PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

PAPER
PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Drs. H. Mochamad Mustam MS.

Penulis

: Ardana Maulida Rahma ( 152010017/ 2015)

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2017

1) KEPEGAWAIAN

A. PENGERTIAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Istilah Administrasi Kepegawaian atau personnel administration di Amerika serikat
dipergunakan dalam bidang pemerintahan, sedangkan personnel management dipergunakan
dalam bidang bisnis. Di Indonesia ada kecenderungan menggunakan istilah manajemen
kepegawaian (personnel management), baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang
bisnis.

Administrasi Kepegawaian adalah seni memilih pegawai-pegawai baru dan
mempekerjakan pegawai-pegawai lama sedemikian rupa sehingga dari tenaga kerja itu diperoleh
mutu dan jumlah hasil serta pelayanan yang maksimum (Felix A. Nigro,1963:36).
Sehubungan dengan perumusan tersebut, maka fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan dari
administrasi kepegawaian menurut Felix A. Nigro meliputi :
1) Pengembangan struktur organisasi untuk melaksanakan program kepegawaian termasuk
didalamnya tugas dan tanggung jawab dari setiap pegawai yang ditentukan dengan jelas
dan tegas.
2) Penggolongan jabatan yang sistematis dan perencanaan gaji yang adil dengan
mempertimbangkan adanya saingan yang berat dari sektor swasta.
3) Penarikan tenaga kerja yang baik
4) Seleksi pegawai yang menjamin adanya pengangkatan calon pegawai yang cakap dan
penempatannya dalam jabatan-jabatan yang sesuai.
5) Perencanaan latihan jabatan dengan maksud untuk menambah keterampilan pegawai,
memotivasi semangat kerja dan mempersiapkan mereka untuk kenaikan pangkat.
6) Penilaian kecakapan pegawai secara berkala dan teratur dengan tujuan meningkatkan
hasil kerjanya dan menentukan pegawai-pegawai yang cakap.
7) Perencanaan kenaikan pangkat yang didasarkan atas kecakapan pegawai dengan adanya
sistem jabatan, di mana pegawai-pegawai yang baik ditempatkan pada jabatan-jabatan
yang sesuai dengan kecakapannya, sehingga mereka dapat mencapai tingkat jabatan yang

paling tinggi.
8) Kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki hubungan antar manusia
9) Kegiatan-kegiatan untuk memelihara dan mempertahankan moril serta disiplin pegawai
Sementara itu Glenn O Stahl, merumuskan administrasi kepegawaian sebagai
keseluruhan yang berhubungan dengan sumber-sumber manusia dari organisasi (1962:15).
Fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan dalam administrasi kepegawaian menurut Stahl meliputi :
a. Penentuan yurisdiksi
b. Pengusahaan tenaga kerja

c. Pengujian pelamar-pelamar dan pengembangan daftar dari calon-calon yang lulus dalam
ujian
d. Pengurusan sistem sertifikasi dan penggunaan dari daftar calon-calon yang lulus ujian,
pengurusan masa percobaan dan prosedur-prosedur penempatan kembali dalam jabatanjabatan lama
e. Pembuatan standar-standar untuk penggolongan tugas-tugas jabatan
f. Pengurusan daftar-daftar pembayaran
g. Penentuan kebijaksanaan yang luas dan prosedur yang distandarisasi tentang hal-hal
seperti masa percobaan, pemindahan dan kenaikan pangkat, kehadiran dan cuti, tingkah
laku dan disiplin, pemberhentian dan keluhan-keluhan
10) Pengembangan petunjuk dan informasi serta mendorong praktik yang terbaik dalam
pengawasan, program-program, kesehatan dan keamanan, penilaian prestasi kerja,

lingkungan kerja, rekreasi, dan latihan jabatan.
11) Penyelenggaraan riset kepegawaian
12) Penyelenggaraan latihan jabatan
13) Pelaksanaan sistem pemensiunan pegawai
14) Pemeliharaan rencana yang membangun mengenai hubungan masyarakat
15) Pemberian saran-saran mengenai manajemen kepegawaian dan perbaikan kebijaksanaan
secara berkala kepada pimpinan atasan
Menurut Prof. Dr. R Arifin Abdulrachman, Administrasi kepegawaian negara adalah
salah satu cabang dari administrasi negara yang berkaitan dengan segala persoalan mengenai
pegawai-pegawai negara (1960:5). Selanjutnya kegiatan-kegiatan administrasi kepegawaian
negara meliputi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)


Analisa jabatan, klasifikasi jabatan dan evaluasi jabatan
Recruitment, ujian-ujian dan penempatan
Training
Promosi dan transfer
Penggajian
Employee counseling
Personnel relations
Disiplin dan moral
Catatan kepegawaian

Paul Pigors dan Charles A. Myers serta Thomas G Spates berpendapat bahwa
administrasi kepegawaian adalah suatu tata cara atau prosedur tentang cara-cara mengorganisasi
dan memperlakukan orang yang bekerja sedemikian rupa sehingga mereka masing-masing
mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari kemampuannya, jadi memperoleh efisiensi yang
maksimum untuk dirinya sendiri dan golongannya. Disamping itu untuk perusahaan, di mana
mereka merupakan bagian yang menentukan keuntungan yang bersifat kompetitif dan hasil yang
optimum (1961:12)

Kalau kita perhatikan rumusan di atas, nampak bahwa perumusan tersebut ditekankan pada dua

hal, yakni:
1. Administrasi kepegawaian didasarkan atas suatu tata cara, dari mana diperoleh sudut
pandangan dan teknik-teknik mengawasi orang-orang yang sedang bekerja.
2. Administrasi kepegawaian yang baik membantu individu untuk bekerja dengan sebaikbaiknya dan tidak hanya untuk mendapatkan kepuasan individu yang maksimum dari
pekerjaannya, tetapi juga kepuasan sebagai bagian dari suatu kelompok pekerjaan.
Dalam perumusan ini anggapan bahwa jika orang-orang diperlakukan sebagai individu
yang mempunyai tanggung jawab dan juga sebagai anggota kelompok yang bekerja sama, maka
mereka akan memberikan kontra prestasi dengan jalan melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya
untuk organisasi, di mana mereka merupakan bagian yang penting. Hal ini menunjukkan bahwa
demokrasi adalah lebih kuat dan lebih efektif dari pada paham otoriter dan bahwa baik dalam
organisasi perusahaan maupun pemerintahan pegawai-pegawai akan lebih berbahagia dan akan
bekerja lebih efektif dari pada jika mereka selalu disodori dengan aturan-aturan (ditekankan pada
pekerjaan, tidak bebas bekerja).
Menurut Lawrence A. Appley, manajemen dan administrasi kepegawaian adalah satu dan
tidak dapat dibedakan satu sama lain. Administrasi kepegawaian mula-mula menjadi bagian dari
manajemen ilmiah, terutama dalam hubungannya dengan employment, ujian, penempatan,
penentuan upah dan penilaian hasil kerja. Manajemen yang baik berarti memperoleh hasil yang
efektif melalui orang-orang. Manajer yang berhasil mendapatkan orang-orang untuk diajak
bekerja sama, bukan karena ia mempunyai kekuasaan terhadap mereka dan dapat memerintahkan
untuk melaksanakan pekerjaan yang dikehendakinya, akan tetapi karena ia merupakan seorang

pemimpin yang dicintai oleh orang-orang bawahannya, sehingga orang-orang ini suka bekerja
dengan giat dan sebaik-baiknya. Mendapatkan kerja sama yang ikhlas dari bawahan merupakan
persoalan manajemen.
Manajemen memberikan instruksi-instruksi yang jelas dan latihan-latihan yang efektif,
sehingga orang-orang tersebut mengetahui dan cakap serta terampil mengerjakan apa yang
diharapkan. Manajemen mengawasi hasil-hasil pekerjaan dari orang-orang bawahan secara terus
menerus dan memberitahukan bagaimana sebaiknya mereka harus bekerja. Manajemen harus
terus menerus berusha mencapai hasil pekerjaan yang lebih baik, dengan jalan mendorong,
mengajak, memberi semangat dan motivasi. Dari uraian ini jelaslah bahwa manajemen
kepegawaian sesungguhnya sama dengan administrasi kepegawaian (1961:6)
Dalam kamus administrasi , administrasi kepegawaian dirumuskan sebagai segenap
aktivitas yang bersangkut paut dengan masalah penggunaan tenaga kerja manusia dalam suatu
usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (1968:195). Aktivitas administrasi kepegawaian
terutama berkisar pada penerimaan, pengembangan, pemberian balas jasa dan pemberhentian.

Fungsi-fungsi administrasi kepegawaian secara terperinci dikemukakan oleh William E Mosher
dan J Donald Kingsley. Menurut keduanya fungsi administrasi kepegawaian yang luas dan up-todate adalah
1) Klasifikasi- yurisdiksi
2) Klasifikasi – kewajiban
3) Penarikan tenaga kerja

4) Seleksi dan sertifikasi
5) Percobaan
6) Penilaian kecakapan pegawai
7) Pemindahan
8) Kenaikan pangkat
9) Penempatan kembali dalam jabatan lama
10) Latihan dan pendidikan
11) Kehadiran , absensi
12) Pengeluaran pegawai
13) Disipilin
14) Pengajuan keberatan
15) Kompensasi, imbalan jasa
16) Pemeriksaan daftar pembayaran/gaji
17) Pensiun
18) Keluhan dan saran
19) Kesehatan, rekreasi dan kesejahteraan
20) Lingkungan kerja
21) Kerjasama pegawai
22) Kerjasama pegawai- atasan
23) Peraturan dan ketentuan

24) Penyelidikan atas pelaksanaan undang-undang
25) Riset
26) Hubungan masyarakat.

B. DOKUMEN TATA NASKAH
Tata naskah kepegawaian adalah sistem penyimpanan dan pemeliharaan surat / keputusan
di bidang kepegawaian yang dikeluarkan / ditetapkan oleh pejabat yang berwenang yang disusun
secara teratur, tertib, dan terus menerus dalam media yang ditetapkan sesuai dengan keperluan.






Berkas Perseorangan adalah arsip yang tercipta dalam rangka perjalanan karier orang
perseorangan, pegawai di Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintah
Arsip Dokumentasi Kepegawaian adalah informasi mengenai perkembangan karier PNS
yang disusun berdasarkan Arsip Dokumentasi Kepegawaian dari instansi yang
bersangkutan.
Pengelolaan arsip kepegawaian Dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pentingnya

dokumen/berkas tata naskah/arsip Kepegawaian PNS sebagai salah satu sumber
informasi manajemen kepegawaian yang dapat membentuk citra positif arsip/tata naskah
kepegawaian.
Fungsi ketersediaan dokumen tata naskah kepegawaian antara lain sebagai:

1) Bukti fisik yang disusun secara kronologis sejak seorang PNS menjadi pegawai sampai
dengan purna tugas.
2) Instrumen yuridis jika terjadi sengketa pegawai.
3) Bukti akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
Jenis arsip kepegawaian
1. Formasi Pegawai
2. Penerimaan Pegawai.
3. Pengangkatan Pegawai.
4. Pembinaan Karir Pegawai
5. Penyelesaian Pengelolaan Keberatan Pegawai.
6. Mutasi Pegawai.
7. Administrasi Pegawai.
8. Kesejahteraan Pegawai.
9. Proses Pemberhentian Pegawai/Pensiun.
10. Keputusan Pemberhentian Pegawai/Pensiun.

11. Perselisihan/Sengketa Kepegawaian.
12. Pemberian Tanda Jasa/Penghargaan.
13. Data Kepegawaian.
14. Dokumentasi Kepegawaian.
15. Berkas Perorangan Pegawai Negeri Sipil.

C. FORMASI, PANGKAT DAN JABATAN PEGAWAI
1. FORMASI PEGAWAI
Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai
Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis,
sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.

Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi Negara mempunyai
jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing
satuan organisasi. Formasi ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka waktu
tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber
daya manusia yang diperlukan.
a)


Analisis Kebutuhan Pegawai

Analisis kebutuhan pegawai merupakan dasar bagi penyusunan formasi. Analisis
kebutuhan pegawai adalah suatu proses perhitungan secara logis dan teratur dari segala dasardasar/faktor-faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat
Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu
melaksanakan tugasnya secara berdayaguna, berhasil guna dan berkelanjutan Analisis kebutuhan
dilakukan berdasarkan:
a)
b)
c)
d)
e)

Jenis pekerjaan,
Sifat pekerjaan,
Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang PNS dalam jangka waktu tertentu,
Prinsip pelaksanaan pekerjaan, dan
Peralatan yang tersedia.
b)

Penetapan Formasi

Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah
memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:
a. Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat
b. Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah
Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian
Negara atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.
Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah
Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masingmasing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan usul dari Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur. Formasi yang telah ditetapkan
berlaku dalam tahun anggaran yang bersangkutan, sehingga lowongan formasi yang tidak diisi

pada tahun anggaran yang bersangkutan, tidak dapat digunakan untuk tahun anggaran
berikutnya. Dalam menetapkan formasi untuk setiap tahun anggaran harus memperhatikan halhal sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (bezetting) yang ada,
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang naik pangkat,
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, pensiun, atau meninggal dunia, dan
Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil menurut jabatan dan pendidikan/jurusannya.

2. PANGKAT PEGAWAI
Pangkat adalah kedudukan yang Menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS)berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai
dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan
pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara, serta sebagai dorongan kepada Pegawai
Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat
dapat dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat pada
waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang Pegawai Negeri
Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut:
Golongan Ia = Pangkat Juru Muda
Golongan Ib = Pangkat Juru Muda Tingkat 1
Golongan Ic = Pangkat Juru
Golongan Id = Pangkat Juru Tingkat 1
Golongan IIa = Pangkat Pengatur Muda
Golongan IIb = Pangkat Pengatur Muda Tingat 1
Golongan IIc = Pangkat Pengatur
Golongan IId = Pangkat Pengatur Tingkat 1
Golongan IIIa = Pangkat Penata Muda
Golongan IIIb = Pangkat Penata Muda Tingkat 1
Golongan IIIc = Pangkat Penata
Golongan IIId = Pangkat Penata Tingkat 1
Golongan IVa = Pangkat Pembina

Golongan IVb = Pangkat Pembina Tingkat 1
Golongan IVc = Pangkat Pembina Utama Muda
Golongan IVd = Pangkat Pembina Utama Madya
Golongan IVe = Pangkat Pembina Utama

Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negri Sipil / PNS
baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP,
golongan dan pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai berikut di bawah
ini.
Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a
Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b
Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a
Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b
Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c
Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a
Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b

Pegawai
Sumber : bkn.go.id

baru

lulusan

S3

atau

sederajat

=

Pada tahun 2013 ada perubahan Jabatan Fungsional guru yang hanya 4 tingkatan, yaitu :
1)

Golongan III/a – III/b dengan sebutan Guru Pertama

2)

Golongan III/c – III/d dengan sebutan Guru Muda

3)

Golongan IV/a – IV/c dengan sebutan Guru Madya

4)

Golongan IV/d – IV/e dengan sebutan Guru Utama

III/c

3. DAFTAR PENILAIAN PRESTASI PEGAWAI (DP3)

A.

PENGERTIAN

DP3 adalah penilaian yang diberikan atasan bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan
pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS, dan dilaksanakan dalam kurun waktu sekali
setahun oleh pejabat penilai, yang dituangkan dalam daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
(DP3). Tujuan dari membuat DP-3 adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan
seorang PNS, dan untuk mengetahui kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh PNS yang
bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.
DP-3 juga bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam
pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

B.

DASAR HUKUM
 Undang-undang Nomor Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor Nomor 43 Tahun 1999;
 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun
2000. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai
Negeri Sipil;
 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tanggal 11 April
2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000;
 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 17 Juni
2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002;
 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 21 April
2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003;
 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 03/SE/1976
tanggal 1 Maret 1976 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Pejabat Negara.

C.

UNSUR YANG DINILAI
1. KESETIAAN

Yang dimaksud kesetiaan adalah kesetiaan, ketaatan dan pengabdian kepada Pancasila,
UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi
negara dan abdi masyarakat wajib setia, taat dan mengabdikan sepenuhnya kepada Pancasila dan
UUD 1945 negara dan Pemerintah
2. PRESTASI KERJA
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang PNS dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan, juga pada umumnya prestasi kerja seorang PNS antara lain dipengaruhi
oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman dan kesanggupan PNS yang bersangkutan.
3. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang PNS menyelesaikan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktunya serta berani memikul resiko
yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya
4. KETAATAN
Ketaatan adalah kesanggupan seorang PNS, untuk mentaati segala peraturan perundangundangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang berlaku.
5. KEJUJURAN
Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang PNS
untuk melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang
diberikan kepadanya

6. KERJASAMA
Kerjasama, adalah kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama dengan orang
lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai dayaguna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya
7. PRAKARSA
Prakarsa adalah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan, langkah-langkah
atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa
menunggu perintah dari atasan
8. KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain, sehingga
dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian kepemimpinan
hanya dikenakan bagi PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang
memangku suatu jabatan.

D.

PEJABAT PENILAI

Pejabat penilai adalah atasan langsung dari PNS yang dinilai, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang
setingkat dengan
itu, kecuali
ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan, Lembaga Tertinggi/
Tinggi
Negara, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur dalam lingkungan masing-masing.
2) Pejabat penilai dapat memberikan penilaian apabila ia telah membawahi PNS yang
bersangkutan
sekurang-kurangnya
6
bulan,
kecuali untuk suatu mutasi
kepegawaian maka pejabat penilai dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan
dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan leh pejabat yang lama.
3) Pejabat peniaia berkewajiban melakukan penilaian terhadap PNS yang secara langsung
berada dibawahnya.
4) Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap tahun, jangka waktu
penilaian mulai bulan
Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang
bersangkutan.

E.

TATA CARA PENILAIAN

Penilai P3 dilakukan dengan mengisi format penilaian yang sudah ada lampirannya yakni
lampiran peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1979. Nilai dinyatakan dengan sebutan dan
angka sebagai berikut:
Amat baik : 91 – 100
Baik

: 76 – 90

Cukup

: 61 – 75

Sedang

: 51 – 60

Kurang

: 51 ke bawah

Setelah melakukan penilaian kemudian selanjutnya hasil penilaian tersebut dituangkan
dalam DP3, DP-3 yang dibuat dan telah ditandatangani oleh pejabat penilai diberikan secara
langsung kepada PNS yang dinilai oleh pejabat penilai. Apabila tempat bekerja antara pejabat
penilai dengan PNS yang dinilai berjauhan, maka DP-3 dikirimkan kepada PNS yang dinilai.
PNS yang dinilai wajib mencantumkan tanggal
penerimaan DP3 yang dikirimkan kepadanya pada
ruangan yang
disediakan.
Apabila PNS yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya, ia menendatangani DP3 tersebut pada tempat yang disediakan, kemudian
mengembalikan DP-3
tersebut
kepada pejabat penilai selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari terhitung mulai ia menerima DP-3
itu.
DP-3 yang telah
ditandatangani oleh PNS yang dinilai diteruskan oleh pejabat penilai kepada
atasan pejabat penilai dalam waktu sesingkat mungkin untuk mendapatkan pengesahan.

F.

PENYAMPAIAN DP 3

DP-3 yang dibuat dan telah ditandatangani oleh pejabat penilai diberikan secara langsung
kepada PNS yang dinilai oleh pejabat penilai. Apabila tempat bekerja antara pejabat penilai
dengan PNS yang dinilai berjauhan, maka DP-3 dikirimkan kepada PNS yang dinilai. PNS yang
dinilai wajib mencantumkan tanggal penerimaan DP-3 yang dikirimkan kepadanya pada ruangan
yangdisediakan. Apabila PNS yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya, ia
menendatangani DP-3 tersebut pada tempat yang disediakan, kemudian mengembalikan DP-3
tersebut kepada pejabat penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia
menerima DP-3 itu. DP-3 yang telah ditandatangani oleh PNS yang dinilai diteruskan oleh
pejabat penilai kepada atasan pejabat penilai dalam waktu sesingkat mungkin untuk
mendapatkan pengesahan.

G.

PENYIMPANAN DP 3

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang
diserahi menangani urusan kepegawaian selama kurun waktu 5(lima) tahun, umpamanya Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada akhir tahun :
1)

1981 disimpan sampai dengan akhir tahun 1986

2)

1982 disimpan sampai dengan akhir tahun 1987

3)

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah lebih dari 5 tahun tidak dugunakan lagi

4)

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi PNS ;

5)

Yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a keatas dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu ;

a)

1 rangkap untuk arsip instansi yang bersangkutan

b)

1 rangkap dikirim kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara

6)

Yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d kebawah dibuat 1 rangkap.

7) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat dibuat melebihi jumlah rangkap sebagai
tersebut diatas sesuai dengan ketentuan dari menteri, jaksa Agung, pimpinan Kesekretariatan
Lembaga tertinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non departemen, dan Gubernur
kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

PENUTUP
Demikianlah makalah Kepegawaian ini kami buat dengan maksud agar dapat berguna
sebagai referensi pembelajaran seluruh siswa dan siswi SMK Negeri 2 Pacitan pada umumnya
dan sebagai referensi jurusan Administrasi Perkantoran pada Khususnya.
Kesimpulan yang dapat kita serap dari artikel yang telah dibaca adalah bahwa
Administrasi perkantoran merupakan sesuatu yang berperan penting dalam kelancaran sebuah
manajemen kantor, begitupun dengan tata naskah dokumen. Formasi pangkat dan jabatan sangat
vital bagi para pekerja dalam hal ini khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil, hal ini adalah
pengetahuan mendasar bagi pegawai negeri sebagai acuan kesejahteraan selama menjadi
Pegawai Negeri Sipil.

2. AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH DAERAH MEWUJUDKAN GOOG
GOVERNANCE
Tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang
timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan
baik dan lancar.
Mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan
juga upaya yang terus menerus.
Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari
seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara yaitu para
aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa
kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.

Menurut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (2007), Good Governance
adalah tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.
Terkait dengan itu, pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas KKN.
Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain
kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur,
pengawasan, dan pelayanan publik.
Di Indonesia, reformasi pengelolaan keuangan negara ditandai dengan pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan instansi
pemerintah pusat dan daerah membuat laporan keuangan dalam setiap pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/D kepada DPR/D. Laporan keuangan yang dimaksud adalah Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Pasal 23 UUD 1945 juga menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan
pertanggungjawaban keuangan negara segera setelah tahun anggaran berakhir, dan akan menjadi
dasar pemeriksaan oleh BPK.
Pasal tersebut menunjukkan bahwa ada kewajiban pemerintah untuk menyusun
pertanggungjawaban keuangan negara. Pernyataan tersebut juga berlaku bagi pemerintah daerah
(pemda).
Pemda juga mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keuangan daerah
dengan membuat laporan keuangan daerah.
Pemerintah daerah wajib membuat laporan kinerja pemerintah daerah (LKPD), laporan
ini adalah laporan kinerja yang dirancang untuk publik dan dipublikasikan di media atau tempattempat umum. Laporan ini diperlukan agar rakyat mengetahui apa yang sudah dilakukan
pemerintah daerahnya.
Penyajian laporan keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas
pengelolaan keuangan publik. Tidak adanya laporan keuangan memperlihatkan lemahnya
akuntabilitas.
Tuntutan akuntabilitas di sektor publik terkait dengan perlu dilakukannya transparansi
dan pemberi informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.
Pada sektor publik, instansi pemda kabupaten/kota merupakan unsur pelaksana
pemerintah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Dinas Kabupaten/Kota merupakan instansi pemerintah yang menerima dan menggunakan
anggaran untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya, oleh karena itu mempunyai kewajiban

membuat akuntabilitas kinerja sebagai suatu perwujudan pertanggungjawaban atas penerimaan
dan penggunaan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (APBD).
Sasaran akuntabilitas keuangan instansi Pemda sebagai sub sistem dari sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (instruksi Presiden Republik Indonesia No.7 Tahun
1999) adalah:
1) menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efesien,
efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.
2) terwujudnya transparansi instansi pemerintah. Ketiga, terwujudnya partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan keempat, terpeliharanya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah
Dengan tercapainya sasaran tersebut terwujudlah good governance, tetapi kondisi ini
sangat kontradiktif dengan kenyataan yang ada.
Hal ini dibuktikan dengan berbagai hasil penelitian yang menggambarkan bahwa
akuntabilitas instansi pemerintah belum berjalan sepenuhnya.
Kebutuhan akan akuntabilitas (Shoulders dan Freeman, 2003) terjadi antara (1) State and
Local Government (SLG) and their constituencies, (2) SLG and other Government, (3) the SLG,
own legislative and executive bodies.
Dalam hal ini masyarakat/konstituen dianalogikan sebagai principal yang memberi
mandat kepada agent yaitu pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.
Kepala daerah yang terpilih melalui mekanisme politik diberi kekuasaan untuk mengambil
kebijakan-kebijakan pemerintah daerah atas nama masyarakat.
Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang, yang diawali dari
akuntabilitas setiap instansi Pemda termasuk di dalamnya instansi pemerintah dinas
kabupaten/kota kepada Pemda. Selanjutnya Pemda membuat akuntabilitas untuk DPRD dan
Pemerintah Pusat.
Pada Pemda Kabupaten/Kota di Propinsi, setiap Dinas Kabupaten/kota sebagai unsur
pelaksana Pemda dan sekaligus sebagai penerima dan pengguna anggaran membuat akuntabilitas
keuangan dan kinerja sebagai perwujudan pertanggungjawaban pengguna anggaran.
Masalahnya apakah akuntabilitas yang dibuat oleh instansi Pemda dalam hal ini dinas
kabupaten/kota telah berjalan sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu akuntabilitas
keuangan yang kredibel.
yang

Akuntabilitas keuangan yang kredibel memuat informasi yang akurat/handal dan valid
menggambarkan kinerja instansi pemerintah, sekaligus sebagai perwujudan

pertanggungjawaban pengelolaan dan pengendalian sumber daya yang digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan pada instansi pemerintah yang bersangkutan.
Untuk menghasilkan akuntabilitas instansi yang kredibel perlu didukung oleh aparatur
pemerintah yang kompeten, unsur pengawasan dan pelaksanaan audit yang profesional. Hal ini
diperlukan agar akuntabilitas instansi berisi informasi yang tidak mengandung kesalahan yang
material dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Reformasi yang berlangsung telah memberikan warna dan pengaruh pada administrasi
publik, yaitu untuk menempatkan kembali fungsi aparatur pemerintahan selaku pelayan publik.
Untuk mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan harus dibarengi dengan peningkatan
kinerja pengelolaan pelayanan publik.
Masalah yang dihadapi pemerintah saat ini adalah keterbatasan aparatur Pemda yang
berkualitas, ini menjadi suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia (Enceng, dkk ; 2008)
Budiono (2010) meminta agar seluruh instansi pemerintah meningkatkan kualitas
laporan pertanggungjawaban keuangan Pemerintah dan menugaskan Wakil Presiden RI untuk
mengkoordinasikan upaya perbaikan tersebut. Untuk itu Wakil Presiden RI mengingatkan bahwa
penerapan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) wajib dilaksanakan oleh seluruh
instansi pemerintah baik pusat dan daerah.
Salah satu programnya adalah pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan
pembinaan penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya Budiono (2010) juga meminta kepada APIP
(Aparat Pengawas Intern Pemerintah) agar meningkatkan kerja samanya dengan seluruh jajaran
instansi pemerintah (baik Pusat maupun Daerah) untuk menerapkan SPIP secara optimal sesuai
dengan time frame yang ditetapkan serta merancang suatu action plan pembinaan SPIP salah
satunya dengan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme APIP.
Mardiasmo (2010) mengatakan bahwa SPIP memiliki dua dasar utama berupa penguatan
kualitas akuntabilitas keuangan negara dan tulang punggung reformasi birokrasi. Sehingga salah
satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan keuangan negara adalah reformasi birokrasi.
Jadi, semua birokrat, baik di kementerian, lembaga, pemerintah pusat, dan Pemda atau
singkatnya semua aparatur negara harus direformasi mindset dan kulturnya supaya kembali ke
jati dirinya.
Selanjutnya menurut Mardiasmo (2010) mengatakan bahwa APIP terutama BPKP sudah
mulai melakukan reposisi dan revitalisasi yang menjadikan BPKP sebagai assistant consulting.
Bukan watchdog yang mencari kesalahan, apalagi menjebak. BPKP lebih memberikan langkah
pencegahan dan memberikan nasehat.

Pada tubuh pemda terdapat aparat pengawasan fungsional pemerintah kabupaten/kota
yang membantu pimpinan daerah dalam melakukan pengawasan, apakah kegiatan yang
dilakukan oleh aparatnya sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan program yang telah
ditentukan. Pristwanto dalam Konversi KASP di Semarang, 21 April 2001 menjelaskan bahwa:
“Guna mewujudkan program good governance, profesionalisme auditor merupakan tonggak
utama dalam berkinerja. Bukti merupakan hal yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan
dianggap remeh dalam sebuah temuan pada setiap pemeriksaan. Tuntutan auditor bukan lagi
sebanyak-banyak temuan dan sebanyak-banyak kerugian yang harus dikembalikan ke kas
negara, tetapi profesionalisme sangat diutamakan.”
Internal auditor dituntut secara profesional dalam berbagai hal yang berkaitan dengan
upaya memperbaiki standar kualitas, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan,
serta tindak lanjut dan evaluasi hasil pemeriksaan.
Oleh sebab itu sikap profesionalisme internal auditor sudah menjadi tuntutan jaman,
sebab hanya yang bersikap dan berpandangan profesional yang akan memberikan kontribusi
yang besar baik bagi organisasi maupun individu.
APIP berperan dalam mengawal penyelenggaraan SPIP dan pencapaian target-target
pembangunan nasional. APIP, yang meliputi Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat
pada Kementerian Lembaga dan Inspektorat di daerah diharapkan dapat berperan sebagai quality
assurance atas kegiatan pelaksanaan pembangunan, sehingga pimpinan Instansi Pemerintah akan
memperoleh keyakinan yang memadai terhadap tercapainya tujuan pembangunan (Budiono,
2010).
Kemampuan dalam menemukan penyimpangan dan mengungkapkannya secara terbuka,
perlu didukung dengan kemampuan mempertanggungjawabkan keakuratan dan kecermatan hasil
pemeriksaan yang diungkapkan itu. Dalam hal ini, dukungan profesionalisme dan integritas
auditor menjadi taruhan.
Salah satu wujud keberhasilan auditor profesional yang nantinya dapat segera dirasakan
oleh publik/masyarakat, adalah terselenggaranya pemeriksaan sesuai dengan Standar Audit
Pemerintahan, yang dalam pelaksanaannya menerapkan kode etik pemeriksaan, dan tersajinya
hasil pemeriksaan yang profesional.
Hasil penelitian yang diperoleh penulis tahun 2012 pada Instansi Pemerintah Daerah di
beberapa Provinsi, dengan responden kepala dinas/badan dan auditor inspektorat, menunjukkan
bahwa untuk pelaksanaan audit keuangan yang dilakukan oleh APIP, terlihat bahwa rata-rata
pelaksanaan audit keuangan harus ditingkatkan.
Karena hasil audit yang dilakukan oleh auditor internal dalam hal ini inspektorat menjadi
bahan rekomendasi dan perbaikan bagi pemda untuk perbaikan pengelolaan pemda.

Data di lapangan menunjukkan bahwa perlu peningkatan pelaksanaan audit keuangan
pada seluruh SKPD yang berada di Propinsi, terutama untuk SKPD yang berada di
kabupaten/kota.
Pelaksanaan audit sektor publik berupa evaluasi yang dilakukan oleh pengawas intern
terutama untuk evaluasi input dengan outcome belum berjalan semestinya. Intensitas
pelaksanaan evaluasi input dengan outcome seharusnya lebih diperbanyak, misalnya pada SKPD
Dinas Pendidikan terdapat program pembangunan sekolah PAUD.
Pemeriksa seharusnya mengevaluasi tidak hanya sampai output berupa terbangunnya
gedung sekolah tersebut, tetapi sampai kepada manfaat dari program pembangunan sekolah Paud
tersebut. Sehingga dapat diketahui apakah program yang pemerintah jalankan benar-benar dapat
dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari
kegiatan-kegiatan dalam satu program. Outcome adalah hasil jangka panjang. Bedanya dengan
output adalah output masih dampak jangka pendek, sedangkan outcome merupakan dampak
jangka panjang terhadap program yang dilaksanakan pemerintah.
Evaluasi pengendalian intern dari hasil riset diatas seperti penerapan system pengendalian
intern, penyusunan dan penerapan aturan perilaku dan standar etika bagi pegawai, standar
kompetensi setiap tugas dan fungsi, pengungkapan kertas kerja, pengungkapan temuan serta
tindak lanjut rekomendasi perlu ditingkatkan lagi.
Dalam PP No.60 tahun 2008 telah dinyatakan bahwa audit, reviu, evaluasi, pemantauan
dan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Pada dimensi audit operasional variabel pelaksanaan audit internal sektor publik yang
diteliti, menunjukkan bahwa pelaksanaan audit operasional masih harus ditingkatkan hampir di
semua SKPD (Satuan Kerja perangkat Daerah) di Provinsi. Hasil yang diperoleh pada
pelaksanaan audit operasional bukan semata-mata kebenaran formal, tapi adalah manfaatnya
untuk meningkatkan kinerja pemerintah, dan akuntabilitas publik.
Audit operasional merupakan bentuk perluasan audit keuangan. Dilihat dari proses dan
tehnik pengauditan, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara audit
keuangan dengan audit operasional.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa audit
operasional/kinerja mencakup tujuan yang luas dan bervariasi, termasuk tujuan yang berkaitan
dengan penilaian hasil dan efektivitas program, ekonomi dan efesiensi, pengendalian internal,

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta bagaimana cara untuk
meningkatkan efektivitas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang disampaikan oleh BPK (2012), bahwa dari
hasil LHP ditemukan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal, dan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan audit internal sektor publik yang dilakukan oleh pengawas intern di SKPD
yang diteliti bertujuan meningkatkan sistem pengendalian dan formulasi sinerji fungsi
pengawasan di antara berbagai institusi audit internal dalam kerangka mewujudkan good
governance serta mendukung efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal sesuai dalam
pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004.
Meskipun aparat pengawas intern pemerintah (APIP) telah melaksanakan review atas
laporan keuangan SKPD sebelum disampaikan kepada BPK untuk di audit, sampai saat ini
pelaksanaan reviu tersebut ternyata masih belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan pemerintah, hal ini perlu dicari solusinya.
1) Berdasarkan hasil penelitian (2012) dan beberapa masukan dari responden
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, ditingkatkan dan menjadi solusi,
antara lain: pemberdayaan peran dan fungsi audit internal dalam
menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, sehingga BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan APIP untuk
pemeriksaan.
2) diperlukan sinerji pengawasan di antara sesama APIP, misalnya antara inspektorat
propinsi dan inspektorat kabupaten serta dengan BPKP.
3) untuk lebih meningkatkan good governance, APIP perlu menyampaikan secara
berkala masukan-masukan kepada Kepala Daerah minimal 3 bulan sekali

Data riset juga menunjukkan bahwa bagian terpenting untuk meningkatkan akuntabilitas
kinerja pemda terletak pada kompetensi aparatur pemda. Kredibilitas aparatur pemda dapat
diciptakan melalui akuntabilitas kinerjanya.
Apabila tidak terpenuhinya prinsip pertanggungjawaban maka dapat menimbulkan
implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat
dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya.
Rendahnya kompetensi aparatur pemda akan menyebabkan rendahnya tingkat
akuntabilitas kinerja, selanjutnya akan meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi
kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi.

Untuk peningkatan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah daerah (AKIP), perlu
adanya pelatihan dan pemahaman lebih mendalam bagi aparatur pemda dalam membuat
indikator kinerja utama (IKU) yang menjadi dasar untuk evaluasi. Agar laporan hasil evaluasi
AKIP menjadi lebih baik.
Perbaikan dan perubahan mendasar untuk meningkatkan akuntabilitas perlu dilakukan di
hampir seluruh SKPD di Provinsi, terutama pada SKPD yang berada di Kabupaten/Kota.
Hal ini diketahui dari hasil evaluasi AKIP bahwa tidak ada satupun SKPD di Riau
mendapatkan nilai sangat baik dan memuaskan, dan hanya empat SKPD yang mendapatkan nilai
baik dan perlu sedikit perbaikan.
Diharapkan di masa yang akan datang (sebagai catatan di akhir tahun), perbaikanperbaikan ini akan terealisasi dan laporan kinerja publik dapat dipublikasikan di media atau
tempat-tempat umum.
Laporan ini diperlukan agar rakyat mengetahui apa yang sudah dilakukan pemerintah
daerahnya. Sehingga unsur transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari unsur tata kelola
pemerintahan yang baik (Good Government Governance) dapat terwujud.

3. REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH
A.

LATAR BELAKANG

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi
menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi pemerintah Indonesia
telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa
Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh
pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi
birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap
reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah
terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen
pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat
Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan
kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara
menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang
luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum,
strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi.
Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya
birokrasi saat ini.

B. DEFINISI REFORMASI BIROKRASI
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada
dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti
sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu
organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya
sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang
sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini
perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim
sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan
dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati
oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan
martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan
antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban,
serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara
atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara,

sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan
maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat.
Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya
mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang
lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga
mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan
dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar mampu
memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat
perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan
dengan baik, masyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen
birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas,
aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan
diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang
dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara
tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi.
Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik
tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya
diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.

C. TUJUAN REFORMASI BIROKRASI
1) Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
2) Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta
memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
3) Pemerintah yang bersih (clean government).
4) Bebas KKN.
5) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

D. POKOK-POKOK REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH
Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia
aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur
yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan
menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik
menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan
pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian,
kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN,
seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen
dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen
pekerjaan umum.
Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat digambarkan
sebagai berikut :
1) Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.
Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus dilakukan,
diantaranya: perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya fungsi, menciptakan
organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan proporsional, organisasi disusun
berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan kompetensi dan
profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi pembelajaran
(learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan.
2) Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.
SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera,
manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera, berdayaguna,
berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan
memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan
tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah),
penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar kompetensi,
sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir
terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen
kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database
kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak
dan adil, menuju manajemen modern.
3) Tata Laksana atau Manajemen.
Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme, s