Pemimpin tidak bisa hanya dilihat dari m

Pendahuluan
Pemimpin haruslah seorang yang memiliki jiwa leadership yang baik, mampu
memberikan kenyamanan dan kepastian bagi orang-orang yang dipimpin, serta dapat
menjadi panutan bagi orang-orang yang dipimpin. Tidak ada yang berani menjamin,
pemimpin dari suku A lebih baik dari suku B. Apalagi menyangkut pemimpin bangsa.
Oleh sebab itu, siapa pun yang tercatat sebagai warga negara indonesia dan lahir di
Indonesia mempunyai hak untuk menjadi pemimpin, termasuk menjadi presiden.
Sebagai negara yang demokratis, rakyat diberi kebebasan memilih wakilnya untuk
duduk di pemerintahan. Ini diatur dalam Pasal 43 ayat 1 UU HAM yang mengatakan
“setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang berlangsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Di Indonesia tercatat enam presiden yang pernah memerintah, yaitu Soekarno,
Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri,
dan sekarang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lima presiden Indonesia dari
tanah Jawa yaitu Soekarno, Soeharto, Gus Dur, Megawati, dan SBY, sedangkan Prof.
Habibie memiliki darah Bugis-Jawa dan hanya memerintah satu setengah tahun. Kita
dapat melihat dimulai presiden pertama hingga presiden sekarang menganut agama
Islam dan mayoritas keturunan etnis Jawa. Ini menimbulkan pertanyaan apakah
presiden Indonesia harus beragama Islam dan memiliki garis keturunan Jawa? Apakah
asumsi ini muncul karena pusat pemerintahan berada di Jawa? Inilah yang menjadi

dasar pemikiran dalam pembuatan makalah ini.

Merujuk temuan hasil survei nasional Skala Survei Indonesia (SSI) pada Oktober 2011,
mayoritas publik Indonesia ternyata sudah tak mempersoalkan asal suku kala menentukan
pilihan presidennya. Saat ditanya dalam menentukan kriteria calon presiden/wakil presiden
apakah harus dari keturunan Jawa atau keturunan luar Jawa, hanya 22.8% yang masih
menganut sentimen kesukuan (primordial). Sementara 73.3% menjawab tak penting
pemimpin berasal dari suku mana. Bagi masyarakat, yang paling penting adalah pemimpin
yang konkrit berbuat untuk rakyat.
Lunturnya sikap primordialisme ini tentu menjadi kabar baik bagi calon presiden yang
memiliki asal suku selain Jawa. Seperti banyak diprediksi oleh lembaga survei nasional,
selain nama Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, nama yang memiliki
elektabilitas baik di mata publik adalah Jusuf Kalla (JK), Aburizal Bakrie (Ical), dan Hatta
Rajasa. Ketiganya merupakan tokoh bersuku non-jawa. JK berdarah Bugis, Makassar,
Aburizal Bakrie bersuku Lampung, dan Hatta Rajasa berasal dari Sumatera Selatan.
Jika merujuk hasil survei, tiga nama yang telah disebutkan di atas memiliki kans memenangi
pemilu yang sama besar. Merujuk hasil survei nasional Skala Survei Indonesia (SSI) pada
Oktober 2011, perbedaan tingkat elektabilitas ketiganya masih berada pada area margin of
error. Elektabilitas JK ada di angka sembilan persen-an, Ical di angka enam persen-an, dan
Hatta Rajasa di angka mendekati enam persen-an. Dengan selisih angka elektabilitas seperti

itu, sementara pemilu masih dua tahun lagi (dari saat survey), ketiganya masih bisa saling
mengalahkan karena waktu sosialisasi masih cukup lama.
Untuk menjadi kandidat capres, ketiganya juga sepertinya tak memiliki kendala serius. JK
yang memiliki tingkat elektabilitas baik sepertinya tak akan memiliki kesulitan mencari
kendaraan politik untuk pencapresannya. Sedangkan Ical tinggal menunggu waktu untuk
dicalonkan Partai Golkar. Sementara Hatta Rajasa telah digadang-gadang Partai Amanat
Nasional (PAN) untuk melaju pada pilpres 2014.
Adapun bangsa Indonesia sesungguhnya hanya membutuhkan sosok pemimpin yang mampu
menjalankan amanah segenap warga Indonesia tanpa terpengaruh isu etnis yang memang
seharusnya tidak perlu bergulir.

Paradigma Masyarakat Tentang Kriteria Pemimpin
Sebagus apapun toleransi kehidupan beragama di Indonesia, sebaik apapun
penghormatan keyakinan pada pemeluk agama lain, tetapi untuk urusan memilih pimpinan
daerah, apalagi Presiden, maka faktor agama dan suku akan menjadi penentu yang sangat
kuat. Mitos bahwa presiden harus orang jawa, dan beragama Islam sudah menjadi rahasia
umum. Walaupun di Undang-udang Dasar 45 tidak menyebutkan secara jelas dan tegas ,
tetapi karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan bersuku Jawa, maka akan
sulit bagi presiden yang beragama non Islam dan non jawa untuk maju mencalonkan dirinya.
Begitu ada seorang non Islam menjadi calon presiden, maka akan menjadi sorotan publik

dan menimbulkan bermacam-macam opini yang berusaha menjatuhkan calon
tersebut.Terbukti dari kasus pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dimana Wakil Gubernurnya,
Ahok berasal dari suku dan agama lain. Setiap tindakan dari Jokowi-Ahok mendapat sorotan
lebih bahkan tak jarang menuai kritikan.
Memang ada beberapa pandangan klasik yang mengatakan kenapa harus orang
jawa ? Karena orang jawa itu bersifat bijak, waskita, sabar, tinggi toleransinya, mayoritas,
secara historis memiliki garis keturunan kepemimpinan raja-raja dahulu, dan cocok untuk
Indonesia yang pluralis. orang bersuku jawa memiliki karakter dan sifat kepribadian seorang
pemimpin yang kuat (nrimo, memegang teguh tata krama, berani, polos serta jujur bersikap
kesatria) . tentu saja apabila yang menjadi presiden berasal dari jawa maka aspirasi
kebanyakan masyarakat jawa akan terwakili.


Presiden dan Wakil Presiden: Wajib Muslim

Kenapa harus Islam ? karena mayoritas orang Indonesia beragama Islam, ini untuk
mengantisipasi konflik SARA yang muncul jika pemimpinnya bukan dari Islam.
Sebagian ulama, baik yang berasal dari ulama2 salaf dan cendekiawan modern
berpendapat presiden dan wakil presiden, wajib beragama Islam. Dasarnya adalah surat Ali
Imran ayat 28: ‘Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan

meninggalkan orang-orang mukmin, barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena siasa memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya dan hanyak kepada Allah
lembali (mu)’. Surat al Maidah ayat 51: ‘Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu
menjadikan orang-orang yahudi dan nasrani sebagai penolong/pemimpin, sebagian mereka
(kaum yahudi dan nasrani) hanya pemimpin bagi sebagian yang lain. Dan siapa di antara kmu
yang menjadikan mereka pemimpin, maka dia termasuk bagian dari mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dhalim.’

DAFTAR PUSTAKA
Mitos Kepemimpinan Nasional: Jawa dan Islam, Why ?
Thu, 26/07/2012 - 12:50 WIB RIMA NEWS.COM
http://www.rimanews.com/read/20120726/70630/mitos-kepemimpinan-nasional-jawadan-islam-why
Kriteria Pemimpin 2014 : Jawa dan Non-Jawa Nov 5, 2012
http://thepresidentpostindonesia.com/2012/11/05/kriteria-pemimpin-2014-jawa-dan-nonjawa/
Menimbang Capres Dan Cawapres Non Muslim 22 October, 2013
http://halobojonegoro.com/menimbang-capres-dan-cawapres-non-muslim/
Ditulis Oleh : H. Chamzawi Pemerhati masalah politik, sosial dan keagamaan