MAKALAH PENGARUH IKLIM KERJA DAN ETOS KE

MAKALAH
PENGARUH IKLIM KERJA DAN ETOS KERJA
TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia Lanjutan

Disusun oleh :

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PASUNDAN

1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai Pengaruh Iklim Kerja dan Etos Kerja
Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Organisasi bisa berdiri diawali adanya beberapa tujuan tertentu yang hanya
dapat dicapai melalui tindakan yang harus dilakukan dengan persetujuan bersama.
Sebagaimana dikemukakan James I. Gibson (1989:3) perilakunya terarah pada tujuan
(directed behavior). Artinya organisasi itu mengejar tujuan dan sasaran yang dapat
dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara
bersama-sama.
Suatu organisasi akan mengalami perubahan organisasional dan perencanaan
sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti bahwa setiap organisasi harus selalu
peka terhadap kekuatan lingkungan yang mempengaruhi organisasi. Setiap
perubahan selalu akan melibatkan manusia (dilakukan manusia) dan mempengaruhi
terhadap pengelolaan SDM.
Sejalan dengan perkembangan organisasi menuntut kerja organisasi yang
optimal. Adapun kinerja organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
jenis anggota organisasi itu sendiri. Jenis anggota organisasi meliputi kurang mampu
melaksanakan pekerjaan diperlukan pelatihan, sehingga kemampuan/ keterampilan
kerja meningkat. Anggota yang mampu melaksanakan pekerjaan, dilakukan
pengembangan sehingga pengetahuan meningkat.
Selanjutnya sistem efektivitas kinerja organisasi yaitu perlu diingat bahwa dua

kesimpulan dari teori sistem adalah

(1) bahwa kriteria efektivitas harus

menggambarkan seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja; dan (2)
bahwa kriteria efektivitas harus menggambarkan hubungan timbal-balik antara
organisasi dan lingkungan yang lebih luas, tempat hidupnya organisasi.

1

Sistem Iklim Kerja melalui model Pines (1982) seperti dikutip oleh Barkah
(2002) yaitu, iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat dimensi
sebagai berikut :
1. Dimensi Psikologi
2. Dimensi Sosial
3. Dimensi Struktural
4. Dimensi Birokrat
Hakekatnya sistem etos kerja menurut Subekti (2001:30) bahwa suatu individu
atau kelompok dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila
menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :

a.

Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.

b.

Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.

c.

Kerja dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.

d.

Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan, dan
sekaligus saran yang penting dalam mewujudkan cita-cita.

e.


Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Hal ini mengandung maksud seseorang bersikap yang baik terhadap kerja dan

hasilnya, sehingga orang selalu bergairah dalam menjalankan roda organisasi yang
bernilai ibadah. Pendapat ini mengisyaratkan betapa pentingnya kesuksesan
organisasi yang harus didukung oleh beberapa faktor, diantaranya etos kerja. Etos
memang perlu dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan organisasi bisa aman, tertib
dan lancar.
Berdasar pada pemaparan di atas, maka adanya makalah ini menjadi perlu
untuk memberi wawasan terkait korelasi iklim organisasi yang tercipta dan etos kerja

dengan kepuasan kerja seseorang dalam rangka optimalisasi kinerja organisasi dalam
upaya pencapaian tujuan bersama.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
permasalah sebagai berikut :
1.

Apa yang dimaksud dengan iklim kerja?


2.

Apa yang dimaksud dengan etos kerja?

3.

Apa yang dimaksud dengan kepuasan kerja dan bagaimana cara mencapai
kepuasan kerja?

4.

Apa yang dimaksud dengan kinerja?

5.

Bagaimana perngaruh iklim kerja dan etos kerja terhadap kepuasan kerja dan
kinerja?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1.

Mengetahui lebih jauh mengenai iklim kerja.

2.

Mengetahui lebih jauh mengenai etos kerja.

3.

Mengetahui lebih jauh mengenai kepuasan kerja.

4.

Mengetahui lebih jauh mengenai kinerja.

5.

Mengatahui pengaruh iklim kerja dan etos kerja terhadap kepuasan kerja dan

kinerja secara teoritis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Iklim Kerja
Iklim kerja memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh
Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa Iklim kerja
adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam
jangka waktu lama (Toulson & Smith, 1994:455). Pada tulisan Litwin dan
Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan Iklim
kerja sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pegawai dan pekerjaannya
dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi
dan perilaku pegawai.
Davis dan Newstrom (2001:25) memandang Iklim kerja sebagai
kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya
yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang
organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa Iklim kerja adalah serangkaian
deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi


dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing
anggota dalam memandang organisasi.
Steers (1985) mengatakan bahwa konsep Iklim kerja, sebenarnya yang
sedang dibicarakan adalah mengenai sifat-sifat atau ciri yang dirasa terdapat
dalam lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang
dilakukan secara sadar atau tidak, dan dianggap mempengaruhi perilaku
kemudian. Dengan kata lain, Iklim kerja adalah merupakan kepribadian dari
organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya.
Gibson, dkk (1997) mendefinisikan Iklim kerja sebagai karakteristik
yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya, dan
karakteristik ini dapat mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi.
Sedang Landy dan Trumbo (1980) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah
pemikiran yang menggambarkan persepsi anggota terhadap karakteristik
obyektif organisasi.
Definisi yang senada mengatakan bahwa Iklim kerja merupakan kualitas
lingkungan internal suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya,
mempengaruhi perilaku serta dapat tergambar dari seperangkat karakteristik
atau atribut khusus dari organisasi tersebut (Taguiri& Litwin dalam Steers,
1985). Berdasarkan penjelasan di atas maka kesimpulan dari Iklim kerja adalah

kualitas

lingkungan

internal

yang

dialami

oleh

anggota-anggotanya,

mempengaruhi sikap dan perilaku serta dapat tergambar dalam sejumlah nilai
karakteristik khusus dari suatu organisasi dan disebut sebagai kepribadian
organisasi tersebut yang merupakan pemikiran hasil persepsi dari anggota
organisasi.
Jadi Iklim kerja ini ada di dalam organisasi, menunjukkan cara hidup
organisasi, dirasakan dan dipersepsikan oleh anggota-anggota yang ada

didalamnya sebagai sesuatu yang diberi makna dan memiliki pengaruh
terhadap perilaku anggota-anggota organisasi tersebut.

Iklim kerja merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif
atau kualitas lingkungan organisasi. Menurut Pines (1982), iklim kerja
sebuah organisasi dapat diukur melalui 4 (empat) dimensi sebagai berikut:
a.

Dimensi
kerja,

psikologikal,
kurang

yaitu

meliputi

variabel

seperti

beban

otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment

clershif ), dan kurang inovasi.
b.

Dimensi struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi
dan tingkat keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.

c.

Dimensi sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari
segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat
dukungan

dan

kerja

sama dan penyelia-penyelia dukungan dan

imbalan).
d.

Dimensi birokratik, yaitu meliputi undang-undang dan peraturanperaturan konflik peranan dan kekaburan peranan.
Iklim yang ada dalam suatu organisasi tidak serta merta ada begitu saja.

Ada indikator yang berperan mempengaruhi pembentukan iklim organisasi,
yaitu:
a.

Struktur
Struktur berkaitan dengan tugas menunjukkan derajat sampai sejauh

mana penyelesaian tugas-tugas dilakukan dengan suatu metode tertentu. Juga
memberikan kejelasan kepada pegawai bahwa sesuatu pekerjaan dan tugas
dapat dikoordinir dengan baik dan tujuan dirumuskan secara jelas. Struktur
juga memberikan batasan-batasan melalui peraturan, prosedur, kebijaksanaan
dan praktek yang harus ditaati oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas dan
kewajiban mereka. (Litwin dan Stringer, 1968; Litwin & Meyer, 1971; Glimer,
1971; Streers & Porter, 1979; Oliver & Anderson, 1994; Shadur et.al, 1999)
b.

Tanggung jawab

Menunjukkan derajat bahwa pegawai dapat mengambil keputusan dan
memecahkan persoalan tanpa harus bertanya kepada atasan. Secara tidak
langsung, tanggung jawab yang tinggi dapat meningkatakan kinerja pegawai
tersebut. Tanggung jawab juga merupakan penekanan pada prestasi kepada
anggota organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan
menunjang tujuan untuk meningkatkan prestasi Organisasi

(Litwin dan

Stringer, 1968; Litwin & Meyer, 1971; Glimer, 1971; Streers & Porter, 1979;
Oliver & Anderson, 1994; Shadur et.al, 1999).
c.

Penghargaan
Menunjukkan derajat para pekerja bahwa mereka dihargai dan mendapat

imbalan untuk pekerjaan yang baik dari pada mereka diabaikan, dikritik atau
dihukum jika sesuatu dilaksanakan secara salah (Litwin & Meyer, 1971).
Penghargaan juga menunjukkan pengetahuan seseorang megenai apa yang
dipikirkan para pengawas dan manajer tentang pekerjaan mereka dan juga
menunjukka derajat sampai dimana para pengawas dan manajer membantu
mereka dalam melakukan pekerjaan. Dengan penghargaan dan imbalan yang
diberikan kepada pegaw,ai maka semangat dan motivasi kerja pegawai akan
terpacu karena merasa hasil kerjanya dihargai maka pegawai akan lebih
meningkatkan lagi kinerjanya (Litwin dan Stringer, 1968; Litwin & Meyer,
1971; Glimer, 1971; Streers & Porter, 1979; Oliver & Anderson, 1994; Shadur
et.al, 1999).
d.

Resiko
Resiko dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi baik

buruknya kinerja pegawai karena semua pekerjaan berdasarkan kebijakan
pimpinan organisasi dan besar kecilnya resiko yang akan terjadi akiba
penerapan kebijakan tersebut akan mempegaruhi kinerja pegawai (Litwin &
Meyer, 1971)
e.

Kehangatan/ keramahan

Perlakuan atau pehatian yang baik dari pimpinan pada saat melaksanakan
pekerjaannya, maka pegawai merasa mendapatkan perlindungan dan
pengayonan sehingga pegawai akan merasakan pula untuk berupaya
memaksimalkan kinerjanya (Huse et.al, 1977; Streers & Porter, 1979; Oliver &
Anderson, 1994; Shadur et.al, 1999)
f.

Dukungan
Dukungan menciptakan situasi kerja yang kondusif. Dngan mendapatkan

dukungan tersebut kinerja pegawa akan terpacu untuk lebih baik. Dukungan
juga memunculkan semangat tim para pekerja sehingga mereka dapat saling
mempercayai dan saling membantu, serta adanya hubungan baik antar pekerja
di dalam lingkungan kerja ((Litwin dan Stringer, 1968; Litwin & Meyer, 1971;
Glimer, 1971; Streers & Porter, 1979; Oliver & Anderson, 1994; Shadur et.al,
1999).
g.

Standard
Kualitas

merupakan

tantangan

bagi

semua

pegawai

untuk

melaksanakannya dengan menetapkan standar tersebut kinerja pegawai harus
dapat menyesuaikan dengan spesifikasi pekerjaan yang telah ditentukan oleh
organisasi (Litwin dan Stringer, 1968; Litwin & Meyer, 1971; Glimer, 1971;
Streers & Porter, 1979; Oliver & Anderson, 1994; Shadur et.al, 1999).
h.

Konflik
Persaingan antar pegawai dalam satu organisasi dalam rangka mencari

kemenangan atau keuntungan masing-masing dapat menimbulkan konflik
internal, sehingga akan merugikan organisasi karena prestasi yang diraih oleh
pegawai tidak maksimal. Konflik ini menimbulkan tekanan-tekanan dalam
organisasi, menimbulkan rasa tidak aman dan berperasaan cemas pada
sebagian dari anggotanya (Litwin dan Stringer, 1968; Litwin & Meyer, 1971;
Glimer, 1971; Streers & Porter, 1979; Oliver & Anderson, 1994; Shadur et.al,
1999).
2.2. Etos Kerja

Etos kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok. Etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang, kelompok,
atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masingmasing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang
menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan
keyakinannya.
Berikut ini adalah beberapa definisi etos kerja yang dikemukakan oleh
para ahli di berbagai bidang ilmu dari seluruh dunia.
1.

Menurut Usman Pelly, etos kerja adalah sikap yang muncul atas kemauan
dan kesadaran sendiri yang didasari sistem orientasi nilai budaya
terhadap pekerjaan seseorang.

2.

Menurut Max Weber, etos kerja adalah perilaku kerja yang etis dan
menjadi kebiasaan kerja yang berporos pada etika.

3.

Menurut Geertz, etos adalah sikap mendasar terhadap diri dan dunia yang
dipancarkan hidup.

4.

Menurut Toto Tasmara, etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya dan
caranya mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan
makna bahwa ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk berperilaku dan
meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia
dengan dirinya dan manusia dengan manusia lain bisa terjalin dengan
baik.

5.

Menurut Sinamo, etos kerja adalah konsep mengenai kerja atau
paradigma kerja yang diyakini seseorang atau kelompok sebagai baik dan
benar yang diwujudkan melalui perilaku kerja mereka secara khas.

6.

Menurut Anoraga, etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa
atau seseorang terhadap kerja.

7.

Menurut

Mukijat, etos kerja berhubungan dengan perasaan-perasaan

seorang karyawan terhadap macam pekerjaan yang dilakukannya,
terhadap teman-teman kerjanya, terhadap prestasi kerjanya dan status
majikannya. Etos kerja adalah melakukan kegiatan atau pekerjaan secara
lebih giat, sehingga hasil yang diperoleh menjadi baik.
Bila pengertian etos kerja dire-definisikan, etos kerja adalah respon yang
unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan;
respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu
menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau
masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem
kepercayaan yang diterima seseorang atau kelompok atau masyarakat.
Etos kerja sangat penting bagi perusahaan sebab dengan etos kerja yang
tinggi diharapkan pekerja akan bekerja engan efektif dan efisien. Semangat
kerja yang rendah dapat dilihat dari sikap karyawan sebagai berikut:
a.

Karyawan tidak menghargai dan menghormati atasannya

b.

Produktivitasnya rendah

c.

Banyak keluhan

d.

Banyak karyawan yang keluar masuk (tingkat perputaran ten
Etos atau semangat rendah inilah yang harus kita hilangkan agar tidak

mempengaruhi lingkungan pekerjaan. Karena dampak yang ditimbulkan dari
etos kerja atau semangat kerja yang rendah ini besar sekali terhadap tingkat
produktivitas kerja karyawan. (Alek. S. Nitisemito, 2001: 72)
Individu atau kelompok dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi
apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
a.

Memiliki penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.

b.

Menempatkan pandangan tentang kerja sebagai suatu hal yang sangat
luhur bagi eksistensi manusia.

c.

Kerja yang dilakukan sebagai aktifitas bermakna bagi manusia.

d.

Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita

e.

Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

2.3. Kepuasan Kerja
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam
sebuah orgaisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/karyawan.
Berikut pengertian-pengertian kepuasan kerja menutur beberapa pakar.
1.

Menurut Susilo Martoyo (1992 : 115), pada dasarnya merupakan salah
satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya, ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara
kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia
hadapi.

2.

Menurut Tiffin (1958) dalam Moch. As’ad (1995 : 104) kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan.

3.

Menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad ( 1995 : 104 ) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari
beberapa sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian
diri dan hubungan sosial individu diluar kerja.

Dari

batasan-batasan

mengenai

kepuasan

kerja

tersebut,

dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya
sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu,
perasaan seseorang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi

dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal
yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin
banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu,
maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan
dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan,
dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2001 : 202).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai
dan banyaknya

yang mereka yakini apa

yang seharusnya mereka

terima(Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara
apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/kantornya “ (Davis, 1995 : 105).
Dalam bukunya, “Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi “,Robbins
mengatakan: “ Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan
kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja
dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan
sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan
pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996 :
179).
Kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya
gaji, tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri dengan faktor lain seperti
hubungan dengan atasan, rekan kerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan.
Berdasarkan para ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja yang berkairab dengan beberapa aspek, yaitu:

1.

Gaji, yaitu jumlah pembayaran yang diterima seseorang sebagai akibat
dari pelaksanaan kerja.

2.

Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yanhg dilakukan oleh seseorang
apakah memiliki elemen yan g memuaskan.

3.

Rekan bekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinterksi alam oelaksanaan pekerjaan, seseorang dapat

rekan

merasakan

tidak

rekan

kerjanya

sangat

menyenangkan

atau

menyenangkan.
4.

Alasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberikan perintah atau
petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak
menyenangkan bagi seseorang atau menyenangkan, dan hal ini dapat
mempengaruhi kepuasaan kerja.

5.

Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui
jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar
untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka
atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasaan kerja
seseorang.

6.

Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis.

Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Pegawai seperti ini akan
sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan
bosan, emosinya tidak stabil, seringkali absen dan melakukan kesibukan yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan tersebut
adalah dengan menciptakan lingkungan kerja atau iklim organisasi yang
menguntungkan. Keadaan tersebut menuntut seorang pimpinan untuk

mengelola organisasi dengan efektif agar tercipta iklim organisasi yang baik.
Ikllim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan bagi orang-orang dalam organisasi. Lingkungan kerja
yang menyenangkan cenderung membuat pekerja lebih bertahan dalam
pekerjaannya dan juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

2.4. Kinerja
Kinerja merupakan pencapaian hasil (the degree of accomplishment)
(Rue, & Byars, 1980). Demikian halnya Maier (1987) yang memberi batasan
pada kinerja sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Pendapat ini didukung oleh Porter dan Lauler yang menyatakan
bahwa kinerja adalah Succesfull of role achievement yang diperoleh seseorang
dari perbuatannya (dalam As’ad, 1991). Ukuran kesuksesan tidak dapat
disamakan dengan individu yang satu dengan individu yang lain. Kesuksesan
yang dicapai individu adalah berdasarkan ukuran yang berlaku dan disesuaikan
dengan jenis pekerjaannya, seperti yang dijelaskan oleh As’ad (1991) bahwa
yang dimaksud dengan kinerja ialah hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran dan standar yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang
dalam melaksanakan pekerjaan (Guswandi, 1995).
Pernyataan tersebut senada dengan apa yang diutarakan oleh Miner
(1998) yang mendefinisikan kinerja sebagai perluasan dari bertemunya
individu dan harapan tentang apa yang seharusnya dilakukan individu
berkaitan dengan suatu peran. Jika harapan-harapan tersebut hanya
memaparkan keabstrakan dan kekaburan, maka individu tidak mengetahui
secara pasti apa yang ia harapkan sehingga hasilnya berperan ganda. Jika
harapan pada dua atau lebih individu berbeda, individu yang memegang suatu
pekerjaan dan unggul akan memiliki perbedaan cara berfikir dari individu lain
dalam menghadapi konflik peran.

Pengertian kinerja yang lain adalah sebagai catatan hasil yang diproduksi
pada suatu fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan tujuan organisasi (Russell, 1998; Singer,
1990; Kane & Kane, 1993; Campbell, dkk. dalam Cascio, 1998) dan memenuhi
standar yang ada (Bailey, 1989).
Selanjutnya Miner (1992) mengartikan kinerja sebagai evaluasi tentang
berbagai kebiasaan dalam organisasi. Institusi yang sangat kecil mungkin tidak
memerlukan sistem yang formal dalam menilai, akan tetapi evaluasi tetap
dilakukan dan sebagai institusi yang berpengalaman dalam pertumbuhannya
membutuhkan standarisasi, pemeliharaan, dan mengkomunikasikan informasi
penilaian sehingga akan meningkat seperti lembaga dengan sistem formal.
Kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi,
seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria keefektifan lainnya. Dikatakan juga
bahwa kinerja pegawai merupakan fungsi dari individu dan organisasi. Dengan
kata lain disebutkan juga sebagai kombinasi perspektif psikologikal yang
memuat kontribusi individu dan sosiologikal yang memuat rangka organisasi
(Gibson, dkk., 1997; Osborn ,1990).
Berdasarkan berbagai pengertian atau uraian mengenai kinerja di atas
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan kinerja merupakan
hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau
tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai
atau standar tertentu dari institusi tempat individu tersebut bekerja dengan
maksud untuk dapat mencapai tujuan organisasi.
Kinerja dan prestasi kerja adalah proses melalui apa organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Handoko, 2001: 96).
Kinerja adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan
pekerjaan yang diberikan atau dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja
karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja
yang ditentukan. Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi atau performance
yang mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah

pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi
persyaratan sebuah pekerjaan, (Henry Simamora, 2004: 339)
Indikator-indikator yang dapat mempengaruhi kinerja adalah sebagai
berikut (Slamet Wiyadi, 2001: 40).
a. Pendidikan dan keterampilan
b. Disiplin
c. Sikap
d. Motivasi
Kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (J.
Ravianto, 2000: 18);
a. Pendidikan
b. Keterampilan
c. Pengupahan
d. Manajemen
e. Budaya
f. Konflik
g. Lingkungan dan iklim kerja

2.5. Pengaruh Iklim Kerja dan Etos Kerja Terhadap Kepuasan Kerja dan
Kinerja
Menurut Sujak, 1990. Iklim organisasi berfungsi sebagai faktor pengukuh
dalam proses belajar-mengajar bagi perilaku kerja, terdapat pengaruh yang positif
iklim organisasi terhadap penampilan kerja dan kepuasan kerja sehingga semakin

sesuai dan menyehatkan suatu iklim organisasi akan semakin tinggi tingkat kepuasan
kerja para pegawai dalam suatu organisasi yang bersangkutan.
Munandar, Sjabadhyni, Wutun (2004:73) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja adalah kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan karyawan
terhadap pekerjaannya. Koesmono (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja
dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan
pekerjaannya. Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan
kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu
pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Lebih lanjut Koesmono (2005)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap
seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan
lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja,
hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui
kegiatan kerja atau bekerja.
Menurut pendapat Davis (1996) bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap
motivasi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Iklim mempengaruhi hal itu dengan
membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai
tindakan. Karyawan akan mengharapkan imbalan atas dasar persepsi mereka
terhadap iklim organisasi.
Pimpinan selalu berharap etos kerja karyawan selalu meningkat dan karyawan
berharap memperoleh hasil kerja yang maksimal, gaji yang sesuai, adanya
kesempatan promosi sehingga karyawan dapat berkembang, dan rekan kerja yang
dapat diajak untuk bekerja sama. Sehingga hal ini akan menyebabkan etos kerja
karyawan menjadi tinggi. Etos kerja yang tinggi akan menguntungkan sumber daya
manusia yang ada dan perusahaan dalam kesuksesan mengembangkan usaha. Ada
hubungan positif antara kepuasan kerja dengan etos kerja karyawan. Hubungan
antara variabel kepuasan kerja dengan etos kerja karyawan adalah hubungan positif.
Ada korelasi positif yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dengan etos
kerja karyawan. Artinya variabel kepuasan kerja dapat digunakan sebagai prediktor

untuk memprediksi etos kerja karyawan. semakin tinggi kepuasan kerja, maka
semakin tinggi etos kerja karyawan. Sebaliknya semakin rendah kepuasan kerja
karyawan, maka semakin rendah tingkat etos kerja karyawan. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi etos kerja di luar variabel kepuasan kerja seperti persepsi terhadap
gaya pimpinan, desain organisasi, perilaku kelompok, minat, konflik antar kelompok,
dan kekuasaan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Fakhar
Shazad (2012).
Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor berpengaruh
lainnya, kepuasan kerja juga mempengaruhi tingkat kinerja karyawan.

Dengan

kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan yangb tinggi dapat di
capai para karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja karyawan akan bekerja tidak
seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka akibatnya kinerja karyawan
menjadi rendah, sehingga tujuan perusahaan secara maksimal tidah akan tercapai.

Sehingga dapat diketahui bahwa tidak hanya kemampuan karyawan saja yang
diperlukan dalam bekerja tetapi juga motifasi dalam bekerjapun sangat
mempengaruhi karyawan untuk kinerjanya lebih baik. Salah satu upaya yang dapat
ditempuh oleh para manager / atasan untuk memotivasi karyawannya adalah
menciptakan kepuasan dalam bekerja agar tercapainya kinerja karyawan didalam
perusahaan tersebut meskipun disadari bahwa hal itu tidak mudah.

Iklim Kerja
Forehand and
Gilmers:1964
Davis (1996)
Sujak, 1990

Kepuasan Kerja
Blum (1956)

Etos Kerja
Max Weber

Fakhar
Shazad
(2012)

Munandar,
Sjabadhyni,
Wutun (2004:73)

Kinerja

BAB III
KESIMPULAN

Iklim kerja adalah kualitas lingkungan internal yang dialami oleh anggotaanggotanya, mempengaruhi sikap dan perilaku serta dapat tergambar dalam sejumlah
nilai karakteristik khusus dari suatu organisasi dan disebut sebagai kepribadian
organisasi tersebut yang merupakan pemikiran hasil persepsi dari anggota organisasi.
iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui 4 (empat) dimensi sebagai
berikut:
a.

Dimensi psikologikal

b.

Dimensi struktural

c.

Dimensi sosial

d.

Dimensi birokratik

Ada indikator yang berperan mempengaruhi pembentukan iklim organisasi,
yaitu:
a.

Struktur

b.

Tanggung jawab

c.

Penghargaan

d.

Resiko

e.

Kehangatan/ keramahan

f.

Dukungan

g.

Standard

h.

Konflik

Etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau
masyarakat terhadap kehidupan; respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan
yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang
atau kelompok atau masyarakat.
Individu atau kelompok dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi
apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
a.

Memiliki penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.

b.

Menempatkan pandangan tentang kerja sebagai suatu hal yang sangat luhur
bagi eksistensi manusia.

c.

Kerja yang dilakukan sebagai aktifitas bermakna bagi manusia.

d.

Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita

e.

Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti

bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi manusia terhadap
lingkungan kerjanya.
Berdasarkan para ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja yang berkairab dengan beberapa aspek, yaitu:
1.

Gaji

2.

Pekerjaan itu sendiri

3.

Rekan bekerja

4.

Alasan

5.

Promosi

6.

Lingkungan kerja

Kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi,
seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria keefektifan lainnya. Dikatakan juga bahwa
kinerja pegawai merupakan fungsi dari individu dan organisasi.
Kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Pendidikan
b. Keterampilan
c. Pengupahan
d. Manajemen
e. Budaya
f. Konflik
g. Lingkungan dan iklim kerja

Menurut Sujak, 1990. Iklim organisasi berfungsi sebagai faktor pengukuh
dalam proses belajar-mengajar bagi perilaku kerja, terdapat pengaruh yang positif
iklim organisasi terhadap penampilan kerja dan kepuasan kerja sehingga semakin
sesuai dan menyehatkan suatu iklim organisasi akan semakin tinggi tingkat kepuasan
kerja para pegawai dalam suatu organisasi yang bersangkutan. Menurut pendapat
Davis (1996) bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap motivasi, produktivitas
kerja dan kepuasan kerja.
Etos kerja yang tinggi akan menguntungkan sumber daya manusia yang ada
dan perusahaan dalam kesuksesan mengembangkan usaha. Ada hubungan positif
antara kepuasan kerja dengan etos kerja karyawan. Hubungan antara variabel
kepuasan kerja dengan etos kerja karyawan adalah hubungan positif. Ada korelasi
positif yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dengan etos kerja karyawan.
Semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin tinggi etos kerja karyawan.

Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kinerja karyawan. Dengan kepuasan
kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan yangb tinggi dapat di capai para
karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja karyawan akan bekerja tidak seperti apa
yang diharapkan oleh perusahaan, maka akibatnya kinerja karyawan menjadi rendah,
sehingga tujuan perusahaan secara maksimal tidah akan tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.putra-putri-indonesia.com/pengertian-etos-kerja.html
http://dilihatya.com/2969/pengertian-etos-kerja-menurut-para-ahli-adalah
Zulham, Muhammad. 2008. ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI
DAN ETOS KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI FAKULTAS
EKONOMI. Medan.
http://etd.unsyiah.ac.id/baca/index.php?id=13544&page=45
Darsono. 2009. Pengaruh Iklim Organisasi Etos Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Terhadap Efektivitas Kinerja Organisasi Di
Distrik Navigasi Kelas Ii Semarang. Semarang.