PERENCANAAN DAN PENYELESAIAN MASALAH INF

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

PERENCANAAN DAN PENYELESAIAN
MASALAH INFRASTRUKTUR PERKOTAAN MELALUI INTEGRASI
SIG KOLABORATIF DAN SIG PARTISIPASI PUBLIK
Trias Aditya
Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik UGM
E-mail: triasaditya@ugm.ac.id

ABSTRACT
In the development of city infrastructure, a bottom up concept has been done
through government projects. In this relation, participative mapping or
geographic information system (GIS) is one of strategies that can be used to
support the aspiration and the need of society for the infrastructure
development. This research is aimed at looking the potency and challenge in
the application of GIS to support the bottom-up or top-down processes in
decision making for planning and determining the priority in the development
of infrastructure. A scenario and application interfaces have been developed
so that the efficiency and effectiveness in receiving the society aspiration as
the source of data for decision making in the development of the
infrastructure can be facilitated. Scenario and interface that have been

produced received positive responses from the decision makers of the
technical institutions and municipality government.
Keywords:GIS, participative mapping, infrastructure development.

ABSTRAK
Dalam pembangunan infrastruktur perkotaan, konsep pendekatan bottom-up
sudah dilaksananakan melalui proyek-proyek pemerintah. Dalam kaitan ini,
teknik pemetaan partisipatif atau sistem informasi geografis (SIG) partisipatif
merupakan salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
proses penyerapan aspirasi dan kebutuhan komunitas masyarakat akan
pembangunan infrastruktur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi
dan tantangan penerapan teknologi SIG untuk mendukung proses bottom-up
maupun proses top-down dari pengambil keputusan dalam merencana dan
menentukan skala prioritas pembangunan infrastruktur. Sebuah skenario dan
purwarupa aplikasi pemetaan partisipatif dikembangkan agar efisiensi dan
efektivitas penyerapan aspirasi masyarakat sebagai sumber data pengambilan
keputusan dalam perencanaan dan pemutusan masalah infrastruktur dapat
terfasilitasi. Skenario dan purwarupa yang dihasilkan mendapat respon positif
dari pengambil keputusan instansi teknis dan pemerintah kota.
Kata kunci: SIG, pemetaan partisipatif, pembangunan infrastruktur.


Diterima (received): 11-2-2009; disetujui untuk publikasi (Accepted to publish): 19-5-2009.

1

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

PENDAHULUAN
Prasarana fisik memegang peranan penting dalam pembangunan masyarakat. Masalahmasalah prasarana fisik yang muncul di tengah-tengah komunitas masyarakat, seringkali
telah menghambat pengembangan potensi daerah di mana masyarakat tersebut tinggal,
dan berujung pada kemunduran pengembangan keswadayaan masyarakat itu sendiri.
Dalam kaitan ini, seberapa jauhkah anggota masyarakat dapat mengenali, menganalisa,
dan menyuarakan aspirasi penyelesaian masalah prasarana umum di sekitar mereka?
Sementara itu, peta dan sistem informasi geografis telah banyak digagas dan dipakai
dalam perencanaan dan penyelesaian masalah infrastruktur. Apakah penggunaan peta dan
SIG pada institusi terkait sudah optimal? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari
pengkajian potensi SIG Kolaboratif dan SIG partisipatif untuk Perencanaan Infrastruktur
dan Pembangunan Masyarakat. Unuk menjawab hal tersebut, artikel ini akan terlebih
dahulu menyajikan latar belakang dan konteks penelitian yang disajikan dalam artikel ini.
Perencanaan dan Permasalahan Infrastruktur Perkotaan

Prasarana fisik di lingkungan perkotaan berperan penting dalam membantu pembangunan
masyarakat perkotaan. Jalan dan jembatan tingkat propinsi dan kota, jaringan penerangan
kota saluran drainase sampai dengan jalan, penerangan dan drainase lingkungan yang ada
di sekitar komunitas masyarakat kota, merupakan suatu sistem infrastruktur terpadu.
Keberhasilan dan keteraturan sistem infrastruktur tersebut akan berdampak positif bagi
peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
Usaha-usaha perbaikan kualitas infrastruktur kota terus dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat secara swadaya. Dalam melaksanakan perbaikan dan
pembangunan infrastruktur perkotaan, program penjaringan aspirasi masyarakat untuk
pembangunan infrastruktur sudah merupakan kebijakan nasional. Mulai dari program
NUSSP (Neighborhood Urban Shelter Sector Project) maupun PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat), PJ (Penerangan Jalan), komunitas masyarakat kelurahan dan
desa diberikan keluasaaan untuk menyuarakan aspirasi pembangunan non fisik dan fisik
(termasuk infrastruktur lingkungan), melaksanakan survei mandiri, serta melakukan
perhitungan kebutuhan pembangunan.
Program ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Namun demikian,
dikarenakan tingkat pemahaman dan kapasitas komunitas yang berbeda-beda, maka
tingkat kedetilan identifikasi masalah lingkungan dan kelengkapan pembuatan rencana
program menjadi berbeda dari satu kelurahan ke kelurahan yang lain. Selain itu, meskipun
telah disediakan pendampingan dalam program-program tersebut, masih banyak terdapat

variasi yang bersifat non teknis seperti adanya perbedaan strategi, perbedaaan sudut
pandang prioritas pembangunan (fisik atau non fisik) dan manajemen keuangan dari satu
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) ke BKM lain.
Dari usulan masyarakat tersebut, kemudian dilakukan penentuan prioritas pembangunan
oleh Kantor Kimpraswil (Pemukiman dan Prasarana Wilayah) kota dengan bantuan pihak
ketiga (konsultan) . Dari beberapa program yang ada, prioritas pembangunan diutamakan
untuk diberikan pada program pembangunan infrastruktur di sekitar lingkungan
masyarakat miskin. Sebagai contoh, apabila dari usulan program konblokisasi dari BKM

2

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

dilakukan verifikasi, apabila ditemukan bahwa kompleks pemukiman di kiri-kanan jalan
yang diusulkan tersebut adalah pemukiman dengan konstruksi tembok, maka usulan ini
tidak dianggap kebutuhan yang perlu diprioritaskan.
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Proses Pembangunan Infrastruktur
Dalam suatu kegiatan pengembangan prasarana fisik misalnya jalan, proses perencanaan
dan antisipasi konflik sebagai dampak dari implementasi pengembangan prasarana
memerlukan dukungan sistem pengambilan kebijakan multidisiplin dan mekanisme

penyerapan aspirasi dan kearifan lokal. Untuk ini, pendekatan top-down maupun bottomup sering dikombinasikan dalam proses perencanaan dan antisipasi konflik untuk
mendapatkan solusi yang tepat dan memuaskan.
Pendekatan top-down dapat diwujudkan melalui Kerja Kelompok atau group work dan
Pengambilan Keputusan Kelompok (group decision-making) melibatkan instansi-instansi
teknis terkait. Dalam hal ini, proses penggalian informasi, sintesa informasi, dan analisa
permasalahan sampai dengan pembahasan alternatif solusi secara efektif dan kolaboratif
untuk mendapatkan pemahaman kompleksitas masalah, penyatuan perspektif yang
beragam, dan pemilihan solusi secara kolektif dan terpadu dapat difasilitasi dengan
Sistem Informasi Geografis (SIG) Kolaboratif. Sementara itu, terkait pendekatan
bottom-up, perlu dibangun metode penyaluran aspirasi kelompok masyarakat pengguna
maupun kelompok masyarakat yang akan terkena dampak suatu kegiatan pembangunan
melalui penerapan SIG atau pemetaan partisipatif atau dikenal juga sebagai SIG
partisipasi publik.
Dengan SIG kolaboratif, beragam aktivitas grup atau kelompok untuk perencanaan,
pengawasan, dan pengendalian permasalahan sektoral, termasuk infrastruktur, dapat
terfasilitasi secara lebih efektif dan efisien (Balram & Dragićević, 2006). Dari hasil
eksplorasi masalah yang telah dilakukan oleh pengusul melalui kegiatan interview kepada
beberapa instansi teknis pengguna data dan informasi spasial untuk manajemen bencana
(Aditya dkk, 2007), dapat disimpulkan bahwa para staff instansi-instansi teknis di daerah
menyadari pentingnya peta, namun belum semuanya bisa dan mampu menggunakan peta

secara tepat, terlebih untuk kerja kelompok.
Dalam hal ini, Kerja Kelompok atau group work dan Pengambilan Keputusan Kelompok
(group decision-making) dengan bantuan SIG kian diperlukan di masyarakat, antara lain di
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam, aksi
tanggap bencana dan pemecahan masalah sosial, paling tidak dilandasi oleh hal-hal
berikut ini:
- Di dalam aktivitas-aktivitas tersebut di atas, proses pencarian dan penggalian
informasi, sintesa informasi, dan analisa permasalahan sampai dengan pembahasan
alternatif solusi berikut visualisasinya, dapat dilaksanakan secara kolaboratif untuk
mendapatkan pemahaman kompleksitas masalah, penyatuan perspektif yang
beragam, dan pemilihan solusi secara efisien, efektif, dan terpadu.
- Mengingat 80% dari semua aktivitas pengambilan keputusan individu maupun kolektif
melibatkan informasi geospasial, maka kerja kelompok dan pengambilan keputusan
kelompok berwawasan lokasi (geospasial) dengan teknologi SIG dapat menghasilkan
keputusan dan aksi yang cerdas, berkelanjutan, berwawasan spasial, efektif & efisien.

3

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009


Cukup mengejutkan, hingga saat ini, piranti lunak dan aplikasi SIG pada umumnya
dirancang untuk pengguna individual. Aspek interaksi kelompok belum tercakup dan
dimengerti secara luas penggunaannya.
Berangkat dari kenyataan, bahwa publik atau warga masyarakat umum sering di-marginalkan dalam pengambilan keputusan dan pemilihan prioritas, terminologi SIG partisipatif
muncul untuk memfasilitasi penyerapan aspirasi anggota kelompok komunitas masyarakat.
SIG partisipatif dapat didefinisikan sebagai bentuk pemanfaatan metodologi dan teknologi
informasi kebumian dan pemetaan untuk melibatkan kelompok masyarakat dalam proses
identifikasi masalah, penentuan prioritas, dan pengusulan program. SIG Partisipatif
membantu visualisasi ide dan masukan warga masyarakat yang terkait dengan informasi
keruangan. SIG partisipatif digunakan pertama kali dalam konteks perencanaan
penatagunaanlahan (Obermeyer 1998). Dalam perkembangannya, SIG partisipatif
diaplikasikan dalam bidang pertanian dan perencanaan rural, sosial-politik, ekonomi, dan
kesehatan.
Di dalam konteks masyarakat perkotaan, tingkat pemahaman terhadap informasi spasial
oleh masyarakat awam masih belum begitu jelas. Apakah masyarakat umum sudah siap
untuk menjadikan SIG sebagai salah satu sarana menyalurkan aspirasi dalam
pembangunan infrastruktur? Selanjutnya, pengintegrasian SIG partisipatif dan kolaboratif
dalam perencanaan dan penyelesaian masalah infrastruktur perkotaan pada sistem sosial
kemasyarakatan lokal perlu mendapat pengkajian. Oleh karenanya, pemanfaatan SIG
secara kolaboratif bagi kalangan executive dan masyarakat umum dalam proses

pembangunan dan penyelesaian masalah infrastruktur akan menjadi topik utama artikel
ini.
Tulisan ini bertujuan untuk melakukan identifikasi potensi dan tantangan pengintegrasian
SIG Kolaboratif dan partisipatif untuk kerja kelompok dan pemberdayaan masyarakat
dalam proses perencanaan dan penyelesaian masalah yang rumit dan kompleks untuk
mendukung program pengembangan prasarana fisik secara efektif, efisien dan
memuaskan. Dari riset ini akan dihasilkan identifikasi kebutuhan kapasistas (capacity need
analysis) dan kompetensi terkait pemanfaatan teknologi SIG secara kolaboratif dan
partisipatif untuk menunjang pembangunan prasarana fisik.

TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi publik dan informasi spasial
Fokus dari SIG Partisipasi Publik (SIG PP) adalah lebih pada optimalisasi pemberdayaan
partisipasi publik, bukan pada teknologi SIG-nya atau peta-nya (McCall 2004). Dalam
perspektif ini, McCall melihat bahwa SIG adalah „tool‟ atau „metode‟ untuk
mendayagunakan aspirasi dan suara masyarakat dalam proses perencanaan, evaluasi, dan
sebagai dasar untuk aksi komunitas. Namun demikian, dengan semakin luasnya pilihan
metode dan teknologi pemetaan dan positioning, riset terkait SIG PP juga dapat
memfokuskan pada pemberdayaan teknologi pemetaannya. Pada saat ini, metode dan
teknologi pemetaan dan atau SIG yang dikembangkan sangat beragam, mulai dari


4

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

pemetaan dengan material sederhana (kapur, maket 3D) sampai dengan pemetaan
dengan citra satelit dan peta tematik sampai pemanfaatan teknologi internet dan piranti
bergerak. Dan, pada mulanya SIG PP dikembangkan dalam konteks urban planning di
Amerika dan Canada, selanjutnya metode ini dikembangkan juga dalam konteks rural
planning di negara-negara berkembang seperti di Amerika Latin dan di Asia Tenggara
(Sieber 2003).
Pada awal perkembangan SIG PP, target partisipasi adalah masyarakat umum yang tidak
memiliki akses kepada kekuasaan dan peran dalam penentuan kebijakan. Karena target
masyarakat dalam kegiatan SIGPP adalah masyarakat yang terpinggirkan, maka seringkali
SIGPP digunakan sebagai wadah penyaluran aspirasi, misalnya untuk mendukung mediasi
kelompok masyarakat terasing dan terpencil (Sieber 2003). Intensitas partisipasi dalam
SIG PP sangat beragam. Berdasarkan intensitasnya, berikut ini disajikan bentuk partisipasi
atau pelibatan anggota komunitas masyarakat pada kegiatan pemetaan partisipatif (McCall
2004).
1. Berbagi informasi

Pelibatan pengetahuan komunitas lokal oleh pihak luar dalam mengenali sumberdaya
(misalnya: pemetaan tanah terlantar)
2. Konsultasi dan mediasi
Pelibatan komunitas local dalam mengidentifikasi permasalahan (berupa kebutuhan
dan tuntutan) yang terkait pada suatu topik khusus yang menjadi fokus pihak luar.
3. Pelibatan dalam pengambilan keputusan
Interaksi pihak dalam dan pihak luar dari suatu komunitas secara bersama-sama
dalam mengidentifikasi permasalahan, menganalisis permasalahan dengan tema
interaksi pada umumnya diinisiasi dari pihak luar.
4. Inisiasi aksi
Inisiatif pembangunan komunitas masayarakat dari warga masyarakat sendiri dalam
merencanakan dan melaksanakan program pembangunan lingkungan secara
kolaboratif.
Adapun berdasarkan tujuannya, SIG PP dapat dikategorikan sebagai berikut (McCall 2004):
1. Fasilitasi
Partisipasi dilaksanakan untuk mengenalkan dan memperlancar program
pembangunan yang akan melibatkan komunitas masyarakat lokal.
2. Pemberdayaan
Partispasi dilaksanakan untuk mendorong komunitas lokal dalam menentukan
keputusan dan bertanggungjawab dalam berinisiatif , mendapatkan hak kepemilikan,

menyediakan akses terutama kepada komunitas yang lemah dan tersisihkan.
3. Kolaborasi dan Mediasi
Partisipasi dilakukan untuk menjamin kesinambungan antara proyek dari luar
komunitas dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada di dalam komunitas melalui
usaha diskusi dan analisis secara kolaboratif.
Dilihat dari perspektif sistem, terdapat banyak perbedaan antara SIG yang sudah banyak
diaplikasikan oleh pengambil keputusan dan pemetaan dan SIG partisipatif untuk
komunitas masyarakat. Tidak hanya pada tujuan dan pendekatannya saja, top-down vs.
bottom-up, pada aspek fungsi dan biaya juga terdapat perbedaan. Berikut ini secara
lengkap disajikan table perbedaan SIG dan SIGPP.

5

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Table 1: Perbedaan SIG dan SIG Partisipatif/Partisipasi Publik (PPGIS) (Sieber 2003)

GIS

Dimension

PPGIS

Dengan semakin populernya internet, termasuk aplikasi pemetaan berbasi web (mis.
GoogleMaps, YahooMaps, LiveMaps) yang menyediakan antarmuka pemrograman untuk
mendukung kustomisasi penyajian dan interaksi, SIG PP melalui internet semakin sering
menjadi topik penelitian. Tidak hanya survei dan diskusi (forum), visualisasi dan anotasi
dengan peta web terkait perencanaan, pengawasan, dan pengendalian urban maupun
rural pada saat ini semakin sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi partisipasi
(Obermeyer 2003, Steinman et. Al 2004). Peta beranotasi dapat digunakan sebagai media
berargumen antar pihak yang berkepentingan mulai dari masyarakat umum dan pengambil
keputusan dalam perencanaan spasial (Riner 2004).
Perencanaan dan Penyelesaian Masalah secara Kolaboratif dengan SIG oleh
Pengambil Keputusan
SIG Kolaboratif didefinisikan sebagai integrasi teori, piranti, dan teknologi yang berfokus,
namun tidak terbatas, pada optimalisasi interaksi dan partisipasi manusia dalam prosesproses pengambilan keputusan berbasis spasial (Balramand & Dragićević 2006). Dari
perspektif GI Science, SIG dan masyarakat merupakan komponen penting yang
membentuk SIG Kolaboratif (Gambar 2). Dalam gambar 2 tersebut, dapat dilihat bahwa
SIG PP (Public Participation GIS) secara konseptual berbeda dengan Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan Grup (Group Spatial Decision Support Systems, GSDSS). SIG PP
target penggunanya adalah masyarakat umum dan kelompok komunitas, sedangkan
GSDSS target penggunanya adalah tim ahli termasuk ahli lokal. Dalam penelitian ini,
terminologi SIG kolaboratif lebih dikhususkan pada penggunan SIG secara kelompok oleh
para pemegang keputusan dan analisis yang pada umumnya melibatkan aktivitas
koordinasi, sinkronisasi dalam menyatukan perspektif dan mengambil keputusan.
SIG Kolaboratif adalah proses pemanfaatan teknologi SIG dan data, grafik visual termasuk
peta secara kolaboratif. Dalam hal ini, terkait ruang dan waktu, jenis aplikasi SIG
Kolaboratif dapat dibagi menjadi 4, yaitu: digunakan pada ruang sama waktu sama
(synchronous & co-located), sama ruang beda waktu (asynchronous & co-located), beda
ruang sama waktu (synchronous & distributed), beda ruang beda waktu (asynchronous &
diostributed) (Table 2).

6

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Tabel 2: Contoh ragam aplikasi SIG kolaboratif (Applegate 1991, MacEachren 2005)
Sama Ruang
Beda Ruang
Sama Waktu
Sama Ruang Sama Waktu
Beda Ruang Sama Waktu (mis.
(mis. berdiskusi tentang peta pada berdiskusi tentang peta melalui layanan
pusat koordinasi bencana)
“voice messenger” atau “chatting”)
Beda Waktu

Sama Ruang Beda Waktu
Beda Ruang Beda Waktu
(mis. koordinasi dan analisis spasial (mis. forum Diskusi Grup dalam portal
terkait penyaluran logistik untuk web)
tanggap bencana dengan shift giliran
tugas)

Menurut MacEachren (2005) dalam beragam kemungkinan setting SIG kolaboratif, peta
ataupun sistem informasi dengan antarmuka peta dapat berfungsi sebagai (berdasar
tingkat efektivitas dan efisiensi penggunan peta dalam grup): obyek kolaborasi,
representasi visual untuk dialog, serta pendukung pengkoordinasian aktivitas. Pada
umumnya, peta masih dimanfaatkan sebatas sebagai obyek kolaborasi yaitu sebagai salah
satu tool untuk menunjang proses komunikasi dan diseminasi informasi antar anggota
grup. Peta sebagai media diskusi dan terlebih sebagai pendukung pengkoordinasian
aktivitas membutuhkan disain interaksi dan sistem yang lebih rumit dan perlu
memperhatikan kegunaan dan kemampuan kognitif anggota untuk pengambil keputusan
(MacEachren 2005).
Dalam hal ini, peta dan SIG perlu didisain untuk mendukung tahap-tahap: intelligence,
design, choice (Simon 1977) dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kaitan ini,
penerapan multi criteria decision-making (MCDM), yaitu pengambilan keputusan berbasis
analisis multi kriteria, mempunyai potensi untuk mendukung keakuratan diskusi dan
analisis grup (Malczweski 2006). Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa MCDM justru
dapat menambah kerumitan pengaplikasian SIG kolaboratif bagi grup pengambil
keputusan (Jankowski & Nyegers 2001).
Dalam konteks perencanaan urban, aplikasi SIG PP dan SIG kolaboratif telah menjadi
fokus riset SIG sejak tahun 2000. Dalam kaitan ini, integrasi SIG PP dan SIG kolaboratif
merupakan salah satu agenda riset yang penting (Carver 2001 & Mason & Dragićević
2006) dan masih belum banyak dilakukan eksplorasi. Penelitian ini mencoba berkontribusi
dalam agenda riset ini dengan membangun sebuah alternatif pemanfaatan teknologi
internet dan SIG untuk pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan dan pemutusan
masalah prasarana fisik lingkungan.

METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih menjadi fokus penelitian ini adalah kawasan urban sebelah selatan
pusat kota Yogyakarta, tepatnya di Kelurahan Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo.

7

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Kecamatan Umbulharjo termasuk salah satu kecamatan terpadat dengan potensi
pengembangan ekonomi dan budaya yang relatif tinggi, namun juga cukup banyak
menyimpan potensi bencana yaitu tanah longsor dan banjir.
Secara khusus penelitian dikhususkan pada komunitas RW 03, Kelurahan Pandeyan yang
digolongkan kawasan padat penduduk dan terdapat banyak penduduk miskin (240 orang
dari 830 orang yang tinggal di RW tersebut tergolong masyarakat miskin). Wilayah ini
berada di sebelah timur Drainase Kalimambu, dan berjarak kurang lebih 1 km dari Sungai
Gajah Wong. Secara topografi, daerah ini lebih rendah dibanding daerah di sebelah
utaranya (114 m dpl), sehingga pada musim penghujan, beberapa lokasi di wilayah ini
selalu tergenang air. Dipilihnya RW ini berdasarkan kegitan survei pendahuluan dan
setelah direkomendasikan oleh Kantor Kecamatan Umbulharjo dan Kelurahan Pandeyan.
Ditambah lagi, RW 03 mempunyai berbagai pengalaman dalam proyek nasional
pemberdayaan masyarakat dengan dana per kelurahan di atas 300 juta, di antaranya
Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project NUSSP (2005-2006), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat - PNPM (2006 & 2007) (grant diberikan kepada BKM kel
Pandeyan), serta program CAP (Community Action Plan) dari GTZ Jerman dengan rincian
untuk jangka pendek sekitar 148 juta dan jangka panjang 195 juta ( grant diberikan khusus
kepada RW 03).
Pemetaan Partisipatif untuk Perencanaan dan Pemutusan Masalah Infrastruktur
Lingkungan Perkotaan
Seperti telah diuraikan di atas, RW 03 Pandeyan dapat dipandang sebagai wilayah dengan
karakteristik menarik dikarenakan aspek topografi dan sosial kemasyarakatan (penduduk
miskin di atas 25% dan berpengalaman dalam menjalankan program pemberdayaan
masyarakat seperti NUSSP, PNPM, dan CAP GTZ Jerman). Di samping itu, dari sisi tata
kota, wilayah ini dapat dikatakan tergolong kawasan prioritas pembangunan. Misalnya
saja, meski lebih dari 70% pemukian di wilayah ini mempuyai konstruksi bangunan
permanen, namun demikian 58% kondisi bangunan dapat dikategorikan buruk. Adapun
dari 11891 ha total area wilayah ini, penggunaan lahan dapat dijabarkan: 63,65% untuk
hunian/pemukiman, tanah kosong 15%, komersial 17%, dan lain-lain 3%. Komposisi
status kepemilikan tanah adalah: 25% tanah negara dan 75% tanah dengan SHM
(Sertifikat Hak Milik).
Kualitas jalan lingkungan juga kurang mencukupi, misalnya saja secara keseluruhan total
jalan lingkungan adalah 5000 m dengan rincian 3000 m sudah diperkeras dengan kualitas
rapat beton. Di beberapa titik pada wilayah ini juga terdapat kebutuhan untuk perbaikan
penerangan jalan warga.
Genangan air hujan merupakan permasalahan serius yang tidak terselesaikan bertahuntahun. Rata-rata di kelurahan Pandeyan secara umum, genangan air hujan di jalan
lingkungan dan lahan warga berkisar antara 10–50 cm, dengan lama genangan bervariasi
dari satu RT ke RT lain, antara 30 menit sampai dengan 4 jam. Dari survei mandiri yang
sudah dilakukan oleh warga, penyebab genangan sangat bervariasi mulai dari tidak
adanya atau rusaknya SAH (saluran air hujan) dan SPAH (saluran pembuangan air hujan),
terain lahan yang rendah, irigasi meluap, sampai dengan meluapnya sungai Gajah Wong.

8

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Land Status

Housing construction
semipermanent
27%

State Land
25%

temporary
0%

Private
Parcels
75%

permanent
73%

Land Use

unused
15%

others
3%

Housing Quality

agriculture
0%

good
32%

commercial
17%
offices
0%
Industry
0%

bad
58%

housing
65%

medium
10%

Gambar 2: Grafik komposisi status kepemilikan tanah, penggunaan lahan, jenis dan
kualitas konstruksi bangunan di RW 03 Pandeyan.

Pada penelitian ini kegiatan pemetaan partisipatif dilaksanakan dua kali dengan rincian
sebagai berikut: pemetaan bantuan citra satelit dan kalkir (manual) dan pemetaan dengan
piranti bergerak. Pada kedua aktivitas tersebut pemetaan digunakan untuk mendukung
dan memvisualisasikan hasil diskusi dengan metode Focus Group Discussions (FGD).
Secara lengkap tahapan pelaksanaan aktivitas pemetaan partisipatif oleh warga RW 03
dan hasil untuk masing-masing kegiatan dirinci sebagai berikut.
Pemetaan partisipatif dengan peta dan citra satelit kertas
Kegiatan ini diikuti oleh 13 warga kampung Pandeyan, terdiri dari unsur pengurus RW, RT,
dan pemuda. Secara lengkap, tahapannya adalah:
1. Pertemuan warga masyarakat dibuka oleh pengurus RW. Secara singkat, Ketua dan
Sekretaris RW mengenalkan tim peneliti kepada anggota komunitas yang hadir, peserta
pemetaan partisipatif tahap I
2. Tim peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kegiatan pemetaan partisipatif
yaitu untuk melakukan identifikasi, analisis perspektif lokal, dan pengusulan perbaikan
atau pembangunan prasarana terkait.
3. Citra satelit RW 03 ditunjukkan kepada peserta dan dijelaskan tatacara pembacaan citra
dan orientasi lokasi.
4. Warga dibagi dalam empat kelompok berdasarkan tempat tinggal (1 kelompok mewakili
1 RT, kecuali RT 13 ditangani oleh dua kelompok mengingat besarnya wilayah RT dan
banyak genangan banjir/air hujan)

9

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

5. Setiap kelompok diminta untuk melakukan diskusi dan eksplorasi masalah, analisis, dan
usulan. Identifikasi masalah genangan disyaratkan harus ditunjukkan di atas citra
(digambar di atas kertas kalkir). Setiap hal (identifikasi, analisis, usulan) merupakan
layer-layer terpisah yang harus dimunculkan di atas peta. Apabila perlu, dapat
digunakan flexi note untuk menambah anotasi di atas peta.
6. Untuk setiap kelompok, seorang asisten membantu mengarahkan dan memfasilitasi alat
tulis (misalnya: pensil warna-warni, flexi note).
7. Setelah setiap kelompok selesai membuat peta genangan air hujan, selanjutnya
keempat peta digabungkan dan dilakukan peringkasan masalah. Di dalam tahap ini,
peseta dapat memberikan tambahan atau koreksi.
Ketujuh tahap tersebut dilakukan di dalam ruangan Balai RW 03 selama 140 menit. Hasil
akhir dari kegiatan ini adalah peta identifikasi genangan air hujan dan anotasi-anotasi
terkait analisis masalah dan usulan kelompok untuk masing-masing lokasi genangan.

Gambar 2: Ringkasan hasil kegiatan pemetaan partisipatif per kelompok komunitas RW 03
disimpulkan menjadi peta identifikasi genangan air hujan.

Secara umum seperti telah di sebutkan di atas, permasalahan genangan yang
digambarkan di atas peta bersumber pada: drainase limpasan hujan pada jalan propinsi di
sebelah selatan dan timur kampung yang tidak berfungsi secara baik, fungsi saluran air
hujan yang buruk, belum terbangunnya saluran air hujan di beberapa jalan lingkungan,
serta terain kampung yang relatif lebih rendah dibanding sebelah utara wilayah RW 03.

10

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Pemetaan partisipatif dengan Mobile GIS
Pada kesempatan yang lain (berjarak tiga minggu dari kegiatan pemetaan partisipatif), tim
peneliti melaksanakan kegiatan yang sama dan diikuti oleh 14 warga RW 03. Sebagian
besar dari peserta (lebih dari 8 orang) terlibat dalam aktivitas pemetaan partisipatif II.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk: (1) melakukan verifikasi langsung atas apa yang sudah
dihasilkan dari kegiatan pertama, langsung ke lapangan bersama masyarakat
menggunakan teknologi mutakhir SIG; (2) mengkaji apresiasi dan aspek kognitif peserta
terhadap teknologi mutakhir SIG dalam menunjang proses pemberdayaan masyarakat.
Kedua tujuan ini secara langsung terkait dengan desain skenario integrasi SIG partisipasi
publik dan kolaboratif yang disajikan pada sub bab IV.3.
Sebelum dilaksanakan kegiatan pemetaan partisipatif tahap II, perlu dilakukan persiapan
data dan alat. Data yang digunakan sama dengan citra satelit yang digunakan dalam
kegiatan I. Citra satelit dipasang ke dalam piranti bergerak PDA (menggunakan bantuan
software ArcPad versi 7). Selanjutnya disiapkan satu layer data vektor dengan tiga attribut
data: identifikasi, analisis, dan solusi. Dalam penelitian ini digunakan satu PDA HP dan dua
pocket PC dilengkapi GPS (total 3 priranti bergerak untuk digunakan oleh tigak kelompok
RT di wilayah RW 03).

Gambar 3: Piranti bergerak HP iPAQ Travel Companion dengan software ArcPad 7
digunakan dalam kegiatan penelitian ini.

Adapun tahapan pelaksanakan kegiatan pemetaan partispatif tahap 2 adalah sama seperti
pada pelaksanaan pemetaan partisipatif tahap 1. Perbedaannya terletak pada hal-hal
berikut:
1. Peserta dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan RT di mana peserta tinggal (RT 12, RT
13, dan RT 14)
2. Peserta menunjukkan genangan di lapangan dan mendiskusikan penyebab dan solusi
masalah. Selanjutnya, identifikasi genangan digambar di atas ArcPad dan nilai tekstual
masing identifiksi permasalahan, analisis, dan solusi pemecahan masalah dimasukkan
sebagai data di dalam layer genangan tersebut.
3. Hasil dari FGD yang dilakukan di lapangan tersebut sudah langsung tersimpan sebagai
layer SIG.

11

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Di akhir aktivitas, dilakukan interview untuk mendapatkan ilustrasi kesesuaian teknik ini
untuk diterapkan di masyarakat perkotaan seperti RW 03. Adapun topik pertanyaan
adalah: pengalaman mengikuti pemetaan partiipatif dengan piranti bergerak, kemampuan
mengenal medan lapangan dalam melakukan orientasi dan pengukuran dengan bantuan
citra satelit di atas PDA, dan tingkat kemudahan penggunaan dibanding dengan kegiatan
1.

Gambar 4: Hasil pemetaan partisipatif ketiga kelompok diunduh dan disatukan menjadi
satu layer yang siap diolah di dalam software SIG (misalnya menggunakan ArcGIS).
Luasan dengan warna hijau adalah hasil pemetaan partisipatif tahap 2.

Dari pertanyaan tersebut didapatkan hasil bahwa 8 orang dapat mengikuti kegiatan tahap
2 dengan baik secara keseluruhan dan terdapat 2 (dua) peserta yang menyatakan tidak
begitu paham dan hanya mengikuti sebagian kegiatan ini. Semua peserta menyatakan
dapat melakukan orientasi dan perkiraan identifikasi di atas PDA, namun lebih dari 3 orang
dari peserta yang berusia tua mengeluhkan kecilnya layar piranti bergerak yang dipakai.
Selanjutnya dapat diketahui bahwa 5 orang dari 10 peserta yang mengikuti kedua
kegiatan pemetaan partisipatif, memilih model penyelenggaraan pemetaan partisipatif
tahap 1 (dengan citra satelit dan kertas kalkir).
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya basisdata SIG tentang identifikasi masalah,
analisis, dan usulan solusi yang siap diolah menggunakan software SIG untuk keperluan

12

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

analisis dan pengambilan keputusan.
Beberapa warga masyarakat berkomentar bahwa kegiatan survei mandiri yang telah
dilakukan secara gotong-royong di kampung tersebut, akan jauh lebih mudah dengan
penggunaan teknologi dan teknik tersebut di atas.

HASIL
Observasi Lapangan:
Masyarakat

Pengalaman

Warga

dalam

Program

Pemberdayaan

Terkait pelibatan masyarakat dalam perencanaan prasarana fisik lingkungan, masyarakat
Pandeyan (RW 03) memiliki pengalaman terlibat dalam proyek pembangunan lingkungan
NUSSP (Neighborhood Urban Shelter Sector Project) tahun 2005, Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 2006 dan 2007 untuk Kelurahan Pandeyan, serta
program Aksi Swadaya yaitu Community Action Plan (CAP) dari GTZ Jerman. Dalam
kegiatan-kegiatan tersebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Pandeyan
”Citra Mandiri” dan Warga RW 03 melaksanakan survei mandiri dan penyusunan usulan
program pembangunan dengan pendampingan dari konsultan. Dana hibah NUSSP dan
PNPM merupakan dana hibah langsung dari pusat. Terkait kedua program ini, menurut
salah satu anggota BKM Pandeyan dan juga menurut pengurus kantor Kecamatan, tingkat
kedetilan pelaporan dan usulan sangat bervariasi dari satu kelurahan ke kelurahan lain.
Dari dokumen NUSSP yang ada di Kimpraswil, dokumen usulan NUSSP dari Pandeyan
merupakan salah satu contoh usulan yang lengkap dan komprehensif. Menurut anggota
BKM Pandeyan, pada saat menyusun usulan tersebut, mereka harus bekerja keras bahkan
sering sampai lembur malam. Sedangkan dana operasional untuk melakukan survei
mandiri dan penyusunan proposal, pendistribusiannya tergantung kepada kesepakatan
anggota BKM. Secara keseluruhan, anggota BKM yang diwawancarai tersebut
menceritakan bahwa program-program nasional seperti PNPM dan NUSSP lebih banyak
merupakan kerja sosial dan sukarela.
Program-program pembangunan fisik di lingkungan sekitar mereka merupakan program
favorit (menjadi prioritas warga). Sedangkan program pemberdayaan sosial
kemasyarakatan dan ekonomi belum tergarap secara serius (dan menjadi perhatian)
warga masyarakat sendiri.
Citra satelit dan peta-peta merupakan produk informasi yang relatif baru bagi komunitas
masyarakat, namun demikian dari kegiatan pemetaan partisipatif di lingkungan RW 03,
terbukti warga masyarakat dapat melakukan pendataan masalah, menyuarakan analisis
genangan air hujan dengan baik. Metode rapat warga secara kelompok dengan bantuan
peta dan citra satelit merupakan hal baru yang bermanfaat bagi mereka. Mereka
menceritakan, pendataan masalah yang telah mereka lakukan untuk NUSSP maupun
PNPM mungkin akan lebih mudah dengan pendekatan semacam ini. Satu hal yang perlu
diperhatikan, agar penetrasi dan pengaruh metode ini dapat lebih kuat terasa, maka
kemudahan dalam menggunakan dan melaksanakan, tampilan yang efektif dan efisien dan
mudah digunakan merupakan kata kunci, dan dapat dikatakan sebagai salah kebutuhan
pengguna.

13

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Dari pengalaman riset yang dilaksanakan di Bandung, pelibatan masyarakat umum dan
pengambil keputusan dirasa belum cukup. Ada komponen masyarakat lain, misalnya
pengusaha atau kekuatan ekonomi di sekitar wilayah setempat dan lembaga swadaya
masyarakat sekitar yang perlu dilibatkan untuk memperkuat keputusan yang dihasilkan
dari penggunaan informasi spasial dan rapat warga.
Pengalaman Pengambil Keputusan dan Analis dalam Memanfaatkan Peta.
Secara umum, instansi pemerintah mulai dari tingkat pusat, propinsi, dan kota sudah
familier dengan produk peta-peta. Sejauh ini, penggunaan peta-peta tersebut masih
sebatas untuk melakukan identifikasi lokasi spasial belum didayagunakan sebagai media di
mana eksplorasi masalah, diskusi dan sintesa informasi dapat dilakukan. Bagi mereka
potensi peta untuk menunjang aktivitas-aktivitas tersebut masih merupakan suatu yang
asing. Terkait penggunaan perangkat lunak SIG, Kimpraswil kota sudah memilikinya,
namun penggunaannya masih sangat jarang. Perangkat lunak tersebut (MapInfo)
merupakan implementasi program dari pusat dan disediakan pelatihan. Namun demikian,
operasi analisis masih belum dapat dilakukan, mengingat kemampuan staff teknis masih
rendah. Terlebih lagi, data yang terpasang di sistem lokal masih sebatas data-data spasial
dasar (jalan utama, sungai, dan batas administrasi, tataguna lahan, serta citra satelit).
Program pemberdayaan masyarakat merupakan suatu agenda nasional. Namun demikian
hasil dari program pemberdayaan masyarakat sangatlah beragam tingkat kedetilan dan
tingkat keterlibatan masyarakat. Misalnya saja, penyajian usulan jalan lingkungan atau
saluran limpasan air hujan di atas peta bersifat insisiatif warga dan sporadik. Kantor
kecamatan dan kelurahan tidak memiliki peran penting dalam program-program tersebut
(kepenasehatan). Dan, kantor kecamatan sebenarnya banyak berharap bahwa masyarakat
lebih mengutamakan program pembangunan sektor non fisik di lingkungan.
Terkait diskusi dan koordinasi dalam kerja kelompok, di beberapa bidang misalnya bidang
jalan dan jembatan Kimpraswil Kota dan Ditjen Tata Ruang, peta sudah sangat sering
digunakan dalam rapat koordinasi. Namun demikian, pengambilan keputusan dan analisis
multi kriteria dengan bantuan peta dan SIG masih sangat jarang dilakukan. Dalam kerja
kelompok tersebut, peran peta dan SIG untuk menunjang aktivitas kolaborasi dan
koordinasi dalam kerja kelompok merupakan sesuatu yang asing dan baru.
Skenario Pengintegrasian SIG Partisipasi Publik & Kolaboratif
Menggunakan pendekatan disain berbasis skenario (Rosson & Carroll, 2001), penelitian ini
berfokus pada asas kedayagunaan informasi dan interaksi dari sistem dan aplikasi untuk
membantu masyarakat umum dan pengambil keputusan dalam konteks perencanaan dan
pemutusan masalah infrastruktur. Melalui skenario-skenario yang dibangun, kemungkinan
interaksi antara sistem dengan manusia dapat dikaji sisi positif dan negatifnya, sehingga
produk yang dihasilkan mempunyai tingkat usabilitas (efiensi, efektivitas, dan kepuasan)
yang tinggi (Rosson & Carroll, 2001). Dalam hal ini, skenario penggunaan informasi dan
sistem interaksi dikembangkan berdasar pada temuan eksplorasi permasalahan yang ada
di lapangan. Seperi disebut di atas, eksplorasi dilakukan melalui kegiatan survei kuisioner
dan wawancara dengan instansi teknis dan masyarakat umum.

14

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Melihat motivasi masyarakat yang tinggi dalam berpartisipasi atau terlibat dalam
perencanaan fasilitas lingkungan kota, maka pendekatan aspek kebebasan dalam
menyampaikan aspirasi atau identifikasi masalah di sekitar tempat tinggalnya perlu
dimasyarakatkan. Salah satu teknologi yang dapat memfasilitasi motivasi tersebut secara
efektif adalah internet. Saat ini, di setiap kantor kelurahan di kota Yogyakarta telah
disediakan fasilitas internet. Warga masyarakat sekitar yang sebagian besar tidak
mempunyai akses internet, dapat menggunakan fasilitas internet di kantor kelurahan.
Selain aspek kebebasan mengidentifikasi masalah, hal lain yang ingin dicapai dengan
aplikasi berbasis internet adalah efisiensi dalam mengumpulkan bahan untuk digunakan
dalam rapat dengan warga ataupun penjaringan aspirasi pada saat turun ke lapangan
(misalnya dalam penelitian ini menggunakan metode FGD dengan bantuan pemetaan
partispatif, seperti dijelaskan di atas). Untuk itu, aplikasi internet yang sesuai adalah
sebuah aplikasi portal pemetaan berbasis web.
Selanjutnya dari aspirasi warga yang masuk perlu dilakukan verifikasi atau check ke
lapangan. Dalam kaitan ini, mekanisme rapat warga yang sudah menjadi rutinitas di
komunitas RW 03 dapat dilengkapi dengan kegiatan pemetaan partisipatif yang difasilitasi
oleh instansi teknik (kimpraswil) atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Kimpraswil. Sebelum
terjun ke lapangan fasilitator perlu menyimpan atau memasang basisdata aspirasi
masyarakat dari portal pemetaan di atas ke dalam perangkat lunak SIG yang terpasang
dalam piranti bergerak (misal PDA atau laptop) yang digunakan ke lapangan. Dalam
kegiatan ini, warga masyarakat berdiskusi dan bermufakat untuk mengecek, menyaring,
dan memutuskan luasan genangan dan redaksional untuk identifikasi masalah, analisis,
dan usulan solusi untuk masing-masing obyek yang terpilih menjadi prioritas perbaikan
atau pembangunan. Untuk menunjang rapat warga, fasilitator perlu menyiapkan layar
lebar sehingga kegiatan rapat warga dapat lebih terarah dan efisien.

Gambar 5: Skenario pemanfaatan teknologi pemetaan dan teknik pemetaan partisipatif
untuk menunjang pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur.

Selanjutnya, hasil verifikasi tersebut, dapat dibawa oleh fasilitator ke kantor kimpraswil
setelah dilakukan konversi dari data input warga menjadi lapis data SIG. Kemudian
Kimpraswil dan pihak terkait dapat melakukan agregasi data-data semacam dari kampung
atau kelurahan lain, kemudian lapis data kependudukan, sosial ekonomi juga dimasukkan
ke dalam sistem SIG yang ada di kantor untuk melakukan analisis multikriteria guna

15

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

menetukan prioritas aksi pembangunan. Proses ini dapat dilakukan secara kolaboratif
dengan bantuan sistem SIG yang ada. Proses diskusi, operasi spasial (misalnya buffering,
proximity, query) dapat dilakukan selama proses diskusi para pengambil keputusan dan
analis berlangsung.
Skenario penggunaan semacam ini akan menambah efisiensi dan efektivitas kinerja
Kimpraswil. Dari program-program yang ada, proposal masyarakat sudah dilengkapi peta,
namun proses digitalisasi peta kertas menjadi data SIG jarang sekali dilakukan, mengingat
kapasitas dan kemampuan operasionalisasi SIG yang masih rendah di kantor-kantor
instansi daerah. Peta yang dipakai seringkali bukanlah peta terkini ataupun peta terkait
perencaanaan dan permasalahan yang sedang dihadapi. Seringkali, semata-mata hanya
untuk menunjukkan posisi lokasi dalam proses diskusi. Para pengambil keputusan dituntut
keras untuk melakukan pemetaan mandiri di dalam otaknya ( mid mapping). Hal ini tentu
saja tidak efektif, selain dapat terjadi ketidaksamaan representasi visualisasi lokasi, ruang
spasial tempat di mana masalah dan program pembangunan perlu dilakukan belum dapat
dianalis secara efisien dengan bantuan fasilitas SIG yang sudah terpasang di kantor.
Pembangunan portal web penyerapan aspirasi masyarakat pembangunan
infrastruktur kota
Berdasar pada skenario penggunaan di atas, sebuah portal pemetaan partisipatif untuk
pembangunan infrastruktur kota dibangun dalam penelitian ini. Aplikasi portal ini dapat
dipandang sebagai pintu gerbang pertama bagi masyarakat umum untuk berpartispasi
dalam pembangunan infrastruktur kota di sekitar tempat tinggal mereka. Melalui portal ini,
warga masyarakat (setelah mendaftarkan diri dan login), dapat melakukan:
1. Identifikasi kebutuhan perbaikan ataupun pembangunan fasilitas prasarana umum di
lingkungan mereka (tersedia lapis-lapis prasarana umum, seperti: drainase, penerangan
jalan, identifikasi genangan air hujan). Identifikasi dilakukan dengan cara menggambar
titik atau luasan pada obyek atau kawasan yang menjadi perhatian warga.
2. Penyampaian permasalahan, analisis, dan usulan melalui form yang tersedia. Foto
kejadian genangan di lokasi tersebut dapat di-upload, untuk menambah kejelasan
informasi yang diberikan.
3. Penambahan komentar dan tanggapan terhadap obyek di atas peta (luasan genangan di
bekas terminal Umbulharjo, misalnya) yang dilakukan oleh warga lain (cross-check dan
penguatan laporan identifikasi).
Aplikasi portal ini telah berhasil dibangun dengan teknologi opensource dan diujicoba.
Adapun spesifikasi portal ini adalah sebagai berikut:
1. GoogleMaps API (Application Programming Interface) sebagai antarmuka peta.
2. PHP sebagai bahasa pemrograman web dan MySQL untuk penyimpanan basis data
spasial dan atribut-nya.
3. Komponen konversi databases ke shapefile (melalui KML, Keyhole Markup Language).
Berikut ini diberikan gambaran screenshots penggunaan aplikasi portal pemetaan
partisipatif usaha pembangunan infrastruktur kota:

16

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Gambar 6: Antarmuka aplikasi portal: pemetaan partisipatif usaha pembangunan
infrastruktur kota.

Gambar 7: Masyarakat setelah melakukan registrasi dapat memanfaatkan fasilitas
penggambaran tanda masalah atau luasan bermasalah terkait tema pilihan.

Gambar 8: Demo penerapan aplikasi terkait skenario penyerapan aspirasi masyarakat
untuk menunjang pengambilan keputusan pembangunan infrastruktur.

17

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Presentasi skenario dan evaluasi aplikasi portal
Untuk mendapatkan masukan dari warga masyarakat maupun pengambil keputusan tentang
kegunaan aplikasi, aplikasi telah didiskusikan bersama-sama dengan pengambil keputusan
dan staff teknis di bidang pemukiman Kimpraswil Kota dan Kecamatan Umbulharjo.
Setelah dilakukan demo pemanfaatan pemetaan berbasis web dan teknik pemetaan
partisipatif untuk membangun basis data SIG untuk pengambilan keputusan, dilakukan
diskusi secara terpisah dengan pejabat di Kantor kimpraswil dan Kantor Kecamatan
Umbulharjo secara terpisah.
Dari diskusi yang terselenggara, beberapa masukan penting adalah sebagai berikut:
1. Kecamatan Umbulharjo dan Kantor Kimpraswil menilai aplikasi portal pemetaan
berpotensi untuk menambah kualitas pelayanan pemerintah dengan membuka kanal
umum penyaluran aspirasi pembangunan infrastruktur. Bagi mereka, program aplikasi
semacam itu perlu diterapkan untuk menunjang pelayanan mereka kepada masyarakat.
2. Di Kimpraswil sendiri, skenario penggunan mendapatkan banyak tanggapan positif.
Namun demikian, terkait akuntabilitas masukan warga, transparansi proses verifikasi,
dan konversi ke data SIG, mereka mempunyai rasa keingintahuan mendalam apakah
dapat difasilitasi secara baik. Mereka menilai aplikasi tersebut akan sangat membantu
pekerjaan mereka dalam menyusun program kerja, namun demikian salah seorang
peserta diskusi menyarankan suatu mekanisme penyaringan di portal sendiri, karena
terdapat kemungkinan belum siapnya warga dan adanya penyalahgunaan aplikasi
tersebut.
3. Seperti tergambar pada diagram skenario di atas, proses verifikasi dilakukan
menggunakan teknik pemetaan partisipatif. Metode seperti ini masih baru dan
Kimpraswil sendiri belum mengerti bagaimana SIG dapat didayagunakan untuk
menjaring aspirasi warga (meskipun dengan peta kertas) dan untuk mendukung diskusi
dan analisis penentuan prioritas pembangunan. SIG hanya digunakan seskali dan
penggunannya masih terbatas untuk mencari informasi data dasar (lokasi, orientasi
dengan lapis data jalan, sungai), belum melibatkan data tematik dan operasi SIG
lanjutan (misal buffering, overlay).
4. Tingkat keberhasilan skenario ini masih perlu mendapatkan kajian lanjut. Proses bisnis
dan strategi interaksi mulai dari penyerapan aspirasi melalui internet kemudian proses
verifikasi dan penggunaan data aspirasi dalam proses pengambilan keputusan belum
merupakan fokus dalam penelitian ini.

KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan metode pengintegrasian penyerapan aspirasi warga dan
perencanaan kolaboratif pengambil kebijakan menggunakan peta dan teknologi SIG.
Proses survei dan indentifikasi permasalahan secara mandiri, penyusunan rencana dan
proposal serta penentuan prioritas program dapat difasilitasi melalui portal dan kegiatan
pemetaan partisipatif serta diskusi grup pengambil keputusan. Metodologi semacam ini
dapat menunjang efiktivitas dan efisiensi program pembangunan komunitas urban mandiri
seperti misalnya program PNPM Mandiri yang sedang digalakkan di perkotaan.

18

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

Selanjutnya terkait pengintegrasian SIG partisipatif dan kolaboratif, dapat disimpulkan
bahwa:
 Pengintegrasian untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi keseluruhan proses mulai
dari penyerapan aspirasi, survei mandiri, penyusunan proposal sampai dengan
penentuan skala prioritas usulan oleh pengambil keputusan, adalah sangat mungkin,
namun belum terlaksana secara sistematik dan terarah.
 Pendayagunaan informasi dan teknologi spasial akan mampu diterima secara baik oleh
masyarakat dan pengambil keputusan, apabila dirancang dan diadaptasi sesuai
kapasitas dan kemampuan stakeholders. Dalam hal ini level pengetahuan pemetaan dan
SIG dari pengambil kebijakan dan staff teknis perlu mendapatkan improvisasi melalui
pendidikan formal maupun penyegaran (kursus penyegaran satu modul, misalnya).
 Skenario yang diterapkan dalam penelitian ini belum secara kuantitatif dan menyeluruh
mengkaji tingkat efektivitas dan efisiensi skenario ini, jika dibandingkan misalnya,
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dengan metode yang selama ini digunakan oleh
pemerintah dan community action plan yang dipakai oleh GTZ.
Selain itu terkait kapasitas pengambil keputusan:
 Di dalam melaksanakan pemilihan program usulan masyarakat atau penentuan skala
prioritas perlu mempertimbangkan secara serius manfaat sistem informasi spasial untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pogram nasional pemberdayaan
masyarakat bidang infrastruktur
 Dalam hal ini, skenario penggunaan yang digagas di penelitian ini mendapat respon
positif dan apresiasi dari instansi pemerintahan tingkat kecamatan dan dinas teknis
perkotaan);
 belum memanfaatkan SIG yang sudah terpasang di setiap kantor mereka secara benar
dan optimal. Selanjutnya, sama sekali belum mengerti potensi penggunaan SIG untuk
kerja kelompok dalam merencanakan dan memutuskan masalah.
Sedangkan masyarakat umum:
 relatif mudah untuk diarahkan dan diajak berpartisipasi membahas masalah di
lingkungannya dengan metode diskusi antar warga dan pemetaan partisipatif;
 merasa akses kepada peta-peta publik perlu ditingkatkan;
 belum terbiasa membaca peta dalam kehidupan sehari-hari, meskipun peta bukan
barang yang asing lagi bagi mereka (peta belum merupakan budaya). Kemampuan
orientasi spasial responden kuisioner masih sangat rendah, sedangkan kemampuan
pemrosesan skala dan jarak cukup baik;
 perlu mendapatkan pengenalan pemetaan partisipatif untuk mendukung survei mandiri,
karena aktivitas survei mandiri semakin menjadi tuntutan bagi warga dalam pelaksanaan
program-program pembangunan infrastruktur dari pemerintah.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada UGM INDF project atas hibah penelitian yang
diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Heri
Sutanta dan Ketut Wikantika atas masukan yang diberikan selma penulisan makalah ini.
Penulis juga berterimakasih kepada Satria Eka, Sigit Riyanto, Haris Mafaaza dan Febri
Iswanto dan asisten mahasiswa lain atas bantuan mereka dalam proses pengumupulan data.

19

Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 15 No.1, Agustus 2009

DAFTAR PUSTAKA
Applegate, L. M. (1991). "Technology Support for Cooperative Work: A Framework for
Studying Introduction and Assimilation in Organizations." Journal of Organizational
Computing, 1(1), 11-39.
Balram, S., Dragićević, S. (2006), Collaborative Geographic Information Systems: Origins,
Boundaries, and Structures in Collaborative Geographic Information Systems, R. Balram
and S. Dragićević, eds., Idea Group Publishing Ltd.
Carver, S., (2001). The Future of Participatory Approaches Using Geographic Information:
Developing a research agenda for the 21st Century . URISA Journal (15):61-71.
Obermeyer, Nancy J. (1998), The evolution