LAPORAN INDIVIDU RISET DAN MANAJEMEN SAT

LAPORAN INDIVIDU
RISET DAN MANAJEMEN SATWA LIAR

Disusun oleh :
Hafidz Rezza Renanda

(13/345894/KT/07497)

LABORATORIUM SATWA LIAR
BAGIAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan resmi praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar ini disusun sebagai tugas akhir
dari Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar dan merupakan syarat untuk dapat
menempuh ujian akhir mata kuliah Riset dan Manajemen Satwa Liar
Telah disahkan pada


:

Hari

:

Tanggal

:

Tim koass

Praktikan

……………………………

………………………………

Tim Dosen


………………………………

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia nya
sehingga Laporan Resmi Riset dan Manajemen Satwa Liar dapat diselesaikan tanpa ada
halangan yang berarti. Laporan ini disusun sebagai syarat dalam Praktikum Riset dan
Manajemen Satwa Liar. Dalam proses pembuatannya, kami mendapat banyak bantuan dan
doa dari berbagai pihak sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada
waktunya. Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkah dan karuniaNya kami dapat melaksanakan
praktikum dan menyusun laporan ini.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang sangat luar
biasa.
3. Bapak Subeno, Bapak Sena, dan Bapak Ali Imron selaku dosen pengampu mata
kuliah Riset dan Manajemen Satwa Liar.
4. Mas Afrizal selaku koordinator koass, Mbak Ulya, Mas Roi, Mbak Dea, Mas Dennis,
Mas Aim, Mas Ang, dan Mas Bahtera Ardi selaku Co-ass praktikum ini. Mas Rian

dan Mas Aus yang telah berpengalaman di dunia Riset dan Manajemen Satwa Liar
atas ilmunya. Kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahannya
sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik..
5. Teman-teman kelompok 2 (Dimas, Dini, Tungga, dan Hera) atas kerjasama dan
kekompakannya baik saat di lapangan, mengerjakan proposal dan laporan maupun
presentasinya.
6. Teman-teman Praktikan Riset dan Manajemen Satwa Liar semuanya, khususnya
teman-teman shift 2 ( kelompok 1, 3, 4, 5, dan 6), terima kasih atas kekompakkan dan
kerjasamanya.
7. Teman-teman sepergaulan (Thariq, Doohan, Mbak Dea, Asdy, Fajar, Ikhsan dan
Dimas) yang telah meluangkan waktu untuk refreshing dan mengingatkan untuk
mengerjakan Laporan Resmi Riset dan Manajemen Satwa Liar.
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan laporan praktikum ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Maka dari itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Dan
akhirnya kami mengucapkan rasa terima kasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Yogyakarta, 7 Januari 2016


Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
JURNAL PENELITIAN HERPETOFAUNA PENGARUH JARAK DARI
SUMBER AIR (JDSA) DAN KELEMBABAN TERHADAP KEHADIRAN
GENUS Eutropis DI SEKITAR SUNGAI OYO HUTAN WANAGAMA I .................
1.1. PENDAHULUAN .......................................................................................................
1.2. METODE .....................................................................................................................
1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................
1.4. KESIMPULAN ...........................................................................................................
1.5. UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................................................
1.6. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

1
3

4
6
7
7

JURNAL PENELITIAN BURUNG PEMANFAATAN RUANG STRATA
VERTIKAL TERHADAP JUMLAH INDIVIDU CEKAKAK JAWA (Halcyon
cyanoventris) DI HUTAN WANAGAMA I GUNUNG KIDUL .....................................
2.1. PENDAHULUAN .......................................................................................................
2.2. METODE .....................................................................................................................
2.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................
2.4. KESIMPULAN ...........................................................................................................
2.5. UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................
2.6. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

8
10
11
14
14

14

JURNAL PENELITIAN RUSA KELAYAKAN RESTORASI RUSA JAWA
(Rusa timorensis) DI HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I KABUPATEN
GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA ...............................................................................
1.1. PENDAHULUAN .......................................................................................................
1.2. METODE .....................................................................................................................
3.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................
3.4. KESIMPULAN ...........................................................................................................
3.5. UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................
3.6. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

16
17
18
19
19
20

iii


Pengaruh Jarak Dari Sumber Air (JDSA) dan Kelembaban Terhadap Kehadiran
Genus Eutropis di Sekitar Sungai Oyo Hutan Wanagama I
Hafidz Rezza Renanda
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281
Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Kadal merupakan salah satu hewan dari kelompok Reptilia yang terdapat hampir di seluruh
daratan Indonesia, seperti di sekitar persawahan, pinggir kolam, perkebunan, di bawah
pepohonan yang tumbang dan semak belukar. Eutropis adalah salah satu genus kadal-kadalan
yang merupakan komponen penting pada dinamika populasi serangga. Kadal memiliki peran
sebagai pemberantas serangga yang condong menjadi hama di hutan sehingga kehadiran
genus Eutropis perlu dipertahankan agar dapat mengontrol dinamika populasi serangga.
Penutupan vegetasi di Wanagama I menyebabkan terbentuknya iklim mikro di dalamnya
seperti suhu dan kelembaban yang dapat ditempati berbagai jenis herpetofauna, termasuk
genus Eutropis. Berbagai faktor fisik seperti halnya jarak dari sumber air, merupakan salah
satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna.
Perubahan ketersediaan air dan kondisi kelembaban akan mengubah kondisi habitat yang

secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan kadal tersebut. Maka
dari itu, perlu dilakukan riset tentang pengaruh faktor jarak dari sumber air dan kelembaban
terhadap kehadiran genus di Hutan Wanagama I. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui mengetahui kehadiran Genus Eutropis, untuk mengetahui jarak dari sumber air
(JDSA) dan kelembaban di sekitar Sungai Oyo di Hutan Wanagama I, dan untuk mengetahui
pengaruh jarak dari sumber air (JDSA) dan kelembaban terhadap kehadiran kadal Genus
Eutropis di sekitar Sungai Oyo di Hutan Wanagama I. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi tentang kehadiran genus Eutropis di Hutan Wanagama I dan data
mengenai pengaruh faktor jarak dari sumber air terhadap kehadiran Genus Eutropis dan data
kelembaban di wanagama sehingga secara teoritis dapat digunakan sebagai acuan pada
penelitian selanjutnya. Dan juga diharapkan dapat memberikan arahan untuk pengelolaan
kedepannya di Hutan Wanagama I. Metode pengambilan data dilakukan dengan metode VES
modifikasi Line transect dengan jumlah Line transect 3 line transect. Lebar line transek 20 m
dan panjangnya 300 m yang kemudian dibagi menjadi 6 segmen dengan panjang segmen 50
m. Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 10 menit pada setiap segmennya. Data yang
diambil adalah kehadiran kadal Genus Eutropis, kelembaban, dan JDSA. Analisis data
menggunakan metode Generalized linear model karena distribusi data tidak normal. Dari
hasil analisis dapat diketahui bahwa jarak dari sumber air memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kehadiran Genus Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar 0.01325(*). Sedangkan
kelembaban tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehadiran Genus Eutropis

yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.48098.
Kata kunci : Kehadiran, Genus Eutropis, Generalized linear model, Wanagama I

pinggir kolam, perkebunan, di bawah
pepohonan yang tumbang dan semak
belukar (Hoeve, 1992 dalam Ridwan,
2001).

1. PENDAHULUAN
Kadal merupakan salah satu hewan
dari kelompok Reptilia. Hewan reptilia ini
terdapat hampir di seluruh daratan
Indonesia, seperti di sekitar persawahan,
1

faktor penting karena dari amfibi
berkembang biak di lahan basah (Hall,
2007)
Faktor lingkungan fisik
juga

merupakan
faktor
yang
sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan daya
tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik
seperti halnya jarak dari sumber air,
merupakan salah satu parameter yang
sangat mempengaruhi kegiatan dan pola
tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan
Goin, 1971). Air sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme satwa. Kebanyakan
satwa mencukupi kebutuhan air tubuhnya
dengan minum air permukaan. Kebutuhan
satwa akan air bervariasi, ada yang
tergantung ada juga yang tidak. Perubahan
ketersediaan air akan mengubah kondisi
habitat yang secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi kehidupan
satwa. Maka dari itu, perlu dilakukan riset

tentang pengaruh faktor jarak dari sumber
air dan kelembaban terhadap kehadiran
genus di Hutan Wanagama I.
Adapun tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui mengetahui
kehadiran Genus Eutropis di Sekitar
Sungai Oyo Hutan Wanagama I, untuk
mengetahui jarak dari sumber air (JDSA)
dan kelembaban di sekitar Sungai Oyo di
Hutan Wanagama I, dan untuk mengetahui
pengaruh jarak dari sumber air (JDSA)
dan kelembaban terhadap kehadiran kadal
Genus Eutropis di sekitar Sungai Oyo di
Hutan Wanagama
I. Sehingga dapat
diambil hipotesis bahwa JDSA dan
kelembaban memiliki pengaruh signifikan
terhadap kehadiran Genus Eutropis di
sekitar Sungai Oyo di Hutan Wanagama I

Eutropis adalah salah satu genus
kadal-kadalan.
Kadal
merupakan
komponen yang sangat penting pada
dinamika populasi serangga. Sehingga
kadal memiliki pengaruh menurunkan
secara nyata total jumlah serangga (Hadi,
2009). Dalam konteks ini, kadal memiliki
peran sebagai pemberantas serangga yang
condong menjadi hama di hutan sehingga
kehadiran
genus
Eutropis
perlu
dipertahankan agar dapat mengontrol
dinamika populasi serangga.
Penutupan vegetasi di Wanagama I
menyebabkan terbentuknya iklim mikro di
dalamnya seperti suhu dan kelembaban
yang dapat ditempati berbagai jenis
herpetofauna, termasuk genus Eutropis.
Kelembaban adalah banyaknya
kadar uap air yang ada di udara.
Kelembaban relatif adalah perbandingan
jumlah uap air di udara dengan jumlah
maksimum uap air yang dikandung pada
panas dan temperatur tertentu dinyatakan
dalam persen (Kartasapoetra, 1986).
Kelembaban dipengaruhi oleh
adanya pohon-pohon pelindung terutama
apabila pohon-pohonnya rapat .daerah
yang tertutup tegakan akan mempunyai
suhu
udara yang relatif rendah dan
kelembaban yang relatif tinggi. Daerah
yang tertutup pohon dan semak-semak
akan mempunyai kecepatan dan turbulensi
angin yang lebih kecil dari lahan yang
bervegetasi
sedikit.
Keadaan
ini
menyebabkan masa udara mengandung air
yang tidak dapat bergerak secara cepat.
Konsekuensinya, daerah yang bervegetasi
rapat akan mempunyai kelembaban yang
tinggi. Penutupan permukaan tanah
dengan pohon, semak, dan hutan akan
memberikan
kesejukan
(Poedjiharta,
1980). Kelembaban dan suhu merupakan

2

Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi tentang kehadiran
genus Eutropis di Hutan Wanagama I dan
data mengenai pengaruh faktor jarak dari
sumber air terhadap kehadiran Genus
Eutropis dan data kelembaban di
wanagama sehingga secara teoritis dapat
digunakan sebagai acuan pada penelitian
selanjutnya. Dan juga diharapkan dapat
memberikan arahan untuk pengelolaan
kedepannya di Hutan Wanagama I

garis yang telah dibuat. Pengambilan data
dilakukan pada 3 line transek. Line transek
pertama berjarak 10 m dari sungai (sumber
air), dan line transek berikutnya berjarak
50 m dari line transek sebelumnya. Lebar
line transek 20 m dan panjangnya 300 m
yang kemudian dibagi menjadi 6 segmen
dengan panjang 50 m. Pengamatan
dilakukan selama kurang lebih 10 menit
pada setiap segmennya. Data kehadiran
genus Eutropis yang diambil yaitu jenis
dan kehadirannya pada setiap segmen.
Data jarak sumber air dirancang seperti
Gambar 1, yaitu jarak dari sumber air pada
line transek pertama adalah 10 m, line
transek kedua 60 m, dan line transek
ketiga 110 m. Alat yang digunakan untuk
mengambil data suhu dan kelembaban
adalah Thermohygrometer. Data tersebut
diukur di tengah tiap segmen pada line
transect. Sedangkan jarak dari sumber air
diukur jarak terdekat dari sungai ke setiap
line transect.
2.2.
Analisis Data
Keadaan faktor lingkungan fisik
seperti jarak dari sumber air dan
kelembaban di setiap segmen nanti akan
dihitung pengaruhnya terhadap data
kehadiran kadal genus Eutropis dengan uji
regresi dengan metode Generelized linear
model dan dengan bantuan software R-

2. METODE
2.1. Pengambilan data
Penelitian akan dilakukan di Hutan
Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada
21 - 22 November 2015 dengan peralatan
berupa peta Hutan Wanagama I, GPS,
kompas, termohigrometer, tally sheet,
parang, alat tulis, tali rafia, kamera, dan
plastik. Metode yang digunakan untuk
memperoleh data kehadiran kadal genus
Eutropis yang terdapat di Hutan
Pendidikan Wanagama I adalah metode
VES modifikasi Line transek. Metode
VES modifikasi line transek adalah
penggabungan dari dua metode ini . Line
transek dibuat disekitar sungai Oyo dan
dilakukan pengambilan jenis satwa
berdasarkan perjumpaan langsung pada
3

Tabel 1. Hasil pengambilan data di
lapangan

Statistic. Menggunakan generalized linear
model karena data yang diperoleh
distribusinya tidak normal. Variabel X
(Independent variable) tidak terikat oleh
variabel yang lain, sedangkan variabel Y
(Dependent variable) nilainya terikat atau
dipengaruhi oleh variabel X. Dalam kasus
ini variabel X adalah faktor lingkungan
fisik jarak dari sumber air dan
kelembaban. Sedangkan variabel Y adalah
kehadiran Genus Eutropis.
X = Faktor lingkungan fisik JDSA
dan kelembaban
Y = Kehadiran genus Eutropis

petak linetransect Segmen HdrEruddis HdrEmultifaciata hdrErugifera hdrGenus kelembaban JDSA
7
1
1
0
0
0
0
85
20
7
1
2
1
0
0
1
79
20
7
1
3
1
1
0
1
73
20
7
1
4
1
0
0
1
66
20
7
1
5
1
0
0
1
62
20
7
1
6
1
0
0
1
68
20
7
2
1
1
0
0
1
66
70
7
2
2
0
1
0
1
66
70
7
2
3
0
0
0
0
79
70
7
2
4
1
1
0
1
61
70
7
2
5
0
0
0
0
62
70
7
2
6
0
0
0
0
80
70
7
3
1
1
0
0
1
67
120
7
3
2
1
0
0
1
74
120
7
3
3
1
0
0
1
73
120
7
3
4
1
0
0
1
62
120
7
3
5
0
0
0
0
62
120
7
3
6
0
0
0
0
68
120
16
1
1
1
1
0
1
84
20
16
1
2
0
1
0
1
76
20
16
1
3
1
1
0
1
100
20
16
1
4
0
0
0
0
83
20
16
1
5
0
0
0
0
68
20
16
1
6
0
1
0
1
59
20
16
2
1
0
1
0
1
92
70
16
2
2
0
1
1
1
73
70
16
2
3
0
0
0
0
85
70
16
2
4
0
1
0
1
78
70
16
2
5
1
1
0
1
85
70
16
2
6
0
1
0
1
79
70
16
3
1
0
1
0
1
85
120
16
3
2
0
0
0
0
79
120
16
3
3
0
0
0
0
62
120
16
3
4
0
0
0
0
85
120
16
3
5
1
0
0
1
92
120
16
3
6
0
0
0
0
73
120
5
1
1
0
0
0
0
84
20
5
1
2
0
1
0
1
76
20
5
1
3
0
0
0
0
69
20
5
1
4
0
0
0
0
74
20
5
1
5
0
0
0
0
74
20
5
1
6
0
0
0
0
70
20
5
2
1
0
1
0
1
72
70
5
2
2
0
0
0
0
74
70
5
2
3
0
0
0
0
69
70
5
2
4
0
1
0
1
76
70
5
2
5
0
0
1
1
70
70
5
2
6
1
1
0
1
71
70
5
3
1
0
0
0
0
87
120
5
3
2
0
0
0
0
80
120
5
3
3
0
0
0
0
80
120
5
3
4
0
0
0
0
90
120
5
3
5
0
0
0
0
90
120
5
3
6
1
0
0
1
88
120

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Pengamatan
Genus
Eutropis
dilakukan di Hutan Wanagama I, yaitu
pada petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16.
Pengamatan dilakukan dengan membuat 3
line yang terbagi atas 6 segmen setiap line
pada masing-masing petak, sehingga
totalnya ada 18 line. Dari 18 line yang
terbagi menjadi 108 segmen pengamatan
Genus Eutropis, ditemui kehadiran Genus
Eutropis pada 62 segmen pengamatan.
Seperti yang terlihat pada Tabel 1, jenis
yang dapat dijumpai yaitu Eutropis rudis,
Eutropis multifasciata, dan Eutropis
rugifera.
Pengaruh
penutupan
vertikal
vegetasi, penutupan seresah, dan faktor
abiotik terhadap kehadiran Genus Eutropis
dianalisis dengan metode Generalized
linear model dan bantuan software R
Statistic. Dari hasil analisis, didapat
persamaan terbaik yaitu :
Y= (0.999474 ± 0.339541) + (-0.003048 ±
0.001210)X1 + (-0.002831 ± 0.004003)X2
Keterangan :
Y
= Kehadiran Genus Eutropis
X1
= variabel JDSA
X2
= variabel Kelembaban
4

13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14

1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3

1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6

0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1

1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1

100
92
92
92
92
85
86
86
67
67
70
86
57
55
62
58
68
67
79
86
72
85
92
92
86
79
73
80
80
80
80
86
79
79
67
68
98
98
90
80
48
72
73
74
70
55
43
50
58
55
50
50
56
60

20
20
20
20
20
20
70
70
70
70
70
70
120
120
120
120
120
120
20
20
20
20
20
20
70
70
70
70
70
70
120
120
120
120
120
120
20
20
20
20
20
20
70
70
70
70
70
70
120
120
120
120
120
120

Signif. Codes : 0 ‘***’ 0,001 ‘**’ 0.01 ‘*’
0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ‘ 1
Dispersion parameter for Gaussian family
taken to be 0.2371419
Null Deviance : 26.407 on 107 degrees of
freedom
Residual deviance : 24.900 on 105 degrees
of freedom
R square = 0.057068202

Gambar 2. Coplot JDSA

Tabel 2. Hasil Uji Regresi dengan metode
Generelized linear model
Coefficients
Estimate
Std.
T
Pr
Error
value (>|t|)
(Intercept)

0.999474

JDSA

-0.003048

Kelembaban

-0.002831

0.339
541
0.001
210
0.004
003

2.994
-2.520
-0.707

Gambar 3. Coplot Kelembaban

3.2.

Pembahasan
Dari
hasil
regresi
didapat
persamaan terbaik yaitu Y= (0.999474 ±
0.339541) + (-0.003048 ± 0.001210)X1 +
(-0.002831 ± 0.004003)X2. Dari hasil
analisis dapat diketahui bahwa jarak dari
sumber air memiliki pengaruh yang

0.003
99**
0.013
25*
0.480
98
5

Dilihat dari gambar 2 tentang
coplot jdsa terhadap kehadiran Genus
Eutropis pada titik dimana jdsa berjarak
45m dan 95m diperoleh peluang tertinggi
ditemukannya kehadiran Genus Eutropis,
sedangkan pada gambar 3 tentang coplot
kelembaban terhadap kehadiran Genus
Eutropis, pada titik kelembaban sekitar
67-68, 73-74 dan 84-85 diperoleh peluang
pertemuan Genus Eutropis tertinggi. Ini
dapat
disimpulkan
bahwa
pada
kelembaban kehadiran Genus Eutropis
tidak
dipengaruhi
oleh
keadaan
kelembaban yang bervariasi, dikarenakan
kadal di hutan tropis akan menyesuaikan
diri pada keadaan yang memungkinkan
untuk mencari makan.

signifikan terhadap kehadiran Genus
Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar
0.01325(*). Sedangkan kelembaban tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kehadiran Genus Eutropis yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi
sebesar 0.48098. R square memiliki nilai
0.057 yang artinya data tersebut mewakili
sebesar 5 % dari keadaan dilapangan nya.
Pada
dasarnya
Faktor
lingkungan fisik merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap perilaku dan
daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor
fisik seperti halnya suhu, kelembaban,
kelerengan, dan jarak dari sumber air,
merupakan salah satu parameter yang
sangat mempengaruhi kegiatan dan pola
tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan
Goin, 1971). Ini terbukti pada hasil regresi
pengaruh faktor jarak dari sumber air
terhadap kehadiran Genus Eutropis
dengan nilai signifikansi sebesar 0.01325
(*). Nilai estimate JDSA sebesar 0.003048. Tanda minus (-) maksudnya
yakni faktor tersebut semakin berpengaruh
apabila nilainya semakin mengecil, dan
apa bila plus (tidak min) maka seiring
semakin tingginya estimate faktor tersebut
peluang ditemukan nya kehadiiran
semakin tinggi. Namun tidak pada faktor
kelembaban. Menurut Sukiya (2005),
kadal banyak ditemukan hidup di daerah
tanah basah atau lembab, tanah berumput,
bebatuan, pepohonan, namun ada juga
yang hidup di gurun pasir. Dalam
kaitannya dengan Genus Eutropis,
kelembaban akan menentukan kehadiran
Genus Eutropis. Berdasarkan hasil
analisis, kelembaban tidak menunjukkan
pengaruh terhadap kehadiran Genus
Eutropis. Hal ini mungkin dikarenakan
kadal selalu aktif selama kondisi fisik
lingkungannya memungkinkan atau bisa
juga
dikarenakan
ketidaktelitian
pengambilan data dilapangan.

4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa dari 108 segmen,
kehadiran Genus Eutropis hanya dapat
ditemui di 62 segmen. Species yang dapat
ditemui yaitu Eutropis rudis, Eutropis
multifasciata, dan Eutropis rugifera.
Kondisi lingkungan fisik seperti jarak dari
sumber air (JDSA) dan kelembaban di
sekitar Sungai Oyo di hutan di Wanagama
I dari Petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16 sangat
beragam. Kelembaban memiliki rentang
antara 43 – 100 %, jarak dari sumber air
dari yang berjarak 20, 70 dan 120 meter.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa
jarak dari sumber air memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kehadiran Genus
Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar
0.01325(*). Sedangkan kelembaban tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kehadiran Genus Eutropis yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi
sebesar
0.48098.
Untuk
menjaga
kehadiran kadal Genus ini, salah satu cara
yang dapat diupayakan secara tidak
langsung yaitu dengan menjaga habitatnya
dengan membatasi konversi lahan atau
6

pengelolaan lahan tertentu agar terciptanya
keseimbangan ekosistem hutan.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih saya ucapkan kepada temanteman, koas, dan dosen serta seluruh pihak
yang telah membantu pembuatan jurnal
ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
Goin C.J. dan
Goin O.B. 1971.
Introduction to Herpetology. WH
Freeman and Company. San
Francisco.
Hadi, Mochamad. 2009. Biologi Insekta
Entomologi. Yogjakarta. Penerbit
Graha Ilmu.
Hall, D. 2007. The Ultimate Guide to
Snackes and Reptiles. The Grange
Book Plc. British.
Kartasapoetra, A.G. 1986. Pengantar
Ekonomi Produksi Pertanian.
Jakarta : Bina Aksara.
Poedjiharta, A.G. 1980. Beberapa
Indikator Fisik untuk Menentukan
Kebijaksanaan
Pendahuluan
dalam
Pengelolaan
DAS.
Proceedings
Lakakarya
Pengelolaan
Terpadu
Daerah
Aliran Sungai. Jakarta 26-27 Mei
1981.
Ridwan, Roni. 2001. Pemberian Berbagai
Jenis Pakan untuk Mengevaluasi
Palatabilitas, Konsumsi Protein
dan Energi pada Kadal (Mabouya
multifasciata)
Dewasa.
Biodiversitas ISSN:
1412-033X
Volume 2, Nomor 1 Januari 2001
Halaman: 98-103.
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang.
Penerbit
Universitas
Negeri
Malang.

7

Pemanfaatan Ruang Strata Vertikal Terhadap Jumlah Individu Cekakak Jawa
(Halcyon cyanoventris) di Hutan Wanagama I Gunung Kidul
Hafidz Rezza Renanda
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281
Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) merupakan burung endemik Jawa dan Bali yang status
konservasinya dilindungi dengan PP No. 7 tahun 1999. Namun, dengan maraknya berbagai
konversi lahan di wilayah Jawa dan Bali, kondisi ini berpengaruh terhadap pengurangan
habitat alami Cekakak Jawa. Sebagai salah satu satwa yang memegang peran dalam
ekosistem, pengurangan habitat dapat berimbas pada pengurangan populasi Cekakak Jawa.
Pengurangan populasi ini berpegaruh terhadap rantai makanan yang kemudian berpengaruh
terhadap jumlah populasi satwa lain dan keseimbangan ekosistem. Untuk menjaga kelestarian
burung ini, salah satu cara yang dapat diupayakan secara tidak langsung yaitu dengan
mengelola habitatnya. Dalam upaya konservasi burung pada suatu area dengan penggunaan
atau pengelolaan tertentu maka data mengenai pemanfaatan ruang strata vertikal Halcyon
cyanoventris di Hutan Wanagama I adalah data penting yang harus diketahui untuk menjadi
acuan terhadap tindakan konservasi dalam upaya mempertahankan keberadaan burung ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah individu Cekakak Jawa dan untuk
mengetahui pemanfaatan ruang strata vertikal burung Cekakak Jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I. Metode pengambilan data dilaksanakan di Hutan Wanagama I, dengan metode
point count. Analisis data pemanfaatan ruang strata vertikal Cekakak Jawa dilakukan dengan
analisis deskriptif. Diperoleh 11 individu Cekakak Jawa di petak 13, 5, 16, dan 14 dengan
64% di strata C dan 36% di strata B. berdasarkan aktivitas, sebanyak 5 individu lebih banyak
memanfaatkan strata C untuk bertengger, sedangkan hanya 1 individu yang bertengger pada
strata B. Kemudian pemanfaatan strata B lebih banyak digunakan untuk terbang, yaitu ada 3
individu, dan 1 individu lebih banyak terbang pada strata C.
Kata kunci : Pemanfaatan ruang, Strata Vertikal, Cekakak Jawa, Wanagama I

Walaupun burung ini tersebar di
berbagai tipe habitat, burung biasanya
memanfaatkan dan menghabiskan sebagian
besar waktu hidupnya di pohon, burung
memanfaatkan pohon untuk membangun
sarang, sarang dibangun disela-sela
cabang, ranting maupun tajuk, adapula
jenis-jenis burung yang memanfaatkan
batang dan cabang pohon untuk
membangun sarangnya dengan membuat
lubang di dalamnya. Burung juga sering
kali kita jumpai bertengger di pohon untuk
beristirahat, berkicau, menarik perhatian
pasangannya dan melakukan berbagai
aktivitas lainnya. Besarnya interaksi antara

1. PENDAHULUAN
Cekakak
jawa
(Halcyon
cyanoventris) merupakan burung endemik
Jawa dan Bali yang status konservasinya
dilindungi dengan PP No. 7 tahun 1999.
Cekakak Jawa cenderung mendiami pada
berbagai tipe habitat seperti, seperti bakau,
daerah pertanian, kolam ikan, sawah dan
hutan kering terbuka. Cekakak Jawa lebih
cenderung menghindari hutan hujan basah
dengan kanopi tertutup, namun hanya
masuk beberapa meter kedalam hutan
terutama pada jalan tepi dan jalan setapak.
Jenis burung ini tersebar dari pantai sampai
pada ketinggian 1500 mdpl (McKinnon,
1991).
8

keseimbangan
ekosistem.
Hutan
Wanagama I sebagai salah satu hutan yang
tersisa di daerah Jawa Bali, merupakan
habitat alami Cekakak Jawa. Kehadiran
Cekakak Jawa di Hutan Wanagama I dapat
dijadikan salah satu indikator lingkungan,
yang dapat menunjukkan adanya interaksi
antara satwa tersebut dengan habitatnya.
Untuk menjaga kelestarian burung
ini, salah satu cara yang dapat diupayakan
secara tidak langsung yaitu dengan
mengelola habitatnya. Dalam upaya
konservasi burung pada suatu area dengan
penggunaan atau pengelolaan tertentu
maka data mengenai pemanfaatan ruang
strata vertikal Halcyon cyanoventris di
Hutan Wanagama I adalah data penting
yang harus diketahui untuk menjadi acuan
terhadap tindakan konservasi dalam upaya
mempertahankan keberadaan burung ini.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah individu Cekakak Jawa
dan untuk mengetahui pemanfaatan ruang
strata vertikal burung Cekakak Jawa di
Hutan Pendidikan Wanagama I. Maka
hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya
pemanfaatan strata vertikal vegetasi oleh
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di
Hutan Pendidikan Wanagama.
Dari uraian diatas, penelitian ini
diharapkan mampu menyumbang data
mengenai pemanfaatan ruang strata
vertikal Cekakak Jawa di Hutan
Wanagama I Gunungkidul. Selain itu
diharapkan juga penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi untuk
penelitian yang hampir serupa di waktu
yang akan datang serta memberikan arahan
dan saran untuk pengelolaan Hutan
Wanagama I.

aktivitas burung terhadap strata vertikal
vegetasi akan sangat bervariasi.
Berdasarkan stratifikasi profil
hutan maka dapat diperoleh gambaran
mengenai pemanfaatan ruang secara
vertikal, yang terbagi dalam kelompok
burung penghuni bagian paling atas tajuk
hutan, burung penghuni tajuk utama,
burung penghuni tajuk pertengahan,
penghuni tajuk bawah, burung penghuni
semak dan lantai hutan, selain itu juga
terdapat kelompok burung yang sering
menghuni batang pohon. Penyebaran jenisjenis burung sangat dipengaruhi oleh
kesesuaian tempat hidup burung, meliputi
adaptasi burung terhadap lingkungan,
kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan
pakan dan seleksi alam (Peterson, 1980).
Wanagama
I
adalah
hutan
pendidikan milik Universitas Gadjah Mada
yang dibangun pada tahun 1964 dengan
cara melakukan suksesi diatas lahan krtis
seluas 600 Ha. Wanagama merupakan
habitat dari 65 jenis tanaman kayu seperti
akasia, kayu putih, eboni, cendana dan jati,
serta ratusan jenis herba. Dengan
keanekaragaman jenis vegetasi yang
tumbuh di hutan Wanagama menyebabkan
Wanagama I memiliki strata vertikal
vegetasi yang berbeda-beda. Hal tersebut
berpengaruh penting terhadap komponen
habitat satwa liar, kondisi strata vertikal
hubungannya dengan cover dan ruang
Cekakak Jawa.
Namun, dengan maraknya berbagai
konversi lahan di wilayah Jawa dan Bali,
kondisi
ini
berpengaruh
terhadap
pengurangan habitat alami Cekakak Jawa.
Sebagai salah satu satwa yang memegang
peran dalam ekosistem, pengurangan
habitat dapat berimbas pada pengurangan
populasi Cekakak Jawa. Pengurangan
populasi ini berpegaruh terhadap rantai
makanan yang kemudian berpengaruh
terhadap jumlah populasi satwa lain dan
9

Gambar 1. Contoh desain point count

burung Cekakak Jawa. Burung-burung
yang berhasil diamati baik melalui kontak
langsung dengan binokuler.
Pengambilan data struktur vegetasi
secara vertikal yaitu dengan pendekatan
stratifikasi tajuk, yakni dengan mencatat
strata pohon berdasarkan keberadaan
cekakak jawa pada pohon. Penentuan
stratum ini dilakukan dengan mengukur
tinggi pohon dimana cekakak jawa berada
dengan menggunakan cristen-hypsometer
lalu dilihat masuk kategori stratum
manakah pohon tersebut. Stratifikasi tajuk
dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh
beberapa
stratum
sebagai
berikut
(Soerianegara dan Indrawan, 2005):
 Stratum A: Lapisan teratas, terdiri dari
pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m
keatas. Biasanya mempunyai tajuk
diskontinu, batang pohon tinggi dan
lurus, batang bebas cabang (clear bole)
tinggi.
 Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon
yang tingginya 20-30 m, tajuknya
kontinu, batang pohon bisanya banyak
bercabang, batang bebas cabang tidak
terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari
stratum ini kurang memerlukan cahaya
atau tahan naungan (toleran). Stratum
ini sering disebut juga sebagai kanopi.

2. METODE
2.1. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan pada
tanggal 7 dan 8 November 2015 pukul
06.00 – 16.00 WIB. Penelitian dilakukan
di petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16 Hutan
Pendidikan Wanagama I, Gunung Kidul,
Yogyakarta. Alat yang digunakan yaitu
peta wilayah Wanagama I, GPS, binokuler,
alat tulis, hagameter, tally sheet,
stopwatch, tali rafia / rol meter,
termohigrometer, klinometer, dan Buku
panduan pengenalan burung-burung di
Jawa dan di Bali karangan John
MacKinnon (1991). Sedangkan bahannya
yaitu individu burung yang ditemukan dan
strata vertikal vegetasi.
Pengambilan
data
burung
menggunakan metode point count, yakni
dengan membuat plot berbentuk lingkaran
imajiner dengan jari-jari 50 m yang
ditempatkan secara sistematis dengan jarak
antar plot 200 m. Tiap plot memiliki radius
pengamatan sejauh 50 m. Pengamatan
dilakukan dengan berhenti di titik point
count selama selang waktu tertentu untuk
mengamati. Burung yang dijumpai dicatat
jenis dan jumlahnya. Individu burung
dicatat baik melalui perjumpaan langsung.
Jenis data yang diambil meliputi jumlah
10



cara yang sama yaitu berdiri ditengah titik
sambil mencatat kelembapan dan waktu.
Pengukuran kelerengan dilakukan dengan
cara pengamat berdiri di tengah lalu
menghitung kelerengan ke empat arah
mata angin, lalu dicatat kelerengannya
dengan
menggunakan
clinometer.
Pengukuran jarak sumber air dilakukan
dengan menggunakan GPS dengan cara
marking lokasi sumber air dan marking
lokasi penemuan burung cekakak.

Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon
yang tingginya 4-20 m, tajuknya
kontinu. Pohon-pohon dalam stratum
ini rendah, kecil, banyak bercabang.
Di samping ketiga strata pohon
tersebut terdapat pula strata perdu-semak
dan tumbuh-tumbuhan penutup tanah,
yaitu:
 Stratum D: Lapisan perdu dan semak.
Tingginya 1-4 m.
 Stratum E: Lapisan tumbuh-tumbuha
penutup tanah (ground cover),
tingginya 0-1 m.

2.2.

Analisis Data
Jumlah individu burung Cekakak
Jawa dapat diketahui dengan mengetahui
jumlah total burung Cekakak Jawa yang
ditemukan
di
Hutan
Pendidikan
Wanagama
I.
Sedangkan
untuk
mengetahui pengaruh strata vertikal yaitu
dengan
analisis
deskriptif
dengan
mengetahui strata mana saja yang dihuni
oleh banyak individu burung.

Sedangkan pengukuran faktor
abiotik habitat dilakukan dengan membuat
protocol plot pada setiap titik point count.
Protocol plot dibuat berbentuk lingkaran
imajiner dengan diameter 22,6 m dan jarijari 11,3 m. dan jarak antar protocol plot
200 m sesuai dengan jarak plot pada point
count. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan alat-alat seperti ThermoHygrometer untuk mengukur suhu dan
kelembaban. Klinometer untuk mengukur
kelerengan tempat. Pengukuran jarak
sumber
air
dilakukan
dengan
menggunakan GPS. Pengukuran suhu
dilakukan di semua protocol sampling di
dalam point count. Pengambilan data
dilakukan dengan cara pengamat berdiri
ditengah-tengah protocol sampling lalu
mengukur suhu dan dicatat waktu saat
pengukuran. Pencatatan waktu dilakukan
karena waktu berpengaruh terhadap
perbedaan suhu. Pengukuran Kelembapan
juga dilakukan di semua protocol sampling
di dalam point count. Pengamat dengan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui Pemanfaatan Ruang Strata
Vertikal terhadap Jumlah Individu
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di
Hutan Wanagama I Gunungkidul. Dalam
penelitian ini, pengambilan data sampel

22,6 m
200 m

Gambar 2. Contoh desain protocol plot
11

jumlah petak yang ditemukan individunya.
Dari 6 petak pengambilan data, hanya 4
petak saja yang ditemukan cekakak jawa.
data persebaran cekakak jawa dan faktor
abiotik dari petak lokasi ditemukan
cekakak jawa dapat dilihat di tabel 2

dilakukan pada petak 5, 6, 7, 13, 14 dan
16. Berdasarkan pengamatan, ditemukan
11 individu burung cekakak jawa di Hutan
Wanagama I. Data pemanfaatan ruang
cekakak jawa dapat dilihat di Tabel 1
berikut :

Berdasarkan Grafik 1. Tentang
pemanfaatan ruang strata vertikal oleh
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di
Hutan Wanagama I dapat dilihat bahwa
pemanfaatan paling banyak ada di strata C
yaitu sebanyak 7 individu atau 64%. Lalu
kedua adalah strata B yaitu sebanyak 4
individu atau 36%. Sedangkan berdasarkan
aktivitas pemanfaatan strata, juga terdapat
perbedaan. Sebanyak 5 individu lebih
banyak memanfaatkan strata C untuk
bertengger, sedangkan hanya 1 individu
yang bertengger pada strata B. Kemudian
pemanfaatan strata B lebih banyak
digunakan untuk terbang, yaitu ada 3
individu, dan 1 individu lebih banyak
terbang pada strata C.
Persebaran cekakak jawa di Hutan
Wanagama, hal ini dapat dilihat dari

berikut.
Dari Tabel 2 dan Grafik 2, dapat
diketahui 11 individu Cekakak Jawa
terdapat di petak 5, 13, 14 di 16. Dari data
tersebut, Cekakak Jawa paling banyak
ditemui ada di petak 5 (37% atau 4
individu) dan paling sedikit ditemui di
petak 13 (9% atau 1 individu), sedangkan
di petak 6 dan 7 tidak ditemui.
3.2.

Pembahasan
Hutan Wanagama menjadi sebuah
model dari keragaman jenis tumbuhan
yang dapat tumbuh pada kawasan karst
sehingga membentuk suatu struktur
vegetasi yang khas. Sebagai habitat dari
burung
Cekakak
Jawa
(Halcyon
cyanoventris), keragaman jenis tumbuhan
yang tinggi membuat Wanagama memilki
strata vegetasi vertikal yang beragam
mulai dari strata A pohon dengan tinggi
lebih dari 30 meter hingga strata E yaitu
tumbuhan penutup tanah (ground cover)
12

pada dahan yang rendah. Ketika mencari
pakan, bertengger ditempat terbuka,
terbang menukik atau turun ke bawah
mencari serangga dan mangsa lainnya,
serta jarang berburu diatas air. Jenis ini
sensitif terhadap kehadiran manusia,
pemalu dan sering kali terbang sambil
bervokalisasi (Fry et al, 1992). Kebiasaan
Cekakak Jawa sesuai dengan banyaknya
pemanfaatan strata C dimana pohon-pohon
dalam stratum ini rendah, kecil, banyak
bercabang yang tersusun rapat dan
memiliki tajuk yang bersifat kontinyu
(Richards, 1954). Perubahan pemanfaatan
ruang strata vertikal seperti pencarian
makan dan substrat dapat terjadi apabila
terjadi perubahan vegetasi dalam habitat.
Hutan Wanagama I terdiri dari 8
petak, yang masing-masing adalah Petak
5 : 79,9 ha; Petak6 : 51,3 ha; Petak 7 :
77,7 ha; Petak 13 : 88,1 ha; Petak 14 :
90,7 ha; Petak 16 : 72,0 ha; Petak 17 : 64.1
ha; Petak 18 : 76.2 ha. Dari semua petak di
Wanagama hampir semuanya dilalui oleh
sungai Oyo, kecuali petak 18. Sungai Oyo
merupakan
sungai
parenial,
yang
mengalirkan air sepanjang tahun. Kondisi
air sangat dipengaruhi oleh musim, pada
musim hujan airnya sangat melimpah
sedangkan saat musim kemarau sangat
berkurang. Dari 6 petak pengambilan data
di Wanagama, 11 individu cekakak jawa
paling banyak ditemukan di petak 5, 14,
kemudian 16 dan paling sedikit di petak
13.
Petak 5 didominasi Mahoni dan
gamal. Petak ini memiliki kelerengan yang
curam yaitu dari 50 - 780. Mempunyai suhu
rata-rata 29,20 celcius dan kelembaban
rata-rata 71,25%. Petak 14 merupakan
petak yang memiliki sedikit pohon, dari 21
plot terdapat 11 plot yang tidak ditemukan
pohon dalam petak sempelnya, meskipun
begitu petak ini didominasi pohon
Eucalyptus
urophylla
dan
Acacia

hingga.
Menurut
Peterson
(1980),
berdasarkan
pada
pola
stratifikasi
penggunaan ruang pada profil hutan pada
berbagai tipe habitat di alam, menunjukkan
adanya kaitan yang sangat erat antara
burung dengan lingkungan hidupnya,
terutama dalam pola adaptasi dan strategi
untuk mendapatkan sumber daya.
Hasil penelitian ini menunjukkan
pemanfaatan ruang strata vertikal Hutan
Wanagama oleh cekakak jawa, lebih
banyak pada Strata C yaitu pohon-pohon
yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinue,
memiliki percabangan yang banyak dan
arah keatas serta batang ( Martinson dan
Thomas, 1994). Strata kedua yang paling
banyak dimanfaatkan cekakak jawa adalah
strata B yaitu pohon-pohon yang tingginya
20-30 m. Pohon dengan strata C yang
paling banyak dimanfaatkan oleh Cekakak
juga memilik ciri arsitektur seperti tajuk
bulat dan percabangan banyak. Bentuk
tajuk dan percabangan juga berpengaruh
kepada aktivitas burung (Martinson dan
Thomas, 1994). Bentuk tajuk berpengaruh
pada naungan dan juga dapat melindungi
dari predator. Percabangan banyak
dimanfaatkan burung untuk bergerak dan
juga membuat sarang. Aktivitas yang
dilakukan berupa bertengger dan terbang
di sambil berpindah dari satu cabang ke
cabang lain. Sesekali burung ini juga
didapati terbang sambil bervokalisasi.
Secara umum, faktor yang mempengaruhi
preferensi strata oleh burung adalah
sumber (resource) baik makanan maupun
ruang
serta
karakteristik
biologi
(bioekologi)
burung
itu
sendiri
(MacKinnon et al, 1993). Menurut Prijono
(1999) Cekakak Jawa lebih suka hinggap
pada pohon-pohon yang lebih rendah dan
diameter yang lebih kecil dengan kondisi
kerapatan pohon yang cenderung rapat.
Kebiasaan Cekakak Jawa hidup sendirian
ataupun berpasangan, suka bertengger
13

mangium. Petak ini memiliki kelerengan
yang cukup landai yaitu dari -50 - 10,50.
Mempunyai suhu rata-rata 32,70 celcius
dan kelembaban rata-rata 48,8%. Petak 16
didominasi Tectona grandis dan Gliricidia
sepium. Petak ini memiliki kelerengan
yang cukup landai yaitu dari -7,250-15,50.
Mempunyai suhu rata-rata 33,80 celcius
dan kelembaban rata-rata 78,8%. Petak 13
didominasi tegakan Tectona grandis dan
Eucalyptus deglupta. Petak ini memiliki
kelerengan yang cukup landai yaitu dari 7,5-10,50. Mempunyai suhu rata-rata 33,90
celcius dan kelembaban rata-rata 59,25%.
Petak 5 banyak ditemukan cekakak
jawa karena merupakan petak dengan
kemiringan lahan paling curam dibanding
petak lain, sedangkan menurut Bird Life
International (2012) cekakak jawa
merupakan burung yang lebih memilih
membuat lubang sebagai sarang di pohon
bahkan di tebing terutama yang berdekatan
dengan sungai, tebing yang dipilih
biasanya memiliki kemiringan 85-90
derajat dengan kedalaman sarang 30-50
cm, hal ini bertujuan agar predator sulit
mendekati sarangnya. Sedangkan petak 14
juga banyak ditemukan cekakak jawa
karena kondisi petaknya yang paling
terbuka dibandin petak lain. Hal ini sesuai
dengan bioekologi Cekakak jawa yang
memiliki habitat di lahan terbuka,
pepohonan, dekat air bersih, tersebar mulai
dari pantai sampai dengan ketinggian 1500
m dpl (Mckinnon, 1991).

meter sebesar 64%, yang kedua strata B
dengan ketinggian 20-30 meter sebesar
36%. Sedangkan berdasarkan aktivitas,
sebanyak 5 individu lebih banyak
memanfaatkan strata C untuk bertengger,
sedangkan hanya 1 individu yang
bertengger pada strata B. Kemudian
pemanfaatan strata B lebih banyak
digunakan untuk terbang, yaitu ada 3
individu, dan 1 individu lebih banyak
terbang pada strata C. Untuk pengelolaan
spesies Cekakak Jawa maupun Hutan
Wanagama sebagai habitat, perlu adanya
penelitian lebih lanjut sehingga dapat
menjadi materi penunjang.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih saya ucapkan kepada temanteman, koas, dan dosen serta seluruh pihak
yang telah membantu pembuatan jurnal ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
BirdLife International. 2012. Halcyon
cyanoventris. The IUCN Red List
of Threatened
Fry, C. H., K. Fry and H. Harris. 1992.
Kingfishers,
Bee-Eaters
and
Rollers. Christopher Helm Ltd.
London.
MacKinnon, Jhon. 1991. Field Guide to
the Birds of Java and Bali. Gadjah
Mada
University
Press.
Yogyakarta.
Mackinnon J, Karen P & Van Balen B.
1993. Burung-burung Di Sumatera,
Jawa, Bali, Dan Kalimantan.
Puslitbang Biologi-Lipi. Bogor.
Martinson D and Thomas G. W. 1994.
More Birds Nest in Hybrid
Cottonwood
Trees.
Biology
Department of Science. Arizone
University. United States
Peterson R. T. 1980. Pustaka Life. Tiara
Pustaka. Jakarta.

4. KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan
bahwa jumlah individu Cekakak Jawa
(Halcyon
cyanoventris)
di
Hutan
Wanagama I Gunungkidul sebesar 11
individu,
jumlah
individu
tersebut
diperoleh dari petak 13, 5, 16, dan 14.
Pemanfaatan strata vertikal Cekakak Jawa
pada strata C dengan ketinggian 4-20
14

Prijono, Agus. 1999. Studi Pembagian
Relung Antara Cekakak Gunung
(Halycon
cyanoventris
Vielli)
dengan Cekakak Sungai (Halycon
chloris Oberh) di Hutan Hutan
Pendidikan
Wanagama
I
,
Kabupaten
Gunungkidul
Yogyakarta(Skripsi).
Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah
Mada.
Yogyakarta.
Tidak
dipublikasikan.
Richards, L. A. (Ed.) 1954. Diagnosis and
Improvement of Saline and Alkali
Soils.
USDA
Agriculture
Handbook 60, Washington D. C.
Soerianegara I dan A. Indrawan. 2005.
Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor:
Laboratorium
Ekologi
Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB.

15

Kelayakan Restorasi Rusa Jawa (Rusa timorensis) di Hutan Pendidikan Wanagama I
Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta
Hafidz Rezza Renanda
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281
Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Rusa Jawa (Cervus timorensis) merupakan satwa asli Indonesia yang tersebar di pulau Jawa
dan Bali. Saat ini Rusa Jawa tercatat sebagai spesies yang masuk dalam Red List Category
and Criteria dengan status vulnerable C1 dan iperkirakan jumlah individu Rusa Jawa dewasa
saat ini kurang dari 10.000 di seluruh Indonesia dan akan terus menurun. Penurunan jumlah
individu ini disebabkan oleh beberapa masalahan seperti konversi lahan hutan, atau kerusakan
habitat dari Rusa Jawa. Kerusakan habitat dan penurunan jumlah individu mendorong
pembuatan kawasan restorasi Rusa Jawa untuk memperlambat laju penurunan jumlah
individu Rusa Jawa. Restorasi merupakan upaya untuk memulihkan kondisi habitat suatu
jenis. Dengan luas sebesar 600 Ha, Wanagama I telah menopang banyak kehidupan flora
maupun satwa, termasuk Rusa Jawa. Dalam kegiatan restorasi, berhasil atau tidaknya
diperlukan adanya tinjauan mengenai 3 aspek penting yaitu populasi, habitat, dan sosial
masyarakat, namun pada penelitian ini hanya ditinjau dari aspek populasi dan air. Tujuan dari
penelitian ini yakni untuk mengetahui kelayakan hutan Wanagama I sebagai tempat restorasi
Rusa Jawa (Cirvus timorensis) melalui pengamatan aspek habitat (ketersediaan sumber air),
dan populasi. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ukuran populasi Rusa
Jawa dan kelayakan habitat Wanagama I ditinjau dari ketersediaan air. Maka hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar pengelolaan Rusa Jawa di tahun selanjutnya.
Metode yang digunakan untuk mengetahui estimasi jumlah rusa adalah metode pellet count.
Jumlah Pellet Count yang dibuat 5 plot. Data yang diperoleh adalah jumlah onggokan
kotoran rusa yang ditemui dalam plot berukuran 100 x 20 meter tersebut. Ketersediaan air
menggunakan pengukuran jarak dari sumber air terdekat dari plot pengamatan yang
diletakkan secara sistematik. Dari hasil perhitungan didapatkan 10,43434066 atau sebesar 11
ekor Rusa timorensis di seluruh Wanagama I.
Kata kunci : Restorasi, Rusa Jawa, Hutan, Wanagama I

hutan, atau kerusakan habitat dari Rusa
Jawa. Kerusakan habitat dan penurunan
jumlah individu mendorong pembuatan
kawasan restorasi Rusa Jawa untuk
memperlambat laju penurunan jumlah
individu Rusa Jawa.
Restorasi adalah tindakan untuk
membawa
ekosistem
yang
telah
terdegradasi kembali menjadi semirip
mungkin dengan kondisi aslinya. Nugroho
(1992) mengugkapkan bahwa restorasi
merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki atau memulihkan kondisi
lahan yang rusak dengan membentuk

1. PENDAHULUAN
Rusa Jawa (Cervus timorensis)
merupakan satwa asli Indonesia yang
tersebar di pulau Jawa dan Bali. Saat ini
Rusa Jawa tercatat sebagai spesies yang
masuk dalam Red List Category and
Criteria dengan status vulnerable C1
(Hedges, 2008). Diperkirakan jumlah
individu Rusa Jawa dewasa saat ini kurang
dari 10.000 di seluruh Indonesia dan akan
terus menurun dengan penurunan 10% tiap
tahunnya (Purnomo, 2010). Penurunan
jumlah individu ini disebabkan oleh
beberapa masalahan seperti konversi lahan
16

pengamatan aspek habitat (ketersediaan
sumber air), dan populasi.
Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi ukuran populasi
Rusa Jawa dan kelayakan habitat
Wanagama I ditinjau dari ketersediaan air.
Maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi informasi dasar pengelolaan Rusa
Jawa di tahun selanjutnya.

struktur dan fungsinya sesuai (mendekati)
kondisi awal. Restorasi merupakan upaya
untuk memulihkan kondisi habitat suatu
jenis. Dengan luas sebesar 600 Ha,
Wanagama I telah menopang banyak
kehidupan flora maupun satwa, termasuk
Rusa Jawa. Sebagai kawasan restorasi
Rusa Jawa, Wanagama I harus memiliki
daya dukung habitat seperti pakan, air,
penutup (cover), dan sosial. Dalam
kegiatan restorasi, berhasil atau tidaknya
diperlukan adanya tinjauan mengenai 3
aspek penting yaitu populasi, habitat, dan
sosial masyarakat. Aspek populasi ditinjau
dari jumlah individu yang ada disuatu
kawasan
restorasi.populasi
adalah
kelompok
individu
yang memiliki
kesamaan genetic dan berada bersamasama dalam tempat dan waktu yang sama
(Mc Naughton dan Wolf,1990).
Keberhasilan restorasi rusa jawa di
Wanagama tidak terlepas dari besarnya
jumlah populasi yang ada akan tetapi juga
Aspek habitat yang terkait ruang,
ketersedian pakan, cover / naungan selain
itu juga terdiri dari komponen-komponen
yang terkait mulai dari kondisi fisik seperti
jenis vegetasi yang ada, sebaran vegetasi
yang ada, suhu, iklim mikro, kelembapan,
tutupan
tajuk,
kerapatan
starata,
perlindungan
terhadap
habitat,
ketersediaan air dan yang terpenting adalah
ketersediaan pakan bagi Rusa Jawa. Dan
masing masing komponen tersebut
memiliki fungsi tersendiri dan saling
terkait dalam menopang kehidupan rusa
jawa. Dari sini, daya dukung pakan, air,
ruang serta faktor sosial perlu diketahui
untuk menilai layak atau tidak suatu
wilayah sebagai kawasan restorasi.
Adapun tujuan dari penelitian ini
yakni untuk mengetahui kelayakan hutan
Wanagama I sebagai tempat restorasi Rusa
Jawa
(Cirvus
timorensis)
melalui

2. METODE
2.1.
Pengambilan data
Penelitian dilakukan di Hutan
Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada
7-8 November 2015 dan 21-22 November
2015. Adapun alat yang dipergunakan
yaitu peta Hutan Wanagama I, GPS,
kompas, tali rafia, tally sheet, parang, alat
tulis. Metode yang digunakan untuk
mengetahui estimasi jumlah rusa adalah
dengan menggunakan metode pellet count.
Jumlah Pellet Count yang dibuat 5 plot.
Data yang diperoleh adalah jumlah
onggokan kotoran rusa yang ditemui dalam
plot berukuran 100 x 20 meter. Setelah
mengetahui datanya, kemudian kotoran
rusa
dibersihkan
untuk
dilakukan
pengamatan pada 1 minggu berikutnya.

Pengambilan data air untuk habitat
Rusa Jawa menggunakan pengukuran jarak
dari sumber air terdekat dari plot
pengamatan yang diletakkan secara
sistematik. Keberadaannya sumber air
ditandai dengan GPS kemudian titik
koordinat dimasukkan dalam peta dengan
protraktor.Dari sini dapat diketahui jarak
dari sumber air terdekat dari plot
pengamatan.
17

di Tabel 1.

2.2.

Analisis Data
Estimasi
populasi
rusa
dilakukan dari hasil onggokan kotoran
rusa yang diperoleh di dalam pellet
count. Dengan rumus :

Tabel