PENGARUH KEBUDAYAAN BAGELEN DAN BANYUMAS (1)

1 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

PENGARUH KEBUDAYAAN BAGELEN DAN BANYUMAS
TERHADAP STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT KEBUMEN
Teguh Hindarto

Karya Ilmiah Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Fakultas Sosial Politik Jurusan Sosiologi Universitas Terbuka

Abstrak
Nama Bagelen dan Banyumas bukan hanya mendefinisikan sebuah locus
yang bercorak geografik dan administratif melainkan sebuah wilayah sosial dan
kebudayaan. Bagelen sebagai locus administratif yang dekat dengan pusat
kekuasaan Keraton Yogyakarta (kelanjutan Mataram Islam) melahirkan wilayah
sosial dan kebudayaan yang kental dengan identitas kepriyayian . Sementara
Banyumas sebagai locus administratif yang jauh dari pusat Keraton Yogyakarta
(kelanjutan Mataram Islam) sejak dahulu menjadi wilayah mancanegara yang
jauh dari pengaruh kekuasaan sehingga melahirkan wilayah sosial dan
kebudayaan


dengan

identitas

kerakyatan,

egaliterianisme,

anti

struktur,

keterbukaan, blak-blakkan. Kabupaten Kebumen (khususnya di masa Mataram
Islam) sebagai locus administratif yang pernah menjadi wilayah Bagelen dan
Banyumas, ternyata merupakan locus pertemuan arus kebudayaan sehingga di
wilayah Kebumen kita dapat menemukan jejak dan pengaruh masing-masing
kebudayaan Bagelen yang mriyayi dan Banyumas yang merakyat. Pertemuan dua
arus kebudayaan tersebut membawa pengaruh terhadap struktur sosial masyarakat

2 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat

Kebumen

Kebumen modern khususnya dan pengetahuan terhadap pengaruh-pengaruh
kebudayaan tersebut sangat penting untuk memahami karakter dan kepribadian
masyarakat Kebumen serta berbagai kebijakkan sosial yang dilakukan oleh
pemerintah maupun kelompok-kelompok Civil Society untuk melakukan
perubahan sosial.
Kata-kata kunci: Budaya Bagelen, Budaya Banyumas, Struktur Sosial,
Absurditas Kebudayaan, Logat Bahasa, Anti Struktur

Pendahuluan
Mengkaji Kebumen dari perspektif sosiologis dan historis, tidak bisa
dilepaskan keterkaitannya dengan Bagelen dan Banyumas. Mengapa demikian?
Karena wilayah Kebumen pra kemerdekaan (yang disebut dengan sejumlah nama
kewilayahan seperti Panjer, Kutowinangun, Karanganyar) baik di masa kerajaan
Mataram, Kesultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta, adalah bagian dari
kewilayahan Karesidenan Bagelen serta wilayah perbatasan dari Karesidenan
Banyumas. Kebumen merupakan wilayah pertemuan dan percampuran arus
kebudayaan di kedua wilayah karesidenan tersebut. Pertemuan dua arus
kebudayaan Bagelen dan Banyumas berpengaruh terhadap struktur sosial

masyarakat Kebumen sehingga memberikan karakteristik tertentu. Melalui tulisan
ini akan dikaji sejauh mana pengaruh dua arus kebudayaan tersebut terhadap
struktur sosial masyarakat Kebumen. Prof. DR. Soerjono Soekanto menjelaskan
antara kebudayaan dan masyarakat serta individu bersifat saling mempengaruhi 1

1

Prof. DR. Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , Jakarta: Raja Grafindo
Persada 2012, hal 162-163

3 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

Metode Penulisan dan Penelitian
W. Lawrence Neuwman mengatakan bahwa, “Metodologi berarti
memahami

keseluruhan

proses


penelitian



termasuk

konteks

sosial

organisasinya, asumsi-asumsi filosofis, prinsip-prinsip etika dan dampak politik
terhadap pengetahuan baru dari penelitian. Metode mengacu pada sekumpulan
teknik tertentu yang digunakkan dalam suatu penelitian untuk memilih kasus,
mengukur

dan

mengamati


kehidupan

sosial,

mengumpulkan

dan

menyempurnakan data, menganalisis data dan melaporkan hasilnya. Kedua
istilah ini berkaitan erat dan saling bergantung satu sama lain”2. Tulisan ini

mengikuti sejumlah prinsip-prinsip metodologis dengan menerapkan sejumlah
metode untuk mendapatkan data dan kesimpulan.
Sebagaimana dalam penelitian memiliki tujuan yang terbagi menjadi
eksplorasi dan deskripsi serta eksplanatori3, maka tulisan ini memiliki tujuan

yang bersifat eksplorasi. Sebagaimana dikatakan Neuwman bahwa, “Kita
menggunakan penelitian eksplorasi ketika subyeknya sangat baru, kita hanya
mengetahui sedikit sekali atau bahkan tidak mengetahui sama sekali dan tidak
ada yang pernah menyelidikinya”4. Adapun model pengukuran dalam penelitian


ini menggunakan pengukuran kualitatif karena penelitian yang dilakukan adalah
penelitian kualitatif. Neuwman menjelaskan perihal pengukuran dalam penelitian
kualitatif, “kita mengukur dengan alternatif angka dan pengukuran merupakan
2

W. Lawrence Neuwman, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Jakarta: PT. Index 2013, hal 2
3

Ibid., hal 43-45

4

Ibid.,

4 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

langkah penelitian yang kurang terpisah. Karena prosesnya lebih induktif, kita

mengukur dan menciptakan konsep baru bersamaan dengan proses pengumpulan

data”5. Dalam penelitian kualitatif lebih banyak mendasarkan pada studi pustaka
untuk memperoleh berbagai data dan mengambil kesimpulan dari proses induktif.
Dalam penelitian ini pembahasan akan dibagi menjadi lima pokok
pembahasan yang meliputi kajian perihal Bagelen dari aspek sosio historis dan
kebudayaan, Banyumas dari aspek sosio historis dan kebudayaan, pemahaman
mengenai struktur sosial, kemudian tinjauan struktur sosial masyarakat Kebumen
serta pengaruh pertemuan dua arus kebudayaan terhadap struktur sosial
masyarakat Kebumen.
Bagelen: Tinjauan Sosio Historis dan Kebudayaan
Sebelum Perjanjian Giyanti (1755), Bagelen merupakan sebuah wilayah
kekuasaan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung. Sebagaimana
kepemimpinan politik kerajaan Jawa membagi pusat kekuasaan dalam lingkaran
konsentris sbb: Kraton, Kuthagara, Negaragung, Mancanegara, Pasisiran 6, maka
Bagelen di masa Mataram merupakan kawasan Negaragung yang meliputi:
1. Daerah Bumi (Kedu sebelah barat Sungai Praga) meliputi 6.000 cacah
2. Bumi Jo (Kedu sebelah timur Sungai Progo) meliputi 6.000 cacah.
3. Bumi Jo (Kedu sebelah timur Sungai Progo) meliputi 6.000 cacah.


5

6

Ibid., hal 224

S. Murtono, Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau , Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1985, hal 67

5 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

4. Siti Ageng Kiwo (sisi sebelah kiri jalan besar Pajang Demak) meliputi
10.000 cacah.
5. Siti Ageng Tengen (sisi sebelah kanan jalan besar Pajang Demak)
meliputi10.000 cacah.
6. Sewu (daerah Bagelen antara Sungai Bogowonto sampai Sungai Donan,
Cilacap) meliputi 6.000 cacah.
7. Numbak Anyar (daerah Bagelen antara Sungai Bogowonto sampai sungai
Progo) meliputi 6.000 cacah7.

Namun sejak Perjanjian Giyanti, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua
pusat kekuasaan yaitu Kasultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran
Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono 1 dan Kasunan Surakarta yang
dipimpin oleh Pakubuwono III. Maka wilayah Bagelen yang semula menjadi
wilayah Negaragung mengalami pergeseran secara politis dan administratif
menjadi wilayah Mancanegara dari masing-masing kedua kerajaan tersebut yang
dalam pelaksanaannya kerap tumpang tindih dikarenakan ketidakjelasan batas
masing-masing wilayah8. Berikut pembagian wilayah Bagelen paska Perjanjian
Giyanti yaitu:
1. Tanah Mahosan Dalem, yaitu tanah lungguh milik raja. Untuk
Kesultanan

Yogyakarta

meliputi

Bapangan

(Jenar),


Semawung

(Kutoarjo), Ngrawa, Watulembu, Lengis (Kedungkamal), Selomanik
7

Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874, Yogyakarta:Pustaka Pelajar
2010, hal 1
8

Jarot Heru Santosa, Seni Dholalak Pur worejo Jawa Tengah: Peran Perempuan dan
Pengaruh Islam dalam Seni Pertunjukkan , dalam Jurnal Kawistara Vol 3 No 3, 22
Desember 2013, hal 235

6 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

(Wonosobo), dan Semayu. Sedangkan untuk Kasunanan Surakarta
meliputi Tanggung (Cangkrep), Wala (Ambal), Panjer (Kebumen), dan
Tlaga.
2. Tanah lungguh , yaitu tanah gaduhan raja untuk para pangeran dan pejabat

kerajaan. Untuk Kasultanan Yogyakarta meliputi Loano, Blimbing
(Karanganyar), dan Rama Jatinegoro (Karanganyar). Sedangkan untuk
Kasunanan Surakarta meliputi Merden dan Kutowinangun.
3. Daerah kerja Gladak, yaitu daerah yang penduduknya dikenakan wajib
kerja di istana atau hutan. Untuk Kasultanan Yogyakarta terletak di
Selomerto dan untuk Kasunanan Surakarta terdapat di Gesikan
(Kutoarjo).
4. Tanah bagi para pemuka atau lembaga keagamaan dan penjaga makam
yang menjaga makam keramat. Penentuannya bergantung pada kebijakan
masing-masing penguasa lokal. 9
Setelah kekalahan Diponegoro dalam Perang Jawa (1830), wilayah
Bagelen dijadikan Karesidenan dengan ditetapkannya Tumenggung Cokronegoro
I sebagai Bupati I oleh Gubernur Van Den Bosch. Pusat pemerintahan di
Brengkelan namun kemudian dipindahkan ke Kedung-Kebo yang kelak menjadi
Purworejo. Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah
provinsi di Hindia Belanda dan kemudian Indonesia hingga tahun 1950-an.
Sebuah karesidenan (regentschappen) terdiri atas beberapa Afdeeling (kabupaten).
Tidak di semua provinsi di Indonesia pernah ada karesidenan. Hanya di pulau
Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, Lombok dan Sulawesi saja. Biasanya ini
daerah-daerah yang penduduknya banyak. Bagelen sebagai karesidenan yang
9

Ibid.,

7 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

sebelumnya memiliki lima kabupaten yaitu: Ketanggung (ketangong), Semawung
(Semawong), Kuto-Winangun (Koetowinangon), Remo dan Urut-Sewu (OeroetSewu), maka saat berubah status menjadi wilayah karesidenan memiliki empat
afdeeling yang terdiri dari enam kabupaten serta dua puluh tiga distrik. Afdeeling

pertama adalah Purworejo dan Kutoarjo, afdeeling kedua adalah Kebumen dan
Karanganyar, afdeeling ketiga adalah Ambal serta afdeeling keempat Ledok yang
sebelumnya disebut Urut Sewu10.
Karesidenan Bagelen dihapus pada tanggal 1 Agustus 1901 dan
digabungkan pada karesidenan Kedu. Kota Purworejo yang semula Ibu Kota
Karesidenan Bagelen, statusnya menjadi Ibukota Kabupaten. Penghapusan
karesidenan dilatarbelakangi berbagai gerakan perlawanan dari kalangan agama di
Abad XIX terhadap pemerintahan kolonialis Belanda seperti pergerakan Kiai
Imampura pada tahun 1884 dan Imam Mu’alam serta Kiai Sadrach dari kalangan
Kristen

yang

dicurigai

melalukan

pemberontakan

dikarenakan

jumlah

11

pengikutnya yang banyak .
Sebagai wilayah yang dekat dengan Kraton, Bagelen pun memiliki
sejumlah karakteristik kebudayaannya. Kebudayaan yang dimaksudkan bukan
hanya sekedar ekspresi kesenian melainkan lebih luas dari itu. Sebagaimana
dikatakan Antropolog C. Kluckohn dalam karyanya Universal Categories of
Culture mengatakan bahwa kebudayaan memiliki tujuh unsur yaitu:
10

Himmayatul Ittihadiyah, Bagelen Paska Perang Jawa (1830-1950), Dinamika Sosial
Politik da n Ekonomi di Bekas Wilayah “Negaragung” Kasultanan Mataram Islam
(Vorstenlanden), Jurnal ThaqÃfiyyÃT, Vol. 13, No. 2, Desember 2012, hal 239-240
11

Radix Penadi, Menemukan Kembali Jati Diri Bagelen: Dalam Rangka Menjadi Hari
Jadi, Purworejo, Lembaga Study dan Pengembangan Sosial Budaya, 1993, hal 37

8 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat produksi, transpor dsb)
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dsb)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politi, sistem
hukum, sistem perkawinan)
4. Bahasa (lisan maupun tertulis)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak)
6. Sistem pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)12
Kebudayaan Kraton berkembang di sekitar Kuthagara dan Negaragung
dan menghasilkan unsur-unsur kebudayaan yang terekspresi dalam wujud-wujud
sastra, kesenian, bahasa yang mencerminkan kesantunan yang tinggi. Sementara
di wilayah Mancanegara dan Pesisiran pengaruh kebudayaan keraton tidak
berakar sekuat di wilayah-wilayah Negaragung .
Banyumas: Tinjauan Sosio Historis dan Kebudayaan
Berbeda dengan Bagelen yang pernah mengalami perubahan status politik
dan administratif sebagai wilayah Negaragung Mataram kemudian Mancanegar a
Yogyakarta dan Surakarta maka Banyumas sebelum ditetapkan menjadi wilayah
karesidenan merupakan wilayah Mancanegara Kilen baik di masa Mataram
maupun di masa Kasunanan Surakarta paska Perjanjian Giyanti (1755).13

12

13

Op.Cit., Sosiologi: Suatu Pengantar, hal 154

DR. Tanto Sukardi, M.Hum., Tanam Paksa di Banyumas: Kajian Mengenai Sistem,
Pelaksanaan dan Dampak Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2014, hal 6

9 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial Masyarakat
Kebumen

Berdirinya Banyumas sebelum menjadi wilayah karesidenan bersamaan dengan
keruntuhan Kesultanan Pajang (1582) dan naiknya Kesultanan Mataram (1588).
Di zaman Kolonial ada 12 bupati yang memerintah di Banyumas yang terdiri dari
10 bupati dari zaman Mataram dan 2 bupati dari zaman Kasunanan Surakarta14.
Tahun 1816 wilayah Banyumas dibagi menjadi dua bagian yitu
Kabupaten Banyumas Kasepuhan dan Kabupaten Banyumas Kanoman yang
keduanya di bawah kekuasaan Wedono Bupati15. Bupati Kabupaten Banyumas
Kasepuhan diperintah oleh Adipati Cokronegoro (1816-1831) dengan wilayah
kekuasaannya meliputi, Adireja, Adipala, Purwokerto, sebagian Panjer Kebumen,
sebagian Banjarnegara. Sementara Bupati Kabupaten Banyumas Kanoman
diperintah oleh Raden Adipati Brataningrat (1816-1830) dengan wilayah
kekuasaannya meliputi, Sokaraja, sebagian Panjer, sebagian Banjarnegara.
Adapun pembentukan Karesidenan Banyumas baru ditetapkan pada tahun
1833, dengan membawahi lima kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara,
Cilacap, dan Purwokerto. Kantor Residen Banyumas dibangun di kota Banyumas
serta pejabat residennya adalah orang Belanda. Pada waktu itu, yang menjabat
bupati adalah keturunan Cakrawedana I, Tumenggung Cakrawedana II (18301879).16

14

Ibid., hal 16

15

Ibid., hal 17-18

16

Ragil Armando, Dari Kadipaten ke Karesidenan (Sejarah Perkembangan
Pemerintahan Banyumas dari Tahun 1800-1950, 2012
http://pedangsangmujahid.blogspot.com/2012/11/vbehaviorurldefaultvmlo.html

10 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa wilayah Banyumas
memiliki status kewilayahan Mancanegara Kilen baik di masa Mataram maupun
di masa Kasunanan Surakarta paska Perjanjian Giyanti (1755). Sepanjang sejarah
Jawa, tidak pernah ada raja yang berkeraton di wilayah Banyumas. Yang ada
hanya Adipati (Bupati) Kraton yang diangkat untuk mewakili kepentingankepentingan kraton di Jawa Barat (Pajajaran pada zaman Kadipaten Pasirluhur
Abad ke 14-15), Jawa Timur (Majapahit dengan Kadipaten Wirasaba I Abad ke15), Jawa Tengah bagian Timur (Demak, Pajang, Mataram pada zaman Kadipaten
Wirasaba II sampai Kabupaten Banyumas pada Abad ke-16-19). Wilayah
Banyumas kerap diibaratkan dengan istilah a doh ratu cedhak watu (jauh dari raja
dekat dengan batu)17.
Pemeo di atas menggambarkan kondisi geografis wilayah Banyumas yang

sekalipun subur namun termasuk wilayah pedalaman yang terisolasi oleh
pegunungan yang membentang di sepanjang utara dan selatan sehingga tidak
strategis18. Dua jalur mengapit wilayah Banyumas yaitu Pegunungan Serayu
Selatan dan Pegunungan Serayu Utara. Pegunungan Serayu Utara merupakan
sambungan dari Pegunungan Dieng di timur laut yang membujur ke arah barat.
Punjak Pegunungan Serayu Utara adalah Gunung Slamet, Gunung Pojok Telu dan
Gunung Parahu. Sementara itu Pegunungan Serayu Selatan merupakan
kepanjangan dari pegunungan Sumbing. Perbatasan antara Pegunungan Sumbing
dengan Pegunungan Serayu Selatan berupa barisan bukit-bukit terjal di wilayah
17

Budiono Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa dan Watak, Yogyakarta:
LkiS 2008, hal 128
18

Op.Cit., Tanam Paksa di Banyumas: Kajian Mengenai Sistem, Pelaksanaan dan
Dampak Sosial Ekonomi, hal 11

11 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

timur Banyumas. Di antara kedua pegunungan tersebut terletak daerah inti
Banyumas yang dialiri Sungai Serayu sehingga menghasilkan kesuburan bagi
lahan pertanian dan perkebunan. Mengenai kesuburan wilayah Banyumas
sekalipun dikelilingi lembah dan gunung yang menyulitkan transportasi
digambarkan oleh DR. Tanto Sukardi, M.Hum sbb: “Dengan melihat kondisi
geografis, maka dapat dinyatakan bahwa daerah inti Banyumas, merupakan
wilayah yang sangat menarik bagi pihak kolonial, yang sejak 1830 berkuasa di
daerah itu. Persa wahan yang subur dengan pengairan alami yang memadai
merupakan potensi yang sangat menjanjikan keuntungan besar, melalui
eksploitasi yang bersifat ekonomi. Sesuai dengan pertimbangan itulah, maka
Banyumas sangat tepat untuk dieksploitasi melalui kebijakkan Sistem Tanam

Paksa”19
Kondisi geografis berupa batuan pegunungan dan bentang alam serta
jauhnya wilayah Banyumas dari pusat pemerintahan dan kebudayaan Kraton
sangat berpengaruh terhadap perwatakkan dan struktur sosial masyarakat di
wilayah Banyumas. Budiono Herusatoto mendeskripsikan perwatakan orangorang yang tinggal di Banyumas dengan istilah lageyan (sifat seseorang atau
komunitas) yang berjumlah delapan yaitu:
1. Cowag (berbicara dengan suara keras)
2. Mbloak (suka ngomong bergaya serius, cablaka dan humoris)
3. Dablongan atau ndablong (seenaknya sendiri kalau mengritik atau
berkelakar)

19

Ibid., hal 13-14

12 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

4. Ajiban (reaksi spontan secara verbal jika mendapatkan sesuatu yang
memenuhi hasrat kenikmatan. Setara dengan seruan, asyik…)
5. Ndobos (berebut bicara saat mengeluarkan ide)
6. Mbanyol (bergurau)
7. Ndopok (omong-omong mengeluarkan uneg-uneg)20
Kondisi masyarakat Banyumas yang jauh dari pusat politik dan
pemerintahan Kraton tersebut tentu saja memiliki struktur sosial yang lebih
sederhana yang terdiri dari kalangan elit/priyayi yang memiliki peranan sebagai
pelaksana kebijakkan Kraton di tingkat kadipaten dan kalangan rakyat petani yang
hidup dari pertanian.
Berbicara mengenai perwatakan dan karakteristik masyarakat Banyumas,
lebih jauh lagi Budiono Herusatoto mengidentifikasi tokoh wayang Bawor. Tokoh
Bawor sebagai anak sulung Semar hanya ada dalam pewayangan Gagrag
Banyumasan dan Pasundan sementara dalam Gagrag Surakarta hanya dikenal
tokoh, Petruk, Gareng dan Bagong. Bawor sendiri diciptakan dari bayangan
Semar untuk menemaninya di dalam tugasnya di dunia manusia. Adapun lageyan
(sifat seseorang atau komunitas) Bawor meliputi:
1. Sabar lan narima (sabar dan menerima apada adanya dalam kehidupan
keseharian)
2. Berjiwa ksatria (jujur, berkepribadian baik, toleran)
3. Cancudan (rajin dan cekatan)
4. Cablaka (lugas dan terbuka tanpa tedeng aling-aling)21

20

Op.Cit., Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa dan Watak, hal 179-180

13 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Pengidentifikasian tokoh pewayangan Bawor dengan orang Banyumas
dijelaskan oleh Budiono Herusatoto sbb: “…sifat dan sikap wong banyumasan itu
adalah seperti sifat dan sikapnya Bawor, yaitu terbentuk oleh satu hal: adoh ratu
cedhak watu (jauh dari raja dekat dengan batu). Artinya, jauh dari tata
pergaulan kraton, namun hanya dekat dengan kehidupan alamiah. Bicaranya
saja bahasa Jawa kluthuk (bersahaja, asli kuno), sing pating blekuthuk (saling
menimpali adu keras seperti suara air mendidih)”22Senada dengan Budiono

Herusatoto, dalam artikelnya berjudul Konsep Panginyongan Dalam Tokoh
Bawor , Yus Wong Banyumas menyimpulkan, “Tokoh Bawor dimunculkan untuk
mewakili eksistensi kebudayaan Banyumas yang merupakan percampuran
berbagai sumbu budaya, seperti budaya Jawa, Sunda, Hindu-Budha (India),
Islam, Cina, Barat dan budaya Banyumas sendiri. Memandang Bawor tak
ubahnya memandang Banyumas, sebagai sebuah kultur yang menjadi tali simpul

berbagai ragam budaya”23.
Jika Budiono Herusatoto menjelaskan perwatakan dan struktur sosial
masyarakat Banyumas yang berorientasi pada kerakyatan dan kesetaraan dengan
mengkaji sifat-sifat perwatakan dengan istilah lageyan dan mengidentifikasi
dengan tokoh wayang bernama Bawor, maka Ahmad Tohari dan Yus Wong
Banyumas menggunakan konsep Panginyongan untuk menjelaskan karakteristik
21

Ibid., hal 202

22

Ibid., hal 204

23

Yus Wong Banyumas, Konsep Panginyongan Dalam Tokoh Bawor
http://bumi-banyumas.blogspot.com/2013/10/konsep-penginyongan-dalam-tokohbawor.html

14 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

dan struktur sosial masyarakat Banyumas. Dalam artikelnya, Yang Tak Terjamah
Hegemoni Kraton , Yus Wong Banyumas menjelaskan konsep Pangiyongan sbb:

“Penginyongan dalam tataran kon sep lahir sebagai bentuk counter terhadap
keberadaan priyayi di Banyumas. Kehadiran kebudayaan kraton di Banyumas
menyisakan tradisi priyayi yang menganggap diri mereka sebagai kelompok
masyarakat yang lebih santun, lebih beradab dan lebih unggul dibanding dengan
masyarakat kebanyakan. Hal ini mengakibatkan geliat wong cilik untuk mampu
eksis di tengah jagad sesra wungan (pergaulan). Mereka

seakan ingin

mengukuhkan jatidiri sebagai sebuah komunitas masyarakat yang memiliki
wewa ton atau paugeran (konvensi), adat dan tradisi yang berbeda dengan kaum

priyayi”24
Pemahaman Tentang Struktur Sosial
Struktur sosial merupakan salah satu elemen dari Tatanan Sosial (social
order). Tatanan sosial sendiri didefinisikan sebagai, “Suatu lingkungan sosial di
mana individu-individunya saling berinteraksi atas dasar status dan peranan
sosial yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai ”25. Elemen yang terkandung

dalam tatanan sosial sebuah masyarakat meliputi struktur sosial dan institusi
sosial. Merujuk pada definisi Judson R. Landis dalam bukunya Sociology:
Concept and Characteristic, Parwitaningsih mendefinisikan institusi sosial

sebagai,

“norma-norma,

aturan-aturan

dan

pola-pola

organisasi

yang

dikembangkan di sekitar kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pokok yang
24

Yus Wong Banyumas, Yang Tak Terjamah Hegemoni Kraton
http://bumi-banyumas.blogspot.com/2013/10/yang-tak-terjamah-hegemoni-kraton.html
25

Parwitaningsih dkk, Pengantar Sosiologi, Tangerang: Universitas Terbuka 2009, hal 7.4

15 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

terkait dengan pengalaman masyarakat”26. Jenis-jenis institusi sosial meliputi
institusi keluarga, institusi agama, institusi ekonomi, institusi pendidikan, institusi
hukum dll. Merujuk pada karya sosiolog terkemuka Robert K. Merton, struktur
sosial didefinisikan sebagai, “organized set of social relationship in which
members of society or group are variously implicated” (sekumpulan hubungan
sosial terorganisir dalam mana para anggota masyarakat atau kelompok
terhubung secara beragam)27

Berbeda dengan Parwitaningsih yang membagi struktur sosial dan
institusi sosial sebagai bagian dari tatanan sosial, Prof. DR. C. Dewi Wulandari
justru memasukkan institusi sosial menjadi bagian dari struktur sosial.
Menurutnya, struktur sosial ialah jalinan unsur-unsur sosial yang pokok dalam
masyarakat. Unsur-unsur sosial yang pokok tersebut meliputi:
1. Kelompok sosial
2. Kebudayaan
3. Lembaga sosial atau institusi sosial
4. Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial
5. Kekuasaan dan wewenang28
Pembahasan perihal struktur sosial, kita tidak bisa melepaskan dari dua
nama penyokong Teori Struktural Fungsional yaitu Talcot Parson dan Robert K.
26

Ibid., hal 7.11

27

Robert K. Merton, Social Theory and Social Structure, New York: The Free Press 1968,
p. 216
28

Prof. DR. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE, MM., S osiologi: Konsep dan Teori,
Bandung: PT. Refika Aditama 2009, hal 43

16 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Merton. Dari Talcot Parson kita mengenal konsep AGIL (Adaptation, Goal
Attainment, Integration, Latency). Agar sebuah sistem sosial dapat lestari maka
suatu sistem harus melaksanakan keempat fungsi di atas. Adaptasi (adaptation),
bermakna sebuah sistem harus beradaptasi dengan lingkungannya dan
mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya. Pencapaian
tujuan (goal attainment) , bermakna sebuah sistem harus mendefinisikan dan

mencapai tujuannya. Integrasi (integration), bermakna bahwa sebuah sistem
harus mengatur antar hubungan bagian-bagian dari komponennya. Pemeliharaan
pola (latency), bermakna sebuah sistem harus menyediakan, memelihara dan

memperbarui baik motivasi individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan
dan menopang motivasi itu. Keempat fungsi yang meno[ang kelestarian sistem
sosial masyarakat tersebut ditopang oleh empat sistem tindakan yaitu: Organisme
behavioral yaitu sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan

menyesuaikan

dan

mentransformasi

dunia

eksternal.

Sementara

sistem

kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan

tujuan-tujuan sistem dan memobilisasi sumber-sumber daya untuk mencapainya.
Adapun sistem sosial menangani fungsi integrasi dengan mengendalikan bagianbagian komponennya. Selanjutnya sistem budaya melaksanakan fungsi latensi
dengan menyediakan norma-norma dan nilai-nilai bagi para aktor yang
memotivasi mereka untuk bertindak 29.
Sementara dari Robert K. Merton kita menerima konsep mengenai
disfungsi, non fungsi, fungsi nyata dan fungsi laten serta konsep mengenai
anomie. Dengan istilah “disfungsi” dimaksudkan, “Sebagaimana struktur29

George Ritzer, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2012, hal 409-410

17 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

struktur atau lembaga -lembaga dapat berperan dalam pemeliharaan bagianbagian lain sistem sosial, mereka juga dapat mempunyai konsekuensi-konsekunsi

negatif untuknya”30. Mengenai istilah “non fungsi” dimaksudkan, “konsekkuensikonsekuensi

yang

benar-benar

tidak

relevan

dengan

sistem

yang

dipertimbangkan”31. Mengenai istilah “fungsi nyata” dan “fungsi laten”
dimaksudkan sebagai fungsi yang disengaja dan fungsi yang tidak disengaja.
Merton memberikan contoh perihal perbudakan di Amerika Selatan memiliki
fungsi nyata meningkatkan produktifitas ekonomi Selatan sementara fungsi
latennya adalah perbudakkan justru meningkatkan status sosial kulit putih di
Selatan baik yang kaya maupun yang miskin 32. Konsep yang tidak kurang penting
adalah “anomie” yang didefinisikan sebagai, “Anomie is then conceived as a
breakdown in the cultural structure, occurring particularly when there is an acute
disjunction between the cultural norms and goals and the socially structured

capacities of members of the group to act in accord with them” (anomie lantas
dianggap sebagai gangguan dalam struktur kebudayaan dan terjadi khususnya saat
ada pemisahan atau kesenjangan antara norma budaya dan tujuan dan kemampuan
struktur sosial para anggota atau kelompok dalam menyesuaikan dengan norma
kebudayaan tersebut)33.

30

Ibid., hal 428

31

Ibid., hal 429

32

Ibid., hal 434

33

Op.Cit., Social Theory and Social Structure, p. 216

18 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Struktur Sosial Masyarakat Kebumen

Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang terletak di bagian
selatan Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Purworejo di
sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Cilacap dan
Banyumas di sebelah barat serta Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara di
sebelah utara. Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 7°27' - 7°50'
Lintang Selatan dan 109°22' - 109°50' Bujur Timur. Kabupaten Kebumen secara
administratif terdiri dari 26 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 128.111, 50
hektar atau 1.281,115 km2, dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah
pantai dan perbukitan, sedangkan sebagian besar merupakan dataran rendah 34.
Jumlah keseluruhan penduduk Kebumen pada tahun 2013 sebesar
1.176.662 jiwa35. Jika konsep struktur sosial dicirikan pada adanya stratifikasi
sosial dan institusi sosial maka pemetaan struktur sosial masyarakat Kebumen
melalui stratifikasi sosial meliputi 16 jenjang yaitu:
1. Kepala Daerah
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3. Birokrasi (PNS di lingkungan Pemkab) sebanyak 14.493 orang36
4. Notaris sebanyak 1737

34

Kebumen Dalam Angka 2013, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Kebumen (Bapeda) dan Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, hal 3-4
35

Ibid., hal 71

36

Ibid., hal 28

37

Ibid., hal 155

19 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

5. Aparat Pengadilan Negeri sebanyak 37 jiwa 38
6. Aparat Pengadilan Agama sebanyak 23 jiwa 39
7. Tenaga Kesehatan sebanyak 3200 jiwa40
8. Dosen (PTN sebanyak 13 jiwa41 dan PTS sebanyak 309 jiwa42)
9. Pengacara sebanyak 19 orang43
10. Militer sebanyak 567 orang44
11. POLRI sebanyak 900 orang45
12. Guru (SD negeri sebanyak 7.155 jiwa 46, SD swasta sebanyak
26947, MI negeri sebanyak 92 jiwa 48, MI swasta sebanyak 980
jiwa49, SMP negeri sebanyak 1.950 jiwa 50, SMP swasta sebanyak

38

Ibid., hal 152

39

Ibid., hal 153

40

Ibid., hal 145

41

Ibid., hal 133

42

Ibid., hal 134

43

Ibid., hal 155

44

Ibid., hal 29

45

Ibid., hal 29

46

Ibid., hal 119

47

Ibid., hal 120

48

Ibid., hal 121

49

Ibid., hal 122

20 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

807 jiwa51, MTs Negeri sebanyak 517 jiwa52, MTs swasta
sebanyak 1.190 jiwa53, SMU negeri sebanyak 56754, SMU swasta
sebanyak 168 jiwa55, SMK negeri sebanyak 466 jiwa56, SMK
swasta sebanyak 1.575 jiwa57, MA negeri sebanyak 240 jiwa58,
MA swasta sebanyak 230 jiwa59
13. Pengusaha (baik pengusaha kecil dan besar)
14. Nelayan
15. Buruh
16. Petani
Lapisan sosial terbanyak di wilayah Kabupaten Kebumen masih di
dominasi petani dan buruh. Data statistik mengatakan, “Dari 869.636 jiwa
terlihat angkatan kerja sebesar 69,96% dan bukan angkatan ker ja sebesar
30,04%. Dari penduduk angkatan kerja yang bekerja sebanyak 97,91% dan yang

50

Ibid., hal 123

51

Ibid., hal 124

52

Ibid., hal 124

53

Ibid., hal 126

54

Ibid., hal 127

55

Ibid., hal 128

56

Ibid., hal 129

57

Ibid., hal 130

58

Ibid., hal 131

59

Ibid., hal 132

21 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

2,09% merupakan pencari kerja. Dari jumlah penduduk yang bekerja, 43,89%
diantaranya bekerja di sektor pertanian, 16,70% bekerja industri pengolahan,
16,58 bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran, 12,81% bekerja di
sektor jasa-jasa serta sisanya di sektor konstruksi, angkutan dan komunikasi dan

sektor lainnya”60.
Pengaruh Arus Kebudayaan Banyumas dan Bagelen Terhadap Struktur
Sosial
Karena Kebumen (Panjer, Kutowinangun, Karanganyar) pernah mejadi
wilayah-wilayah administratif

dari Bagelen yang mewakili kebudayaan

Negaragung dan Banyumas yang mewakili kebudayaan Mancanegara Kilen ,

maka terciptalah sub kultur perpaduan kebudayaan mapan sebelumnya yaitu
Banyumas dan Bagelen sehingga menghasilkan keunikkan dalam logat
berbahasa antara timur sungai Luk Ulo dan barat sungai Luk Ulo . Selengkapnya
Mustolih dalam artikelnya, Masyarakat Kebumen Masih Cari Jati Dirinya
mendeskripsikan sbb: “Dari logat bahasanya, Kebumen terbagi dua. Sebelah
timur aliran sungai Luk Ulo berbahasa dengan didominasi vokal ''o'', dan
mbandek (poko'e). Sementara di sebelah barat aliran sungai Luk Ulo didominasi
vokal ''a'' dan ''k'' medok, (pokoke). Sedangkan, di antara aliran sungai Luk Ulo
dan aliran Sungai Kedungbener bahasanya campur bawur, ada yang memakai
poko'e, ada yang memakai pokoke. Sedangkan sebelah utara Gunung Krakal
masyarakat

lebih

fasih

berbicara

dengan

logat

Wonosoboan

dengan

memanjangkan fonem akhir. Kebiasaan dan adat istiadat di Kebumen juga
beragam, penduduk yang tinggal di sebelah barat sungai Luk Ulo lebih suka
60

Ibid., hal 73

22 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

nanggap calung, dan eblek, sedangkan penduduk yang tinggal di sebelah timur
sungai Luk Ulo lebih suka nanggap wayang kulit atau ndolalak untuk acara
resepsi. Orang Kebumen yang tinggal di sebelah timur aliran sungai Luk Ulo
disebut wong wetan kali, di antaranya Kecamatan Kutowinangun, Ambal, dan
Mirit. Mereka lebih terkesan mriyayi seda ng di Kecamatan Padureso,
Poncowarno dan Alian lebih kental dengan logat Wonosoboan. Sebaliknya, orang
Kebumen yang tinggal di sebelah barat aliran Sungai Luk Ulo disebut wong
kulon kali, di antaranya Kecamatan Pejagoan, Klirong, Sruweng, Petanahan,
Kuwarasan,

Gombong,

yang

lebih

terkesan

merakyat,

meskipun

tidak

seluruhnya” .
61

Muara pertemuan dua arus budaya (Bagelen dan Banyumas) menjadikan
Kebumen sebagai wilayah “jepitan dua arus kebudayaan mapan” 62 yaitu Bagelen
yang mriyayi dan Banyumas yang merakyat. Tidak mengherankan ketika
masyarakat Kebumen merasa bahwa identitas kebudayaannya menjadi tidak
begitu tegas dan jelas, itu semua dikarenakan Kebumen merupakan wilayah
pertemuan arus kebudayaan dan menjadi wilayah jepitan dua kebudayaan yang
saling bertolakbelakang. Ketidakjelasan identitas kebudayaan (absurditas
kebudayaan) ini kerap muncul dalam ungkapan kalimat yang mengindikasikan
pencarian jati diri baik kebudayaan, kesenian, kebahasaan, pakaian adat dll.
Jika dilihat dari indikator logat kebahasaan dan lageyan (sifat seseorang
atau komunitas), memang masyarakat Kebumen merupakan bagian dari arus
kebudayaan Banyumas yang kental dengan bahasa Ngapak-ngapak dan budaya
61

Mustolih Brs, Masyarakat Kebumen Masih Cari Jati Dirinya
http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/03/ked10.htm
62

Ibid.,

23 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Cablakanya . Namun itu hanya berlaku di wilayah yang sudah merapat dengan

wilayah Banyumas dari arah Kulon Kali (sekalipun pemilahan ini tidak berlaku
tegas di era modern ini). Sementara di wilayah lain khususnya Wetan Kali,
indikator kebahasaan dan lageyan (sifat seseorang atau komunitas) menujukkan
ciri kebudayaan Bagelen yang dekat dengan Kraton yang mriyayi. Keterbelahan
karakteristik inilah yang nampaknya menyebabkan masyarakat Kebumen tidak
teridentifikasi

keaslian

budayanya

dan

cenderung

abu-abu

dan

kompromistik dalam perilaku sosialnya. Di Kebumen hampir jarang ditemui
pemikiran-pemikiran dan perilaku ekstrim yang dapat direspon positip oleh
masyarakat secara keseluruhan. Perbedaan pendapat sebagai hasil berfikir kritis
kerap diharmonisasikan sehingga jangan sampai terjadi konflik berkepanjangan
baik konflik horisontal maupun konflik vertikal. Hasilnya yang nampak di
permukaan adalah bentuk perilaku yang stagnan dan tidak dinamis serta lambat
merespon perubahan.
Namun demikian, sekalipun Kebumen menjadi wilayah pertemuan dua
arus kebudayaan atau jepitan kebudayaan, namun secara historis dan kultural,
karakteristik masyarakat Kebumen sama-sama memiliki status historis yang sama
sejak zaman Mataram yaitu Mancanegara Kilen (sekalipun di era kesunanan dan
kesultanan Kebumen pernah menjadi wilayah Bagelen yang adalah Negaragung)
yang berlaku juga pemeo untuk masyarakat Banyumasan yaitu adoh ratu cedhak
watu (jauh dari raja dekat dengan batu). Dan secara kultural, masyarakat

Kebumen mewarisi budaya Panginyongan yang merupakan identitas lokal
Banyumasan dimana budaya Panginyongan pun mencerminkan budaya
kerakyatan, anti struktur, terbuka, blakasuta, cablaka , egaliter (kesetaraan).
Ahmad Tohari dalam makalahnya yang disampaikan pada Seminar Menggali

24 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Nilai-Nilai Kebumen mengatakan bahwa masyarakat Kebumen merupakan bagian

dari keluarga besar Wong Banyumas yang bukan berakar pada kebudayaan Jawa
Mataraman melainkan berakar pada kebudayaan Jawa kuno yang meninggalkan
monumen besar berupa candi Borobudur (Abad IX-X Ms). Nilai-nilai budaya
pembuat candi Borobudur yang beragama budaya meninggalkan warisan nilai
budaya berupa karakter kesetaraan (egalitarian), orientasi kerakyatan (demokrasi),
keterusterangan dan kejujuran (transparansi) serta keyakinan terhadap eksistensi
Tuhan Yang Esa63

Gambar 1.
Pengaruh Budaya Banyumas dan Budaya Bagelen
Terhadap Struktur Sosial Masyarakat Kebumen

63

Ahmad Tohari, Kebumen Mewarisi Budaya Masyarakat Tanpa Kasta , makalah
disampaikan pada seminar Menggali Nilai-Nilai Kebumen, Aula Sekda Kebumen, Tgl 20
Desember 2014

25 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Budaya Banyumas Sebagai
Wilayah Mancanegara:
1.
2.
3.
4.

Struktur Sosial
Masyarakat
Kebumen

Budaya Bagelen Sebagai
Wilayah Negaragung:

Anti Struktur
Egaliter
Kerakyatan
Cablaka

1.
2.
3.

Stratifikasi Sosial

Struktural
Kraton
Kehalusan Bahasa

Institusi Sosial
Nilai dan Norma
Sosial

Hasil Pertemuan Kebudayaan: Percampuran logat bahasa, Dualisme Kebudayaan ,
Absurditas Identitas Kebudayaan, Anti Struktur,

26 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Kesimpulan
Struktur sosial masyarakat Kebumen memiliki karakteristik yang khas
yang meliputi: keunikkan dalam logat bahasa, mengalami absurditas identitas
kebudayaan, kompromistik serta anti struktur. Karakteristik khas tersebut
merupakan konsekwensi logis pertemuan dua arus kebudayaan dalam hal ini
kebudayaan Bagelen yang mriyayi dan kebudayaan Banyumas yang merakyat.
Pemahaman terhadap karakteristik khas struktur sosial masyarakat
Kebumen diperlukan agar dalam setiap penetapan kebijakkan yang berkaitan
dengan sosial kemasyarakatan melibatkan pengetahuan tentang struktur sosial dan
variabel kebudayaan yang turut mempengaruhi dan membentuk struktur tersebut
sehingga berbagai kebijakkan tidak menggangu tatanan sosial dan keseimbangan
dalam struktur sosial tersebut.
Daftar Pustaka
Buku:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kebumen (Bapeda)
dan Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), Kebumen Dalam Angka 2013

2. Herusatoto, Budiono (2008), Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa dan
Watak, Yogyakarta: LkiS
3. Murtono, S., (1985), Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa
Lampau , Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
4. Merton, Robert K. (1968), Social Theory and Social Structure , New
York: The Free Press
5. Margana (2010), Kraton Surakarta
Yogyakarta:Pustaka Pelajar

dan

Yogyakarta

1769-1874 ,

27 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

6. Neuwman, W. Lawrence (2013), Metodologi Penelitian Sosial:
Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: PT. Index
7. Parwitaningsih dkk, Pengantar Sosiologi, Tangerang: Universitas
Terbuka 2009, hal 7.4
8. Penadi, Radix (1993), Menemukan Kembali Jati Diri Bagelen: Dalam
Rangka Menjadi Hari Jadi, Purworejo , Lembaga Study dan
Pengembangan Sosial Budaya
9. Ritzer, George (2012) Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern , Yogyakarta: Pustaka Pelajar
10. Soekanto, Soerjono (2012), Sosiologi: Suatu Pengantar , Jakarta: Raja
Grafindo Persada
11. Sukardi, Tanto (2014) Tanam Paksa di Banyumas: Kajian Mengenai
Sistem, Pelaksanaan dan Dampak Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
12. Wulansari, C. Dewi (2009), Sosiologi: Konsep dan Teori, Bandung: PT.
Refika Aditama
Jurnal:
1. Ittihadiyah, Himmayatul (2012), Bagelen Paska Perang Jawa (18301950), Dinamika Sosial Politik dan Ekonomi di Bekas Wilayah
“Negaragung” Kasultanan Mataram Islam (Vorstenlanden), Jurnal
ThaqÃfiyyÃT, Vol. 13, No. 2
2. Santosa, Jarot Heru (2013) Seni Dholalak Purworejo Ja wa Tengah:
Peran Perempuan dan Pengaruh Islam dalam Seni Pertunjukkan , dalam
Jurnal Kawistara Vol 3 No 3

28 | Pengaruh Kebudayaan Bagelen dan Banyumas Terhadap Strukstur Sosial
Masyarakat Kebumen

Makalah:
1. Tohari, Ahmad (2014), Kebumen Mewarisi Budaya Masyarakat Tanpa
Kasta , makalah disampaikan pada seminar Menggali Nilai-Nilai
Kebumen, Aula Sekda Kebumen
Internet:
1. Armando, Ragil (2012), Dari Kadipaten ke Karesidenan (Sejarah
Perkembangan Pemerintahan Banyumas dari Tahun 1800-1950 . Diunduh
1 November 2015 dari:
http://pedangsangmujahid.blogspot.com/2012/11/vbehaviorurldefaultvml
o.html
2. Banyumas, Yus Wong (2013), Konsep Panginyongan Dalam Tokoh
Bawor. Diunduh 1 November 2015 dari:
http://bumi-banyumas.blogspot.com/2013/10/konsep-penginyongandalam-tokoh-bawor.html
3. __________________ (2013), Yang Tak Terjamah Hegemoni Kraton.
Diunduh 1 November 2015 dari:
http://bumi-banyumas.blogspot.com/2013/10/yang-tak-terjamahhegemoni-kraton.html
4. Mustolih Brs (2007), Masyarakat Kebumen Masih Cari Jati Dirinya .
Diunduh 1 November 2015 dari:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/03/ked10.htm