KRISTALISASI PEMERINTAH DAERAH DAN DEWAN

KRISTALISASI PEMERINTAH DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN UUD 1945
Tugas Mata Kuliah Hukum Teori dan Hukum Konstitusi
Dosen Pengampu : Joko Setiono, S.H., M.Hum.
Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kenegaraan

Sartika Intaning Pradhani

14/372987/PHK/08266

Sukiratnasari

13/357138/PHK/07691

Kardiansyah Afkar

14/371883/PHK/08235

Aldo R. G

14/371938/PMK/08256


Wafda Hadian Umam

14/371120/PHK/08295

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antara Pusat dan Daerah dalam praktiknya sering menimbulkan upaya tarik
menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. 1 Terlebih dalam
negara kesatuan,upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan
pemerintahan sangat jelas. Kecenderungan negara berbentuk kesatuan pemegang otoritas adalah
Pusat, kekuasaan bertumpu di pusat pemerintahan. Kewenangan yang diberikan pusat kepada
daerah terbatas.
Dalam negara berbentuk federal negara-negara bagian relatif memiliki ruang gerak yang

leluasa untuk mengelola kekuasaan yang ada pada dirinya, karena kekuasaan negara
terdesentralisir ke negara bagian. Karakter pada negara federal adalah desentralistis dan lebih
demokratis. Terdapat paling kurang tiga bentuk hubungan pusat dan daerah. Pertama, hubungan
pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah
menurut dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal.2
Pada bentuk negara kesatuan seperti Indonesia, Pusat bertanggung jawab menjamin
keutuhan negara kesatuan, menjamin pelayanan yang sama untuk seluruh rakyat negara (asas
equal treatment), menjamin keseragaman tindakan dan pengaturan dalam bidang-bidang
tertentu (asas uniformitas). Upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial sangat
dipengaruhi oleh corak susunan masyarakat. Pada masyarakat majemuk upaya mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan sosial harus memperhatikan corak-corak dan susunan setempat.
Perhatian terhadap perbedaan dan kekhususan tersebut selanjutnya mengharuskan adanya
perbedaan pelayanan dan cara penyelenggaraan pemerintahan. Tuntutan penyelenggaraan
pemerintahan semacam ini hanya mungkin terlaksana dalam satu pemerintahan desentralistik.3
Hubungan pusat dan daerah didasarkan pada pengaturan dalam Undang Undang Dasar
Nergara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu untuk melihat hubungan pusat dan daerah
1

Huda Nikmatul. 2009, “Hukum Pemerintahan Daerah”, Nusa Media, Bandung, hlm 1
Manan, Bagir. 2005, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, PSH UII, Cetakan. 4, Yogyakarta, hlm 33

3
Manan, Bagir. 1994, “Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945”, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, hlm 17
2

sebelum dan sesudah amandemen. Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen)
mengenai hubungan pusat dan daerah mengandung beberapa prinsip: 4
1. Prinsip desentralisasi teritorial Wilayah Negara Republik Indonesia akan dibagi-bagi
dalam satuan-satuan pemerintahan yang tersusun dalam daerah besar dan kecil
(grondgebeid). Dengan demikian UUD 1945 tidak mengatur mengenai desentralisasi
fungsional.
2. Perintah kepada pembentuk undang – undang (Presiden dan DPR) untuk mengtur
desentralisasi territorial tersebut dalam

undang –undang (undang – undang organik).

3. Perintah kepada pembentuk undang- undang dalam menyusun undang-undang tentang
desentralisasi territorial harus:
a. Memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara.

b. Memandang dan mengingat hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa.
Berdasarkan Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945) setelah amandemen, sistem pemerintahan telah memberikan keleluasaan kepada kepala
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan
pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat dan pemerataan
keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan
keanekaragaman

antardaerah.5

Pelaksanaan

otonomi

daerah

sangat

penting


karena

perkembangan lokal, nasional, regional dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik
dan kebudayaan terus meningkat.
Desentralisasi di Indonesia setelah amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dijalankan dan dikembangkan dalam dua nilai dasar, yaitu unitaris dan
nilai desentralisasi teritorial. Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain di dalamnya yang bersifat
4
5

hlm .xi.

Ibid, hlm 156.
Sabarno Hari, 2007, “Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa”, Sinar Grafika, Jakarta,

Negara. Artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia
tidak akan terbagi di antara kesatuan pemerintahan. Nilai dasar desentralisasi territorial
diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi.6

B. Rumusan Masalah
Kajian mengenai hubungan pusat dan daerah akan dipaparkan lebih lanjut dalam konteks
bentuk negara dalam makalah ini, sekaligus akan mengkaji:
1. Bagaimana hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Republik Indonesia?
2. Apakah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga legislatif di Republik
Indonesia?

BAB II
6

Ibid, hlm 3

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terjadi sebagai akibat dari
adanya pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan atau pemencarn kekuasaan
(spreading van macht) ke dalam satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil yang dalam
praktiknya dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk, seperti dekonsentrasi teritorial,
satuan otonomi teritorial, atau federal. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat tiga bentuk

hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pertama, hubungan pusat dan
daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah menurut dasar
otonomi teritorial. Dan yang ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar-dasar federal.7
Dalam hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menurut dasar dekonsentrasi
teritorial, bukanlah merupakan hubungan antara dua subyek hukum (publiek rechtspersoon)
yang masing-masing mandiri. Satuan pemerintahan teritorial dekonsentrasi tidak mempunyai
weweanang mandiri. Satuan teritorial dekonsentrasi merupakan satu kesatuan weweanang
dengan departemen atau kementerian yang bersangkutan. Dan sifat wewenang satuan
pemerintahan teritorial dekonsentrasi adalah delegasi atau mandat, tidak ada wewenang yang
berdasarkan atribusi.8
Sedangkan dalam hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menurut dasar
otonomi teritorial, satuan otonomi teritorial merupakan satu satuan mandiri dalam lingkungan
negara kesatuan yang berhak melakukan tindakan hukum sebagai subyek hukum untuk
mengatur dan mengurus fungsi pemerintahan (administrasi negara) yang menjadi urusan rumah
tangganya. Dalam otonomi teritorial, pada dasarnya seluruh fungsi pusat yang kemudian
dipencarkan kepada satuan-satuan otonomi, dan hubungan pusat dan daerah di bidang otonomi
bersifat administrasi negara.9
Hubungan menurut dasar otonomi teritorial adalah konsep yang terdapat dalam negara
kesatuan (eenheidstaats) yang satuan otonomi teritorialnya merupakan satuan pemerintahan
7


Muhammad Fauzan. 2006, “Hukum Pemerintahan Daerah”, UII Press, Yogyakarta, hlm 76-77.
Ibid.,hlm. 77
9
Bagir Manan. 2001, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, PSH Fakultas Hukum UII,Yogyakarta, hlm.
8

32.

yang mandiri, merupakan subyek hukum yang berhak melakukan tindakan hukum. Dalam
negara federal, konsep hubungan antara pusat dengan daerah, keduanya sama-sama merupakan
subyek hukum yang berdiri sendiri, yang mempunyai kewenangan mandiri. 10 Persoalan
hubungan pusat dan daerah dalam rangka kesatuan dengan satuan otonomi bersumber pada
hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan, dan hubungan yang timbul
dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
1. Hubungan Kewenangan
Hubungan kewenangan bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan
pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan
mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Disebut otonomi terbatas
apabila urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya

diatur dengan cara-cara tertentu, apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian
rupa sehingga mengurangi kemandirian daerah dalam mengurus urusan rumah tangga daerah,
dan sistem hubungan keuangan antara antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal
pembatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi gerak otonomi daerah.11
Dalam pasal 10 ayat 3 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
telah ditentukan urusan apa saja yang termasuk kewenangan Pemerintah Pusat yaitu antara lain:
politik luar negeri; pertahanan; keamanan; moneter dan fiskal nasional; yustisi dan agama.
Sedangkan pasal 10 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
menegaskan bahwa pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang ditentukan sebagai urusan pemerintahan
pusat. Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan
kewenangan daerah terdiri dai urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib
adalah suatu urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang meliputi pendidikan dasar,
kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan
urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan
daerah berdasar penjelasan umum UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.12
2. Hubungan Keuangan
10


Muhammad Fauzan., Op. Cit. hlm.78
Nikmatul Huda. 2009, “Hukum Pemerintahan Daerah”, Nusa Media, Bandung, hlm.15.
12
Martitah. 2008,” Hukum Tata Negara”, PKUPT UNNES/Pusat Penjamin Mutu Panitia Penulisan Buku
Ajar/ Buku Teks UNNES, Semarang, hlm.93-95,
11

Dengan otonomi luas yang dimiliki daerah, maka adanya aspek kemampuan daerah untuk
membiayai urusan-urusan yang menjadi kewenangannya. Dengan keberagaman kemampuan
financial, maka dibuatlah sebuah sistem perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dengan dibuat Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah pada
Pasal 5 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah13, yang didasarkan pada prinsip money follow function (pendanaan mengikuti
fungsi pemerintahan). Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasiumum dan
dana alokasi khusus. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan hasil sumber daya alam. Dana
alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka desentralisasi. Sedangkan dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional.14
3. Hubungan Pengawasan
Dari hubungan antara pusat dan daerah, pengawasan merupakan pengikat kesatuan, agar
kebebasan berotonomi tidak bergerak terlalu jauh sehingga dapat mengurangi bahkan
mengancam kesatuan. Pada umumnya sasaran pengawasan terhadap pemeriuntah adalah
pemeliharaan atau penjagaan agar negara hukum kesejahteraan dapat berjalan dengan baik dan
dapat pula membawa kekuasaan pemerintah sebagai penyelenggara kesejahteraan masyarakat
kepada pelaksanaan yang baik pula dan tetap dalam batas kekuasaannya.15
Tolok ukur pengawasan pemerintah adalah hukum yang mangatur dan membatasi
kekuasaan dan tindakan pemerintah dalam bentuk hukum material maupun hukum formal , serta
manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat. Adanya pencocokan dan perbuatan dan tolok ukur yang
telah ditetapkan, tindakan pencegahan untuk tanda-tanda penyimpangan, diadakan koreksi
terhadap tindakan penyimpangan melalui tindakan pembatalan, pemulihan terhadap akibat yang
13

Baca Pasal 5 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, menyatakan bahwa “Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah tersebut bersumber dari: 1) Pendapatan asli
daerah; 2) Dana perimbangan; 3) Dan lain-lain pendapatan. Pendapat asli daerah terdiri atas : pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang syah.”
14
Martitah,... Op Cit ,.. hlm 95.
15
SF. Marbun. 1997, “Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia”, Liberty,
Yogyakarta, hlm.12.

ditimbulkan dan mendisiplinkan pelaku penyimpangan.16
4. Hubungan Dalam Susunan Organisasi Pemerintahan Daerah
Susunan organisasi pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi hubungan antara pusat dan daerah. Pengaturan dan pelaksanaan titik berat
otonomi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: sistem; rumah tangga daerah; ruang
lingkup urusan pemerintahan; dan sifat dan kualitas suatu urusan.17 Pembagian kewenangan
antara pusat dan daerah akan sangat tergantunga pada karakteristik dari masing-masing negara.
Secara teoritis Smith membagi kewenangan tersebut menurut dua sistem yaitu sistem ganda
(dual system) dan sistem gabungan (fused system). Dalam sistem ganda, pemerintah daerah
dijalankan secara terpisah dari pemerintah pusat atau dari eksekutifnya di daerah. Sedangkan
dalam sistem gabungan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan bersama-sama
dalam satu unit, dengan seorang pejabat pemerintah yang ditunjuk untuk mengawasi jalannya
pemerintahan setempat.18
B. Desentralisasi
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, yang artinya negara
Indonesia sebagai suatu kesatuan yang utuh dari negara yang terdiri dari wilayah provinsi,
kabupaten dan kota. Pembagian menjadi daerah-daerah tersebut tidak mengakibatkan terjadinya
pembagian kedaulatan atau dengan kata lain tidak ada Negara lain di dalam wilayah Republik
Indonesia. Pembagian tersebut hanya pada sistem pemerintahannya, sehingga menjadi satuan
pemerintahan nasional (pusat) dan satuan pemerintahan sub nasional (daerah), yaitu provinsi
dan kabupaten dan kota.19
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang dari Sabang
sampai Merouke dan terdiri dari berbagai suku bangsa, tentu bukan merupakan pekerjaan yang
mudah untuk mencari format ideal bagi desentralisasi politik dan otonomi daerah. Dengan
derajat heterogenitas geografis maupun sosial-budaya yang cukup tinggi, maka daerah
cenderung menuntut ruang kekuasaan lebih besar dari yang lazim disediakan oleh pusat negara

16

Irfan Fachruddin. 2004, “Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah”, Alumni,
Bandung, hlm.90-91.
17
Bagir Manan. 1994, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945”, Sinar Harapan, Jakarta,
hlm.194-195.
18
Nikmatul Huda., Op Cit,. hlm.25.
19
“Draf Naskah Akademik Pemerintahan Daerah”, hlm. 19.

kesatuan. Maka desentralisasi akan selalu menjadi masalah, jika fondasi ketatanegaraanya tidak
dibenahi.20
Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah
otonom dalam kerangka Negara Kesatuan, dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberi kewenangan yang besar kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan daerah (Peraturan Daerah) dan bukan merupakan
suatu kedaulatan tersendiri seperti dalam sistem federal. Asas desentralisasi berfungsi untuk
mengakomodasi keanekaragaman masyarakat, sehingga terwujud variasi struktur dan politik
untuk menyalurkan aspirasi masyarakat setempat21. Menurut Henry Maddick, desentralisasi
mencakup proses dekosentrasi dan devolusi, merupakan pengalihan kekuasaan secara hukum
untuk melaksanakan fungsi spesifik maupun residual yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah.22
Indonesia selain menganut model desentralisasi simetris (seragam) dan mengakui pula
desentralisasi asimetris. Pengaturan tentang desentralisasi asimetris ditemukan dalam Pasal 18A
ayat (1), Pasal18B ayat (1 & 2). Dalam Pasal 18A ayat (1) diamanatkan bahwa “Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Lebih
lanjut dalam Pasal 18B ayat (1 & 2) diatur bahwa satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa diakui dan dihormati. 23
Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, dikenal 2 sistem otonomi daerah,
pertama, otonomi khusus (dEsentralisasi asimetris) seperti yang terjadi provinsi DI Yogyakarta,
Papua, Aceh dan yang kedua otonomi daerah. Dalam sistem otonomi khusus, mekanisme
berjalan menurut bingkai perundang-undangan yang dirancang dengan memperhatikan kekhususan tertentu secara definitif. Pertimbangan lain ialah karakteristik dimiliki daerah tertentu,
terutama aspek rendahnya kualitas hidup, ketertinggalan, dan aspek politis.

20

Abdul Gaffar Karim (Editor), “Kompleksitas Persoalan Otonomi daerah di Indonesia”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003. hlm. xxvii.
21
Bhenyamin Hoessein, “Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah, Pasang Surut Otonomi Daerah,
Sketsa Perjalanan 100 Tahun”, Yayasan Tifa, Jakarta, 2005. hlm. 198.
22
Ni’matul Huda, “Hukum Pemerintahan Daerah”, Nusa Media, Bandung, 2009. hlm.61-62.
23
Lihat ketentuan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 18A dan Pasal 18B.

Aspek politis Aceh dan Papua lebih dominan dibandingkan dengan provinsi lain karena
secara teoretis saat itu otsus diharapkan menjadi lem perekat kesatuan provinsi ini sebagai
bagian integral NKRI. Dalam terminologi teoretis, Mark Turner dan BC Smith menyebutnya a
glue of national integration24. Pemberian otonomi khusus kepada provinsi Papua dan Nangroe
Aceh Darussalam diawali oleh gerakan separatis/pemberontakan oleh Organisasi Papua
Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka. Tuntutan daerah yang diekspresikan lewat gerakan
separatis lebih sebagai tindakan koreksi guna memaksa Jakarta melakukan perubahan mendasar
format hubungan Jakarta dengan daerah ketimbang sebuah hasrat untuk memisahkan diri yang
memang inherent dalam setiap gerakan separatis.25
Pemberian otonomi secara luas kepada daerah-daerah merupakan salah satu instrument
pemersatu bangsa untuk mencapai stabilitas dan membuka kemungkinan bagi proses
demokratisasi secara menyeluruh. Di Spanyol melakukannya selepas meninggalnya Franco.
Jerman bahkan dipaksa menerima sebuah format federasi ketika sekutu menaklukannya dalam
perang Dunia ke II. Philipina, berusaha mengakhiri pemberontakan panjang di Mindanau
dengan merancang sebuah format hubungan khusus antara Manila dengan kawasan yang
dikuasai separatis Muslim ini.26 Stabilitasi sistem dapat tercapai melalui pengaturan politik dan
pemerintahan disentralisasi bahkan federatif karena didalam format yang ada dapat
mengakomodasi empat hal paling sensitif dalam dunia politik, yakni sharing of power, sharing
of revenue, empowering lokalitas serta pengakuan dan penghormatan terhadap identitas
kedaerahan.27

C. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

24

M Mas’ud Said, “Perlunya Disentralisasi Asimetris”, News Desentralisasi Asimetris - Prof. M. Mas'ud
Said, Ph.D.htm, diakses pada tanggal 28 January 2013.
25
Cornelis Loy, Abdul Gaffar Karim (Editor), “Otonomi Daerah dan Keindonesiaan” , Op cit, hlm. 12.
26
Cornelis Loy, Abdul Gaffar Karim (Editor), “Otonomi Daerah dan Keindonesiaan”, Op cit, hlm. 17.
27
Cornelis Loy, Abdul Gaffar Karim (Editor), ibid

Dari sisi kedaulatan, Negara Kesatuan tidak mengenal pembagian kedaulatan karena
kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi oleh Pemerintah Daerah. 28Dalam sebuah negara yang
menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat adanya lembaga perwakilan rakyat merupakan
keharusan.29 Keberadaan lembaga perwakilan rakyat merupakan hal yang sangat esensial karena
ia berfungsi untuk mewakili kepentingan-kepentingan rakyat dan menampung aspirasi rakyat
yang kemudian dituangkan ke dalam berbagai macam kebijaksanaan umum.30
Dalam sistem pemerintahan demokrasi, lembaga perwakilan rakyat merupakan unsur
yang paling penting karena sistem demokrasi berasal dari ide bahwa warga negara seharusnya
terlibat dalam hal tertentu di bidang pembuatan keputusan-keputusan politik baik secara
langsung maupun melalui wakil-wakil mereka di lembaga perwakilan. 31 Perwakilan adalah
suatu konsep yang menunjukkan adanya hubungan antara wakil dengan pihak yang diwakili
(terwakili), dalam hal mana wakil mempunyai sejumlah wewenang yang diperoleh melalui
kesepakatan dengan pihak yang diwakilinya.32 Pada umumnya, lembaga perwakilan rakyat
mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu satu, fungsi legislatif atau pembuat undang-undang
(UU); dua, fungsi kontrol; dan ketiga, fungsi perwakilan.33
Salah satu ciri yang melekat dalam negara kesatuan adalah supremacy of the central
parliament dan absence of subsidiary sovereign bodies, sehingga dalam negara kesatuan hanya
terdapat satu badan legislatif.34 Republik Indonesia adalah suatu Negara Kesatuan dengan
kedaulatan berada di tanga rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (UUD). 35
UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945). Dalam UUD 1946, dikenal ada dua lembaga perwakilan rakyat, yaitu Dewan
Perwakian Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPR dipilih melalui
pemilihan umum dan anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.36
28

C.F. Strong, 1966, “Modern Political Constitution: An Introduction to the Comparative Study of Their
History and Existing Form”, The English Book Society and Sidgwick & Jackson Limited, London, hlm. 92.
29
Dahlan Thaib, 2000, “DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Liberty, Yogyakarta, hlm. 1.
30
Ibid., hlm. 1.
31
Lyman Tower Sarjen, 1981, “Ideologi Politik Kontemporer”, Gramedia, Jakarta, hlm. 44.
32
Dahlan Thaib, Op. Cit., hlm. 3.
33
Ibid., hlm. 3.
34
Enny Nurbaningsih, “Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah Dalam Peraturan
Daerah, Studi Periode Era Otonomi Seluas-Luasnya”, Disertasi, Program Dokter Ilmu Hukum Fakultas Hukum
UGM, hlm. 38.
35
Lihat Pasal 1 ayat (1) dan (2) UUD 1945
36
Lihat Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) UUD 1945

Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fugsi pengawasan. Implementasi dari fungsi legislasi DPR adalah DPR
memegang kekuasaan membentuk UU dan anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang (RUU).37 Meskipun fungsi legislasi dimiliki oleh DPR, Presiden juga ikut
berperan dalam proses pembuatan UU karena Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR
dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.38 Selain
itu, setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.39
Dibandingkan DPR, DPD mempunyai fungsi legislatif yang terbatas. Berdasarkan Pasa
22D ayat (1) dan (2) DPD dapat mengajukan kepada DPR dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Meskipun tidak masuk dalam Bab VII tentang DPR atau Bab VIIA tentang DPD dalam
UUD 1945, UUD 1945 juga mengenal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD
diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Bab VI tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Lebih lanjut tentang DPR, DPD dan DPRD diatur
dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

BAB III
PEMBAHASAN

37

Lihat Pasal 21 UUD 1945,
Lihat Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUD 1945
39
Lihat Pasal 20 ayat 2 UUD 1945
38

A. Pola Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah40, Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD yang
dilakukan secara luas dengan prinsip otonomi. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.
Hubungan wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,Pemerintahan daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan Pemerintah Pusat. Urusan
pemerintahan

yang

menjadi

urusan

Pemerintah

Pusat

meliputi:politik

luar

negeri;pertahanan;keamanan;yustisi;moneter dan fiskal nasional;agama ;norma ; danekonomi.
Dalam hal ini Pemerintah Daerah hanya dalam tugas pembantuan atau pelaksanaan teknis
terhadap urusan daerahnya.
Hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, untuk perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah dalam Pasal 5 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 41 menyatakan
Pemerintah Daerah mempunyai penerimaan daerah untuk pelaksanaan desentralisasi yang
berasal dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Dengan kata lain Pemerintah Daerah dapat
memiliki penerimaan daerah yang dana tersebut bersumber pada Pendapatan Asli Daerah
(PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain seperti retribusi. Sedangkan untuk dana
40

Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: “Pemerintahan daerah
adalah penyelenggaraan urusanpemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
41

Lihat Pasal 5 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah : “(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah
dan Pembiayaan. (2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Pendapatan
Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan.; (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah; b. penerimaan Pinjaman Daerah; c. Dana
Cadangan Daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.”

perimbangan dituangkan dalam pasal 10 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 42 Bahwa antara Pusat
dan Daerah mempunyai hubungan keungan diantaranya dana bagi hasil yang terdiri atas PBB,
Bea, dan PPh. Dana alokasi umum yang dialokasikan berdasarkan celah fiskal (kebutuhan fiskal
dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah) dan alokasi dasar (dihitung berdasarkan jumlah gaji
Pegawai Negeri Sipil Daerah). Dan yang terakhir adalah dana alokasi khusus yang dialokasikan
kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
ditetapkan dalam APBN.
Untuk hubungan struktur organisasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
tidak lepas dari peran masing-masing elemen di daerah. Pemerintah Daerah dan DPRD
merupaan penyelenggara Pemerintahan Daerah, dan keduanya tersebut terbagi dalam tiga
daerah tingkat yaitu : Provinsi, Kota, dan Kabupaten. Pemerintah Daerah dan DPRD
bertanggungjawab terhadap lembaga eksekutif di Pemerintahan pusat, jadi bukan hanya
Pemerintah Daerah yang berada dibawah garis eksekutif di pusat, namun DPRD sebagai
lembaga legislatif daerah pun jika ditarik secara horizontal berada di bawah eksekutif tidak di
bawah Lembaga Legislatif atau DPR RI.
Berangkat
B. DPRD Bukan Lembaga Legislatif
Montesquieu membagai kekuasaan negara dalam 3 cabang, yaitu: (1) kekuasaan legislatif
sebagai pembuat undang-undang; (2) kekuasaan ekskeutif yang melaksanakan dan (3)
kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. 43 Dari klasifikasi Montesquieu inilah dikenal
pembagian kekuasaan modern dalam 3 fungsi, yaitu legislatif (the legislative function),
eksekutif (the executive or administrative function), dan yudisial (the judicial function).44
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik
42

Lihat Pasal 10 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah : “(1) Dana Perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c.
Dana Alokasi Khusus. (2) Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun
anggaran dalam APBN.”
43
Jimly Asshiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tatat Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 283.
44
O. Hood Phillips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, 2001, Constitutional and Administrative Law,
Sweet & Maxwell, hlm. 10-11.

UUD 1945

Eksekutif
(Presiden)

Legislatif
(DPR)

Yudikatif
(MA dan MK)

dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan UUD 1945 kekuasaan legislatif sebagai pembuat Undang-undang dipegang oleh
DPR45, kekuasaan eksekutif atau yang melaksanakan dipegang oleh Presiden 46, dan kekuasaan
untuk menghakimi atau yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) 47 dan Mahkamah
Konstitusi (MK)48. Berikut adalah bagan pembagian kekuasaan berdasarkan UUD 1945.

Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan
kedaulatan rakyat karena kegiatan bernegara, pertama-tama adalah untuk mengatur
kehidupan bersama.49 Oleh sebab itu, kewenangan untuk menetapkan peraturan itu pertamatama harus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau lembaga
legislatif.50 Fungsi utama lembaga perwakilan rakyat adalah fungsi legislasi atau
pengaturan.51 Dalam bentuk kongkritnya, fungsi pengaturan terwujud dalam fungsi
pembentukan undang-undang dan fungsi pembuatan undang-undang pada hakikatnya adalah
fungsi pengaturan.52 Fungsi pengaturan berkenaan dengan kewenang untuk menentukan
peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan
membatasi.53
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.54 Pemerintahan

daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerin-

tahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
45

Lihat Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
46
Lihat Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
47
Lihat Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; dan kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
48
Lihat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang
terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
49
Jimly Asshiddiqie, Op.cit, hlm. 298.
50
Ibid., hlm. 298-299.
51
Ibid., hlm. 299.
52
Ibid., hlm. 299.
53
Ibid., hlm. 299.
54
Lihat Pasal 1 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
Republik

dan prinsip Negara Kesatuan

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 55 Pemeritahan Daerah

adalah bagian dari pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dipegang oleh Presiden
Republik Indonesia.56 Ada dua macam pemerintahan daerah, yaitu pemerintahan daerah
provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi; dan
pemerintahan daerah

kabupaten/kota

yang

terdiri

atas pemerintah daerah

kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. 57
DPRD provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemiliha umum. 58 DPRD provinsi dan kabupaten/kota
mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan dalam kerangka representasi
rakyat di provinsi dan kabupaten/kota. 59 Fungsi legislasi DPRD provinsi dan
kabupaten/kota dilaksanakan melalui pembentukan peraturan daerah provinsi bersama
guberunur dan peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; membahas
dan memberikan persetujuann rancangan peraturan daerah mengenai anggaran
pendapatan

dan

belanja

daerah

provinsi

yang

diajukan

oleh

gubernur

dan

kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota. 60
Meskipun DPRD provinsi dan kabupaten/kota memiliki fungsi legislasi, fungsi legislasi
DPRD Provinsi dan kabupaten/kota berbeda dengan fungsi legislasi DPR karena fungsi
legislasi DPR adalah fungsi legislasi yang dilaksanakan sebagai perwujudan DPR
selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dengan demikian, meskipun
DPRD provinsi dan kabupaten/kota memiliki fungsi legislasi, DPRD provinsi dan
kabupaten/kota bukan merupakan badan legislasi sebagaimana yang dimaksud oleh
Montesquieu karena kekuasaan legislatif DPRD provinsi dan kabupaten/kota adalah bukan
kekuasaan untuk membuat undang-undang, melainkan untuk membentuk peraturan daerah
provinsi dan kabupaten/kota sebagai bagian dari pemerintahan daerah.
55

Lihat Pasal 1 Ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Lihat Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang menyatakan bahwa Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
57
Lihat Pasal 3 Ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
58
Lihat Pasal 314 dan 363 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
59
Lihat Pasal 316 Ayat (1) dan (2) dan Pasal 365 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
60
Lihat Pasal 317 Ayat (1) huruf (a) dan (b) dan Pasal 366 Ayat (1) huruf (a) dan (b)
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
56

C.F. Strong mengemukakan bahwa ada dua ciri pokok negara kesatuan, yaitu adanya
supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat dan tidak adanya badan-badan lainnya yang
berdaulat.61 Republik Indonesia sebagai suatu Negara Kesatuan juga memiliki supremasi
dewan perwakilan rakyat yang dipegang oleh DPR, sedangkan kedudukan DPRD provinsi
dan kabupaten/kota terletak di bawah Presiden Republik Indonesia sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan62. Struktur DPRD provinsi dan kabupaten/kota dapat digambarkan
sebagai berikut:
UUD 1945

Eksekutif
(Presiden)

Legislatif
(DPR)

Yudikatif
(MA dan MK)

memegang
kekuasaan
pemerintahan
Pemerintahan
Daerah

Pemerintahan
Daerah Provinsi
(Gubernur dan
DPRD provinsi)

Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota
(Bupati/walikota
dan DPRD
kabupaten/kota)

61

Ahmad Sukardja, 2012, Hukum Tata Negara Dan Administrasi Negara: Dalam Perspektif Fikih Siyasah,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
62
Lihat Pasal 4 ayat (1) UUD 1945

DPRD provinsi dan kabupaten/kota sebagai badan legislatif daerah daerah pada hakikatnya
adalah kepanjangan tangan eksekutif/Presiden yang memiliki fungsi pengaturan, yaitu fungsi
untuk membuat peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota.

DPRD provinsi dan kabupaten/kota memiliki kedudukan yang setara dengan Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga keduanya memiliki kedudukan yang sama
dan sejajar dalam arti tidak saling membawahi; hubungan diantara keduanya bersifat
kemitraan yang berarti bahwa DPRD merupakan mitra kerja Pemerintah Daerah dalam
membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.63
Hubungan hierarkis antara DPRD dan Presiden dapat digambarkan melalui tugas dan
wewenang DPRD dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota 64. Selain itu,
berdasarkan Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
“tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan
tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dari
Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota”.
Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota bagi
anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya.65

63

Munadhir
Ado,
Hubungan
Eks
&
Legis,
URL:
http:
//www.academia.edu/4055534/Hubungan_Ekse_and_Legis, diakses pada tanggal 22 Oktober 2014.
64
Lihat Pasal 42 ayat (1) huruf (d) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
65
Lihat Pasal 55 ayat (3) huruf (d) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah