MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ETIKA DAN ET

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
ETIKA DAN ETIKA PROFESIONAL

Kelompok 14
Dosen Pembimbing: Dr. Dadan Suryana

Anggota Kelompok :
1. Nurhafiza

(140330

2. Silvi Atika Sari

(14033068)

3. Hira Khairunnisa

(140330

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
dengan judul “Etika dan Etika Profesional” .
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr Dadan Suryana selaku dosen mata
kuliah Filsafat Pendidikan yang telah membimbing dan memberikan mata kuliah demi
lancarnya tugas ini.
Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas
mata kuliah filasafat pendidikan.

Padang, 10 Mei 2016

Kelompok 14

2


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak
mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat
memajukan negara Indonesia ini. Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional,
Bambang Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan
manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif)
dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan
makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan
nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya,
mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya,
menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat
mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek
kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru
adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan
secanggih apapun akan berakhir sia-sia. Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan

membahas bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika
guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap
peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan
etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

3

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa yang dimaksud dengan etika profesional?
3. Bagaimana kedudukan etika dalam pendidikan dan profesi kependidikan?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami hakikat etika yang meliputi kebiasaan, aturan, nilai, norma, dan moral
2. Memahami konsep etika profesional
3. Memahami kedudukan etika dalam pendidikan dan profesi kependidikan

4


BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Hakikat Etika
A.

Pengertian etika
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti adat, kebiasaan

kesusilaan. Pengertian terminologi etika menunjukkan pada tingkah laku yang didasarkan
pada penilaian baik dan benar. Istilah ini di populerkan oleh Aristoteles. Pada perkembangan
selanjutnya, seorang ahli filsafat, Cicero mengenalkan istilah Moralis yang kurang lebih
bermakna sama. Dalam pandangan normatif, segala sesuatu mempunyai nilai-nilai yang
dijadikan asumsi dasar dalam implementasi (Bagus, Lorenz: 2005).
Etika (ethos) adalah sebanding dengan moral (mos) di mana keduanya merupakan filsafat
tentang adat kebiasaan. Moralitas berasal dari kata mos, yang dalam bentuk jamaknya
(mores) berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Jadi, dalam pengertian ini, etika dan
moralitas sama-sama memiliki arti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang
kemudian terwujud dalam pola perilaku yang tetap dan terulang dalam kurun waktu yang
lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan (Keraf, 1998).

Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang
kesusilaan (moral). Sedangkan William Lillie mendefinisikannya sebagai the normative
science of the conduct of human being living in societies is a science which judge this
conduct to be right or wrong, to be good or bad. Sedangkan ethic, dalam bahasa Inggris
berarti system of moral principles. Istilah moral itu sendiri berasal dari bahasa latin mos
(jamak: mores), yang berarti juga kebiasaan dan adat (Vos, 1987).
5

Etika menurut K. Bertens (1994) terdiri dari:
1.

Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.

2.

Etika adalah nurani (batin), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.

3.


Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.

4.

Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara

sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk.
Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan
mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan
tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan
terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).Seperti yang kita ketahui bersama
bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein
berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau
berarti.
Pengertian etika juga dikemukakan oleh Sumaryono (1995), etika berasal dati istilah
Yunani ethos yang mempunyai arti adat-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari
pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia berdasarkan

kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang
menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang
diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, etika dapat
dibedakan antara etika perangai dan etika moral.
1.

Etika Perangai

6

Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambaran perangai
manusia dalam kehidupan bermasyarakat di aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula.
Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil
penilaian perilaku.
Contoh etika perangai:
a.

berbusana adat


b.

pergaulan muda-mudi

c.

perkawinan semenda

d.

upacara adat

2.

Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar

berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan
yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut
moral.

Contoh etika moral:
a.

berkata dan berbuat jujur

b.

menghargai hak orang lain

c.

menghormati orangtua dan guru

d.

membela kebenaran dan keadilan

e.

menyantuni anak yatim/piatu.

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang

nilai, norma dan moralitas. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan
yang kritis dalam melihat dan mengamati nilai dan norma moral tersebut serta permasalahanpermasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral itu (Aji dan Sabeni,
2003).
Sebagai cabang filsafat, etika dapat dibedakan menjadi dua: obyektivisme dan
subyektivisme. Menurut pandangan yang pertama, nilai kebaikan suatu perbuatan bersifat
obyektif yaitu terletak pada substansi perbuatan itu sendiri. Paham ini melahirkan
7

rasionalisme dalam etika, suatu perbuatan dianggap baik, bukan karena kita senang
melakukannya, tetapi merupakan keputusan rasionalisme universal yang mendesak untuk
berbuat seperti itu. Sedangkan aliran subyektivisme berpandangan bahwa suatu perbuatan
disebut baik bila sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu baik subyek
Tuhan, subyek kolektif seperti masyarakat maupun subyek individu (Muhammad, 2004).
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai
baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seseorang yang
dilakukandengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya. Persoalan etika
itu pula merupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala
aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun

dengan sesame manusia dan dirinya (Musa, 2001).
Etika juga dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus, etika khusus
dibedakan lagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Pembagian etika
menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Frans Magnis Suseno (1993)
dengan istilah etika deskriptif. Frans Magnis Suseno (1993) menjelaskan bahwa etika
umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian
etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan peranan suara hati.
Sedangkan etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masingmasing bidang kehidupan manusia.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1.

Etika Umum
Etika umum adalah etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana

manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mangambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan
teori-teori.
2.

Etika Khusus
8

Etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang
kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsipprinsip moral dasar. Penerapannya dapat berupa bagaimana mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan, yang didasari oleh
cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Selain itu penerapannya juga dapat berupa
bagaimana menilai prilaku diri dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus
yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan. Etika khusus dibagi menjadi dua
bagian :
a. Etika individual
Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika sosial
Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia
Etika umum menjelaskan tentang kajian bagaimana manusia bertindak secra etis,
sedangkan etika khusus mengkaji tentang penerapan-penerapan prinsip-prinsip moral
dasardalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam etika umum, teori-teori etika dan prinsipprinsip moral dasar menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik buruknya suatu tindakan. Sedangkan dalam etika khusus, prinsip-prinsip moral
dasar tersebut diterapkan dalam wujud bagaimana untuk mengambil keputusan dan bertindak
dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan, yang didasari oleh cara, teori
dan prinsip-prinsip moral dasar, serta prinsip-prinsip moral dasar tersebut digunakan untuk
bagaimana menilai perilaku diri sendiri maupun perilaku orang lain dalam berbagai kegiatan
dan kehidupan khusus yang dilatar belakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
untuk bertindak etis. Etika umum lebih terfokus pada kondisi-kondisi dasar manusia dalam
bertindak secara etis serta teori-teorietika dan prinsip-prinsip moral dasar digunakan sebagai
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya

9

suatu tindakan. Sedangkan etika khusus lebih terfokus pada penerapan prinsip-prinsip moral
dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Cecep Sumarna (dalam Amril, 2002) membagi kajian filsafat etika kedalam:
1. Etika normatif, etika yang mengkaji tentang baik buruknya tingkah laku.
2. Etika praktis, kajian etika biasanya menyangkut soal tindakan yang harus
dilakukan oleh manusia.

Untuk menjawab persoalan etika adalah sebagai berikut: Pertama, terdapat
penyelidikan yang dinamakan etika deskriptif (descriptive ethics), yaitu mempelajari
perilaku pribadi-pribadi manusia atau personal morality dan perilaku kelompok atau social
morality. Dengan menganalisa bermacam-macam aspek dari perilaku manusia, antara lain:
motif, niat dan tindakan-tindakan terbaik yang dilaksanakan. Kedua, pengertian perilaku
moral seperti di atas harus dibedakan dengan apa yang seharusnya (etika normatif). Apa
yang seharusnya dilakukan mendasarkan penyelidikan terhadap prinsip-prinsip yang harus
dipakai dalam kehidupan manusia. Yaitu dengan menanyakan bagaimanakah cara hidup
yang baik yang harus dilakukan. Ketiga, berkaitan dengan pengertian praktis. Dengan
menjawab pertanyaan bagaimanakah menjalankan hidup dengan benar, atau bagaimana cara
menjadi manusia yang benar (Harold H. Titus, 1984).
Lebih jelas, lingkup persoalan etika dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.

Etika Deskriptif
Etika deskriptif sering menjadi bahasan dalam ilmu sosiologi. Etika deskriptif

bersangkutan dengan pencatatan terhadap corak-corak, predikat-predikat serta tanggapantanggapan kesusilaan yang dapat ditemukan dilapangan penelitian. Secara deskriptif
dimaksudkan untuk mengetahui apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap tidak baik
yang berlaku atau yang ada di dalam masyarakat. Etika deskriptif melukiskan tingkah laku
moral dalam pengertian luas, seperti dalam adat kebiasaan, atau tanggapan-tanggapan
tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
Etika deskriptif adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan etika yang berusaha untuk
10

membuat deskripsi yang secermat mungkin tentang yang dianggap tidak baik yang berlaku
atau yang ada di dalam masyarakat. Etika deskriptif hanya melukiskan tentang suatu nilai
dan tidak memberikan penilaian.
2.

Etika Normatif
Etika dipandang sebagai suatu ilmu yang mempunyai ukuran atau norma standar

yang dipakai untuk menilai suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau kelompok orang.
Dalam hal ini etika normatif menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang seharusnya terjadi
atau yang semestinya dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang. Etika normatif tidak
seperti etika deskriptif yang hanya melibatkan dari luar sistem nilai etika yang berlaku, tetapi
etika normatif melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.
3.

Etika praktis
Etika praktis mengacu pada pengertian sehari-hari, yaitu persoalan etis yang dihadapi

seseorang ketika berhadapan dengan tindakan nyata yang harus diperbuat dalam tindakannya
sehari-hari.
4.

Etika Individual dan Etika Sosial
Adalah etika yang bersangkutan dengan manusia sebagai perseorangan saja. Di

samping membicarakan kualitas etis perorangan saja, etika juga membicarakan hubungan
pribadi manusia dengan lingkungannya seperti hubungan dengan orang lain. Etika individu
berhubungan dengan sikap atau tingkah laku perbuatan dari perseorangan. Sedangkan etika
sosial berhubungan dengan tingkah laku yang dilakukan oleh perseorangan sebagai bagian
kesatuan yang lebih besar (Ahmad Charis Zubair, 1995).
B.

Pengertian kebiasaan
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang

sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan
benar.Selain itu,kebiasaan sama dengan etika. Dimana pengertian etika yang dikemukakan
oleh Sumaryono (1995), etika berasal dati istilah Yunani ethos yang mempunyai arti adat11

istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang
menjadi study tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu
yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada
umumnya.
C.

Pengertian aturan

Peraturan adalah perangkat berisi sejumlah aturan yang dibuat untuk mengatur perilaku dan
hubungan antar anggota kelompok. Peraturan dapat beruba tertulis maupun tidak tertulis.
D.

Pengertian nilai
Nilai Merupakan prinsip umum tingkah laku abstrak yang ada dalam pikiran anggota-

anggota kelompok yang merupakan komitmen yang positif dan standar untuk
mempertimbangkan tindakan dan tujuan tertentu. Fungsi nilai adalah sebagai pedoman,
pendorong tingkah laku manusia dalam hidup.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai baik dan
jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seseorang yang dilakukandengan penuh
kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya. Persoalan etika itu pulamerupakan
persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu
maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesame manusia dan
dirinya (Musa, 2001).
E.

Pengertian norma
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku,

suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan
norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang
dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat
menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Jadi secara terminologi kiat dapat
mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua,
norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat

12

normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis,
dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret.
Norma mencakup aturan-aturan ataupun sanksi-sanksi. Hal itu bertujuan untuk
mendorong atau menekan anggota masyarakat untuk mematuhi nilai-nilai sosial agar tercipta
ketertiban dan perdamaian dalam kehidupan sosial. Norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu norma
berdasarkan resmi tidaknya dan norma berdasarkan kekuatan sanksinya.

1.

Norma berdasarkan Resmi Tidaknya
a.

Norma tidak resmi ialah norma yang patokannya dirumuskan secara tidak
jelas dan pelaksanaannya tidak diwajibkan bagi warga yang bersangkutan.
Norma tidak resmi tumbuh dari kebiasaan bertindak yang seragam dan
diterima oleh masyarakat. Patokan tidak resmi dijumpai dalam kelompok
primer seperti keluarga, kumpulan tidak resmi, dan ikatan paguyuban.

b.

Norma resmi (formal) ialah norma yang patokannya dirumuskan dan
diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh pihak yang berwenang kepada semua
warga masyarakat. Keseluruhan norma formal ini merupakan suatu tubuh
hukum yang dimiliki oleh masyarakat modern, sebagian dari patokan resmi
dijabarkan dalam suatu kompleks peraturan hukum (law). Masyarakat adat
diubah menjadi masyarakat hukum. Patokan resmi dapat dijumpai, antara lain
dalam perundang-undangan, keputusan, dan peraturan.

2.

Norma berdasarkan Kekuatan Sanksinya
a.

Norma agama adalah suatu petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan bagi
penganutnya agar mereka mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Jadi, norma agama berisikan peraturan hidup yang diterima sebagai
perintah-perintah, laranganlarangan, dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan.
Misalnya, semua agama mengajarkan agar umatnya tidak berdusta atau berzina.
Apabila dilanggar, sanksinya adalah rasa berdosa.

13

b.

Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan
manusia dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari sekelompok
masyarakat. Satu golongan tertentu dapat menetapkan peraturan-peraturan tertentu
mengenai kesopanan dalam masayarakat itu. Misalnya, pada kelompok masyarakat
tertentu, kita dilarang meludah sembarangan.

c.

Norma kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan yang umumnya
dilakukan tanpa pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap baik, patut, sopan,
dan sesuai dengan tata krama. Segala tindakan tertentu yang dianggap baik, patut,
sopan, dan mengikuti tata laksana seolah-olah sudah tercetak dalam kebiasaan
sekelompok manusia. Misalnya, cara makan, minum, berjalan, dan berpakaian.

d.

Norma kesusilaan adalah pedoman-pedoman yang mengandung makna dan
dianggap penting untuk kesejahteraan masyarakat. Norma kesusilaan bersandar
pada suatu nilai kebudayaan. Norma kesusilaan itu dianggap sebagai aturan yang
datang dari suara hati manusia. Penyimpangan dari norma kesusilaan dianggap
salah atau tidak bermoral sehingga pelanggarnya akan menjadi bahan sindiran atau
ejekan.

e.

Norma hukum adalah aturan tertulis maupun tidak tertulis yang berisi perintah atau
larangan yang memaksa dan akan memberikan sanksi tegas bagi setiap orang yang
melanggarnya.

f.

Mode adalah cara dan gaya dalam melakukan dan membuat sesuatu yang sifatnya
berubah-ubah serta diikuti oleh banyak orang. Ciri-ciri utama mode adalah orang
yang mengikuti bersifat massal dan mencakup berbagai kalangan dalam
masyarakat.
Berikut ini adalah macam-macam norma:

a.

Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, dan
anjuran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Para pemeluk agama mengakui
dan mempunyai keyakinan bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari Tuhan
dan merupakan tuntutan hidup ke arah jalan yang benar, oleh sebab itu harus
ditaati oleh para pemeluknya.
14

b.

Norma hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh negara dengan hukuman tegas dan
memaksa sehingga berfungsi mengatur ketertiban dalam masyarakat. Norma
hukum digunakan sebagai pedoman hidup yang dibuat oleh badan berwenang
untuk mengatur manusia dalam berbangsa dan bernegara.

c.

Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia.
Peraturan itu ditaati dan diikuti sebagai pedoman tingkah laku manusia terhadap
manusia lain di sekitarnya.

d.

Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang datang dari hati sanubari manusia.
Peraturan tersebut berupa suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang
sebagai pedoman sikap dan perbuatan.

Fungsi Norma :
1. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok msayarakat dalam
rangka mencapai masyarakat yang sejahtera, tentram, tertib dan aman.
2. Sebagi pedoman cara berfikir dan bertindak
3. Sebagi pedoman yang mengatur kehidupan masyarakat.
F.

Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk

jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan,
adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan
kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain,
kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai -nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita
menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam
masyarakat.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya
ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan
15

atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma
moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup.
Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban
manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan
ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan
normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan
moral yang sebenarnya).

2.2 Etika Profesional
A. Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak
atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah
seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban dan sebagainya.Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau normanorma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan
buruk tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku
manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu
hasil penilaian.Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang
menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta
bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh
masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum
profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas
yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
16

Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh
pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut.Profesional merupakan suatu
profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban
profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan
teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan
dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang
dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya
dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan
profesinya.
17

B. Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada
pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses
pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik.
Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat
dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin
profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam
hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan.
Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap
tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia
yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung
jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
18

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan,
dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
C. Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa
dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan
perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh
karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh
pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994
menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi
menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan
pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan
19

peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut
dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu
produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
D. Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat
yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri
handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin.
Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada
pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan
diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah
contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut
Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan
belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa.
Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap
siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk
terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta
didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan
menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya.
Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah
prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi
hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai
seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta
didik.
20

Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa.
Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan
profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran
memahami

keberagaman

potensi

dan

perkembangan

peserta

didik,

kemahiran

mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan
peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan
sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan
teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang
manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak
hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam
mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan
intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik
jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini
dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai
objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
E. Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional ,
guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar
dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan
kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan
dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu
dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini
21

merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara
pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah
sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus
(Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal
ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala
dinamikanya

yang

memerlukan

pemahaman

dan

kearifan

dalam

bertindak

dan

menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara
yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan
lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara
informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
F. Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh
lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan
dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan.
Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada
dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai
fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita
sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas
yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik.
Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
22

Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi
pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar
yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara
menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah,
masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.

23

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan
dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang
sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Etika profesional seorang
guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang
guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah
ditetapkan.
Suatu jabatan atau pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan yang relatif lama dan
khusus pada tingkat pendidikan tinggi yang pelaksanaannya diatur oleh kode etik tersendiri,
dan menuntut tingkat kearifan atau kesadaran serta pertimbangan pribadi yang tinggi. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan,melatih, menilai, dan mengevalusi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sasaran Sikap Profesi Keguruan :
24

1. Etika Terhadap peraturan perundang-undangan
2. Etika Terhadap Organisasi Profesi
3. Etika Terhadap Teman Sejawat
4. Etika Terhadap Anak Didik
5. Etika Terhadap Pemimpin
6. Etika Guru Profesional Terhadap Tempat Kerja
Kode Etik Guru diIndonesia (KEGI) dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan
norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu sistem yang
utuh. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut Etika Profesi atau
menjalankan profesi secara beretika.

3.2 Saran
Sebagai seorang calon guru atau sudah menjadi guru, sebaiknya kita lebih mengenal lagi
tujuan kita menjadi guru karena guru tidak hanya sebagai sebuah pekerjaan biasa namun
merupakan suatu profesi yang mempunyai tanggung jawab yang besar bagi peserta didiknya.
Oleh sebab itu kode etik sebaiknya difahami oleh setiap calon guru atau guru itu sendiri

25

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorenz. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

26

Hamalik Oemar. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Ikbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Kahar Mansyur. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: rineka Cipta.
Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: PT
Kanisius.
Nurhadi dkk., 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang.
Seseno, Franz Magnus.1993. Etika Sosial, Jakarta: PT Gramedia.
Soejipto dan Raflis kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2009. Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: Bumi Aksara.
Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum
Teaching.

27