KONTRIBUSI PAJAK DALAM PEMBIAYAAN PEMBAN

KONTRIBUSI PAJAK DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
DI INDONESIA
Indonesia telah melakukan pembangunan nasional di segala bidang dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah
dan jangka panjang yang ditetapkan sebelumnya. Dalam suatu pembangunan, semua pihak baik
pemerintah maupun masyarakat harus ikut andil. Kemudian hal pokok yang harus ada dalam
suatu pembangunan yang akan dilakukan adalah terkait pendanaan. Karena roda pemerintahan
dan pembangunan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dana, terutama dana dari
pemerintah dalam negeri. Selama ini, sumber-sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia
didapatkan dari pembiayaan dalam negeri maupun dari luar negeri, Bentuk pembiayaan dalam
negeri meliputi penerimaan pajak, penerimaan migas, tabungan dalam negeri dan lain
sebagainya. Namun, seiring dengan perkembangan era globalisasi dan maraknya eksploitasi
sumber daya alam secara besar-besaran menyebabkan Indonesia tidak dapat mengandalkan
penerimaan migas. Sehingga sampai saat ini Indonesia menerapkan system penerimaan pajak
untuk mencukupi biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional. Sebagai gambaran, di
bawah ini disajikan perbandingan besarnya sumber penerimaan negara dari sektor pajak,
dibandingkan dengan penerimaan dari sektor migas dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir
dari tahun 1989/1990 sampai dengan 1999/2000.
Tahun (1)
1989/90
1990/91

1991/92
1992/93
1993/94
1994/95
1995/96
1996/97
1997/98
1998/99
1999/00

Volume
APBN
39.834,5
50.574.5
52.557,1
59.960.5
66.865,6
76.225,8
82.022,7
99.530,4

126.661,1
207.771,6
219.603.8

Pajak (3)

Migas (4)

% (3;2) (5)

% (4;2) (6)

16.084,1
22.010,9
24.919,3
30.091,5
36.665,1
44.442,1
48.686,3
57.339,9

70.934,2
102.299,0
94.739,7

13.381,3
17.740,0
15.069,6
15.330,8
12.503,4
13.537,4
16.054,7
20.137,1
30.559,0
41.368,3
20.965,6

40,37
43,52
47,41
50,18

54,83
58,28
59,35
57,61
56,00
49,25
43,14

33,59
35,07
28,67
25,56
18,69
17,75
19,5
20,23
19,91
19,91
9,54


Sumber :Nota Keuangan APBN 1989/1990 s.d 1990/2000 Dep. Keuangan

Pengertian pajak sendiri menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undanf-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah :
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Bisa dikatakan bahwa sumber penerimaan Negara yang paling utama berasal dari pajak,
tanpa adanya pajak kehidupan suatu Negara tidak akan berjalan baik. Bahkan Muhammad
Iqbal, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak mengatakan “Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa salah
satu penopang pendapatan nasional yaitu berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang
sekitar 70 % dari seluruh penerimaan negara.”Sebagai hal yang mempunyai peran besar dalam

pembangunan ekonomi, pajak memiliki 4 fungsi utama yaitu Fungsi Budgeter (Sumber Utama
Kas Negara), Fungsi Alokasi (Sumber Pembiayaan Pembangunan), Fungsi Distribusi (Alat
Pemerataan Pendapatan) dan Fungsi Regulasi (Alat Pengatur Kegiatan Ekonomi). Jadi dengan
adanya pajak, dana yang didapatkan juga dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan di
segala bidang dan diharapkan semua masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan yang

dibiayai dari pajak tersebut.
Semakin banyak pajak yang dipungut juga akan berpengaruh terhadap banyaknya
pembangunan yang terbiayai. Pembangunan yang dimaksudkan bisa berupa pembangunan
infrastruktur, atau biaya-biaya yang lainnya yang berhubungan dengan kesejahteraan
masyarakat seperti biaya pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi ironisnya, masih banyak kasus
pajak yang telah dialokasikan sebagai pembiayaan pembangunan justru disalahgunakan oleh
oknum-oknum pihak pemerintah. Yang menyebabkan ruginya negara karena pihak pemerintah
justru meninggikan anggaran pembelanjaan agar pemerintah mengucurkan dana sesuai yang
diharapkan, bahkan masih banyak terjadinya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) di kalangan atas atau para pejabat.Contoh studi kasus yang pernah terjadi yaitu
“Direktorat Jenderal Pajak dikabarkan telah menetapkan Direktur Keuangan PT Bumi
Resources Tbk Eddie J. Soebari sebagai tersangka kasus dugaan pidana pajak.” (sumber :
TEMPO Interaktif edisi Senin, 22 Maret 2010. Dalam kasus tersebut, dijelaskan bahwa
petinggi Group Bakrie menjadi tersangka kasus pajak, dan dalam waktu yang sama Direktorat
Jenderal Pajak sedang menangani kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri
Group milik Sukanto Tanoto senilai Rp 1,4 triliun.
Sehingga sudah seharusnya pemerintah lebih meningkatkan pengawasan terhadap
penggunaan keuangan Negara khususnya dalam hal penggunaan dana yang dihasilkan dari
masyarakat yaitu pajak. Agar kasus-kasus KKN dan penyalahgunaan pajak tidak terjadi lagi
serta perlu ditegakkannya hokum terhadap oknum-oknum yang melakukan kesalahan tanpa

memandang kedudukan dan jabatan yang dimiliki.