Laporan Praktikum Organisme Pengganggu T

LAPORAN PRAKTIKUM ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

Disusun oleh Anggie Fitriani 1304020030 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO

PRAKTIKUM I PENGENALAN GEJALA SERANGAN OPT

1. Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui serangan yang ditimbulkan oleh pantogen pada tanaman.

b. Untuk mengetahui pengendalian serangan pantogen pada tanaman.

2. Dasar Teori

Dalam mencapai tujuan di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura tidak terlepas dari berbagai gangguan, diantaranya gangguan timbulnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang terdiri dari pantogen, hama dan gulma.

Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi, demikian juga penyakit tanamannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan oleh karena hilangnya hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian tersebut.

Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang oleh pathogen (parasit) atau dipengaruhi oleh agensia abiotik (fisiopath). Oleh karena itu, untuk terjadinya penyakit tumbuhan, sedikitnya harus terjadi kontak dan terjadi interaksi antara dua komponen (tumbuhan dan patogen). Interaksi ketiga komponen tersebut telah umum digambarkan sebagai suatu segitiga, umumnya disebut segitiga penyakit (disease triangle).

Setiap sisi sebanding dengan total jumlah sifat-sifat tiap komponen yang memungkinkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh, jika tumbuhan bersifat tahan, umumnya pada tingkat yang tidak menguntungkan atau dengan jarak tanam yang lebar maka segitiga penyakit – dan jumlah penyakit – akan kecil atau tidak ada, sedangkan jika tumbuhan rentan, pada tingkat pertumbuhan yang rentan atau dengan jarak tanam rapat, Setiap sisi sebanding dengan total jumlah sifat-sifat tiap komponen yang memungkinkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh, jika tumbuhan bersifat tahan, umumnya pada tingkat yang tidak menguntungkan atau dengan jarak tanam yang lebar maka segitiga penyakit – dan jumlah penyakit – akan kecil atau tidak ada, sedangkan jika tumbuhan rentan, pada tingkat pertumbuhan yang rentan atau dengan jarak tanam rapat,

Hama adalah Hewan pengganggu yang merusak bagian dari tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tersebut terganggu bahkan megakibatkan kematian dalam serangan yang melonjak penyakit pada tumbuhan adalah masuknya bakteri atau virus yang merusak system perkembangan atau kekebalan dalam tubuh tumbuhan. Dalam hal ini factor lingkungan lah hal utama dalam terjadinya penyakit tersebut. Seperti keadaan suhu, kelembaban, curah hujan dan juga tergantung pada keadaan tempat tumbuhnyan tumbuhan tersebut.

Gulma adalah tumbuhan pengganggu tanaman dalam persaingan unsur hara, sehingga membuat tanaman megalami kekurangan hara. Gulma biasanya akan menjadi perusuh utama dalam membudidayakan sebuah komoditi pertanian. Hal yang begitu perlu diperhatikan dalam bercocok tanam tentunya adalah gulma. Begitu banyak petani mengeluh tentang pertumbuhan gulma yang begitu cepat, sebagian petani menggunakan herbisida sebagai pengendali gulma tersebut.

Jadi, dalam kata lain gulma, hama dan penyakit merupakan factor utama buruknya hasil dalam kualitas suatu komoditi/Varietas tanaman yang menyebaban minimumnya hasil keadaan suatu tanaman. Kunci dari keberhasilan pengendalian serangan hama disuatu daerah sangatlah bergantung dari identifikasi, inventarisasi dan analisis permasalahan hama dan lapangan yang dihadapi petani di suatu daerah, sehingga tindakan pengendalian yang dilakukan tepat dan terpadu.

3. Alat dan Bahan 3. Alat dan Bahan

b. Kertas HVS

c. Pensil

d. Penghapus

4. Cara Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan pada meja praktikum.

b. Menggambar preparat penyakit pada tumbuhan.

c. Menulis keterangan preparat penyakit pada tumbuhan.

5. Hasil (Terlampir)

6. Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa mekanisme terjadinya kerusakan penyakit pada tanaman dapat terjadi oleh beberapa penyebab pathogen. Adapun pembahasannya sebagai berikut :

1. bercak unggu atau trotol Penyakit becak ungu atau trotol menyerang pada berbagai jenis bawang-bawangan , misal bawang daun, bawang merah, bawang putih dan bawang Bombay yang menyebabkan matinya daun-daun bawang. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Alternaria porri (Ell.) Cif. Gejala serangan, terjadinya becak kecil, melekuk, berwarna putih sampai kelabu. Jika membesar, becak tampak bercincin, dan warnanya agak keunguan. Tepinya agak kemerahan atau keunguan dan dikelilingi oleh zone berwarna kuning, yang dapat meluas agak jauh di atas atau dibawah becak. Pada cuaca lembab permukaan becak berwarna coklat sampai hitam. Ujung daun yang sakit mengering, becak lebih banyak pada daun tua. Bisa menginfeksi sampai umbi lapis yang mengalami pembusukan mulai leher, dan mudah dikenali dari warnanya kuning sampai merah kecoklatan.

Daur Penyakit; pathogen bertahan dari musim ke musim pada sisa- sisa tanaman sebagai konidium.

Konidium disebarkan oleh angin pada malam hari dan infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui luka-luka. Faktor yang mempengaruhi penyakit; tanaman tidak dipupuk secara berimbang, penyiraman kurang dan musim kemarau riskan dengan gangguan penyakit. Pemupukan dengan urea pada musim hujan akan meningkatkan serangan penyakit. Pengendalian; drainase yang baik, rotasi tanaman, pemupukan berimbang misal penyemprotan POC NASA dan HORMONIK, sebagai pencegahan sebelum tanam pakai Natural GLIO, penyemprotan fungisida tembaga dan zineb dianjurkan jika populasi diatas ambang ekonomi dan lebih bagus ditambah perekat-perata-pembasah AERO 810 agar dapat membasahi daun bawang yang berlilin.

Berdasarkan preparat yang digunakan penyakit ini terdapat pada tanaman daun bawang (Allium sp) di wilayah Pratin, sebuah desa di Purbalingga.

2. paru akar

Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop. Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid (Agrios, 2005).

Betina dewasa berukuran panjang 430 - 740 μm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5- 14,5 μm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern ). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctuations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari Betina dewasa berukuran panjang 430 - 740 μm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5- 14,5 μm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern ). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctuations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari

Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887- 1268 μm. Panjang stilet lebih panjang jika dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19 μm dan mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin.

Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0. Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur

hidup Meloidogyne. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25 –30 °C dan Kalifornia menunjukkan 32–34 °C. Suhu optimum untuk perkembangan nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah, pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen

Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan, kemudian menetap dan berkembangbiak kemudian nematoda tersebut masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan

IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru.

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995). Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati (Mustika, 1992).

Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara.

Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah tomat berkurang.

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

Musuh alami nematoda puru akar sudah banyak diketahui, misalnya di dataran tinggi telah ditemukan cendawan Paecilomycetes bilacinus yang menginfeksi telur nematoda puru akar pada tanaman hortikultura. Bacillus penetrans adalah suatu parasit yang dikenal bertahun-tahun berassosiasi dengan Meloidogyne spp. serta beberapa spesies jamur yang menyerang nematoda tanah di Inggris. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan cendawan terhadap Meloidogyne spp. dapat menekan jumlah populasi dan intensitas serangan yang memperlihatkan hasil yang baik. Cendawan parasit telur Meloidogyne spp. terutama dari spesies Gliocladium sp. dan Paecilomyces sp. mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai agen pengendali secara hayati untuk mengendalikan Meloidogyne sp.

3. Karat pada ranting sengon Penyakit karat tumor /karat puru (gall rust), merupakan salah satu penyakit yang berbahaya pada tanaman sengon laut Paraserianthes falcataria (Miq. Barneby &J.W. Grimes). Patogen penyebab penyakit karat puru pada sengon adalah jamur Uromycladium sp. Dua jenis Uromycladium yang diketahui mengakibatkan pembentukan bintil-bintil dalam jumlah sangat besar pada tunas berkayu dan bagian-bagian lain dari pohon akasia dan albisia yang terserang yaitu U. notabile dan U. tepperianum.

Gejala penyakit karat puru dapat ditandai dengan adanya hiperplasia (pertumbuhan lebih) pada bagian tumbuhan yang terserang. Gejala penyakit diawali dengan adanya pembengkakan lokal (tumefaksi) di bagian pohon yang terserang (daun, cabang, dan batang). Lama kelamaan pembengkakan berubah menjadi benjolan- benjolan yang kemudian menjadi bintil - bintil kecil atau disebut puru (gall). Jika serangan penyakit ini dibiarkan dan semakin parah maka seluruh bagian pohon akan dipenuhi oleh puru sehingga pohon menjadi mati. Gejala penyakit karat puru dapat muncul sejak tanaman sengon yang terinfeksi masih di persemaian. Gejala karat puru pada semai tanaman sengon dapat diketahui dengan kerontokan pada daun semai yang berwarna kuning, keriting dan melengkung (2-3 minggu). Pada semai yang berusia 6 minggu, gejala karat puru dapat terlihat dengan garis putih yang memanjang pada batang semai, gejala ini akan semakin terlihat jelas saat semai ditanam di lapangan, garis-garis putih pada batang tersebut akan membentuk gall di sepanjang batang. Gejala lain yang ditunjukan akibat terinfeksinya semai oleh jamur karat puru yaitu pucuk melengkung dan kaku, serta pembengkokan batang disertai bercak warna coklat.

Tanaman sengon dilapangan yang terinfeksi jamur Uromycladium sp sejak dipersemaian akan menunjukkan gejala yang sangat cepat dan mudah terlihat jelas. Namun, kecepatan penunjukkan gejala ini juga tergantung pada kondisi tanah dan iklim mikro tempat tumbuh. Pada tanaman muda sebelum umur 2 tahun, gejala umumnya berupa tumor yang terbentuk pada batang atau cabang, atau pada ruas-ruas cabang. Bentuk gall sangat bervariasi. Permukaan gall yang masih baru atau segar tampak dilapisi milyaran teliospora aktif berwarna coklat kemerahan, yang siap disebarkan melalui angin ke tanaman di sekitarnya.

Dalam siaran pers Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan No. S.256/PIK-1/2009 pada tanggal 18 Mei 2009 tentang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Karat Puru, dijelaskan Dalam siaran pers Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan No. S.256/PIK-1/2009 pada tanggal 18 Mei 2009 tentang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Karat Puru, dijelaskan

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit karat puru pada tanaman sengon dapat dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

a. Pra Epidemi Upaya pencegahan pra epidemi dapat dilakukan dengan cara promotif yang meliputi sosialisasi/diseminasi, penyuluhan cara-cara pencegahan, serta tindakan preventif dengan menghidari pola tanam monokultur termasuk dalam pengembangan Hutan Rakyat.

b. Epidemi Pengendalian epidemi dapat dilakukan melalui eradikasi

yaitu dengan menebang pohon yang berpenyakit; isolasi yaitu dengan penjarangan pohon; dan terapi yaitu dengan pengobatan pohon yang terinfeksi.

c. Pasca Epidemi Pengendalian penyakit karat puru pada sengon juga dapat dilakukan dengan pasca epidemi yaitu dengan cara rehabilitasi dan rotasi tanaman pada lahan yang sama, pemuliaan pohon (benih, bibit unggul tahan penyakit), dan konversi jenis tanaman.

4. Antreknosa Penyakit Antraknosa lebih dikenal dengan istilah “Pathek”

adalah penyakit yang masih ditakuti petani cabai hingga saat ini. Penyakit antraknosa atau patek ada dua macam yaitu:

1. Antraknosa Colletotrichum capsici.

2. Antraknosa Gloeosporium sp.

Antraknosa Colletotrichum capsici : serangan penyakit ini dicirikan dengan cara menginokulasi pada tengah buah cabai dan biasanya menyerang cabai yang sudah tua. Colletotrichum capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas.

Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung- ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit.

 Antraknosa Gloeosporium sp : Penyakit ini dicirikan dari jenis serangannya pada ujung cabai dan bisa menyerang pada cabai yang muda maupun yang sudah tua.

 Kedua jenis Penyakit Antraknosa ini bisa menyerang sendiri-sendiri maupun bersamaan. Serangan penyakit tersebut biasanya akan meningkat saat kelembaban tinggi disertai suhu udara yang tinggi pula.

Untuk mengendalikan Penyakit Antraknosa tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses pembibitan sampai penanaman. (jaya, Faedah ; 2015) .

Pada pembahasan ini akan membahas mengenai antraknosa akibat pantogen gloesporium piperatum. tanaman yang terserang patek atau antraknosa akibat infeksi cendawan Gloesperium sp. menunjukkan bercak cokelat dengan bintik-bintik berlekuk. Pada bagian tepi bintik- bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika kelembaban tinggi, cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau konsentris berwarna merah jambu. Serangan pada buah cabai Pada pembahasan ini akan membahas mengenai antraknosa akibat pantogen gloesporium piperatum. tanaman yang terserang patek atau antraknosa akibat infeksi cendawan Gloesperium sp. menunjukkan bercak cokelat dengan bintik-bintik berlekuk. Pada bagian tepi bintik- bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika kelembaban tinggi, cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau konsentris berwarna merah jambu. Serangan pada buah cabai

Di Indonesia, penyakit ini tergolong penyakit yang paling sulit dijinakkan, terutama pada saat musim hujan. Untuk petani cabai yang melakukan penanaman dengan musim berbuah pada saat musim hujan harus melakukan pengontrolan yang ketat dan terus-menerus. Berikut ini beberapa upaya penanganan untuk mengendalikan serangan patek atau antraknosa

1. Perlakuan pada bibit atau biji tanaman yang akan dibudidayakan, misalnya untuk tanaman cabai atau tomat, rendam bibit atau biji menggunakan larutan fungisida sistemik, seberti benomil, metil tiofanat, atau karbendazim. Dosis atau konsentrasi larutan adalah 2 g/l. Perendaman dilakukan selama 4-6 jam.

2. Secara teknis, bagian tanaman yang terserang harus dimusnahkan dari lahan atau areal pertanaman. Lakukan pengamatan di lapangan secara kontinu atau terus menerus.

3. Berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan cendawan.

4. Berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit.

5. Hindari adanya genangan air di areal pertanaman, pembersihan lahan termasuk penyiangan gulma.

6. Perlebar jarak tanam dengan pola tanam zigzag untuk menjaga sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tinggi saat terjadi hujan berkepanjangan.

7. Jika kelembaban di sekitar areal pertanaman tinggi, misalnya hujan terus menerus, lakukan pencegahan menggunakan pestisida kimia. Beberapa bahan aktif yang bisa digunakan untuk mengendalikan 7. Jika kelembaban di sekitar areal pertanaman tinggi, misalnya hujan terus menerus, lakukan pencegahan menggunakan pestisida kimia. Beberapa bahan aktif yang bisa digunakan untuk mengendalikan

8. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya melakukan kombinasi dari beberapa bahan aktif, misalnya benomil + mankozeb masing-masing ½ dosis, karbendazim + mankozeb masing-masing ½ dosis, metil tiofanat + klorotalonil masing-masing ½ dosis, difenokonazol + propineb masing-masing ½ dosis. Setiap kali penyemprotan lakukan penggantian kombinasi bahan aktif tersebut, setelah satu putaran kemudian kembali ke kombinasi awal yang pertama kali digunakan.

5. Gosong Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong bengkak pada jagung (corn smut). Cendawan ini merupakan dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya dapat terjadi dua bentuk, yaitu membentuk sel khamir dan membentuk miselium. U. maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama fase saprofit namun berubah menjadi miselium bersel diploid pada fase menginvasi atau menginfeksi inang. Siklus hidup U. maydis biasanya dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi kemudian terjadi fusi antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya, miselium dikariotik atan menginvasi tanaman yang dilanjutkan dengan pembentukkan teliospora. Saat teliospora telah matang maka dapat terjadi germinasi dan

pembentukkan promiselium. [1] Kemudian, terjadi pembelahan meiotik yang menghasilkan sporidia dan diperbanyak dengan proses

pembelahan (budding). U. maydis umumnya menyerang tongkol jagung dengan masuk ke dalam biji dan menyebabkan pembengkakan serta terbentuknya kelenjar. Pembengkakan akan mengakibatkan kelobot rusak dan kelenjar pecah hingga spora U. maydis dapat

Adapun pengendaliannya dengan membakar tanaman yang baru pertama kali terinfeksi, perawatan benih sebelum dilakukan penanaman, menanam jagung varietas tahan.

6. Bulai Penyakit bulai (bahasa Inggris: maize downy mildew) adalah gejala dari serangan Oomycetes dari suku Sclerosporaceae, khususnya marga Peronosclerospora (sinonim Sclerospora), yang ditemukan pada berbagai anggota rumput-rumputan (Poaceae). Jenis-jenis yang diketahui menyerang di Indonesia adalah P. maydis (Indonesia barat), P. philippinensis (terutama Sulawesi), dan P. sorghi (sebagian Sumatera). Tanaman jagung, sorgum, tebu, padi, gandum, dan jelai semua mengalami serangan dari kelompok protista ini. Inang lainnya adalah berbagai rumput hijauan pakan ternak.

Penyakit bulai ditandai dengan warna daun tanaman muda yang mendadak menjadi bergaris-garis kuning pucat (klorosis) atau bahkan putih yang kemudian menyebar ke seluruh daun. Pada serangan yang berat, seluruh tubuh tanaman berwarna kuning pucat dan kemudian mati. Penyakit ini apabila menyerang pada stadium pertumbuhan awal dapat menyebabkan 100% kegagalan panen.

Pada dikotil, serangan downy mildew dikenal memberikan gejala yang berbeda dan dikenal sebagai penyakit embun.

Penyebab bulai yang umum pada jagung di Indonesia adalah Peronosclerospora maydis di Pulau Jawa dan Pulau Madura) dan P. philippinensis di Pulau Sulawesi. P. philippinensis juga menyebar di berbagai penjuru dunia. Protista mirip cendawan tetapi berkerabat lebih dekat dengan alga ini bersifat parasit obligat (wajib). Alat perbanyakan/penyebaran utamanya adalah spora vegetatif yang dihasilkan oleh badan yang disebut konidia (sehingga sporanya disebut juga konidiospora). Konidia dapat bertahan bertahun-tahun sebelum tumbuh kembali. Proses infeksi terjadi jika konidia Penyebab bulai yang umum pada jagung di Indonesia adalah Peronosclerospora maydis di Pulau Jawa dan Pulau Madura) dan P. philippinensis di Pulau Sulawesi. P. philippinensis juga menyebar di berbagai penjuru dunia. Protista mirip cendawan tetapi berkerabat lebih dekat dengan alga ini bersifat parasit obligat (wajib). Alat perbanyakan/penyebaran utamanya adalah spora vegetatif yang dihasilkan oleh badan yang disebut konidia (sehingga sporanya disebut juga konidiospora). Konidia dapat bertahan bertahun-tahun sebelum tumbuh kembali. Proses infeksi terjadi jika konidia

serta P. spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab.

Gejala:

a. pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih;

b. pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi

c. pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian

d. penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan

e. pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul;

f. dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.

7. Hawar pelepuh daun Di indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi

dataran tinggi sampai dataran rendah.Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air.Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih pucat.Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam debgan jarak yang dataran tinggi sampai dataran rendah.Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air.Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih pucat.Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam debgan jarak yang

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya,Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang- kacangan. Cendawan ini bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.

Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah “redaman off”,

terinfeksi untuk berkecambah.Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi perkecambah.Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada risiko tinggi infeksi karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada pelepah.

atau kegagalan

benih

yang

Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara kimia,biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan perkembangan cendawa R. Solani kuhn.Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.

Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).

8. Karat Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Adanya penyakit ini untuk pertama kali ditulis dalam karangan Roelofsen (1956). Menurut Boedjin (1960), penyakit karat jagung sudah terdapat pada bahan yang dikumpulkan oleh van der Goot di Bogor pada tahun 1923 dan oleh Schwarz dari Lembang, Bandung, pada tahun 1925. Jamurnya diidentifikasi sebagai Puccinia sorhgi Schweinitz.

Puccinia sorghi membentuk urediosorus panjang atau bulat panjang pada daun. Epidermis pecah sebagian dan massa spora dibebaskan yang menyebabkan urediosorus berwarna coklat atau Puccinia sorghi membentuk urediosorus panjang atau bulat panjang pada daun. Epidermis pecah sebagian dan massa spora dibebaskan yang menyebabkan urediosorus berwarna coklat atau

Piknidiun dan aesiumjamur ini belum diketahui. P.sorghi Schw dulu disebut P.maydis Ber., P.zeae Ber., dab ini identik dengan Aecidium oxalidis Thuem. Jamur mempunyai banyak uredium (urediosorus) pada kedua sisi daun dan upih daun, rapat atau jarang, tersebar tidak mementu, bulat dengan garis tengah lebih kurang 1mm, atau memenjang lebih kurang 10 mm panjang, berwarna coklatepidermis daun yang menutupnya segera pecah. Urediospora bulat atau jorong, 24-29 x 22-29 mikrometer, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus, tebal 1,5-2 mikrometre, pori 3-4, ekuatoral. Jamur membentuk telium terbuka, berwarna hitam, di tempat yang sama dengan uredium; biasanya pada waktu tanam menjelanng masak. Teliospora jorong, berbentuk tanbung atau gada, tumpul atau agak meruncing, biasanya agak mengecil pada sekat, 35-50 x 16-23 mikrometer, dengan dinding berwarna coklat,, dipangkalnya agak pucat, halus, tebal, dinding samping 1-1,5 mikrometer, tebal dinding ujung 3-6 mikrometer; tangkai panjang, sampai 80 mikrometer, kuning pucat.

P.sorghi diketahui membentuk piknidium dan aesium pada lebih kurang 30 jenis Oxalis, peran Oxalis yang banyak terdapat sebagai gulma di pegunungan dan sering terserang oleh P.sorghi dalam pemencaran penyakit karat pada jagung belum diketahui dengan pasti. Sampai sekarang di Indonesia belum pernah dilakukan percobaan infeksi pada tanaman jagung dengan memekai aesiospora jamur karat Oxalis. termasuk O.corniculata. piknium pada kedua sisi daun, mengelompok sampailebih kurang 6 pada suatu tenpat yang garis tengahnya sampai 0,5 mm di pusat bercak. Aesiium hanya pada sisi bawah daun, mengelilingi piknium, pada zone yang lebarnya sampai 2 mm, berebentuk mangkuk, garis tengahnya 0,15-0,2 mm. aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24 mikrometer, berdinding hialin, berjerawat, tebal 1-2 mikrometer.

9. Bercak daun garis coklat Penyakit bercak daun cercospora atau yang sering disebut bercak

coklat sempit (narrow brown leaf spot) disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae Miyake.Penyakit bercak daun cercospora merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan terutama pada sawah tadah hujan yang kahat kalium.

Penyakit ini mengakibatkan daun menjadi kering sebelum waktunya yang berdampak pada turunya hasil panen dan keringnya pelepah daun yang menyebabkan kerebahan tanaman. Penyakit ini tersebar luas diseluruh negara penghasil padi di Asia Tenggara serta di Jepang,Cina,Amerika Serikat, Amerika Tengah,dan Afrika. Di Indonesia sendiri penyakit bercak daun tersebar diseluruh daerah penghasil padi di Jawa.Di Jalur Pantura Jawa Barat penyakit ini tersebar merata di Kabupaten Karawang,Subang,Indramayu,dan Cirebon.

Gejala awal penyakit ini yaitu timbul bercak-bercah sempit pada daun berbentuk memanjang berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun,dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm.Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan.Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering.Infeksi yang terjadi pada pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman menjadi rebah.

Jamur yang menyebabkan penyakit bercak daun mengadakan penetrasi ke jaringan melalui stomata.Miselia berkembang di dalam jaringan parenkhima dan di dalam sel-sel epidermis. Jamur ini mampu bertahan dalam jerami atau daun sakit. Perkembangan penyakit bercak Jamur yang menyebabkan penyakit bercak daun mengadakan penetrasi ke jaringan melalui stomata.Miselia berkembang di dalam jaringan parenkhima dan di dalam sel-sel epidermis. Jamur ini mampu bertahan dalam jerami atau daun sakit. Perkembangan penyakit bercak

Prioritas utama dalam pengendalian penyakit bercak daun cercospora adalah dengan penanaman varietas tahan dan perbaikan kondisi tanaman.Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan varietas Ciherang dan Membramo tergolong tahan,sementara IR64 dan Widas tergolong rentan. Pemupukan N,P,dan K yang mencukupi dan tidak berlebihan sangat efektif menekan perkembangan penyakit. Penyemprotan fungisida difenoconazol satu kali dengan dosis 1 cc/satu liter air dengan volume semprot 400-500 l/ha pada stadium anakan maksimum,bisa menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora hingga 32,10%.

7. Kesimpulan

Berdasarkan pembahsan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit yang menyerang pada tanaman disebabkan oleh pantogen. Pantogen merusak langsung merusak jaringan sel tumbuhan. Adpun pengendalian setiap pantogen berbeda – beda.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2014. Mengenal Penyakit Becak Ungu pada Bawang-bawangan. http://www.naturalnusantara.co.id/?mod=artikel&act=view&id=53 (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Puru Akar Pada Tanaman Tomat. http://iinmutmainna.blogspot.com/2013/04/penyakit-puru-akar-pada-tanaman- tomat.html (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Ustilago Maydis. https://id.wikipedia.org/wiki/ Ustilago_maydis (Diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. OPT. http://www.opete.info/detail2.php?idp=12 (Diakses Rabu,

17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Bulai. https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_bulai (diakses rabu, 17 Juni 2015)

Anonim. 2015. Penyakit Bulai. http://diperta.blitarkota.go.id/profile/id/9.html (diakses rabu, 17 Juni 2015)

Budiman, Budi. 2014. Teknik Pengendalian Penyakit Karat Puru Pada Pohon Sengon. http://bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/index.php/teknis/25-teknik- pengendalian-penyakit-karat-puru-pada-pohon-sengon.html (diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Java, O. 2012. Penyakit Bercak Cercospora Tanaman Padi. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

Kurniati, novik. 2013. Penyakit patek. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Moy, Maya. Laporan OPT. http://bqmalaokviyani.blogspot.com/2011/12/laporan- opt-organisme-pengganggu_28.html (diakses Rabu, 17 Juni 2015)

Muhibuddin, Anton. 2015. Mengenal Penyakit Pada Padi. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

R, Sufyan Wahyu.. 2013. Contoh Laporan Perlindungan Tanaman. http://wahyusofyanr. blogspot.com/2013/10/contoh-laporan-perlintan.html (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

Yanuar, yan. 2010. Penyakit Karat. Error! Hyperlink reference not valid. (diakses Rabu, 20 Mei 2015)

LAMPIRAN

Terlampir tiga lembar

PRAKTIKUM II PENGENALAN OPT

1. Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui serangan yang dilakukan oleh organism pengganggu tanaman.

b. Untuk mengetahui gejala pada tanaman akibat organisme pengganggu tanaman.

2. Dasar Teori

OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) merupakan istilah “formal/hukum nasional” yang digunakan oleh Pemerintah berdasarkan

UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman. Menurut UU tersebut:

“OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan”.

Digunakannya istilah OPT untuk mencakup semua kelompok pengganggu tumbuhan termasuk HAMA, PENYAKIT dan GULMA. Tiga kelompok pengganggu tumbuhan ini yang pengendalian atau pengelolaannya dicakup dalam bidang PERLINDUNGAN TANAMAN. Namun harap diperhatikan bahwa definisi OPT menurut UU ada perbedaannya dengan pengertian Hama Tanaman dan Penyakit Tumbuhan yang sudah dijelaskan di depan. Teman-teman Fitopatologi banyak yang tidak sependapat dengan istilah OPT.

Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan

Jenis – jenis penyakit yang menyerang tumbuhan sangat banyak jumlahnya. Penyakit yang menyerang tumbuhan banyak disebabkan oleh mikroorganisme, misalnya jamur, bakteri, dan alga. Penyakit tumbuhan juga dapat disebabkan oleh virus. Patogen atau penyebab penyakit dapat berupa organisme, yang tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme yang biasa disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi : parasit dan saprofit.

Gangguan terhadap tanaman yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh tanaman sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tanaman yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian.

Gulma menurut Mangoensoekarjo (1983) adalah tumbuhan pengganggu yang nilai negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan dikatakan memiliki nilai positif apabila mempunyai daya guna manusia. Pengertian gulma menurut sutidjo (1974) adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan tidak dikehendaki serta mempunyai nilai negatif.

3. Alat dan Bahan

a. Alat tulis

b. Kertas

c. Gulma

d. Hama

e. Preparat tanaman

f. Mikroskop

4. Cara Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan pada meja praktikum.

b. Menggambar contoh gulma dan hama.

c. Mengamati preparat jamur dibawah mikroskop kemudian menggambar dan memberikan keterangan.

5. Hasil (Terlampir)

6. Pembahasan

Berdasar praktikum kali ini mengenai pengenalan Oraganisme Pengganggu Tanaman berupa jamur, hama dan gulma. Jamur pada tumbuhan bermacam –macam tergantung pathogen yang menyerang. Adapun beberapa contoh jamur pada tumbuhan sebagai berikut :

a. Alternaria porri Bercak ungu (purple blotch) tersebar luas di seluruh dunia.

Terdapatnya penyakit ini di Indonesia sudah disebut dalam laporan tahunan, tahun 1930 (Leefmans, 1933 dalamSemangun 2007). Dikatakan penyakit mengebabkan matinya daun-daun bawang daun. Penyakit dapat timbul pada bermacam-macam anggota marga Allium. Kerusakan terberat terjadi pada bawang daun (A. fistulosum) dan bawang putih (A. sativum) yang ditanam pada musim hujan. Penyakit ini juga

di kenal dengan nama “trotol”yang sangat merugikan pada bawang merah di Jawa, Sumatra, dan Nusa Tenggara Barat.

Gejala pertama terjadi bercak kecil, melekuk, berwarna putih hingga kelabu. Jika membesar bercak tampak bercincin-cincin danwarnanya agak keunguan. Tepinya agak kemerahan atau keunguan dan dikelilingi oleh zone berwarna kuning, yang dapat meluas agak jauh di atas atau di bawah bercak. Pada cuaca lembah bercak tertutupi oleh konidiofurdan konidium jamur yang berwarna coklat sampai hitam.

Ujung daun yang sakit mongering. Bercak lebih banyak terdapat pada daun yang sudah tua.

Infeksi pada umbi lapis biasanya terjadi saat panen atau sesudanya. Umbi yang membusuk agak berair. Pembusukan mulai dari leher, dan ini mudah dikenal dari warna yang kuning sampai merah kecoklatan. Jika benang-benang jamur yang berwarna gelap itu berkembang. Jaringan yang sakit akan mongering, berwarna gelap dan berstrutur seperti kertas.

Jamur Alternaria porri (Ell.) Cif. Jamur ini dulunya sering disebut Macrosporium porriEll. Miselium, konidiofor, dan konidium jamur ini tidak dapat di bedakan denganAlternaria solani penyebab bercak kering pada kentang. Oleh karena itu Neergaard (dalam Semangun 2007) beranggapan bahwa A. solani hanyalah salah satu varietas dariA. Porri. Adapun klasifikasi jamur ini sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Philum : Ascomycota

Kelas : Dothideomycetes

Subklas : Pleosporomycetidae

Ordo : Pleosporales

Famili : Pleosporaceae

Genus : Alternaria Spesies : Alternaria porri

Daur penyakit

Patiogen bertahan dari musim ke musim pada sisa-sia tanaman dan sebagai konidium. Di lapangan jamur membentuk konidium pada malam hari akonidium disebarkan oleh angin. Pada suhu dan

Hadisutrisno et al. (1995, dalam Semangun 2007) ada kolerasi antara konidium yang tertangkap dengan kelembaban relative udara, suhu udara, dan kecepatan angin

Konidium A. porri paling banyak tertangkap pada pukul 10-14 sedangkan paling sedikit pada pukul 22-02. Infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui luka-luka. Selain kelembaban tinggi, terjadinya infeksi juga memerlukan adanya lapisan air di permukaan minimal 4 jam.

Adapun cara pengendalaiannya :

1. Becak ungu dikendalikan dengan menanam bawang di lahan yang mempunyai drainasi baik dan dengan mengadakan pergiliran tananman(rotasi).

2. Pada bawang daun pemberian pupuk organik yang terdiri atas casting(kotoran cacing) dan mulsa jerami, secara terpisah maupun kombinasinya,dapat mengurangi bercak ungu, disamping juga mengurangi kutu

Sihombing,2000).Pemberian pupuk kandang.pupuk hayati Azolla, dan urea juga terbukti dapat menekan intensitas penyakit pada bawang daun.

daun (Handayati

dan

3. Jika diperlukan,penyakit dapat dikendalikan dengan penyemprotan fungisida. Untuk keperluan ini dapat dipakai fungisida tembaga, ferban, zineb, dan nabam yang di tambah sulfat seng. Fungisida perlu di tambah perata agar dapat membasahi daun bawang yang berlilin itu. Untuk keperluan ini dapat dipakai probineb dan mankozeb. Mengatakan bahwa kaptan dan

kaptavol dapat dipakai untuk

mengendalikan

A. Porri.pada pengujian Suryaningsih (1990), Suryaningsih dan Suhardi (1990) yang terbukti efektif untuk bercak ungu adalah kaptan, kaptavol karbendazim + mankozeb, klorotalonil, mankozeb, dan probineb. Di samping itu fungisida berikut ini dapat dipakai : difenokonazol, fenarimol, heksakonazol, iprodion, karbendazim, maneb + zineb, metal tiofanat, siprokonazol, tebukonazol, tembaga hidroksida, dan zirang.

4. Kontribusi biaya fungisida pada usaha tani bawang merah lebih kurang 5 % dari biaya produksi.

5. Perlu di ingat bahwa pemberian fungisida berpengaruh negative terdapat populasi mikorida pada akar bawang putih. Fungisida sistemik lebih meracun mekoriza ketimbang fungisida nonsistemik.

6. Penyiraman setelah turunn hujan dikatakan dapat mengurangi serangan Alternaria.Mungkin ini disebabkan karena penyiraman dapat mencuci konidium yang menempel pada daun bersama percikan air tanah (Hartoyo, 2009).

b. Colletotrichum capsici Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) adalah:

Divisio : Ascomycotina

Sub-divisio : Eumycota

Kelas : Pyrenomycetes

Ordo : Sphaeriales

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-

120 μm. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa sep ta dan ukuran +150μm. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia

17-18 x 3- 4 μm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium (Singh, 1998). Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk, 1997).

Gejala Serangan

Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli dkk, 1997). Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap.

Daur Penyakit

Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum membentuk koloni misselium yang berwarna putih dengan misselium yang timbul di permukan. Kemudian perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya