MODEL DAN PEMBELAJARAN DAN BERBASIS MASALAH.doc
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu jalan guna membantu manusia untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiannya. Berbagai tantangan yang
dihadapi dalam dunia pendidikan di era globalisasi saat ini, menuntut manusia
untuk senantiasa meningkatkan perhatiannya
baik dari segi konsep, tujuan,
materi, metode, model, implementasi dan reseach dalam upaya mewujudkan
tujuan dari sistem pendidikan. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan
kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Semua upaya tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan seperti
yang tertuang pada pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa :
Tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru.
Guru merupakan aktor yang berada digarda terdepan dalam mencetak sumber
daya manusia yang berkualitas. Guru berhadapan langsung dengan para siswa di
kelas melalaui proses pembelajaran. Di tangan gurulah akan dihasilkan siswa
yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian) kematangan emosional,
dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan
yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok
1
guru yang mempunyai kualifikasi, kompotensi, dan dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya.
Perubahan paradigma pendidikan di sekolah dari pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centre learning) ke system pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centre learning) dapat dilihat dari banyaknya metode
dan model pembelajaran yang dapat menjadi pilihan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar di kelas. Salah satunya adalah model pembelajaran
berbasis masalah atau dikenal dengan PBL (Problem Based Learning), dalam
beberapa referensi sering juga disebut PBI (Problem Based Instructions)
Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak lama dan sering
digunakan pada beberapa jenjang pendidikan dan berbagai mata pelajaran, salah
satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS
merupakan jenis mata pelajaran yang pokok bahasannya terkait dengan
permasalahan sosial sehari-hari, sehingga lebih mengutamakan pemahaman
konsep dalam pengajarannya. Model pembelajaran PBL dinilai cukup efektif dan
sesuai dengan tipe mata pelajaran IPS. Hal ini ditinjau secara umum bahwa,
pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan kepada siswa berupa masalah
yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran berdasarkan masalah ini didasarkan pada teori psikologi
kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan
siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi
mereka) pada saat mereka mempelajari sebuah materi dan melakukan kegiatan
2
pembelajaran dikelas. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang
melibatkan presentasi dan penjelasan sebuah topic materi, namun yang lebih lazim
adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk
berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih jauh mengenai model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar dan karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah?
2. Teori-teori belajar apa sajakah yang melandasi Pembelajaran Berbasis
Masalah?
3. Bagaimanakah peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimanakah langkah-langkah serta sintaks dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah?
5. Apa kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar dan karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah.
2. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah serta sintaks dalam pembelajaran
berbasis masalah.
3
4. Untuk mengetahui cara penilaian serta evaluasi dalam pembelajaran
berbasis masalah.
5. Untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
berbasis masalah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang
ada di dunia nyata. Rusman (2014: 230) berpendapat bahwa, Pendekatan PBM
berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada
dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang
bermakna, relevan, dan kontekstual.
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning
(PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005)
dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster
University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah
kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut
untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan
pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter
yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya
sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan
dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya
diterapkan dalan pembelajaran secara umum.
Barrow (1980, Barret, 2005) dalam Muiz (2011) mendefinisikan PBM
sebagai “The learning that results from the process of working towards the
5
understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in
the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003)
mendefiniskan PBM sebagai,
“…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching
strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies,
disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role
as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors
real-world problems".
Jadi, PBM atau PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
mengguanakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah
atau materi pelajaran.
PBM memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan
pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan,
dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar siswa
memilki pengalaman sebagaiamana nantinya mereka hadapi di kehidupan
profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang
efektif dimulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta
penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan
dasar untuk pembelajaran.
2. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Menurut Tan dalam Rusman (2014 : 232), “Pembelajaran berbasis masalah
merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
6
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada”. Sedangkan
Wena (2013) berpendapat bahwa, “Startegi belajar berbasis masalah merupakan
strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa
belajar melalui permasalahan-permasalahan”. Senada dengan pendapat Wena,
Widjajanti (2011) juga mengemukakan bahwa,
PBL menggambarkan suatu suasana pembelajaran yang menggunakan
masalah untuk memandu, mengemudikan, menggerakkan, atau
mengarahkan pembelajaran. Pembelajaran dalam PBL dimulai dengan
suatu masalah yang harus diselesaikan, dan masalah tersebut diajukan
dengan cara sedemikian hingga para siswa memerlukan tambahan
pengetahuan baru sebelum mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Zainal Aqib (2013:14) :
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi peserta didik untuk belajar melalui berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran.
Selain itu, Kunandar (2010:300) menyatakan
Belajar berbasis masalah (Problem Based Leraning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah atau dalam istilah lain dikenal dengan Problem Based Learning
(PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang dapat merangsang peserta didik
berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata, termasuk
untuk memperoleh pengetahuan dari materi pembelajaran. Dari uaraian diatas,
diketahui pula bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
7
menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik
awal pembelajaran, dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah
yang menantang; (2) Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru
mengambil peran sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu dalam Muiz
(2009), menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai
orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme
dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok
8
kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan
penetapan tujuan yang jelas.
e. Teachers act as facilitators.
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah mempunyai tiga ciri utama
menurut Sanjaya (2012:214), yang sekaligus membedakannya dengan strategi
pembelajaran yang lain. Ketiga ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a) Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran.
b) Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah.
c) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan peserta didik
hanya sekedar mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi tetapi peserta didik
ditujukan untuk aktif berpikir. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13),
pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi criteria sebagai
berikut.
a. Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari
pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan
masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan mereka.
9
c. Mudah dipahami.
Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain
itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas,
artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu,
masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat.
Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat,
baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat
masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
B. Teori-teori belajar yang melandasi Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori
belajar kontruktivisme, yaitu suatu pandangan yang berpendapat bahwa
siswa akan menyusun pengetahuan degan cara membangun penalaran dari
semua pengetahuan yang sudah dimlikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai
hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga
menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer
10
informasi fasilitator siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya
social dan individual. Menurut paham kosntruktivisme, manusia hanya dapat
memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. Ciri-ciri teori
belajar
Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori belajar lainnya
yang melandasi pendekatan PBM, yakni sebagai berikut:
1. Teori belajar bermakna dari David Ausubel
Ausubel dalam Rusman (2013:244)
“membedakan antara belajar
bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning)”.
Belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar.
Belajar menghafal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam
pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya.
Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh peserta didik.
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu
berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimiliknya kemudian membangun pengertian baru. Kaitan dengan PBM dalam hal
mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
pesertadidik melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lainnya.
11
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana peserta didik menemukan
kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Bruner juga
menggunakan konsep Scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun diluar
kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu peserta didik menuntaskan
masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru,
teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
C. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan
siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang
hayat. Lingkunag belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berfikir
reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang berdayaguna. Peran guru dalam
PBM brbeda dengan peran guru di dalam kelas. Menurut Rusman (2014 : 234),
guru dalam PBM harus berfikir tentang beberapa hal , diantaranya adalah,
1. Menyiapkan Perangkat berfikir siswa
Beberapa hal yangd dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PB,
adalah : 1) membantu siswa mengubah cara berfikir, 2) menjelaskan apakah
PBM itu? Pola apa yang akan dialamai oleh siswa?, 3) member siswa ikhtisar
siklus PBM, struktur, dan batasan waktu, 4) mengomunikasikan tujuan, hasil,
dan harapan, 5) menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
menghadang, dan 6) membantu siswa merasa memiliki msalah.
12
2. Menekankan belajar kooperatif
PBM menyediakan cara untuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan belajar.
Bray,dkk (2000) dalam Rusman (2014 : 235) menggambarkan inquiry
kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan
secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim menjawab pertanyaan
penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan
kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna
untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mnegambil dan
mnganalisa data penting dan mengelaborasi solusi.
3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran berbasis
masalah.
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar
antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu ornag guru.
Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk
menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang
beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan
penyajian ide.
4. Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan pelibatan
siswa dalam masalah. Guru juga memiankan peran aktif dalam memfasilitasi
inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.
13
D. Langkah-langkah serta sintaks dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.
Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah
pembelajarannya. Barret (2005) dalam Muiz (2011) menjelaskan langkah-langkah
pelaksanaan PBM sebagai berikut :
1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa)
2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal
berikut.
a. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
b. Mendefinisikan masalah
c. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki
d. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
e. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
masalah
3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah
yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari
sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau
melakukan observasi
4. Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam
menyelesaikan masalah.
5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
14
6. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang
sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa
dalam kelompok.
Sementara itu Yongwu Miao et.al. dalam Muiz (2011) membut model
Protokol PBM yang disajikan dalam ilustrasi berikut.
Bagan 1 : PBL Protocol
Pada dasarnya, langkah-langkah menurut Barret (2005) dan Miao et.al.
(2000) ini memiliki kesamaan. Peran guru sebagai fasilitator sangat penting
karena berpengaruh kepada proses belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak
belajar sendiri tetapi guru juga memiliki peranan yang sangat penting. Peran guru
sebagai tutor adalah memantau aktivitas siswa, memfasilitasi proses belajar dan
menstimulasi siswa dengan pertanyaan. Guru harus mengetahui dengan baik
tahapan kerja siswa baika aktivitas fisik ataupun tahapan berpikir siswa.
15
Lebih lanjut lagi Barret dalam Muiz (2011) menyebutkan beberapa hal
yang harus dikuasai atau dilakukan oleh tutor agar kegiatan PBM dalap berjalan
dengan baik, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias
Tidak memberikan penjelasan saat siswa bekerja
Diam saat siswa bekerja
Menyarankan siswa untuk berbicara dengan siswa lain bukan dengan
dirinya
Meyakinkan siswa untuk menyepakati terlebih dahulu tentang
pemahaman terhadap permasalahan secara kelompok sebelum siswa
bekerja individual
Memberikan saran pada siswa tentang sumber informasi yang dapat
diakses berkaitan dengan permasalahan
Selalu mengingat hasil pembelajaran yang ingin dicapai
Mengkondisikan lingkungan atau suasana belajar yang baik untuk
kegiatan kelompok
Menjadi diri sendiri atau tampil sesuai dengan gaya sendiri sehingga
tidak menampilkan sikap di luar kebiasaan dirinya
Arends dalam Rusman (2014 : 243) merinci sintaks pelaksanaan PBL
dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan
untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan
praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana
disajikan pada tabel berikut :
16
Tabel 1. Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran Berdasarkan Masalah
No
Tahap
Tingkah Laku Guru
a. menjelaskan tujuan pembelajaran
Tahap 1 :
1 Orientasi
siswa
pada
masalah
membantu
2 Mengorganisasikan
dalam
aktivitas
siswa
mendefinisikan
dan
a. mengumpulkan informasi yang sesuai dengan
studi pustaka
Membimbing
individual
atau kelompok
b. melaksanakan eksperimen atau demontrasi untuk
mendapatkan penjelasan
c. pemecahan masalah
a. membantu siswa dalam merencanakan dan
Tahap 4 :
Mengembangkan
dan
penyajian
menyiapkan karya/tugas
hasilb. membantu siswa untuk berbagi tugas dengan
karya/tugas
Tahap 5 :
5
terlibat
dengan masalah tersebut
Tahap 3 :
4
siswa
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
siswa untuk belajar
penyelidikan
c. memotivasi
pemecahan masalah.
Tahap 2 :
3
b. menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan
temannya
Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan masalah
membantu
siswa
untuk
melakukan
evaluasi
terhadap tugas-tugas mereka dan proses yang
mereka gunakan
E. Kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
17
Dalam
pelaksanaannya,
PBM
tentunya
memiliki
kelebihan
dan
kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekuranag dari PBM.
1. Kelebihan PBM
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata.
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching
2. Kekurangan PBM
18
a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah
b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas
c. PBM kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk
mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah
d. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi
e. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa
dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik
f. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap
BAB III
19
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang
esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah dilandasi oleh beberapa teori belajar,
diantaranya yaitu teori belajar konstruktivisme, Teori belajar bermakna dari
David Ausubel, Teori Belajar Scaffoding dari Jerome S. Bruner, dan teori
belajar Vigotsky.
Peran guru dalam model pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu,
menyiapkan perangkat berfikir siswa, menekankan kerjasama melalui belajar
kooperatif , memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran
berbasis masalah, dan melaksanakan pembelajaran berbasis masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, guru cenderung bertindak sebagai
fasislitator dengan tahapan pembelajaran yang terdiri dari, Orientasi siswa
pada masalah, Mengorganisasikan siswa untuk belajar, Membimbing
penyelidikan individual atau kelompok, Mengembangkan dan penyajian hasil
karya/tugas, dan Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
20
Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan dalam hal mengasah
kemampuan siswa dalam memecah masalah-masalah yang ada disekitarnya
sehingga siswa juga termotivasi dalam menggali pengetahuan-pengetahuan
baru dan membiasakan siswa dalam melakukan aktivitas ilmiah dalam kerja
kelompok. Akan tetapi, pembelajaran berbasis masalah ini tidak dapat
diterapkan dibeberapa pokok bahasan atau materi tertentu yang memerlukan
peran aktif guru dalam pembahasannya. Model pembelajaran ini memerlukan
waktu yang tidak sedikit sehingga kemampuan guru dalam mengolah sangat
diperlukan.
B. Saran
Model pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan pertimbangan yang dapat digunakan oleh para guru dalam melakukan
dan mengambangkan kegiatan pembelajaran di kelas, terutama pada mata
pelajaran ilmu pengetahuan social.
Diharapkan kepada para guru untuk selalu melakukan kajian dan
pengembangan dalam hal meramu berbagai bentuk model pembelajaran yang
dapat digunakan ditiap materi pelajaran ilmu pengetahuan social khususnya.
Sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat lebih berkualitas dan bermakna
bagi siswa.
Para pendidik dan tenaga kependidikan hendaknya harus menyesuaikan
karakteristik materi dan siswa dalam memilih sebuah model pembelajaran.
Hal ini untuk menghindari pembelajaran yang selalu bersifat satu arah dan
menjenuhkan bagi para siswa.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Kunandar, 2010. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali
Pers, PT. Rajagrafindo Persada
Muiz, Didin. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
[Online].
http://file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_M
UIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz
%20lidinillah/Problem%20Based%20Learning.pdf [diakses pada tanggal
28 Maret 2017 pukul 23.57 WITA]
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers, PT. Rajagrafindo Persada.
Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sanjaya, Wina. 2014. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.
Undang Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Bandung: Citra
Umbara.
Wena, Made. 2013. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
Widjajanty, Djamilah. 2011. Problem-Based Learning Dan Contoh
Implementasinya [Online]. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM-PBL-%2010%20Maret
%202011-Djamilah.pdf [diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pukul 23.47
WITA].
22
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu jalan guna membantu manusia untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiannya. Berbagai tantangan yang
dihadapi dalam dunia pendidikan di era globalisasi saat ini, menuntut manusia
untuk senantiasa meningkatkan perhatiannya
baik dari segi konsep, tujuan,
materi, metode, model, implementasi dan reseach dalam upaya mewujudkan
tujuan dari sistem pendidikan. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan
kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Semua upaya tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan seperti
yang tertuang pada pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa :
Tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru.
Guru merupakan aktor yang berada digarda terdepan dalam mencetak sumber
daya manusia yang berkualitas. Guru berhadapan langsung dengan para siswa di
kelas melalaui proses pembelajaran. Di tangan gurulah akan dihasilkan siswa
yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian) kematangan emosional,
dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan
yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok
1
guru yang mempunyai kualifikasi, kompotensi, dan dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya.
Perubahan paradigma pendidikan di sekolah dari pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centre learning) ke system pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centre learning) dapat dilihat dari banyaknya metode
dan model pembelajaran yang dapat menjadi pilihan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar di kelas. Salah satunya adalah model pembelajaran
berbasis masalah atau dikenal dengan PBL (Problem Based Learning), dalam
beberapa referensi sering juga disebut PBI (Problem Based Instructions)
Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak lama dan sering
digunakan pada beberapa jenjang pendidikan dan berbagai mata pelajaran, salah
satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS
merupakan jenis mata pelajaran yang pokok bahasannya terkait dengan
permasalahan sosial sehari-hari, sehingga lebih mengutamakan pemahaman
konsep dalam pengajarannya. Model pembelajaran PBL dinilai cukup efektif dan
sesuai dengan tipe mata pelajaran IPS. Hal ini ditinjau secara umum bahwa,
pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan kepada siswa berupa masalah
yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran berdasarkan masalah ini didasarkan pada teori psikologi
kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan
siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi
mereka) pada saat mereka mempelajari sebuah materi dan melakukan kegiatan
2
pembelajaran dikelas. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang
melibatkan presentasi dan penjelasan sebuah topic materi, namun yang lebih lazim
adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk
berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih jauh mengenai model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar dan karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah?
2. Teori-teori belajar apa sajakah yang melandasi Pembelajaran Berbasis
Masalah?
3. Bagaimanakah peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimanakah langkah-langkah serta sintaks dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah?
5. Apa kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar dan karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah.
2. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah serta sintaks dalam pembelajaran
berbasis masalah.
3
4. Untuk mengetahui cara penilaian serta evaluasi dalam pembelajaran
berbasis masalah.
5. Untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
berbasis masalah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang
ada di dunia nyata. Rusman (2014: 230) berpendapat bahwa, Pendekatan PBM
berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada
dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang
bermakna, relevan, dan kontekstual.
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning
(PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005)
dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster
University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah
kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut
untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan
pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter
yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya
sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan
dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya
diterapkan dalan pembelajaran secara umum.
Barrow (1980, Barret, 2005) dalam Muiz (2011) mendefinisikan PBM
sebagai “The learning that results from the process of working towards the
5
understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in
the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003)
mendefiniskan PBM sebagai,
“…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching
strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies,
disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role
as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors
real-world problems".
Jadi, PBM atau PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
mengguanakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah
atau materi pelajaran.
PBM memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan
pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan,
dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar siswa
memilki pengalaman sebagaiamana nantinya mereka hadapi di kehidupan
profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang
efektif dimulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta
penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan
dasar untuk pembelajaran.
2. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Menurut Tan dalam Rusman (2014 : 232), “Pembelajaran berbasis masalah
merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
6
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada”. Sedangkan
Wena (2013) berpendapat bahwa, “Startegi belajar berbasis masalah merupakan
strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa
belajar melalui permasalahan-permasalahan”. Senada dengan pendapat Wena,
Widjajanti (2011) juga mengemukakan bahwa,
PBL menggambarkan suatu suasana pembelajaran yang menggunakan
masalah untuk memandu, mengemudikan, menggerakkan, atau
mengarahkan pembelajaran. Pembelajaran dalam PBL dimulai dengan
suatu masalah yang harus diselesaikan, dan masalah tersebut diajukan
dengan cara sedemikian hingga para siswa memerlukan tambahan
pengetahuan baru sebelum mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Zainal Aqib (2013:14) :
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi peserta didik untuk belajar melalui berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran.
Selain itu, Kunandar (2010:300) menyatakan
Belajar berbasis masalah (Problem Based Leraning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah atau dalam istilah lain dikenal dengan Problem Based Learning
(PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang dapat merangsang peserta didik
berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata, termasuk
untuk memperoleh pengetahuan dari materi pembelajaran. Dari uaraian diatas,
diketahui pula bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
7
menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik
awal pembelajaran, dengan karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah
yang menantang; (2) Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru
mengambil peran sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu dalam Muiz
(2009), menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai
orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme
dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok
8
kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan
penetapan tujuan yang jelas.
e. Teachers act as facilitators.
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah mempunyai tiga ciri utama
menurut Sanjaya (2012:214), yang sekaligus membedakannya dengan strategi
pembelajaran yang lain. Ketiga ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a) Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran.
b) Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah.
c) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan peserta didik
hanya sekedar mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi tetapi peserta didik
ditujukan untuk aktif berpikir. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13),
pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi criteria sebagai
berikut.
a. Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari
pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan
masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan mereka.
9
c. Mudah dipahami.
Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain
itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas,
artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu,
masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat.
Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat,
baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat
masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
B. Teori-teori belajar yang melandasi Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori
belajar kontruktivisme, yaitu suatu pandangan yang berpendapat bahwa
siswa akan menyusun pengetahuan degan cara membangun penalaran dari
semua pengetahuan yang sudah dimlikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai
hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga
menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer
10
informasi fasilitator siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya
social dan individual. Menurut paham kosntruktivisme, manusia hanya dapat
memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. Ciri-ciri teori
belajar
Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori belajar lainnya
yang melandasi pendekatan PBM, yakni sebagai berikut:
1. Teori belajar bermakna dari David Ausubel
Ausubel dalam Rusman (2013:244)
“membedakan antara belajar
bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning)”.
Belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar.
Belajar menghafal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam
pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya.
Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh peserta didik.
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu
berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimiliknya kemudian membangun pengertian baru. Kaitan dengan PBM dalam hal
mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
pesertadidik melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lainnya.
11
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana peserta didik menemukan
kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Bruner juga
menggunakan konsep Scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun diluar
kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu peserta didik menuntaskan
masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru,
teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
C. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan
siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang
hayat. Lingkunag belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berfikir
reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang berdayaguna. Peran guru dalam
PBM brbeda dengan peran guru di dalam kelas. Menurut Rusman (2014 : 234),
guru dalam PBM harus berfikir tentang beberapa hal , diantaranya adalah,
1. Menyiapkan Perangkat berfikir siswa
Beberapa hal yangd dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PB,
adalah : 1) membantu siswa mengubah cara berfikir, 2) menjelaskan apakah
PBM itu? Pola apa yang akan dialamai oleh siswa?, 3) member siswa ikhtisar
siklus PBM, struktur, dan batasan waktu, 4) mengomunikasikan tujuan, hasil,
dan harapan, 5) menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
menghadang, dan 6) membantu siswa merasa memiliki msalah.
12
2. Menekankan belajar kooperatif
PBM menyediakan cara untuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan belajar.
Bray,dkk (2000) dalam Rusman (2014 : 235) menggambarkan inquiry
kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan
secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim menjawab pertanyaan
penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan
kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna
untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mnegambil dan
mnganalisa data penting dan mengelaborasi solusi.
3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran berbasis
masalah.
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar
antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu ornag guru.
Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk
menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang
beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan
penyajian ide.
4. Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan pelibatan
siswa dalam masalah. Guru juga memiankan peran aktif dalam memfasilitasi
inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.
13
D. Langkah-langkah serta sintaks dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.
Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah
pembelajarannya. Barret (2005) dalam Muiz (2011) menjelaskan langkah-langkah
pelaksanaan PBM sebagai berikut :
1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa)
2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal
berikut.
a. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
b. Mendefinisikan masalah
c. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki
d. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
e. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
masalah
3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah
yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari
sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau
melakukan observasi
4. Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam
menyelesaikan masalah.
5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
14
6. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang
sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa
dalam kelompok.
Sementara itu Yongwu Miao et.al. dalam Muiz (2011) membut model
Protokol PBM yang disajikan dalam ilustrasi berikut.
Bagan 1 : PBL Protocol
Pada dasarnya, langkah-langkah menurut Barret (2005) dan Miao et.al.
(2000) ini memiliki kesamaan. Peran guru sebagai fasilitator sangat penting
karena berpengaruh kepada proses belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak
belajar sendiri tetapi guru juga memiliki peranan yang sangat penting. Peran guru
sebagai tutor adalah memantau aktivitas siswa, memfasilitasi proses belajar dan
menstimulasi siswa dengan pertanyaan. Guru harus mengetahui dengan baik
tahapan kerja siswa baika aktivitas fisik ataupun tahapan berpikir siswa.
15
Lebih lanjut lagi Barret dalam Muiz (2011) menyebutkan beberapa hal
yang harus dikuasai atau dilakukan oleh tutor agar kegiatan PBM dalap berjalan
dengan baik, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias
Tidak memberikan penjelasan saat siswa bekerja
Diam saat siswa bekerja
Menyarankan siswa untuk berbicara dengan siswa lain bukan dengan
dirinya
Meyakinkan siswa untuk menyepakati terlebih dahulu tentang
pemahaman terhadap permasalahan secara kelompok sebelum siswa
bekerja individual
Memberikan saran pada siswa tentang sumber informasi yang dapat
diakses berkaitan dengan permasalahan
Selalu mengingat hasil pembelajaran yang ingin dicapai
Mengkondisikan lingkungan atau suasana belajar yang baik untuk
kegiatan kelompok
Menjadi diri sendiri atau tampil sesuai dengan gaya sendiri sehingga
tidak menampilkan sikap di luar kebiasaan dirinya
Arends dalam Rusman (2014 : 243) merinci sintaks pelaksanaan PBL
dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan
untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan
praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana
disajikan pada tabel berikut :
16
Tabel 1. Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran Berdasarkan Masalah
No
Tahap
Tingkah Laku Guru
a. menjelaskan tujuan pembelajaran
Tahap 1 :
1 Orientasi
siswa
pada
masalah
membantu
2 Mengorganisasikan
dalam
aktivitas
siswa
mendefinisikan
dan
a. mengumpulkan informasi yang sesuai dengan
studi pustaka
Membimbing
individual
atau kelompok
b. melaksanakan eksperimen atau demontrasi untuk
mendapatkan penjelasan
c. pemecahan masalah
a. membantu siswa dalam merencanakan dan
Tahap 4 :
Mengembangkan
dan
penyajian
menyiapkan karya/tugas
hasilb. membantu siswa untuk berbagi tugas dengan
karya/tugas
Tahap 5 :
5
terlibat
dengan masalah tersebut
Tahap 3 :
4
siswa
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
siswa untuk belajar
penyelidikan
c. memotivasi
pemecahan masalah.
Tahap 2 :
3
b. menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan
temannya
Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan masalah
membantu
siswa
untuk
melakukan
evaluasi
terhadap tugas-tugas mereka dan proses yang
mereka gunakan
E. Kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
17
Dalam
pelaksanaannya,
PBM
tentunya
memiliki
kelebihan
dan
kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekuranag dari PBM.
1. Kelebihan PBM
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata.
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching
2. Kekurangan PBM
18
a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah
b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas
c. PBM kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk
mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah
d. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi
e. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa
dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik
f. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap
BAB III
19
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang
esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah dilandasi oleh beberapa teori belajar,
diantaranya yaitu teori belajar konstruktivisme, Teori belajar bermakna dari
David Ausubel, Teori Belajar Scaffoding dari Jerome S. Bruner, dan teori
belajar Vigotsky.
Peran guru dalam model pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu,
menyiapkan perangkat berfikir siswa, menekankan kerjasama melalui belajar
kooperatif , memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran
berbasis masalah, dan melaksanakan pembelajaran berbasis masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, guru cenderung bertindak sebagai
fasislitator dengan tahapan pembelajaran yang terdiri dari, Orientasi siswa
pada masalah, Mengorganisasikan siswa untuk belajar, Membimbing
penyelidikan individual atau kelompok, Mengembangkan dan penyajian hasil
karya/tugas, dan Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
20
Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan dalam hal mengasah
kemampuan siswa dalam memecah masalah-masalah yang ada disekitarnya
sehingga siswa juga termotivasi dalam menggali pengetahuan-pengetahuan
baru dan membiasakan siswa dalam melakukan aktivitas ilmiah dalam kerja
kelompok. Akan tetapi, pembelajaran berbasis masalah ini tidak dapat
diterapkan dibeberapa pokok bahasan atau materi tertentu yang memerlukan
peran aktif guru dalam pembahasannya. Model pembelajaran ini memerlukan
waktu yang tidak sedikit sehingga kemampuan guru dalam mengolah sangat
diperlukan.
B. Saran
Model pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan pertimbangan yang dapat digunakan oleh para guru dalam melakukan
dan mengambangkan kegiatan pembelajaran di kelas, terutama pada mata
pelajaran ilmu pengetahuan social.
Diharapkan kepada para guru untuk selalu melakukan kajian dan
pengembangan dalam hal meramu berbagai bentuk model pembelajaran yang
dapat digunakan ditiap materi pelajaran ilmu pengetahuan social khususnya.
Sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat lebih berkualitas dan bermakna
bagi siswa.
Para pendidik dan tenaga kependidikan hendaknya harus menyesuaikan
karakteristik materi dan siswa dalam memilih sebuah model pembelajaran.
Hal ini untuk menghindari pembelajaran yang selalu bersifat satu arah dan
menjenuhkan bagi para siswa.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Kunandar, 2010. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali
Pers, PT. Rajagrafindo Persada
Muiz, Didin. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
[Online].
http://file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_M
UIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz
%20lidinillah/Problem%20Based%20Learning.pdf [diakses pada tanggal
28 Maret 2017 pukul 23.57 WITA]
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers, PT. Rajagrafindo Persada.
Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sanjaya, Wina. 2014. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.
Undang Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Bandung: Citra
Umbara.
Wena, Made. 2013. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
Widjajanty, Djamilah. 2011. Problem-Based Learning Dan Contoh
Implementasinya [Online]. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM-PBL-%2010%20Maret
%202011-Djamilah.pdf [diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pukul 23.47
WITA].
22