MAKALAH PERKEMBANGAN BUDAYA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal

dari bahasa

Sanskerta yaitu buddhayah,

yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris , kebudayaan disebut culture, yang berasal
dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,

bangunan, dan karya seni.
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan sosial dan kebudayaan Indonesia?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial budaya di Indonesia?
3. Dalam hal apa saja sosial dan budaya Indonesia mengalami perkembangan?

1.3

Tujuan Penulisan
Yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Menjelaskan bagaimana perkembangan sosial dan kebudayaan Indonesia?
2. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial budaya di
Indonesia
3. Mengetahui hal-hal sosial dan budaya Indonesia apa saja yang mengalami perkembangan

1.4

Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode penulisan yaitu metode

literatur atau kepustakaaan maksudnya kami menggunakan studi kepustakaan dari berbagai
literatur berupa media elektronik.

BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan Indonesia

Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia
membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan
hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di
Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan
mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia
mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka.
Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri
sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya
memenuhi dunia.

Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara
aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan
menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan
kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan
setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.

2.1

Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia,

walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan
kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun
perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di
negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu

tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap
tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial,

Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian
generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar
masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact)
secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang
pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus
menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor
apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra
terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu
dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama
dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
2.2

Perkembangan Budaya dan Sosial Dewasa Ini
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat

sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal
pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat
pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan
nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila

masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami
kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
2.2.1 Penerapan Teknologi Maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pembangunan nasional selama 32 tahun
yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping
ketrampilan dan keahlian tenaga kerja dengan sikap mental yang mendukungnya. Penerapan
teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive
capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar
dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenaga

kerja yang berketerampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan
(achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di
segenap sektor kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan
kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya
mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan
keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan
tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan
sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi
konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.

2.2.2 Keterbatasan Lingkungan (Environment Scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan
expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesinmesin berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk
menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan hutan secara besar- besaran
tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus
menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.
Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang
pada

gilirannya

mengancam

kehidupan

penduduk

yang

dilahirkan,


dibesarkan

dan

mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas
lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam
yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern,
kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan
lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya
juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang
befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus mampu
memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah
lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam
melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam

menata kehidupan penduduk sehari-hari. Seolah-olah telah terjadi kelumpuhan sosial seperti
kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa

alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut
dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
2.2.3 Peraturan dan Perundang-undangan
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi
hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan
HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas
kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala
akibatnya.

2.2.4 Pendidikan
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang
adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga sosial yang terutama
berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab
dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun
akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena
itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena
menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan
menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang

bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial
atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga
senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam
masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang
diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat
yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya,

pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling
pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan
latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan
sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk
dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan
demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosialbudaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun
mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi
dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan
ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya

di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan
masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala
awalnya dewasa ini. Lebih berbahaya lagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan
keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang
mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapa pun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan
mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan
tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Pada perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2

kekuatan yang memicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri
(internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat.
Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak
antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta

perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan
kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
DAFTAR PUSTAKA
http://www.crayonpedia.org , 19 Mei 2011
http://paknewulan.wordpress.com , 19 Mei 2011
http://www.scribd.com , 19 Mei 2011
http://www.wikipedia.com , 7 Maret 2011
http://www.yahoo.com , 7 Maret2011

TUGAS MATA KULIAH
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
MAKALAH
PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN
BUDAYA DI INDONESIA

Oleh :
RIZKY ALFARIZI
092050110

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2014