BAB I PENDAHULUAN - Aspek Yuridis Pola Kemitraan Antara Pengusaha Kecil Dengan Perusahaan Modal Ventura Untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia bisnis merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan di berbagai

  forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini disebabkan, salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah dari kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi, adalah dunia

  2

  bisnis. Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis dewasa ini, maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karenanya, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau

  3 masyarakat perlu diperluas.

  Bagi seorang pelaku usaha, kebutuhan dana diibaratkan sebagai urat nadi dalam kehidupan seseorang yang tidak pernah berhenti dan merupakan kunci utama kebutuhan dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Seorang pelaku usaha memang dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memperoleh kucuran dana bagi pengembangan usahanya. Sementara di sisi yang lain, ada pelaku usaha ataupun perusahaan yang justru memiliki kelebihan dana sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pengembangan usaha atau investasi lainnya.

  Dana memang dibutuhkan baik untuk perusahaan yang baru berkembang, maupun yang sudah berjalan bertahun-tahun. Yang memegang peranan sangat

                                                               2 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 1. 3 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 45.

    penting dalam memenuhi akan kebutuhan dana, adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau yang disebut sebagai lembaga keuangan, di mana kegiatan utamanya adalah membiayai permodalan suatu bidang usaha, di samping usaha lain, seperti menampung uang yang sementara waktu belum digunakan oleh pemiliknya. Selain itu kegiatan lembaga keuangan tidak terlepas dari jasa keuangan.

  Dalam prakteknya, lembaga keuangan digolongkan ke dalam 2 (dua)

  4

  golongan, yaitu:

  a) Lembaga keuangan bank, merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap. Tetapi lembaga keuangan bank tersebut ternyata tidak cukup memadai untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jangkauan penyebaran kredit, keterbatasan sumber dana, dan keharusan memberlakukan prinsip bernuansa “konservatif” prudent banking yang sangat heavily

  regulated ; dan b) Lembaga keuangan lainnya (lembaga pembiayaan).

  Bank lebih tertarik memberikan kredit kepada pengusaha berskala menengah dan besar yang pada umumnya memilki manajemen yang lebih baik serta jaminan kredit yang lebih pasti, di samping adanya kecenderungan bankbank untuk memberikan kredit dengan porsi yang lebih besar kepada kelompoknya

                                                               4 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), (Bandung: PT.

  Citra Aditya Bakti, 2002, selanjutnya disingkat Munir Fuady I), hlm. 2. sendiri. Sementara usaha kecil (usaha mikro) kurang memperoleh dukungan finansial, sehingga semakin sulit untuk berkembang, apalagi bersaing dalam persaingan pasar yang semakin kompetitif. Akibatnya para pengusaha kecil selalu

  5 .

  dalam kondisi kekurangan modal Usaha kecil merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya mengembangkan usaha kecil. Peranan usaha kecil terutama sejak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

  Kendala utama pengembangan Usaha Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah persoalan permodalan, manajemen dan teknologi. Untuk persoalan permodalan, UMKM sering mengalami kendala untuk mengakses

  khususnya berkaitan dengan ketidakmampuannya

  pinjaman melalui jalur perbankan

  

dalam memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan perbankan. Kesulitan

masyarakat mengakses dana dari bank ini disebabkan antara lain jangkauan

persebaran kredit bank yang belum merata, keharusan bank menerapkan prinsip

prudent banking , keharusan debitur untuk menyerahkan jaminan, dan terbatasnya

  6 kemampuan permodalan bank sendiri.

                                                               5 Hasanuddin Rahman, Segi-Segi Hukum dan Manajemen Modal Ventura Serta

Pemikiran Alternatif Ke Arah Model Modal Ventura Yang Sesuai Dengan Kultur Bisnis Di

Indonesia . (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 11. 6 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 3.

  Hal ini dapat dilihat dari pendapat Sandiaga Uno (Ketua Himpunan

  7 Pengusaha Muda Indonesia) yang menyatakan ;

  “Ada sebuah ketidakadilan terhadap Debitur UMKM. Kalau debitur kecil tidak mampu bayar hutang asetnya langsung disita oleh bank, padahal kredit yang mengucur untuk debitur UMKM sebelum krismon tahun 1997- 1998 hanya sekitar 20 %. Sebagian besar porsi kredit perbankan dinikmati oleh konglomerat.” Saat ini, pemerintah telah mengucurkan kredit mikro tanpa agunan melalui

  Bank-bank Pemerintah dalam bentuk Kredit usaha rakyat (KUR) untuk membantu mengatasi persoalan modal bagi UMKM. Program KUR selain digulirkan oleh Bank BUMN seperti Bank Mandiri, BNI, BTN juga oleh 2 (Dua) Bank Swasta yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bukopin. KUR adalah kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafond kredit sampai dengan Rp 500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang akan

  8 mendapat pinjaman dari perusahaan penjaminan.

  Di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan sumber

  9

  pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:

  a) Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank

                                                               7 Iswi Hariyani, Hapus buku & Hapus Tagih Kredit macet Debitur UMKM di Bank BUMN , (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), hlm. 4. 8 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, http:// usaha.umkm.blog.com (diakses tanggal 28 Juni 2014). 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, BAB VI, Pasal 20. b) Pengembangan lembaga modal ventura

  c) Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang

  d) Peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah

  e) Pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Lebih lanjut Pasal 23 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:

  10

  a) Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank b)

  Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit c)

  Memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.

  Beberapa hasil studi tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sering mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan daya saing UKM menghadapi kendala berupa akses terhadap permodalan dan tingginya biaya untuk memperoleh kredit. Di beberapa negara, karena kompetisi di sektor perbankan terbatas, bank tidak mempunyai tekanan untuk mengembangkan penyaluran kreditnya kepada UKM.

  Disisi lain, UKM menghadapi kendala untuk mengakses lembaga keuangan

                                                               10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, BAB VII, Pasal 23. karena tingginya resiko dan biaya transaksi. Perbankan menghadapi kendala karena kekurangan informasi tentang UKM, kesulitan dalam melaksanakan kontrak (akibat lemahnya sistem hukum dan system pengadilan yang tidak efisien), dan kekurangan instrumen untuk mengelola resiko. Strategi untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada UKM dengan prinsip pasar adalah mengurangi resiko dan biaya transaksi, meningkatkan kapasitas lembaga perbankan, dan meningkatkan tekanan persaingan dari lembaga perbankan untuk melihat pasar UKM menguntungkan dan berkelanjutan. Termasuk dalan strategi ini adalah mengembangkan lembaga keuangan alternatif, termasuk modal ventura

  11 dan sewa guna usaha.

  Dalam hal untuk mendukung perkembangkan usaha kecil ini, maka dibentuklah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura yang mana di dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa

  12

  kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura (PMV) bertujuan untuk:

  a) pengembangan sautu penemuan baru; b) pengembangan perusahaan atau UMKM yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana;

  c) pengembangan perusahaan atau UMKM yang berada pada tahap pengembangan;

                                                               11 Rogier van Den Brink, Strengthening the Capacity of SMEs to Venture into the Export

Market, Conference on Business Opportunities for SMEs in the SADC, Zimbabwe , September 20-

21. Hal yang sama dapat dilihat dalam Background Report ADB SME Development TA,

  

Strategies To Enhance Market Based Lending To SME (Bahasa Indonesia), Andi Ikhwan dan Wolfram Hiemann (Juli 2001). 12 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura, BAB II, Pasal 3. d) pengembangan perusahaan atau UMKM yang berada dalam tahap kemunduran usaha;

  e) pengembangan proyek penelitian dan rekayasa; f) pengembangan penggunaan berbagai teknologi baru dan alih teknologi baik dari dalam maupun luar negeri; dan/atau

  g) membantu pengalihan kepemilikan perusahaan.

  Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka untuk dapat lebih mengetahui pola kerja sama yang dilakukan antara pengusaha kecil dan perusahaan modal ventura maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul ASPEK YURIDIS POLA

KEMITRAAN ANTARA PENGUSAHA KECIL DENGAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan modal ventura sebagai lembaga pembiayaan di

  Indonesia? 2. Bagaimanakah eksistensi modal ventura dapat menjadi alternatif lembaga pembiayaan bagi pengusaha kecil?

  3. Bagaimanakah pola kemitraan yang dilaksanakan antara pengusaha kecil dengan perusahaan modal ventura dalam meningkatkan daya saing usaha kecil? C.

   Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Dalam suatu kegiatan penelitian memiliki tujuan yang akan dicapai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

  a) Untuk mengetahui pengaturan modal ventura sebagai lembaga pembiayaan di Indonesia b)

  Untuk mengetahui eksistensi modal ventura sebagai alternatif lembaga pembiayaan bagi pengusaha kecil c)

  Untuk mengetahui pola kemitraan yang dilaksanakan antara pengusaha kecil dengan perusahaan modal ventura dalam meningkatkan daya saing usaha kecil 2.

   Manfaat Penelitian

  Bertitik tolak pada rumusan masalah yang dikemukakan, manfaat dari penelitian ini adalah : a)

  Secara teoritis 1.

  Sebagai bahan informasi dan tambahan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan

2. Menambah khasanah kepustakaan, khususnya dalam hukum pembiayaan.

  b) Secara praktis 1.

  Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat tentang pemberian modal ventura sesuai dengan ketentuan mengenai lembaga pembiayaan.

  2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan atau masukan bagi para pihak yang terkait dalam pola kemitraan antara pengusaha kecil sebagai perusahaan pasangan usaha dengan perusahaan modal ventura.

  3. Bermanfaat bagi masyarakat luas yang berkepentingan berupa masukan mengenai pelaksanaan perjanjian kemitraan antara pengusaha kecil dengan perusahaan modal ventura.

D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul ASPEK YURIDIS

  

POLA KEMITRAAN ANTARA PENGUSAHA KECIL DENGAN

PERUSAHAAN MODAL VENTURA UNTUK MENINGKATKAN DAYA

SAING USAHA KECIL , belum pernah ada yang melakukan penelitian ini

sebelumnya.

  Dengan demikian, maka dari segi keilmuan penelitian ini dapat dikatakan asli, sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan obyektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Keberadaan modal ventura dalam tatanan bisnis Indonesia diawali dengan dikeluarkannya peraturan yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, yakni Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 yang dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua peraturan tersebut kemudian dikenal atau disebut dengan Paket Desember 1988. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 kemudian diganti dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

  Kemudian, pada tahun 1995 keluar Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha Modal Ventura. Dan yang terakhir pada tahun 2012 keluar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura. Dengan demikian, maka Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 dinyatakan dicabut dan sudah tidak berlaku lagi.

  Praktik modal ventura sendiri diakui oleh Bank Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang- Undang Pokok Perbankan. Pengaturan mengenai kredit macet di dalam undang- undang tersebut membenarkan bank untuk menyertakan modalnya ke dalam perusahaan debitur, dengan ketentuan bahwa sampai jangka waktunya berakhir bank tersebut akan menarik kembali penyertaan modal tersebut. Kemiripan inilah yang mendasari bahwa modal ventura diakui oleh Bank Indonesia.

  Pengertian Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) menurut Pasal 1 Angka 3 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan jo Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,

  13

  dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura, yang dimaksud dengan Perusahaan Pasangan Usaha adalah perusahaan atau Usaha Mikro, Kecil, dan

                                                               13 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura, BAB I, Pasal 1 Angka 2.

  Menengah yang menerima bantuan pembiayaan dan/atau penyertaan dari

14 Perusahaan Modal Ventura.

  Yang dimaksud dengan Pembiayaan menurut Pasal 1 Angka 11 Undang- undang Nomor 20 Tahun 2008 jo Pasal 1 Angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor

  17 Tahun 2013 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan

  15 memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

  Adapun Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 menegaskan

  16

  bahwa yang termasuk dalam kategori Lembaga Pembiayaan meliputi:

  a) perusahaan pembiayaan; b) perusahaan modal ventura; dan c) perusahaan pembiayaan infrastruktur. Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Oleh karena itu, lembaga pembiayaan juga

                                                               14 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura, BAB I, Pasal 1 Angka 3. 15 Republik Indonesea, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah, BAB I, Pasal 1 Angka 7. 16 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Republik Indonesia, BAB II, Pasal 2. berperan sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial

  

17

untuk menunjang perekonomian nasional.

  Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu risiko yang tinggi namun memberikan imbal hasil yang tinggi pula. Modal ventura saat ini dibutuhkan di dalam perekonomian Indonesia terutama untuk usaha kecil. Bentuk- bentuk usaha tersebut sering sekali mengalami kesulitan dalam pengembangan usahanya, namun mereka tidak dapat menerima kredit dari bank karena pada umumnya bentuk-bentuk usaha tersebut belum berbentuk badan hukum.

  Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 menyebutkan kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura (PMV) meliputi penyertaan saham (equity

  

participation ), penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quatie equity

participation ), dan pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha

  (profit/revenue sharing). Kegiatan-kegiatan usaha tersebut menjadi bentuk-bentuk penyertaan modal yang dipakai oleh PMV di dalam pemberian modal ventura, namun di dalam praktik pelaksanaan modal ventura di Indonesia bentuk-bentuk penyertaan tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung (direct investment) dan penyertaan tidak langsung (indirect

  18 investment ).

  Penyertaan langsung adalah pola pembiayaan yang dilakukan oleh PMV dengan cara memberikan pembiayaan langsung kepada Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) yang sudah/akan berbentuk badan hukum dengan bertindak sebagai

                                                               17 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 5.

  Pembiayaan 18   Budi Rachmat, Modal Ventura: Cara Mudah Meningkatkan Usaha mikro, kecil dan menengah , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 31-33.

  19

  salah satu pemegang saham di PPU. Penyertaan tidak langsung yaitu penyertaan modal oleh PMV pada PPU tidak dalam bentuk modal saham (equity), tetapi dalam bentuk obligasi konversi (convertible bond) atau bagi hasil (profit

  20

sharing ). Obligasi konversi (semi equity financing) diartikan sebagai bentuk

  pembiayaan yang pada awalnya dalam bentuk hutang piutang yang kemudian

  

21

  nantinya dikonversikan menjadi saham. Pola pembiayaan bagi hasil (profit and

  

loss sharing ) adalah bentuk penyertaan oleh PMV yang didasarkan pada prinsip-

  22 prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara PMV dan PPU.

  Namun perlu diingat prinsip bagi hasil yang diterapkan di dalam perjanjian modal ventura berbeda dengan prinsip bagi hasil yang diketahui umumnya di dalam masyarakat. Di dalam perjanjian pembiayaan modal ventura, bagi hasil yang diterapkan adalah prinsip bagi hasil yang ditentukan oleh PMV secara sepihak berdasarkan laporan keuangan PPU.

  Meskipun ada beberapa bentuk penyertaan modal yang ditawarkan oleh PMV, namun dalam praktiknya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil yang banyak dilakukan. Dipilihnya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil ini disebabkan oleh latar belakang kondisi PPU dan faktor keterbatasan dari PMV. PPU pada umumnya merupakan usaha mikro, kecil dan menengah bentuk usahanya sebagian besar usaha perseorangan dan belum berbadan hukum. Dengan bentuk badan usaha yang demikian, PMV tidak mungkin untuk melakukan penyertaan modal dalam bentuk saham atau obligasi konversi. Di sisi lain, PMV

                                                               19 20 Sunaryo, Op. Cit., hlm. 33. 21 Ibid., hlm. 31. 22 Ibid., hlm. 34.

  Ibid., hlm. 35.

    juga akan kesulitan mengingat masih adanya keterbatasan-keterbatasan, baik dari segi kemampuan dana maupun dari segi sumber daya manusianya, yang akan

  23 ditempatkan pada manajemen PPU.

  Sebagai lembaga bisnis, usaha modal ventura tentu saja berorientasi untuk memperoleh keuntungan yang besar mengingat usaha ini mempunyai tingkat risiko yang tinggi (high risk capital). Meskipun demikian, bukan berarti usaha modal ventura ini tidak mempunyai misi humanistik (humanistic institution), yaitu lembaga penolong bagi usaha lemah agar dapat mengembangkan usahanya.

  Pada umumnya, investasi ini dilakukan dalam bentuk penyertaan modal secara tunai yang dilakukan dengan sejumlah saham pada perusahaan pasangan usaha. Kebanyakan dana ventura ini berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi. Penyertaan modal yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan yang baru berdiri sehingga belum memiliki riwayat operasional yang

  24 dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman.

  Pembiayaan dengan pola modal ventura juga masih menimbulkan beberapa persoalan apabila dicermati dari sudut pandang pengembangan UMKM terutama bagi perusahaan pasangan usaha. Hal ini disebabkan dalam praktik, apabila perusahaan menunjukkan gejala kegagalan, perusahaan yang bersangkutan

                                                               23 24 Ibid, hlm. 35-36.

  “Modal Ventura”, http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_ventura (diakses tanggal 30 Juni   2014).

    cenderung diambil alih (take over) atau dilikuidasi oleh Perusahaan Modal

25 Ventura (PMV).

  Berbagai negara yang kini tergolong atau disebut sebagai negara industri maju, ternyata pada awalnya mulai membangun negara dan masyarakatnya dengan ditopang oleh usaha kecil. Bahkan negara tetangga kita di kawasan Asean, Malaysia dan Thailand, yang juga merupakan calon atau bahkan sudah menjadi ‘macan muda', kegiatan usaha kecil begitu meluas dan merata di berbagai lini kehidupan masyarakat sebagai sumber utama penopang perekonomian negara- negara tersebut. Memetik pengalaman dari negara-negara tersebut akan sangat disayangkan bila kehidupan kalangan usaha kecil di Indonesia, yang juga memiliki potensi besar untuk turut memajukan negara dan masyarakatnya, tidak diperhatikan. Oleh karena itu berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil telah banyak ditakukan, bukan saja oleh Pemerintah, namun juga oleh elemen ekonomi lainnya, baik BUMN ataupun sektor usaha besar.

  Dari semua itu, terdapat komitmen kerja sama yang lebih dikenal dengan 'kemitraan' didasarkan pada pertimbangan pemerataan yang mutuatistis (saling menguntungkan). Konsep kemitraan itu sendiri secara garis besar dapat dibagi

  26

  menjadi 4 model, yaitu: 1.

  Kerja sama keterkaitan hulu-hilir (fonrard linkage), di mana sektor usaha kecil yang menghasilkan produk sektor primer (pertanian, perkebunan, petemakan dan perikanan) dapat menjadi pemasok perusahaan industri maupun jasa (misalnya restoran atau hotel).

                                                               25 26 Sunaryo, Op.Cit, hlm. 27.

  Hamfri Djajadikerta, Mengangkat Usaha Kecil Dengan Modal Ventura, (Jakarta: Bina Ekonomi, 1997), hlm. 18.

  Dengan cara ini pengusaha kecil dapat memiliki "captive market” yang dapat diandalkan, sehingga tidak disibukkan dengan persoalan pemasaran prduk dan tidak dimanfaatkan oleh tengkulak. Dengan kerja sama hulu hilir semacam ini, slabilitas pendapatan usaha kecil lebih terjamin.

  2. Kerja sama hilir-hulu (backwad-linkage), di mana inisiatif pertama muncul dari perusahaan besar. Mereka menunjuk sektor usaha kecil sebagai pemasok kebutuhan bahan mentah atau suku cadang secara terus menerus dengan menentukan standar atau kriteria tertentu mengenai barang yang diinginltannya. Harga ditentukan berdasarkan kesepakatan kemitraan. Model ini dapat menghindari sikap monopoli pengusaha besar yang ingin menguasai kegiatan deri hulu ke hilir, mulaidari penyediaan bahan baku, produksi hingga pemasarannya.

  3. Kerja sama kepemilikan saham, di mana dapat dilakukan dengan cara memberikan prioritas penjualan saham 'go public' pada pengusaha kecil atau koperasi dengan kepemitikan secara bertahap ditingkatkan sampai wakil dari pengusaha kecil/koperasi tersebut dapat diangkat sebagaidewan komisaris yang dapat ikut berperan menentukan kebijakan usaha.

  4. Kerja sama Bapak-Anak Angkat, dengan titik berat keharusan membina dan turut serta menjamin kelangsungan hidup sesama mitra usaha. Bentuk kemitraan ini menjadi tanggung jawab sosial perusahaan besar di suatu tempat. Pengertian Kemitraan berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 jo Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha

  27 Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Kemitraan tersebut dapat

  28

  dilaksanakan dengan pola:

  a) Inti-plasma

  b) Subkontrak

  c) Waralaba

  d) Perdagangan umum

  e) Distribusi dan keagenan

  f) Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran

  (outsourching).

  Model kemitraan seperti disebutkan di atas, masih mengandung berbagai kelemahan yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang terlibat. Dari sektor usaha kecil , kelemahan terletak padi kurangnya kemampuan manajemen, masih rendah tingkat kedisiplinan dalam memenuhi komitmen kemitraan, keinginan untuk terus di'manja', dan mungkin juga masih dilapisi rasa curiga terhadap kejujuran

                                                               27 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah BAB I, Pasal 1 Angka 4. 28  Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

  

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah BAB III, Paragraf 12, Pasal 29 Ayat (1) dan Ayat (4).

    pengusaha besar misalnya dalam penentuan kualitas atau harga. Sebaliknya dari sisi pengusaha besarpun masih ada rasa lebih dominan dan perasaan sombong dapat memilih mita usahanya yang dianggap paling menguntungkan dan sering kurang adil dalam komitmen saling menguntungkan misalnya dalam menentukan standar mutu, harga dan volume. Di pihak lain , kadang-kadang terdapat pihak ketiga yang dapat mengacaukan konsep kemitraan tadi untuk keuntungannya sendiri, misalnya tengkulak yang sering mengobral janji dan mempermainkan

  29 harga.

  Akibat dari semua itu, upaya pemilik modal (pengusaha besar) dalam membantu mitra kerjanya, yang cenderung mengandalkan cara 'tricle down effect' (dampak yang menetes ke bawah), belum dapat menyeimbangkan kecepatan pertumbuhan. Pertumbuhan perusahaan menengah dan kecil cenderung lebih lamban, sehingga masih juga tertinggal.

  Dalam hal PMV, proses transformasi akan melibatkan PMV dan PPU. Hubungan kedua pihak ini sangat berbeda dengan karakteristik hubungan antara pihak bank dan pihak perusahaan sehingga naik turunnya tingkat bunga tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk instrumen transaksi. Oleh karena itu, guna menjaga kesinambungan kerja sama usaha antara kedua pihak sangatlah ditentukan oleh perilaku (behaviour) pihak-pihak yang terlibat baik secara personal antar pemegang saham, antara pemegang saham dan PMV, antara

  30 pemegang saham dan pengelola calon PPU, ataupun antar perusahaan tersebut.

                                                               29 30 Ibid, hlm. 18-19.

  Ibid Potensi timbulnya permasalahan tersebut menunjukkan bahwa perikatan kerja sama usaha modal ventura adalah berisiko tinggi terutama oleh sikap oportunistik pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, kerjasama dalam PMV seharusnya dilakukan dalam sebuah perjanjian yang mengikat kedua belah pihak lengkap dengan segala konsekuensi hukumnya sehingga diharapkan dapat menghindari atau paling tidak meminimalisir risiko yang mungkin timbul.

  Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak harus dapat melindungi kepentingan PMV dan PPU secara berimbang meski posisi PMV sebagai pihak yang menyediakan fasilitas modal dan tenaga ahli, yang berhadapan dengan PPU

  31 sebagai pihak yang membutuhkan fasilitas modal pembiayaan dan tenaga ahli.

  Karakteristik pengelolaan modal ventura yang demikian berbeda dengan pengelolaan pembiayaan modal lainnya membuat keberhasilan pengelolaan modal ventura akan sangat ditentukan oleh proses transformasi dalam mekanisme suatu organisasi. Dalam kaitan ini, informasi sangatlah penting, dan informasi yang asimetrik akan terjadi apabila salah satu pihak menguasai informasi yang lebih banyak. Proses transformasi tersebut kemudian akan melibatkan pihak-pihak yang

  32 berkepentingan.

F. Metode Penelitian

  Adapun yang menjadi metode penelitian dalam karya ilmiah ini adalah: 1.

  Jenis Penelitian

                                                               31 32 Ibid Wibowo Tunardy, “Aspek Hukum Pembiayaan Modal Ventura Bagi Usaha Agribisnis

Studi Kasus di Kota Tarakan”, http://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/07/27/aspek-hukum-

pembiayaan-modal-ventura-bagi-usaha-agribisnis-studi-kasus-di-kota-tarakan/ (diakses tanggal 30

Juni 2014).

  Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang- undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta

  33 mengkaji ketentuan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya.

  Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan

  34 analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.

1. Sumber Data

  Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan. Berdasarkan kekuatan mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

  1) Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan

  35

  perundang-undangan. Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Kepmenkeu No.

                                                               33 Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing, 2005), hlm. 336. 34 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 101. 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 55.

  468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Permenkeu No.

  18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura , dan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil .

  2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

  36

  primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, pendapat pakar hukum yang erat . kaitannya dengan obyek penelitian

  3) Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hokum primer dan

  37

  sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan kamus hukum, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hokum

                                                               36 37 Ibid Ibid

  38

  primer, sekunder dan tersier, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Di samping itu juga digunakan studi dokumentasi yaitu cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Analisis Data

  Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa

  39 kerja seperti yang disarankan data.

  Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menginventarisasi peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan persoalan yang menjadi obyek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang telah diinventarisir dan pada tahap

    akhir  akan 

  ditemukan hukum secara konkretnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir

                                                               38 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

    39 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 103. deduktif, yang menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku secara umum yang terkait dengan skripsi.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi, oleh karena itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

  Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II PENGATURAN MODAL VENTURA DI INDONESIA Pada bab ini akan dibahas Landasan Hukum dan Karakteristik Modal Ventura di Indonesia seperti pengertian modal ventura, karakteristik modal ventura, tujuan dan manfaat modal ventura; Bentuk-bentuk Pembiayaan Modal Ventura; dan Konsep Kelembagaan dan Mekanisme Modal Ventura.

  BAB

  III EKSISTENSI MODAL VENTUA SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN BAGI PENGUSAHA KECIL

  Pada bab ini akam dibahas mengenai Tinjauan Umum Terhadap Usaha Kecil (Perusahaan Kecil), Mekanisme Operasional Perusahaan Modal Ventura Dengan Perusahaan Pasangan Usaha, Kelebihan Dan Kelemahan Perusahaan Modal Ventura Dalam Melakukan Pembiayaan Terhadap Perusahaan Kecil, dan Prospek Perusahaan Modal Ventura Dalam Membiayai Perusahaan Kecil.

  BAB IV POLA KEMITRAAN ANTARA PENGUSAHA KECIL DENGAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL Pada bab ini akan dibahas mengenai kedudukan hukum pengusaha kecil dan perusahaan modal ventura dalam pola kemitraan, tanggung jawab paa pihak dalam pola kemitraan antara pengusaha kecil dengan perusahaan modal ventura, dan bentuk pelaksanaan penyertaan modal dari perusahaan modal ventura kepada perusahaan kecil dalam pola kemitraan .

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.