Program Keluarga Harapan di Indonesia Da

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kasih dan karunia-Nya, sehingga buku hasil penelitian yang berjudul “Program Keluarga Harapan di Indonesia: Dampak Pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Tujuh Provinsi di Indonesia” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.

Penelitian ini merupakan awal dari rangkaian proses berkelanjutan dalam perumusan kebijakan berbasis riset guna mewujudkan sistem perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia, khususnya bagi rumah tangga dan atau keluarga sangat miskin melalui Pengembangan Keluarga Harapan.

Puslitbangkesos berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan- kebijakan di bidang perlindungan sosial sejalan dengan bingkai negara kesejahteraan (welfare state), terutama dalam pengembangan Program Keluarga Harapan.

Kami menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami berharap masukan yang bersifat konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.

Jakarta, Desember 2012 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kepala,

DR. Dwi Heru Sukoco, M.Si

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

PENGANTAR EDITOR

Sejumlah penelitian telah mengaitkan kemiskinan dengan gangguan perkembangan otak, lunturnya harga diri, rendahnya partisipasi politik, peningkatan partisipasi dalam radikalisme, kriminalitas, motivasi untuk menghampiri komunisme, dan sebagainya yang tidak kita inginkan bersama sebagai sebuah bangsa. Mekanisme hubungan antar berbagai variabel tersebut merupakan jejaring kompleks yang terus diupayakan untuk dijelaskan oleh para ilmuwan. Namun yang jelas, kemiskinan harus lekas ditanggulangi.

Buku yang berisikan hasil penelitian empiris tentang dampak dan peluang pengembangan Program Keluarga Harapan (PKH) ini dapat dipandang sebagai wujud konkret tanggung jawab Pemerintah untuk menguji epistemologinya tentang [penanggulangan] kemiskinan. Salah satu hal yang menarik adalah bahwa buku ini ditulis dengan berbagai pendekatan keilmuan, seperti ilmu kesejahteraan sosial, pekerjaan sosial, dan psikologi. Memang, apabila dicermati, terdapat kerinduan ilmu-ilmu ini untuk bergerak melampaui arus utamanya. Ilmu yang "konvensional"-nya beraras mikro merambah ke aras makro, dan sebaliknya; termasuk dalam membahas perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Hal tersebut tentu saja merupakan perkembangan yang menggembirakan pada saat kita sesungguhnya juga tengah memerlukan teori yang komprehensif yang bersifat indigenous tentang [penanggulangan] kemiskinan di Indonesia. Intervensi terhadap kemiskinan akan lebih bertanggung jawab apabila didasarkan atas teori yang kukuh, yang dibangun oleh teoritikus kita berbasiskan realitas masyarakat kita sendiri. Dalam hal ini, kita perlu belajar bersama agar tidak terjebak pada ego “merasa teori sendiri yang paling benar”, karena teori itu hakikatnya memang tentatif, senantiasa terbuka terhadap revisi, dan memungkinkan upaya trandisiplinisasi. Kita tidak

ii

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Oleh karena hal tersebut di atas, keberlangsungan penelitian tentang kemiskinan di Indonesia sejak proses pembangunan teori (theory building) sampai dengan kontinuitas evaluasi teoritis dan praksisnya justru menjadi semakin urgen dalam konteks ini.

Seorang penyair Jerman, Bertolt Brecht (1934), pernah mengungkapkan: “Reicher Mann und armer Mann (rich man and poor man)/ standen da und sah'n sich an (stood there and looked at each other) // Und der Arme sagte bleich (And the poor pale man said): / 'Wäre ich nicht arm, wärst du nicht reich' ('If I weren't poor, you wouldn't be rich')”. Intinya, “Tidak ada orang kaya tanpa orang miskin”. Ungkapan ini jelas menunjukkan relasi eksistensial-dialektis antara orang kaya dan orang miskin. Herbert Gans (1972) juga pernah menulis sebuah risalah yang masyur dalam American Journal of Sociology, berjudul “The Positive Functions of Poverty” (Fungsi Positif Kemiskinan). Sayangnya, “psikologi populer” banyak membanjiri kita dengan penekanan bahwa “Orang menjadi miskin karena bermental miskin”. Dalam konteks ini, PKH yang khas menekankan pentingnya pendampingan di samping pemberian bantuan tunai bersyarat untuk mengakses dan berpartisipasi dalam layanan pendidikan dan kesehatan, sesungguhnya merupakan koordinat strategis untuk mendongkrak posibilitas orang miskin berjejaring internal maupun eksternal, serta berperan serta dalam pengambilan keputusan masyarakat bersama. Oleh karena itu, penjaminan pendampingan yang tangguh (resilien) di samping yang kompeten bagi keluarga sangat miskin merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesediaan tim peneliti untuk berdialog intensif dengan konsultan dan editor, inovasi metodologi, ketulusan untuk menyatakan hasil penelitian bahwa PKH belum berkorelasi positif dengan peningkatan status sosial ekonomi RTSM peserta PKH Tahun 2007, serta diskusi

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

iii iii

Akhirnya, saya ucapkan, “Selamat berefleksi melalui buku ini!”

Jakarta, Desember 2012

Juneman, S.Psi., M.Si

iv

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i PENGANTAR EDITOR

ii DAFTAR ISI

v DAFTAR TABEL

vi DAFTAR GAMBAR

vii BAB I : PENDAHULUAN

1 BAB II : TINJAUAN TENTANG BANTUAN TUNAI BERSYARAT DAN

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 9 A. Kemiskinan

9 B. Bantuan Tunai Bersyarat

16 C. Program Keluarga Harapan di Indonesia

20 BAB III: DAMPAK PROGRAM KELUARGA HARAPAN TERHADAP RUMAH

TANGGA SANGAT MISKIN 29 A. Metode Penelitian

29 B. Deskripsi Sampel RTSM Peserta PKH

48 C. Persepsi Terhadap Program Keluarga Harapan

57 D. Partisipasi Bidang Kesehatan

63 E. Partisipasi Bidang Pendidikan

77 F. Status Sosial Ekonomi, Jam Kerja Anak, Dan Ketangguhan

91 G. Analisis Jalur (Path Analysis)

94 BAB IV: PROSPEK PROGRAM KELUARGA HARAPAN

DI INDONESIA 99 BAB V : PENUTUP

127 A. Kesimpulan

127 B. Rekomendasi

127 DAFTAR PUSTAKA

130 LAMPIRAN 136 BIOGRAFI PENULIS

139 BIOGRAFI EDITOR

143 INDEKS

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. : Tahapan keluarga sejahtera 14 Tabel 2.

: Persyaratan Kesehatan Bagi Peserta PKH 26 Tabel 3.

: Distribusi Sampel Penelitian Dampak PKH 31 Tabel 4.

: Rancangan Instrumen Partisipasi RTSM Dalam Bidang Kesehatan

33 Tabel 5

: Rancangan Instrumen Partisipasi RTSM Dalam Bidang Pendidikan

37 Tabel 6

: Usia Kepala Keluarga 48 Tabel 7

: Suku Kepala Keluarga 48 Tabel 8

: Agama Kepala Keluarga 50 Tabel 9

: Status Pernikahan Kepala Keluarga 50 Tabel 10

: Jumlah Anak Kepala Keluarga 50 Tabel 11

: Pekerjaan Kepala Keluarga 51 Tabel 12

: Jumlah Tabungan Kepala Keluarga Per Bulan 51 Tabel 13

: Jumlah Pengeluaran Kepala Keluarga Per Hari 52 Tabel 14

: Kemampuan Baca/Tulis Kepala Keluarga Dalam Aksara Latin

52 Tabel 15

52 Tabel 16

: Jumlah Pendapatan Bersih Kepala Keluarga Per Bulan

: Pendidikan Terakhir Kepala Keluarga 53 Tabel 17

: Usia Anak Pertama 53 Tabel 18

: Pendidikan Anak Pertama 54 Tabel 19

: Pekerjaan Anak Pertama 54 Tabel 20

: Penghasilan Anak Pertama Per Bulan 54 Tabel 21

: Persepsi Manfaat PKH Bagi Keluarga 54 Tabel 22

: Persepsi Manfaat PKH Secara Umum Bagi Orang Miskin di Indonesia

55 Tabel 23

: Jarak Rumah ke Sekolah 55 Tabel 24

: Jumlah batang rokok yang dihabiskan anggota keluarga

vi

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Skema Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan 21 Gambar 2 : Rerata Jumlah Bantuan PKH Per Tahun (Rupiah)

56 Gambar 3 : Persepsi Tentang Bantuan

57 Gambar 4 : Persepsi Tentang Pendampingan

58 Gambar 5 : Persepsi Manfaat Fisik

59 Gambar 6 : Persepsi Manfaat Psikis

60 Gambar 7 : Persepsi Manfaat Sosial

61 Gambar 8 : Presensi RTSM Pada Pertemuan Bidang Kesehatan

63 Gambar 9 : Kepemilikan Kartu Kesehatan

64 Gambar 10 : Pemberian Tablet Fe

65 Gambar 11 : Pertolongan Tenaga Kesehatan Terlatih

66 Gambar 12 : Pelayanan Antenatal Care

67 Gambar 13 : Pelayanan Postnatal Care Ibu

68 Gambar 14 : Pelayanan Postnatal Care Anak Neonatus

69 Gambar 15 : Penimbangan Bayi

70 Gambar 16 : Imunisasi Lengkap

71 Gambar 17 : Pemberian Vitamin A

72 Gambar 18 : Penimbangan Anak

73 Gambar 19 : Pemantauan Tumbuh Kembang Anak

74 Gambar 20 : Kebiasaan Makan

75 Gambar 21 : Variasi Makan

76 Gambar 22 : Presensi RTSM Pada Pertemuan Bidang Pendidikan

77 Gambar 23 : Pendaftaran Anak Ke Satuan Pendidikan

78 Gambar 24 : Pendaftaran Anak ke program Remedial

79 Gambar 25 : Presensi Anak di Kelas

80 Gambar 26 : Pendaftaran Anak ke Program Wajib Belajar

81 Gambar 27 : Fasilitas Fisik Pendidikan di Rumah

82 Gambar 28 : Ketersediaan Buku Pelajaran

83 Gambar 29 : Ketersediaan Tenaga Pendidik

84 Gambar 30 : Ketersediaan Pakaian dan Perlengkapan

85 Gambar 31 : Fasilitas Fisik Sekolah

86 Gambar 32 : Partisipasi Anak Sekolah

87 Gambar 33 : Keterlibatan Orangtua Dalam Jam Belajar Anak

88 Gambar 34 : Prestasi Belajar Anak

89 Gambar 35 : Jumlah Jam Belajar Anak

90 Gambar 36 : Status Sosial Ekonomi RTSM

91 Gambar 37 : Jam Kerja Anak

92 Gambar 38 : Ketangguhan (Resiliensi)

94 Gambar 39 : Hasil analisis jalur (P > 0.05, RMSEA < 0.05)

95 Gambar 40 : Gambar Organisasi Perlindungan Sosial di Indonesia

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

vii vii

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Suharyanto, dalam Syawie, 2011). Konsep ini cukup luas cakupannya atau multidimensional sehingga seringkali kurang terukur. Konsep kemiskinan yang diterapkan di banyak negara termasuk Indonesia adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, pendidikan, kesehatan, dan gizi. Beban kemiskinan sangat dirasakan oleh kelompok- kelompok tertentu seperti perempuan dan anak-anak yang berakibat pada terancamnya masa depan mereka.

Keluarga miskin mempunyai daya beli yang rendah, juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak. Sebagian besar dari anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah (Konig, 1995). Ketidakmampuan untuk membayar terutama untuk transportasi ke sekolah dan kapabilitas yang rendah menjadi penyebab anak tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama atau sederajat. Banyaknya anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan menyebabkan kualitas generasi penerus dan keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan (Bappeda Jabar, 2006). Sebagai contoh, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Jawa Barat tahun 2008 untuk usia 7 sampai 12 tahun (SD) adalah 96,00, usia 13-15 tahun (SLTP) sebesar 78,68, dan usia 16-18 tahun (SMU/K) sebesar 40,47 (BPS Jawa Barat, 2008). Sementara menurut Hardjono (2004), kemiskinan menyebabkan angka drop out relatif tinggi di NTT.

Kemiskinan dapat mempengaruhi kehidupan keluarga dalam sejumlah hal lain. Dari perspektif orang miskin, Kempson (1996)

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Menurut Tumanggor (2010), pembangunan harus memperkuat fungsi keluarga sebagai lembaga masyarakat demi menjadi keluarga berketahanan sosial, misalnya melalui program perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, dan penyandang masalah sosial sebab keluarga merupakan penyangga sentra kesejahteraan sosial. Menurut The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), perlindungan sosial merujuk pada “kebijakan dan tindakan yang memperkuat kapasitas kaum miskin dan warga yang rentan agar terlepas dari kemiskinan dan dapat menyikapi resiko maupun peristiwa yang terjadi tiba-tiba yang menghantam kehidupan mereka”. Perlindungan sosial dimaksud meliputi bantuan sosial, jaminan sosial, dan standar minimum upah pekerja (OECD, 2009). Bantuan tunai secara umum dipandang sebagai salah satu instrumen bagi bantuan sosial (social assistance).

Terdapat dua jenis bantuan tunai yakni Bantuan Tunai Bersyarat atau Conditional Cash Transfers (CCT) dan tak bersyarat. Perbedaannya adalah bahwa bantuan tunai tak bersyarat merupakan bantuan bagi orang-orang/kelompok yang berbasis pada kriteria penerima yang

2 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 2 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Skema Bantuan Tunai Bersyarat ini memberikan uang tunai secara langsung kepada rumah tangga miskin sebagai tanggapan terhadap pemenuhan kondisi spesifik individu/rumah tangga misalnya kehadiran bersekolah, dan/atau pemeriksaan kesehatan, keikutsertaan dalam imunisasi dan semacamnya. Skema tersebut memberikan insentif bagi rumah tangga agar menyesuaikan perilakunya dengan tujuan sosial yang ditetapkan secara nasional. Dalam istilah yang sangat teknis, sasaran program tersebut adalah “mengkoreksi kegagalan pasar terkait eksternalitas positif yang tidak terinternalisasi” (de Janvry & Sadoulet, 2004, h. 1). Dengan perkataan lain, bantuan tersebut digunakan untuk (a) memperkuat perilaku khusus terhadap eksternalitas positif yang aman semisal mendorong konsumsi atas barang/sesuatu yang baik misalnya kesehatan dan pendidikan; (b) targetnya adalah kelompok- kelompok yang rentan yang tak mampu mendapatkan keperluan yang baik karena efek negatif dari pendapatan yang disebabkan oleh kebangkrutan dan atau keterkejutan dari luar. Skema ini umumnya digunakan untuk mendorong anak-anak bersekolah, mendorong kehadiran memeriksakan kesehatan dan memperkuat partisipasi dalam program imunisasi.

Di Indonesia, program semacam ini salah satunya dikenal sebagai Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan salah

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

40 Tahun 2004 tersebut, PKH menjadi model jaminan yang unik. Di satu sisi, PKH merupakan bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan (life survival) dalam kebutuhan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH bernuansa pemberdayaan yakni menguatkan rumah tangga miskin agar mampu keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong anak bersekolah. Dana yang diberikan kepada RTSM secara tunai melalui Kantor Pos dimaksudkan agar penerima dapat mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan yakni anak-anak harus bersekolah hingga sekolah menengah pertama, anak balita harus mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan secara rutin (berkala).

PKH memang salah satu saja dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan mengkampanyekan pembangunan manusia Indonesia untuk meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat melalui program pemberian subsidi bersyarat, namun program ini dipandang sebagai penggerak perubahan pola pikir, sesuai dengan kondisi persyaratan yang diinginkan, yaitu memberikan kesempatan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk anak-anak RTSM. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals

4 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

(MDGs) tahun 2015 yakni pengentasan kemiskinan, perolehan pendidikan dasar seluruh dunia, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan angka kematian anak-anak, meningkatkan kesehatan ibu, pemberantasan penyakit malaria, HIV/ AIDS dan penyakit lainnya, memastikan keberlangsungan lingkungan hidup, dan membangun kemitraan global untuk pembangunan (Venny, 2010). Dari 8 item MDGs, PKH mencakup 5 item yakni: (1) pengurangan penduduk miskin ekstrim dan kelaparan, (2) pencapaian pendidikan dasar, (3) kesetaraan gender, (4) pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan (5) pengurangan kematian ibu melahirkan.

Program mulai dilaksanakan pemerintah di Indonesia pada bulan Maret tahun 2007 dengan uji coba di tujuh provinsi (Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, Sulawesi Utara, dan Gorontalo). Program ini akan terus berjalan hingga tahun 2015 sesuai target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) serta merupakan cikal bakal pengembangan sistem perlindungan sosial, khususnya bagi keluarga sangat miskin. Pertama kali diluncurkan tahun 2007, PKH mencakup ketujuh propinsi yang disebutkan di atas yang didasarkan atas sejumlah kriteria yakni kondisi kemiskinan, gizi buruk, angka putus sekolah dan kesiapan dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Tahun berikutnya mencakup Aceh, Sumatera Utara, Banten, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Keberhasilan PKH untuk mengurangi kemiskinan tergantung pada apakah, dan sejauh mana, bantuan tunai mempengaruhi perilaku menetap memeriksa dan menjaga kesehatan serta kehadiran sekolah. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang dampaknya. Studi baseline dengan pendekatan kualitatif tentang PNPM Generasi dan PKH di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Barat oleh SMERU (2008) menyimpulkan beberapa faktor penghambat rumah tangga untuk mengakses pelayanan kesehatan dilihat dari ketersediaan dan penggunaan (supply and demand). Dijelaskan bahwa ketersediaan pelayanan kesehatan jauh dari jangkauan dan

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

fasilitas kesehatan masih kurang. Sebagian masyarakat di NTT tidak menggunakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) modern ketika hamil, melahirkan, dan pascalahir karena terbatasnya akses fisik atau keterpencilan, terbatasnya akses keuangan, dan kepercayaan se’i. Berdasarkan kepercayaan se’i, si ibu harus tinggal dalam sebuah rumah bulat dimana atap dan dinding terbuat dari daun ilalang. Masyarakat mengatakan bahwa si ibu dan bayi harus berada dalam kondisi di-se’i selama 40 hari. Hal ini mengakibatkan proses pelayanan KIA terganggu. Pada tahun yang sama, Kharisma (2008) menegaskan bahwa proses penentuan penerima manfaat PKH di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Kediri belum tepat dan belum menggambarkan kondisi nyata masyarakat. Banyak penerima manfaat yang sebenarnya tidak layak untuk menerima PKH, dan sebaliknya keluarga yang layak menerima justru tidak menjadi penerima manfaat PKH (exclusion and inclusion error). Ditemukan juga lemahnya koordinasi lintas sektor. Pada tahun 2009 penelitian Bappenas menyimpulkan bahwa PKH berhasil meningkatkan angka kunjungan Posyandu, pemantauan tumbuh kembang anak serta kegiatan imunisasi, akan tetapi pengaruh terhadap indikator pendidikan relatif kecil. Spot check Unit Pelaksana Pusat PKH (2009) menunjukkan bahwa dalam hal kewajiban penerima manfaat, Kabupaten Karawang Jawa Barat termasuk kelompok rendah pada layanan kesehatan dan paling rendah terhadap layanan pendidikan. Namun, Simanjuntak (2010) menyimpulkan bahwa pemberian dana PKH belum memberikan pengaruh terhadap perbaikan pola asuh belajar anak di rumah, kehadiran anak di sekolah, dan prestasi belajar anak.

Kementerian Sosial Republik Indonesia menargetkan jumlah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang menjadi sasaran PKH pada 2013 menjadi 2,4 juta dengan perkiraan anggaran sebesar 3 triliun rupiah lebih besar dari saat ini yang sebesar 1,8 triliun (Antara News,

10 April 2012). Sementara, menurut Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menilai sejumlah program penanggulangan

6 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 6 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Berbagai hasil penelitian di atas terlihat masih variatif dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, maka penelitian ini fokus pada dampak PKH terhadap RTSM yang menjadi peserta, baik dampak positif maupun negatif. Dampak tersebut dapat dilihat dari akibat atau manfaat yang dirasakan oleh RTSM peserta program baik secara objektif maupun subjektif. Kedua aspek manfaat dimaksud sekaligus mencerminkan perubahan perilaku RTSM peserta program hingga mengarah kesejahteraan sosial sekalipun terjadi exit.

Sejalan dengan penjelasan di atas, maka masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah “Bagaimana kebijakan yang bersifat sistemik, terarah, dan berbasis riset, terutama dalam rangka pengembangan Program Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Keluarga Harapan di Indonesia?” Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah: Pertama, memberikan gambaran permasalahan, dampak pelaksanaan, dan tantangan pengembangan kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan di Indonesia sehingga diperoleh manfaat yang optimal. Kedua, menyusun rekomendasi alternatif dalam pengembangan kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui PKH di Indonesia bersama pemangku kepentingan terkait. Penelitian ini diharapkan membawa manfaat sebagai berikut: Pertama, bagi praktisi (pengambil keputusan kebijakan), penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui PKH di Indonesia. Kedua, bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat menjadi wacana dalam kajian perumusan policy paper sebagai bagian dari Analisis Kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui PKH di Indonesia.

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

8 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG BANTUAN TUNAI BERSYARAT DAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Sebagaimana dijelaskan dalam Bab I bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu strategi intervensi oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia berupa bantuan tunai bersyarat sekaligus bagian dari pencapaian Millennium Development Goals, maka dalam bab ini akan dibahas sekilas tentang kemiskinan, program bantuan tunai dan bantuan tunai bersyarat, seputar program keluarga harapan.

A. Kemiskinan

Kemiskinan dapat dimaknai sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) Modal produktif atau aset (tanah, perumahan. alat produksi. kesehatan); (b) Sumber keuangan (pekerjaan, kredit); (c) Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial); (d) Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa; (e) Pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman, dalam Suharto, dkk., 2004).

Bank Dunia (dalam Sumodiningrat, Santosa & Maiwan, 1999) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (Suharto, dkk., 2004).

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK, 2005) kemiskinan merupakan sebuah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, baik laki-Iaki maupun perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Oleh sebab itu, kemiskinan tidak hanya terkait dengan pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupannya. Dengan demikian, penanggulangan kemiskinan akan berkaitan erat dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik yang secara normatif merupakan tanggung jawab negara kepada warga negara agar masyarakat tidak jatuh miskin dan masyarakat miskin harus segera dipulihkan hak-haknya agar dapat mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Cox (2004) membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi: (1) Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pihak yang menang dan kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. (2) Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan, meliputi kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), dan kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan. (3) Kemiskinan sosial, yakni kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas; dan (4) Kemiskinan konsekuensial, yakni kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si

10 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 10 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Sejalan dengan pendapat di atas, Suharto, dkk. (2004), menjelaskan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi: 1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan; 2) Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi; 3) Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga; 4) Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa;

5) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam; 6) Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat; 7) Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan; 8) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental; serta 9) Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumahtangga, janda miskin. kelompok marjinal dan terpencil).

Lebih jauh Sumodiningrat, Santosa dan Maiwan (1999) menjelaskan bahwa secara garis besar ada dua cara dalam memandang kemiskinan, yakni kemiskinan yang bersumber kepada kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Sebagian orang berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu proses, sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumberdaya dan dana secara adil kepada anggota masyarakatnya. Dengan demikian, kemiskinan dapat pula dipandang sebagai salah satu akibat dan kegagalan kelembagaan pasar (bebas) dalam mengalokasikan sumberdaya yang terbatas secara adil kepada seluruh anggota masyarakat. Pandangan ini mengemukakan konsep tentang kemiskinan relatif atau yang sering pula dikenal sebagai kemiskinan struktural.

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Alternatif pemecahan terhadap masalah kemiskinan struktural ini bisa dilakukan dengan memperbaiki ketimpangan yang ada, yaitu dengan mendorong lebih cepat lagi golongan yang tertinggal dengan memberikan masukan atau akses yang lebih besar terhadap sumber-sumber ekonomi dan potensi keterampilan yang ada. Hal ini berarti golongan bawah bisa menikmati "injeksi ekstra” dan suatu kebijakan, sehingga bisa mengikuti dinamika percepatan tumbuh dan golongan yang maju. Dengan demikian, golongan bawah tersebut dapat menikmati atau memperoleh bagian yang wajar dan proses pembangunan. Lebih dari itu, perlu diciptakan mekanisme "recycling surplus" yang terjadi pada golongan yang maju kepada golongan yang lebih lemah, sehingga terjadi pertumbuhan yang bersifat produktif. Oleh karena itu, dalam kerangka perencanaan pembangunan, upaya penanggulangan kemiskinan perlu ditempatkan dalam bingkai proses perubahan struktur (transformasi struktural) yang sedang berlangsung dalam masyarakat sebagai hasil dari pembangunan (Sumodiningrat, Santosa & Maiwan 1999).

Kemiskinan kultural lebih berakar pada faktor-faktor budaya setempat (lokal) dan golongan masyarakat tertentu. Sifat kemiskinan kultural lebih banyak diwarnai oleh sikap dan cara pandang individu serta kelompok masyarakat tertentu terhadap kehidupan. Sikap-sikap itu antara lain tercermin dalam watak yang cenderung fatalistik, "nrimo" dan kurang berorientasi ekonomi. Kegiatan ekonomi lebih dipandang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan subsistensi saja dan bukan untuk memupuk kapital. Tidak jarang kegiatan ekonomi dipandang sebagai bagian dari "keserakahan hidup". Dengan cara pandang yang semacam itu, maka secara turun-temurun mewariskan kemiskinan kultur pada generasi berikutnya, sehingga "lingkaran kemiskinan" terus membelit karena justru lebih merasa "adjusted" dengan lingkungan (budaya) semacam itu sehingga agak sulit atau memerlukan waktu cukup lama untuk mengubahnya, baik itu lewat pendidikan maupun

12 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 12 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Ketidakberdayaan penduduk miskin untuk keluar dari kemiskinan disebabkan oleh terperangkapnya penduduk miskin dalam lingkaran kemiskinan sehingga para pakar berpendapat bahwa pengentasan penduduk dari kemiskinan dapat dilakukan melalui pemutusan rantai lingkaran kemiskinan.

Chambers (dalam Dharmawan, dkk., 2009) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless) , 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency) , 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Salim (dalam Dharmawan et al, 2009) menyatakan bahwa penduduk miskin dapat dicirikan dengan: 1) Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, 2) Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3) Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), 4) Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area), dan 5) Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan kebutuhan pokok pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.

Berbeda dengan BPS, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lebih melihat dari sisi kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan. Unit survei juga berbeda di mana pada BPS digunakan rumah tangga sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Terdapat empat kelompok data yang

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi lima tahap, yaitu: 1) Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin); 2) Keluarga Sejahtera I (miskin);

3) Keluarga Sejahtera II; 4) Keluarga Sejahtera III; 5) Keluarga Sejahtera III plus. Hal ini dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan keluarga sejahtera

Indikator Tahap

Deskripsi

Non-ekonomi Keluarga Pra Keluarga yang • Makan dua kali atau

Ekonomi

• Melaksanakan ibadah Sejahtera

• Bila anak sakit dibawa (Sangat

belum dapat

lebih sehari

ke sarana kesehatan. Miskin

memenuhi

• Memiliki pakaian yang

salah satu

berbeda untuk aktivitas

atau lebih

(misalnya: di rumah,

indikator

bekerja/ sekolah dan bepergian)

• Bagian terluas lantai rumah bukan dari

tanah (misalnya: bambu/kayu berkualitas rendah).

14 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Keluarga Keluarga yang • Paling kurang sekali • Ibadah teratur Sejahtera I

• Sehat tiga bulan (Miskin)

karena alasan

seminggu keluarga

ekonomi

terakhir (sanggup tidak dapat

makan daging atau ikan

membayar biaya memenuhi

atau telur

pengobatan di salah satu

• Setahun terakhir

puskesmas/ poliklinik). atau lebih

seluruh anggota

• Punya penghasilan indikator

keluarga memperoleh

paling kurang satu stel

tetap

pakaian baru

• Usia 10-60 tahun dapat

• Luas lantai rumah

baca tulis huruf latin

paling sedikit 8m2

• Usia 6-15 tahun

untuk tiap orang/

bersekolah

penghuni

• Anak lebih dari 2 orang, ber-KB

Keluarga Keluarga yang • Memiliki tabungan keluarga / barang yang mudah Sejahtera II karena alasan

dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda ekonomi

motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal tidak dapat

motor, atau barang modal lainnya memenuhi

• Rekreasi bersama (6 bulan sekali) salah satu

atau lebih • Meningkatkan pengetahuan agama

indikator • Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan

majalah • Menggunakan sarana transportasi

Keluarga Sudah dapat • Memiliki tabungan keluarga Sejahtera III memenuhi

• Makan bersama sambil berkomunikasi beberapa

• Mengikuti kegiatan masyarakat indikator • Rekreasi bersama (6 bulan sekali)

• Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan

majalah • Menggunakan sarana transportasi

Belum dapat • Aktif memberikan sumbangan material secara memenuhi

teratur

beberapa • Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. indikator

Keluarga Sudah dapat • Aktif memberikan sumbangan material secara Sejahtera III memenuhi

teratur

Plus indikator • Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

B. Bantuan Tunai Bersyarat

Salah satu bentuk intervensi untuk memutus rantai kemiskinan sebagai diuraikan di atas adalah melalui Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfer/CCT) yang merupakan bantuan sosial yang bersifat inovatif dan semakin populer. Pendekatan ini memberikan uang kepada keluarga miskin yang diberikan berdasarkan perilaku tertentu dan dimaksudkan sebagai investasi sumber daya manusia (SDM) dan diorientasikan sebagai bagian dari strategi pemberantasan kemiskinan. Contohnya untuk menjaga anak-anak untuk tetap sekolah atau secara rutin memeriksakan ibu hamil dan balita pada pusat layanan kesehatan. Pendekatan ini sangat berbeda dengan bantuan tunai tak bersyarat yakni bantuan bagi orang-orang/kelompok yang berbasis pada kriteria penerima yang sebelumnya sudah ditentukan (pre-determined eligibility). Transfer sosial semisal pensiun bagi warga yang sudah tua, hambatan fisik, anak-anak, dll., merupakan bantuan tunai tanpa syarat yang biasa dijalankan pemerintah di berbagai negara di dunia

Habibullah (2011) menjelaskan bahwa Program CCT pertama kali diimplementasikan di sejumlah Negara Amerika Latin dan Karibia. Meksiko meluncurkan the Programa de Educación, Saludy Alimentación (PROGRESA) pada tahun 1997. Brazil memiliki Programa Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan the Familias en Acción program (FA), Honduras the Programa de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica mengintroduksi the Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua memperkenalkan the Red de Protección Social (RPS). Selanjutnya Program CCT semakin marak di berbagai Negara.

Rawlings (2004) menjelaskan bahwa CCT bertujuan untuk memperbaiki program bantuan sosial tradisional dalam berbagai macam cara, seperti:

a. Perubahan hubungan akuntabilitas dengan memberikan hibah

16 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 16 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

b. Menjawab masalah kemiskinan yang ada sekarang dan di masa depan dengan bertujuan untuk menumbuhkembangkan akumulasi SDM diantara kaum muda sebagai cara untuk mendobrak siklus kemiskinan antar generasi, dan juga menyediakan dukungan pendapatan sebagai cara untuk menangani kemiskinan dalam jangka pendek.

c. Menargetkan penduduk miskin biasanya melalui pemetaan kemiskinan untuk mengidentifikasi daerah-daerah miskin dan melakukan perkiraan dan uji kepemilikan untuk memilih rumah tangga individu.

d. Menyediakan uang tunai, yang lebih fleksibel, efisien dan efektif dari segi biaya dibandingkan pemberian bantuan natura.

e. Mengembangkan sinergi dalam pembangunan manusia dengan memusatkan pada aspek pelengkap investasi dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan gizi.

f. Menerapkan evaluasi secara strategis. Distribusi informasi dari hasil evaluasi yang memberikan bukti empiris akan efektivitas program CCT turut membantu dalam menjaga kesinambungan program tersebut di tengah berubahnya rezim politik.

Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfers) banyak diadopsi dalam beberapa dekade terakhir (Fiszbein & Schady, 2009). Program ini bertujuan memberikan bantuan tunai untuk membiayai kebutuhan saat ini namun penerimaannya mensyaratkan perilaku, seperti kehadiran sekolah secara rutin/ teratur atau memanfaatkan pelayanan kesehatan dasar. Benerje dan Duflo (2012) menyatakan bahwa banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa rumah tangga terbatas pengetahuannya mengenai tindakan yang semestinya diambil, maka program

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Menargetkan kemanfaatan secara langsung bagi populasi yang amat miskin, program semacam ini dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan saat ini melalui kemanfaatan moneter dan menyentuh langsung kebutuhan nyata (in-kind) sebagaimana halnya mereduksi tingkat kemiskinan di masa depan, memperkuat investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan gizi.

Lebih jauh Habibullah (2011) menjelaskan bahwa pelaksanaan CCT di berbagai negara selalu diikuti pengukuran dampak. Hasil evaluasinya menunjukkan keberhasilan CCT meningkatkan indikator perbaikan SDM. Indikator-indikator ini umumnya sejalan dengan kewajiban yang ditetapkan dalam program CCT, seperti pendidikan dan kesehatan.

Dampak CCT terhadap Pendidikan Program CCT di Meksiko (yang dikenal dengan Progresa),

berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SLTP sebesar 6 persen pada kelompok pria dan 9 persen pada kelompok wanita. Progresa juga berhasil meningkatkan angka transisi sekolah dari jenjang SD ke SLTP sebesar 15 persen pada kelompok wanita yang umumnya mereka putus sekolah sebelum masuk SMP. Anak-anak dari keluarga penerima Progresa memasuki usia sekolah relatif lebih muda dan kejadian tidak naik kelas lebih kecil ketimbang anak-anak dari keluarga non penerima program (Bappenas, 2009).

Progresa memiliki dampak relatif kecil pada angka kehadiran sekolah, pencapaian nilai standar test serta kemampuan menarik anak-anak dropout untuk masuk ke sekolah. Pelaksanaan CCT di Meksiko, Kolumbia dan Turkey berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SD dan SLTP. Dampak CCT terhadap angka partisipasi sekolah jenjang SD relatif lebih kecil ketimbang

18 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 18 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Temuan ini menunjukkan bahwa dampak CCT pada partisipasi sekolah akan tinggi jika dilaksanakan pada lokasi dimana angka partisipasi sekolah masih rendah di Kolumbia, misalnya, angka partisipasi SLTP meningkat 30 persen poin, dan angka kehadirannya meningkat 43 persen poin. Di Bangladesh ada sekitar tiga juta anak-anak tidak terdaftar di SD. Meski relatif kecilnya CCT yang ditargetkan pada kelompok anak yang sulit dijangkau termasuk anak jalanan, program CCT di Bangladesh berhasil meningkatkan angka partisipasi SD mencapai 9 persen poin.

Dampak CCT terhadap Kesehatan Program CCT menunjukkan dampak yang signifikan pada

kesehatan dan gizi. Angka kunjungan kesehatan meningkat 18 persen di lokasi-lokasi Progresa di Meksiko. Angka kesakitan anak usia 0-5 tahun peserta Progresa turun 12 persen. Dampak CCT ditemukan juga pada aktifitas pemantauan tumbuh kembang anak di Kolombia, Honduras, Meksiko dan Nikaragua. Program CCT berhubungan juga dengan peningkatan tinggi badan, sebuah aspek penting untuk mengukur status gizi jangka panjang. Angka stunting di Meksiko, Nikaragua dan Kolombia turun, secara berurutan: 10 persen, 5.5 persen dan 7 persen. Meskipun peningkatan status gizi tidak diketahui pasti, sangat dimungkinkan bahwa temuan tersebut disebabkan oleh karakteristik dasar program CCT, seperti (i) naiknya pendapatan rumah tangga karena subsidi mengakibatkan peningkatan belanja makanan, (ii) adanya kewajiban untuk memonitor tumbuh kembang, dan (iii) adanya informasi tentang perawatan anak dan tambahan makanan bergizi.

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

C. Program Keluarga Harapan di Indonesia

Secara eksplisit negara melalui konstitusi mengamanatkan bahwa “Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak yang diatur dengan undang-undang” UUD 1945). Sejalan dengan ini, Edi Suharto (2007) mengungkapkan:

“Sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan public goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam memenuhi (to fulfill) , melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak- hak dasar, ekonomi, dan budaya warganya. Mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi internasional, mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat ‘wajib’. Sedangkan, mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat ‘tanggungjawab’ (responsibility)” (h. 15)

Di samping UUD 1945, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjamin hak kelompok masyarakat miskin. Sejalan dengan ketentuan tersebut, kebijakan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan 4 (empat) strategi utama, yaitu perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan UKM dan pembangunan infrastruktur pedesaan, sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa PKH berada pada klaster 1 dalam skema kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan.

Dengan perkataan lain, PKH merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem perlindungan sosial dan strategi intervensi pengentasan kemiskinan di Indonesia

20 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 20 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Gambar 1. Skema Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan

PKH juga dimaksudkan sebagai bagian dari upaya pencapaian Millennium Development Goals. Tujuan Pembangunan Milenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Merujuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004, PKH menjadi model jaminan yang unik. Di satu sisi, PKH merupakan bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan (life survival) dalam kebutuhan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH bernuansa pemberdayaan yakni menguatkan rumah tangga miskin agar mampu keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong anak bersekolah. Dana yang diberikan kepada RTSM secara tunai melalui Kantor Pos dimaksudkan agar penerima dapat mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan yakni anak-anak harus bersekolah hingga SMP, anak balita harus mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan secara rutin (berkala).

Fokus persyaratan PKH adalah penurunan kemiskinan, tanggung jawab publik, investasi kapital/modal manusia dan memelihara modal manusia yang ada saat ini. PKH menuntut perubahan perilaku yang membawa manfaat dalam beberapa hal, dan mengasumsikan bahwa uang akan memampukan penerimanya melakukan itu. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa bantuan tunai lah yang memastikan penerimanya untuk memeriksakan kesehatan dan sekolah, pelayanan kesehatan dan sekolah tersedia. Bantuan tunai merupakan insentif yang tepat untuk mendorong kehadiran itu dan peningkatan status kesehatan dan kehadiran sekolah akan berdampak pada prestasi sekolah, dan dengan begitu akan memperbaiki kualitas hidup dan membuka berbagai kesempatan dalam hidup.

22 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Menurut definisinya, Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Sebagai imbalannya RTSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. UPPKH adalah unit pengelola PKH yang dibentuk baik di pusat dan daerah. Di Pusat adalah UPPKH Pusat dan di Daerah adalah UPPKH Kabupaten/ Kota. Peserta PKH adalah RTSM yang memenuhi satu atau beberapa kriteria yaitu memiliki Ibu hamil/ nifas, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, anak usia SD dan SLTP dan anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Pendamping PKH adalah pekerja sosial yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan RTSM penerima program dan membantu kelancaran pelaksanaan PKH. Penyelenggaraan PKH bersifat multisektor baik di Pusat maupun di Daerah yang melibatkan instansi pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga Desa serta masyarakat.

Tujuan umum PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta merubah perilaku RTSM yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:

1) Meningkatkan status sosial ekonomi RTSM; 2) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita dan anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekolah dasar dari RTSM;

3) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi anak-anak RTSM; 4) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM;

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

Program PKH dilaksanakan secara berkelanjutan yang dimulai dengan uji coba di beberapa propinsi. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, validasi data, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, pengaduan masyarakat. Pasca uji coba, PKH diharapkan dapat dilaksanakan di seluruh provinsi setidaknya sampai dengan tahun 2015, sesuai komitmen pencapaian MDGs. Selama periode tersebut, target penerima (beneficiaries) akan ditingkatkan secara bertahap hingga mencakup seluruh RSTM.

Peserta PKH yang masih memenuhi kriteria dan persyaratan dimungkinkan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Untuk itu, setiap 3 tahun akan dievaluasi dalam rangka resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah resertifikasi 3 tahun peserta dinilai tidak lagi memenuhi persyaratan, maka RTSM dikeluarkan sebagai penerima PKH (exit strategy). Namun jika sebelum 3 tahun menurut hasil verifikasi status kemiskinan oleh UPPKH Pusat bersama BPS ditemukan bahwa RTSM sudah meningkat kesejahteraannya dan atau tidak lagi layak sebagai RTSM sesuai kriteria yang ditetapkan, maka yang bersangkutan dikeluarkan dari kepesertaan PKH pada akhir tahun yang berjalan. Apabila setelah 6 tahun kondisi RTSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH berkoordinasi dengan program terkait lainnya untuk rujukan (referral system), seperti antara lain ketenagakerjaan, perindustrian, perdagangan, pertanian, pemberdayaan masyarakat.

Pada rencana awal pelaksanaan PKH telah disusun tahapan cakupan penerima termasuk pendanaannya yang dimulai sejak tahun 2007 hingga setidaknya 2015. Dalam proses perjalanan PKH hingga 2009 target tersebut belum dapat tercapai karena berbagai alasan antara lain tidak tersedianya data yang sesuai dengan kriteria, keterbatasan dana APBN. Dalam rangka memperluas

24 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA 24 PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA

PKH memberikan bantuan tunai kepada RTSM dengan mewajibkan RTSM tersebut mengikuti persyaratan yang ditetapkan program.

Ketentuan Penerima Bantuan Penerima bantuan PKH adalah RTSM sesuai dengan kriteria

BPS dan memenuhi satu atau beberapa kriteria program yaitu memiliki Ibu hamil/nifas, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, anak usia SD dan SLTP dan anak 15-

18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Sebagai bukti kepesertaan PKH diberikan kartu peserta PKH atas nama Ibu atau perempuan dewasa. Kartu tersebut digunakan untuk menerima bantuan PKH. Selanjutnya kartu PKH dapat berfungsi sebagai kartu Jamkesmas untuk seluruh keluarga penerima PKH tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2009.

Penggunaan bantuan PKH ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, karenanya bantuan akan lebih efektif dan terarah, jika penerima bantuannya adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Dalam kartu peserta PKH yang tercantum adalah nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Pengecualian dari ketentuan di atas dapat dilakukan pada kondisi tertentu, misalnya bila tidak ada perempuan dewasa dalam keluarga maka dapat digantikan oleh kepala keluarga.

Kepesertaan PKH tidak menutup keikutsertaannya pada program-program pemerintah lainnya pada klaster I, seperti: Jamkesmas, BOS, Raskin dan BLT.

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI INDONESIA