dengan jenis tanaman seperti cabe 2.500 batang dan tembakau 1.500 batang. Pedapatan yang didapatkan Sari ini setiap enam bulan sekali sebelum bencana alam sekitar Rp 7.500.000 perenam bulan, namun setelah adanya bencana alam maka pendapatan pertanian Sari menjadi menurun sekitar Rp 4.000.000 perenam bulan. Dari pendapatan Sari kini berbanding terbalik dengan pengeluaran dalam penanaman, dimana pengeluaran yang harus dikeluarkannya sebelum bencana alam sekitar Rp 3.000.000 perenam bulan, setelah adanya bencana alam pengeluaran semakin besar menjadi Rp 5.000.000 perenam bulan.
(27)
kondisi pertanian sebelum bencana alam menguntungkan, mengelola lahan pertanian tidak susah karena air tidak pernah kurang dimana setiap lahan pertanian ada paret air yang mengalir ke lahan pertanian. Tapi sesudah adanya bencana alam kondisi pertanian rugi, modal penanaman pun tidak kembali. Sari menanam cabe 8.000 batang, hasil cabe yang di panen hanya 15kg setiap minggu sekali, dari hasil pertanian yang diperolehnya bisa dikatakan gagal panen dikarenakan abu vulkanik menutupi tanaman dan air juga sudah susah didapatkan karena lahar dingin sinabung menutupi paret air. Begitu juga dengan kondisi rumah Sari sebelum bencana alam masih bagus, setelah bencana alam kondisi rumahnya sudah bocor, sebagian ia tempel karena tidak ada uang untuk menggantinya. Pendapatan ekonomi sebelum bencana alam masih mencukupi kebutuhan rumah tangga, setelah bencana juga masih tercukupi karena hanya kami berdua di rumah, anak dalam keluarga sudah pada menikah semua.
Sari melakukan peralihan jenis tanaman dalam meningkatkan penghasilan pertanian setelah bencana alam, seperti biasanya ia menanam cabe tapi sekarang ia menanam tanaman yang modalnya lebih sedikit seperti tanaman buncis, supaya tidak banyak modalnya habis jika terjadi gagal panen lagi dan luas tanaman yang ditanam juga di kurangi. Untuk mengurangi modal dalam mengerjakan lahan pertanian Sari menggunakan strategi mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pupuk organik, serta dalam penyemprotan karena belum tentu meletusnya gunung sinabung yang mengeluarkan abu vulkanik. Dengan ini modal tidak banyak habis, dalam pengerjaan lahan ia tetap meminta bantuan orang lain karena ia tidak sanggup kalau hanya sendiri mengerjai lahannya.
(28)
Cara yang dilakukan Sari untuk mendapatkan modal pertanian setelah bencana alam dengan berbagi dengan orang lain yang memiliki modal, modal untuk penanaman dibagi dua dan hasil juga dibagi dua, untung yang didapatkan Sari dari sini tidak menyewa lahan karena lahan tersebut milik orang lain. Selain Sari, suaminya juga bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga tercukupi dengan baik. Kerjasama atau gontong royong dalam masyarakat Desa Batukarang dalam pertanian tidak ada lagi, karena tidak saling percaya lagi antar masyarakat, begitu juga dengan hubungan sosial yang tidak ada lagi, masyarakatnya sudah terlalu sibuk mengurus pekerjaan masing-masing. Penyuluhan tentang pertanian yang pernah diikuti Sari yaitu kelompok tani, dari kelompok tani ia mendapatkan bantuan berupa pupuk organik dan pupuk kompos. Bantuan dari pemeritah hanya kompos, sedangkan bantuan dari lembaga agama ada pengobatan gratis, sembako, cangkul, bibit cabe dan bibit tomat. Bantuan yang dari lembaga agama ini seluruh masyarakat mendapatkannya.
4. Nama : Nusiah Br Ginting Umur : 51 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen protestan Pendidikan : SD
Nusiah menikah dengan bapak marga sembiring yang seorang masyarakat Desa Batukarang, sehingga Nusiah tinggal di Desa Batukarang dan bekerja sebagai petani di lahan sendiri. Ia memiliki tiga orang anak, dua orang yang masih sekolah satu orang sudah menikah. Nusiah sudah 29 tahun bermata pencaharian sebagai petani, yang memiliki luas lahan ½ Ha (luas lahan tanah kering 6000
(29)
meter dan luas lahan tanah basah/sawah 6000 meter). Penghasilan pertanian sebelum bencana alam berkisar Rp 10.000.000 perenam bulan ini hasil panen dari tanaman padi, sedangkan untuk tanaman cabe berkisar Rp 20.000.000 perenam bulan. Tapi setelah adanya bencana alam penghasilannya menjadi menurun berkisar Rp 7.000.000 perenam bulan hasil dari tanaman padi dan penanaman cabe penghasilannya sekitar 10.000.000 perenam bulan. Namun untuk pengeluaran yang harus dikeluarkan dalam setiap penanaman sebelum bencana mencapai Rp 15.000.000 dan sesudah adanya bencana alam pengeluaran menjadi bertambah dimana pengerjaan lahan harus membutuhkan bantuan orang lain karena tanah yang ingin ditanam keras akibat kering. Dan tenaga kerjanya juga semakin banyak, contohnya sebelum adanya bencana dalam pengerjaan lahan cukup 10 orang yang ngerjainya dalam satu hari, namun setelah bencana alam tidak cukup hanya 10 orang yang ngerjainya dalam waktu yang sama.
Sebelum terjadi bencana alam pendapatan Nusiah memuaskan begitu juga dengan kondisi pertaniannya yang masih normal, tapi setelah adanya bencana alam kondisi pertaniannya tidak menentu dimana tanaman yang ia tanam seperti cabe yang umur tiga bulan sudah bisa dipanen seharusnya seminggu sekali diberi pupuk kimia dan pupuk organik, namun karena perekonomian yang menurun ini membuat ia telat dalam pemberian pupuk organik dan pupuk kimia pada tanaman cabe. Bahkan kadang tidak diberi pupuknya karena tidak ada modal. Dan air untuk pertanian susah didapatkan karena lahar dingin menutupi paret airnya, ini juga salah satu membuat petani gagal panen. Air sangat dibutuhkan masyarakat Desa Batukarang dalam pertaniannya, berjalannya air dengan baik maka tanaman masyarakat bagus dan cepat panen dengan hasil yang memuaskan. Selain kondisi
(30)
pertanian yang menurun, kondisi rumahnya juga menjadi buruk, sebelum adanya bencana kondisi rumahnya masih bagus belum ada yang menjadi masalah, sesudah bencana kondisi rumahnya menjadi rapuh, seng rumah yang bocor dan rumah menjadi kotor akibat abu vulkanik. Pendapatan ekonomi Nusiah sebelum bencana memuaskan kebutuhan ekonominya tidak pernah ada kendala baik untuk kebutuhan anak sekolahnya, setelah adanya bencana keadaan ekonomi Nusiah menjadi melemah, dimana ia hanya bermata pencaharian sebagai bertani, hasil pertaniannyalah yang memenuhi semua kebutuhan ekonominya. Tapi hasil pertaniannya menurun membuat perekonomiannya menjadi melemah.
Cara Nusiah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya ia melakukan peralihan, dimana ia biasanya menanam cabe, padi, dan tembakau kini ia melakukan peralihan seperti pembuatan pembibitan tembakau dan pembibitan cabe yang untuk dijual. Jika kita hanya mengharapkan hasil tanaman cabe atau padi belum tentu kita dapat hasilnya. Karena aktivitas gunung sinabung yang membuat kita gagal panen. Melakukan peralihan ini memang kalau dibandingkan dengan hasil panen tanaman cabe lebih sedikit hasilnya, tapi lebih cepat dapat hasil melakukan peralihan pembibitan seperti ini. Dan dipekarangan rumah ditanami sayur-sayuran, pokat, markisah, dan pohon duku, dari hasil tanaman pekaranganya kebutuhan rumah tangganya dapat tercukupi. Dalam pengerjaan lahan dilakukan sendiri untuk pengurang modal dalam penanaman, jika disuruh orang lain membantu dalam penanaman maka kita harus membayar dia sebesar Rp 60.000 untuk satu orang dalam satu hari. Menurunya hasil pertanian masyarakat Desa Batukarang membuat masyarakat kekurang modal, Nusiah meminjam modal pertaniannya ke CU GBKP yang ada di Desa Batukarang,
(31)
bukan hanya ke CU saja ia meminjam bahkan kepada keluarga juga ia meminjam untuk modal pertaniannya. Kerjasama masyarakat di Desa Batukarang ini tidak ada lagi sudah mementingkan diri sendiri. Baik dalam kemalangan yang terjadi di masyarakat, sudah tidak peduli lagi cukup dengan tetangga paling dekat saja yang ada kerjasama.
Dari kelompok tani yang diikutinya, Nusiah mendapat penyuluhan pertanian dan bantuan berupa obat semprot, pupuk kimia dan pupuk organik. Penyuluhan juga ia ikuti dari gereja seperti penyuluhan peningkatan ekonomi. Bantuan yang ia terima dari lembaga agama berupa sembako, ternak, bibit cabe, bibit tomat, dan obat semprot.
5. Nama : E Br Sitepu Umur : 47 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen katolik Pendidikan : S1
Ibu sitepu seorang petani yang sudah 47 tahun lamanya tinggal di Desa Batukarang dan sudah 25 tahun ia bermatapencaharian sebagai petani dengan suaminya dilahan sendiri, ia memiliki anak empat orang dan tiga orang yang masih sekolah. Ibu sitepu memiliki lahan seluas 6000 meter dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti, tomat, cabe, dan padi. Dari luas lahan dan jenis tanaman yang ia tanam maka penghasilannya sebelum bencana alam sebanyak Rp 20.000.000 perenam bulan dan sesudah adanya bencana alam maka
(32)
penghasilannya makin menurun menjadi Rp 10.000.000 perenam bulan. Dari penghasilan tersebut maka ada juga pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk pertanian, sebelum bencana alam pengeluaran sebanyak Rp 10.000.000 setiap penanaman, sedangkan setelah adanya bencana alam maka pengeluaran makin tinggi menjadi Rp 15.000.000 setiap penanaman ini masih modal ditambah lagi dengan penggunaan tenaga orang lain dalam pengerjaan lahan pertanian yang semakin susah untuk pengerjaan lahan akibat kerasnya tanah pertanian.
Bencana alam membuat kondisi pertanian semakin sulit dan pendapatan perekonomian tidak menentu, kondisi pertanian sebelum adanya bencana dalam pengerjaan lahan tidak susah karena air tetap ada mengalir ke lahan kami, jadi tanah yang ingin ditanam tidak susah untuk dikelola dan tanaman tidak susah mengurusnya, setelah adanya bencana alam kondisinya makin sulit baik dalam pengerjaan lahan pertanian dan mengurus tanaman. Setelah bencana alam air sulit didapatkan karena lahar dingin gunung sinabung menutup paret lau borus, sehingga untuk penyemprotan pun harus dibawa airnya dari rumah, tanah yang ingin ditanami juga keras dan tanaman menjadi sulit tumbuhnya. Kondisi rumah ibu sitepu juga terkena dampak dari abu vulkanik yang selama ini kondisi rumahnya masih bagus kini setelah bencana menjadi seng rumahnya bocor dan kotor.
Pendapatan perekonomian ibu sitepu sebelum bencana masih stabil, masih tercukupi kebutuhan tanpa harus meminjam modal kepada orang lain. Setelah adanya bencana alam tersebut maka pendapatan perekonomian ibu sitepu makin menurun sesuai dengan kondisi pertaniannya yang semakin buruk. Memang selain bertani ibu sitepu juga mendapat penghasilan lain, ia sebagai guru SD di Desa
(33)
Batukarang, tapi tidak cukup itu saja yang memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya karena anak dalam keluarga masih ada tiga orang yang sekolah. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya ia melakukan pengiritan dalam kebutuhan rumah tangganya dan ia bekerja ke ladang orang lain. Selain itu ia melakukan peralihan tanaman setelah adanya bencana alam seperti, peralihan penanaman cabe ke penanaman tomat. Dalam pengurangan modal dalam pengerjaan lahan pertaniannya ia lakukan dengan cara pengecoran untuk tanaman, dimana dengan pengecoran pupuk yang ia lakukan akan lebih sedikit modalnya dibanding dengan menggunakan pupuk kimia dan pupuk organik. Jika menggunakan pupuk kimia atau organik harus sebanyak 50 kg pupuk, namun menggunakan pengecoran maka cukup hanya menggunakan 20 kg pupuk.
Ketika ia membutuhkan modal untuk pertaniannya maka ia meminjam ke Bank perenam bulan, setiap panen ia langsung membayarnya karena kalau tidak langsung dibayar ia takut tidak dikasih lagi minjam modal. Ibu sitepu juga menyatakan bahwa kerjasama atau gontong royong tidak ada lagi di Desa Batukarang karena penduduknya sudah terlalu banyak dan ditambah lagi dengan adanya bencana alam seperti ini membuat masyarakat tidak saling peduli lagi, sibuk semuanya dalam keadaan sulit ini. Ibu sitepu tidak mengikuti penyuluhan pertanian tapi suaminya ikut dalam penyuluhan ini, penyuluhan yang di ikuti suaminya itu kelompok tani. Bantuan dari kelompok tani ia mendapatkan pupuk organik, pupuk kimia, dan obat semprot. Dari lembaga agama juga ia mendapat bantuan berupa sembako, bibit cabe, bibit tomat, dan alat pertanian.
6. Nama : Asna Br Sembiring Umur : 49 Tahun
(34)
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen protestan Pendidikan : SMA
Asna berasal dari Desa Kuta Suah yang menikah ke Desa Batukarang, sehingga ia menetap di Batukarang sebagai petani lahan sendiri dengan suaminya. Ia memiliki anggota keluarga tiga orang dan dua lagi masih sekolah. Luas lahan Asan ada 6000 meter, ditanami dengan berbagai jenis tanaman seperti, cabe, tembakau, dan padi. Sehubungan dengan luas lahan yang dimilikinya maka pendapatan yang diperolehnya sebelum bencana alam sebanyak tiga ton dengan jumlah uang Rp 15.000.000 per enam bulan sekali. Setelah adanya bencana alam pendapatan Asna berkurang menjadi Rp 8.000.000 per enam bulan sekali. Pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk modal pertaniannya sebelum bencana alam mencapai Rp 5.000.000 setiap penanaman, setelah bencana alam pengeluarannya semakin besar menjadi Rp 8.000.000 setiap penanaman.
Adanya bencana alam membuat kondisi pertanian semakin buruk, dimana sebelum bencana alam terjadi, pertanian masyarakat memuaskan dalam hasil panen, namun dalam harga kadang-kadang membuat masyarakat mengeluh karena harga hasil pertaniannya rendah. Sesudah bencana alam hasil pertanian menurun, yang seharusnya hasil pertanian didapatkan dua ton tapi sekarang hanya satu ton, seperti itulah perbandingannya sebelum dan sesudah adanya bencana alam. Kondisi rumah Asna juga semakin buruk, sebelum bencana ia tidak harus mengganti seng rumahnya, tapi setelah bencana ia harus mengganti seng rumahnya yang bocor akibat abu vulkanik. Pendapatan ekonomi Asna sebelum bencana alam masih baik, ia tidak harus meminjam modal untuk pertaniannya dan
(35)
kebutuhan rumah tangganya. Setelah adanya bencana alam ia harus meminjam modal pertaniannya. Asna hanya bermata pencaharian bertani sehingga ia harus meningkatkan penghasil pertaniannya dengan baik. Ia melakukan peralihan pada pertaniannya yang selama ini ia menanam padi dan cabe, kini ia menanam sayur pait yang lebih cepat panen dan modal yang sedikit. Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya ia melakukan pengiritan yang biasanya ia beli sayur kini ia tanam sayur-sayuran dipagar lahannya. Dalam menurunya hasil pertanian dan pendapatan perekonomian masyarakat, membuat masyarakat kekurangan modal. Asna yang membutuhkan modal maka ia meminjam kepada penjual pupuk langganannya dan kepada pembeli padi dan cabenya yang menjadi langganannya.
Sifat kerjasama dan gontong royong di Desa Batukarang ini telah memudar, akibat bencana alam yang membuat masyarakat tidak saling perhatian. Meskipun bencana alam ada di Desa Batukarang tapi penyuluhan untuk pertanian tetap ada seperti kelompok tani, suami Asna salah satu anggota kelompok tani. Selain itu, Asna mengikuti kursus keterampilan seperti pembuatan sabun cair, kursus tersebut dibentuk oleh lembaga agama (GBKP). Asna mendapat bantuan karena ia salah satu terkena bencana alam meletusnya gunung sinabung, bantuan yang ia terima dari pemerintah atau kelompok tani berupa pupuk kimia, pupuk organik, dan obat semprot untuk tanaman. Bantuan dari karitas (lembaga agama) berupa sembako, bibit tomat, dan bibit cabe.
7. Nama : Sri Br Gurusinga Umur : 42 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen Protestan
(36)
Pendidikan : SMA
Sri seorang petani di Desa Batukarang, selain bertani ia juga bekerja sebagai pedagang. Suaminya marga tarigan yang bekerja sebagai petani di lahan sendiri. Sri memiliki anggota keluarga tiga orang yang tiga-tiganya masih sekolah. Ia memiliki luas lahan 6000 meter dengan tanaman padi, tembakau, dan cabe. Dari luas lahan yang ia miliki pendapatan dari pertaniannya sebelum bencana alam sebesar Rp 15.000.000 per enam bulan sekali. Namun setelah adanya bencana alam pendapatan dari pertaniannya semakin menurun menjadi Rp 9.000.000 per enam bulan sekali. Sedangkan pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk modal pertaniannya sebelum bencana alam sebesar Rp 7.000.000 setiap penanaman, setelah adanya bencana alam pengeluarannya semakin besar menjadi Rp 10.000.000 setiap penanaman.
Bencana alam tidak dapat kita hindari meskinpun membuat kondisi pertanian dan kondisi rumah menjadi buruk. Setelah adanya bencana alam kondisi pertanian masyarakat Desa Batukarang gagal panen. Begitu juga yang dialami Sri pada pertaniannya, sebelum bencana alam hasil pertaniannya menguntungkan, ia tidak harus mencari pinjaman untuk pertaniannya, tapi setelah bencana alam kondisi pertaniannya menjadi buruk, jangankan dulu untuk hasil panennya tumbuh saja tanaman yang ditanam sudah bersyukur karena tanah yang mau ditanam pun keras jadi susah untuk dikelola dan air susah didapatakan. Kondisi rumah sebelum bencana alam masih bagus tidak ada gangguan meskipun hujan deras. Setelah adanya bencana alam kondisi rumahnya menjadi bocor, seng rumahnya rusak akibat abu vulkanik menutupinya, pada saat hujan maka air masuk kedalam rumah, Jadi kami harus mengganti seng rumah kami.
(37)
Dari hasil pertanian yang semakin menurun akibat bencana alam meletusnya gunung sinabung membuat pendapatan ekonomi masyarakat krisis. Sebelum bencana alam pendapatan ekonomi Sri masih tercukupi ditambah lagi dengan anak sekolah yang masih dapat dibiayai tanpa meminjam, setelah adanya bencana alam pendapatan ekonomi Sri semakin krisis untuk biaya anak sekolah harus meminjam uang. Sebelum dan sesudah bencana alam Sri bekerja juga sebagai pedagang sirih dan tembakau (tembakau yang telah diiris dan biasanya disebut dalam bahasa karo mabako) di berbagai pekan seperti ke pajak senin di Kabanjahe, pajak Seribudolok, dan pajak Pancur Batu. Dari pekerjaan ini ia dapat menambah pendapatan ekonomi untuk rumah tangganya.
Dalam kondisi yang krisis harus banyak cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, seperti yang di lakukan Sri ini dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, ia melakukan pengiritan dalam kebutuhan rumah tangga, jajan anak-anak dikurangi. Namun untuk pengurangan modal dalam pengerjaan lahan ia tidak lakukan, karena suamainya tidak dapat bekerja sendiri untuk pertanian, kalau Sri tiga kali seminggu jualan ke pekan. Apabila ia kekurangan modal untuk pertanian dan untuk kebutuhan rumah tangganya ia meminjam kepada temannya yang menjual sirih langganannya, sirih yang dibelinya itu tidak langsung dibayar, tapi dia jual lagi dulu sirih yang ia beli baru ia membayarnya.
Bencana alam membuat kerjasama dan gontong royong di Desa Batukarang menjadi terkikis karena masyarakat tidak lagi saling peduli, ditambah lagi krisis ekonomi masyarakat. Akibat bencana alam perihatin pemerintah dan lembaga agama turut membantu masyarakat seperti yang didapatkan Sri berupa
(38)
pupuk organik, pupuk kimia, dan obat semprot dari pemerintah dan sembako dari karitas.
4.3 Akibat Bencana Alam Pada Masyarakat Petani
Bencana alam merupakan suatu kejadian yang ekstrim dalam lingkungan alam yang merugikan kehidupan manusia, harta benda, atau aktifitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana. Bencana alam dapat mengakibatkan kerusakan pada bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seperti yang dialami masyarakat Desa Batukarang, dimana lingkungan hidupnya telah terkena bencana yang mengakibatkan kerugian pada masyarakat baik dalam pertanian masyarakat, sosial, dan ekonomi masyarakat Desa Batukarang.
4.3.1 Kondisi Rumah Rusak
Selain kondisi pertanian yang semakin buruk, kondisi rumah masyarakat juga terkena dampak bencana alam meletusnya gunung sinabung. Dimana kondisi rumah masyarakat Desa Batukarang sebelum adanya bencana alam masih bagus belum ada masalah, tapi setelah adanya bencana alam kondisi rumah masyarakat Desa Batukarang menjadi rusak, rumah masyarakat menjadi kotor dan sengnya menjadi bocor. Jika hujan maka air masuk kedalam rumah dan abu vulkanik juga masuk kedalam rumah. Dan masyarakat berharap bantuan dari pemerintah yang telah berjanji untuk mengganti seng rumahnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rosali beliau mengatakan sebagai berikut:
“Kondisi rumah kami enda sebelum bencana alam mejile deng kondisina, tapi nca bencana enda seng rumah kami pe nggo bocor, kami situhuna ngarapken bantuan pemerintah si enggo erjanji i berena ganti seng kami si bocor tapi asa gundari la lit bantuan ndai.”
(39)
Artinya :
“Kondisi rumah kami ini sebelum bencana alam masih bagus, tapi setelah adanya bencana ini seng rumah kami bocor, kami sebenarnya berharap bantuan pemerintah yang telah berjanji member ganti seng kami yang bocor tapi sampai sekarang tidak ada bantuan itu.”
Berdasarkan dari pengamatan peneliti, keadaan rumah masyarakat harus diganti seng rumahnya yang telah bocor akibat abu vulkanik menutupinya, masyarakat tidak ada modal untuk mengganti sengnya yang bocor, sehingga masyarakat berharap adanya bantuan pemertintah. Ternyata beberapa minggu yang lalu pemerintah telah meminta data berapa seng rumah yang dibutuhkan untuk harus diganti seng rumahnya dalam satu rumah tangga, tapi sampai sekarang bantuan seng tersebut tidak ada. Masyarakat menjadi kecewa karena sudah berharap adanya bantuan tersebut.
Meskipun tidak ada uang untuk mengganti seng rumah yang telah bocor harus juga diganti walaupun tidak semuanya diganti, seperti yang telah diungkapkan oleh Sari yaitu:
“Sope langa lit bencana keadaan rumah kami mejile denga. Kenca bencana seng rumah kami enda nggo cires, emaka nggo tempeli kami sitik-sitik adi ganti ningen lalit sen kami nggantisa kerina.”
Artinya :
“Sebelum bencana ini kondisi rumah kami masih bagus. Setelah bencana seng rumah kami ini jadi bocor, kami tempeli sebagaian kalau diganti uang kami tidak ada untuk menggantinya semua.”
Hal ini juga di perkuat oleh informan yang bernama Nusiah yaitu:
“Kondisi rumah kami mejile denga sebelum bencana, tapi kenca bencana alam kondisi rumah lanai mendukung cires seng, nggo rapuh, dingding rumah e pe melket ban abu vulkanik ndai nutupisa. Reh udan e maka nggo nusur abu vulkanik bas seng rumah e nari, tapi ban kapalna abu ndai bas
(40)
seng e labo banci mis kerina ndabuh ban udan, nggo ka min piga-piga kali kena udan maka ndabuh abu ndai.”
Artinya :
“kondisi rumah kami masih bagus sebelum bencana, tapi setelah bencana alam kondisi rumah tidak mendukung lagi sengnya bocor, sudah rapuh, dingding rumah juga kotor karena debu vulkanik menutupinya. Datang hujan baru debu vulkanik jatuh dari seng rumah, tapi karena debu itu menepel tebal di seng tidak langsung jatuh di buat hujan, sudah beberapa kali terkena hujan baru jatuh debunya.”
Kondisi rumah yang sudah bocor membuat masyarakat menjadi resah dan harus ditempel atau diganti sengnya, karena tidak tahu kita kapan datangnya hujan. Bencana alam sangat mempengaruhi lingkungan yang ada sekitar kita.
4.3.2 Modal Pertanian Masyarakat Semakin Besar
Akibat bencana alam pada masyarakat Desa Batukarang, kondisi pertaniannya yang semakin buruk dapat dilihat dari sebelum bencana alam, kondisi pertanian masyarakat masih bagus baik dalam pengerjaan lahan yang mudah dan perairanya juga masih mudah didapatkan. Pertanian masyarakat Desa Batukarang paling utama dalam perairan karena lahan pertanian masyarakat di sawah, itu yang menjadi kelebihannya dari daerah-daerah yang ada di Tanah Karo. Perairan sangat membantu proses pertanian, seperti proses pengolahan lahan, jika tanah lahan pertanian kering maka untuk pengerjaan lahan semakin sulit dan menambah waktu kerja karena tanahnya keras. Dalam proses penanaman tanaman juga semakin sulit, tanaman perlu perawatan yang lebih karena tanaman susah tumbuh akibat tanah yang kering. Peraian ini juga mempercepat panennya hasil tanaman seperti cabe dilahan kering empat bulan lebih baru bisa dipanen,
(41)
tapi kalau cabe ditanam pada lahan perairan (sawah) tiga bulan lebih sudah dapat dipanen.
Tanaman masyarakat Desa Batukarang tidak banyak jenisnya karena tidak semua tanaman tahan air jadi masyarkat hanya menanam padi, tembakau, dan cabe. Pada saat perairan kering maka masyarakat menanam cabe dan tembakau, jika perairan lagi ada maka masyarakat menanam padi. Seperti itu lah cara masyarakat menanam tanaman dengan bergantian dan tanaman harus bersama-sama menanam tanaman satu jenis saja, agar perairannya berjalan dengan baik. Bencana alam membuat pertanian masyarakat Desa Batukarang gagal panen, modal untuk pertanian setelah bencana alam semakin tinggi dua kali lipat dari sebelum bencana.
Seperti yang telah dikatakan oleh Sari yaitu:
“Nca meletus gunung sinabung aku nggo rugi nuan, modalna pe la bali kusuan 8000 batang cina buahna pe 15 kg nca kutiga, jadi upah aron pe la tergalari aku. Banci kataken gagal panen sebab abu vulkanik si rehna bas sinabung nari nutupi sinuan-sinuan kami ras lau pe nggo mesera mbuatsa perban lahar dingin sinabung ndai. Sedangkan untuk pengeluaren erbuena, sebelum bencana enda bias Rp 3.000.000 modalku nuan, tapi nca bencana enda erbuena jadi Rp 5.000.000.”
Artinya:
“setelah meletus gunung sinabung aku sudah rugi menanam, modal pun tidak kembali aku tanam 8000 batang cabe buahnya hanya 15 kg yang dapat dipanen, jadi gaji yang bekerja membantu aku tidak dapat lagi dibayar. Bisa dikatakan gagal panen karena abu vulkanik yang berasal dari Gunung Sinabung menutupi tanaman kami dan air juga susah didapatkan karena lahar dingin Sinabung itu. Sedangkan untuk pengeluaran semakin banyak, sebelum bancana alam cukup Rp 3.000.000 modal untuk menanam, tapi setelah adanya bencana alam modalku menjadi Rp 5.000.000.”
(42)
Bencana alam sangat mengganggu aktivitas dan mata pencaharian masyarakat, seperti yang dialami masyarakat Desa Batukarang dimana sebelum bencana alam masyarakat masih dapat beraktivitas seperti biasa namun setelah adanya bencana alam kondisi pertanian semakin buruk baik dalam pengelolaan lahan dan pemodalan penanaman, sehingga kondisi pertanian tidak menentu jika ada modal maka lahan akan ditanami dan diberi pupuk tanaman jika tidak ada modal maka dibiarkan dulu tanaman yang telah ditanam sampai setelah ada modal. Untuk modal pertanian juga semakin tinggi setelah bencana alam dibanding sebelum adanya bencana alam.
Seperti yang diungkapkan oleh Nusiah seorang informan:
“Kondisi pertanian kami gundari jenda la nentu, adi lit sen tama pupuk sinuan-sinuan e, adi lalit sen melawen maka tama pupuk sinuan-sinuan e, banci kataken telat kami nama pupukna. Bagi cina sinuan kami umurna pe telu bulan nge tapi perban lalit modal kami banci melawen maka tama kami. Si seharusna nama pupukna telu kali seminggu enda nggo sekali nca tama kami. Adi pengeluarenku nca bencana enda tambah biayana sebab tanah piher harus itama arona, sibiasana dung ikerjaken waluh kalak 1000 meter belangna juma e sada wari, tapi gundari lanai perban taneh piher.” Artinya :
“Kondisi pertanian kami sekarang tidak menentu, kalau ada uang pupuk tanaman dikasih, kalau tidak ada uang maka pupuk tanaman terlambat dikasih, dapat dikatakan telat kami memberi pupuk untuk tanaman. Contohnya cabe yang kami tanam umurnya hanya tiga bulan tapi karena kami tidak ada modal maka telat kami member pupuknya. Yang seharusnya kami memberi pupuk tiga kali seminggu ini hanya seminggu sekali kami berikan pupuknya. Kalau pengeluaranku setelah bencana ini tambah biayanya karena tanah pertanian keras harus ada yang membantu kita yaitu aron, yang biasanya delapan orang mengerjakan lahan seluas 1000 meter selesai satu hari, tapi sekarang tidak selesai lagi karena tanahnya keras.”
Sebelum adanya bencana alam kondisi pertanian masyarakat masih dapat dikatakan memuaskan dari hasil panennya, dimana di Kabupaten Karo terkenal
(43)
dengan tembakau, cabe, dan padi Batukarang yang bagus. Namun setelah adanya bencana alam kondisi pertanian masyarakat menjadi buruk. Hasil panen yang menjadi berkurang sampai 50%, ditambah lagi dengan harga yang membuat masyarakat mengeluh.
Berikut dikatakan Asna yaitu:
“Langa sange reh bencana enda sinuan-sinuanku mejile denga, labo mesera mejadisa ras hasil panen pe memuasken, saja erga sinuan-sinuan e nge erbansa aku ngeluh adi masalah jadina jadi denga nge kusuan cina ras page e. Tapi nca reh bencana alam e nuan pe aku mesera mejadisa, lalap nge reh abu nutupisa nca lau pe nggo mesera mbuatsa. Emaka lit pe dat i bas rani e lanaibo bagi biasa nggo tading setengah nari nca dat, si biasana kudat dua ton gundari tading sada ton em perbandingenna nca bencana enda ndai ku pertanian. Adi modal untuk nuan tambah harus nge tambah waktu ngerjai lahan e, ngerjai lahan pe mesera lau pe mesera mbuatsa. Sebelum bencana pengeluarenku Rp 5.000.000 tapi nca bencana jadi Rp 8.000.000.”
Artinya :
“sebelum adanya bencana ini tanamanku masih bagus, tidak susah membuat tumbuh dan hasil panen juga memuaskan, tapi harha tanaman yang membuataku mengeluh tapi masalah tumbuhnya masih tumbuhnya cabe dan padi aku tanam. Tapi setelah adanya bencana alam ini menanam aku susah membuat tumbuhnya, selalu datang abu menutupi tanaman dan air susah didapatkan. Seumpama ada yang didapat dari hasil panen tidak seperti biasa lagi sudah tinggal separuh yang dapat, yang biasanya aku dapat hasil panen dua ton kini menjadi satu ton itu lah perbandingannya setelah bencana pada pertanianku. Kalau untuk modal pertanian tambah, harus lagi tambah waktu mengerjakan lahan, ngerjai lahan juga payah dan air susah didapatkan. Sebelum bencana pengeluaranku Rp 5.000.000 tapi setelah bencana menjadi Rp 8.000.000.”
Hal yang sama juga dikatakan Roin:
“Kondisi pertanian sebelum bencana baik dengan hasil memuaskan, setelah bencana pertanian sangat memperhatinkan karena hasil pertanian terkena dampak abu vulkanik dan lahar dingin yang mengakibatkan tanah keracunan yang mengakibatkan gagal panen atau tanaman busuk. Saluran irigasi untuk persawahan rusak akibat diterjang lahar dingin hal tersebut sangat mengganggu lahan persawahan menjadi kering.”
(44)
Kondisi seperti ini lah yang dialami masyarakat Desa Batukarang setelah adanya bencana alam, namun masyarakat tetap menanam tanaman karena matapencaharian masyarakat sebagai petani, walaupun hasil pertaniannya tidak lagi memuaskan dan menguntungkan seperti dulu, masyarakat petani tetap semangat dan terus menanan, petani yakin kalau tetap semangat menjalani aktivitasnya akan ada rezekinya meskipun ia kekurangan modal akibat gagal panen.
4.3.3 Pendapatan Ekonomi Petani Menurun
Bencana alam yang menimpa masyarakat petani Desa Batukarang sangat mempengaruhi pendapatan ekonomi, dimana pendapatan ekonomi petani setelah adanya bencana alam menjadi menurun sampai 80%, hal ini dikarenakan masyarakat mayoritas petani, jadi sangat mempengaruhi pendapatan perekonomian masyarakat petani akibat meletusnya gunung sinabung. Gunung sinabung tidak jauh dari Desa Batukarang yang hanya 7-8 km, membuat pertanian masyarakat gagal panen. Seperti yang telah diungkapkan oleh seorang informan Roin yaitu:
“Kondisi perekonomian masyarakat sebelum bencana alam sangat baik karena 80% penduduk Desa Batukarang adalah petani cabe, tembakau, padi, bawang, kopi, coklat, dan alpukat. Setelah bencana alam tanaman masyarakat gagal panen, hampir 80% perekonomian masyarakat DesaBatukarang berkurang.”
Banyak masalah yang datang setelah adanya bencana alam dalam kehidupan masyarakat Desa Batukarang yang harus dijalaninya. Menurunya pendapatan ekonomi kebutuhan hidup menjadi krisis, apalagi ditambah adanya
(45)
pengeluaran untuk biaya pendidikan yang harus dibayar. Hal yang dikatakan oleh informan Rosali yaitu:
“Langa sange lit bencana alam kebutuhen ekonomi kami tercukupi denga alu mehuli, tapi kenca bencana alam kami nggo krisis, untuk kebutuhen rumah tangga saja aku nggo ngutang, tambah ka biaya anak sekolah si lit telu kalak anakku si harus ku sekolahken. Adi sebelum bencana pendapatenku lit Rp 8.000.000 setiap rani, tapi kenca bencana alam pendapatenku nggo erkurangna jadi Rp 2.500.000 setiap rani, banci kataken nakan kami pe harus aku nggutang gelah man.”
Artinya :
“Sebelum adanya bencana alam kebutuhan ekonomi kami masih tercukupi dengan baik, tapi setelah bencana alam kami mengalami krisis, untuk kebutuhan rumah tangga saja aku sudah mengutang, tambah lagi biaya anak sekolah yang harus aku penuhi tiga orang. Sebelum bencana pendapatanku Rp 8.000.000 setiap panen, tapi setelah bencana alam pendapatanku sudah menjadi berkurang menjadi Rp 2.500.000 setiap panen, dapat dikatakan makan kami juga harus mengutang agar makan.” Hal yang sama dikatakan oleh ibu sitepu yaitu:
“Sebelum bencana alam pendapatenku stabil denga, tapi kenca nggo lit bencana alam pendapatenku nggo jadi berkurang. Ncukupi kebutuhen rumah tangga ras kebutuhen biaya anak sekolah gundari nggo harus ngutang perban modal nuan-nuan pe la mulih ban gagal panen ndai. Memang selain kujuma lit kang dahinku sideban e me guru SD Desa Batukarang enda tapi la bias e saja jadi pemasukenku, sebab anakku sekolah nggo kuliah si harus ibiayai nakan, sewa kost, ras uang kuliahna si la banci lang. pendapatenku sebelum bencana Rp 20.000.000 setiap enam bulan sekali, sebab kami enam bulan sekali rani. Kenca bencana pendapatenku erkurangna jadi Rp 10.000.000, 50% erkurangna pendapatenku sedangken biaya si harus icukupi la kurang malahen ertambahna.”
Artinya :
Sebelum bencana alam pendapatanku masih stabil, tapi setelah bencana ala mini pendapatanku menjadi berkurang. Mencukupi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan biaya pendidikan sekarang harus mengutang karena modal menanam tidak kembali lagi akibat gagal panen. Selain bertani aku punya pekerjaan yang lain yaitu guru SD di Desa Batukarang ini tapi tidak cukup itu saja pemasukanku, karena anakku sekolah sudah kuliah yang harus dibiayai makannya, sewa kost, dan uang kuliah yang tidak bisa
(46)
tidak. Pendapatanku sebelum bencana Rp 20.000.000 setiap enam bulan sekali, karena kami enam bulan sekali panen. Setelah bencana alam pendapatanku berkurang menjadi Rp 10.000.000, 50% berkurang pendapatanku sedangkan biaya yang harus dicukupi tidak berkurang malahan bertambah.”
Dari hasil wawancara peneliti, setelah adanya bencana alam keadaan ekonomi masyarakat petani Desa Batukarang menjadi krisis, dimana masyarakatnya mayoritas bertani, hasil pertanian yang selama ini tidak memuaskan seperti yang dulu lagi. Sebelum adanya bencana alam petani tidak pernah mengeluh karena penghasilanya stabil dan memuaskan. Sekarang ini penghasilannya tidak cukup untuk modal pertaniannya lagi karena pendapatan ekonomi menurun hingga 50%.
4.3.4 Terkikisnya Atau Lunturnya Kerjasama Pada Masyarakat
Selain pendapatan ekonomi yang menurun akibat dari bencana alam meletusnya gunung sinabung, hubungan sosial juga ikut terpengaruh akibat bencana alam. Banyaknya penduduk Desa Batukarang membuat masyarakat tidak saling mengenal lagi, ditambah lagi dengan adanya bencana alam yang terjadi di masyarakat, membuat masyarakat tidak saling peduli lagi sudah mementingkan diri sendiri karena sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jika dilihat dari seringnya ada acara dijambur tidak ada lagi waktu masyarakat Desa Batukarang untuk bekerja, karena luasnya desa dan banyaknya jumlah penduduk membuat acara adat perkawinan dan acara adat penguburan tiga kali seminggu ada dijambur. Itu untuk masyarakat desa saja belum lagi dengan adanya acara keluarga yang ada diluar Desa Batukarang ini. Seperti yang dikatakan oleh seorang informan Rosali yaitu:
(47)
“Adi masalah kerjasama ntah pe gontong royong lanaibo lit perban kerina anak kuta enda kena bencana, adi masalah sidahi-dahin lanai lit kari waktu kami untuk erdahin sebab kuta enda mbelang emaka rusur lit acara ibas jambur baik acara perjabun ntah pe acara penguburen. Enda untuk acara anak kuta saja langa ka undangen acara arah keluarga kami si harus idahi kami, emaka solidaritas i kuta enda lanaibo lit.”
Artinya :
“Kalau masalah kerjasama atau gontong royong tidak ada lagi karena semua masyarakat desa ini korban bencana, kalau masalah saling mengunjung tidak ada lagi nanti waktu kami bekerja karena desa ini luas, itu makanya sering ada acara di jambur baik acara pesta adat atau acara penguburan. Ini masih untuk acara masyarakat desa belum lagi ada undangan dari keluarga yang harus dikunjungi kami, itu makanya solidaritas di desa ini tidak ada lagi.”
Kerjasama akan luntur jika rasa saling percaya antara masyarakat tidak ada lagi, ini berawal dari janji yang tidak ditepati. Seperti yang diungkapkan oleh Sari yaitu:
“Lanai lit kerjasama e, perban lit si lanai siteken ije usursa sada dahin e erban alasen gelah la sahun juma kalak, bage pe hubungen sosialna lanaibo lit nggo terlalu sibuk kerina masyarakat e ngurusi dahin ibas bencana enda.”
Artinya :
“Tidak ada kerjasama itu, karena tidak ada lagi rasa saling percaya terlalu sering dalam satu aron membuat alasan agar tidak jadi bekerja di ladang orang lain, begitu juga hubungan sosialnya tidak ada lagi sudah terlalu sibuk semua masyarakat mengurusi pekerjaan dalam bencana ini.”
Hal serupa yang diungkapkan oleh Sri yaitu:
“Bencana alam enda erbanca lanai lit kerjasama ikuta enda tambahka krisis ekonomi si erbanca lanai lit kepedulin antar masyarakat, nggo sibuk kerina ban bencana e lanai lit waktu untuk sidahi-dahin. Maun lit pe undangen kerja ikuta enda lanaibo dahi perban dahin sitiap wari e, erdahin pe tiap wari langa terputarken kebutuhen si harus i penuhi.”
(48)
Bencana alam ini membuat tidak ada lagi kerjasama di desa ini tambah lagi krisis ekonomi yang membuat tidak ada lagi kepedulian antar masyarakat, sudah sibuk semua akibat bencana ini waktu untuk saling mengunjungi tidak ada lagi. Kadanga ada undangan pesta di desa ini tidak di hadiri lagi karena pekerjaan setiap hari ini, bekerja juga setiap hari belum dapat diputarkan kebutuhan yang harus dipenuhi.”
Ditambah lagi dengan ungkapan Nusiah yaitu:
“Adi untuk gontong royong kuta enda lanaibo lit nggo si ndahi-dahinna saja, si biasana kin mbersihken kuta ras kuburen enda gontong royong, tapi gundari lanai lit.”
Artinya :
“Kalau untuk gontong royong di desa ini tidak ada lagi sudah mengerjakan pekerjaan masing-masing, yang biasanya membersihkan desa dan kuburan di adakan gontong royong, tapi sekarang ini tidak ada lagi seperti itu.” Dari ungkapan informan diatas bahwa kerjasama antar masyarakat sudah mulai terkikis akibat bencana alam yang menimpa masyarakat Desa Batukarang. Sudah banyak masyarakat tidak peduli lagi dengan lingkungannya karena sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Tidak hanya sebagian masyarakat yang terkena dampak meletusnya gunung sinabung tapi seluruh masyarakat Desa Batukarang terkena dampak, jadi tidak ada lagi yang saling peduli.
4.4 Strategi Masyarakat Petani Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonominya
Adanya bencana alam yang terjadi di Desa Batukarang membuat masyarakat petani gagal panen, kekurangan modal pertanian, dan pendapatan ekonomi menurun. Hal ini harus dilalui masyarakat dan melakukan cara untuk mengatasinya dengan baik.
(49)
4.4.1 Melakukan Pengiritan
Cara yang harus dilakukan masyarakat petani dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya dalam bencana alam ialah pengiritan pada kebutuhan rumah tangganya. Seperti yang diungkapkan oleh seorang informan Sari yaitu:
“Pengiriten me si ban kami guna ncukupi kebutuhen rumah tangga kami, gulen-gulen i buat kami i juma nari ras ikan pe adi biasana tukur kami, tapi enda nggo sambal e usur ban kami, bage me cara kami ncukupisa.”
Artinya :
“Pengiritan yang kami lakukan dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga, sayur-sayuran kami ambil dari ladang dan ikan juga biasanya kami beli, tapi sekarang sambal kami buat sering, seperti itu lah cara kami mencukupinya.”
Hal serupa diungkapakan oleh Sri yaitu:
“Guna memenuhi kebutuhen rumah tangga kulakoken pengiriten ras jajan anak-anak ku kurangi.”
Artinya :
“Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang aku lakukan pengiritan dan jajan anak-anak aku kurangi.”
Dari hasil wawancara tersebut, masyarakat petani tidak hanya kebutuhan rumah tangga yang dihemat, namun untuk jajan anak-anak juga dikurangi. Orang tua harus bisa mengatur ekonomi rumah tangga dengan baik, agar kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan anak-anak didalam pendidikan juga dapat berjalan dengan baik.
4.4.2 Memanfaatkan Pekarangan Rumah
Selain itu masyarakat juga menanam pekarangan rumahnya untuk mendapatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dimana
(50)
sebagian masyarakat memiliki pekarangan rumah yang dapat ditanam dengan berbagai jenis tanaman yang dapat menghasilkan pemasukan. Seperti hal yang diungkapkan Nusiah yaitu:
“Selain pengiriten sikulakoken guna memenuhi kebutuhen kami, reba-reba e suani kami gulen-gulen bagi pucuk ropah, adi la keri gule e dayai kami ku kede, ras lit je buah pokat ras buah duku si banci dayai kami ku kede. Gelah keri buah duku e ras lako ka ia, murah ban kami regana gelah banci jadi sen guna kebutuhen rumah tangga kami.
Artinya :
“Selain pengiritan yang aku lakuka untuk memenuhi kebutuhan kami, pekarangan dibelakang rumah kami Tanami sayur-sayuran seperti jipang, kalau tidak habis untuk sayur kami sebagian di jual ke warung, dan ada buah pokat dan buah duku yang bisa kami jual ke warung. Agar habis buah dukunya dijual dan laku juga dijual, harganya murah kami buat supaya bisa jadi uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Dari hasil pengamatan peneliti, pekarangan rumah yang ditanami dengan sayuran juga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan, jangankan dulu untuk dijual untuk memenuhi kebutuhan saja dulu masyarakat tidak perlu lagi membeli sayur ke warung. Banyak cara yang dilakukan masyarakat petani Desa Batukarang dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, kebutuhan rumah tangga seperti sembako dan pendidikan anak sekolah harus dipenuhi walaupun petani dalam keadaan krisis ekonomi akibat bencana alam meletusnya gunung sinabung.
4.4.3 Melakukan Kerja Sampingan
Sebagian masyarakat memenuhi kebutuhannya ia bekerja ke ladang orang lain, dan melakukan pengiritan seperti sayur-sayuran diambil dari ladang. Ia juga sebagai petani tapi ia biasanya mengerjakan lahan sendiri bukan bekerja ke ladang orang lain atau sering disebut orang karo aron. Namun untuk mendapatkan
(51)
kebutuhan ekonomi ia bekerja keladang orang lain atau aron, jika pekerjaan diladangnya selesai maka ia aron. Kalau dia hanya menunggu hasil panen dari lahannya itu maka sebelum panen ia tidak memiliki penghasilan. Sebelum bencana alam ia dapat memenuhi kebutuhan ekonominya dengan menunggu hasil pertaniannya dengan hasil yang memuaskan, tapi setelah adanya bencana ini hasil pertaniannya berkurang jadi ia harus menambah kerja sampingan. Seperti yang dikatakan ibu Sitepu yaitu:
“Aku kujuma teman nambahi pemasuken, gelah kebutuhen rumah tanggaku terpenuhi baik guna nakan pangan kami ras biaya anak sekolah si harus i galari tiap bulanna. Pengiriten e pe gundari nggo terjadi bas rumah tangga e gelah la mbuesa uang keluar tiap wari, bagi gulen-gulen nggo juma nari rusur kubaba, maun lanai lit bas juma kami kujuma teman e ka buat gelah lanai nukur gulen si kurumah.”
Artinya :
“Aku keladang teman untuk menambahi pemasukan, untuk kebutuhan rumah tanggaku terpenuhi dengan baik untuk makan kami dan biaya anak sekolah yang harus tiap bulan. pengiritan juga sekarang sudah terjadi di dalam rumah tangga agar tidak banyak uang keluar setiap hari, seperti sayur-sayuran sudah dibawa dari ladang, kadang tidak ada sayur diladang kami keladang tetangga diambil agar tidak membeli sayur lagi.”
Masyarakat melakukan kerja sampingan setelah pekerjaan lahannya sendiri telah selesai dikerjainya, ia melakukan pekerjaan tambahan yaitu bekerja ke ladang orang lain. Dari pekerjaan tersebut ia mendapat pemasukan yang dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya dengan upah Rp 60.000/hari.
4.4.4 Melakukan Peralihan Jenis Tanaman
Kekurangan modal pertanian membuat masyarakat bersusah payah meningkatkan pertaniannya namun masyarakat tetap berusaha karena masyarakat Desa Batukarang mayoritas petani dan sadar akat tidak dapat yang mengubah
(52)
nasibnya tanpa ia melakukan hal yang dapat membuat ia bangun dari keterburukan. Berbagai cara yang dilakukan masyarakat untuk mendapatkan hasil pertaniannya, tidak hanya modal yang dibutuhkan, tenaga juga sanggat dibutuhkan dalam pengelolaan lahan pertanian. Petani yang biasanya menanan padi dan cabe sebelum bencana alam, tapi setelah adanya bencana alam petani melakukan peralihan jenis tanaman dengan menanam buncis, sayur pait yang lebih cepat panen dan tanaman yang modalnya semakin sedikit. Luas lahan yang ditanami juga dikurangi untuk pengurangan modal pertanian. Seperti ungkapan seorang informan Asna yaitu:
“Kenca bencana alam enda aku gagal panen, jadi gundari aku nuan sinuan si meter kutiga ras modalna ersitikna, adi nuan sinuan si modalana galang aku langa pang, modalku ka pe labo lit. Biasana aku nuan cina ras page si modalna galang ras telu bulan ka maka banci i perani, adi nuan sayur payit la mbue modalna ras la ndkah aku nimai kutiga.”
Artinya :
“Setelah bencana alamini akau gagal panen, dadi sekarang aku menanam tanaman yang cepat panen dan modalnya sedikit, kalau menanam tanaman yang modalnya besar aku tidak berani, modalku juga tidak ada. Biasanya aku menanam cabe dan padi yang modalnya besar dan tiga bulan baru bisa dipanen, kalau menanam sayur payit tidak banyak modalnya dan tidak lama menunggu panen.”
Hal yang sama diungkapkan oleh Sari yaitu:
“Kulakuken peralihen jenis sinuan-sinuanku, biasana aku nuan cina tapi perban bencana aku nuan simodalna sitik bagi buncis, gelah la pe pagi jadi la mbue keri modalku. Ras nuan pe aku kukurangi belangna gelah modalna pe la mbuesa.”
Artinya :
“Aku melakukan peralihan jenis tanamanku, biasanya aku menana tanaman cabe tapi karena bencana aku menanam tananaman yang modalnya lebih sedikit seperti buncis, supaya tidak banyak modalku habis
(53)
jika tanamanku gagal panen lagi. Dan menanam pun aku sudah dikurangi luasnya agar tidak banyak modalnya.”
Masyarakat petani Desa Batukarang yang selama ini serentak menanam tanamanan, seperti penanaman cabe dan padi yang secara teratur. Dalam satu tahun masyarakat menanam dua jenis atau tiga jenis tanaman seperti padi, cabe, dan tembakau. Pada bulan tujuh masyarakat menanam cabe dan tembakau, setelah siap padi di panen. Tapi setelah adanya bencana alam penanaman serentak tersebut tidak ada lagi karena masyarakat bebas menanam tanaman yang ia inginkan. Sekarang masyarakat menanam tanaman yang modalnya sedikit dan lama waktunya untuk panen semakin singkat.
Sebagian petani melakukan peralihan pola tanaman dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya, seperti melakukan peralihan pola dari penanaman cabe dan padi menjadi penanaman pembibitan cabe dan tembakau untuk dijual. Dengan peralihan pola seperti ini ia tidak perlu lama untuk menunggu hasil tanamannya karena dibanding menanam cabe yang harus ditunggu tiga bulan baru bisa dipanen tapi untuk pembibitan cabe tidak perlu menunggu berbulan bulan cukup menunggu kurang lebih dari dua minggu bibit cabe sudah bisa dijual.
Seperti hal yang diungkapkan Nusiah yaitu:
“Biasana kami nuan cina enda ngo erdaya bibit cina ras mbako ka aku, adi erdaya bibit cina ras bibit mbako la ndekah aku nimai banci dayaken bibit e. Adi nuan cina ras page aku harus kutimai telu bulan maka kutiga cina ras page e, tapi adi erban pembibiten aku kurang lebih dua minggu nggo banci ku dayaken bibit cina ras bibit mbako e, jadi la aku ndkah nimai hasil sinuanku e.”
Artinya :
“Biasanya kami menanam padi dan cabe tapi sekarang aku menanam bibit cabe dan tembakau unyuk dijual, kalau menjual bibit cabe dan bibit
(54)
tembakau tidak lama menunggu sudah bisa dijual bibitnya. Kalau menana cabe dan padi aku harus menunggu tiga bulan baru bisa di panen cabe dan padinya, tapi kalau aku menjual bibit cabe dan tembakau kurang lebih dua minggu sudah bisa aku jual bibit cabe dan tembakaunya, jadi tidak lama aku menunggu hasil tanaman.”
Dengan peralihan seperti ini ia tidak perlu lama untuk menunggu hasil tanamannya karena dibanding menanam cabe yang harus ditunggu tiga bulan baru bisa dipanen tapi untuk pembibitan cabe tidak perlu menunggu berbulan bulan cukup menunggu kurang lebih dari dua minggu bibit cabe sudah bisa dijual. Dengan begitu ia juga tidak perlu mengeluarkan modal yang besar untuk pertaniannya.
4.4.5 Berbagi Modal Usaha Pertanian
Dalam memenuhi ekonomi masyarakat petani melakukan berbagi modal dengan orang yang memiliki modal. Dimana dengan berbagi modal ini juga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ini biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan luas. Ungkapan seorang informan Rosali yaitu:
“Adi gundari aku nuan cina tapi enggo erbagi ras teman, ia modalisa sebab adi la bage la tersuan aku, modalku pe lanai lit jadi bas ia nari modalna aku ngerjaisa. Bage cara kami nuan-nuan kenca bencana alam enda ndai.” Artinya :
“Kalau sekarang aku menanam cabe tapi berbagi bersama teman, dia yang memodali karena kalau tidak seperti itu tidak dapat aku menanamnya, modalku juga tidak ada lagi jadi dari dia modalnya aku yang ngerjakannya. Begitu cara kami menanam setelah bencana alamini.” Dari hasil penelitian ini berbagi modal dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi, ia hanya mengerjakan lahan dengan menanam cabe dilahan pemilik modal, dan modal usaha untuk tanaman cabe tersebut dari pemilik modal. Hasil panen cabe tersebut di bagi dua dengan pemilik modal.
(55)
4.5 Strategi Mengurangi Modal Dalam Usaha Pertanian
Cara yang dilakukan masyarakat petani Desa Batukarang dalam mengurangi modal pertanian menghadapi bencana alam meletusnya gunung sinabung dengan mengurangi pemakaian pupuk organik dan pupuk kimia, begitu juga dalam penggunaan obat semprot. Bencana alam tidak tahu kapan datangnya jadi jika abu vulkanik turun lagi dan menutupi tanaman masyarakat, ia tidak banyak rugi karena modalnya dikurangi dari pupuk dan obat semprot tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Sari yaitu:
“Cara sikulakoken ibas ngurangi modal men sinuan-sinuanku e me, kukurangi pemakaian pupuk kimia ras pupuk organik bage pe pemakain obat mompa, jadwal mompa ku pe ku kurangi si biasana kelang dua wari aku mompa enda nggo jadi telu wari ku ban. Gelah reh pe abu vulkanik nutupi sinuan-sinuanku la aku mbue rugi, sebab labo sieteh katawari reh abu vulkanik ndai.”
Artinya :
“Cara yang aku lakukan dalam mengurangi modal untuk tanamanku yaitu, aku kurangi pemakaian pupuk kimia dan pupuk organik begitu juga pemakaian obat semprot, jadwal menyemprot ku juga aku kurangi yang biasanya selang dua hari aku menyemprot ini sudah selang tiga hari. Agar datang pun debu vulkanik menutupi tanamanku tidak banya aku rugi, karena belum tahu kapan datangnya debu vulkanik itu.”
Dari hasil penelitian wawancara, petani melakukan pengiritan dalam menggunakan pupuk organik, pupuk kimia, dan obat semprot pada tanaman. Karena modal usaha pertaniannya kurang dan petani juga telah berpikir jika tanamannya terkena abu vulkanik lagi maka ia tidak banyak rugi.
Hal yang sama dikatakan ibu Sitepu yaitu:
“Guna ngkurangi modal ibas sinuan-sinuanku kulakoken pengecoren, adi pupuk kimia ntah pupuk organik kutama ku sinuan-sinuanku mbue keri tapi adi alu pengecoren modalku erkurangna, sebab adi ngecor aku ku
(1)
5. Drs. Muba Simanihuruk, selaku Seketaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.
6. Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji skripsi juga member masukan-masukan terhadap penelitian ini.
7. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya selama saya menjadi mahasiswa.
8. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan studi saya, baik dalam urusan Administrasi Departemen maupun Pendidikan.
9. Keluarga besar dari bapak saya keluarga besar Ginting dan keluarga besar dari mamak saya keluarga besar Sinuhaji yang telah memberi doa dan semangat.
10.Kak Nelly br Purba yang selalu memberi semangat, motivasi, dan doa. Terimakasih saya ucapkan atas perhatian dan bimbingan kak selama kita bersama di Padang Bulan Medan.
11.Sahabat-sahabat Destriana br Sembiring, Rida Helfrida br Pasaribu, dan Yolanda br Sembiring yang telah meluangkan waktunya untuk memberi semangat, dukungan, dan doanya.
12.Teman-teman sosiologi stambuk 2010 yang menemani penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan menjadi teman seperjuangan.
13.Teman-teman seperjuangan dengan saya selama bimbingan skripsi, Evi Yunita br Simatupang, Era Siagian, Mira Guci, Nurma Wati, dan Rohana . 14.Teman-teman permata Getsmane GBKP Rg. Jln. Bahagia P. Bulan Medan
dan permata GBKP Rg. Ajibuhara yang selalu member dukungan dan doanya.
15.Seluruh informan yang telah membantu saya dalam proses penelitian skripsi.
(2)
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan tulisan ini. Terimakasih untuk semua dukungan dan doa serta nasehat yang diberikan kepada penulis. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, saya berharap agar tulisan ini dapat berguna bagi pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Medan, Februari 2016
(Penulis)
Nobinna A Br Ginting Nim : 100901084
(3)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Defenisi Konsep ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1 Perubahan Sosial ... 8
2.1.1 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Sosial ... 9
2.2 Masyarakat Petani ... 9
2.3 Strategi Bertahan Hidup ... 11
2.3.1 Strategi Ekonomi ... 13
2.4 Modal Sosial ... 14
2.4.1 Jaringan Sosial ... 15
2.4.2 Trust (Kepercayaan) Dan Solidaritas ... 16
(4)
2.4.4 Nilai Sosial ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Jenis Penelitian... ... 19
3.2 Lokasi Penelitian ... 19
3.3 Unit Analisis dan Informan ... 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20
3.5 Interpretasi Data ... 21
3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 22
3.7. Keterbatasan Penelitian ... 23
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN ... 24
4.1 Deskripsi Desa Batukarang ... 24
4.1.1 Sarana Dan Prasarana Desa ... 27
4.1.1.1 Sarana Transportasi ... 27
4.1.1.2 Saran Pemasaran ... 27
4.1.1.3 Produksi ... 28
4.1.1.4 Sarana Ibadah ... 28
4.1.1.5 Sarana Kesehatan ... 29
4.1.1.6 Sarana Pendidikan………..29
4.1.1.7 Sarana Alat Pertanian ... 30
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Desa Batukarang ... 31
4.1.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31
(5)
4.1.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 33
4.2 Profil Informan ... 34
4.3 Akibat Bencana Alam Pada Masyarakat Petani. ... 48
4.3.1 Kondisi Rumah Rusak... 48
4.3.2 Modal Pertanian Masyarakat Semakin Besar ... 50
4.3.3 Pendapatan Ekonomi Petani Menurun ... 53
4.3.4 Terkikisnya Atau Lunturnya Kerjasama Pada Masyarakat ... 55
4.4 Strategi Masyarakat Petani Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonominya ... 57
4.4.1 Melakukan Pengiritan ... 57
4.4.2 Memanfaatkan Pekarangan Rumah... 58
4.4.3 Melakukan Kerja Sampingan ... 59
4.4.4 Melakukan Peralihan Jenis Tanaman ... 60
4.4.5 Berbagi Modal Usaha Pertanian ... 62
4.5 Strategi Mengurangi Modal Dalam Usaha Pertanian ... 63
4.6 strategi jaringan sosial yang dilakukan masyarakat petani ... 65
4.6.1 Meminjam Uang Kepada Perkoper ... 65
4.6.2 Meminjam Uang Kepada Keluarga ... 67
4.6.3 Meminjam Uang Ke Bank ... 68
BAB V PENUTUP ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Payung, Tahun 2013
Tabel 4.2 Sarana Ibadah Di Desa Batukarang Tahun 2013 Tabel 4.3 Sarana Kesehatan Di Desa Batukarang Tahun 2013 Tabel 4.4 Data Sarana Pendidikan Tahun 2013
Tabel 4.5 Data Sarana Alat Dan Mesi Pertanian Tahun 2013
Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Tahun 2013
Tabel 4.8 Komosisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2013 Tabel 4.9 Jumlah Usaha Masyarakat Desa Batukarang Tahun 2013