A. Pendahuluan - View of EKSISTENSI BAITUL MAL ACEH DALAM PENGELOLAAN ZAKAT

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM

EKSISTENSI BAITUL MAL ACEH DALAM PENGELOLAAN ZAKAT
Oleh : Zulhamdi
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh
Lhokseumawe
Abstract
Alms is one of the pillars of Islam and at the time of the Prophet alms
is one means to reduce poverty, in this case the Baitul Mal of Aceh is
an institution in charge of collecting alms from the people who are
able and distribute it to the poor. As this study aims to determine the
elements and requirements in the management of alms, as well as
the components of a treasure to be of alms and the calculation,
method of this research is descriptive research method is a method in
analyzing and solving problems that occur at the present time based
on picture seen and heard from the research results in the form of
data of theories, concepts of books related to the subject matter being
studied. The research result is an element that must be met in the
management of zakat; 1) muzakki, 2) mustahiq, 3) amyl. The terms of
compulsory alms (muzakki); 1) Muslem, 2) Aqeel or understanding, 3)
puberty or adulthood, 4) have a property that reaches nisab. Terms to

be amyl alms; 1) a Muslim, 2) a mukallaf, 2) honest, 3) understand
the law of charity, 4) ability to carry out the task, 5) the free (not
slaves). those entitled to receive alms (mustahiq); 1) faqir, 2) poor, 3)
amil, 4) converts, 5) rikab, 6) gharimin, 7) fisabilillah and 8) Ibn sabil.
Component treasure that must Zakat; 1) alms trade, 2) alms of gold
and silver, 3) Zakat earnings / services (including salaries), 4) charity
stocks / bonds, 5) alms farms, 6) charity Mines and 7) Rikaz, and 8)
alms savings.

A. Pendahuluan
Pencanangan syari‘at Islam
pada tanggal 15 Maret 2002 di bumi
Nanggroe Aceh Darussalam yang
mayoritas penduduknya beragama
Islam, telah memperkokoh zakat
sebagai penunaian kewajiban yang
terdapat dalam harta. Pelaksanaan
pengelolaan zakat di Baitul Mal Aceh
telah diperkuat dengan adanya
legalitas hukum, yang diatur secara

khusus oleh Keputusan Gubernur No.
18
Tahun
2003
tentang
Pembentukan Organisasi Tata Kerja
dan Struktur Organisasi Baitul Mal

Aceh, dan juga diperkuat oleh Qanun
No. 07 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Zakat dan Qanun No.
10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal.
Pengelolaan
zakat
merupakan hal yang penting untuk
disosialisasikan/
diberitahukan
kepada masyarakat, karena tujuan
utama pengelolaan zakat adalah
untuk mengentas/mengurangi angka

kemiskinan. Apalagi dengan adanya
kesenjangan pendapatan di daerah
sebagai akibat dari konflik dan
bencana alam serta masih kurangnya
pemerataan distribusi pendapatan di

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

43

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
masyarakat Aceh, juga adanya
kebijakan pemerintah yang belum
menyentuh masyarakat menengah ke
bawah (fakir miskin). Baitul Mal
merupakan lembaga yang bertugas
menghimpun zakat dari masyarakat
yang mampu dan menyalurkannya
kepada masyarakat yang kurang
mampu.(Zulhamdi: 2013 h. 1)

Munculnya pemahaman yang
terbatas,
seperti
pemahaman
masyarakat tentang zakat yang
dikelola oleh sebuah lembaga ‘âmil,
dalam
hal
ini
pemahaman
masyarakat bisa dikatakan masih
sangat terbatas dibandingkan dengan
pemahaman tentang shalat dan
puasa yang seringkali diperoleh lewat
pengajian formal maupun non formal.
Adapun zakat yang mereka pahami
hanya sekedar zakat fitrah yang
dibayarkan ketika akan menyambut
hari raya Idul Fitri dan dalam zakat
mal hanya mereka kenal dengan

zakat pertanian saja (khusus zakat
makanan pokok).(Armiadi: 2008. H.
173)
kibatnya masyarakat kurang
memahami dan kurang pula dalam
melaksanakannya.
Selain
itu,
pengelolaan
zakat
dan
pendayagunaannya oleh badan ‘âmil
yang resmi dibentuk oleh pemerintah,
ini jarang sekali ditemukan dalam
kurikulum pelajaran di berbagai
lembaga pendidikan, baik formal
maupun non formal.
Selain itu masyarakat juga
mempermasalahkan sumber-sumber
zakat baru seperti zakat profesi dan

zakat
pertanian
(buah-buahan),
sedangkan
Pemerintah
sedang
menggalakkan zakat sebagai sumber
yang sangat berpotensi untuk
dikelola karena dapat membantu
memberdayakan
(empowering)
44

masyarakat miskin.(Armiadi. h. 3)
Masih
adanya
perbedaan
pemahaman
tentang
konsep

lembaga ‘âmil (Baitul Mal) sebagai
lembaga pengelola zakat, yang oleh
sebagian ulama tidak mengakui
keberadaan Baitul Mal sebagai ‘âmil.
Fiqh zakat atau tema-tema
yang berhubungan dengan zakat
yang diajarkan di lembaga-lembaga
pendidikan Islam hampir seluruhnya
hasil rumusan ulama generasi awal
beberapa abad yang lalu, yang tentu
saja dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi
waktu
itu
tanpa
dikomparasikan dengan pendapatpendapat kontemporer.(Armiadi. h.
174)
Rumusan
tersebut
perlu

penyesuaian untuk dipergunakan
dalam konteks masyarakat modern
sekarang
ini.
Perkembangan
ekonomi saat ini, yang sudah masuk
ke
sektor-sektor
perindustrian,
teknologi, pelayanan jasa seperti
dokter, konsultan, advertising dan
lain
sebagainya.
Permasalahan
tersebut belum dibahas oleh ulamaulama terdahulu, dengan demikian
sangat diperlukan ijtihad-ijtihad baru
yang bisa disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Sikap kurang percayanya
masyarakat

tentang
betapa
pentingnya eksistensi lembaga ‘âmil
(Baitul
Mal)
terhadap
penyelenggaraan atau pengurusan
zakat
oleh
sebuah
lembaga
independen, menjadi tugas berat
Baitul Mal dalam mengangkat
citranya
di
mata
masyarakat,
khususnya dalam hal pengelolaan
zakat, supaya masyarakat percaya
terhadap eksistensi Baitul Mal.

Adapun permasalahan lain yang
dihadapi Baitul Mal masih kurangnya

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
dukungan politik pemerintah secara
penuh,
pemerintah
belum
menerapkan sanksi apapun terhadap
orang atau lembaga yang tidak
menyetorkan zakatnya kepada Baitul
Mal,
Padahal
agama
telah
mengaturnya.(Zulhamdi. h 3)
Selanjutnya terjadi khilafiah
masalah

kontemporer,
seperti
terjadinya
pro-kontra
tentang
keberadaan Baitul Mal, dan adanya
permasalahan
dimana
sebagian
ulama
tidak
setuju
dengan
ditetapkannya
pendapatan
gaji
sebagai
zakat,
sehingga
mengakibatkan terkendalanya Baitul
Mal dalam pengumpulan zakat gaji
dari pegawai negeri. Padahal aturan
tentang kewajiban zakat profesi/gaji
sudah jelas dalam Instruksi Gubernur
No.
02//INSTR/2002,
tentang
Pelaksanaan Zakat, Gaji/ Jasa bagi
Setiap
Pegawai/Karyawan
di
Lingkungan
Pemerintah
Aceh
maupun dalam Fatwa MUI No. 3
Tahun
2003,
tentang
Zakat
Penghasilan.(Departemen Agama RI:
2003 h. 87)
Baitul Mal belum memiliki
database muzakkî, mustahîq secara
lengkap dan akurat, sehingga belum
dapat dibuat rancangan secara tepat
dan
cermat,
belum
lagi
mengharapkan
pengelolaannya
dengan sistem komputerisasi yang
dapat diakses secara online. Di
samping itu, tentang sumber daya
manusia pengelola zakat, secara
jujur harus dikatakan bahwa di
lembaga ‘âmil masih lemah. Padahal
potensi sumber daya manusia yang
berkualitas
ikut
menentukan
keberhasilan, dikarenakan mampu
menggerakkan
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat
miskin.
Kenyataannya
belum
tentu

banyaknya sumber daya zakat di
sebuah daerah dapat menjamin
kemakmuran
masyarakat.
Jika
sumber daya manusianya lemah
maka dapat dipastikan seluruh
potensi zakat yang ada tidak bisa
dikelola secara maksimal.
Berdasarkan permasalahanpermasalahan di atas maka penulis
tertarik melakukan penelitian tentang
Eksistensi Baitul Mal Aceh dalam
Pengelolaan Zakat.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Pengelolaan
Zakat
Pengelolaan zakat adalah
suatu tindakan untuk mengumpulkan
harta yang wajib dizakati dari wajib
zakat (muzakki) dan kemudian
didistribusikan oleh Baitul Mal (amil)
kepada penerima zakat (mustahiq)
baik pendistribusiannya dalam bentuk
zakat komsumtif maupun dalam
bentuk zakat produktif. (Zulhamdi. h.
3)
Dalam
perkembangannya
pengelolaan zakat sangat diperlukan,
karena zakat telah menjadi salah
satu sumber dana yang penting untuk
kepentingan pengembangan agama
Islam, dalam menentang penjajahan
barat.
Zakat
menjadi
bagian
sabilillah-Nya atau sumber dana
perjuangan. Pengkajian terhadap
pengelolaan zakat dan Baitul Mal,
telah berlangsung sejak tahun 1979
yang dipelopori oleh para ulama dan
ilmuwan modern, sebagai suatu
lembaga yang edukatif, produktif dan
ekonomis. (Husnan. h 15)
2. Unsur dan Syarat dalam
Pengelolaan Zakat
Ada beberapa unsur yang
harus dipenuhi dalam pengelolaan

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

45

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
zakat
sehingga
dalam
pelaksanaannya dapat diwujudkan.
Berkaitan dengan itu ada beberapa
unsur yang menjadi dasarnya, antara
lain:
a. Muzakki adalah orang yang
memiliki
kewajiban
untuk
mengeluarkan zakat
b. Mustahiq yaitu orang yang berhak
menerima zakat.
c. Amil adalah orang (lembaga)
yang
menghimpun
dan
manyalurkan zakat,
Adapun syarat- syarat wajib
zakat (muzakki) adalah: (Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy. 1997. h 19)
a) Muslim
b) Aqil atau berakal
c) Baligh atau dewasa
d) Memiliki harta yang mencapai
nisab.
Adapun Syarat-syarat untuk
dapat
menjadi
amil
zakat
adalah(Yusuf Qaradhawy. h. 19)
1. Seorang Muslim; yaitu orang
yang beragama Islam tidak
dibolehkan amil zakat itu non
muslim
2. Seorang Mukallaf (dewasa dan
sehat pikiran); yaitu sudah
mencapai umur (dewasa) dan
berakal/sehat
pikiran
tidak
dibolehkan amil zakat itu anak
kecil dan orang gila.
3. Jujur ; yaitu orang yang bisa
dipercaya
(amanah)
dan
bertanggung
jawab
untuk
mengelola zakat.
4. Memahami Hukum Zakat; yaitu
mempunyai pengetahuan tentang
hukum di bidang zakat.
5. Berkemampuan
untuk
melaksanakan tugas;
yaitu
mampu
dan
cakap
dalam
menjalankan pekerjaannya.
6. Sebagian ulama mensyaratkan
46

amil itu orang merdeka (bukan
hamba); tidak dibolehkan amil
zakat itu seorang hamba sahaya
(budak)
Sedangkan
sasaran
zakat/orang yang berhak menerima
zakat (mustahiq), seperti yang
difirmankan Allah dalam surat At Taubah : 60










     

      
       

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang
miskin,
penguruspengurus
zakat, para
mu’allaf
yang
dibujuk
hatinya,
untuk
(memerdekakan) budak,
orang-orang
yang
terutang, untuk jalan Allah
dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan,
sebagai
sesuatu
ketetapan yang diwajibkan
Allah: dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
Adapun penjelasan lebih rinci
tentang
orang
yang
berhak
menerima
zakat
seperti
yang
disebutkan dalam ayat di atas adalah
sebagai berikut :
1. Faqir; artinya orang-orang yang
sangat membutuhkan karena
mereka secara fisik tidak mampu
bekerja atau tidak mampu
memperoleh pekerjaan untuk
mencukupi
kebutuhan

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
hidupnya(M. Ali Hasan. h 35).
2. Miskin yaitu orang orang-orang
yang membutuhkan, mereka
mempunyai pekerjaan tetapi tidak
sanggup mencukupi kebutuhan
hidupnya.
3. Amil zakat adalah mereka yang
melaksanakan segala kegiatan
urusan zakat, dimana Allah
menyediakan upah bagi mereka
dari harta zakat sebagai imbalan
karena berjuang di jalan Allah.
Dimasukkannya amil sebagai
asnaf menunjukkan bahwa zakat
dalam Islam bukanlah suatu
tugas yang hanya diberikan
kepada seseorang (individual),
tapi merupakan tugas jamaah
(bahkan menjadi tugas negara)
(Wardi A. Wahab: 2007 hal.14)
4. Muallaf
yaitu
orang
yang
diharapkan
dan
dilunakkan
hatinya untuk menerima Islam
atau dikokohkan pendiriannya
karena lemahnya iman agar
terhindar dari hal-hal yang dapat
menganggu keimanan mereka.
5. Rikab
yaitu
pemerdekaan/penebusan diri dari
perbudakan, karena sekarang ini
sudah tidak ada lagi perbudakan,
maka bagian ini bisa digunakan
untuk menebus muslim yang
ditawan oleh musuh, bagian ini
dapat juga digunakan untuk
membantu perjuangan rakyat dari
wilayah yang sebagian besar
penduduknya adalah non muslim
guna membebaskan diri mereka
dari penindasan dan penjajahan.
(Nourouzzaman Shiddiqi: 1997 h.
210)
6. Gharimin yaitu orang yang
terlibat utang, golongan ini
terbagi
dua:
(Yusuf
AlQaradhawy. h. 19-20)

a. Orang yang berhutang untuk
kemaslahatan sendiri seperti
untuk nafkah keluarga, sakit,
mendirikan
rumah
dan
termasuk di dalamnya orang
yang
terkena
bencana
sehingga hartanya musnah.
b. Orang yang berhutang untuk
kemaslahatan orang lain.
Umumnya hal ini dikaitkan
dengan
usaha
untuk
mendamaikan dua pihak yang
bersengketa, namun tidak
ada
dalil
syara'
yang
mengkhususkan
gharimin
hanya
pada
usaha
mendamaikan tersebut. Oleh
karenanya
orang
yang
berhutang karena melayani
kepentingan
masyarakat
hendaknya
diberi
bagian
zakat
untuk
menutupi
hutangnya, walaupun ia orang
kaya. Jadi bagi kita yang
meminjam
uang
untuk
mengambil
TV
misalnya,
tentunya tidak termasuk kaum
gharimin
yang
menjadi
sasaran zakat. Karena kita
bukannya sengsara karena
hutang,
tapi
justru
menikmatinya
7. Fisabilillah;
Kesepakatan
madzhab empat tentang sasaran
fisabilillah adalah sebagai berikut:
(Yusuf Al-Qaradhawy. h. 20)
a. Jihad secara pasti termasuk
dalam
ruang
lingkup
fisabilillah.
b. Disyariatkan
menyerahkan
zakat kepada pribadi mujahid,
berbeda
dengan
menyerahkan zakat untuk
keperluan
Jihad
dan
persiapannya. Dalam hal ini
terjadi perbedaan pendapat di

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

47

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
kalangan mereka.
c. Tidak
diperbolehkan
menyerahkan zakat demi
kepentingan kebaikan dan
kemaslahatan
bersama,
jembatan,
masjid
dan
sekolah, memperbaiki jalan,
mengurus mayat dan lain lain. Biaya untuk urusan ini
diserahkan pada kas Baitul
Mal dari hasil pendapatan lain
seperti harta fai, pajak, upeti,
dan lain sebagainya.
Namun beberapa ulama lain
telah meluaskan arti sabilillah
ini seperti : imam qaffal,
mazhab ja'fari, mazhab Zaidi,
shadiq hassan khan, ar razi,
rasyid ridha dan syaltut, dan
lain-lain.
8. Ibnu Sabil yaitu orang-orang
dalam perjalanan dari satu
daerah ke daerah yang lain yang
kekurangan hartanya/kehabisan
belanjanya.
(Yusuf
AlQaradhawy. h. 645).
3. Persyaratan Harta yang
Harus Dizakati
Adapun persyaratan harta
yang menjadi sumber atau objek
zakat antara lain: (Naharus Suru)
1. Harta yang halal dan baik artinya
harta yang subtansi bendanya
atau cara memperolehnya secara
halal, seperti firman Allah dalam
surah Al Baqarah : 188

      

      
   

Artinya : “Dan janganlah sebahagian
kamu
memakan
harta
48

sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan
yang batil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim,
supaya
kamu
dapat
memakan
sebahagian
daripada
harta
benda
orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui”
2. Harta berkembang (an-nama’)
adalah harta yang berkembang
baik secara konkrit atau tidak.
Secara konkrit dengan melalui
pengembangan
usaha,
perdagangan, saham dan lainlain. Melalui tangan sendiri atau
orang lain. Sedangkan tidak
konkrit yaitu harta tersebut
berpotensi untuk berkembang.
Hal ini sesuai makna zakat itu
sendiri yang berarti berkembang.
Harta yang tidak berkembang dan
tidak
berpotensi
untuk
dikembangkan tidak wajib dikenai
zakat.
3. Milik Penuh dan Berkuasa
Menggunakannya
Pada hakekatnya kepemilikan
mutlak pada harta adalah Allah
SWT,
tetapi
Allah
SWT
memberikan hak kepemilikan
harta kepada manusia secara
terbatas. Harta yang dimiliki
manusia
secara
penuh
maksudnya bahwa manusia ia
berkuasa
memiliki
dan
memanfaatkannya secara penuh.
Pemilikan dan pemanfaatan harta
harus sesuai dengan aturanaturan Islam.
4. Mencapai

Nishab

(standar

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
minimal harta yang dikenakan
zakat)
kekayaan yang belum mencapai
nishab tidak termasuk kewajiban
zakat. Karena ketika seseorang
belum memiliki kekayaan yang
mencapai nishab, berarti masih
masuk kategori miskin dan
berhak
mendapat
zakat.
Sedangkan
ketika
kekayaan
mencapai nishab berarti sudah
dapat
mencukupi
untuk
kehidupan
sehari-hari
dalam
waktu satu tahun. Sehingga
ketika dikenakan zakat tidak akan
membahayakan dirinya dalam
memenuhi
kebutuhan
hidup
sehari-hari, misalnya nisab zakat
emas apabila telah mencapai 20
mistqal atau ekuivalen dengan 85
gram atau 25 manyam Atau zakat
pada hasil bumi yang telah
mencapai 300 sak dan pada
zakat pada unta yang telah
melebihi 5 ekor. Seperti hadis
riwayat Abu Said Al-Khudri ia
berkata: dari makna hadits Nabi
Muhammad
SAW
beliau
bersabda:
Artinya : “Tidak ada zakat pada
hasil bumi yang kurang
dari lima Wasaq (tiga
ratus sha'), tidak ada
zakat pada unta yang
kurang dari lima ekor,
tidak ada zakat pada
perak yang kurang dari
lima
uqiyah.”(Yusuf
Qaradhawi. Jilid 3 hal
35)
5. Telah mencapai satu tahun
(haul), untuk harta-harta tertentu,
misalnya zakat tabungan, zakat
peternakan,
zakat
pendapatan/jasa,
zakat

saham/obligasi, zakat emas dan
perak,
zakat
peniagaan/perdagangan,
tetapi
khusus
untuk
zakat
hasil
pertanian/tanaman
dikeluarkan
zakatnya pada saat memanen.
6. Telah melebihi kebutuhan pokok,
surplus dari kebutuhan primer
dan terbebas dari hutang, para
ulama berselisih pendapat dalam
hal ini, apakah harta yang
dikeluarkan
zakatnya
harta
penghasilan
bersih
setelah
dikurangi
kebutuhan
primer,
ataukah harta penghasilan kotor?
Di sisi lain kebutuhan primer
setiap orang bersifat relatif dan
tidak terukur, sehingga jika syarat
surplus dari kebutuhan primer
diberlakukan dapat dipastikan
banyak yang tidak membayar
zakat, walaupun sudah memiliki
harta melebihi nishabnya.
4. Komponen
Harta
yang
Harus Dizakati dan Cara
Perhitungannya
Di Aceh, para ulama sepakat
untuk menghitung zakat berdasarkan
kaedah bruto; seluruh penghasilan
baik bulanan atau tahunan dikenakan
zakat, jadi zakat dihitung atas selisih
penghasilan yang diterima sebelum
dipotong pajak untuk pemerintah.
Komponen harta yang harus dizakati
dan cara perhitungannya antara lain :
a. Zakat Peniagaan/Perdagangan.
Laba sebelum pajak + (piutang
ragu-ragu) + nilai harga barang
yang belum
terjual x 2,5 persen = Zakat yang
harus dibayar.
b. Zakat Emas dan Perak
- Emas : 2,5 persen x nilai

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

49

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM

-

harga emas melebihi kadar
nisab
94
gram
(emas
perhiasan yang dipakai tidak
dikenakan zakat melebihi
azas kepatuhan)
Perak : 2,5 persen x nilai
harga perak melebihi kadar
nisab 460 gram.

c. Zakat
Pendapatan/Jasa
(termasuk gaji)
Pendapatan bruto dari semua
sumber setahun x 2,5 persen = Zakat
yang wajib dibayar (pembayaran
dapat diangsur setiap bulan dengan
pemotongan gaji) (Majelis Ulama
Indonesia, 1989. h 21)
d. Zakat Saham/Obligasi
2,5 persen x nilai terendah bagi
semua saham/obligasi dalam waktu
setahun = Zakat yang wajib dibayar.
e. Zakat Pertanian/tanaman
Umumnya apabila diairi dengan
irigasi secara intensif maka zakatnya
5 persen, sedangkan tanpa irigasi
zakatnya 10 persen x hasil panen.
(Abu Zahrah: 1995 h. 45)
Dari Salim Ibnu Abdullah, dari
ayahnya r.a, bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda :
Artinya : Dari Salim ibn ’Abdillah dari
ayahnya dari Nabi SAW
bersabda: "Tanaman yang
disiram dengan air hujan
atau mata air atau aliran
sungai (dan semacamnya),
zakatnya
sepersepuluh,
dan tanaman yang disirami
perantaraan unta, zakatnya
seper duapuluh." (H.R
Bukhari).
f. Zakat Peternakan
Kambing/Biri-biri,
dimana
pengenaannya
tergantung
pada
50

jumlah kambing/ biri-biri juga unsur
dari hewan tersebut.
Tabel II.1
Jumlah kambing/ biri-biri
yang wajib dikeluarkan zakat
Jumlah
Ekor
40-120
121-200
201-300
301-400

Wajib Dikenakan
Keterangan
Zakat
Satu ekor
Dua ekor
Tiga ekor
Empat ekor

dst
dst
dst
dst

Sumber: Baitul Mal Prov NAD.
a. Lembu/kerbau,
dimana
pengenaannya
tergantung
pada jumlah lembu/ kerbau
juga
umur
dan
hewan
tersebut.
Tabel II.2
Jumlah lembu/kerbau
yang wajib dikeluarkan zakat
Jumlah
Ekor
30-39
40-49
50-59
60-69

70-79

Wajib Dikenakan
Zakat

Keterangan

Satu ekor Tabi’

Berumur
satu tahun
Satu
ekor Berumur
Musinnah
Dua tahun
Dua ekor tabi’
Berumur
satu tahun
Dua ekor Tabi' dan Berumur
Musinnah
satu tahun
dan Dua
tahun
Dua ekor Musinnah Berumur
Dua tahun

Sumber: Baitul Mal Prov NAD.
Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW :
Artinya : “Dari Mu’adh ibn Jabal
berkata : Saya diutus
Rasulullah SAW ke Yaman
dan memerintahkan saya
untuk mengambil zakat
lembu dari setiap tiga puluh

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
ekor, seekor anak lembu
jantan atau betina yang
masih mengikuti induknya,
dan dari setiap empat puluh
ekor, seekor yang sudah
besar” (H.R. Turmuzi)
g. Zakat Pertambangan dan Rikaz
1. Zakat Tambang
2,5 persen x nilai harga dari
jumlah hasil tambang yang
diperoleh = Zakat yang wajib
bayar
2. Zakat Rikaz
20 persen x nilai harga jual
dari jumlah harta peninggalan
= Zakat yang wajib bayar.
h. Zakat Tabungan
2,5 persen x Jumlah Simpanan +
Jasa yang diterima dalam
setahun = Zakat yang wajib
dibayar (pertahun).
Dari Ali Radliyallaahu'anhu
bahwa Rasulullah SAW
bersabda :
Artinya : ”apabila engkau memiliki
200 dirham dan telah mencapai
haul (1 tahun), maka zakatnya
sebanyak 5 dirham dan tidak
wajib penambahan kalau lebih
dari itu kecuali engkau memiliki
20 dinar dan sampai haul maka
zakatnya 1/5 dinar”(HR. Abu
Daud)
Jenis- jenis harta kekayaan
tersebut di atas merupakan pokokpokok harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya disesuaikan dengan situasi,
kondisi, dan tempat pada waktu itu.
(Baitul Mal Provinsi ACEH 2004)
5. Dasar Hukum Pengumpulan dan
Pendistribusian Zakat
Al-Qur’an tidak memberikan
ketegasan tentang jenis harta yang
wajib
zakatnya,
serta
tidak

menjelaskan berapa besar yang
harus dizakati. Persoalan tersebut
diserahkan kepada Sunnah Nabi
saw, yang bertanggung jawab
menjelaskan
Al-Qur’an
dengan
ucapan, perbuatan, dan ketetapan
beliau. Sunnah, contoh konkret
pelaksanaannya
dan
membuat
prinsip-prinsip aktual yang diterapkan
dalam kehidupan umat. Wardi A.
Wahab. h. 14 - 15
Dasar hukum pengenaan
pengumpulan zakat cukup banyak
dalam
Al-Qur’an
tanpa
perlu
penafsiran karena ayat-ayat tersebut
sangat jelas maksudnya. Sebagai
contoh, Allah berfirman dalam Surat
At-taubah ayat 103 :

      
        

Artinya

  

:

“Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu
membersihkan
dan
mensucikan mereka, dan
mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu
itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”
Adapun dasar dasar hukum
pendistribusian zakat adalah seperti
yang dalam firman Allah SWT dalam
surat At-Taubah ayat 60:










     

      

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

51

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
       

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus
zakat, para mu’allaf yang
dibujuk
hatinya,
untuk
(memerdekakan)
budak,
orang-orang yang terutang,
untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah: dan Allah
Maha
Mengetahui
lagi
Maha Bijaksana.”
6. Hikmah Pengelolaan Zakat
Pensyari’atan
pengelolaan
zakat dalam Islam menunjukkan
bahwa Islam sangat memperhatikan
masalah-masalah
kemasyarakatan
terutama nasib mereka yang lemah,
sehingga mendekatkan hubungan
kasih
sayang
antara
sesama
manusia, sejalan dengan pandangan
di atas maka zakat merupakan salah
satu syarat mutlak dalam membina
kehidupan masyarakat muslim. Salah
satu tujuan pengelolaan zakat yang
terpenting adalah mempersempit
ketimpangan
ekonomi
dalam
masyarakat hingga pada batas
minimal. Dalam sudut pandang
agama,
karena
zakat
dapat
membedakan seseorang kafir atau
sebaliknya.
Hikmah
dan
manfaat
pengelolaan zakat antara
lain
sebagai berikut :
1. Dengan adanya pengelolaan
zakat, si pemberi zakat dapat
mensucikan jiwa dari sifat kikir,
zakat yang dikeluarkan karena
ketaatan
pada
Allah
akan
52

2.

3.

4.

5.

6.

mensucikannya jiwa dari segala
kotoran dan dosa, dan terutama
kotornya sifat kikir.
Dengan membayar zakat berarti
si pemberi zakat telah memenuhi
rukun sebagai seorang Islam
karena zakat adalah rukun Islam
yang
keempat,
dan
zakat
merupakan salah satu institusi
seorang
mu’min
yang
membedakannya dengan orangorang
munafik.
(Al-Maraghi:
1979)
Dengan adanya pengelolaan
zakat si pemberi zakat (muzakki)
bisa mengobati hatinya dari cinta
dunia,
tenggelam
kepada
kecintaan
dunia
dapat
memalingkan jiwa dari kecintaan
kepada Allah dan ketakutan
kepada akhirat.
Dengan membayar zakat si
pemberi
zakat
bisa
mengembangkan
kekayaan
bathin,
pengamalan
zakat
mendorong
manusia
untuk
menghilangkan
egoisme,
menghilangkan
kelemahan
jiwanya. Sebaliknya menimbulkan
jiwa besar dan menyuburkan
perasaan optimisme. (Al-Maraghi:
1979)
Dengan adanya pengelolaan
zakat bisa mensucikan harta si
muzakki
dari
bercampurnya
dengan hak orang lain (tapi zakat
tidak bisa mensucikan harta yang
diperoleh dengan jalan haram).
(Al-Maraghi: 1979)
Dengan membayar zakatnya, si
muzakki bisa menarik rasa
simpati/cinta dari para mustahiq,
zakat akan menimbulkan rasa
cinta kasih orang-orang yang
lemah dan miskin kepada orang
yang kaya. Zakat melunturkan

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
rasa iri dengki pada si miskin
yang dapat mengancam si kaya
dengan munculnya rasa simpati
dan doa ikhlas si miskin atas si
kaya. (Yusuf Al-Qaradhawy. h 6)
7. Dengan adanya pengelolaan
zakat bisa dimanfaatkan ke
dalam
usaha-usaha
yang
produktif.
Jadi,
kebutuhan
konsumtif bukan lagi tujuan
lansung
sebagaimana
yang
selama ini umum dilakukan.
Pemenuhan kebutuhan konsumtif
dapat dilakukan secara tidak
langsung, yaitu melalui usahausaha produktif yang dapat
memberi hasil. Hasil itulah yang
dikonsumsikan.
8. Untuk mewujudkan keimanan
kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya,
menumbuhkan
akhlak mulia dengan
rasa
kemanusiaan
yang
tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus
dan materialistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus
membersihkan
dan
mengembangkan harta dimiliki.
(Didin Hafiduddin: 2004,h 43)
9. Dengan adanya pengelolaan
zakat mustahik akan memperoleh
haknya, karena zakat berfungsi
untuk menolong, membantu dan
membina mereka terutama fakir
miskin, ke arah kehidupan yang
lebih baik dan lebih sejahtera,
sehingga
mereka
dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan layak, dapat beribadah
kepada Allah SWT terhindar dari
bahaya kekufuran, sekaligus
menghilangkan sifat iri, dengki
dan hasad yang mungkin timbul
dari kalangan mereka ketika
mereka melihat orang kaya yang
memiliki harta cukup banyak.

10. Zakat sesungguhnya dikelola
bukanlah sekedar memenuhi
kebutuhan
para
mustahik,
terutama fakir miskin, yang
bersifat konsumtif dalam waktu
sesaat, tetapi juga mengajari
kepada mustahik untuk bisa
membiayai
pribadi
dan
keluarganya dengan mengelola
dana
dari
zakat
produktif
sehingga
bisa
memberi
kecukupan dan kesejahteraan
kepada mereka, dengan cara
menghilangkan
ataupun
memperkecil
penyebab
kehidupan
mereka
menjadi
miskin
dan
menderita.
Menghilangkan kebakhilan dan
ketidakmauan berzakat bagi para
muzakki, di samping akan
menimbulkan sifat hasad dan
dengki dari orang-orang yang
miskin dan menderita, juga akan
mengundang azab Allah SWT.
Firman-Nya dalam surah An-Nisa'
: 37 yang artinya: "(Yaitu) orangorang yang kikir, dan menyuruh
orang lain berbuat kikir, dan
menyempurnakan
karunia-Nya
kepada mereka. Dan Kami telah
menyediakan untuk orang-orang
kafir siksa yang menghinakan."
11. Dengan membayar zakat bisa
mengembangkan
dan
memberkahkan harta. Allah akan
menggantinya dengan berlipat
ganda, sehingga tidak ada rasa
khawatir bahwa harta akan
berkurang dengan zakat, firman
Allah dalam surat Saba’ : 39 yang
Artinya:
Katakanlah:
"Sesungguhnya
Tuhanku
melapangkan rezeki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya
dan
menyempitkan bagi (siapa yang

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

53

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
dikehendaki-Nya)". Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan,
maka Allah akan menggantinya
dan Dia lah Pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya.
12. Terhindarnya
penimbunan,
penumpukan dan pembekuan
harta, dimana harta harus
dikembangkan dan pengelolaan
zakat adalah solusi dalam
masalah ini. Sebab, harta yang
tidak dikembangkan, pemilik tetap
berkewajiban membayar zakat.
Berarti dia harus mengurangi
bagian harta itu setiap tahunnya.
Akhirnya akan mengakibatkan
semakin
menipisnya
harta,
Misalnya, seorang memiliki uang
tiga puluh juta rupiah yang tidak
dikembangkan.
Dia
akan
membayar zakat uang tersebut
setiap tahunnya sebanyak 2.5 %.
Dalam beberapa tahun harta
yang tiga puluh juta rupiah
tersebut, kecuali nishab, pasti
akan habis seluruhnya. Karena
itu, pemilik modal terpaksa harus
mengembangkan hartanya bila
ingin menjaga modal agar tidak
habis. Sehingga zakatnya dibayar
dari keuntungan.(Naharus Surur)
13. Dengan adanya pengelolaan
zakat bisa memasyarakatkan
etika bisnis yang benar, sebab
zakat itu bukanlah membersihkan
harta yang kotor, akan tetapi
mengeluarkan bagian dari hak
orang lain dari harta kita yang kita
usahakan dengan baik dan benar
sesuai dengan ketentuan Allah
SWT yang terdapat dalam surah
Al-Baqarah: 267, dan hadits
Rasulullah
saw,
yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dalam makna hadits tersebut
Rasulullah saw bersabda, "Allah
54

SWT tidak akan menerima
sedekah (zakat) dari harta yang
didapat secara tidak sah”.
(Husnan: 1996. h. 71-75)
14. Dengan adanya zakat bisa
mencegah problematika yang ada
dalam masyarakat sekarang ini
yaitu problematika membujang,
banyak
orang
membujang
dikarenakan
ketidak
mampuannya dalam hal harta
untuk
menikah.
Islam
menganjurkan ummatnya untuk
menikah yang juga merupakan
benteng kesucian. Mekanisme
zakat dapat berperan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
(Yusuf Al-Qaradhawy. h 19.)
Demikianlah hikmah-hikmah dari
pengelolaan zakat dalam Islam, hal
ini menunjukkan bahwa Islam
memberi kedudukan yang sangat
tinggi kepada pemberi zakat dan
Islam memperhatikan nasib mereka
yang lemah, sehingga mendekatkan
hubungan kasih sayang antara
sesama manusia.
C. Kesimpulan
Zakat adalah ibadah maaliyah
ijtima’iyyah, artinya ibadah di bidang
harta yang memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam membangun
masyarakat. Jika zakat dikelola
dengan baik, baik pengumpulan
maupun pendistribusiannya, pasti
akan
dapat
mengangkat
kesejahteraan masyarakat. Karena
itu, di dalam al-Qur’an dan hadits,
banyak perintah untuk berzakat,
sekaligus
pujian
bagi
yang
melakukannya, baik di dunia ini
maupun di akhirat nanti. Sebaliknya,
banyak pula ayat al-Qur’an dan
hadits Nabi yang mencela orang
yang
enggan
melakukannya,

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
sekaligus ancaman duniawi dan
ukhrawi bagi mereka.
Zakat yang dikumpulkan oleh
lembaga Baitul Mal Aceh, ada yang
disalurkan secara konsumtif untuk
keperluan memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan ada pula
disalurkan secara produktif untuk
meningkatkan usaha yang dilakukan
oleh para mustahik. Dengan cara ini,
mudah-mudahan
zakat
bukan
sekedar dibagikan habis kepada
mustahik,
melainkan
dapat
menggugah kesadaran mereka untuk
meningkatkan kehidupannya melalui
kegiatan usaha sendiri.
Banyak hikmah dan manfaat
dari ibadah zakat ini, baik yang akan
dirasakan
oleh
pemberi zakat
(muzakki),
penerima
(mustahik),
maupun
masyarakat
secara
keseluruhanm
Muzakki
akan
meningkatkan kualitas keimanannya,
rasa syukurnya, kejernihan dan
kebersihan jiwa dan hartanya,
sekaligus akan mengembangkan
harta yang dimilikinya. Mustahik akan
meningkat kesejahteraan hidupnya,
akan terjaga agama dan akhlaknya,
sekaligus akan termotivasi untuk
meningkatkan
etos
kerja
dan
ibadahnya.
Bagi masyarakat luas, hikmah
zakat akan dirasakan dalam bentuk
tumbuh dan berkembang rasa
solidaritas sosialnya, keamanan dan
ketenteramannya, berputarnya roda
ekonomi, karena dengan zakat, harta
akan terdistribusikan dengan baik,
sekaligus
akan
menjaga
dan
menumbuh kembangkan etika dan
akhlak dalam bekerja dan berusaha.

Daftar Pustaka
Abu Zahrah, Zakat dalam Perspektif
Sosial,
(Terjemahan).
Pustaka Firdaus, Jakarta
1995.
Al-Maraqhi, Tafsir Al-Maraqhi, Darul
Fikri, Beirut 1979
Armiadi,

Zakat Produktif: Solusi
Alternatif
Pemberdayaan
Ekonomi Umat (Potret &
Praktek Baitul Mal Aceh) ArRaniry Press, Oktober 2008.

Dinas Syari‘at Islam Aceh, Himpunan
Undang
–Undang,
Keputusan
Presiden,
Peraturan
Daerah/Qanun,
Instruksi Gubernur, Edaran
Gubernur,
Berkaitan
Pelaksanaan Syari‘at Islam,
Edisi Keenam, Nanggroe
Aceh Darussalam: t.p. 2008.
Departemen Agama RI, Himpunan
Fatwa
Majelis
Ulama
Indonesia, (Jakarta: 2003),
Didin Hafiduddin, Panduan Praktis
Tentang Zakat Infaq dan
Sadaqah, Jakarta : Gema
Insani 2004.
Husnan, Zakat Menurut Sunnah dan
Zakat Model Baru. Pustaka
Al-Kausar. Jakarta Timur
1996.
Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz. 4, Mesir:
Mustafa al-Bani al-Halabi,
1995.
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan
Praktis Tentang Zakat, Infaq

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

55

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
dan Shadaqah, Jakarta :
Masjid Istiqlal 1989.
M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi,
dan Lembaga Keuangan,
PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,
Pedoman
Zakat,
PT.
Pustaka
Rizki
Putra
Semarang 1997.
Naharus
Surur,
Zakat
dan
peranannya dalam Islam,
www.pkpu.or.id
Nourouzzaman Shiddiqi, MA. Fiqh
Indonesia, Pustaka Pelajar
(Anggota IKAPI) Juni 1997.
Wardi

A.
Wahab,
Peranan
Kelembagaan Amil Zakat
Pada Periode Awal Islam,
Ar-Raniry Press 2007

Yusuf

Al-Qaradhawy, Fatwa-fatwa
Kontemporer Jilid 3, Gema
Insani Press Jakarta 2002.

Yusuf Al-Qaradhawy, Sari Penting
Kitab Fiqih Zakat, Pustaka
Al-Kausar. Jakarta Timur.
Zulhamdi,
Problematika
Pengumpulan
dan
Penyaluran Zakat Pada
Baitul Mal Kabupaten Pidie,
(Tesis. tt) 2013

56

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016