BAB 2 PROFIL KABUPATEN KUTAI BARAT - DOCRPIJM 3ce0276e05 BAB IIBAB 2 PROFIL KUBAR

BAB 2 PROFIL KABUPATEN KUTAI BARAT 2.1 Wilayah Administrasi. Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara

  simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar.

  Namun pada Tahun 2013 terjadi pemekaran yang menyebabkan Luas Wilayah, jumlah kecamatan dan jumlah kampung berubah. Berdasarkan UU No. 02 Tahun 2013 Kabupaten Kutai Barat dimekarkan menjadi Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu. Luas Kabupaten Kutai Barat sekitar 2

  20.381,59 Km , terdiri dari 16 Kecamatan, 190 Kampung dan 4 Kelurahan dan Kabupaten Mahakam Ulu 2 dengan 5 kecamatan luasan sekitar 15.315 Km .

  Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113 48’49’’ sampai dengan 116 32’43’’

  Bujur Timur serta diantara 1 31’05’’ Lintang Utara dan 1 09’33’’ Lintang Selatan. Secara administasi

  Kabupaten Kutai Barat berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kabupaten Mahakam Ulu

  • Sebelah Timur : Kabupaten Kutai Kartanegara -

  Sebelah Selatan : Kabupaten Pasir dan Kabupaten Penajam Paser Utara

  • Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah - 2.2 Potensi Wilayah Kabupaten Kutai Barat.

2.2.1 Daya Saing Infrastruktur.

  Kutai Barat secara bertahap dan kontinyu terus berupaya memperbaiki kuantitas dan kualitas wilayah atau infrastruktur. Pembangunan jalan misalnya, terus berkembang dan menujukkan peningkatan yang baik. Jalan Kabupaten dan Provinsi yang diaspal menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti jalan Provinsi di tahun 2014 menjadi 99,70. Demikian pula dengan jalan Kabupaten di tahun 2014 menjadi 323,75 km. Upaya memperbaiki jalan yang mampu menghubungkan antar wilayah terus dijalankan, dimana kondisi jalan baik (mantap) pada tahun 2010 341,25, pada tahun 2014 menjadi 967,57 km. Hal ini akan mempermudah akses transportasi dan distribusi barang/jasa antar wilayah sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.

  Pada tahun tahun 2010 jumlah pasar umum yang ada di Kabupaten Kutai Barat berjumlah 24 pasar yang berpusat pada 17 Kecamatan, dan pada tahun 2016 perkembangan pasar umum bertambah menjadi 31 pasar yang tersebar di 16 Kecamatan, sehingga perkembangan pasar umum tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2016 meningkat 29,2 %. Kondisi menunjukkan bahwa dinamika perekonomian di Kutai Barat cukup berkembang terutama untuk sektor perdagangan kecil dan eceran.

  2.2.2 Daya Saing Sumber Daya Alam.

  Kutai Barat memiliki sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan, khususnya dalam bidang pertambangan dan pertanian. Kondisi perekonomian dunia yang lesu mengakibatkan bidang pertambangan mengalami penurunan sebesar 15,82% dan bidang ini menguasai sekitar 48% PDRB di Kutai Barat, melalui tambang batu bara yang tergolong besar di Kalimantan Timur. Dari sektor pertanian, Kutai Barat merupakan penghasil karet dan kelapa sawit yang terkemuka di Kalimantan Timur. Demikian pula dengan hasil hutan terutama kayu meranti yang mampu memberikan kontribusi besar bagi Kutai Barat. Pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada investor di bidang perkebunan tersebut karena masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

  Sektor pertanian yang memiliki potensi besar adalah tanaman pangan yaitu padi, palawija, sayur, dan buah-buahan. Untuk perkebunan, terdapat tiga sektor potensial yaitu karet, kelapa sawit, dan kakao. Kutai Barat juga memiliki potensi dalam hal peternakan dan perikanan. Sektor peternakan yang potensial adalah terutama peternakan sapi dan babi. 2 Dengan luasnya daerah Kutai Barat, terdapat 3.188,27 km yang masih memungkinkan dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, lokasi tersebut terutama di kecamatan Long Iram, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian Besar, Melak, Jempang, Penyinggahan dan Bongan serta Tering.

  2.2.3 Iklim Investasi.

  Sebagaimana diketahui bahwa dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Di era Pemerintahan Presiden Jokowi telah diterbitkan Paket Kebijakan Ekonomi sebanyak 13 jilid dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah, dan dilakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu.

  Pada tahun 2015 terdapat 1.129 unit usaha yang masuk dalam kategori industri kecil dan industri rumah tangga dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.077 orang, sedangkan pada tahun 2016 terdapat 1.158 dengan jumlah tenaga kerja 2.154 dengan nilai produksi Rp.79.990.580.000,-. Adapun total investasi dalam kategori industri kecil dan industri rumah tangga sebesar Rp. 50.089.883.000,-.

  Dengan iklim investasi yang kondusif, dinamika perekonomian masyarakat akan berkembang dengan pesat. Kebijakan penyederhanaan yang lebih sederhana dan terpadu akan mendorong akses masyarakat dalam berinvestasi dan berusaha, baik dari dalam maupun luar daerah Kutai Barat akan meningkat. Namun sejak menurunnya harga batu bara di pasar dunia yang menjadi salah penyokong PRDB Kabupaten Kutai Barat maka Pemerintah harus menggali potensi-potensi lainnya dan mengoptimalkan potensi yang sudah ada.

  Selain debirokratisasi perijinan, kondisi Kutai Barat kondusif untuk berinvestasi. Menurut data yang diperoleh dari Polres Kutai Barat, selama tahun 2014 terjadi 286 kasus kriminalitas. Dari semua kasus tersebut tercatat sebanyak 94 kasus dapat diselesaikan atau persentase penyelesaian kasus sebesar 32 %, sementara 191 kasus masih dalam proses dan penyelidikan. Jumlah kriminalitas tahun 2014 menurun tajam dari tahun 2013 dengan 360 kasus. Penurunan angka kriminalitas dalam tahun 2014 disebabkan kondisi keamanan di Kutai Barat makin terjaga seiring makin ketatnya pengamanan yang dilakukan walaupun akses ke Kutai Barat yang semakin mudah yang memungkinkan orang-orang dari luar semakin banyak masuk.

2.3 Kondisi Demografi.

  Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat sampai bulan April 2015 tercatat 167.574 jiwa. Jumlah ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan tahun 2010 karena adanya pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, sehingga berdampak pada jumlah penduduk dan luas wilayah. Secara keseluruhan (16 kecamatan) selama 2010-2015 laju pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat sebesar 0,6%.

  Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Barong Tongkok yaitu sebesar 28.037 jiwa atau sekitar 16,73 % dari total populasi penduduk Kutai Barat. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Bentian Besar yaitu sebesar 3.479 jiwa atau sekitar 2.08 %. Secara umum tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Kutai Barat pada umumnya tergolong rendah, namun demikian beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Melak, dan Tering merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang lebih padat di banding Kecamatan lain. Bila dilihat perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah Kabupaten Kutai Barat maka dapat diperoleh kepadatan penduduk untuk Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 8,22 jiwa/km². Dari kepadatan tersebut di atas, Kecamatan Sekolaq Darat memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 204,99 jiwa/km² kemudian diikuti Kecamatan Melak dengan kepadatan 80,72 jiwa/ km² dan Kecamatan Barong Tongkok sebesar 65,11 jiwa/km². Sebaliknya Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Bentian Besar dengan kepadatan penduduk 2,70 jiwa/km², diikuti Kecamatan Linggang Bigung dengan 2,91 2 jiwa/km² dan Siluq Ngurai yang kepadatan penduduk 3,65 jiwa/ km . Dari jenis kelaminnya, berbeda dengan komposisi penduduk Nasional, jumlah penduduk Kutai

  Barat yang berjumlah 167.574 jiwa terdiri 88.352 jiwa (52,72%) merupakan penduduk laki-laki dan 79.222 jiwa penduduk perempuan (47,28 %). Dengan komposisi seperti ini, terlihat bahwa penduduk laki-laki di Kabupaten Kutai Barat lebih dominan jika dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan sex rasio sebesar 113,36 yang berarti bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 113 orang laki-laki. Dominannya penduduk laki-laki terutama dipengaruhi banyaknya pekerja laki-laki yang bekerja di perusahaan tambang, perusahaan kayu dan perkebunan besar sawit. Semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Barat memiliki proporsi penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk berjenis kelamin perempuan. Rasio jenis kelamin tertinggi terdapat di Kecamatan Nyuatan yaitu sebesar 115,93 sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Sekolaq Darat dengan 109,40. Pada umumnya sex rasio berhubungan dengan tingkat urban suatu wilayah, semakin menarik suatu wilayah dijadikan tujuan urbanisasi, maka semakin banyak proporsi penduduk laki-laki di wilayah tersebut dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hal ini terjadi di Kutai Barat dimana tingkat urbanisasi relatif tinggi karena banyaknya penduduk wilayah lain yang mencari nafkah di wilayah Kutai Barat yang sebagian besar bekerja di perusahaan tambang, kayu maupun bergerak di bidang wiraswasta.

Tabel 2.1 Luas Wilayah, Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk

  

dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2015

Luas Jumlah Rumah Kepadatan Kecamatan Wilayah Kampung/ Tangga Penduduk KK/ Pddk/ Kelurahan Km² Km²

  Long Iram 1.657,95 11 2.218 7.841 1,34 4,73 Melak 179,11 6 3.988 14.458 22,27 80,72 Br. Tongkok 430,58 21 7.806 28.037 18,13 65,11 Damai 2.025,53 17 2.780 9.933 1,37 4,90 Muara Lawa 436,54 8 2.037 7.563 4,67 17,32 Muara Pahu 1.110.64 12 2.556 9.533 2,30 8,58 Jempang 744,47 12 2.958 10.727 3.97 14,41

  Bongan 2.305,31 16 2.918 10.681 1,27 4,63 Penyinggahan 192,08 6 1.200 4.375 6,25 22,78 Bentian Besar 1.287,86 9 967 3.479 0,75 2,70 Lg. Bigung 5.718,07 11 4.561 16.634 0,80 2,91

  Nyuatan 1.312,62 10 1.846 6.819 1,41 5,19 Siluq Ngurai 1.629,10 16 1.587 5.947 0,97 3,65 Mook Manor Bulatn

  960,57 14 2.670 9.232 2,78 9,61 Tering 342,22 15 3.322 12.283 9,71 35,89 Sekolaq Darat 48,94 8 2.902 10.032 59,30 204,99

  Kutai Barat 20.381,59 194 46.316 167.574 2,27 8,22 Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

Tabel 2.2 Penduduk Kutai Barat Berdasarkan Komposisi Jenis Kelamin dan Sex Ratio Per Kecamatan Tahun 2015 Kecamatan Penduduk Sex Ratio L P L+P

  Long Iram 4.193 3.648 7.841 114,94 Melak 7.556 6.902 14.458 109,48 Barong Tongkok 14.670 13.367 28.037 109,75 Damai 5267 4.666 9.933 112,88 Muara Lawa 3.955 3.608 7.563 109,62 Muara Pahu 5.005 4.528 9.533 110,53 Jempang 5.672 5.055 10.727 112,21

  Bongan 5.705 4.976 10.681 114,65 Penyinggahan 2.271 2.104 4.375 107,94 Bentian Besar 1.865 1.614 3.479 115,55 Linggang Bigung 8.714 7.920 16.634 110,03 Nyuatan 3.661 3.158 6.819 115,93 Siluq Ngurai 3.163 2.784 5.947 113.61 Mook Manor Bulatn 4.883 4.349 9.232 112,28 Tering 6.531 5.752 12.283 113,54 Sekolaq Darat 5.241 4.791 10.032 109,40

  

Kutai Barat 88.352 79.222 167.574 113,36

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

Tabel 2.3 Penduduk Kutai Barat Menurut Kelompok Umur Tahun 2015 Kelompok Umur Jumlah Rasio Jenis Kelamin

  0 - 4 9.570

  5.71

  5 - 9 15.969

  9.53 10 - 14 17.034 10.17 15 - 19 15.699

  9.37 20 - 24 14.488 8.65 25 - 29 14.426 8.61 30 - 34 16.307 9.73 35 - 39 15.188 9.06 40 - 44 12.774 7.62 45 - 49 10.391 6.20 50 - 54 7.966 4.75 55 - 59 6.521 3.89 60 - 64 4.023 2.40 65 - 69 2.700 1.61 70 - 74 2.109 1.26 75 + 2.409

  1.44 JUMLAH 167.574 100 %

  Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

  Melihat data di atas dan merujuk bahwa angka pertumbuhan penduduk sebesar 0,6%, maka dapat diproyeksikan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2020 akan berjumlah 172.662. Hasil proyeksi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Proyeksi Jumlah Penduduk Kutai Barat Tahun 2015 - 2020

  Tahun

Laki-Laki Perempuan

Jumlah

  Jumlah Jumlah 2015

  88.352 79.222 167.574

  2016 88.882 79.697 168.579 2017 89.415 80.176 169.591 2018 89.952 80.657 170.608 2019 90.492 81.141 171.632 2020 91.035 81.627 172.662

  Sumber : Hasil Analisis 2.4 Isu Strategis, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan di Kabupaten Kutai Barat.

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi.

  Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat pada tahun 2015 mencapai -1,24% dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010. Bila dihitung atas dasar harga berlaku, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 menunjukkan angka yang minus yaitu -0,83%. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan harga pertambangan dan penggalian yang memiliki proporsi terbesar dalam pembentukan PDRB, sehingga secara riil maupun nominal output mengalami penurunan. Beberapa sektor atau lapangan usaha pada tahun 2015 sebenarnya secara riil menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi seperti sektor administrasi pemerintahan, pengadaan listrik dan gas, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa pendidikan, perdagangan, hotel dan resotoran, informasi dan komunikasi, serta jasa lainnya. Namun demikian, sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi pada tahun 2015 tersebut memiliki proporsi yang relatif kecil, sehingga secara keseluruhan memiliki dampak yang tidak besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

  Bila dilihat rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun selama 2010-2015, perekonomian Kutai Barat mampu menghasilkan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 7,73%. Sektor transportasi dan pergudangan merupakan sektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun tekecil, yaitu 3,63%. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai sektor ini cenderung mengalami penurunan setiap tahun sementara sektor jasa pendidikan menunjukkan rata-rata pertumbuhan sebesar 19,23% yang merupakan sektor dengan rata- rata pertumbuhan tertinggi selama 2010-2015 dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun yang tinggi yaitu 18,94%. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek pendidikan, kesehatan, serta sosial menjadi salah satu fokus dalam pembangunan selama 2010-2015. Kondisi perekonomian yang secara umum cenderung menurun ini disebabkan kinerja yang menurun sektor pertambangan dan penggalian mulai tahun 2012, padahal sektor ini merupakan sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Kutai Barat karena besarnya proprosi terhadap PDRB. Situasi ini disebabkan baik oleh faktor internal maupun faktor eksternal.

Tabel 2.5 Rata-rata Pertumbuhan dan Pertumbuhan PDRB 2015

  Atas Dasar Harga Berlaku Rata-rata Pertumbuhan 2015

  

Lapangan Usaha Pertumbuhan 2010-

(%) 2015 (%) Pertanian

  12.18

  5.88 Pertambangan dan Penggalian 6.77 -8.63

  Industri Pengolahan

  12.86

  4.97 Pengadaan Listrik, Gas

  8.55

  35.88 Pengadaan Air

  7.34

  5.99 Konstruksi

  13.13

  9.53 Perdagangan, Hotel, Restoran

  19.05

  11.79 Transportasi dan Pergudangan

  8.09

  5.72 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

  14.46

  14.62 Informasi dan Komunikasi

  10.72

  9.53 Jasa Keuangan

  10.15

  2.02 Real Estat

  10.02

  9.48 Jasa Perusahaan

  10.67

  2.66 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

  28.05

  9.70 Jasa Pendidikan

  27.56

  17.11 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

  28.01

  19.47 Jasa lainnya

  10.49

  18.48 Produk Domestik Regional Bruto 10.51 -0.83 Atas Dasar Harga Konstan 2010 Rata-rata Pertumbuhan 2015

  

Lapangan Usaha Pertumbuhan 2010-

(%) 2015 (%) Pertanian

  5.06

  4.44 Pertambangan dan Penggalian 7.13 -5.56 Industri Pengolahan

  8.19

  5.49 Pengadaan Listrik, Gas

  10.75

  10.56 Pengadaan Air

  5.63

  2.96 Konstruksi

  6.36

  3.36 Perdagangan, Hotel, Restoran

  14.37

  5.46 Transportasi dan Pergudangan

  3.63

  2.07 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

  7.86

  7.26 Informasi dan Komunikasi

  9.98

  8.58 Jasa Keuangan

  4.69

  0.87 Real Estat

  7.24

  5.14 Jasa Perusahaan 5.76 -1.21

  Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

  17.89

  2.32 Jasa Pendidikan

  19.23

  9.83 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

  18.94

  9.87 Jasa lainnya

  4.76

  8.49 Produk Domestik Regional Bruto 7.73 -1.42

  Perekonomian Kutai Barat sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, serta sektor konstruksi. Hal tersebut nampak dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, bila dihitung dengan menggunakan rata-rata geometrik selama 2010-2014rata-rata memiliki kontribusi sebesar 59,96% untuk harga berlaku dan 60,12% untuk dasar harga konstan. Dengan demikian peran sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kutai Barat sangat dominan. Demikian pula dengan peran sektor pertanian yang juga cukup besar, yaitu rata-rata 11,94% selama 2010-2014 dan sektor konstruksi yang besarnya rata-rata 10,94%. Kontribusi sektor konstruksi yang cukup tinggi ini menunjukkan besarnya pembangunan prasarana fisik yang terjadi di Kutai Barat, baik berupa jalan, jembatan, gedung, maupun lainnya.

  Konribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan menunjukkan tren yang menurun selama 2010-2014, namun pada tahun 2015 terjadi sedikit peningkatan kontribusi. Pada tahun 2010, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 13,40%, namun pada tahun 2014 turun menjadi 11,16% dan tahun 2015 meningkat menjadi 11,82%. Namun bila dihitung menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan dari 13,40% tahun 2010, menjadi 13,54% pada tahun 2014 dan 14,45% pada tahun 2015. Kontribusi sektor ini pada tahun 2011-2013 menunjukkan penurunan. Dengan membandingkan antara harga konstan dan harga berlaku, secara umum dapat dikatakan bahwa meski secara riil kontribusi sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun namun secara nominal menunjukkan kenaikan.

  Penurunan proporsi sektor pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti nilai tambah, teknologi, pemasaran, maupun produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian.

  Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan kontribusi yang fluktuatif selama 2010-2015. Selama 2010-2012 kontribusi sektor ini bila dilihat menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan namun pada periode 2012-2015 terjadi penurunan yang cukup drastis dari 64,79% pada tahun 2012 menjadi 48,83% di tahun 2015. Pertambangan batubara, emas, dan perak merupakan jenis pertambangan yang utama. Meski demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak dapat diperbarui dan masih tingginya ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk mengembangkan sektor lain, seperti sektor industri UKM, perdagangan, jasa, pariwisata dan sebagainya.

  Kontribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan menunjukkan tren yang menurun selama 2010-2014, namun pada tahun 2015 terjadi sedikit peningkatan kontribusi. Pada tahun 2010, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 13,40%, namun pada tahun 2014 turun menjadi 11,16% dan tahun 2015 meningkat menjadi 11,82%. Namun bila dihitung menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan dari 13,40% tahun 2010, menjadi 13,54% pada tahun 2014 dan 14,45% pada tahun 2015. Kontribusi sektor ini pada tahun 2011-2013 menunjukkan penurunan. Dengan membandingkan antara harga konstan dan harga berlaku, secara umum dapat dikatakan bahwa meski secara riil kontribusi sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun namun secara nominal menunjukkan kenaikan.

  Penurunan proporsi sektor pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti nilai tambah, teknologi, pemasaran, maupun produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian. Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan kontribusi kontribusi yang fluktuatif selama 2010-2015. Selama 2010-2012 kontribusi sektor ini bila dilihat menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan namun pada periode 2012-2015 terjadi penurunan yang cukup drastis dari 64,79% pada tahun 2012 menjadi 48,83% di tahun 2015. Pertambangan batubara, emas, dan perak merupakan jenis pertambangan yang utama. Meski demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak dapat diperbarui dan masih tingginya ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk mengembangkan sektor lain, seperti sektor industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya. Sektor industri pengolahan menunjukkan kontribusi yang cenderung konstan selama 2010-2015 yaitu sekitar 4%-5% tiap tahun. Pengembangan subsektor lainnya sangat diperlukan agar ketergantungan terhadap satu subsektor saja dapat dihindari.

  Bila menggunakan pendekatan 3 sektor utama yaitu primer, sekunder, dan tersier, akan terlihat bahwa di Kutai Barat mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran struktur ekonomi. Hal ini setidak- tidaknya terlihat dari 2 aspek, yaitu: (1) rata-rata pertumbuhan nilai output dan (2) rata-rata kontribusi sektoral.

  Dari sisi pertumbuhan nilai output, sektor tersier selama 2010-2015 menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun yang tertinggi, yaitu 16,48% berdasarkan harga berlaku dan 7,72% atas dasar harga konstan. Sementara itu sektor primer menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun 2010-2015 yang negatif. Hal ini menunjukkan gejala terjadinya transformasi struktural di Kutai Barat meski belum signifikan karena kecilnya proporsi sektor tersier. Sektor primer meskipun menunjukkan tren yang negatif, bagaimanapun masih menjadi sektor yang dominan.

2.4.2 Inflasi.

  Dalam pembangunan ekonomi, faktor stabilitas harga sangat penting untuk diamati dan diperhatikan karena fluktuasi harga sangat berpengaruh pada nilai barang dan jasa yang dihasilkan, serta berdampak pada daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu alat ukur untuk melihat stabilitas harga barang dan jasa secara umum. Inflasi di Kutai Barat ini dihitung dengan menggunakan informasi indeks harga, sedangkan informasi indeks harga dihitung dengan menggunakan pendekatan PDRB deflator yaitu perbandingan antara PDRB harga berlaku dengan harga konstan. Berdasarkan infromasi indeks harga yang dihitung dengan PDRB deflator, pada tahun 2011 tingkat inflasi di Kutai Barat tergolong tinggi, yaitu 21,48% dan pada tahun 2015 mencapai hanya 0,59%. Tingkat inflasi setinggi ini disebabkan terutama oleh naiknya harga pada sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, jasa pendidikan, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Tingkat inflasi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2011 mencapai 30,44%, sektor jasa pendidikan mencapai 20,17% dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 20,18%.

Tabel 2.6 Perkembangan Laju Inflasi PDRB Deflator Lapangan Usaha

  

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015

Pertanian

  10.83

  3.05

  1.89 19.96 -0.55 Pertambangan dan

  30.44 -6.46 -2.55 -14.54 -3.25 Penggalian Industri Pengolahan

  11.03

  2.64

  1.73 7.09 -0.50 Pengadaan Listrik, Gas -9.56 -7.12 -6.80 -5.95

  22.91

  Pengadaan Air -2.17

  2.03

  3.86

  1.52

  2.94 Konstruksi

  4.81

  9.89

  2.51

  8.82

  5.97 Perdagangan, Hotel, Restoran

  7.13

  2.42

  1.93

  3.08

  6.01 Transportasi dan

  2.19

  2.87

  7.36

  5.62

  3.57 Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan

  7.18

  5.60

  5.69

  5.27

  6.86 Makan Minum Informasi dan Komunikasi

  0.48

  0.62

  0.58

  0.82

  0.87 Jasa Keuangan

  5.71

  7.53

  7.27

  4.54

  1.14 Real Estat

  3.14

  1.08

  2.80

  1.84

  4.13 Jasa Perusahaan

  5.12

  7.64

  5.35

  1.28

  3.93 Administrasi Pemerintahan,

  4.99

  

18.99

  6.19

  6.32

  7.21 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan

  20.17

  0.99

  4.06

  4.07

  6.63 Jasa Kesehatan dan Kegiatan

  20.18

  2.68

  3.80

  3.64

  8.74 Sosial Jasa lainnya

  3.11

  4.00

  3.37

  7.84

  9.21 Produk Domestik Regional 21.48 -1.92 -0.70 -4.55

  0.59 Bruto Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015

  Setelah tahun 2011, inflasi menunjukkan penurunan yang sangat drastis bahkan terjadi deflasi sebesar -1,92%. Defflasi ini terus berlanjut hingga 2014 yang besarnya mencapai -4,55%. Selama 2011-2014 beberapa sektor yang menunjukkan kenaikan harga tinggi adalah sektor pertanian bahkan pada tahun 2014 inflasi di sektor ini mencapai 19,96%. Apabila dilihat secara keseluruhan, terlihat bahwa inflasi tahun 2012 hingga 2014 menunjukkan penurunan yang sangat drastis. Sektor pendidikan misalnya dari inflasi 20,17% di tahun 2011 menjadi hanya 0,99% di tahun 2012. Sebagian sektor dan subsektor menunjukkan penurunan inflasi di tahun 2012. Beberapa sektor dan subsektor yang menunjukkan kenaikan harga dari 2011 ke 2012 misalnya subsektor perikanan, subsektor pertambangan dan penggalian lainnya, subsektor pengadaan air,sektor konstruksi, sektor transportasi dan pergudangan, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor informasi dan komunikasi, subsektor penyediaan jasa akomodasi, subsektor administrasi pemerintahan, serta subsektor jasa lainnya.

  Hampir semua sektor dan subsektor memiliki pola perkembangan laju inflasi yang fluktuatif selama 2011-2015. Tidak ada sektor atau subsektor yang menunjukkan tren inflasi yang terus meningkat atau menurun. Hal ini menggambarkan bahwa selama periode 2011-2015 perekoonmian Kutai Barat berjalan dinamis. Faktor penyebab inflasi sendiri bisa berasal dari internal (domestic inflation) maupun eksternal

  

(imported inflation). Tingginya inflasi dapat didorong oleh faktor cost push inflation atau demand pull

inflation. Oleh karena itu diperlukan strategi dan kebijakan yang mampu mengendalikan laju inflasi di

  Kabupaten Kutai Barat melalui pengamatan dan kajian sumber-sumber penyebab terjadinya inflasi.

2.4.3 PDRB Per Kapita.

  PDRB dan inflasi di atas dapat menggambarkan kondisi perekonomian Kutai Barat secara umum, namun belum dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, dapat dilihat secara umum berdasarkan PDRN atau pendapatan per kapita, yaitu PDRB atau pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Meskipun barangkali ukuran ini memiliki kelemahan, namun setidak- tidaknya dapat memberikan gambaran perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro.

  Berdasarkan perhitungan harga berlaku, pada tahun 2015 PDRB per kapita mencapai 90,866 juta. Jumlah PDRB per kapita mengalami peningkatan selama 2010-2013 dan pada tahun 2014 terjadi sedikit penurunan menjadi 146,36 juta.

Gambar 2.1 Grafik PDRB Perkapita Tahun 2010 - 2014 (Ribu Rp)

  

PDRB Perkapita (Ribu Rp)

152427.53

150248.7

  146361.45 129731.52 90866.83

2010 2011 2012 2013 2014

  Sumber: PDRB Kutai Barat 2010-2014 Meskipun secara nominal teradi kenaikan selama 2010-2013 namun sebenarnya secara relatif selama 2010-2014 pertumbuhan PDRB perkapita menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2011 pertumbuhan PDRB perkapita mencapai 42,77% dan pada tahun 2012 pertumbuhan menurun menjadi 15,82%. Selanjutnya pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB perkapita hanya 1,45% bahkan pada tahun 2014 turun menjadi negatif yaitu -3,98%.

  Kondisi ini menunjukkan bahwa secara absolut selama 2010-2014 tingkat kesejahteraan penduduk mengalami peningkatan namun pertumbuhan peningkatan tersebut semakin lama semakin mengecil, bahkan negatif. Situasi ini perlu diwaspadai dan diantisipasi. Kondisi yang demikian disebabkan antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung mengecil yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.

2.4.4 Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan.

  Dari sisi distribusi pendapatan yang diukur menggunakan Koefisien Indeks Gini menunjukkan bahwa kinerja distribusi pendapatan di Kutai Barat semakin menurun dalam arti tingkat ketimpangan cenderung semakin besar. Namun, angka tersebut masih dalam kelompok ketimpangan yang rendah karena di bawah 0,3. Pada tahun 2011, Indeks Gini Kutai Barat menunjukkan angka 0,2435, tahun 2012 meningkat cukup tajam menjadi 0,2967. Namun bila dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan Timur, indeks gini Kutai Barat relatif jauh lebih baik.

Tabel 2.7 Perbandingan Nilai Indeks Gini Antar Daerah

  Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014

  Pasir

  0,3119 0,3588 0,2755 0,3070

  

Kutai Barat 0,2435 0,2967 0,2858 0,2855

Kutai Kartanegara 0,2992 0,2984 0,3072 0,3117

Kutai Timur 0,2913 0,3099 0,3107 0,3047

Berau 0,3190 0,3076 0,3305 0,3204

Malinau 0,3303 0,3529 0,3257 0,3107

Bulungan 0,3409 0,4032 0,2965 0,3025

Nunukan

  0,3356 0,3496 0,2478 0,3100

  

Penajam Paser Utara 0,3046 0,3241 0,3264 0,3255

Tana Tidung 0,3137 0,2955 0,2419 0,2722

Balikpapan 0,3292 0,3608 0,3061 0,3370

  

Samarinda 0,3066 0,3332 0,3115 0,3076

Tarakan

  0,2679 0,3080 0,3349 0,3240

  

Bontang 0,3694 0,3913 0,3564 0,3533

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2015

  Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kutai Barat membawa dampak pada peningkatan ketidakmerataan meski relatif sangat kecil. Data pembagian pendapatan yang dihitung dengan pendekatan Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2009, sebanyak 15,99% penduduk menikmati 40% bagian yang terendah dari pendapatan di Kutai Barat, dan 45,67% menikmati 20% bagian tertinggi dari pendapatan di Kutai Barat. Pengembangan sektor ekonomi yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi tingkat kesenjangan di Kutai Barat. Demikian pula dengan perluasan akses masyarakat dalam beraktivitas ekonomi serta akses ke pendanaan, akan terus diupayakan dalam rangka memperkecil tingkat ketimpangan yang ada.

2.4.5 Kondisi Lingkungan Strategis.

  Dari aspek topografi Kabupaten Kutai Barat didominasi oleh lahan dengan topografi datar (97,76%) dan curam (0,18%) dan selebihnya dengan kondisi bergelombang. Wilayah dengan topografi pegunungan hanya mencapai 0,20% dari luas seluruhnya tersebut, berada di bagian Barat Laut Kabupaten Kutai Barat.

  Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam. Secara keseluruhan, terdapat 28 gunung di Kutai Barat yang tersebar di berbagai kecamatan. Kecamatan Bongan merupakan kecamatan yang memiliki gunung paling banyak, yaitu 9 buah gunung. Terdapat 2 dengan ketinggian di atas 1.000 meter, yaitu Gunung Meratus dengan ketinggian 1.225 meter serta Gunung Konut dengan ketinggian 1.149 meter. Kedua gunung tersebut berada di Kecamatan Bongan. Selain pegunungan, Kutai Barat juga memiliki sungai-sungai besar sebanyak 9 sungai dengan panjang kurang lebih 688,88 kilometer. Sungai yang terpendek adalah Sungai Barong sepanjang 28,5 km dan sungai terpanjang adalah Sungai Mahakam sepanjang 220 km.

  Kutai Barat memiliki 16 kecamatan dengan 190 desa/kampung dan 4 kelurahan. Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kampung paling banyak yaitu 21 kampung sedangkan kecamatan dengan jumlah kampung paling sedikit adalah Kecamatan Melak dan Penyinggahan yang masing-masing memiliki 6 kampung. Kutai Barat menjadi daerah di Kalimantan Timur, yang memiliki persentase jumlah desa terbanyak di daerah lembah atau daerah aliran sungai. Berdasarkan data BPS 2010, sebanyak 128 desa/kampung atau 65,98% desa di Kutai Barat berlokasi di daerah aliran sungai, kemudian 65 desa/kampung atau 33,89% desa berlokasi di dataran, dan sisanya 1 desa/kampung atau 0,52% desa berlokasi di lereng pegunungan atau bukit. Kondisi wilayah dengan topografi lereng kemiringan curam berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak). Besar-kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng.

  Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kampung terbanyak yang berada di dataran yaitu 19 desa/kampung dari 21, sedangkan Kecamatan Siluq Ngurai merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kampung terbanyak yang berlokasi di lembah/DAS yaitu 16 desa/kampung. Beberapa kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di lembah/DAS adalah Penyinggahan, Muara Pahu, dan Siluq Ngurai. Sementara itu kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di dataran semua adalah Sekolaq Darat. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah untuk jenis komoditi yang diusahakan masyarakat.

  Dalam aspek klimatologi, unsur iklim yang utama adalah curah hujan, temperatur, kecepatan angin dan kelembapan udara. Iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim tropika humid yang ditandai dengan intensitas hujan yang tinggi dan nilai curah hujan yang besar. Daerah beriklim tropika humid tidak mempunyai batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Temperatur berkisar antara 22 -30 . Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Januari sedangkan temperatur maksimum terjadi antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus. Daerah beriklim seperti ini tidak mempunyai perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim angin barat hujan turun sekitar sekitar bulan Agustus sampai bulan Maret, sedangkan pada musim timur hujan relatif kurang, hal ini terjadi pada sekitar bulan April sampai bulan September.

Gambar 2.2 Grafik Rata-rata Curah Hujan per Tahun 2011-2015

  

Rata-rata Curah Hujan/Tahun

450 400 350 300 250 200 150 100

50 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015 dan 2016

2.4.6 Wilayah Rawan Bencana.

  Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BPBD Provinsi Kalimantan Timur tahun 2015, sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar pada daerah aliran sungai. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu, dilihat dari banyaknya desa/kampung yang terletak di DAS serta tingginya curah hujan, Kutai Barat juga tergolong rawan bencana alam banjir terlebih dengan kondisi hutan yang semakin buruk dimana banyak terjadi penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut terdapat sekitar 3.500 rumah di Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.

2.5 Isu-isu Strategis Terkait Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya.

2.5.1 Urusan Pekerjaan Umum.

  Urusan pekerjaan umum merupakan urusan yang berkaitan dengan pembangunan secara fisik. Selama beberapa tahun terakhir pembangunan fisik di Kutai Barat menunjukkan peningkatan yang cukup tajam, dan pemerintah memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur yang mampu mendukung aktivitas masyarakat, sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi.

  Total panjang jalan di Kutai Barat sampai dengan Tahun 2015 adalah sepanjang 1.994 km berkurang dibanding panjang jalan pada tahun 2014 dan 2013. Hal ini disebabkan karena adanya pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten pada tahun 2013, yaitu Mahakam Ulu. Selama 2013-2015 hanya panjang jalan desa dan jalan provinsi yang berkurang sedangkan panjang jalan yang lain menunjukkan peningkatan. Jika dibandingkan dengan data tahun 2013, maka tahun 2014 terdapat Pembangunan Jalan yaitu Pembukaan jalan baru panjang 12,66 Km, Peningkatan Jalan 58,45 Km serta pemeliharaan jalan sepanjang 3,8 Km. peningkatan panjang jalan tersebut dikarenakan dibuka jalan-jalan baru yang berstatus jalan Kabupaten dan Jalan Desa guna mengakses Desa/Kampung satu dengan Desa/Kampung lainnya.

Tabel 2.9 Perkembangan Pembangunan Jalan

  Tahun Status Jalan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

  Jalan Nasional 184,75 184,75 184,75 184,75 233,4 233,4 Jalan Provinsi 719,5 719,5 719,5 719,5 99,7 99,7

  Tahun Status Jalan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

  Jalan Kabupaten 1.015,43 1.278,20 1.434,36 1.665,37 1.177,27 1.198,58 Jalan Desa 75,2 147,62 198,6 229,58 268,94 227,24 Non-Status 55,6 80,34 100,54 130,35 227 235,08 Jumlah 2.050,48 2.410,41 2.637,75 2.929,55 2.006,31 1.994,00 Sumber: LAKIP 2014 dan 2015

  Kondisi geografis Kutai Barat serta jarak antar kecamatan merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan pengerasan jalan. Prioritas pembangunan jalan adalah jalan yang mampu meningkatkan akses masyarakat antar wilayah, sehingga mampu mendukung aktivitas ekonomi dan distribusi barang dan jasa di Kutai Barat. Selain itu, pembangunan jalan diharapkan mampu mengatasi keterisoliran beberapa kampung atau daerah yang terjadi selama ini. Kelancaran akses antar wilayah akan mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga tingkat ketimpangan pembangunan dan kondisi sosial ekonomi yang ada diantara wilayah dapat direduksi.

  Bila kondisi jalan diklasifikasikan sesuai kondisinya, maka kondisi jalan di Kutai Barat terdiri dari jalan dalam kondisi mantap baik 1.004,81 km, kondisi mantap sedang 754,10 km, kondisi rusak ringan 136,35 km, rusak berat 98,74 km. Dari data tersebut berarti diketahui bahwa ruas jalan dalam dengan kondisi mantap telah mencapai sekitar 88% dibanding pada tahun tahun sebelumnya yang mencapai 85,6%.

  Pembangunan di bidang pengairan juga menjadi perhatian pemerintah. Saluran irigasi primer pada tahun 2010 memiliki panjang 66,5 km dan pada tahun 2014 menjadi 45,5 km dan tahun 2015 menjadi 49,80 km. Penurunan panjang irigasi ini disebabkan karena adanya pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten. Dari jumlah tersebut 41,1 km atatu 90,32% irigasi dalam kondisi baik dan tahun 2015 menjadi 96,87%.

Tabel 2.10 Pembangunan Saluran Irigasi

  Tahun DATA IRIGASI 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Panjang Irgasi (Km) 86,61 45,467 49,80

  66,5 73,5 82,73

  Irigasi dengan 82,66 41,110 48,24

  60,5 66,5 77,59

  Kondisi Baik (Km) Sumber: Dinas pekerjaan Umum Kutai Barat 2014 dan 2015

  Pembangunan saluran irigasi dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi pertanian masyarakat serta memperlancar debit air untuk mengatasi kemungkinan adanya banjir. Namun, kondisi alam Kutai Barat terkadang menjadi salah satu hambatan pembangunan saluran irigasi.

  2.5.2 Perumahan dan Penataan Ruang.

  Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

  Proporsi luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Sendawar sebagai Ibukota Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 30% sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007. Sampai saat ini rasio Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Sendawar baru mencapai 10,04% atau seluas 2.068,8 ha dari luas target yang ditetapkan pada tahun 2014 sebesar 20% atau 4.118,2 ha terhadap luas wilayah Kawasan Perkotaan sebesar 20.591 ha, pada tahun 2014 tidak ada penambahan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar tetap dengan nilai capaian 10,04% atau seluas 2.068,8 ha. Upaya untuk meningkatkan rasio Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar akan terus dilakukan melalui pembangunan Hutan Kota, alun-alun, pembangunan jalur hijau dan optimalisasi RTH Privat sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sendawar dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dalam perkotaan Sendawar.

  Indikator Ruang Terbuka Hijau (RTH) persatuan luas wilayah tidak mengalami peningkatan dikarenakan pembangunan kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, masih dalam proporsi tata ruang yang diperuntukan untuk RTH dan belum ada penambahan kawasan baru.