FUNGSI MANAJEMEN DALAM MANAJEMEN KONVENS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam berkerja keras di
dunia, asalkan harus diimbaangi dengan beribadah menyembah Allah SWT
dengan menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dalam pandangan ajaran agama Islam, segala sesuatu harus dilakukan
secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik.
Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama
dalam ajaran agama Islam. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap dan
cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang
dicintai oleh Allah swt.
Sebenarnya Manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar
dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas atau terselesaikan merupakan hal yang
disyariatkan dalam ajaran agma Islam. Demikian pula ketika kita melakukan
sesuatu itu dengan benar, baik, terencana dan terorganisasi dengan rapi, maka kita
akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan atau mengerjakan sesuatu.
Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan oleh keragu-raguan, karena
biasanya sesuatu yang dilakukan dengan dasar keraguan akan membuahkan hasil
yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat.
Proses-proses fungsi manajemen dalam manajemen konvensional dan
manajemen syariah pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara
mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesuatu
sesuai dengan aturan serta memiliki manfaat. Perbuatan yang tidak ada
manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah di rencanakan. Jika
perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidk termasuk di dalam kategori
manajemen yang baik.
Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa fungsi manajemen
tersebut untuk diterapkan terhadap fungsi manajemen itu sendiri. Karena
manajemen dalam suatu usaha yang dijalankan akan berdampak baik. Maka dapat
dilakukan dalam manajemen konvesional dan syariah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah?
2. Bagaimana Fungsi manajemen dalam manajemen syariah dan Manajemen
konvensional?
1
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Manajemen Dalam Fungsi Manajemen
Manajemen adalah suatu usaha mencapai tujuan organisasi dengan
bantuan orang lain. Manajemen merupakan pendayagunaan sumber daya
manusia dengan cara cara yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.
1. Fungsi Manajemen antara lain (POAC = Planning, Organizer,
Association,
and
Controlling)
fungsi
perencanaan,
fungsi
pengorganisasian, fungsi pengarahan, dan fungsi pengawasan dengan
dilaksanakan dengan baik dan tepat.
2. Fungsi Perencanaan adalah fungsi untuk melakukan pendefinisian tujuan
organisasi, menetapkan cara pencapaian tujuan dan serta
mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan seluruh pekerjaan.
Sehingga seluruh anggota organisasi dapat memahami rencana organisasi
terhadap seluruh kegiatan organisasi agar terarah pada tujuan yang telah
ditetapkan.1
3. Fungsi pengorganisasian adalah fungsi untuk penetapan tugas-tugas,
penetapan pelaksana tugas, pengelompokan tugas, penetapan system
pelaporan, dan penetapan letak pengambilan keputusan. Dengan
demikian seorang manajer harus merancang struktur organisasi agar
memudahkan anggota organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya
sesuai tanggung jawabnya sehingga tidak menimbulkan timpang tindih
pekerjaan dan tanggung jawab.
4. Fungsi Kepemimpinan adalah fungsi untuk mempengaruhi kebiasaan
kebiasan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Fungsi
kepemimpinan meliputi tugas untuk memotivasi anggota organisasi,
mengarahkan anggota organisasi, dan memilih komunikasi yang baik dan
efektif untuk memecahkan permasahan (konflik). Sehingga seorang
manajer/ pemimpin harus konsisten, dan selaras dengan rencana
organisasi agar dapat dijadikan panutan oleh karyawan/ bawahan.
5. Fungsi pengawasan adalah fungsi untuk melakukan pemantauan terhadap
seluruh kegiatan dalam menjalamkan rencana kegiatan dalam organisasi
yang telah ditetapkan. Menurut Robbin (2001) fungsi pengawasan
meliputi kegiatan pemantauan, pembandingan, serta kemungkinan
mengoreksi bila terdapat penyimpangan.2
B. Peran Manajemen Dalam Fungsi Manajemen
Mengacu studi yang dilakukan Henry Mintzberg dalam buku Robbin
(2001), Peran Manajer dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu
interpersonal, informasional, dan keputusan.
1 Rindyah Hanafi dan Amirullah, Pengantar Manajemen Dalam Fungsi manajemen,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002), hal. 35
2 Rivai, Veitzal, Fungsi Manajemen Untuk Perusahaan dalam Konvesional, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 22
2
1.
2.
3.
Peran Interpersonal
Peran Interpersonal adalah peran seorang pemimpin/ manajer
sebagai figure pemimpin, pemimpin dan sebagai penghubung. Sebagai
peran Figure pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus mampu
menghadapi situasi apapun dan mampu tampil untuk mewakili bawahan
dalam menangani segala permasalahan baik legal atau social.
Sebagai peran Pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus
mampu melaksanakan tugas yang dapat meningkatkan gairah kerja
bawahannya. Sebagai peran Penghubung adalah seorang pemimpin /
manajer harus mampu menjaga jaringan hubungan untuk melakukan
transfer informasi baik secara vertical atau horizontal ataupun internal dan
eksternal organisasi.3
Peran Informasional
Peran Informasional adalah peran seorang pemimpin sebagai
penerima dan menyampaikan informasi. Menurut Mintzberg, peran dibagi
2 (dua) yaitu peran monitor, peran disseminator dan peran juru bicara.
a. Peran monitor adalah peran untuk melakukan monitor informasi dari
luar organisasi.
b. Peran disseminator adalah peran untuk menyebarkan informasi.
c. Peran Juru bicara yaitu peran mewakili organisasi dihadapan
eksternal.
Peran Keputusan
Peran Keputusan adalah peran seoran pemimpin untuk mengambil
keputusan dalam menentukan pilihan yang tepat untuk organisasi. Peran
keputusan mempunyai 4 (empat) fungsi yaitu
a. Wiraswasta (entrepreneur).
b. Penyelesai hambatan (disturbance handler)
c. Pengalokasi sumber daya (resource allocator) dan
d. Perunding (negotiator).
C. Pemikiran Dalam Fungsi Manajemen
Sebelum abad ke-20, terjadi 2 peristiwa penting dalam ilmu
manajemen. Peristiwa pertama terjadi pd tahun 1776, ketika Adam Smith
menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam
bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yangg akan diperoleh
organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan
ke dalam tugas-tugas yg spesifik & berulang.
Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith
mengatakan bahwa dengan sepuluh orang perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika
setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah
sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith
menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas
dgn meningkatnya keterampilan & kecekatan tiap-tiap pekerja, menghemat
3 Ibid., hal. 28
3
waktu yg terbuang dalam pergantian tugas, &menciptakan mesin &
penemuan lain yang dpt menghemat tenaga kerja.4
Peristiwa penting kedua yg memengaruhi perkembangan ilmu
manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai
dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yg berakibat
pd pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yg
disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu
membutuhkan teori yg dpt membantu mereka meramalkan permintaan,
memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kpd
bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, & lain-lain, sehingga ilmu
manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
1. Manajemen di Era Manajemen Ilmiah
Era ini ditandai dgn perkembangan-perkembangan ilmu
manajemen dari kalangan insinyur seperti Henry Towne, Frederick
Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, & Harrington Emerson.
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific
management, dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam
bukunya yg berjudul Principles of Scientific Management pd tahun 1911.
Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah
“penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam
menyelesaikan sesuatu pekerjaan.” Beberapa penulis seperti Stephen
Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori
manajemen modern.
Henry Gantt yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale
Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya seorang mampu
mandor memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin
(industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk
membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan
untuk merancang dan mengontrol pekerjaan.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh
pasangan suami-istri Frank & Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil
menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang
dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk
melakukan setiap gerakan tersebut. Era ini juga ditandai dengan hadirnya
teori administratif, yaitu teori mengenai apa yg dilakukan oleh para
manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik.
Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama
Henry Fayol mengajukan gagasan 5 fungsi utama manajemen:
a. Merancang
b. Mengorganisasi
c. Memerintah
d. Mengoordinasi
e. Mengendalikan
4Barda Nawawi Arif, Masalah Fungsi Manajemen dalam Konvesional Dan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2007), hal. 38
4
2.
Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka
kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus
berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14
prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar & nilai yg menjadi inti
dari keberhasilan sebuah manajemen. Sumbangan penting lainnya datang
dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan sesuatu
tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi.
Bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki
yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan
sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa
bentuk “birokrasi yg ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia
menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat
dilakukan dalam kelompok besar.5
Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak
organisasi besar sekarang ini. Perkembangan selanjutnya terjadi pada
tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang
merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi.
Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”,
mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam
manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946,
Peter F. Drucker menerbitkan salah satu buku paling awal tentang
manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation).
Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors)
yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
Manajemen di Era Manusia Sosial
Era manusia sosial ditandai dgn lahirnya mahzab perilaku
(behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen
ilmiah. Mahzab perilaku tdk mendapatkan pengakuan luas sampai tahun
1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adl serangkaian
studi penelitian yg dikenal sbg eksperimen Hawthrone.
Eksperimen Hawthrone dilakukan pd tahun 1920-an hingga
1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di
Cicero, Illenois. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh
berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja.
Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan,
lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lbh sedikit pengaruhnya
terhadap output pekerja dibandingkan dgn tekanan kelompok,
penerimaan kelompok, serta rasa aman yg menyertainya. Peneliti
menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok
merupakan penentu utama perilaku kerja individu.6
Kontribusi lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett
(1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi & ilmu
5 Esposito, Jean E, Seni Komunikasi : Membangun Pengertian Manajemen, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2008), hal. 45
6 Ibid., hal. 56
5
3.
politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative
Experience pada tahun 1924. Follet mengajukan sesuatu filosifi bisnis
yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik
tanpa kompromi atau dominasi.
Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk
menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan
individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa
organisasi harus didasarkan pada etika kelompok dari pada
individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya
memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku
berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah
teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa
sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan
organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi “efektif-efisien”.
Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian
tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat
terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di
mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen
universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan,
dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga
mengembangkan teori “penerimaan otoritas” didasarkan pd gagasan
bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas
itu.
Manajemen di Era moderen
Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen
kualitas total (total quality management) di abad ke-20 yang
diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di
antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir
1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol
Kualitas di Jepang.
Deming berpendapat bahwa kebanyakan
permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja,
melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas
dengan mengajukan teori 5 langkah reaksi berantai Ia berpendapat bila
kualitas dapat ditingkatkan, antara lain sebagai berikut :
a. Biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan,
sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang
lebih baik atas waktu danmaterial.
b. Roduktivitas meningkat
c. Arket share meningkat karena peningkatan kualitas dan harga.
d. Profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dpt bertahan dalam
bisnis.
e. Jumlah pekerjaan meningkat.7
7 Hadari Nawawi, Kepemimpinan yang Efektif Dalam Manajemen, (Yogyakarta: UGM
Press, 2007), hal. 26
6
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah
Islam sebagai suatu sistem hidup yang sempurna tentu saja memiliki
konsep pemikiran tentang manajemen. Kesalahan kebanyakan dari kaum muslimin
dalam memahami konsep manajemen dari sudut pandang Islam adalah karena
masih mencampuradukan antara ilmu manajemen yang bersifat teknis (uslub)
dengan manajemen sebagai aktivitas. Kerancuan ini akan mengakibatkan kaum
muslimin susah membedakan mana yang boleh diambil dari perkembangan ilmu
manajemen saat ini dan mana yang tidak.8
Menurut Didin dan Hendri (2003) dalam buku mereka Manajemen
Syariah dalam Praktik, Manajemen bisa dikatakan telah memenuhi syariah bila :
1. Manajemen ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-nilai
keimanan dan ketauhidan.
2. Manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur organisasi. Ini bisa
dilihat pada surat Al An'aam: 65, "Allah meninggikan seseorang di atas
orang lain beberapa derajat". Ini menjelaskan bahwa dalam mengatur
dunia, peranan manusi tidak akan sama.
3. Manajemen syariah membahas soal sistem. Sistem ini disusun agar
perilaku pelaku di dalamnya berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz, misalnya, adalah salah satu yang terbaik. Sistem ini
berkaitan dengan perencanaan, organisasi dan kontrol, Islam pun telah
mengajarkan jauh sebelum adanya konsep itu lahir, yang dipelajari sebagai
manajemen ala Barat.
Menurut Karebet dan Yusanto (2002), syari’ah memandang manajemen
dari dua sisi, yaitu manajemen sebagai ilmu dan manajemen sebagai aktivitas.
Sebagai ilmu, manajemen dipandang sebagai salah satu dari ilmu umum yang lahir
berdasarkan fakta empiris yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban (hadharah)
manapun.
Namun sebagai aktivitas, maka manajemen dipandang sebagai sebuah
amal yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, sehingga ia
harus terikat pada aturan syara’, nilai dan hadharah Islam. Manajemen Islami
(syariah) berpijak pada aqidah Islam. Karena aqidah Islam merupakan dasar Ilmu
pengetahuan atau tsaqofah Islam. Adapun fungsi dalam Manajemen syariah
meliputi antara lain sebagai berikut :
1. Manajemen Sebagai ilmu
Sebagai ilmu, manajemen termasuk sesuatu yang bebas nilai atau
8 Handoko TH, Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah: Edisi 2,
(Yogyakarta: BPFE, 2000), hal. 342
7
berhukum asal mubah. Konsekuensinya, kepada siapapun umat Islam boleh
belajar. Berkaitan dengan ini, kita perlu mencermati pernyataan Imam A;
ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu
dalam dua kategori ilmu berdasarkan takaran kewajiban yaitu:
a.
ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu ’ain, yakni yang termasuk
dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah bahasa Arab, sirah
nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits, Tafsir, dan sebagainya.
b.
Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib
dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin. Ilmu
yang termasuk dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang
mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan,
diantaranya seperti ilmu kimia, biologi, fisika, kedokteran, pertanian,
teknik dan manajemen.
Dalam kitab Al fathul Kabir, Jilid III, disebutkan bahwa rasul
pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman guna mempelajari
teknologi pembuatan senjata bernama dabbabah. Yakni sejenis kendaraan
tank saat ini, yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari
roda-roda. Senjata ini mampu menerjang benteng lawan.9
2.
Manajemen Sebagai Aktivitas
Dalam ranah aktivitas, Islam memandang bahwa keberadaan
manajemen sebagai suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam
memudahkan implementasi Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya
Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal dalam kehidupan. Sebagai
kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas dan landasan
pola pikir. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai
tolok ukur (standar) perbuatan.
Karenanya, aktivitas menajemen yang dilakukan haruslah selalu
berada dalam koridor syariah. Syariah harus menjadi tolok ukur aktivitas
manajemen. Senafas dengan visi dan misi penciptaan dan kemusliman
seseorang, maka syariahlah satu-satunya yang menjadi kendali amal
perbuatannya.
Hal ini berlaku bagi setiap Muslim, siapa pun, kapan pun dan di
mana pun. Inilah sebenarnya penjabaran dari kaidah ushul yang menyatakan
”al aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmusy syar’i”, yakni hukum asal
suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib,
sunah, mubah, makruh dan haram.
Dengan tolok ukur syariah, setiap muslim akan mampu
membedakan secara jelas dan tegas perihal halal tidaknya, atau haram
tidaknya suatu kegiatan manajerial yang akan dilakukannya. Aktivitas yang
halal akan dilanjutkannya, sementara yang haram akan ditinggalkannya
9 Husein Umar, Evaluasi Kinerja Perusahaan: Dalam Manajemen Konvesional,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 49
8
semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah Swt.
B. Peran Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah
Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah
pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil
dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat
Islam). Fungsi manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada
empat yang utama, yaitu:
1.
Perencanaan (planning),
Dalam fungsi perencanaan pada manajemen syariah. Adapun
didalamnya mencangkup beberapa Implementasi syariah dalam fungsi
perencanaan antara lain sebagai berikut :
a.
Perencanaan bidang Sumber Daya Manusia
Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar
perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa
penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh komponen
SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus
memenuhi 3 unsur, yaitu :10
a) Kafa’ah (ahli di bidangnya),
b) Amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab),
c) Memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul ‘amal).
b.
Perencanaan Bidang Keuangan
Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan
sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang
ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber masukan
maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, mislanya,
peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana
untuk menyogok pejabat.
c.
Perencanaan Bidang Operasi atau produksi
Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan
masukan produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dlam dunia
pendidikan, mislanya, inpuntnya adalah SDM Muslim dan proses
pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami.
Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang
telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan
berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.
d.
Perencanaan bidang pemasaran
Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan
segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi.
10 James C, Van Horne dan Wachiwicz, Fundamental of Financial Management. Buku 1
dan 2, (Jakarta : salemba empat, 1999), hal. 333
9
Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM
muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang
profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang
memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen
syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan
ataupun penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Dalam fungsi pengorganisasian pada manajemen syariah. Berikut
ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian :
a.
Aspek Struktur
Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal
yang berkorelasi dengan faktor Prfesionalisme serta Aqad
pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan
tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad pekerjaannya.
Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang
kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan
pekerjaan.11
b. Aspek Tugas dan Wewenang
Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada
kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima
oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan
kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut.
c. Aspek Hubungan
Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya
organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan
muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi
munkar.
3.
Pengontrolan (controlling)
Dalam fungsi pengontrolan pada manajemen syariah. Adapun
peran syariah dalam pengontrolan adalah sebagai berikut. Dimana terdapat
beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan
tugas utama dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan selain
sebagai penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan
fasilitator).
Maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat
dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni
fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator).
Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat,
informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu
disandarkan pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil,
11 Ibid., hal. 352
10
argumentasi atau hujah yang kuat.
Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi
ruhiyah kepada para SDM organisasi.
a.
Motivasi
Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong
dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalalm suatu
entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah
komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat
memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal
motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan
ruhiyah.
Kekuatan yang muncul karena adanya kesadaran akibat
pemahaman (mafhum) akan maksud dan tujuan yang mendasari amal
perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi pemimpin untuk
memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang
dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik
dan sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.
b.
Fasilitator
Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar
anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap
sebagai team (together everyone achieve more). Setiap anggotanya
harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi.
Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1),
yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinkingafkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of
game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada
dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.
4.
Pengevaluasian (evaluating)
Dalam fungsi pengevaluasian pada manajemen syariah. Peran
Syariah dalam Evaluasi adalah fungsi manajerial pengawasan adalah untuk
mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa
tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk
mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat
adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang
tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga
pilar pengawasan, yaitu:
a. Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM perusahaan
dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
b. Kontrol anggota. Dengan suasana organisasi yang mencerminkan
formula TEAM, maka proses keberlangsungan organisasi selalu
akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai
11
dengan arah yang telah ditetapkan.
c. Penerapan (supremasi) aturan. Organisasi ditegakkan dengan
aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu saja-tidak
bertentangan dengan syariah.12
C. Kesimpulan
Adapun fungsi dalam Manajemen syariah meliputi antara lain sebagai
berikut : Manajemen Sebagai ilmu, Manajemen Sebagai Aktivitas dan Peran
Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah adalah Seperti yang sudah
dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam
implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi
manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi
manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada empat yang
utama, yaitu: Perencanaan (planning), pengendalian, pengawasan dan
pengorganisasian.
12 Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo, Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, (Jakarta :
Salemba Empat, 1997), hal. 421
12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam berkerja keras di
dunia, asalkan harus diimbaangi dengan beribadah menyembah Allah SWT
dengan menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dalam pandangan ajaran agama Islam, segala sesuatu harus dilakukan
secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik.
Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama
dalam ajaran agama Islam. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap dan
cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang
dicintai oleh Allah swt.
Sebenarnya Manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar
dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas atau terselesaikan merupakan hal yang
disyariatkan dalam ajaran agma Islam. Demikian pula ketika kita melakukan
sesuatu itu dengan benar, baik, terencana dan terorganisasi dengan rapi, maka kita
akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan atau mengerjakan sesuatu.
Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan oleh keragu-raguan, karena
biasanya sesuatu yang dilakukan dengan dasar keraguan akan membuahkan hasil
yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat.
Proses-proses fungsi manajemen dalam manajemen konvensional dan
manajemen syariah pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara
mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesuatu
sesuai dengan aturan serta memiliki manfaat. Perbuatan yang tidak ada
manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah di rencanakan. Jika
perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidk termasuk di dalam kategori
manajemen yang baik.
Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa fungsi manajemen
tersebut untuk diterapkan terhadap fungsi manajemen itu sendiri. Karena
manajemen dalam suatu usaha yang dijalankan akan berdampak baik. Maka dapat
dilakukan dalam manajemen konvesional dan syariah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah?
2. Bagaimana Fungsi manajemen dalam manajemen syariah dan Manajemen
konvensional?
1
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Manajemen Dalam Fungsi Manajemen
Manajemen adalah suatu usaha mencapai tujuan organisasi dengan
bantuan orang lain. Manajemen merupakan pendayagunaan sumber daya
manusia dengan cara cara yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.
1. Fungsi Manajemen antara lain (POAC = Planning, Organizer,
Association,
and
Controlling)
fungsi
perencanaan,
fungsi
pengorganisasian, fungsi pengarahan, dan fungsi pengawasan dengan
dilaksanakan dengan baik dan tepat.
2. Fungsi Perencanaan adalah fungsi untuk melakukan pendefinisian tujuan
organisasi, menetapkan cara pencapaian tujuan dan serta
mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan seluruh pekerjaan.
Sehingga seluruh anggota organisasi dapat memahami rencana organisasi
terhadap seluruh kegiatan organisasi agar terarah pada tujuan yang telah
ditetapkan.1
3. Fungsi pengorganisasian adalah fungsi untuk penetapan tugas-tugas,
penetapan pelaksana tugas, pengelompokan tugas, penetapan system
pelaporan, dan penetapan letak pengambilan keputusan. Dengan
demikian seorang manajer harus merancang struktur organisasi agar
memudahkan anggota organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya
sesuai tanggung jawabnya sehingga tidak menimbulkan timpang tindih
pekerjaan dan tanggung jawab.
4. Fungsi Kepemimpinan adalah fungsi untuk mempengaruhi kebiasaan
kebiasan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Fungsi
kepemimpinan meliputi tugas untuk memotivasi anggota organisasi,
mengarahkan anggota organisasi, dan memilih komunikasi yang baik dan
efektif untuk memecahkan permasahan (konflik). Sehingga seorang
manajer/ pemimpin harus konsisten, dan selaras dengan rencana
organisasi agar dapat dijadikan panutan oleh karyawan/ bawahan.
5. Fungsi pengawasan adalah fungsi untuk melakukan pemantauan terhadap
seluruh kegiatan dalam menjalamkan rencana kegiatan dalam organisasi
yang telah ditetapkan. Menurut Robbin (2001) fungsi pengawasan
meliputi kegiatan pemantauan, pembandingan, serta kemungkinan
mengoreksi bila terdapat penyimpangan.2
B. Peran Manajemen Dalam Fungsi Manajemen
Mengacu studi yang dilakukan Henry Mintzberg dalam buku Robbin
(2001), Peran Manajer dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu
interpersonal, informasional, dan keputusan.
1 Rindyah Hanafi dan Amirullah, Pengantar Manajemen Dalam Fungsi manajemen,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002), hal. 35
2 Rivai, Veitzal, Fungsi Manajemen Untuk Perusahaan dalam Konvesional, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 22
2
1.
2.
3.
Peran Interpersonal
Peran Interpersonal adalah peran seorang pemimpin/ manajer
sebagai figure pemimpin, pemimpin dan sebagai penghubung. Sebagai
peran Figure pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus mampu
menghadapi situasi apapun dan mampu tampil untuk mewakili bawahan
dalam menangani segala permasalahan baik legal atau social.
Sebagai peran Pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus
mampu melaksanakan tugas yang dapat meningkatkan gairah kerja
bawahannya. Sebagai peran Penghubung adalah seorang pemimpin /
manajer harus mampu menjaga jaringan hubungan untuk melakukan
transfer informasi baik secara vertical atau horizontal ataupun internal dan
eksternal organisasi.3
Peran Informasional
Peran Informasional adalah peran seorang pemimpin sebagai
penerima dan menyampaikan informasi. Menurut Mintzberg, peran dibagi
2 (dua) yaitu peran monitor, peran disseminator dan peran juru bicara.
a. Peran monitor adalah peran untuk melakukan monitor informasi dari
luar organisasi.
b. Peran disseminator adalah peran untuk menyebarkan informasi.
c. Peran Juru bicara yaitu peran mewakili organisasi dihadapan
eksternal.
Peran Keputusan
Peran Keputusan adalah peran seoran pemimpin untuk mengambil
keputusan dalam menentukan pilihan yang tepat untuk organisasi. Peran
keputusan mempunyai 4 (empat) fungsi yaitu
a. Wiraswasta (entrepreneur).
b. Penyelesai hambatan (disturbance handler)
c. Pengalokasi sumber daya (resource allocator) dan
d. Perunding (negotiator).
C. Pemikiran Dalam Fungsi Manajemen
Sebelum abad ke-20, terjadi 2 peristiwa penting dalam ilmu
manajemen. Peristiwa pertama terjadi pd tahun 1776, ketika Adam Smith
menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam
bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yangg akan diperoleh
organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan
ke dalam tugas-tugas yg spesifik & berulang.
Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith
mengatakan bahwa dengan sepuluh orang perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika
setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah
sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith
menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas
dgn meningkatnya keterampilan & kecekatan tiap-tiap pekerja, menghemat
3 Ibid., hal. 28
3
waktu yg terbuang dalam pergantian tugas, &menciptakan mesin &
penemuan lain yang dpt menghemat tenaga kerja.4
Peristiwa penting kedua yg memengaruhi perkembangan ilmu
manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai
dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yg berakibat
pd pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yg
disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu
membutuhkan teori yg dpt membantu mereka meramalkan permintaan,
memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kpd
bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, & lain-lain, sehingga ilmu
manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
1. Manajemen di Era Manajemen Ilmiah
Era ini ditandai dgn perkembangan-perkembangan ilmu
manajemen dari kalangan insinyur seperti Henry Towne, Frederick
Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, & Harrington Emerson.
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific
management, dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam
bukunya yg berjudul Principles of Scientific Management pd tahun 1911.
Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah
“penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam
menyelesaikan sesuatu pekerjaan.” Beberapa penulis seperti Stephen
Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori
manajemen modern.
Henry Gantt yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale
Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya seorang mampu
mandor memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin
(industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk
membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan
untuk merancang dan mengontrol pekerjaan.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh
pasangan suami-istri Frank & Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil
menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang
dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk
melakukan setiap gerakan tersebut. Era ini juga ditandai dengan hadirnya
teori administratif, yaitu teori mengenai apa yg dilakukan oleh para
manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik.
Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama
Henry Fayol mengajukan gagasan 5 fungsi utama manajemen:
a. Merancang
b. Mengorganisasi
c. Memerintah
d. Mengoordinasi
e. Mengendalikan
4Barda Nawawi Arif, Masalah Fungsi Manajemen dalam Konvesional Dan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2007), hal. 38
4
2.
Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka
kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus
berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14
prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar & nilai yg menjadi inti
dari keberhasilan sebuah manajemen. Sumbangan penting lainnya datang
dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan sesuatu
tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi.
Bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki
yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan
sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa
bentuk “birokrasi yg ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia
menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat
dilakukan dalam kelompok besar.5
Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak
organisasi besar sekarang ini. Perkembangan selanjutnya terjadi pada
tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang
merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi.
Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”,
mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam
manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946,
Peter F. Drucker menerbitkan salah satu buku paling awal tentang
manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation).
Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors)
yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
Manajemen di Era Manusia Sosial
Era manusia sosial ditandai dgn lahirnya mahzab perilaku
(behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen
ilmiah. Mahzab perilaku tdk mendapatkan pengakuan luas sampai tahun
1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adl serangkaian
studi penelitian yg dikenal sbg eksperimen Hawthrone.
Eksperimen Hawthrone dilakukan pd tahun 1920-an hingga
1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di
Cicero, Illenois. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh
berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja.
Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan,
lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lbh sedikit pengaruhnya
terhadap output pekerja dibandingkan dgn tekanan kelompok,
penerimaan kelompok, serta rasa aman yg menyertainya. Peneliti
menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok
merupakan penentu utama perilaku kerja individu.6
Kontribusi lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett
(1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi & ilmu
5 Esposito, Jean E, Seni Komunikasi : Membangun Pengertian Manajemen, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2008), hal. 45
6 Ibid., hal. 56
5
3.
politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative
Experience pada tahun 1924. Follet mengajukan sesuatu filosifi bisnis
yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik
tanpa kompromi atau dominasi.
Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk
menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan
individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa
organisasi harus didasarkan pada etika kelompok dari pada
individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya
memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku
berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah
teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa
sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan
organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi “efektif-efisien”.
Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian
tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat
terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di
mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen
universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan,
dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga
mengembangkan teori “penerimaan otoritas” didasarkan pd gagasan
bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas
itu.
Manajemen di Era moderen
Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen
kualitas total (total quality management) di abad ke-20 yang
diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di
antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir
1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol
Kualitas di Jepang.
Deming berpendapat bahwa kebanyakan
permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja,
melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas
dengan mengajukan teori 5 langkah reaksi berantai Ia berpendapat bila
kualitas dapat ditingkatkan, antara lain sebagai berikut :
a. Biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan,
sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang
lebih baik atas waktu danmaterial.
b. Roduktivitas meningkat
c. Arket share meningkat karena peningkatan kualitas dan harga.
d. Profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dpt bertahan dalam
bisnis.
e. Jumlah pekerjaan meningkat.7
7 Hadari Nawawi, Kepemimpinan yang Efektif Dalam Manajemen, (Yogyakarta: UGM
Press, 2007), hal. 26
6
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah
Islam sebagai suatu sistem hidup yang sempurna tentu saja memiliki
konsep pemikiran tentang manajemen. Kesalahan kebanyakan dari kaum muslimin
dalam memahami konsep manajemen dari sudut pandang Islam adalah karena
masih mencampuradukan antara ilmu manajemen yang bersifat teknis (uslub)
dengan manajemen sebagai aktivitas. Kerancuan ini akan mengakibatkan kaum
muslimin susah membedakan mana yang boleh diambil dari perkembangan ilmu
manajemen saat ini dan mana yang tidak.8
Menurut Didin dan Hendri (2003) dalam buku mereka Manajemen
Syariah dalam Praktik, Manajemen bisa dikatakan telah memenuhi syariah bila :
1. Manajemen ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-nilai
keimanan dan ketauhidan.
2. Manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur organisasi. Ini bisa
dilihat pada surat Al An'aam: 65, "Allah meninggikan seseorang di atas
orang lain beberapa derajat". Ini menjelaskan bahwa dalam mengatur
dunia, peranan manusi tidak akan sama.
3. Manajemen syariah membahas soal sistem. Sistem ini disusun agar
perilaku pelaku di dalamnya berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz, misalnya, adalah salah satu yang terbaik. Sistem ini
berkaitan dengan perencanaan, organisasi dan kontrol, Islam pun telah
mengajarkan jauh sebelum adanya konsep itu lahir, yang dipelajari sebagai
manajemen ala Barat.
Menurut Karebet dan Yusanto (2002), syari’ah memandang manajemen
dari dua sisi, yaitu manajemen sebagai ilmu dan manajemen sebagai aktivitas.
Sebagai ilmu, manajemen dipandang sebagai salah satu dari ilmu umum yang lahir
berdasarkan fakta empiris yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban (hadharah)
manapun.
Namun sebagai aktivitas, maka manajemen dipandang sebagai sebuah
amal yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, sehingga ia
harus terikat pada aturan syara’, nilai dan hadharah Islam. Manajemen Islami
(syariah) berpijak pada aqidah Islam. Karena aqidah Islam merupakan dasar Ilmu
pengetahuan atau tsaqofah Islam. Adapun fungsi dalam Manajemen syariah
meliputi antara lain sebagai berikut :
1. Manajemen Sebagai ilmu
Sebagai ilmu, manajemen termasuk sesuatu yang bebas nilai atau
8 Handoko TH, Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah: Edisi 2,
(Yogyakarta: BPFE, 2000), hal. 342
7
berhukum asal mubah. Konsekuensinya, kepada siapapun umat Islam boleh
belajar. Berkaitan dengan ini, kita perlu mencermati pernyataan Imam A;
ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu
dalam dua kategori ilmu berdasarkan takaran kewajiban yaitu:
a.
ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu ’ain, yakni yang termasuk
dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah bahasa Arab, sirah
nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits, Tafsir, dan sebagainya.
b.
Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib
dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin. Ilmu
yang termasuk dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang
mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan,
diantaranya seperti ilmu kimia, biologi, fisika, kedokteran, pertanian,
teknik dan manajemen.
Dalam kitab Al fathul Kabir, Jilid III, disebutkan bahwa rasul
pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman guna mempelajari
teknologi pembuatan senjata bernama dabbabah. Yakni sejenis kendaraan
tank saat ini, yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari
roda-roda. Senjata ini mampu menerjang benteng lawan.9
2.
Manajemen Sebagai Aktivitas
Dalam ranah aktivitas, Islam memandang bahwa keberadaan
manajemen sebagai suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam
memudahkan implementasi Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya
Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal dalam kehidupan. Sebagai
kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas dan landasan
pola pikir. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai
tolok ukur (standar) perbuatan.
Karenanya, aktivitas menajemen yang dilakukan haruslah selalu
berada dalam koridor syariah. Syariah harus menjadi tolok ukur aktivitas
manajemen. Senafas dengan visi dan misi penciptaan dan kemusliman
seseorang, maka syariahlah satu-satunya yang menjadi kendali amal
perbuatannya.
Hal ini berlaku bagi setiap Muslim, siapa pun, kapan pun dan di
mana pun. Inilah sebenarnya penjabaran dari kaidah ushul yang menyatakan
”al aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmusy syar’i”, yakni hukum asal
suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib,
sunah, mubah, makruh dan haram.
Dengan tolok ukur syariah, setiap muslim akan mampu
membedakan secara jelas dan tegas perihal halal tidaknya, atau haram
tidaknya suatu kegiatan manajerial yang akan dilakukannya. Aktivitas yang
halal akan dilanjutkannya, sementara yang haram akan ditinggalkannya
9 Husein Umar, Evaluasi Kinerja Perusahaan: Dalam Manajemen Konvesional,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 49
8
semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah Swt.
B. Peran Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah
Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah
pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil
dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat
Islam). Fungsi manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada
empat yang utama, yaitu:
1.
Perencanaan (planning),
Dalam fungsi perencanaan pada manajemen syariah. Adapun
didalamnya mencangkup beberapa Implementasi syariah dalam fungsi
perencanaan antara lain sebagai berikut :
a.
Perencanaan bidang Sumber Daya Manusia
Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar
perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa
penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh komponen
SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus
memenuhi 3 unsur, yaitu :10
a) Kafa’ah (ahli di bidangnya),
b) Amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab),
c) Memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul ‘amal).
b.
Perencanaan Bidang Keuangan
Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan
sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang
ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber masukan
maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, mislanya,
peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana
untuk menyogok pejabat.
c.
Perencanaan Bidang Operasi atau produksi
Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan
masukan produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dlam dunia
pendidikan, mislanya, inpuntnya adalah SDM Muslim dan proses
pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami.
Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang
telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan
berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.
d.
Perencanaan bidang pemasaran
Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan
segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi.
10 James C, Van Horne dan Wachiwicz, Fundamental of Financial Management. Buku 1
dan 2, (Jakarta : salemba empat, 1999), hal. 333
9
Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM
muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang
profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang
memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen
syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan
ataupun penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Dalam fungsi pengorganisasian pada manajemen syariah. Berikut
ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian :
a.
Aspek Struktur
Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal
yang berkorelasi dengan faktor Prfesionalisme serta Aqad
pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan
tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad pekerjaannya.
Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang
kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan
pekerjaan.11
b. Aspek Tugas dan Wewenang
Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada
kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima
oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan
kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut.
c. Aspek Hubungan
Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya
organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan
muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi
munkar.
3.
Pengontrolan (controlling)
Dalam fungsi pengontrolan pada manajemen syariah. Adapun
peran syariah dalam pengontrolan adalah sebagai berikut. Dimana terdapat
beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan
tugas utama dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan selain
sebagai penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan
fasilitator).
Maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat
dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni
fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator).
Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat,
informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu
disandarkan pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil,
11 Ibid., hal. 352
10
argumentasi atau hujah yang kuat.
Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi
ruhiyah kepada para SDM organisasi.
a.
Motivasi
Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong
dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalalm suatu
entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah
komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat
memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal
motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan
ruhiyah.
Kekuatan yang muncul karena adanya kesadaran akibat
pemahaman (mafhum) akan maksud dan tujuan yang mendasari amal
perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi pemimpin untuk
memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang
dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik
dan sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.
b.
Fasilitator
Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar
anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap
sebagai team (together everyone achieve more). Setiap anggotanya
harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi.
Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1),
yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinkingafkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of
game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada
dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.
4.
Pengevaluasian (evaluating)
Dalam fungsi pengevaluasian pada manajemen syariah. Peran
Syariah dalam Evaluasi adalah fungsi manajerial pengawasan adalah untuk
mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa
tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk
mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat
adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang
tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga
pilar pengawasan, yaitu:
a. Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM perusahaan
dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
b. Kontrol anggota. Dengan suasana organisasi yang mencerminkan
formula TEAM, maka proses keberlangsungan organisasi selalu
akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai
11
dengan arah yang telah ditetapkan.
c. Penerapan (supremasi) aturan. Organisasi ditegakkan dengan
aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu saja-tidak
bertentangan dengan syariah.12
C. Kesimpulan
Adapun fungsi dalam Manajemen syariah meliputi antara lain sebagai
berikut : Manajemen Sebagai ilmu, Manajemen Sebagai Aktivitas dan Peran
Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah adalah Seperti yang sudah
dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam
implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi
manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi
manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada empat yang
utama, yaitu: Perencanaan (planning), pengendalian, pengawasan dan
pengorganisasian.
12 Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo, Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, (Jakarta :
Salemba Empat, 1997), hal. 421
12