DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI PROGRAM LINEAR SMA
DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS
KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI
PROGRAM LINEAR SMA
Sri Wigi Eka Nurani Putri1), Cita Dwi Rosita2), Surya Amami Pramuditya3)
1)
Mahasiswa FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
2)
Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
3)
Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan koneksi matematis
siswa pada materi program linear kelas XI. Kesulitan yang dialami siswa saat
mempelajari materi program linear disebut dengan learning obstacle (hambatan
belajar). Adapun cara mengatasi kesulitan tersebut yaitu menggunakan
pengembangan desain didaktis yang dirangkai dalam suatu Penelitian Desain
Didaktis (Didactical Design Research) yang yang menghasilkan bahan ajar
berupa modul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan learning
obstacles siswa terkait konsep program linear kelas XI, mendesain bahan ajar
berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI yang valid, dan
untuk mengetahui intervensi guru dalam mengimplementasikan bahan ajar
berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI. Subjek dalam
penelitian ini adalah 28 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 1 Plumbon untuk
identifikasi learning obstacle dan 31 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon
untuk implementasi desain bahan ajar. Penelitian ini merupakan penelitian desain
didaktis yang terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum
pembelajaran yang diwujudkan berupa desain didaktis hipotesis atau ADP, (2)
analisis metapedadidaktis, dan (3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan
hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.
Cara pengambilan data dalam penelitian ini dengan melakukan tes. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 9 macam learning obstacle siswa
terkait materi program linear. Validasi terhadap bahan ajar modul matematika
dilakukan oleh 3 validator yaitu dua dosen FKIP Unswagati dan satu guru
Matematika SMA. Berdasarkan hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar modul berbasis koneksi matematis layak digunakan dalam proses
pembelajaran materi pokok program linear kelas XI. Secara umum implementasi
desain didaktis ini terbagi menjadi dua yaitu intervensi pedagogis dan intervensi
didaktis.
Kata Kunci: Kemampuan Koneksi Matematis, Learning Obstacle, Didactical
Design Research, Modul.
1. Pendahuluan
Salah satu mata pelajaran wajib yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah
matematika. Hal itu dikarenakan matematika merupakan bagian dari pendidikan
umum yang tak lepas dari kehidupan manusia. Selain itu, matematika merupakan
ilmu dasar yang digunakan dalam pengembangan ilmu lainnya dan merupakan ilmu
yang dapat digunakan secara langsung dalam pemecahan masalah kehidupan
manusia.
Salah satu kemampuan dasar yang tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika
adalah kemampuan untuk menjelaskan keterkaitan antar konsep atau biasa disebut
dengan kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis sangat
penting dimiliki oleh siswa untuk dapat memahami dan mempelajari konsep
matematika dengan baik dan bermakna.Kemampuan koneksi matematis adalah
kemampuan siswa untuk menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan
matematis lainnya (Gordah, 2012: 267). Berkaitan dengan hal tersebut, Sumarmo
(2013) menyebutkan enam indikator dari kemampuan koneksi matematis. Beberapa
indikator tersebut adalah menghubungkan antar topik pada matematika,
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari – hari dan mencari hubungan
berbagai representasi konsep, proses atau prosedur matematik.
Berdasarkan hasil observasi di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di
Kabupaten Cirebon, siswa masih merasa sulit untuk menghubungkan antar topik
pada matematika ataupun menggunakan matematika dalam kehidupan sehari - hari.
Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa dibuktikan dengan hasil uji coba
yang telah dilakukan oleh penulis. Berdasarkan hasil uji coba tersebut diperoleh nilai
rata – rata siswa sebesar 52,25 dari 8 soal yang diberikan, ini berarti masih banyak
siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes koneksi matematis.
Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi tersebut disebut juga
dengan learning obstacle atau hambatan belajar. Piaget (Tamba, 2014: 765)
mengemukakan bahwa kesulitan – kesulitan yang dialami siswa bisa terjadi akibat
pengetahuan terdahulu yang dianggap tepat namun sekarang terungkap sebagai
sesuatu yang salah ataupun tidak berlaku pada konteks saat ini. Salah satu kesulitan
siswa terletak pada pemahaman materi yang tidak utuh atau disebut dengan
hambatan epistemologis, hal itu bisa terjadi karena sajian materi dalam bahan ajar
yang digunakan selama proses pembelajaran. Untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa tentang materi program linear, perlu adanya suatu proses perencanaan
pembelajaran yang disusun sebagai suatu desain didaktis. Pengembangan desain
didaktis tersebut dirangkai dalam suatu Penelitian Desain Didaktis atau Didactical
Design Research.
Salah satu produk yang berupa desain didaktis adalah bahan ajar. Bahan ajar dapat
dikelompokkan ke dalam empat macam sesuai dengan bentuknya yaitu bahan ajar
cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar dan bahan ajar interaktif. Salah
satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran
adalah modul. Prastowo (Apriliasari dan Rohayati, 2015: 2) mendefinisikan bahwa
modul adalah susunan sistematis dari sebuah bahan ajar dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia siswa, agar mereka
dapat belajar mandiri dan hanya membutuhkan sedikit bimbingan dari pendidik.
Bahan ajar modul yang berupa desain didaktis dapat mengatasi kesulitan – kesulitan
yang dialami oleh siswa. Dengan mengidentifikasi learning obstacle yang dialami
oleh siswa pada materi program linear maka disusun suatu alternatif desain bahan
ajar berupa modul dalam proses pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi
learning obstacle sehingga siswa tidak menemukan kembali hambatan-hambatan
dalam konsep yang ada. Hal tersebut sejalan dengan salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Giartiningsih (2014) mengenai pengembangan bahan ajar
matematika SMP yang konstruktivistik dengan berbantu modul interaktif pada
materi segitiga dan segiempat. Penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri
11 Semarang ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan ajar
matematika SMP yang konstruktivistik berbantuan modul sehingga dihasilkan bahan
ajar yang valid serta untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan bahan ajar
tersebut pada proses pembelajaran. Hasil validasi menentukan bahwa bahan ajar
berbentuk modul tersebut layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan
hasil validasi ahli materi mencapai 83,61% dan hasil validasi ahli media mencapai
78,61% yang termasuk ke dalam kategori baik. Sehingga dari penelitian tersebut
dapat terlihat bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan bahan ajar berbentuk
modul interaktif lebih efektif dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berminat untuk mengadakan penelitian
yang berjudul “Desain Bahan Ajar Berbasis Kemampuan Koneksi Matematis pada
Materi Program Linear SMA”.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui learning obstacle siswa terkait kemampuan koneksi
matematis pada materi program linear.
2. Untuk mengetahui desain bahan ajar berbasis koneksi matematis pada materi
program linear kelas XI yang valid.
3. Untuk mengetahui intervensi guru selama implementasi bahan ajar berbasis
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian desain didaktis (Didactical Design
Research). Secara umum, penelitian ini terdiri dari 3 tahapan (Suryadi, 2013: 12)
yaitu:
(1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang diwujudkan berupa desain
didaktis hipotesis atau ADP;
(2) analisis metapedadidaktis; dan
(3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis
hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 5 SMAN 1 Plumbon dan kelas XI MIPA
5 SMAN 3 Cirebon. Studi pendahuluan dilakukan pada siswa kelas XI IPA 5 SMAN
1 Plumbon dan implementasi bahan ajar program linear berbasis koneksi matematis
dilakukan pada siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon. Teknik pengumpulan data
yang digunakan meliputi tes (tes kemampuan siswa awal dan akhir). Sedangkan
teknik pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis hasil uji instrumen Learning Obstacle.
2. Menganalisis hasil validasi bahan ajar oleh para ahli.
3. Menganalisis situasi dari berbagai respon siswa.
4. Mengaitkan dan menjabarkan prediksi respon serta antisipasi didaktis dengan
respon siswa saat desain didaktis diimplementasikan.
5. Menganalisis antisipasi pedagogis (intervensi guru) saat implementasi bahan
ajar.
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil tahapan-tahapan penelitian di atas diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut.
3.1 Learning Obstacle Terkait Materi Program Linear Kelas XI
Berdasarkan hasil uji coba instrumen di SMAN 1 Plumbon diperoleh gambaran
kemampuan mengerjakan soal dan kesulitan siswa dalam memahami materi program
linear yang diuraikan sebagai berikut.
a. Menggunakan konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Kesulitan
siswa terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan
linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut mengakibatkan siswa
kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan terkait menentukan model
matematika dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari –
hari. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem
persamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari
- hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat
kembali materi terkait sistem persamaan linear dua variabel. Siswa diberikan
antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.
b. Menggunakan konsep sistem pertidaksaman linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Kesulitan
siswa terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut dapat
membuat siswa kesulitan dalam membuat model matematika dari suatu
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Siswa akan
mengalami kesulitan saat menentukan tanda untuk setiap persamaan yang
diperoleh sehingga terbentuk sebuah fungsi kendala dari suatu model
matematika yang kurang tepat. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait
membuat sistem pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan
dalam kehidupan sehari - hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan
membantu siswa mengingat kembali materi terkait sistem pertidaksamaan
linear dua variabel. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir
learning obstacle yang muncul.
c. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam
menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan
penyelesaian. Kesulitan siswa dalam menentukan fungsi kendala yang
membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian disebabkan oleh siswa tidak
dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dengan
tepat. Siswa harus dapat menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari
dua buah titik yang dilalui oleh sebuah garis sehingga dapat memudahkannya
untuk menentukan fungsi kendala dari daerah himpunan penyelesaian tersebut.
Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan suatu sistem
pertidaksamaan dari daerah himpunan penyelesaian yang diketahui pada modul
dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali rumus
untuk menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari sebuah garis. Siswa
diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang
muncul.
d. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk
menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik. Kesulitan tersebut
diakibatkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait materi sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut dapat
membuat siswa kesulitan dalam menggambarkan fungsi kendala ke dalam
sebuah graik. Selain itu, siswa juga akan keliru dalam menentukan daerah
himpunan penyelesaian dari fungsi kendala tersebut. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua
variabel ke dalam grafik pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu
siswa mengingat kembali cara menggambarkan sebuah pertidaksamaan linear
dua variabel ke dalam grafik. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk
meminimalisir learning obstacle yang muncul.
e. Menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar.
Kesulitan tersebut terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi
bangun datar. Sehingga siswa masih merasa kesulitan dalam menghitung luas
bangun datar yang dibentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian.
Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem persamaan
linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari - hari pada
modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali
materi terkait sistem persamaan linear dua variabel. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menentukan luas dari suatu daerah himpunan
penyelesaian pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa
mengingat kembali rumus dari setiap bangun datar yang mungkin dari suatu
daerah himpunan penyelesaian. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk
meminimalisir learning obstacle yang muncul.
f. Menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar.
Siswa masih merasa kesulitan dalam memberikan alasan saat menentukan
bangun datar yang dibentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian. Hal
tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait sifat – sifat
bangun datar. Sehingga siswa hanya dapat memberikan alasan sesuai dengan
daerah himpunan penyelesaian yang diperolehnya. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menentukan suatu bangun datar dari daerah himpunan
penyelesaian pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa
mengingat kembali sifat – sifat dari bangun datar. Siswa diberikan antisipasi
tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.
g. Menggunakan konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan
penyelesaian yang diketahui. Suatu daerah himpunan penyelesaian
memungkinkan salah satu titik ekstrim yang dimilikinya merupakan suatu titik
potong dari dua buah garis. Hal tersebut mengakibatkan siswa harus dapat
menggunakan konsep eliminasi substitusi untuk dapat menentukan titik ekstrim
tersebut. Kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan linear
dua varibael mengakibatkan munculnya kesulitan siswa tersebut. Solusinya
yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan nilai dari setiap variabel
dengan menggunakan metode eliminasi dan substitusi pada modul dan
pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali metode
eliminasi dan substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Siswa
diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang
muncul.
h. Menggunakan konsep dua buah garis sejajar untuk menentukan garis - garis
selidik. Kurangnya pemahaman siswa terkait materi garis sejajar
mengakibatkan siswa mengalami kesulitan tersebut. Kesulitan siswa dalam
menggunakan konsep dua buah garis sejajar dapat membuat siswa keliru dalam
menyelesaikan masalah optimasi dengan menggunakan garis selidik. Siswa
akan kesulitan dalam menentukan nilai optimum dengan menggunakan konsep
garis selidik, yaitu dengan menggunakan garis – garis yang sejajar dengan garis
selidik. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menggambarkan
sebuah garis dan garis – gairs yang saling sejajar pada modul dan pedagogisnya
yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali materi gradien dua buah garis
yang saling sejajar. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir
learning obstacle yang muncul.
3.2 Mendesain Bahan Ajar Berbasis Koneksi Matematis pada Materi
Program Linear Kelas XI
Desain bahan ajar berbasis koneksi matematis yang dibuat berupa modul matematika
yang diharapkan dapat mengatasi learning obstacle dan mengembangkan
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI. Modul tersebut
dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran dan teori belajar Bruner, serta memuat
situasi didaktis untuk mengantisipasi berbagai learning obstacle. Modul yang telah
dibuat divalidasi oleh tiga orang validator, yaitu ahli media pembelajaran dan ahli
materi pembelajaran. Hasil validasi menunjukkan bahwa modul termasuk pada
kategori valid sehingga dapat digunakan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran. Walaupun demikian, setiap validator memberikan masukan yang
digunakan sebagai masukan untuk perbaikan bahan ajar. Adapun masukan yang
diberikan oleh setiap validator adalah sebagai berikut.
Validator 1 memberi beberapa masukan, yaitu memberikan masukan pada
pembuatan peta konsep dan soal – soal terkait kemampuan koneksi matematis pada
modul. Adapun masukan yang pertama dikarenakan peta konsep pada modul hanya
menuliskan materi yang akan dipelajari siswa tanpa menambahkan alur pada setiap
materi yang dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan teori bahan ajar dimana isi bahan
ajar harus mudah dicerna oleh pembaca. Sedangkan, masukan yang kedua diberikan
karena kurangnya soal terkait salah satu indikator kemampuan koneksi matematis.
Indikator kemampuan koneksi matematis yang dimaksud adalah menerapkan
matematika dalam bidang lain. Masukan tersebut sesuai dengan indikator
kemampuan yang digunakan dalam pembuatan bahan ajar, yaitu kemampuan
koneksi matematis.
Validator kedua memberikan beberapa masukan, yaitu terlalu banyak materi yang
disajikan dalam satu halaman, ukuran tulisan terlalu kecil dan kurangnya kolom
jawaban yang disediakan untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Hal
tersebut sesuai dengan teori bahan ajar yang seharusnya yaitu konten bahan ajar dan
tata tulis. Karena menurut teori bahan ajar yang seharusnya kesesuaian bahasa yang
digunakan serta ejaannya harus tepat dan dapat terbaca sehingga dapat mudah
digunakan oleh siswa.
Sedangkan validator ketiga memberikan masukan terkait penyajian bahan ajar, yaitu
kurangnya tempat bagi siswa untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
terdapat pada modul. Setiap kolom jawaban yang disediakan harus disesuaikan
dengan kemungkinan jawaban dari setiap pertanyaan, sehingga siswa dapat lebih
mudah mengerjakan setiap pertanyaan pada modul.
3.3 Intervensi Guru dalam Mengimplementasikan Bahan Ajar Berbasis
Koneksi Matematis pada Materi Program linear Kelas X
Secara garis besar intervensi guru dalam mengimplementasi bahan ajar berbasis
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI tersebut adalah
sebagai fasilitator. Adapun intervensi yang dilakukan oleh guru dibagi menjadi dua,
yaitu intervensi didaktis dan pedagogis.
a. Situasi 1
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 1 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya soal latihan terkait konsep eliminasi dan substitusi sedangkan
antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait konsep eliminasi dan
substitusi dari dua buah persamaan linear dua variaebl. Intervensi tersebut diberikan
untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan
konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Intervensi
tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
b. Situasi 2
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 2 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menentukan persamaan linear dua variabel jika diketahui titik –
titik yang dilaluinya sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa
untuk menentukan persamaan linear dua variabel jika melalui dua titik. Intervensi
tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak
dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam
menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian.
Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa
yang baru.
c. Situasi 3
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 3 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menentukan tanda pertidaksamaan dari suatu permasalahan yang
diketahui sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait cara
menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan. Intervensi
tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Intervensi
tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
d. Situasi 4
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 4 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya suatu pertidaksamaan linear dua variabel yang harus digambarkan
pada sebuah grafik sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa
terkait cara menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam
grafik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa
yaitu menggunakan sistem pertidaksamaan linear dua variabel dan sistem
persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah terkait model
matematika. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning
obstacle siswa yang baru.
e. Situasi 5
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 5 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke
dalam grafik sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa untuk
dapat menggambarkan suatu sistem pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam
grafik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa
yaitu siswa tidak dapat menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel
ke dalam grafik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan
learning obstacle siswa yang baru.
f. Situasi 6
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 6 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan luas bangun datar yang terbentuk dari
suatu daerah himpunan penyelesaian sedangkan antisipasi pedagogis dengan
mengingatkan siswa terkait rumus luas dari suatu bangun datar. Intervensi tersebut
diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep
luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear terkait
konsep luas suatu bangun datar. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak
memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
g. Situasi 7
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 7 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya konsep gradien dari garis yang saling sejajar sedangkan antisipasi
pedagogis dengan mengingatkan siswa cara menentukan gradien dari sebuah garis.
Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep dua buah garis sejajar uuntuk menentukan garis – garis
selidik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning
obstacle siswa yang baru.
h. Situasi 8
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 1 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan nilai optimum dengan menggunakan
garis selidik sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa dalam
menentukan nilai optimum dengan menggunakan garis selidik. Intervensi tersebut
diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep
dua buah garis sejajar untuk menentukan garis – garis selidik. Intervensi tersebut
sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
i. Situasi 9
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 9 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan nilai optimum dari suatu
permasalahan program linear yang berkaitan dengan kehidupan sehari - hari
sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait menentukan
nilai optimum dengan menggunakan uji titik pojok maupun dengan garis selidik.
Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam menentukan
pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian dan
menggunakan konsep eliminasi dan substitusi pada sistem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan penyelesaian
yang diketahui. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan
learning obstacle siswa yang baru.
4. Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut.
1. Learning obstacle khususnya hambatan-hambatan epistimologis yang muncul
dalam mempelajari materi program linear kelas XI adalah : (a) menggunakan
konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan model matematika, (b) menggunakan konsep sistem
pertidaksaman linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan model matematika, (c) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan
linear dua variabel dalam menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu
daerah himpunan penyelesaian, (d) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan
linear dua variabel untuk menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik,
(e) menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar. (f)
menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar, (g)
menggunakan konsep eliminasi substitusi pada simstem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan
penyelesaian yang diketahui, dan (h) menggunakan konsep dua buah garis
sejajar untuk menentukan garis - garis selidik.
2. Desain bahan ajar berbasis koneksi matematis ini disusun berdasarkan learning
obstacle yang dialami siswa yang telah mempelajari materi program linear.
Learning obstacle tersebut diantisipasi dengan memberikan situasi-situasi yang
disajikan dalam bahan ajar. Bahan ajar yang telah dibuat divalidasi oleh 3 ahli
yaitu satu dosen ahli desain media pembelajaran, satu dosen ahli materi
pembelajaran dan satu guru ahli materi pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi
oleh tiga validator diperoleh persentase keseluruhan sebesar 94,44% dengan
kualifikasi sangat valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
berbasis kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI
yang berbentuk modul layak digunakan dalam proses pembelajaran.
3. Intervensi guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator, karena
siswa dituntut untuk aktif dan belajar secara mandiri. Guru hanya membantu
siswa jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi maupun dalam
mengerjakan soal – soal latihan. Guru hanya memberikan beberapa antisipasi
yang dapat meminimalisir learning obstacle siswa. Adapun antisipasi yang
diberikan berupa antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis
adalah antisipasi yang diberikan guru melalui bahan ajar yang digunakan,
sedangkan antisipasi pedagogis adalah antisipasi yang diberikan guru pada siswa
secara langsung dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disebutkan di
atas, maka disarankan hal – hal sebagai berikut.
1. Guru diharapkan dapat memberikan materi prasyarat yang berkaitan dengan
materi pokok sebelum menjelaskan materi pokok yang hendak dipelajari,
sehingga akan mengurangi kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan materi tersebut.
2. Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan guru untuk meminimalisir adanya
kesulitan siswa dalam mempelajari materi program linear yaitu dengan
memberikan soal sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa serta dengan
melihat kemampuan siswa (rendah, sedang dan tinggi).
Daftar Pustaka
[1] Apriliasari, Ratna A & Rohayati, Suci. (2015). Pengembangan Modul Materi Jurnal
Penyesuaian Perusahaan Dagang Berbasis Pendekatan Saintifik di Kelas XI SMK
Negeri 1 Sooko Mojokerto. Surabaya: FE UNS.
[2] Gordah, Eka Kasah. (2012). Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan
Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Open Ended. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Volume 18 Nomor 3 September 2012 halaman 267.
[3] Giartiningsih. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Matematika SMP yang
Kontruktivistik Berbantu Modul Interaktif pada Materi Segitiga dan Segiempat.
Prosiding Mathematics and Science Forum 2014 ISBN 978-602-0960-00-5 halaman
517.
[4] Sumarmo, Utari. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematik. Bandung: FPMIPA UPI.
[5] Suryadi, Didi. (2013). Didactical Desain Research (DDR) dalam Pengembangan
Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
[6] Tamba, Kimara P. (2014). Desain Didaktis Bahan Ajar Pertidaksamaan. Prosiding
“Revitalisasi Pendidikan Matematika Menuju AFTA 2015” Seminar Nasional
Pendidikan Matematika Ahmad Dahlan (SENDIKMAD 2014) Yogyakarta 27 Desember
2014 halaman 769.
KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI
PROGRAM LINEAR SMA
Sri Wigi Eka Nurani Putri1), Cita Dwi Rosita2), Surya Amami Pramuditya3)
1)
Mahasiswa FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
2)
Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
3)
Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan koneksi matematis
siswa pada materi program linear kelas XI. Kesulitan yang dialami siswa saat
mempelajari materi program linear disebut dengan learning obstacle (hambatan
belajar). Adapun cara mengatasi kesulitan tersebut yaitu menggunakan
pengembangan desain didaktis yang dirangkai dalam suatu Penelitian Desain
Didaktis (Didactical Design Research) yang yang menghasilkan bahan ajar
berupa modul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan learning
obstacles siswa terkait konsep program linear kelas XI, mendesain bahan ajar
berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI yang valid, dan
untuk mengetahui intervensi guru dalam mengimplementasikan bahan ajar
berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI. Subjek dalam
penelitian ini adalah 28 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 1 Plumbon untuk
identifikasi learning obstacle dan 31 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon
untuk implementasi desain bahan ajar. Penelitian ini merupakan penelitian desain
didaktis yang terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum
pembelajaran yang diwujudkan berupa desain didaktis hipotesis atau ADP, (2)
analisis metapedadidaktis, dan (3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan
hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.
Cara pengambilan data dalam penelitian ini dengan melakukan tes. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 9 macam learning obstacle siswa
terkait materi program linear. Validasi terhadap bahan ajar modul matematika
dilakukan oleh 3 validator yaitu dua dosen FKIP Unswagati dan satu guru
Matematika SMA. Berdasarkan hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar modul berbasis koneksi matematis layak digunakan dalam proses
pembelajaran materi pokok program linear kelas XI. Secara umum implementasi
desain didaktis ini terbagi menjadi dua yaitu intervensi pedagogis dan intervensi
didaktis.
Kata Kunci: Kemampuan Koneksi Matematis, Learning Obstacle, Didactical
Design Research, Modul.
1. Pendahuluan
Salah satu mata pelajaran wajib yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah
matematika. Hal itu dikarenakan matematika merupakan bagian dari pendidikan
umum yang tak lepas dari kehidupan manusia. Selain itu, matematika merupakan
ilmu dasar yang digunakan dalam pengembangan ilmu lainnya dan merupakan ilmu
yang dapat digunakan secara langsung dalam pemecahan masalah kehidupan
manusia.
Salah satu kemampuan dasar yang tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika
adalah kemampuan untuk menjelaskan keterkaitan antar konsep atau biasa disebut
dengan kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis sangat
penting dimiliki oleh siswa untuk dapat memahami dan mempelajari konsep
matematika dengan baik dan bermakna.Kemampuan koneksi matematis adalah
kemampuan siswa untuk menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan
matematis lainnya (Gordah, 2012: 267). Berkaitan dengan hal tersebut, Sumarmo
(2013) menyebutkan enam indikator dari kemampuan koneksi matematis. Beberapa
indikator tersebut adalah menghubungkan antar topik pada matematika,
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari – hari dan mencari hubungan
berbagai representasi konsep, proses atau prosedur matematik.
Berdasarkan hasil observasi di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di
Kabupaten Cirebon, siswa masih merasa sulit untuk menghubungkan antar topik
pada matematika ataupun menggunakan matematika dalam kehidupan sehari - hari.
Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa dibuktikan dengan hasil uji coba
yang telah dilakukan oleh penulis. Berdasarkan hasil uji coba tersebut diperoleh nilai
rata – rata siswa sebesar 52,25 dari 8 soal yang diberikan, ini berarti masih banyak
siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes koneksi matematis.
Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi tersebut disebut juga
dengan learning obstacle atau hambatan belajar. Piaget (Tamba, 2014: 765)
mengemukakan bahwa kesulitan – kesulitan yang dialami siswa bisa terjadi akibat
pengetahuan terdahulu yang dianggap tepat namun sekarang terungkap sebagai
sesuatu yang salah ataupun tidak berlaku pada konteks saat ini. Salah satu kesulitan
siswa terletak pada pemahaman materi yang tidak utuh atau disebut dengan
hambatan epistemologis, hal itu bisa terjadi karena sajian materi dalam bahan ajar
yang digunakan selama proses pembelajaran. Untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa tentang materi program linear, perlu adanya suatu proses perencanaan
pembelajaran yang disusun sebagai suatu desain didaktis. Pengembangan desain
didaktis tersebut dirangkai dalam suatu Penelitian Desain Didaktis atau Didactical
Design Research.
Salah satu produk yang berupa desain didaktis adalah bahan ajar. Bahan ajar dapat
dikelompokkan ke dalam empat macam sesuai dengan bentuknya yaitu bahan ajar
cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar dan bahan ajar interaktif. Salah
satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran
adalah modul. Prastowo (Apriliasari dan Rohayati, 2015: 2) mendefinisikan bahwa
modul adalah susunan sistematis dari sebuah bahan ajar dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia siswa, agar mereka
dapat belajar mandiri dan hanya membutuhkan sedikit bimbingan dari pendidik.
Bahan ajar modul yang berupa desain didaktis dapat mengatasi kesulitan – kesulitan
yang dialami oleh siswa. Dengan mengidentifikasi learning obstacle yang dialami
oleh siswa pada materi program linear maka disusun suatu alternatif desain bahan
ajar berupa modul dalam proses pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi
learning obstacle sehingga siswa tidak menemukan kembali hambatan-hambatan
dalam konsep yang ada. Hal tersebut sejalan dengan salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Giartiningsih (2014) mengenai pengembangan bahan ajar
matematika SMP yang konstruktivistik dengan berbantu modul interaktif pada
materi segitiga dan segiempat. Penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri
11 Semarang ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan ajar
matematika SMP yang konstruktivistik berbantuan modul sehingga dihasilkan bahan
ajar yang valid serta untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan bahan ajar
tersebut pada proses pembelajaran. Hasil validasi menentukan bahwa bahan ajar
berbentuk modul tersebut layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan
hasil validasi ahli materi mencapai 83,61% dan hasil validasi ahli media mencapai
78,61% yang termasuk ke dalam kategori baik. Sehingga dari penelitian tersebut
dapat terlihat bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan bahan ajar berbentuk
modul interaktif lebih efektif dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berminat untuk mengadakan penelitian
yang berjudul “Desain Bahan Ajar Berbasis Kemampuan Koneksi Matematis pada
Materi Program Linear SMA”.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui learning obstacle siswa terkait kemampuan koneksi
matematis pada materi program linear.
2. Untuk mengetahui desain bahan ajar berbasis koneksi matematis pada materi
program linear kelas XI yang valid.
3. Untuk mengetahui intervensi guru selama implementasi bahan ajar berbasis
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian desain didaktis (Didactical Design
Research). Secara umum, penelitian ini terdiri dari 3 tahapan (Suryadi, 2013: 12)
yaitu:
(1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang diwujudkan berupa desain
didaktis hipotesis atau ADP;
(2) analisis metapedadidaktis; dan
(3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis
hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 5 SMAN 1 Plumbon dan kelas XI MIPA
5 SMAN 3 Cirebon. Studi pendahuluan dilakukan pada siswa kelas XI IPA 5 SMAN
1 Plumbon dan implementasi bahan ajar program linear berbasis koneksi matematis
dilakukan pada siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon. Teknik pengumpulan data
yang digunakan meliputi tes (tes kemampuan siswa awal dan akhir). Sedangkan
teknik pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis hasil uji instrumen Learning Obstacle.
2. Menganalisis hasil validasi bahan ajar oleh para ahli.
3. Menganalisis situasi dari berbagai respon siswa.
4. Mengaitkan dan menjabarkan prediksi respon serta antisipasi didaktis dengan
respon siswa saat desain didaktis diimplementasikan.
5. Menganalisis antisipasi pedagogis (intervensi guru) saat implementasi bahan
ajar.
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil tahapan-tahapan penelitian di atas diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut.
3.1 Learning Obstacle Terkait Materi Program Linear Kelas XI
Berdasarkan hasil uji coba instrumen di SMAN 1 Plumbon diperoleh gambaran
kemampuan mengerjakan soal dan kesulitan siswa dalam memahami materi program
linear yang diuraikan sebagai berikut.
a. Menggunakan konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Kesulitan
siswa terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan
linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut mengakibatkan siswa
kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan terkait menentukan model
matematika dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari –
hari. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem
persamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari
- hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat
kembali materi terkait sistem persamaan linear dua variabel. Siswa diberikan
antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.
b. Menggunakan konsep sistem pertidaksaman linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Kesulitan
siswa terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut dapat
membuat siswa kesulitan dalam membuat model matematika dari suatu
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Siswa akan
mengalami kesulitan saat menentukan tanda untuk setiap persamaan yang
diperoleh sehingga terbentuk sebuah fungsi kendala dari suatu model
matematika yang kurang tepat. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait
membuat sistem pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan
dalam kehidupan sehari - hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan
membantu siswa mengingat kembali materi terkait sistem pertidaksamaan
linear dua variabel. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir
learning obstacle yang muncul.
c. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam
menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan
penyelesaian. Kesulitan siswa dalam menentukan fungsi kendala yang
membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian disebabkan oleh siswa tidak
dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dengan
tepat. Siswa harus dapat menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari
dua buah titik yang dilalui oleh sebuah garis sehingga dapat memudahkannya
untuk menentukan fungsi kendala dari daerah himpunan penyelesaian tersebut.
Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan suatu sistem
pertidaksamaan dari daerah himpunan penyelesaian yang diketahui pada modul
dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali rumus
untuk menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari sebuah garis. Siswa
diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang
muncul.
d. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk
menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik. Kesulitan tersebut
diakibatkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait materi sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut dapat
membuat siswa kesulitan dalam menggambarkan fungsi kendala ke dalam
sebuah graik. Selain itu, siswa juga akan keliru dalam menentukan daerah
himpunan penyelesaian dari fungsi kendala tersebut. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua
variabel ke dalam grafik pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu
siswa mengingat kembali cara menggambarkan sebuah pertidaksamaan linear
dua variabel ke dalam grafik. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk
meminimalisir learning obstacle yang muncul.
e. Menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar.
Kesulitan tersebut terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi
bangun datar. Sehingga siswa masih merasa kesulitan dalam menghitung luas
bangun datar yang dibentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian.
Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem persamaan
linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari - hari pada
modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali
materi terkait sistem persamaan linear dua variabel. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menentukan luas dari suatu daerah himpunan
penyelesaian pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa
mengingat kembali rumus dari setiap bangun datar yang mungkin dari suatu
daerah himpunan penyelesaian. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk
meminimalisir learning obstacle yang muncul.
f. Menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar.
Siswa masih merasa kesulitan dalam memberikan alasan saat menentukan
bangun datar yang dibentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian. Hal
tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait sifat – sifat
bangun datar. Sehingga siswa hanya dapat memberikan alasan sesuai dengan
daerah himpunan penyelesaian yang diperolehnya. Solusinya yaitu dengan
memberikan soal terkait menentukan suatu bangun datar dari daerah himpunan
penyelesaian pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa
mengingat kembali sifat – sifat dari bangun datar. Siswa diberikan antisipasi
tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.
g. Menggunakan konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan
penyelesaian yang diketahui. Suatu daerah himpunan penyelesaian
memungkinkan salah satu titik ekstrim yang dimilikinya merupakan suatu titik
potong dari dua buah garis. Hal tersebut mengakibatkan siswa harus dapat
menggunakan konsep eliminasi substitusi untuk dapat menentukan titik ekstrim
tersebut. Kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan linear
dua varibael mengakibatkan munculnya kesulitan siswa tersebut. Solusinya
yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan nilai dari setiap variabel
dengan menggunakan metode eliminasi dan substitusi pada modul dan
pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali metode
eliminasi dan substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Siswa
diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang
muncul.
h. Menggunakan konsep dua buah garis sejajar untuk menentukan garis - garis
selidik. Kurangnya pemahaman siswa terkait materi garis sejajar
mengakibatkan siswa mengalami kesulitan tersebut. Kesulitan siswa dalam
menggunakan konsep dua buah garis sejajar dapat membuat siswa keliru dalam
menyelesaikan masalah optimasi dengan menggunakan garis selidik. Siswa
akan kesulitan dalam menentukan nilai optimum dengan menggunakan konsep
garis selidik, yaitu dengan menggunakan garis – garis yang sejajar dengan garis
selidik. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menggambarkan
sebuah garis dan garis – gairs yang saling sejajar pada modul dan pedagogisnya
yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali materi gradien dua buah garis
yang saling sejajar. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir
learning obstacle yang muncul.
3.2 Mendesain Bahan Ajar Berbasis Koneksi Matematis pada Materi
Program Linear Kelas XI
Desain bahan ajar berbasis koneksi matematis yang dibuat berupa modul matematika
yang diharapkan dapat mengatasi learning obstacle dan mengembangkan
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI. Modul tersebut
dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran dan teori belajar Bruner, serta memuat
situasi didaktis untuk mengantisipasi berbagai learning obstacle. Modul yang telah
dibuat divalidasi oleh tiga orang validator, yaitu ahli media pembelajaran dan ahli
materi pembelajaran. Hasil validasi menunjukkan bahwa modul termasuk pada
kategori valid sehingga dapat digunakan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran. Walaupun demikian, setiap validator memberikan masukan yang
digunakan sebagai masukan untuk perbaikan bahan ajar. Adapun masukan yang
diberikan oleh setiap validator adalah sebagai berikut.
Validator 1 memberi beberapa masukan, yaitu memberikan masukan pada
pembuatan peta konsep dan soal – soal terkait kemampuan koneksi matematis pada
modul. Adapun masukan yang pertama dikarenakan peta konsep pada modul hanya
menuliskan materi yang akan dipelajari siswa tanpa menambahkan alur pada setiap
materi yang dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan teori bahan ajar dimana isi bahan
ajar harus mudah dicerna oleh pembaca. Sedangkan, masukan yang kedua diberikan
karena kurangnya soal terkait salah satu indikator kemampuan koneksi matematis.
Indikator kemampuan koneksi matematis yang dimaksud adalah menerapkan
matematika dalam bidang lain. Masukan tersebut sesuai dengan indikator
kemampuan yang digunakan dalam pembuatan bahan ajar, yaitu kemampuan
koneksi matematis.
Validator kedua memberikan beberapa masukan, yaitu terlalu banyak materi yang
disajikan dalam satu halaman, ukuran tulisan terlalu kecil dan kurangnya kolom
jawaban yang disediakan untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Hal
tersebut sesuai dengan teori bahan ajar yang seharusnya yaitu konten bahan ajar dan
tata tulis. Karena menurut teori bahan ajar yang seharusnya kesesuaian bahasa yang
digunakan serta ejaannya harus tepat dan dapat terbaca sehingga dapat mudah
digunakan oleh siswa.
Sedangkan validator ketiga memberikan masukan terkait penyajian bahan ajar, yaitu
kurangnya tempat bagi siswa untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
terdapat pada modul. Setiap kolom jawaban yang disediakan harus disesuaikan
dengan kemungkinan jawaban dari setiap pertanyaan, sehingga siswa dapat lebih
mudah mengerjakan setiap pertanyaan pada modul.
3.3 Intervensi Guru dalam Mengimplementasikan Bahan Ajar Berbasis
Koneksi Matematis pada Materi Program linear Kelas X
Secara garis besar intervensi guru dalam mengimplementasi bahan ajar berbasis
kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI tersebut adalah
sebagai fasilitator. Adapun intervensi yang dilakukan oleh guru dibagi menjadi dua,
yaitu intervensi didaktis dan pedagogis.
a. Situasi 1
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 1 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya soal latihan terkait konsep eliminasi dan substitusi sedangkan
antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait konsep eliminasi dan
substitusi dari dua buah persamaan linear dua variaebl. Intervensi tersebut diberikan
untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan
konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Intervensi
tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
b. Situasi 2
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 2 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menentukan persamaan linear dua variabel jika diketahui titik –
titik yang dilaluinya sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa
untuk menentukan persamaan linear dua variabel jika melalui dua titik. Intervensi
tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak
dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam
menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian.
Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa
yang baru.
c. Situasi 3
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 3 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menentukan tanda pertidaksamaan dari suatu permasalahan yang
diketahui sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait cara
menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan. Intervensi
tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Intervensi
tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
d. Situasi 4
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 4 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya suatu pertidaksamaan linear dua variabel yang harus digambarkan
pada sebuah grafik sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa
terkait cara menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam
grafik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa
yaitu menggunakan sistem pertidaksamaan linear dua variabel dan sistem
persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah terkait model
matematika. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning
obstacle siswa yang baru.
e. Situasi 5
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 5 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya cara menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke
dalam grafik sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa untuk
dapat menggambarkan suatu sistem pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam
grafik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa
yaitu siswa tidak dapat menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel
ke dalam grafik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan
learning obstacle siswa yang baru.
f. Situasi 6
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 6 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan luas bangun datar yang terbentuk dari
suatu daerah himpunan penyelesaian sedangkan antisipasi pedagogis dengan
mengingatkan siswa terkait rumus luas dari suatu bangun datar. Intervensi tersebut
diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep
luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear terkait
konsep luas suatu bangun datar. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak
memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
g. Situasi 7
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 7 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya konsep gradien dari garis yang saling sejajar sedangkan antisipasi
pedagogis dengan mengingatkan siswa cara menentukan gradien dari sebuah garis.
Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep dua buah garis sejajar uuntuk menentukan garis – garis
selidik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning
obstacle siswa yang baru.
h. Situasi 8
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 1 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan nilai optimum dengan menggunakan
garis selidik sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa dalam
menentukan nilai optimum dengan menggunakan garis selidik. Intervensi tersebut
diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep
dua buah garis sejajar untuk menentukan garis – garis selidik. Intervensi tersebut
sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.
i. Situasi 9
Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 9 muncul
yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu
diberikannya contoh pengerjaan menentukan nilai optimum dari suatu
permasalahan program linear yang berkaitan dengan kehidupan sehari - hari
sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait menentukan
nilai optimum dengan menggunakan uji titik pojok maupun dengan garis selidik.
Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu
menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam menentukan
pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian dan
menggunakan konsep eliminasi dan substitusi pada sistem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan penyelesaian
yang diketahui. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan
learning obstacle siswa yang baru.
4. Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut.
1. Learning obstacle khususnya hambatan-hambatan epistimologis yang muncul
dalam mempelajari materi program linear kelas XI adalah : (a) menggunakan
konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan model matematika, (b) menggunakan konsep sistem
pertidaksaman linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan model matematika, (c) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan
linear dua variabel dalam menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu
daerah himpunan penyelesaian, (d) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan
linear dua variabel untuk menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik,
(e) menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar. (f)
menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar, (g)
menggunakan konsep eliminasi substitusi pada simstem persamaan linear dua
variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan
penyelesaian yang diketahui, dan (h) menggunakan konsep dua buah garis
sejajar untuk menentukan garis - garis selidik.
2. Desain bahan ajar berbasis koneksi matematis ini disusun berdasarkan learning
obstacle yang dialami siswa yang telah mempelajari materi program linear.
Learning obstacle tersebut diantisipasi dengan memberikan situasi-situasi yang
disajikan dalam bahan ajar. Bahan ajar yang telah dibuat divalidasi oleh 3 ahli
yaitu satu dosen ahli desain media pembelajaran, satu dosen ahli materi
pembelajaran dan satu guru ahli materi pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi
oleh tiga validator diperoleh persentase keseluruhan sebesar 94,44% dengan
kualifikasi sangat valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
berbasis kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI
yang berbentuk modul layak digunakan dalam proses pembelajaran.
3. Intervensi guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator, karena
siswa dituntut untuk aktif dan belajar secara mandiri. Guru hanya membantu
siswa jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi maupun dalam
mengerjakan soal – soal latihan. Guru hanya memberikan beberapa antisipasi
yang dapat meminimalisir learning obstacle siswa. Adapun antisipasi yang
diberikan berupa antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis
adalah antisipasi yang diberikan guru melalui bahan ajar yang digunakan,
sedangkan antisipasi pedagogis adalah antisipasi yang diberikan guru pada siswa
secara langsung dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disebutkan di
atas, maka disarankan hal – hal sebagai berikut.
1. Guru diharapkan dapat memberikan materi prasyarat yang berkaitan dengan
materi pokok sebelum menjelaskan materi pokok yang hendak dipelajari,
sehingga akan mengurangi kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan materi tersebut.
2. Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan guru untuk meminimalisir adanya
kesulitan siswa dalam mempelajari materi program linear yaitu dengan
memberikan soal sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa serta dengan
melihat kemampuan siswa (rendah, sedang dan tinggi).
Daftar Pustaka
[1] Apriliasari, Ratna A & Rohayati, Suci. (2015). Pengembangan Modul Materi Jurnal
Penyesuaian Perusahaan Dagang Berbasis Pendekatan Saintifik di Kelas XI SMK
Negeri 1 Sooko Mojokerto. Surabaya: FE UNS.
[2] Gordah, Eka Kasah. (2012). Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan
Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Open Ended. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Volume 18 Nomor 3 September 2012 halaman 267.
[3] Giartiningsih. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Matematika SMP yang
Kontruktivistik Berbantu Modul Interaktif pada Materi Segitiga dan Segiempat.
Prosiding Mathematics and Science Forum 2014 ISBN 978-602-0960-00-5 halaman
517.
[4] Sumarmo, Utari. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematik. Bandung: FPMIPA UPI.
[5] Suryadi, Didi. (2013). Didactical Desain Research (DDR) dalam Pengembangan
Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
[6] Tamba, Kimara P. (2014). Desain Didaktis Bahan Ajar Pertidaksamaan. Prosiding
“Revitalisasi Pendidikan Matematika Menuju AFTA 2015” Seminar Nasional
Pendidikan Matematika Ahmad Dahlan (SENDIKMAD 2014) Yogyakarta 27 Desember
2014 halaman 769.