Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Saran Kutipan:

Lubis, I.R.(editor). 2008. Kajian Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II. Green Coast Project. Wetlands International - Indonesia Programme, Bogor.

Kata Pengantar

Laporan ini menyajikan hasil kajian Bio-fisik dan sosial ekonomi di ke-16 lokasi kegiatan proyek Green Coast fase II di wilayah propinsi Aceh dan pulau Nias. Survey dilakukan secara bertahap pada rentang waktu antara bulan September 2007 hingga Maret 2008. Penelitian ini melibatkan beberapa tenaga ahli yang cakap di bidangnya dari berbagai disiplin ilmu terkait, yaitu: ekologi lahan basah, ekologi fauna, ekologi flora dan kehutanan, sosial ekonomi, ilmu tanah dan tata guna lahan, serta ilmu perairan. Oleh karena luasnya cakupan kegiatan proyek Green Coast mulai dari pantai Timur dan Barat NAD hingga ke pulau Nias, maka untuk memudahkan pekerjaan, kegiatan survey dibagi menjadi beberapa sesi berdasarkan wilayahnya. Adapun pembagian wilayah tersebut adalah sebagai berikut: Wilayah 1 mencakup lokasi-lokasi di pantai barat aceh mulai dari daerah Meulaboh sampai dengan Lamno, Wilayah 2 mencakup pantai utara NAD termasuk wilayah sekitar Kota Banda Aceh hingga sekitar kota Lhokseumawe di bagian timur, Wilayah 3 mencakup lokasi-lokasi di Pulau Weh, sedangkan Wilayah 4 mencakup lokasi-lokasi di Pulau Nias. Kajian dilakukan secara khusus dan detail untuk masing-masing lokasi dan bukan berfokus kepada gambaran wilayah yang lebih luas. Hal ini dikarenakan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi tentang gambaran akan kondisi biofisik dan sosial ekonomi lokasi-lokasi tersebut guna menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan selanjutnya.

Informasi yang disajikan menampilkan keunikan dan nilai konservasi dari setiap lokasi, baik ditinjau dari sisi keanekaragaman hayatinya maupun ekosistem lahan basahnya. Ditunjang lagi dengan informasi aspek sosial ekonomi terutama yang terkait dengan keberlangsungan sumber daya hayati dan pelestarian lahan basah. Dengan diketahuinya aspek biofisik dan sosial ekonomi setiap lokasi diharapkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Green Coast di lokasi yang bersangkutan tidak akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Sedangkan yang sangat diharapkan adalah timbulnya dampak positif. Diharapkan informasi yang disajikan dalam laporan ini dapat langsung digunakan oleh para mitra dan fasilitator lapangan di seluruh lokasi Green Coast dalam menyusun program rehabilitasi.

Kegiatan dalam kajian ini merupakan bagian dari proyek Green Coast yang saat ini telah memasuki tahap ke-2. Tahap pertama berlangsung sejak bulan Agustus 2005 sampai dengan bulan Maret 2007, sedangkan tahap kedua dimulai sejak bulan April 2007 sampai dengan Maret 2009. Green Coast sendiri merupakan suatu proyek perbaikan pesisir yang dilaksanakan di beberapa negara yang terkena dampak Tsunami 2004 yang lalu. Proyek ini dilakukan oleh Empat organisasi internasional WWF, IUCN Belanda, Wetlands International dan Both ENDS dengan sumber pendanaan dari Oxfam Novib (Belanda).

Penyusun menyadari bahwa tulisan yang kami sajikan masih banyak kekurangan dan kesempurnaan, namun demikian mudah-mudahan dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat dalam mengisi lembar informasi ekologis dan lingkungan wilayah NAD dan Nias paska bencana Tsunami 2004.

Editor

Bogor, Desember 2008

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

iii

Ucapan Terima Kasih

Wetlands International-Indonesia Programme mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan kajian ini mulai dari survey di lapangan, pencarian data sekunder, diskusi dan konsultasi, serta penulisan laporan sehingga dokumen ini dapat terselesaikan. Oleh karena banyaknya pihak yang terlibat, kami mohon maaf tidak bisa menyebutkan satu persatu nama-nama secara pribadi dalam ucapan terimakasih ini, akan tetapi kami mencoba semaksimal mungkin menyertakan seluruh nama institusi atau lembaga yang terlibat dalam kegiatan ini.

Secara khusus, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada: • Seluruh anggota tim survey, baik tim survey inti, fasilitator lapangan maupun tenaga pembantu di

lapangan yang telah bekerja dengan baik dan kompak sehingga tidak diketemukan kesulitan dan permasalahan selama kegiatan survey berlangsung

• Para pemuka dan anggota masyarakat desa Suak Nie, Desa Ujong Drien, Desa Ceunamprong, Desa Keude Unga, Desa Glejong, Desa Krueng Tunong, Desa Pulot, Desa Kajhu, Desa Gampong Baru, Desa Lam Ujong, Desa Paya Kameng, Desa Keude Aceh, Desa Jambo Timu, Desa Teluk Belukar, dan Desa Hilizihono/Bawonohono yang telah membantu pengumpulan informasi baik dalam hal mendampingi di lapangan maupun sebagai narasumber informasi.

• Badan Rekonstuksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, yang telah banyak membantu memberikan berbagai arahan dan informasi penting dalam pengumpulan informasi yang dituangkan dalam dokumen ini

• Bappeda NAD, Nias dan Kota Lhokseumawe yang telah memberikan akses data tata ruang berikutnya petanya, sebagai bahan kaiian spasial lokasi-lokasi dalam dokumen ini.

• Kepala sub Dinas Kehutanan Kabupaten Nias yang telah memberikan informasi-informasi penting tentang kehutanan di Pulau Nias

• Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Nias yang telah mengijinkan salah seorang staf ahlinya sebagai anggota tim survey

• Para mitra lapangan proyek Green Coast yang menjadi implementator kegiatan di lapangan yang berasal dari lembaga-lembaga: LIMID/LPLHA, APF, LPPMA, Yayasan Lebah, Yayasan Pugar, YPS, ACC, KSM Lam Ujong, KSM Krueng Tunong, KSM Gle Jong, KSM Pulot, KSM Keude Unga, KSM Ceunamprong, FK-GEMAB, P4L, dan P4KL.

• Proyek-proyek terkait, seperti ADB-ETSP, Road Project USAID, dan Sea Defence Consultant, yang telah memberikan informasi yang berharga dalam memperkaya pembahasan dalam dokumen ini.

• Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslihatanak) atas jasa yang diberikan dalam menganalisis fisika-kimia tanah dari beberapa lokasi survey ini.

• Herbarium Bogoriense LIPI yang telah membantu mengidentifikasi beberapa spesies tumbuhan yang tidak bisa kami identifikasi di lapangan.

• Pihak donor, Oxfam-Novib, Netherlands maupun perwakilan oxfam-novib di Banda Aceh atas biaya yang telah disalurkan sehingga kegiatan ini dapat terselenggara

• Seluruh staf proyek Green Coast di Banda Aceh dan Nias, serta staf dan pihak management Wetlands International-Indonesia Programme di Bogor yang telah memberikan dukungan teknis dan administratif dalam penyelenggaraan kegiatan ini

• Seluruh staf WWF-Indonesia, perwakilan Banda Aceh, sebagai mitra kerja utama kami dalam proyek Green Coast yang telah membantu koordinasi, pengumpulan informasi dan mendampingi

kami dalam kegiatan di lapangan. Mudah-mudahan hasil dari kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, khususnya WWF Aceh dalam rangka mengawasi dan memantau pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan di NAD.

• Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

iv Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Daftar Istilah dan Singkatan

ADB : Asian Development Bank BAPPEDA

: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah BRR

: Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi CHF

: Cooperative Housing Foundation CITES

: Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna

CWS : Church World Service Dpl

: diatas permukaan laut ETSP

: Earthquake and Emergency Support Project GC2

: Green Coast Project Phase II Gerhan

: lihat arti GNRHL GNRHL

: Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (sering disingkat sebagai Gerhan)

GPS : Global Positioning System GIS : Geographical Information Sistem IOM

: International Organization for Imigration IPB

: Institut Pertanian Bogor IUCN

: International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources KK : Kepala Keluarga KHY

: Sistem Lahan Kahayan KJP

: Sistem Lahan Kajapah KSM

: Kelompok Swadaya Masyarakat LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat MDW

: Sistem Lahan Mendawai NAD

: Nanggroe Aceh Darussalam NGO

: Non-Governmental Organisation (Ornop) P2KP

: Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan PEMDA : Pemerintah Daerah PKK : Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

PMI : Palang Merah Indonesia PNS

: Pegawai Negri Sipil Puslitanak

: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Bogor) RAK

: Rencana Aksi Kecamatan Ramsar

: Konvensi Internasional tentang Lahan Basah RePPProT

: Regional Physical Planning Project for Transmigration SPT

: Satuan Peta Tanah TDH

: Terre des Hommes (Jerman) TPI

: Tempat Pendaratan Ikan USAID

: United States Agency for International Development WI-IP

: Wetlands International-Indonesia Programme WWF-I

: World Wide Fund for Nature Indonesia

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

vi Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

1. Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 24 Desember 2004 di wilayah Asia Tenggara, telah menimbulkan dampak yang sangat dahsyat, dimana hingga saat ini dampak tersebut masih dapat dirasakan oleh masyarakat yang terkena bencana. Hampir seluruh aspek kehidupan terkena dampak ini, baik terhadap manusia, keanekaragaman hayati maupun ekosistem itu sendiri. Dampak terhadap lingkungan dapat terlihat, baik yang secara langsung diakibatkan oleh bencana itu sendiri, maupun merupakan turunan yang timbul akibat dari kegiatan rekonstruksi yang direncanakan dan dilakukan kurang baik oleh berbagai pihak. Kajian tentang dampak Tsunami terhadap lingkungan telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, tetapi umumnya kajian dilakukan secara umum untuk daerah yang sangat luas atau untuk suatu region tertentu, misalnya untuk propinsi, pantai barat, pantai timur dan sebagainya. Padahal kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh banyak pihak, banyak yang bersifat cakupan lokal, seperti desa ataupun wilayah lebih sempit lainnya, sehingga ketika akan menjalankan suatu aksi kongkrit di tingkat lapangan maka sering terjadi ketidakharmonisan dan asinkronisasi di tingkat mikro. Hal tersebut umumnya terjadi karena perencanaan dilakukan dengan mengandalkan informasi dari dokumen yang bersifat regional atau analisis makro.

Belajar dari pengalaman tersebut, proyek Green Coast fase kedua yang kegiatannya bersumbu pada kegiatan di lokasi-lokasi percontohan yang tersebar di berbagai desa di Aceh dan Pulau Nias, merasakan perlu terlebih dahulu dilakukan kajian multidisiplin sebelum melaksanakan dan merencanakan kegiatan. Hasil dari kegiatan kajian ini akan menjadi masukan bagi berbagai komponen lain dalam Green Coast Phase II (GC2). Komponen-komponen yang memerlukan informasi dari kajian ini antara lain:

• Kegiatan penanaman/rehabilitasi pesisir • Kegiatan pengembangan alternatif mata pencaharian • Kegiatan pengembangan kebijakan pembangunan pesisir yang ramah lingkungan • Kegiatan pembentukan kelembagaan pengelolaan pesisir • Kegiatan peningkatan kesadaran akan pentingnya kelestarian pesisir.

Besar harapan, hasil dari laporan ini terutama dapat digunakan oleh para mitra proyek GC2 dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi di lokasinya masing-masing, dan juga pemerintah daerah setempat dalam mengelola kawasan yang berwawasan lingkungan.

B. OBJEKTIF

Secara khusus, dilakukannya kegiatan kajian ini adalah bertujuan untuk: • untuk mengetahui kondisi bio fisik dan sosial ekonomi lokasi-lokasi GC2, dengan titik berat

kepada 8 lokasi demonstrasi yg mewakili 8 tipologi lahan basah yang berbeda. • Untuk menghasilkan peta lokasi kegiatan GC2 termasuk proyek-proyek lain serupa GC2 yang

didanai donor lain • Untuk mengetahui kegiatan rekonstruksi lain yang telah dan sedang berlangsung, sekaligus

mengetahui dampaknya terhadap lokasi kegiatan GC2 • Untuk mengetahui sejauh mana pendekatan GC direplikasi oleh pihak lain dan bagaimana

proses adaptasinya • untuk mengidentifikasi nilai penting lokasi tersebut dari sisi bio-fisik dan sosial ekonomi • untuk mengidentifikasi ancaman dan tekanan terhadap kawasan baik yang telah nampak

maupun potensial

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

C. CAKUPAN DAN LOKASI KEGIATAN

Dalam fase ke-II ini, kegiatan kajian lingkungan di lokasi-lokasi pelaksanaan proyek Green Coast di fokuskan untuk mendapatkan data dan informasi lingkungan tentang

• Aspek tanah dan pertanian, • Aspek kawasan pesisir dan lahan basah, • Aspek keanekaragaman hayati (Flora dan Fauna), • Aspek rehabilitasi pesisir dan silvikutur • Aspek sosial ekonomi masyarakat setempat • Aspek kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan oleh stakeholders.

Selain itu sebagai pelengkap, dikumpulkan pula informasi akan: • Data dan informasi mengenai kondisi lingkungan sebelum tsunami, • Data dan informasi mengenai kondisi lingkungan setelah tsunami dan rehabilitasinya, • Data dan informasi mengenai kegiatan berbagai pihak (stakeholders) dalam rehabilitasi dan • rekonstruksi lingkungan setelah tsunami.

Di Indonesia kegiatan Green Coast fase II masih di fokuskan dilakukan di propinsi Aceh dan Pulau Nias (termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatra Utara). Telah terpilih16 lokasi sebagai lokasi pilot proyek yang tersebar di pantai timur, utara dan barat propinsi NAD dan 3 lokasi di Pulau Nias. Pemilihan lokasi ini berdasarkan kepada usulan dari para mitra lokal atas persetujuan dari tim pengarah. Atas dasar usulan inilah, Wetlands International-Indonesia Programme melakukan kajian biofisik dan sosial ekonomi di ke 16 lokasi pilihan sebagai upaya untuk mengumpulkan data dasar

Daerah yang di survey pada kegiatan ini adalah;

1. Laguna di Desa Teluk Belukar, Kec. Gunung Sitoli Utara, Kab. Nias, Sumatera Utara (Ekosistem Mangrove)

2. Desa Bawonahönö, Kec. Teluk Dalam, Kab. Nias Selatan, Sumatera Utara, (ekosistem mangrove)

3. Desa Anoi Itam & Iboih di Pulau We,(Terumbu karang dan pantai pasir)

4. Desa Kahju di wilayah Aceh Besar (Pantai berpasir)

5. Lham Ujong di wilayah Aceh Besar (tambak)

6. Gampong Baroe di wilayah Aceh Besar (tambak)

7. Paya Kameng di wilayah Aceh Besar (tambak)

8. Pulot di wilayah Aceh Besar (laguna)

9. Suak Nie di wilayah Aceh Barat (rawa gambut pesisir)

10. Ujong Ndrien di wilayah Aceh Barat (Muara)

11. Desa Gle Jong di wilayah Aceh Jaya (rawa pantai)

12. Ceunamprong di wilayah Aceh Jaya (pantai berpasir)

13. Keude Unga di wilayah Aceh Jaya (pantai berpasir)

14. Kreung Tunong di wilayah Aceh Jaya (pantai berpasir)

15. Desa Jambu Timur di wilayah Aceh Timur (Tambak)

16. Keude Aceh di wilayah Aceh Timur.(Dataran lumpur)

2 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

4 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Tabel 1. Daftar Koordinat lokasi kegiatan Green Coast Phase II

No Nama Lokasi

Latitude (N)

Longitude (E)

1 Teluk Belukar

4 Lam Ujong

6 Anoi Itam

9 Gampong Baru

5° 37' 46.30"

95° 23' 51.29"

10 Keude Unga

5° 0' 34.52"

95° 22' 8.04"

11 Krueng Tunong

5° 6' 43.56"

95° 18' 43.27"

12 Paya Kameng

5° 35' 40.24"

95° 30' 6.62"

13 Ujong Drien

4° 8' 42.68"

96° 8' 48.41"

14 Suak Nie

4° 11' 29.08"

96° 5' 33.14"

15 Jambo Timu

5° 8' 31.67"

5° 8' 31.67"

16 Keude Aceh

D. TENTANG GREEN COAST

Green Coast merupakan suatu proyek perbaikan pesisir yang dilaksanakan di beberapa negara yang terkena dampak Tsunami 2004 yang lalu. Empat organisasi internasional (WWF, IUCN Belanda, Wetlands International dan Both ENDS bekerjasama dalam proyek ini untuk memperbaiki dampak dari bencana Tsunami dan untuk melakukan negosiasi untuk pembangunan kebijakan hijau di lokasi terkena dampak. Dana untuk melaksanakan kegiatan berasal dari Oxfam Novib (Belanda). Dalam melakukan kegiatannya, GC menggunakan pola kemitraan, baik antara sesama LSM, proyek, pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. GC bekerja secara ilmiah dan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat dan memberikan tekanan kuat terhadap kesetaraan gender. GC telah dilaksanakan di lokasi-lokasi pesisir yang terkena dampak Tsunami seperti di Aceh (Indonesia), Sri Lanka, India Selatan, Thailand Selatan dan Malaysia.

Di Indonesia, Green Coast yang telah sampai pada tahap ke dua ini, dilaksanakan oleh Wetlands International - Indonesia Programme (WIIP) bekerjasama dengan WWF Indonesia, dimulai sejak tahun 2007 hingga Desember 2008. Dimana GC telah memfasilitasi 48 LSM lokal dan 22 Kelompok Swadaya Masyarakat dalam melakukan upaya rehabilitasi ekosistem pesisir pasca tsunami di Aceh- Nias. Sampai Agustus 2008 tercatat tak kurang dari 1000 hektar lahan pesisir telah direhabilitasi (dengan jumlah tanaman hidup rata-rata sekitar 83% atau 1,54 Juta dari 1,85 juta yang ditanam) melalui penanaman mangrove dan tanaman pantai di Aceh dan Nias. Selain itu, kami juga telah memfasilitasi berbagai upaya perlindungan terumbu karang, khususnya di Sabang.

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Pilar kegiatan Green Coast meliputi 4 kegiatan besar, yaitu: (1) Rehabilitasi ekosistem pesisir; (2) Pengembangan alternatif mata pencaharian ramah lingkungan; (3) Pembuatan peraturan desa yang mendukung upaya rehabilitasi eksositem pesisir dan (4) Kampanye pendidikan lingkungan.

Mekanisme yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan diatas (khususnya untuk butir 1 dan 2) adalah dengan menyediakan “pinjaman” modal tanpa bunga dan tanpa agunan bagi kelompok masyarakat yang bersedia melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir (difasilitasi oleh LSM lokal). Apabila kegiatan rehabilitasi tersebut berhasil, biasanya dihitung berdasarkan jumlah pohon yang hidup (mencapai 75%) setelah 1 tahun, maka pinjaman tersebut menjadi hibah grant kepada masyarakat. Jika pohon yang hidup kurang dari 75% maka pinjaman tersebut harus dikembalikan berdasarkan persentase pohon yang berhasil hidup. Terbukti kegiatan ini lebih menjamin pertumbuhan tanaman rehabilitasi sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi yang dilakukannya.

Secara keseluruhan kegiatan proyek Green Coast telah dilakukan di 70 lokasi pesisir, dimana pada phase I (Oktober 2005 s/d Maret 2007) dilakukan di 54 lokasi sedangkan pada fase II (April 2008 s/d Maret 2009) dilanjutkan di 16 lokasi. Lokasi-lokasi ini, masing-masing memiliki keunikan tersendiri, baik dari sisi jenis dan kharakter ekosistemnya maupun dari sisi mata pencaharian masyarakatnya. Dari kajian-kajian bio-fisik dan sosial ekonomi yang telah dilakukan WIIP terhadap lokasi-lokasi di atas, teridentifikasi adanya beberapa lokasi yang memiliki nilai-nilai ekologis dan ekonomis penting untuk dikelola masyarakat bersama para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya sebagai Lokasi Percontohan /Demo sites yang berkelanjutan. Selain itu, beberapa lokasi bahkan memiliki potensi sebagai objek tujuan wisata alam dan pendidikan lingkungan yang perlu dipromosikan lebih lanjut kepada pihak-pihak lain.

E. TIM KAJIAN

Tim terdiri atas individu-individu yang pakar dalam bidangnya masing-masing, yaitu: • Irwansyah Reza Lubis

: Koordinator Tim

• Iwan Tri Cahyo Wibisono

: Ahli Silvikultur dan Rehabilitasi

• Ferry Hasudungan & Gianto

: Ahli Keanekaragaman Hayati

• Dandun Sutaryo

: Ahli Ekologi Lahan Basah

• Lili Muslihat & Dede

: Ahli Tanah dan Tata Guna Lahan

• Ita Sualia & M. Ilman

: Ahli Sosial Ekonomi

6 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

2. Metode dan Perlengkapan

A. TANAH DAN PERTANIAN

1. Metode, Alat & Bahan

Tahap persiapan survei tanah meliputi pengadaan alat dan bahan serta mempelajari data penunjang yang ada melalui citra Landsat TM, peta topografi, peta geologi, dan lainnya. Tahap persiapan bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keadaan lahan/tanah, vegetasi, dan situasi daerah.

Alat dan bahan untuk melakukan survei tanah meliputi : Bor Belgi, Munsel Color Chart (buku warna tanah), Abney level, kompas, pH trough, Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), ring sampel, plastik sampel tanah, alat tulis dan pisau.

Pengamatan tanah selama dilapangan menggunakan buku acuan: • USDA, 1998, Soil Survei Staff. • FAO, 1977, Guideline for Soil Description. • Panduan Survei Tanah (Puslittanak, 1996). • Metode Survei Tanah Sulfat Masam (AARD and LAWOO, 1993). • Petunjuk Teknis Analisis kimia Tanah, Tanaman, air dan Pupuk, (Balai Penelitian Tanah,

2005). • Petunjuk teknis Evaluasi lahan Untuk komoditas Pertanian (Balai penelitian tanah, 1993)

B. ANALISA

Pada dasarnya analisis data tanah sudah dimulai pada saat survei di lapangan dilakukan, sehingga peta tanah sementara dapat terbentuk. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan maupun dari hasil analisis laborartorium diolah untuk menentukan klasifikasi tanah dan sifat-sifat tanah.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan seperti: penggunaan untuk pertanian (tanaman pangan, perkebunan), kehutanan, pariwisata, tujuan konservasi atau jenis penggunaan lainnya. Evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi sifat-sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah, yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities). Kualitas lahan biasanya mempunyai lebih dari satu karakteristik lahan (land charateritics) yang berpengaruh terhadap jenis/tipe penggunaan lahan (land utilization types = LUTs). Karakteristik lahan yang dapat diukur atau diperkirakan adalah temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen dalam tanah (drainase), media perakaran, kedalaman gambut, retensi hara, bahaya keracunan, bahaya erosi, bahaya banjir, penyiapan lahan (sulit atau mudahnya pengolahan lahan).

Dari hasil evaluasi lahan akan diperoleh klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability), yaitu tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan lahan bagi tujuan tertentu. Kesesuaian lahan ini dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Dalam penelitian ini, penilaian kesesuaian lahan menggunakan metode hukum minimum, yaitu mencocokan (matching) antara karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan. Kriteria kelas kesesuaian lahan disusun berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya.

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

C. KUALITAS AIR

Karena keterbatasan waktu dan sumber daya manusia, kajian kualitas air hanya dilakukan di wilayah penelitian Teluk Belukar.

1. Metode, Alat & Bahan

Survei kualitas air dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pengamatan dan pengukuran lapangan (in- situ) dan analisis laboratorium.

Pengukuran yang dilakukan meliputi: karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan dan daerah sekitarnya yang secara langsung mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kualitas perairan laguna.

a) Pengukuran Morfometrik Perairan

Pengukuran morfometrik perairan dimaksudkan untuk mengetahui dimensi fisik suatu perairan di permukaan (surface dimension), maupun di bawah permukaan (sub-surface dimension). Dimensi- dimensi morfometrik dan metode yang digunakan dalam pengukuran terangkum dalam tabel berikut.

Tabel 2. Peralatan dan metode pengukuran Morfometrik Perairan

Dimensi Satuan Metode/ Alat

Luas Permukaan (Ao)

ha Planimeter

Panjang maksimum (Lmax)

citra satelit

Lebar rata-rata

A o /L max

Kedalaman maksimum (Zm)

Tongkat berskala

Kedalaman rata-rata (Z)

Rata-rata kedalaman

Kedalaman relatif

(88,6 x Zm)/ √Ao

Panjang garis pantai (perimeter)

km

citra satelit

Indeks Perkembangan garis pantai (SDI)

Perimeter/ 2 √Π Ao Volume Total 3 m Z x Ao

Kontur kedalaman

Software grapher counter

Keterangan: ha= hektar; m = meter, km = kilometer

b) Pengukuran Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran karakteristik fisika kimia dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan dan pengukuran lapangan (in situ) dan analisis laboratorium (ex situ). Pengambilan sampel air dilakukan dengan van dorn water sampler dan ember. Sampel-sampel yang akan dianalisa di laboratorium disimpan dalam botol sampel dan beberapa ada yang diawetkan. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur secara in situ serta alat yang digunakan dalam pengukuran disajikan pada tabel berikut:

8 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Tabel 3. Parameter & alat ukur secara in situ

Parameter Satuan Metode/ Alat

Kadar garam (salinitas)

ppt

SCT meter

Daya Hantar Listrik (DHL)

μmhos/cm SCT meter

Derajat Keasaman (pH)

pH meter

Oksigen terlarut (Disolved Oxygen/ DO)

mg/l

DO meter

Kecerahan m Seichi disk Keterangan: SCT = Salino-Conductivity Thermo

Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk parameter-parameter berikut ini:

Tabel 4. Parameter & alat ukur secara ex situ

Parameter Satuan Alat/metode

Padatan tersuspensi (TSS)

mg/l

Gravimetrik

BOD 5 mg/l Winkler

COD

mg/l

Modifikasi Reflux

Keterangan: mg/l = miligram per-liter Pencatatan kondisi lingkungan sekitar stasiun pengukuran juga dilakukan terutama untuk hal-hal yang

diduga mempengaruhi kualitas air yang masuk dan keluar dari laguna. Pengumpulan informasi tersebut dilakukan dengan membuat pencatatan deskriptif, pembuatan foto dokumentasi dan wawancara dengan masyarakat. Informasi-informasi yang dikumpulkan, meliputi:

• Koordinat titik pengambilan sampel (menggunakan Garmin GPS 60i), • Tipe lahan basah dimana contoh air diambil (secara visual), • Keadaan sekitar titik pengambilan sampel seperti keadaan vegetasi, kondisi substrat (tanah)

dan penggunaan lahan ( secara visual), • Kegiatan masyarakat di sekitar lokasi pengambilan sample, • Cuaca saat pengambilan sample.

c) Pengukuran Karakteristik Biologi Perairan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel air untuk analisa plankton adalah ember, botol sampel dan plankton net no. 25 dengan mash size 45µm serta lugol sebagai pengawet. Plankton yang dianalisa pada pengukuran ini adalah net plankton saja karena pengambilan sampel plankton menggunakan metoda penyaringan dengan plankton net dimana hanya plankton yang tersaring saja yang diamati. Plankton yang lebih kecil dari ukuran planktonet akan lolos sehingga tidak dapat diamati. Identifikasi sampel plankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler Olympus CHS 2 dengan pembesaran 4x10 sampai dengan 40x10 dan buku identifikasi plankton Pratt (1935) dan Davis (1955).

Pengambilan sampel benthos dilakukan dengan menggunakan Petersen grab dengan ukuran 25x25cm. Sampel substrat yang didapat dimasukkan kedalam plastik dan diawetkan dengan menggunakan formalin 4 %. Substrat yang telah diawetkan tersebut dibersihkan dan disaring dengan saringan mash size 1mm dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Dance (1977), Kozloff and Price (1974), Sammanstalt (1974) dan Gosner (1971).

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

10 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

2. Analisa

Analisa karakteristik fisika dan kimia perairan dilakukan berdasarkan sebaran spasial secara horizontal dan vertikal. Perbandingan karakteristik secara horizontal dengan cara membandingkan karakteristik fisika kimia daerah inlet, tengah laguna dan outlet. Pengukuran secara vertikal atau per- kedalaman dilakukan pada Stasiun Tengah Laguna untuk melihat apakah terdapat stratifikasi kolom perairan di Laguna Teluk Belukar.

Analisa untuk rekomendasi pemanfaatan perairan dilakukan dengan teknik comparatif-deskriptif, yaitu dengan membandingkan kualitas air laguna dengan standar baku mutu. Baku mutu yang digunakan adalah baku mutu peruntukan biota laut dan wisata bahari menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004. Disamping itu hasil pengukuran karakteristik fisika kimia laguna juga dianalisis untuk keperluan budidaya ikan kerapu, kakap dan kepiting bakau Scylla cerata. Pemilihan ketiga komoditas tersebut didasarkan pada pertimbangan jenis biota akuatik yang dapat hidup di air laut dan memiliki nilai ekonomis penting.

Analisa data yang dilakukan yaitu mengetahui karakteristik biologi perairan adalah: (1) analisis populasi dengan mengidentifikasi jenis, kelimpahan dan pola penyebaran; (2) analisis komunitas melalui indeks biologi (indeks keanekaragaman jenis, keseragaman dan dominansi); (3) analisis pengelompokan habitat berdasarkan kemiripan komunitas dan (4) hubungan antara kelimpahan biota (plankton dan makrozoobenthos) dengan kondisi fisika kimia perairan. Persamaan yang digunakan dalam analisis karakteristik biologi perairan dapat dilihat pada.

D. EKOLOGI LAHAN BASAH

Survey lahan basah dilakukan dengan pengamatan lapangan secara langsung. Informasi terkait dengan pemanfaatan lahan basah didapatkan dengan melakukan wawancara dengan warga setempat dan dengan memanfaatkan data dan informasi yang dikumpulkan dalam bidang kajian tertentu seperti sosial ekonomi dan keanekaragaman hayati. Untuk pengolongan tipe lahan basah menggunakan kriteria seperti yang ditetapkan dalam Ramsar Classification System for Wetland

Type, yakni suatu ketetapan yang didasarkan Ramsar Classification System for Wetland Type

seperti ditetapkan oleh Recommendation 4.7 dan diamandemen oleh Resolutions VI.5 and VII.11 of the Conference of the Contracting Parties.

Untuk melakukan penilaian lahan basah digunakan acuan berdasarkan Kriteria RAMSAR yang dapat memberikan status lahan basah tersebut penting secara internasional. . Secara garis besar Kriteria Ramsar mempunyai 2 grup criteria yaitu Kriteria Grup A yang mendasarkan pada keunikan dan kelangkaan lahan basah dan Kriteria Grup B yang mendasarkan penilaian pada species dan komunitas ekologis. Secara keseluruhan terdapat 8 Kriteria, 1 kriteria di bawah grp A dan 7 kriteria lainnya berada di bawah grup B.

Jika tidak terdapat cukup alasan untuk menjadikan suatu lahan basah penting secara internasional, maka penilaian lahan basah menggunakan asumsi dasar bahwa setiap lahan basah mempunyai nilai penting dan memberikan manfaat untuk kesehatan ekosistem dimana manusia bergantung. Berdasarkan asumsi dasar tersebut dikembangkan 3 pokok pikiran sebagai dasar dalam melakukan penilaian lahan basah dan menetapkan nilai pentingnya dalam lingkup lokal atau daerah. Ketiga pokok pikiran tersebut adalah:

• Setiap Lahan basah mempunyai nilai penting baik secara ekologi maupun secara ekonomi dalam skala yang besar dan atau kecil.

• Berdasarkan atas asas saling mempengaruhi antar ekosistem, maka perubahan atas lahan

basah mempunyai potensi untuk mempengaruhi kualitas lahan basah itu sendiri dan ekositem lain yang terkait dengannya.

• Meskipun nilai ekonomi suatu lahan basah adalah kecil dan hanya menyangga kehidupan sebagian kecil masyarakat, kepentingan masyarakat yang kecil tersebut harus tetap diakomodasikan dalam rencana pengelolaan lahan basah.

KRITERIA RAMSAR

Kriteria Grup A.

Yaitu: suatu situs lahan basah yang tipe mewakili lahan basah yang unik dan langka Kriteria 1. Suatu lahan basah dapat dinyatakan mempunyai nilai penting secara internasional jika terdapat/

mewakili suatu tipe lahan basah alami atau mendekati alami yang langka atau unik yang ditemukan dalam suatu region biogeografi.

Kriteria Grup B (berdasarkan pada species, dan komunitas ekologis)

Situs penting secara internasional untuk konservasi keanekaragaman hayati: Kriteria 2. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika menyokong species species yang

vulnerable, endangered, or critically endangered atau suatu komunitas ekologis yang terancam. Kriteria 3. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika menyokong populasi species hewan atau

tumbuhan yang penting untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dari suatu region biogeografi. Kriteria 4. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika monyokong species tumbuhan atau

hewan pada fase-fase kritisdari siklus hidupnya atau memberikan perlindungand alam kondisi yang buruk. Kriteria spesifik berdasarkan pada burung air Kriteria 5. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika secara teratur menyokong 20.000 atau

lebih individu burung air. Kriteria 6. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika secara teratur mendukung 1% dari

jumlah total individu suatu species atau sub species burung air.

Kriteria spesifik berdasarkan pada Ikan

Kriteria 7. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika menyokong suatu proporsi yang signifikan dari sub species, spesies atau family dari ikan-ikan setempat, fase-fase siklus hidup, interaksi spesies dan atau populasi yang mewakili manfaat atau fungsi lahan basah dan memberikan kontribusi terhadap keanekaragaman hayati di tingkat global.

Kriteria 8. Suatu lahan basah dikatakan penting secara internasional jika merupakan sumber makanan ikan, tempat berpijah, tempat pengasuhan atau jalur migrasi yang menjadi tempat bergantung bagi populasi ikan di lahan basah tersebut atau di lahan basah sekitarnya.

E. KEANEKARAGAMAN HAYATI FAUNA

1. Metode

Secara umum, metode survey digunakan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan diatas. Survey dilaksanakan dengan cara pengamatan langsung menjelajahi daerah-daerah sasaran. Selain itu dilakukan juga wawancara terhadap penduduk yang ditemui di sekitar lokasi pengamatan.

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Pengamatan dilakukan dengan menjelajahi areal survey, melakukan pengamatan, mengidentifikasi dan menginventarisasi seluruh jenis fauna yang ditemukan. Selain mengusahakan perjumpaan langsung dengan satwa liar, dilakukan juga pelacakan jejak, kotoran/feses dan sisa makanan yang ditinggalkan oleh kelompok mammalia. Untuk kelompok avifauna (burung), petunjuk lain seperti suara dan kehadiran sarang juga menjadi salah satu cara untuk menentukan keberadaan suatu jenis avifauna.

Pada lokasi-lokasi yang memungkinkan, dilakukan juga pengamatan malam hari untuk mengetahui keberadaan kelompok amphibia dan reptilia (kodok/katak, cicak, tokek, dan ular) sekaligus untuk mencari peluang pertemuan dengan fauna nocturnal (aktif pada malam hari). Pengamatan pada malam hari dilakukan satu jam setelah gelap (kira-kira pukul 19.30 WIB) hingga kira-kira pukul 22.30 (kira-kira 3 jam pengamatan), yang dikonsentrasikan pada aliran sungai dan lokasi genangan- genangan air (kolam).

Pencapaian daerah survey dilakukan dengan menggunakan perahu bermotor/boat dan untuk daerah yang kering dilakukan dengan berjalan kaki.

b) Wawancara

Selain pengamatan langsung, untuk menambah informasi tentang kondisi kawasan dan keberadaan fauna tertentu dilakukan wawancara kepada penduduk setempat. Wawancara juga dimaksudkan untuk mengumpulkan data tambahan seperti: nama lokal fauna yang dijumpai.

2. Pengumpulan Data dan Alat yang Digunakan

Data yang dikumpulkan meliputi: inventarisasi jenis satwa liar (secara khusus kelompok Mammalia, Aves, Amphibia dan Reptilia), kondisi habitat serta aktivitas manusia yang teramati di sekitar lokasi survey.

Penentuan koordinat lokasi pemantauan dilakukan dengan menggunakan GPS Garmin 60i untuk mendukung kegiatan survey. Dokumentasi dilakukan dengan menggunakan kamera digital Canon PowerShot A460: 5.0 MP dan KODAK Easy Share Z730. Pengamatan secara umum dilakukan dengan menggunakan teropong (Binocular): Swarovsky 8x 35 mm dan Monokuler Nikon Fieldscope 15x 60mm. Identifikasi jenis burung yang ditemukan menggunakan buku panduan lapangan MacKinnon, dkk (2000). Identifikasi kelompok mammalia dibantu dengan menggunakan buku panduan Payne, dkk (2000). Untuk jenis Herpetofauna identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku panduan Mistar (2003) dan Inger & Stuebing (1997), dan Inger & Stuebing (1999). Untuk jenis ikan diidentifikasi dengan menggunakan buku Gerry Allen (2000).

F. VEGETASI DAN REHABILITASI

1. Penilaian Vegetasi

Penilaian vegetasi dapat dilakukan melalui dua (2) metode, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Keputusan menggunakan metode sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek misalnya kondisi lapangan, tipe vegetasi, seberapa jauh hasil yang ingin dicapai, dan ketersedian waktu selama survey di lakukan. Di bawah ini adalah penjelasan lebih lanjut kedua metode ini.

a) Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif lebih mengacu pada suatu kegiatan pengukuran di lapangan yang dianalisis lebih lanjut dan menghasilkan nilai terkait beberapa parameter tertentu. Nilai-nilai ini secara kuantitatif

12 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II 12 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Khusus untuk penilaian vegetasi formasi mangrove, plot-plot pengamatan sebaiknya berada dalam suatu transek garis dari arah laut ke arah darat atau tegak lurus garis pantai. Untuk setiap transek, minimal harus terdiri dari 3 (tiga) plot pengamatan dengan ukuran masing-masing 10 m x 10 m. Di setiap plot pengamatan dilakukan determinasi jenis tumbuhan mangrove, pengukuran diameter batang, dan penghitungan jumlah individu. Apabila dalam determinasi tidak berhasil mengidentifikasi jenis, maka bagian tertentu dari jenis tersebut (daun, buah, bunga) harus diambil sebagai spesimen. Spesimen ini selanjutnya identifikasi di Herbarium Bogoriensis.

Data-data yang terkumpul melalui pengukuran selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan nilai kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan nilai penting jenis. Penghitungan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan menggunakan beberapa rumus sebagai berikut:

Kerapatan = Jumlah individu Luas petak contoh

Kerapatan relatif suatu spesies (KR) = Jumlah individu suatu spesies x 100%

Jumlah individu seluruh spesies

Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu jenis

Jumlah seluruh plot

Frekuensi relatif (FR) = F suatu spesies x 100%

F seluruh spesies

Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu spesies Luas petak contoh

Dominansi relatif (DR) = D suatu spesies x 100%

D seluruh spesies

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Untuk kepentingan kajian yang lebih mendalam, tampilan 3 dimensi bisa dimunculkan dengan menggunakan bantuan program SLIM (ICRAF). Namun untuk menjalankan program ini, tim harus mencatat posisi setiap pohon dalam plot ke dalam koordinat serta mengukur diameter dan tinggi pohon.

Selain melakukan pengukuran, tim juga mengumpulkan berbagai informasi yang terkait antara lain tipe/jenis substrat (lumpur, lempung, pasir,dll), PH air, salinitas, dan dampak kegiatan manusia.

b) Metode Kualitatif

Seringkali survey vegetasi terkendala oleh keterbatasan waktu dan tenaga sehingga pengukuran di lapangan sulit dilakukan. Kondisi demikian dapat diatasi dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam metode ini, pengamatan lebih terfokus pada observasi umum yang dasari oleh asumsi-asumsi dan didukung oleh data, pengetahuan, atau informasi lain yang relevan. Pengamatan kualitatif ini tidak menghasilkan suatu nilai/angka menghasilkan suatu informasi umum tentang kondisi yang diamati. Hasil dari pengamatan kualitatif hanya berapa kisaran kondisi vegetasi secara umum namun diharapkan dapat memberikan gambaran vegetasi yang cukup jelas.

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

2. Penilaian Daya Dukung Lahan untuk rehabilitasi

Dalam melakukan penilaian daya dukung lingkungan untuk keperluan rehabilitasi, tim kajian harus mengumpulkan informasi dan data yang sebanyak-banyaknya mengenai kondisi calon lokasi rehabilitasi dan beberpa hal lainnya. Data ini dapat berupa data primer yang benar-benar harus diperoleh dari lapangan, atau data sekunder yang bisa diperoleh melalui informasi dari pihak lain. Beberapa informasi dapat diperoleh melalui laporan dan data dari pihak-pihak terkait, namun sebagian diperoleh dari masyarakat. Khusus untuk memperoleh informasi dari masyarakat, tim kajianmenggunakan kuisioner yang didalamnya berisi hal-hal/pertanyaan untuk dijawab masyarakat.

Pada umumnya, penilaian ini diawali dengan melakukan kajian biofisik meliputi kondisi substrat, hidrologis, dan penutupan lahan. Selain aspek biofisik, informasi mengenai kondisi sosial ekonomi juga harus digali natara lain persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi, pengalaman masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi, kendala yang dihadapi masyarakat dll.

Informasi dan data-data di atas kemudian klasifikasikan menjadi beberapa aspek yaitu Strentgh, Weakness, Opportunities, and Kekuatan, kelemahan, untuk keperluan analisis. Secara sederhana, kerangka analisis SWOT tergambar melaui diagram alir di bawah ini.

Gambar 1. Kerangka pikir analisis SWOT

3. Bahan dan Alat

Bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan survey lapangan adalah sebagai berikut:

• Citra Satelit: Citra satelit ini bisa diperoleh dari berbagai sumber antara lain geogle earth, ikonos, landsat, dll). Citra satelit ini sangat bermanfaat untuk perencanaan kegiatan dan analisis.

• GPS: Alat ini dibutuhkan untuk mengetahui posisi lokasi yang disurvey • Kamera Digital: Pengambilan foto selama survey dilakukan dengan menggunakan 1 buah

kamera digital Merk Nikon 5600 dengan baterai dan memory yang memadai (256 MB).

14 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

• Herbarium set: Alat ini digunakan untuk membuat herbarium, baik untuk tujan koleksi maupun identifikasi.

• Meteran: Meteran dibutuhkan Meteran (100m) sebagai pembatas plot pengamatan. • Phyband: digunakan untuk mengukur diameter pohon. • Data sheet: Data sheet secara khusus digunakan untuk memperoleh data-data dari lapangan

dan masyarakat. • Gunting stek: Dibutuhkan untuk mengambil specimen yang dianggap perlu untuk diidentifikasi Hand counter: Digunakan untuk melakukan penghitungan bibit untuk mengetahui persen tumbuh

tanaman • Buku-buku dan panduan lapangan yang perlukaan saat survey adalah: • Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Noor,Y.R., Khazali,M., I.N.N Suryadiputra.

Wetlands International IP. Bogor. 1999. • Panduan praktis rehabilitais pantai. Wibisono, I.T.C, Eko PH. WIIP-UNEP. Bogor. 2007 • Panduan Inventarisasi Lahan Basah ASIA. Versi 1.0 (Indonesia). Finlayson, CM et all.

Wetlands International. 2003. • Assessment Field Protocol For Rapid Wetland And Coastal Assessment – A Guide For Staff.

Coastal Wetlands Assesment (V3). • Metode Survey Vegetasi. Kusmana,C. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. 1997 • Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bengen, D.G. PKSPL-

IPB. Bogor • Teknik Pengambilan Contoh dab Analisis Data Biofisik Smberdaya Pesisir. Bengen, D.G.

PKSPL-IPB. Bogor.2000

G. SOSIAL EKONOMI

Selama survey alat yang dugunakan adalah alat Perekam digital Olympus, kamera digital dan alat tulis

1. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi diperoleh melalui pengumpulan data sekunder, kunjungan langsung ke lokasi kegiatan serta wawancara mendalam dengan beberapa tokoh kunci yang diperkirakan mewakili Desa. Data sekunder yang digunakan adalah: Aceh Dalam Angka, Podes Provinsi NAD 2003 dan 2005. Data sekunder tersebut dibutuhkan untuk menggambarkan trend beberapa indikator kependudukan dan ekonomi. Wawancara mendalam terhadap informan kunci dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka dimana informan kunci diberikan kesempatan untuk mengungkapkan secara bebas apa yang ingin disampaikan mengenai situasi yang dihadapi di desa. Oleh sebab itu survey sosial masyarakat ini tidak menggunakan kuesioner yang menggunakan jawaban berupa pilihan ganda/ multiple choice karena akan membatasi informasi yang ingin disampaikan oleh informan kunci. Informasi yang digali dari informan kunci disajikan pada tabel berikut :

Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

Tabel 5. Jenis-jenis informasi yang digali melalui wawancara terhadap informan kunci

1. STRATEGI MATA PENCAHARIAN

1.1 Keterancaman Tekanan musim bencana alam dan kegiatan konstruksi, tren sumberdaya alam sebelum dan sesudah Tsunami

1.2 Aset Kepemilikan sarana mata pencaharian, modal serta pengalaman dalam poekerjaan yang sekarang digeluti

1.3 Peran serta dalam Keaktifan dalam kelompok-kelompok masyarakat kegiatan mata pencaharian

Rantai penjualan produk mata pencaharian

dan kemasyarakatan Keterikatan terhadap penyedia modal contoh Toke dan Muge.

Peran perempuan dalam kegiatan mata pencaharian, manajemen keuangan/ belanja rumh tangga. Perempuan dalam kegiatan Green Coast, pembagian upah dan jam kerja.

Kegiatan pemberdayaan perempuan yang pernah dan sedang dikembangkan di Desa

Potensi konflik di Desa

1.4 Strategi Mata pencaharian Penghasilan sampingan dan bulan berapa dilakukan akan dibuat kalender strategi mata pencaharian tahunan

Kesempatan menabung untuk menambah modal

1.5 Outcoome dari kegiatan Ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, kelestarian lingkungan mata pencaharian

2. STAKEHOLDER DAN

Tokoh dan kelompok yang berpengaruh dan pengaruh tersebut

KELEMBAGAAN

seperti apa. Peluang dukungan pada kegiatan Green Coast Kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat

Donor/ NGO yang bekerja di lokasi dan jenis kegiatannya •

3. INFORMASI UMUM

Diadaptasi dari Livelihood Monitoring in Bangladesh 2005, OXFAM

2. Analisis Data

Analisis informasi kondisi sosial ekonomi masyarakat berupa data sekunder kuantitatif yang diperoleh dari publikasi resmi Pemerintah Propinsi NAD dilakukan dengan menyajikan data tersebut dalam bentuk grafik. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kecenderungan yang lebih baik terhadap masing-masing parameter yang diamati. Hasil analisis ini antara lain kondisi kependudukan, pelayanan publik masyarakat desa, dan kecenderungan pengembangan mata pencaharian masyarakat.

Analisis terhadap informasi kualitatif yang diperoleh dari serangkaian wawancara terhadap informan kunci dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk menajamkan informasi dan mengkategorisasi informasi berdasarkan keterkaitan antar isu. Hasil analisis ini adalah berupa penjelasan tentang konfigurasi pengambil keputusan dalam masyarakat dan perspektif masyarakat dalam pengembangan sumberdaya alam.

16 Kajian Kondisi Bio-Fisik dan Sosial Ekonomi di lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II

3. Metode, Alat & Bahan

Kondisi sosial ekonomi diperoleh dari data-data sekunder Staitisk NAD dan Nias Dalam Angka yang menggambarkan kecenderungan beberapa indikator kependudukan dan ekonomi. Informasi lainnya diperoleh melalui kunjungan langsung ke lokasi dan melakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci yang diperkirakan mewakili pihak yang teridentifikasi. Informan kunci diharapkan mengungkapkan secara bebas apa yang ingin disampaikan mengenai situasi yang tengah dialami di desanya. Oleh sebab itu survey sosial masyarakat menggunakan kuesioner terbuka yang hanya terdiri dari pertanyaan umum, tidak dibuat detail untuk mencegah kemungkinan informasi yang diperoleh dari masyarakat menjadi terbatas pada hal-hal yang tercantum dalam kuesioner.

Meski telah diusahakan untuk melakukan verifikasi terhadap data yang tersedia, dan senantiasa diupayakan menggunakan data terbaik yang dimiliki saat ini, penting untuk dipahami bahwa tidak semua data resmi tahunan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan hasil sensus. Seringkali data-data tersebut merupakan hasil ekstrapolasi dari data sensus tahun-tahun sebelumnya sehingga belum tentu secara tepat menggambarkan keadaan sebenarnya. Kegiatan sensus penduduk sendiri misalnya, hanya dilakukan sekitar 10 tahun sekali sedangkan sensus potensi desa dilakukan 3 tahun sekali. Oleh sebab itu data yang disajikan dalam bagian kondisi sosial ekonomi terutama yang berkaitan dengan data demografi dan aktivitas produksi kegiatan ekonomi mungkin saja tidak persis sama dengan keadaan sebenarnya. Kelemahan ini telah diupayakan seminimal mungkin dengan memperbanyak sumber data dan melakukan verifikasi.

4. Analisa

Analisis terhadap informasi kondisi sosial ekonomi masyarakat berupa data kuantitatif yang diperoleh dari publikasi resmi Pemerintah Kabupaten Nias dilakukan dengan menyajikan data tersebut dalam bentuk grafik. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kecenderungan yang lebih baik terhadap masing-masing parameter yang diamati. Hasil analisis ini antara lain kondisi kependudukan, pelayanan publik masyarakat desa, dan peluang dan kecenderungan pengembangan mata pencaharian masyarakat.

Analisis terhadap informasi kualitatif yang diperoleh dari serangkaian wawancara terhadap informan kunci dalam masyarakat dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk menajamkan informasi dan mengkategorisasi informasi berdasarkan keterkaitan antar isu. Hasil analisis ini adalah berupa penjelasan tentang konfigurasi pengambil keputusan dalam masyarakat dan perspektif masyarakat dalam pengembangan sumberdaya alam.

5. Gender

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24