ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM)
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Lailul Muna
2. Mei Randa Putri Pamungkas
[20161257]
[20161259]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing :
Sulastri, S.Kep., Ns, M.Kep.
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Lailul Muna
2. Mei Randa Putri Pamungkas
[20161257]
[20161259]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan
rahmat,
karunia
dan
hidayah-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)” ini dengan baik.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah manajemen
keperawatan oleh ibu Sulastri, S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa
kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:
1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal
sekaligus dosen pembimbing
2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kendal, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.........................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
ii
DAFTAR ISI..................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Tujuan........................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis.........................................................................................
B. Konsep Keperawatan.................................................................................
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSATAKA................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL)
termasuk Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Idiopatic Respiratory
Distress Syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature. Sindrom gawat
nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory
distress syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperkapnea. Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau
diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab
sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit
membram
hialin
(PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-Mikity (Ngastiyah, 1999).
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome) pada anak
merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30%
dari semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau
komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi
yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara
32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu
(http://repository.usu.ac.id).
B. Tujuan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar tentang RDS (Respiratory Distress
Sydrom) dan asuhan keperawatan pada bayi yang benar dengan RDS.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar tentang RDS
(Respiratory Distress Sydrom) yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi
dan
pathways,
manifestasi
klinis,
komplikasi,
penatalaksanaan
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
bayi dengan RDS (Respiratory Distress Sydrom) yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi prematur dengan tanda-tanda takipnea (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan
Yuliani, 2001).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paruparu. Namun terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
1) Bayi dari ibu diabetes
2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
3. Patofisiologi dan Pathways
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa
udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih
kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama
kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat,
janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan,
bayi
Ketidakmampuan
akan
semakin
mempertahankan
sedikit
membuka
pengembangan
paru
alveolinya.
ini
dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmomary vascular resistance
(PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksin
vaskularisasi
pulmonal
yang
menimbulkan
penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang
dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
Pathways
Bayi lahir prematur
Inadekuat Surfaktan
Lapisan lemak belum
Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang
hipoksia
Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha
Cedera paru
Nafas
Pembentukan membran
Edema
hialin
Takipnea
Pertukaran gas
Pola nafas
terganggu
tidak efektif
Refleks hisap
Penguapan meningkat
menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak
adekuat
volume cairan
Mengendap di alveoli
Kekurangan nutrisi
4. Manifestasi Klinis
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS
dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak
dalam
keadaan
menangis
(disebabkan
oleh
penutupan
glotis)
merupakan tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan
mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas
f. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat
kecil dengan corakan bronkogram udara.
5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
a.
Ruptur Alveoli
Bila
dicurigai
terjadi
kebocoran
udara
(pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c.
Perdarahan
intrakranial
dan
leukomalasia
periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d.
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a.
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
b. Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
6. Penatalaksanaan
a.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk
memfasilitasi
reduksi
cairan
ginjal
dan
menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk
pemberhentian
(cusson,1992)
dari
pemakaian
ventilasi
mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
b.
Penunjang/diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru :
a) untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk
janin
yang
Lecitin/Sphingomielin
mempunyai
(L/S)
ratio
predisposisi
2
:
1
atau
RDS)
lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 minggu
b) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 –
7,45
c) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak.
c.
Diit
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan
intravena yang yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya.
Pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup,
menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan
pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang
diberikan terdiri dari glukosa atau dekstrose 10% dalam jumlah 100
ml/kg BB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/kg BB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh
dapat terpenuhi.
B. Konsep Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b.
Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
c.
Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
d.
Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
a)
Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c)
Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
3. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan
Rencana Tindakan
Intervensi
Monitor
kecepatan,
Rasional
irama, Mengetahui
kedalaman dan upaya nafas
Monitor
apakah
ada
gangguan dalam bernafas
pergerakan, Mengetahui
kemampuan
kesimetrisan dada, retraksi dada bernafas klien
dan alat bantu pernafasan
Posisikan
klien
untuk Klien merasa nyaman
memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea
Berikan oksigen sesuai program
Mempertahankan oksigen arteri
Alat-alat emergensi disiapkan Kemungkinan terjadi kesulitan
dalam keadaan baik
bernapas akut
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana Tindakan :
Intervensi
Rasional
Pantau dispnea, takipnea, bunyi Data dasar untuk menentukan
napas,
peningkatan
upaya intervensi lebih lanjut
pernapasan, ekspansi, paru, dan
kelemahan
Monitor intake dan output cairan Menjaga keseimbangan cairan
Jaga
alat
emergensi
dan
pengobatan tetap tersedia seperti Persiapan emergensi terjadinya
ambu bag, ET tube, suction, masalah akut pernafasan
oksigen
Batasi pengunjung
Mengurangi tingkat kecemasan
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah
7) Bayi tidak letargi
Rencana Tindakan :
Intervensi
Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit
Monitor status pernafasan
Mengetahui adanya gangguan
pernafasan
Pindahkan bayi dari lingkungan
Menaikkan suhu tubuh bayi
yang dingin ke dalam
lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu
sorot)
Segera ganti pakaian bayi yang
Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan
yang hangat dan kering, berikan
membuat
bayi
memperburuk kondisi bayi
selimut.
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
3) Bayi dapat minum dengan baik
Rencana Tindakan :
Intervensi
Observasi reflek menghisap dan
Mengetahui
Rasional
apakah
menelan bayi.
gangguan dalam menghisap dan
ada
menelan bayi
Observasi intake dan output.
Mengetahui status nutrisi bayi
Berikan cairan IV dengan
Memenuhi kebutuhan kalori bayi
kandungan glukosa sesuai
kebutuhan neonates
Menentukan diet yang tepat bagi
Rujuk kepada ahli diet untuk
bayi
membantu memilih cairan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak
terjadi
Kriteria hasil :
1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,
membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah
dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
Intervensi
Observasi suhu dan nadi.
Rasional
Mengetahui adanya
indikasi
kekurangan volume cairan
Observasi adanya tanda-tanda
Menentukan
intervensi
lebih
dehidrasi atau overhidrasi.
lanjut
Berikan terapi intravena sesuai
Mempertahankan keseimbangan
dengan anjuran dan berikan
cairan
dosis pemeliharaan, selain itu
berikan pula tindakan-tindakan
pencegahan
Cairan membantu distribusi obat-
Berikan susu dan cairan
intravena sesuai kebutuhan
obatan
dalam
tubuh
serta
membantu menurunkan demam.
Cairan
bening
menambahkan
membantu
kalori
serta
menanggulangi kehilangan BB
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum
umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC, persalinan
cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Manifestasi
klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan dalam
memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, refraksi
sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada udara kamar.
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur alveoli, dapat
timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah antibiotika, furosemid, fenobarbital,
vitamin E, metilksantin (teofilin dan kafein). Pemeriksaan penunjang pada
RDS yaitu seri rontgen dada, bronchogram udara, data laboratorium, dan
profil paru. Diet untuk pasien dengan RDS yaitu
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Riezkhy. 2014. Sindrom Gangguan Pernafasan. https://riezkhyamalia.
files.wordpress.com/2014/11/sindrom-gangguan-pernafasan.pdf (Diunduh
pada tanggal 5 Oktober pukul 06:45 WIB)
Anonim. Chapter I. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/
53413/Chapte%20I.pdf;jsessionid=3D616D9A9CCC48C8259AEFC0D0
6C126?sequenc=5 (Diunduh pada tanggal 5 Oktober pukul 06:43 WIB)
Putriyana, Mega. 2015. Asuhan Keperawatan RDS. https://megaputriyana0912.
wordpress.com/2015/05/03/asuhan-keperawatan-rds/ (Diakses pada
tanggal 5 Oktober pukul 06:48)
Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta :
CV Sagung Seto
(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM)
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Lailul Muna
2. Mei Randa Putri Pamungkas
[20161257]
[20161259]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing :
Sulastri, S.Kep., Ns, M.Kep.
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Lailul Muna
2. Mei Randa Putri Pamungkas
[20161257]
[20161259]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan
rahmat,
karunia
dan
hidayah-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)” ini dengan baik.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah manajemen
keperawatan oleh ibu Sulastri, S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa
kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:
1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal
sekaligus dosen pembimbing
2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kendal, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.........................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
ii
DAFTAR ISI..................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Tujuan........................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis.........................................................................................
B. Konsep Keperawatan.................................................................................
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSATAKA................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL)
termasuk Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Idiopatic Respiratory
Distress Syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature. Sindrom gawat
nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory
distress syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperkapnea. Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau
diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab
sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit
membram
hialin
(PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-Mikity (Ngastiyah, 1999).
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome) pada anak
merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30%
dari semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau
komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi
yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara
32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu
(http://repository.usu.ac.id).
B. Tujuan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar tentang RDS (Respiratory Distress
Sydrom) dan asuhan keperawatan pada bayi yang benar dengan RDS.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar tentang RDS
(Respiratory Distress Sydrom) yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi
dan
pathways,
manifestasi
klinis,
komplikasi,
penatalaksanaan
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
bayi dengan RDS (Respiratory Distress Sydrom) yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi prematur dengan tanda-tanda takipnea (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan
Yuliani, 2001).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paruparu. Namun terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
1) Bayi dari ibu diabetes
2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
3. Patofisiologi dan Pathways
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa
udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih
kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama
kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat,
janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan,
bayi
Ketidakmampuan
akan
semakin
mempertahankan
sedikit
membuka
pengembangan
paru
alveolinya.
ini
dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmomary vascular resistance
(PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksin
vaskularisasi
pulmonal
yang
menimbulkan
penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang
dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
Pathways
Bayi lahir prematur
Inadekuat Surfaktan
Lapisan lemak belum
Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang
hipoksia
Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha
Cedera paru
Nafas
Pembentukan membran
Edema
hialin
Takipnea
Pertukaran gas
Pola nafas
terganggu
tidak efektif
Refleks hisap
Penguapan meningkat
menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak
adekuat
volume cairan
Mengendap di alveoli
Kekurangan nutrisi
4. Manifestasi Klinis
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS
dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak
dalam
keadaan
menangis
(disebabkan
oleh
penutupan
glotis)
merupakan tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan
mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas
f. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat
kecil dengan corakan bronkogram udara.
5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
a.
Ruptur Alveoli
Bila
dicurigai
terjadi
kebocoran
udara
(pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c.
Perdarahan
intrakranial
dan
leukomalasia
periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d.
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a.
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
b. Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
6. Penatalaksanaan
a.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk
memfasilitasi
reduksi
cairan
ginjal
dan
menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk
pemberhentian
(cusson,1992)
dari
pemakaian
ventilasi
mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
b.
Penunjang/diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru :
a) untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk
janin
yang
Lecitin/Sphingomielin
mempunyai
(L/S)
ratio
predisposisi
2
:
1
atau
RDS)
lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 minggu
b) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 –
7,45
c) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak.
c.
Diit
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan
intravena yang yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya.
Pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup,
menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan
pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang
diberikan terdiri dari glukosa atau dekstrose 10% dalam jumlah 100
ml/kg BB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/kg BB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh
dapat terpenuhi.
B. Konsep Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b.
Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
c.
Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
d.
Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
a)
Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c)
Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
3. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan
Rencana Tindakan
Intervensi
Monitor
kecepatan,
Rasional
irama, Mengetahui
kedalaman dan upaya nafas
Monitor
apakah
ada
gangguan dalam bernafas
pergerakan, Mengetahui
kemampuan
kesimetrisan dada, retraksi dada bernafas klien
dan alat bantu pernafasan
Posisikan
klien
untuk Klien merasa nyaman
memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea
Berikan oksigen sesuai program
Mempertahankan oksigen arteri
Alat-alat emergensi disiapkan Kemungkinan terjadi kesulitan
dalam keadaan baik
bernapas akut
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana Tindakan :
Intervensi
Rasional
Pantau dispnea, takipnea, bunyi Data dasar untuk menentukan
napas,
peningkatan
upaya intervensi lebih lanjut
pernapasan, ekspansi, paru, dan
kelemahan
Monitor intake dan output cairan Menjaga keseimbangan cairan
Jaga
alat
emergensi
dan
pengobatan tetap tersedia seperti Persiapan emergensi terjadinya
ambu bag, ET tube, suction, masalah akut pernafasan
oksigen
Batasi pengunjung
Mengurangi tingkat kecemasan
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah
7) Bayi tidak letargi
Rencana Tindakan :
Intervensi
Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit
Monitor status pernafasan
Mengetahui adanya gangguan
pernafasan
Pindahkan bayi dari lingkungan
Menaikkan suhu tubuh bayi
yang dingin ke dalam
lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu
sorot)
Segera ganti pakaian bayi yang
Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan
yang hangat dan kering, berikan
membuat
bayi
memperburuk kondisi bayi
selimut.
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
3) Bayi dapat minum dengan baik
Rencana Tindakan :
Intervensi
Observasi reflek menghisap dan
Mengetahui
Rasional
apakah
menelan bayi.
gangguan dalam menghisap dan
ada
menelan bayi
Observasi intake dan output.
Mengetahui status nutrisi bayi
Berikan cairan IV dengan
Memenuhi kebutuhan kalori bayi
kandungan glukosa sesuai
kebutuhan neonates
Menentukan diet yang tepat bagi
Rujuk kepada ahli diet untuk
bayi
membantu memilih cairan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak
terjadi
Kriteria hasil :
1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,
membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah
dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
Intervensi
Observasi suhu dan nadi.
Rasional
Mengetahui adanya
indikasi
kekurangan volume cairan
Observasi adanya tanda-tanda
Menentukan
intervensi
lebih
dehidrasi atau overhidrasi.
lanjut
Berikan terapi intravena sesuai
Mempertahankan keseimbangan
dengan anjuran dan berikan
cairan
dosis pemeliharaan, selain itu
berikan pula tindakan-tindakan
pencegahan
Cairan membantu distribusi obat-
Berikan susu dan cairan
intravena sesuai kebutuhan
obatan
dalam
tubuh
serta
membantu menurunkan demam.
Cairan
bening
menambahkan
membantu
kalori
serta
menanggulangi kehilangan BB
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum
umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC, persalinan
cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Manifestasi
klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan dalam
memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, refraksi
sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada udara kamar.
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur alveoli, dapat
timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah antibiotika, furosemid, fenobarbital,
vitamin E, metilksantin (teofilin dan kafein). Pemeriksaan penunjang pada
RDS yaitu seri rontgen dada, bronchogram udara, data laboratorium, dan
profil paru. Diet untuk pasien dengan RDS yaitu
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Riezkhy. 2014. Sindrom Gangguan Pernafasan. https://riezkhyamalia.
files.wordpress.com/2014/11/sindrom-gangguan-pernafasan.pdf (Diunduh
pada tanggal 5 Oktober pukul 06:45 WIB)
Anonim. Chapter I. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/
53413/Chapte%20I.pdf;jsessionid=3D616D9A9CCC48C8259AEFC0D0
6C126?sequenc=5 (Diunduh pada tanggal 5 Oktober pukul 06:43 WIB)
Putriyana, Mega. 2015. Asuhan Keperawatan RDS. https://megaputriyana0912.
wordpress.com/2015/05/03/asuhan-keperawatan-rds/ (Diakses pada
tanggal 5 Oktober pukul 06:48)
Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta :
CV Sagung Seto