EKSISTENSI HUKUM KONTRAK INNOMINAT DALAM

1

EKSISTENSI HUKUM KONTRAK INNOMINAT
DALAM RANAH BISNIS DI INDONESIA
OLEH :
PUTU EKA TRISNA DEWI, SH., MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

ABSTRAK
Kontrak sering dipergunakan dalam dunia bisnis, bahkan hampir semua kegiatan
bisnis menggunakan kontrak sebagai awal mula kesepakatan. Kontrak adalah suatu
persetujuan antara dua orang atau lebih. Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem
terbuka (open system), yang mengandung maksud bahwa setiap orang bebas untuk
mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undangundang.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan masyarakat khususnya
di bidang bisnis maka munculah berbagai jenis kontak yang tidak dikenal dalam KUH
Perdata yang disebut dengan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak innominaat lahir
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang
sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak
bebas, pancaran hak asasi. Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh,
berkembang dalam masyarakat Dalam KUH Perdata terdapat satu pasal yang mengatur

tentang kontrak innominaat yaitu pasal 1319 KUH Perdata
I.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Dalam dunia bisnis istilah kontrak terdengar sudah tidak asing lagi. Kontrak sering

dipergunakan dalam dunia bisnis, bahkan hampir semua kegiatan bisnis selalu diawali dengan
adanya kontrak, walaupun kontrak tersebut dibuat secara sederhana. Kontrak adalah Peristiwa
dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris yaitu contracts, sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Di dalam Black’s Law Dictionary, yang
diartikan tentang contract adalah an agreement between two or more person which creates an

2


obligation to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan
antara dua orang atau lebih. Kontrak itu menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. (Black’s Law Dictionary, 1979 : 291). Inti
definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak dilihat sebagai
persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak
melakukan secara sebagian. Dari pemaparan definisi kontrak diatas ada hal yang kurang yaitu
bahwa para pihak dalam kontrak semata-mata hanya orang-perorangan. Namun dalam
prakteknya bukan hanya orang tetapi juga badan hukum yang merupakan subyek hukum yang
membuat kontrak.
Definisi kontrak yang lebih lengkap dikemukakan oleh Salim H.S (2005 : 17) bahwa
kontrak atau perjanjian merupakan hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan
subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subyek hukum
yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.
Menurut namanya, kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kontrak
nominaat dan kontrak innominaat. kontrak nominaat

merupakan terjemahan dari

nominaat contract. Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian

bernama atau benoemde dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat
merupakan kontrak-kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam KUH
perdata yaitu terdapat dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi:
"Semua perjanjian, bark yang mempunyai nama khusus,
maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu,
tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini
dan bab yang lalu."
Baik kontrak nominaat dan kontrak innominaat tunduk pada Buku III KUH
Perdata. Pada dasarnya kontrak yang dibuat dalam kegiatan bisnis berfungsi untuk

memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. Karena
fungsinya yang sangat penting yaitu memberikan kepastian hukum bagi para pihak , maka
pembuatan kontrak haruslah memperhatikan asas-asas yang berlaku dalam suatu kontrak.
Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal
tersebut jelas sangat jelas terkandung asas :
1. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi juka telah consensus antara pihakpihak yang mengadakan kontrak;

3


2. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas
mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya;
3. Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi pihak yang
membuatnya (mengikat).
Terkait

dengan

kontrak innominaat,

kontrak

ini

dikenal

dengan

perjanjian tidak bernama dimana kontrak innominaat merupakan perjanjian
atau kontrak

masyarakat.

yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam
Kontrak innominaat muncul karena adanya asas kebebasan

berkontrak, karena kontrak innominaat merupakan kontrak yang muncul
karena adanya kebutuhan dunia bisnis walaupun tunduk pada Buku III KUH
Perdata namun kontrak innominaat tidak diatur secara khusus dalam KUH

Perdata. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, kiranya cukup alasan untuk diadakan
suatu pembahasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah “EKSISTENSI
HUKUM KONTRAK INNOMINAAT DALAM RANAH BISNIS DI INDONESIA”.
2.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan kontrak innominaat dalam ranah bisnis di Indonesia ?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum kontrak innominat dalam sistem hukum di Indonesia ?

3.

Landasan Teori
Landasan teoritis merupakan bagian penting dalam suatu penelitian ilmiah.

Landasan teori adalah landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori yang sering
diperlukan sebagai tuntutan untuk memecahkan masalah dalam sebuah penelitian. Terkait
dengan penelitian ini dikemukakan teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas-asas hukum
yang relevan yang selanjutnya dijustifikasikan dengan peraturan yang ada.
Soetandyo Wignjosoebroto ( 2002 : 184 ) mengartikan teori adalah suatu konstruksi
di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara
reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman (ialah alam yang tersimak berdasarkan
indera manusia). Terdapat pemahaman bahwa istilah teori bukanlah merupakan sesuatu yang
harus dijelaskan, tetapi segala sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami maknanya, bahkan
teori sering ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila tidak berkait dengan kata yang

4

menjadi padanannya ( H.R. Otje Salman S dan Anthon F. Susanto,2008 : 19 ). Kerlinger
mendefinisikan teori sebagai :

“A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions
that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with
the purpose of explaning and predicting the phenomena.” ( Nasution Bahder Johan, 2008 : 140 )
Ditinjau dalam sejarah perkembangannya, hukum kontrak pada awalnya menganut
sistem tertutup. Artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam undangundang. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari ajaran legisme yang memandang bahwa
tidak ada hukum di luar undang-undang. Hal serupa dapat ditemui dan dibaca dalam berbagai
putusan Hoge Raad dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1919. Untuk diketahui bahwa
putusan Hoge Raad (HR) 1919 tanggal 31 Januari 1919 merupakan putusan yang terpenting.
Putusan ini tentang penafsiran perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata.
Namun kemudian dalam perkembanganya Sistem pengaturan hukum kontrak adalah
sistem terbuka (open system), yang mengandung maksud bahwa setiap orang bebas untuk
mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undangundang. Dalam pasal 1338 ayat (1) secara tegas menegaskan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika
dianalisa lebih lanjut maka ketentuan pasal tersebut memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
1) membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, sert
4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Hal inilah yang kemudian melatar belakangi lahirnya kontrak-kontrak diluar dari
kontrak yang sudah diatur oleh KUH Perdata atau yang sering disebut dengan kontrak
innominaat dalam ranah bisnis. Hukum Kontrak (contract of law; bahasa Inggris) atau
overeencomstrech (dalam bahasa Belanda) mengandung pengertian keseluruhan kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Berdasarkan Ketentuan Umum Hukum Kontrak Belanda, pengertian kontrak adalah
suatu perbuatan hukum (juridical act), yang dibuat dengan formalitas yang memungkinkan,
dan diijinkan oleh hukum yang berwenang-dan dibuat bersesuaian dan harus ada ungkapan
niat dari satu atau dua pihak secara bersama-sama yang saling bergantung satu sama

5

lain(interdependent). Kontrak ini bertujuan untuk menciptakan akibat hukum untuk
kepentingan satu pihak dan juga untuk pihak lain.
Kontrak merupakan golongan dari ‘perbuatan hukum’, perbuatan hukum yang
dimaksud adalah suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum dikarenakan adanya niat
dari perbuatan satu orang atau lebih. Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa perbuatan
hukum adalah kontrak.
II. PEMBAHASAN
1.


Kontrak Pada Umumnya dan Kontrak Innominaat Dalam Ranah Bisnis
Saat pertama kali pelaku bisnis melakukan kegiatan usaha yang dimulai dengan

kesepakatan tertulis yang tertuang dalam suatu bentuk perjanjian berbentuk tertulis yang
lazim dinamakan kontrak. Kontrak (Perjanjian) adalah dua pihak atau lebih yang saling
mengikat janji untuk melakukan sesuatu hal. Melalui kontrak terciptalah perikatan atau
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang
membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah
mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang-undangan, tetapi
hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja.
Hukum Kontrak atau yang biasa disebut juga dengan perjanjian berada dalam
lingkup hukum perdata. Hukum perdata adalah bidang hukum yang cakupanya sangat luas
serta beraneka ragam ketentuan dan pengaturanya. Hukum perdata di Indonesia bersumber
dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ) yang berasal dari Burgerlijke
Wetboek, yaitu kitab Undang-Undang Hukum Perdata negeri Belanda yang berlaku di
Indonesia sejak zaman Hindia Belanda. KUH Perdata itu sendiri terdiri dari empat buku yaitu
sebagai berikut :
Buku I : perihal orang.
Buku II : perihal kebendaan.

Buku III : perihal perikatan.
Buku IV : perihal pembuktian dan kedaluarsa.
Sebagai bidang ilmu yang paling dinamis, hukum kontrak tumbuh dan berkembang
sejalan dengan dinamika aktifitas bisnis yang semakin global. Dalam bisnis, pertukaran
kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk kontrak. J. van Kan dan J.H.
Beekhuis ( 1990 : 27 ) menyatakan bahwa semua janji-janji antara para pihak senantiasa
terkait dengan kepentingan-kepentingan, terutama terkait harta benda.

6

Pada prinsipnya kontrak terdiri dari satu atau serangkaian janji yang dibuat para
pihak dalam kontrak. Esensi dari kontrak itu sendiri adalah perjanjian (agreement). Atas dasar
itu, Subekti ( 1984 : 36 ) mendefinisikan kontrak sebagai peristiwa di mana seseorang
berjanji kepada orang lain di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Janji sendiri merupakan pernyataan yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang
menyatakan suatu keadaan tertentu atau affair exists, atau akan melakukan suatu perbuatan
tertentu ( A.G. Guest (ed), 1979 : 2 ). Kemudian J. Satrio ( 1995 : 146 ) mengatakan orang
terikat pada janjinya sendiri, yakni janji yang diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian.
Janji itu mengikat dan janji itu menimbulkan utang yang harus dipenuhi.
Menurut Sudikno Mertokusumo ( 1999 : 110 ) bahwa perjanjian hendaknya

dibedakan dengan janji. Walaupun janji itu didasarkan pada kata sepakat, tetapi kata sepakat
itu tidak untuk menimbulkan akibat hukum, yang berarti bahwa apabila janji itu dilanggar,
tidak ada akibat hukumnya atau tidak ada sanksinya. Berlainan dengan itu, di dalam berbagai
definisi kontrak di dalam literatur hukum kontrak common law, kontrak itu berisi serangkaian
janji, tetapi yang dimaksud dengan janji itu secara tegas dinyatakan adalah janji yang
memiliki akibat hukum dan apabila dilanggar, pemenuhannya dapat dituntut ke pengadilan
( A.G. Guest (ed), 1979 : 2 ).
Pengertian perjanjian atau kontrak menurut Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi
sebagai berikut “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Lebih lanjut, pengertian tersebut oleh Subekti ditafsirkan
sebagai suatu peristiwa etika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika dua orang itu
saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal ( Subekti, 2009 : 1 ).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Van Dunne sebagai mana dikutip oleh Salim
H.S dalam bukunya memberikan definisi suatu perjanjian atau

kontrak adalah suatu

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum ( Salim H.S 2005 : 16 ). Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian sematamata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada 3 (tiga)
tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori ini yaitu :
1.

Tahap pra-contractual

2.

Tahap contractual

3.

Tahap post-contractual
Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal ( 1993 : 2 ) contract is an

agreement between two or more persons-not merely a shared belief, but common
understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them. Definisi

7

ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus
dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur yang dimaksud dalam
pengertian tersebut, yaitu :
1.

The agreement fact between the parties

2.

The agreement as writen

3.

The set of rights and duties created ... (1) and .... (2)
Menurut namanya, kontrak dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kontrak nominaat

dan innominaat. Kontrak nominaat merupakan kontrak yang terdapat dan dikenal dalam
KUH Perdata. Sedangkan kontrak innominaat timbul karena adanya asas kebebasan
berkontrak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dimana Pasal 1338
KUH Perdata ini berisi :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
“Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.”
“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Telah dikatakan bahwa lahirnya kontrak innominaat karena adanya asas kebebasan
berkontrak. Dalam ilmu hukum selain asas kebebasan berkontrak dikenal juga asas-asas
lainya dalam yaitu :
1. Asas kontrak sebagai hukum mengatur
Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law) adalah peraturan-peraturan hukum
yang berlaku bagi subjek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak. Akan
tetapi, ketentuan hukum seperti ini tidak mutlak berlakunya karena jika para pihak
mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang diatur oleh para pihak
tersebut. Jadi peraturan yang bersifat hukum mengatur dapat disimpangi oleh para
pihak.
2. Asas Kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Asas ini merupakan konsekuensi dari berlakuya asas kontrak sebagai hukum
mengatur. Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah
suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya
bebas membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk
mengatur sendiri isi kontrak.
3. Asas Pacta Sunt Servanda

8

Istilah Asas Pacta Sunt Servanda berarti janji itu mengikat. Yang dimaksudkan adalah
bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikuti para pihak
tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut.
4. Asas Konsensual
Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu
kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada
prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak diisyaratkan oleh hukum, kecuali untuk
beberpa jenis kontak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis.
5. Asas Obligatoir
Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika sutu kontrak telah
dibuat, maka para pihak telah terkait, tetapi keterkaitannya itu hanya sebatas
timbulnya hak dan kewajiban semata-mata.
Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, berkembang dalam
masyarakat. Jenis kontrak ini tidak dikenal dalam KUH Perdata. Mariam Darus Badrulzaman
( 1993 : 19 ) mengartikan kontrak innominaat ( perjanjian tidak bernama ) yaitu perjanjianperjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di masyarakat. hal ini adalah
berdasarkan kebebasan mengadakan perjanjian atau partij autonomi yang berlaku dalam
perjanjian. Dari uraian itu dapat dikemukakan unsur kontrak innominaat, yaitu :
1. Kontrak yang tidak diatur dalam KUH Perdata;
2. Tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;
3. Didasarkan pada asas kebebasan.
2.

Perkembangan Kontrak Innominaat Dalam Ranah Bisnis Di Indonesia
Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan

diantara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa
diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya
menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang
diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar. Pendek kata, pada umumnya
kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui
kontrak. Melalui kontrak perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya dibingkai dengan
perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. (Prof. Dr. H. Moch. Isnaeni, S.H.,M.S.,2013
: 41)

9

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian
yaitu harus ada kesepakatan, kecakapan, hal tertentu dan sebab yang diperbolehkan.
1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling
memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar
paksaan, penipuan atau kekhilafan.
2.

Kecakapan
Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang
yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang
menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orangorang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di
bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka
yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18
(delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah
dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.

3.

Hal tertentu
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak tersebut harus jelas, setidaktidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk
memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya
kontrak fiktif. Misalnya jual beli sebuah mobil, harus jelas merk apa, buatan tahun
berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan sebagainya. Semakin jelas
semakin baik. Tidak boleh misalnya jual beli sebuah mobil saja, tanpa penjelasan
lebih lanjut.

4.

Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang
sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi
adalah tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut. KUH Perdata
memberikan kebebasan berkontrak kepada pihak-pihak membuat kontrak secara
tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan mengikat, asalkan
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KHU Perdata. Jadi, kontrak
tidak harus dibuat secara tertulis

10

Ada berbagai macam kontrak atau perjanjian yang dapat kita temui baik di dalam
KUH Perdata maupun diluar KUH Pedalam KUH Perdata maupun diluar KUH Perdata.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur tentang jenis-jenis kontrak antara lain
kontrak jual beli, tukar menukar, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, persekutuan perdata,
badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-meminjam, pemberian kuasa,
bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan, penanggungan utang, dan perdamaian.
Ketentuan tentang kontrak yang diatur dalam KUH Perdata dinamakan Kontrak nominaat
(bernama).
Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan masyarakat khususnya
di bidang bisnis maka munculah berbagai jenis kontak yang tidak dikenal dalam KUH
Perdata yang disebut dengan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak innominaat lahir
berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dalam KUH Perdata terdapat satu pasal yang
mengatur tentang kontrak innominaat yaitu pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi :
“Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat
dalam bab ini dan bab yang lalu”.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjajian baik yang mempunyai nama maupun
yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu dalam KUH Perdata tunduk pada Buku III
KUH Perdata. Kontrak innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang
mengaturnya tetapi para pihak juga tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam KUH
Perdata. KUH Perdata merupakan ketentuan yang bersifat umum sedangkan ketentuan
hukum yang mengatur kontrak innominaat merupakan ketentuan hukum yang bersifat
khusus. Sehingga berlaku Asas “Lex Specialis derogaat lex generali” dimana undang-undang
yang khusus mengesampingkan undang-undang yang umum. Pada saat undang-undang yang
khusus mengatur kontrak innominaat tidak mengatur secara terperinci maka KUH Perdata
digunakan sebagai undang-undang yang bersifat umum. Yang termasuk dalam kontrak
innominaat antara lain leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak
karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.
Dalam prakteknya, Banyak kita temui berbagai perjanjian baik nominaat maupun
innominaat dalam bentuk baku (standart contract) dimana suatu kontrak telah dipersiapkan
terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan pihak yang lainnya dihadapkan pada pilihan untuk
menerima atau menolak perjanjian tersebut. Kontrak baku dianggap lebih efisien dari segi
waktu dan biaya oleh para pelaku usaha yang mempunyai kedudukan lebih kuat. Namun bagi
pihak konsumen, perjanjian baku dianggap perjanjian yang timpang karena konsumen

11

diposisikan sebagai pihak yang mempunyai kedudukan lebih lemah dimana dalam
menentukan isi dari perjanjian baku karena prinsip dari perjajian baku adalah “take it or
leave it”. Kontrak baku banyak digunakan dalam model pembiayaan melalui lembaga
pembiayaan. Adapun model pembiayaan lewat lembaga pembiayaan yaitu :
a. Sewa Guna Usaha (Leasing)
b. Anjak Piutang (Factoring)
c. Modal Ventura (Venture Capital)
d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
e. Pembiayaan dengan Kartu Kredit
Untuk perjanjian baku leasing sering digunakan dengan pertimbangan praktis dan
efisien waktu dan biaya, namun dalam praktiknya perjanjian baku leasing disodorkan kepada
konsumen tanpa penjelasan atau hanya diberi penjelasan yang tidak lengkap. Konsumen
dihadapkan dalam situasi dan kedudukan yang lemah sehingga banyak para konsumen yang
akhrnya menyetujui konsep perjanjian baku leasing tanpa mengetahui isi dari perjanjian
tersebut secara lengkap dikarenakan tidak ada pilihan lain
Dalam suatu kontrak, hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat
dilepaskan dalam hubunganya dengan masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang
mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak yang lainya menuntut pertukaran
kepentingan yang adil. Ulpianus menggambarkan keadilan sebagai “justitia est constans et
perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi” ( keadilan adalah kehendak yang terus menerus
dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya) atau “tribuere
cuique suum” – “ to give everybody his own”, memberikan kepada setiap orang yang menjadi
haknya. ( K. Bertens, 2000 : 86 )
Menurut Thomas Aquinas dalam konteks keadilan distributif, keadilan dan kepatutan
(equity) tidak tercapai semata-mata dengan penetapan nilai yang aktual, melainkan juga
kesamaan antara satu hal dengan hal lainya (aequalitas rei ad rem) ( E.Sumaryono, 2002 :
90 ). Menurut L.J. van Apeldoorn ( 2004 : 11 ), J. van Kan dan J.H. Beekhuis ( 1990 : 171 )
bahwa keadilan itu memperlakukan sama terhadap hal yang sama dan memberlakukan yang
tidak sama sebanding dengan ketidaksamaan.
Terkait dengan perkembangan kontrak innominaat yang terus berkembang dan
memiliki peran penting dalam dunia bisnis di tanah air jadi penting untuk menentukan
urgensi pengaturan kontrak itu sendiri. Urgensi pengaturan kontrak dalam praktik bisnis
adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) berlangsung secara
proporsional bagi para pihak, sehingga demikian terjalin hubungan kontraktual yang adil dan

12

saling menguntungkan. Bukan sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada
akhirnya justru merugikan para pihak yang melakukan kontrak.
5.

Pengaturan Kontrak Innominaat Dalam Sistem Hukum Indonesia
Dalam hukum perjanjian atau kontrak (contrack of law) kita mengenal dua golongan

kontrak berdasarkan aspek namanya, yaitu kontrak nominaat dan kontrak innominaat.
Kontrak innominaat merupakan kontrak yang dikenal di dalam Hukum Perdata seperti jual
beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, pinjam pakai, dan lain-lain.
Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak-kontrak yang timbul, tumbuh, dan
berkembang di masyarakat secara praktik. Timbulnya kontrak innominaat tersebut karena
adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1)KUH
Perdata.
Kontrak innominaat diatur dalam Buku III KUH Perdata. Di dalam Buku III KUH
Perdata hanya ada satu pasal yang mengatur tentang kontrak innominaat, yaitu Pasal 1319
KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi :
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama dalam
KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak bernama) tunduk
pada Buku III KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak yang mengadakan kontrak
innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang mengaturnya, tetapi para pihak
juga tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata.
Pada prinsipnya, sistem pengaturan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu closed system dan open system. Dalam sistem tertutup (closed system) setiap orang tidak
diperkenankan untuk mengadakan hak-hak kebendaan baru, selain yang telah ditetapkan
dalam undang-undang. Sistem ini dianut oleh hukum benda.
Hukum kontrak innominaat merupakan bagian dari hukum kontrak pada umumnya.
Hukum kontrak innominaat merupakan hukum yang khusus, sedangkan hukum kontrak
adalah hukum yang bersifat umum. Dikatakan bersifat umum, karena hukum kontrak
mengkaji dua hal, yaitu mengkaji kontrak-kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata dan
diluar KUH Perdata. Sedangkan kontrak innominaat hanya mengkaji kontrak-kontrak yang
timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

13

Sistem pengaturan kontrak innominaat juga sama dengan pengaturan hukum
kontrak, yaitu sistem terbuka (open system). Artinya, bahwa setiap orang bebas untuk
mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undangundang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratanya;
4. Menentukan bentuknya perjanjian.
Kontrak innominaat lahir dari asas kebebasan berkontrak. Yang dimaksud dengan
asas kebebasan berkontrak atau yang sering juga disebut sebagai sistem terbuka adalah
adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat
untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum.
Menurut Subekti ( 1983 : 5 ), cara menyimpulkan asas kebebasan ber- kontrak
(beginsel der contractsvrijheid) adalah dengan jalan menekankan pada perkataan "semua"
yang ada di muka perkataan "perjanjian". Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) tersebut
seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita. sebagaimana mengikatnya undang-undang.
Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan "ketertiban umum dan
kesusilaan".
Menurut Mariam Darus Badrulzaman ( 2001 : 84 ) "Semua" mengandung ,irti
meliputi seluruh perjanjian, balk yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh
undang-undang. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi
perjanjian, yaitu kebebasan menentukan "apa" dan "siapa" perjanjian itu diadakan. Perjanjian
yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat.
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum
perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi.
Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup
sebagai berikut :
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;

14

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan
dibuatnya;
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.;
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undangundang yang bersifat
opsional (aanvullend, optional).
Lebih lanjut Sutan Remy Sjandeini ( 1993 : 47 ) mengemukakan, dari mempelajari
hukum perjanjian negara-negara lain dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak
sifatnya universal, artinya berlaku juga pada hukum perjanjian negara-negara lain,
mempunyai ruang lingkup yang sama seperti juga ruang lingkup asas kebebasan berkontrak
dalam hukum perjanjian Indonesia.
Kebebasan untuk membuat kontrak itu dibatasi oleh undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Berbagai ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang kontrak
innominaat, yang terdapat diluar KUH Perdata, adalah sebagai berikut :
1.

Artikel 1355 NBW;

2.

Stb. 1973 Nomor 289 tentang Beli Sewa Rumah;

3.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi;

4.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba;

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal
Ventura.

7.

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

100/PMK.010/2009

tentang

Perusahaan

Pembiayaan Infrastruktur.
8.

SKB Mentri Keuangan, Menteri Perindustrian dan MenDag RI No. KEP-122/
MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/I/1974 Tertanggal 7 februari 1974
tentang perizinan usaha leasing.

III. PENUTUP
1.

Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Ada berbagai macam kontrak atau perjanjian yang dapat kita temui baik di dalam
KUH Perdata maupun diluar KUH Pedalam KUH Perdata maupun diluar KUH
Perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur tentang jenis-jenis

15

kontrak antara lain kontrak jual beli, tukar menukar, perjanjian untuk melakukan
pekerjaan, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam
pakai, pinjam-meminjam, pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian
untung-untungan, penanggungan utang, dan perdamaian. Ketentuan tentang kontrak
yang diatur dalam KUH Perdata dinamakan Kontrak nominaat (bernama). Seiring
dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan masyarakat khususnya di
bidang bisnis maka munculah berbagai jenis kontak yang tidak dikenal dalam KUH
Perdata yang disebut dengan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak
innominaat lahir berdasarkan asas kebebasan berkontrak contohnya Sewa Guna
Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Modal Ventura (Venture Capital),
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance), Pembiayaan dengan Kartu Kredit
2) Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, berkembang dalam
masyarakat. Kontrak innominaat ( perjanjian tidak bernama ) tidak diatur dalam
KUHPerdata,

tetapi

terdapat

di

masyarakat.

Pasal

1319

KUH

Perdata

mengisyaratkan bahwa perjajian baik yang mempunyai nama (nominaat) maupun
yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu dalam KUH Perdata (innominaat)
tunduk pada Buku III KUH Perdata. Kontrak innominaat tidak hanya tunduk pada
berbagai peraturan yang mengaturnya tetapi para pihak juga tunduk pada ketentuan
yang tercantum dalam KUH Perdata. KUH Perdata merupakan ketentuan yang
bersifat umum sedangkan ketentuan hukum yang mengatur kontrak innominaat
merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus. Sehingga berlaku Asas “Lex
Specialis

derogaat

lex

generali”

dimana

undang-undang

yang

khusus

mengesampingkan undang-undang yang umum. Jadi pengaturan hukum kontrak
innominat dalam sistem hukum di Indonesia diatur dalam Buku III KUH Perdata, di
dalam Buku III KUH Perdata hanya ada satu pasal yang mengatur tentang kontrak
innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH Perdata.

16

DAFTAR PUSTAKA

A.G. Guest, (ed), 1979, Anson’s Law of Contract, Clarendon Press, Oxford.
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993, Problems in Contract Law Case and
Materials, Boston Toronto London : Little, Brown and Company
E. Sumaryono, 2002, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,
Kanisius, Yogyakarta.
H.R. Otje Salman S dan Anthon F. Susanto,2008,
Teori Hukum ; Mengingat,
Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung.
J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
J. van Kan dan J.H Beekhuis, 1990, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
K. Bertens, 2000, Pengantar Etika Bisnis, Kanisius,Yogyakarta.
Mariam Darus Badrulzaman, 1993, KUH Perdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan
Penjelasanya, Alumni, Bandung.
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum : Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
ELSAM-HUMA, Jakarta.
Subekti, 1983, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Cetakan
Keenam Belas, Pradnya Paramita, Jakarta.
Subekti, Hukum Perjanjian, 1984, Intermasa, Jakarta.
Subekti, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta.
Sutan Remy Sjandeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang
Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,1993, Institut Bahkir
Indonesia, Jakarta.