TEKNOLOGI PANEN PADA TANAMAN KAKAO fix

TEKNOLOGI PANEN PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
PAPER
OLEH :
RANI ADIATI BR TARIGAN
M. RAIS ARDY
DIANESIA A. TINAMBUNAN
RIZKY HASIBUAN
WINDI PRATIWI
KRISTIAN SITINDAON

150301059
150301061
150301078
150301099
150301135
150301145

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN 2015

MATA KULIAH PRODUKSI DAN TEKNOLOGI BENIH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1560,
tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke
Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun karena
adanya serangan hama. Hal ini yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun
1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah
menghasilkan 11,6 ton tapi tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut.
Penanaman di Jawa mulai dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi
milik Belanda, karena tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat
serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Tahun 1888 puluhan semaian
kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun yang bertahan hanya
satu pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam kembali dan menghasilkan
tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman tersebutlah yang
menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan akhirnya di Jawa

Timur dan Sumatera (Natawidjaya et al., 2011).
Kakao Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di
pasar Internasional masih dihargai paling rendah karena citranya
yang kurang baik yakni didominasi oleh biji biji tanpa fermentasi,
biji-biji

dengan

kadar

kotoran

tinggi

serta

terkontaminasi

serangga, jamur dan mitotoksin. Sebagai contoh, pemerintah
Amerika serikat terus meningkatkan diskonnya dari tahun ke

tahun. Citra buruh inilah yang menyebabkan ekspor kakao ke
China atau negara lain harus melalui Malaysia atau Singapura
terlebih dahulu (Purba, 2013).
Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun
mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam. Keberagaman mutu biji kakao
Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya sarana pengolahan,
lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses pengolahan biji
kakao rakyat, serta pengelolaan biji kakao yang masih tradisional (85% biji kakao
produksi nasional tidak difermentasi). Kemampuan Indonesia sebagai negara
produsen kakao tidak diimbangi dengan kemampuan mengolahnya. Indonesia

hanya mampu menyediakan bahan baku bagi industri negara lain, sedangkan
industri pengolahan di dalam negeri masih mengimpor bahan olah dari luar, hal ini
kurang menguntungkan bagi agroindustri dalam negeri. Pengolahan biji kakao
lebih lanjut di dalam negeri khususnya di DIY sangat diperlukan, mengingat
jumlah perusahaan pengolahan kakao Lmasih sangat sedikit. Pengolahan kakao
primer (biji kakao) menjadi kakao olahan selain dapat memberikan nilai tambah
pada kakao itu sendiri, juga dapat meningkatkan pendapatan petani serta
memberikan alternatif pasar yang lebih beragam bagi petani (Anna, 2011).
Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui teknologi panen
pada tanaman kakao (Theobroma cacao L.) meliputi saat terbaik pemanenan, cara
panen, sortasi benih, fermentasi benih, pengeringan serta pengemasan benih.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Kakao merupakan satu-satunya diantara 20 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Adapun sistematika tanaman
kakao menurut Karmawati et al., (2010) adalah sebagai berikut; kingdom :
plantae;

divisio

:

spermatophyta;

subdivisio

:


angiospermae;

kelas:

dycotyledoneae; ordo : dialypetalae; famili : malvales; genus : theobroma;
spesies : Theobroma cacao L.
Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar
kakao bisa sampai 8 meter kearah samping dan 15 meter ke arah bawah.
Perkembangan akar sangat dipengaruhi struktur tanah, air tanah, dan aerasi di
dalam tanah. Pada tanah yang drainasenya buruk dan permukaan air tanahnya
tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm. Hal yang sama juga
akan terjadi bila permukaan air tanah terlalu dalam (Purba, 2013).
Batang kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam tunas,
yaitu tunas ortotrop (chupon) dan tunas plagiotrop (fan). Anatomi kedua macam
tunas tersebut pada dasarnya adalah sama. Xilem primer batang terkumpul pada
bagian tepi empulur dan berdampingan dengan xilem sekunder yang tumbuh
setelahnya. Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar 1 tahun
dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, petumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian
akan membentuk perempatan (jorket) (Tarihoran, 2000).

Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun
berkisar 25–34 cm dan lebarnya 9– 12 cm. Daun yang tumbuh pada ujung –ujung
tunas biasanya berwarna merah dan disebut daun flus permukaannya sutera.
Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijaudan permukaannya kasar.
Pada umumnya daun–daun yang terlindung lebih tua warnanya bila dibandingkan
dengan daun yang langsung terkena sinar matahari (Purba, 2013).
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan

bunga (cushion). Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang
kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk
setiap kultifar (Tarihoran, 2000).
Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar, tetapi pada
dasarnya kulit buah beralur 10 yang letaknya berselang-seling. Buah kakao akan
masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat penanaman.
Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk cukup beragam dengan ukuran
berkisar 10-30 cm, diameter 7-15 cm, tetap i tergantung pada kultivar dan faktorfaktor lingkungan selama proses perkembangan buah (Purba, 2013).
Biji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih.
Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang tipis. Rasa buah

kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan.
Disebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua
kotiledon dan embrio axis. Biji kakao bersifat rekalsitran dan tidak memiliki masa
dorman. Walaupun daging buah mengandung zat penghambat perkecambahan
terkadang biji bisa berkecambah, yakni pada buah yang terlambat dipanen daging
buahnya telah mengering (Tarihoran, 2000).
Syarat Tumbuh
Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman, termasuk budidaya
kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10oLS-10oLU dan pada
ketinggian 0-600 m dpl. Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerahdaerah bercurah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Temperatur yang ideal bagi
pertumbuhan cokelat adalah 30oC- 32oC (maksimum) dan 18oC-21oC (minimum)
(Purba, 2013).
Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang kelembapannya tinggidan
konstan,

yakni

diatas


80 %. Kelembapan

tinggi

dapat

mengimbangi

prosesevapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang rendah.
Tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang rentan terhadap dorongan angin
kencang. Angin dapat merusak daun, terutama daun-daun yang muda
(Tarihoran, 2000).

Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air
sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah
curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun.Areal penanaman
cokelat yang ideal adalah daerah–daerah bercurah hujan 1.100– 3.000mm
pertahun (Purba, 2013).
Tanah

Tanaman cokelat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai tingkat
keasaman 6-7.5. Kadar bahan organik yang tinggi akan meningkatkan laju
pertumbuhan pada masa tanaman sebelum menghasilkan. Tanah yang cocok untuk
tanaman kakao adalah yang bertekstur geluhlempung (clay loam) yang merupakan
perpaduan antara 50% pasir, 10-20% debu, dan 30-40% lempung berpasir. Tekstur
tanah ini dianggap memiliki kemampuan menahan air yang tinggi dan memiliki
sirkulasi udara yang baik tekstur tanah yang baik untuk tanman cokelat adalah
lempung liat berpasir dengan komposisi 30–40% fraksi liat, 50% pasir dan 10–
20% debu (Tarihoran, 2000).
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta
aerasitanah, Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol yang memiliki fraksi liat yang tingginya ternyata sangat kurang
menguntungkan tanman cokelat, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung
berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman cokelat
(Purba, 2013).
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi,
yaitudi atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur
tanah,biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan
lengas tanah. Tingginya kemampuan absorbsi menandakan bahwa daya pegang

tanah terhadap unsur–unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya emlepaskannya
untuk diserap akar tanaman (Tarihoran, 2000).

PEMBAHASAN
I. Saat Terbaik Panen
Buah kakao dipanen atau dipetik tepat masak. Kriteria buah masak adalah
alur buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada saat
masih muda, atau berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang warna
kulitnya hijau kekuningan pada saat masih muda (Karmawati et al., 2010).
Panen adalah serangkaian kegiatan pengambilan hasil buah kakao dengan
cara dipetik atau dipotong. Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau
dipotong. Panen harus dilakukan pada umur/waktu, cara dan sarana yang tepat.
Pemanenan

buah

kakao

dilakukan


setiap

1

atau

2

minggu

sekali

(Etno dan Sinung, 2012).
Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160 -175
hari atau sekitar 5 - 6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi perubahan
warna kulit buah, kakao masak pohon dan siap panen dicirikan dengan perubahan
warna buah, yaitu: (a) warna buah sebelum masak hijau, setelah masak warna
alur buah menjadi kuning, atau (b) warna buah sebelum masak merah tua, setelah
masak warna buah merah muda, jingga atau kuning.
Pemanenan buah kakao umumnya berlangsung antara bulan Mei sampai
dengan Oktober tiap tahunnya. Di Jawa Tengah panen besar biasanya pada bulan
Mei - Juni dan penen tambahan pada bulan Agustus- Oktober. Sedangkan di
Sumatra Utara, panen besar pada bulan Mei - Juni dan panen tambahan pada
bulan September - Oktober. Rotasi pemanenan biasanya dilakukan dengan selang
waktu antara 7-14 hari, dimaksudkan untuk memperoleh hasil panen tepat masak
dengan tingkat masak relatif homogen (Karmawati et al., 2010).
Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit dan buah yang lepas
dari kulit bagian dalam. Jika buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ada 3
perubahan warna kulit buah cokelat yang telah mengalami kematangan. Ketiga
perubahan warna kulit tersebut menjadi kriteria kelas kematangan buah di kebun.
Kelas C, warna kulit kuning, bagian kulit yang berubah warnanya pada alur buah.
Kelas B, warna kulit kuning serta bagian kulit yang mengalami perubahan warna
pada alur buah dan punggung alur buah. Kelas A, warna kulit kuning dan bagian

kulit yang mengalami perubahan warna pada seluruh permukaan buah
(Suwar to dan Yuke, 2010).
Tabel 1. Warna dan Pengelompokan Kelas Kematangan Buah
Perubahan

Bagian Kulit Buah yang Mengalami

Kelas

Warna

Perubahan Warna

Kematangan Buah

Kuning

Pada alur buah

C

Kuning

Pada alur buah dan punggung alur

B

buah
Kuning

Pada seluruh permukaan buah

A

Kuning tua

Pada seluruh permukaan buah

A+

Sumber : Tumpal U.S. Siregar, dkk., 2003.
II. Cara Panen
Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen harus
dilakukan pada umur/waktu, cara dan sarana yang tepat. Pemanenan buah kakao
dilakukan setiap 1 atau 2 minggu sekali. Alat panen yang digunakan dengan
menggunakan sabit, gunting atau alat lainnya.
Menurut (Natawidjaya et al.,2012) Hal yang harus diperhatikan pada saat
pemanenan ialah :
1. Menjaga agar buah tidak rusak atau pecah, dan menjaga agar bantalan buah
juga tidak rusak karena ini merupakan tempat tumbuhnya bunga untuk periode
2.

selanjutnya.
Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari karena
akan menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat masak mempunyai
kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun
lemak di dalam biji. Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen
lemak dan menambah presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah
muda akan menghasilkan biji kakao yang bercitarasa khas cokelat tidak
maksimal, rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan

kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi.
3. Apabila ada alasan teknis atau alasan lain yang sangat mendesak seperti
serangan hama atau penyakit, pemanenan buah kakao dapat dilakukan

sebelum tepat masak. Hal ini untuk menghindari kehilangan produksi yang
lebih banyak.
Alat yang digunakan untuk memanen yaitu antel, canik, gaet, pisau,
ember, plastik, tali raffia, dan kantung plastik. Antel dan canik harus tajam agar
tidak merusak bantalan bunga. Buah yang telah masak, busuk, berlubang-lubang
karena tupai baik yang berada diatas ataupun di bawah dipetik dengan menyisakan
1/3 bagian dari tingkat buah (Anna, 2011).
Cara Panen


Tentukan waktu panen secara kolektif dengan anggota kelompok lainnya,
agar kapasitas kotak fermentasi terpenuhi. Frekuensi panen juga perlu
diatur agar memperoleh buah kakao yang seragam. Menurut Badan
Penelitian Kokoa Afrika Barat, interval panen atau pemetikan yang
disarankan adalah selama 10 hari. Panen besar kakao di Yogyakarta
biasanya sekitar bulan Mei sampai Juni dan panen tambahannya pada
bulan Oktober sampai November. Pada saat panen, apabila menemui buah
kakao yang tidak sehat, maka disarankan untuk dipetik dan dipisahkan
pengumpulannya. Hal ini untuk menghindari berkembangnya penyakit



pada buah kakao yang sehat.
Siapkan perlengkapan panen buah kakao, seperti antel/pisau tidak atau
dengan diberi tangkai dari bambu cukup panjang untuk memetik buah



kakao yang tinggi dan keranjang atau liri.
Petik
atau
gunting
pangkal
buah

kakao

yang

sudah

cukup masak di masing-masing kebun petani. Usahakan pemetikan buah
kakao tidak merusak tangkai buah atau bantalan bunga pada batang pohon
kakao.


Panen

atau

pemetikan

ini

dilakukan

menggunakan tenaga manusia dengan bantuan alat.
Pisahkan hasil petik buah kakao yang baik dan jelek (terserang hama
penyakit atau terlalu muda atau terlalu tua) dan masukkan pada liri atau
karung plastik dan beri tanda atau kode pada liri, yang berisi



buah kakao yang baik dan jelek dan nama petani.
Kumpulkan hasil petikan tersebut di salah satu anggota yang memiliki

kotak fermentasi.
III. Sortasi Buah

Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting
untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk
memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk
atau cacat. Buah sehat akan tercemar oleh buah busuk jika ditimbun dalam satu
tempat sama. Buah yang terkena serangan hama dan penyakit hendaknya ditimbun
di tempat terpisah dan segera dikupas kulitnya. Setelah diambil bijinya, kulit buah
segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ke
seluruh kebun. Sortasi buah juga merupakan hal sangat penting terutama jika buah
kakao hasil panen harus ditimbunterlebih dahulu selama beberapa hari sebelum
dikupas kulitnya. (Nasution, Z., 1976).
Sortasi buah kakao merupakan hal sangat penting terutama jika buah hasil
panen harus ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas
kulitnya. Buah yang kualitasnya baik segera dipisahkan dengan buah yang rusak
karena hama atau penyakit. Buah yang sehat langsung diproses fermentasi
sedangkan buah yang rusak terserang hama atau penyakit segera dikupas kulitnya.
Setelah diambil bijinya, kulit buahsegera ditimbun dalam tanah untuk
mencegah

penyebaran

hama

atau

penyakit

ke

seluruh

kebun

(Direktorat Jendral Perkebunan 2012).
Kriteria yang dipakai dalam sortasi adalah warna, ukuran, kesehatan dan
bentuk. Warna biji dibedakan atas cokelat, ungu dan hitam. Ukuran dibedakan
atas, besar, sedang dan kecil. Biji yang tidak sehat dan cacat dipisahkan dari yang
sehat. Bentuk biji terbagi atas bulat, lonjong, dan gepeng. Sortasi bertujuan untuk
memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji
berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji (Yusianto et al. 2008).
Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao
dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat
dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu
dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu
tempat. (Djatmiko, B. dan T. Wahyudi, 1986).
Sortasi Biji Kakao Kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji
baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu,
kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar

air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi
dilakukan dengan menggunakan ayakan yang dapat memisahkan biji kakao
dengan kotoran-kotoran. (Hermansyah, 1986).
Tabel 2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
No.

Karakteristik

Mutu I

Mutu II

Sub
Standar

1

Jumlah
.
biji/100 gr

**

**

**

2

Kadar
.
air, %(b/b) maks

7,5

7,5

>7,5

3

Berjamur,
.
%(b/b) maks

3

4

>4

4

Tak
. Terfermentasi %(b/b)
maks
Berserangga,
.
hampa,

3

8

>8

3

6

>6

5

berkecambah, %(b/b) maks
6

Biji
. pecah, % (b/b) maks

3

3

3

7

Benda
.
asing % (b/b) maks

0

0

0

8

Kemasan
.
kg, netto/karung

62,5

62,5

62,5

Sumber : www.kadin-indonesia.or.id
Keterangan:
 Revisi September 1992
 Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr.


AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85



A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100



B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110



C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120



Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120.

Untuk jenis kakao mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)

IV.

Pemeraman/Penyimpanan Buah Kakao
Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya

kapasitas wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao
yang terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan
yang terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis
akan menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao.
Lama pemeraman disarankan dilakukan sesingkat mungkin dan harus segera
dipecah (Hatmi dan Rustijarno, 2012).
Pemeraman buah kakao tidak dianjurkan dalam menghasilkan biji kakao
sesuai SNI. Apabila pemeraman buah kakao harus dilakukan karena hal yang
sangat penting, maka disarankan lama pemeraman dilakukan sesingkat mungkin
dan segera dipecah (maksimal hari ke-3 setelah panen). Pemeraman buah kakao
sebaiknya dilakukan dengan cara dihampar diatas lantai yang diberi alas
(Hatmi dan Rustijarno, 2012).

V.

Pemecahan Buah Kakao
Kegiatan ini bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah. Alat

pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang tidak
terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada biji
kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao yang
disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar berwarna
coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila kontak dengan
senyawa polifenol pada biji kakao (Hatmi dan Rustijarno, 2012).

Cara pemecahan buah kakao :
- Siapkan alat pemecah buah kakao, seperti batang kayu atau kulkasau
(pemukul kayu berpisau) atau kayu berbentuk segitiga, dua ember untuk biji
kakao yang baik dan jelek. Pisau pada kulkasau terdapat pada satu atau kedua
sisinya. Pisau ini sebaiknya didesain memiliki kelebaran sesuai dengan
ketebalan kulit buah kakao, sehingga ketika saat pemecahan tidak sampai
mengenai biji kakao. Sedangkan kayu segitiga ini biasanya dipasang
permanen pada suatu meja.
- Pecah buah kakao matang optimal dan dalam kondisi baik dengan pemukul
kayu pada bagian tengah buah, sehingga daging buah terbelah menjadi dua
bagian. Sedangkan pemecahan menggunakan kayu berbentuk segitiga yaitu
dengan memegang kedua sisi buah kakao dan dibenturkan pada bagian sisi
tajam kayu, sehingga buah kakao terbelah.
- Ambil biji kakao baik dari dalam buah yang masih bergerombol pada
plasenta/jantung/hati

buah

kakao.

Pisahkan

biji

dari

plasentanya

menggunakan tangan dan masukkan biji kedalam ember. Plasenta yang tidak
dibuang akan berpengaruh terhadap kenampakan biji kakao kering yang

dihasilkan. Biji kakao yang masih bergerombol dengan plasenta membentuk
agglomerate dan mempersulit saat proses pengeringan.
- Pisahkan biji kakao yang baik dan jelek pada ember yang berbeda.
- Timbang biji kakao baik dari masing-masing petani yang mengumpulkan
berdasarkan kode pada liri atau keranjang (Hatmi dan Rustijarno, 2012).
VI.

Sortasi Biji Kakao Basah
Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum

proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan
kualitas

yang

baik

dan

persentase

rendemen

yang

tinggi

(Hatmi dan Rustijarno, 2012).

Gambar . Sortasi biji kakao dan hasil sortasi biji kakao siap untuk difermentasi

VII.

Fermentasi
Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp

dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping
biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih
bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini memiliki peran
membentuk

prekursor

senyawa

aroma

dan

warna

pada

kakao

(Hatmi dan Rustijarno, 2012).
Fermentasi dapat dilakukan dalam kotak, dalam tumpukan maupun dalam
keranjang. Kotak dibuat dari kayu dengan lubang didasarnya untuk membuang
cairan fermentasi atau keluar masuknya udara. Biji ditutup dengan daun pisang
atau karung goni untuk mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk setiap hari
atau dua hari selama waktu 6 - 8 hari. Kotak yang kedalamannya 42 cm cukup
diaduk sekali saja selama 2 hari. Tingkat keasamannya lebih rendah dibandingkan
lebih dari 42 cm. Fermentasi tidak boleh lebih dari 7 hari. Setelah difermenta si
biji kakao segera dikeringkan (Karmawati et al., 2010).

Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1)
fermentasi dengan menggunakan keranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan
penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan 3) fermentasi
dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah
fermentasi memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua
cara fermentasi tradisional lainnya (Karmawati et al., 2010).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao,
antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/
pembalikan,

aerasi,

iklim,

kemasakan

buah,

wadah

dan

kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis lindak membutuhkan
waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3
hari.

Fermentasi

yang

terlalu

lama

meningkatkan

kadar

biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan fermentasi yang singkat
menghasilkan

kadar

biji

slaty

(biji

tidak

terfermentasi)

tinggi

(Karmawati et al., 2010).
Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas
biji kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan
kuantitas minimal 40 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi
menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang
dihasilkan, tetapi biji yang berjamur (Siregar, 1989).
Cara Fermentasi :


Siapkan perlengkapan fermentasi biji kakao, seperti : timbangan, kotak



fermentasi berjenjang, bagor/ karung goni/daun pisang.
Timbang biji kakao baik sesuai dengan kapasitas kotak fermentasi



(minimal 40 kg)
Masukkan biji kakao baik kedalam kotak fermentasi hingga mencapai 10



cm dari mulut kotak
Tutup
biji
kakao



goni/daun pisang.
Peram biji kakao selama 5 hari untuk biji kakao lindak dan 3 hari untuk

dalam

kotak

dengan

bagor/karung

biji kakao mulia. Pengadukan pertama biji kakao pada saat pemeraman,
dilakukan setelah 48 jam pemeraman dan diulang setelah dua hari. Hal ini

untuk
biji kakao.

menghomogenisasikan

fermentasi

VIII. Perendaman dan Pencucian
Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi,
dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan
persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih dari
itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian bertujuan
untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga meminimalisir
serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama penyimpanan dan
memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi lebih bersih
(Hatmi dan Rustijarno, 2012).

Kegiatan perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga
berpotensi memiliki pengaruh kurang baik diantaranya berat masa biji kakao
berkurang (4,5%), karena beberapa senyawa dari keping biji keluar, persentase
biji pecah menjadi lebih besar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkan tenaga
dan air lebih banyak. Oleh karena itu, kegiatan ini baik dilakukan untuk hasil
akhir yang lebih baik, apabila harga biji kakao kering telah memadai dengan biaya
proses produksinya (Hatmi dan Rustijarno, 2012).
IX.
Pengeringan Biji Kakao

Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energy panas. Kadar air
bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak tumbuh lagi
didalamnya (Winarno et al,1980).
Kadar air biji kakao setelah fermentasi sekitar 60 persen. Menurut Wood
(1983) kadar air yang baik untuk biji kakao kering adalah 6 – 7 persen yang
dicapai melalui proses pengeringan baik pengeringan dengan penjemuran,
pengeringan buatan atau kombinasi kedua cara tersebut.

Selama pengeringan terjadi difusi oksigen ke dalam keping biji dan air
mengalir dengan arah berlawanan. Penetrasi oksigen ke dalam biji dapat
dipercepat dengan menusuk testa dengan jarum sehingga proses pengeringan
berlangsung lebih cepat dengan browning yang lebih sempurna (Rohan,1963).
Guritno et al., (1983) membuktikan bahwa makin tinggi suhu pengeringan
akan berakibat makin rendahnya kadar lemak serta meningkatkan keasaman dan
kadar lemak amino. Suhu pengeringan yang tidak melebihi 55oC memungkinkan
diperolehnya hasil yang mendekati persyaratan standar mutu biji kakao.
Menurut Wahyu (1995) menjelaskan bahwa suhu optimum pengeringan
adalah 60oC dengan kelembaban relative 16oC sesuai dengan kondisi iklim rata –
rata di Indonesia. Sedangkan untuk kecepatan aliran udara optimum adalah 0.1
m/dt.
1. Prinsip Pengeringan
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena
perbedaan tekanan dan potensial uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Dalam hal ini udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah
sehingga terjadi penguapan (Taib et al.,1988).

Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap air. Air
yang diuapkan terdiri atas air bebas dan air terikat . Air bebas berada di
permukaan dan yang pertama kali mengalami penguapan. Migrasi air dan uap air
terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dan
bagian luar bahan (Henderson dan Perry,1976).
Proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh kondisi udara pengering di
sekitar bahan. Secara umum kondisi yang sangat mempengaruhi proses
pengeringan adalah kecepatan aliran udara pengering, suhu udara pengering dan
kelembaban udara (Brooker et al., 1982).
Pengeringan biji kakao bertujuan untuk menguapkan air yang masih
teringgal di dalam biji pasca fermentasi (Bravo and Mc Graw,1974). Pada akhir
fermentasi kandungan air biji kakao mencapai 55 – 60 persen dan untuk mencapai
kadar air 6 – 7 persen dapat dilakukan dengan proses pengeringan baik
menggunakan sinar matahari maupun alat pengering mekanis atau dengan
keduanya (Syarief et al., 1988).
Cara pengeringan umum dilakukan oleh petani adalah penjemuran, sedang
perkebunan besar melakukan pengeringan secara mekanis dan kombinasi
penjemuran dan pengeringan mekanis. Cara penjemuran menghasilkan pemanasan
lambat sehingga penguapan air dari permukaan biji berlangsung secara perlahan.
Permukaan biji tidak mengalami perubahan fisik yang mendadak seperti
pengkerutan dan pengerasan kulit biji. Dengan demikian, senyawa asam hasil
proses fermentasi yang teringgal didalam biji mudah keluar ke permukaan biji dan
mudah menguap. Kelemahan cara ini adalah ketergantungan pada cuaca sangat
besar sehingga penyempurnaan cara penjemuran perlu diupayakan agar
kelemahan tersebut dapat dikurangi (Thome,1992).
Penjemuran dilakukan sampai kadar air 18 persen kemudian dilanjutkan
dengan alat pengering sampai kadar air 6 – 8 persen dengan suhu pengeringan 46
– 50 persen (Siregar et al., 1989).
Di Indonesia berbagai jenis pengering telah dikembangkan untuk
pengeringan kakao. Untuk skala komersial pada kebun percobaan kopi dan kakao
digunakan alat pengering tipe lorong (tunnels dryer type) yang mencapai suhu 50
– 60oC dalam waktu 48 jam dapat mengeringkan 4.5 ton kakao basah. Harsono

(1997) melaporkan bahwa alat pengering jenis palung dengan menggunakan
bahan bakar kayu kisaran suhu pengering yang dicapai adalah 45 – 80oC dengan
rata – rata 60oC dapat mengeringkan 2061kg kakao basah dalam waktu 48 jam.
2. Laju Pengeringan
Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan mempunyai arti
penting dimana laju pengeringan akan menggambarkan cepat lambatnya proses
pengeringan berlangsung. Secara umum laju pengeringan diartikan dengan junlah
air yang diuapkan per bahan kering per satuan waktu (Muljoharjo,1987). Terdapat
dua implikasi dari data laju pengeringan yaitu (yang lama) dan biaya pengeringan
(yang tinggi).
Kurva karakteristik pengeringan biji – bijian seperti juga hanya dengan
hasil – hasil pertanian lainnya mengalami periode kecepatan pengeringan konstan
dengan diikuti oleh periode kecepatan menurun yang lebih lambat, yang
umumnya terdiri dari dua kecepatan yang berbeda (Brooker et al.,1982).
Pola laju pengeringan selama proses pengeringan berlangsung disajikan
pada Gambar 4. Menurut Geankoplis (1983) fase A-A 1 merupakan saat
pengeringan awal, dengan laju pengeringan konstan sedangkan fase C-D dan fase
D – E merupakan laju pengeringan menurun.
Fase laju pengeringan menurun terdiri dari 2 fase yaitu fase laju
pengeringan menurun pertama terjadi ketika lapisan air pada permukaan bahan
berkurang samapai bahan tersebut kering dan fase laju pengeringan menurun
kedua dimulai dari titik D sampai bahan tersebut benar benar kering (Compeletely
dry).
Menurut Brooker (1979) factor factor yang mempengaruhi laju
pengeringan konstan adalah kecepatan aliran udara, suhu udara dan kelembaban
udara. Buckle et al (1978) menyatakan bahwa factor factor utama yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik
dan kimia dari produk(bentuk,ukuran,komposisi dan kadar air), sifat fisik dan
lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara) dan
karakteristik alat pengering.

Periode laju pengeringan konstan berakhir pada saat air permukaan telah
habis.

Pada pengeringan hasil pertanian periode ini berlangsung dalam waktu

(Henderson dan Perry, 1976).
Laju pengeringan menurun akan terjadi sesuai dengan penurunan kadar air
selama pengeringan dimana permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi
ditutupi oleh lapisan air. Jumlah air terlihat makin berkurang karena terjadi
migrasi air dari bagian dalam ke permukaan secara difusi (Henderson dan
Perry,1976).
Peranan udara dalam proses pengeringan adalah sebagai tempat pelepasan
dan penampungan uap air yang keluar dari bahan dan juga bertindak sebagai
pengantar panas ke bahan yang dikeringkan (Winarno et al., 1980).
X.

Tempering, Sortasi dan Grading Biji Kakao Kering
Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air

yang ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk
menetralkan suhu didalam biji dengan suhu ruangan selama semalam atau
menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan
seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai
dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah
diatur di dalam SNI biji kakao 2323-2008 (Hatmi dan Rustijarno, 2012).

XI.

Pengemasan dan Penyimpanan
Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat

ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta
temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup
yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan air
dalam benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan
cepat yang dapat berakibat: Berlangsungnya perkecambahan, karena didukung
oleh kelembaban lingkungan yang besar atau tinggi; Kelembaban lingkungan
yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya
jamur, dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra,
2003).
Kualitas benih yang terbaik adalah pada saat benih masak fisiologis karena
pada saat benih masak fisiologis maka berat kering benih, viabilitas dan vigornya
tertinggi. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun sampai pada
akhirnya benih tersebut kehilangan viabilitas dan vigornya. Kemuduran benih
didefinisikan sebagai menurunnya kualitas benih, baik secara fisik maupun
fisiologis yang mengakibatkan rendahnya viabilitas dan vigor benih sehingga
pertumbuhan dan hasil tanaman menurun. Laju kemunduran benih dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu:
1. Sifat Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi
yang kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor
lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
2. Faktor Lingkungan

Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi
karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan
penyimpanan benih, atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan
prosesing benih.
Penyimpanan benih atau kelompok benih ( lot benih ) diharapkan dapat
mempertahankan kualitas benih dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
lamanya penyimpanan. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari
faktor-faktor biotik dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara
fisik maupun genetik, serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan.
Kendala utama dalam penyimpanan benih kakao adalah banyaknya benih
berkecambah karena tidak memiliki masa dormansi. Berkaitan dengan hal itu
berbagai usaha untuk mencegah perkecambahan dalam penyimpanan telah
dilakukan oleh peneliti untuk mempertahankan daya kecambah selama
penyimpanan. Penelitian Ashiru (1970) mempelajari pengaruh aerasi selama
penyimpanan terhadap daya tumbuh benih. Hasilnya benih kakao yang disimpan
di dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi, daya tumbuhnya lebih tinggi
daripada benih yang disimpan didalam wadah tertutup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran benih di tempat penyimpanan;
1.

Kadar Air Benih Sebelum Disimpan
Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih

dalam tempat penyimpanan Laju kemunduran benih dapat diperlambat, dengan
cara kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Kadar air
benih optimal, yaitu kadar air tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa
mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi
sebagian besar benih adalah antara 6- 9% (untuk benih kangkung, kubis bunga,
caisin, ketimun, cabai, tomat, bayam), 10%- 12% untuk benih kacang-kacangan
(kadar air untuk benih kedelai, harus dibawah 11% , kadar air untuk kacang
panjang 12%), kadar air untuk benih serealia (padi, gandum, jagung dll),
sebaiknya dibawah 14%.
2. Suhu Tempat Penyimpanan
Suhu optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak
antara -18 – 0 C.

3. Kelembaban Tempat Penyimpanan
Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi
viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu
selalu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban
ruang simpan harus diatur sehingga sedemikian rupa sehingga kadar air benih
pada keadaan yang menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang.
Pada kebanyakan jenis benih, kelembaban nisbih ruang penyimpanan antara
50-60%, dan suhu 0-10oC adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas
benih, paling tidak untuk jangka waktu penyimpanan selama 1 tahun.
4. Tempat Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih selama
dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya
tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.
Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari
perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembapan nisbi dan suhu. Kemasan
yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik bagi
benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Prinsip dasar pengemasan benih
adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih, dan salah satu tolok
ukurnya adalah kadar air benih. Menurut Barton dalam Justice dan Bass (1979),
kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih
lanjut

dikatakan

bahwa

kemunduran

benih

meningkat

sejalan

dengan

meningkatnya kadar air benih.
Bahan kemasan yang baik adalah yang memiliki kekuatan tekanan, tahan
terhadap kerusakan serta tidak mudah sobek (Rineka Cipta 1986). Bahan untuk
kemasan banyak macamnya dan masing-masing memiliki sifat yang berbeda.
Bahan kemasan benih di daerah tropika basah umumnya memiliki sifat
impermeabilitas terhadap uap air. Sifat lain yang penting adalah mempunyai daya
rekat (sealibility), kuat, elastis, mudah diperoleh, murah, dan tahan lama.
Menurut Harrington (1973) dalam Copeland and McDonald (2004),
terdapat tiga macam jenis kemasan, yaitu kemasan yang kedap udara dan uap air,
kemasan yang resisten terhadap kelembaban, dan kemasan yang bersifat porous.

Kemasan yang kedap udara dan uap air adalah kemasan yang tidak menunjukkan
terjadinya pertukaran udara antara benih yang disimpan dengan lingkungannya.

KESIMPULAN
1. Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160 -175
hari atau sekitar 5 - 6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi
perubahan warna

kulit buah, Pemanenan buah kakao umumnya

berlangsung antara bulan Mei sampai dengan Oktober tiap tahunnya
2. Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen harus
dilakukan pada umur/waktu, cara dan sarana yang tepat. Pemanenan buah
kakao dilakukan setiap 1 atau 2 minggu

sekali. Alat panen yang

digunakan dengan menggunakan sabit, gunting atau alat lainnya.
3. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari
buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat. Buah sehat akan
tercemar oleh buah busuk jika ditimbun dalam satu tempat sama.
4. Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp
dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam
keping biji.

5. Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energy panas. Kadar
air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak tumbuh
lagi didalamnya.
6. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor
biotik dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik
maupun

genetik,

serta

memudahkan

dalam

penyimpanan

dan

pengangkutan.

DAFTAR PUSTAKA
Afonso, M. R. A. and V. Silveira Jr. 2005. Characterization of equilibrium
conditions of adsorbed silica–gel/water bed according to dubinin–astakhov
and freundlich. Engenharia Térmica (Thermal Engineering): (4)(1) : 3-7.
Agustina, A. S. 2012. Pengaruh Jenis Kemasan dan Dosis Minyak Cengkeh
terhadap Populasi Hama Gudang Oryzapillus mercutor, Vigor dan Viabilitas
Benih Kacang Tanah (Arachis hypogaea) Selama Periode Simpan Tiga
Bulan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Alam, M., M. O. Islam, dan M. Hasanuzzaman. 2009. Performance of alternate
storage devices on seed quality of boro rice. Middle-East J. Sci. Res.,
(4)(2) : 78-83.
Anna, O N. 2011. Pengelolaan Panen Dan Pasca Panen Tanaman Kakao
(Theobroma cacao L.) Di Kebun PT Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa
Tengah (Skripsi). Institut Petanian Bogor. Bogor
Asni, N. 2010. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih tanaman pangan
(jagung, kedelai, dan kacang tanah).
Atmawinata, O., Sri Mulato, S. Widyotomo, dan Yusianto. 1998. Teknik Pra
Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat

Waktu Fermentasi dan Menurunkan Kemasaman Biji. Pelita Perkebunan,
Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao, Volume 14, Nomor 1, April 1998
Badan Pusat Statistik. 2014. Luas panen, produktivitas, produksi tanaman kedelai
seluruh provinsi.
Chuansin, S., S. Vearasilp, S. Srichuwong, dan E. Pawelzik. 2006. Selection of
packaging materials for soybean seed storage
Copeland, L. O. and McDonald, M. B. 2004. Principles of Seed Science
AndTechnology 4th Edition. Burgess Publishing Company, Mineapolis,
Minnesota.
Direktorat Jendral Perkebunan 2012.Pedoman Teknis Penaganan Pasca Panen
Direktorat Pasca Panen Dan Pembinaan
Djatmiko, B. dan T. Wahyudi, 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak
dan Mulia. Balai Penelitian Perkebunan Jember, Jawa Timur.
Elias, S. G., A. E. Garay, W. C. Young., and T. G. Chastain. 2006. Maintaining
optimum seed quality in storage.
Etno U. H dan Sinung R, 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao
Menuju Sni Biji Kakao 01-2323-2008. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi
Pertanian
Badan
Penelitian
Dan
Pengembangan
Pertanian
Kementerian Pertanian. Karangsari, Wedomartani, Ngemplak, Sleman,
Yogyakarta.
Geankoplis,C.J.1983.Drying of Process Materials in Transport Processes and
Unit Operations, Second Edition, Aliyn and Bacon, Boston
Guritno,P.,B.Harjosuwito.1983.Pengaruh Suhu Pengeringan Biji Cokelat Terhadap
Keasaman dan Kadar Lemak serta Asam Amino. Dalam Kumpulan Naskah
Konferensi Cokelat Nasional II, Medan 13 – 15 Oktober 1983, Medan
Harjosuwito, B., Yufnal dan Hermansyah, 1986. Pengolahan Coklat Rakyat dan
Penelitian Mutu IV (Khusus Coklat). Balai Penelitian Perkebunan, Bogor.
Harsono,S.D.1997.Uji Performansi Pengering Rumah Kaca Serat dan Pengering
Tipe Palung untuk Mengeringkan Biji Kakao. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian IPB,Bogor
Henderson,B.M. and R.L.Perry.1976.Agricultural Process Engineering AVI
Pub.Co.Inc.,West port, Connecticut
Herminanto, N, dan D. M. Kristianti. 2010. Potensi daun serai untuk
mengendalikan hama Callosobruchus analis F. pada kedelai dalam
Penyimpanan. Agrovigor : (3)(1) : 19-27.

Idaryani, Suriany, dan A. Wahab. 2012. Pengaruh jenis kemasan dan periode
simpan terhadap viabilitas benih beberapa varietas padi. Agrisistem :
(8)(2) : 87-97.
Karmawati, E., Mahmud, Z., M. Syakir., S. Joni Munarso., I Ketut Ardana., dan
Rubiyo.2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor
Muljoharjo,M.1987.Pengeringan Bahan Pangan. Makalah yang disampaikan
dalam kursus singkat Pengeringan Bahan Pangan, PAU Pangan – Gizi
UGM, tanggal 14 – 31 Desember 1987
Nasution, Z., 1976. Pengolahan Cokelat, Departemen Teknologi Hasil Pertanian.
IPB-Press, Bogor.
Natawidjaya, H., M.Unggul Ametung., Sri Mulato., Edy Suharyanto., dan
Nuraini. 2011. Pedoman Teknis Penanganan Pasca Panen Kakao.
Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian. Jakarta
Purba,

I D. 2013. Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.) Dengan Pemberian Vermikompos Dan Air Pada
Berbagai Kapasitas Lapang (Skripsi). Universitas Sumater Utara. Medan

Rohan,T.A.1963.Processing of Raw Cocoa For The Market,p.74 – 105 FAO Agric
Studies No.60 FAO, Rome
Siregar,T.1989. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya,
Jakarta
Syarief,A.M.,D.Subekti dan E.A Nugroho.1988. Pengolahan Cokelat.Jurusan
Mekanisme Pertanian, Fateta – IPB,Bogor
Tarihoran, Y A. 2000. Pengaruh Pupuk Kandang Bokashi dan Pupuk Daun Grofas
Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakap (Theobroma cacao L.) (Skripsi).
Universitas Sumatera Utara. Medan
Taib,G.,Gubira Said dan S.Wirastmadja.1988.Operasi Pengeringan
Pengolahan Hasil Pertanian PT.Mediyatama Sarana Perkasa.Jakarta

dan

Thome,B.1992.The Feasibility Study of Solar Dryer For Drying Agricultural
Products in Indonesia. Progress Report REI – Project. The University of
Hofenheim
Wahyu,B.,Setianto.1995.Kebutuhan Energi Pengeringan Biji KAKAO Ditijau dari
Kecepatan Udara Pengering. BPP Teknologi. Jakarta
Winarno,F.G.1980.Kimia Pangan. Pusbangtepa-Food Technology Development
Center . IPB
Wood,G.A.R1983.The Quality of Indonesia Bulk Ccao inRelation to
Manufactures Quality Requirements, Kumpulan Makalah Konferensi
Cokelat Nasional II Medan, p.43 – 50

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124