PENGARUH PROGRAM UNGGULAN PENGKAJIAN KITAB KUNING TERHADAP SIKAP SOSIAL SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH SUNAN KALIJOGO KALIDAWIR TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Program Unggulan Pengkajian Kitab Kuning
1. Program unggulan
Pendidikan agama Islam di negeri kita adalah merupakan bagaian
dari pendidikan Islam dimana tujuan utamanya ialah membina dan
mendasarai kehidupan anak-anak didik dengan nilai-nilai agama dan
sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga mereka mampu
mengamalkan syari’at Islam secara benar sesuai pengetahuai agama.1
Sesuai

dengan tuntutan zaman serta tuntutan

kebutuhan

masyarakat, madrasah maupun sekolah saat ini semakin maju dengan
meningkatkan

kualitasnya

agar


mampu

memenuhi

kebutuhan

masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Prim
Masrokan dalam bukunya Manajemen mutu sekolah yaitu:
Madrasah yang unggul dan diminati oleh masyarakat merupakan
tantangan yang harus diraih oleh setiap madrasah dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Era desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi pendidikan merupakan pemberian keleluasaan bagi
sekolah dan madrasah untuk maju dan berkembang sesuai dengan
cove value yang dibangun dan dikembangkan untuk menjadi
sekolah/madrasah yang unggul dan diminati oleh masyarakat. 2
Pada dasarnya, peningkatan mutu sekolah maupun madrasah ini
tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat, akan tetapi lebih
mendalam lagi dan berimplikasi pada peningkatan kualitas kehidupan
pribadi maupun masyarakat. Diantara tujuan-tujuan tersebut tertuang

dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003. tentang sistem pendidikan
1

M.Arifin, Med., Kapita Selekta Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm.5
Prim Masrokan Mutohar,Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan
Daya saing lembaga Pendidukan Islam,(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2013),hal. 119
2

16

17

Nasional, Yaitu :
Bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membangun manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. 3

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka strategi yang di tempuh
oleh UU Sisdiknas tersebut, antaralain sebagai berikut :
Pertama, bahwa dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sisdiknas
tidak hanya mencakup pendidikan formal tingkat seperti MI, MTs, MA,
MAK, melainkan juga termasuk pendidikan keagamaan yakni diniyah
dan pesantren,serta pendidikan diniyah non formal, yakni pengajian
kitab, majlis taklim, pendidikan Al-Qur’an, Diniyah Taklimiyah atau
bentuk lain yang sejenis.4 Dengan dimasukkannya pendidikan agama dan
keagamaan ini ke dalam undang-undang tersebut menunjukkan perhatian
pemerintah yang tinggi terhadap kemajuan mutu pendidikan Islam.
Kedua, didalam Bab IX, pasal 35 Undang-undang nomor 20
tahun 2003 telah ditetapkan adanya strandar nasional pendidikan, yang
meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana

dan

prasarana,

pengelolaan,


pembiayaan,

dan

penilaian

pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Ketiga, dalam peraturan pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005
tentang strandar Nasional pendidikan, pada bab XV pasal 91 terdapat

3

Ibid.,hal.18
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, Bab IV, bagian ke
Sembilan, pasal 30, seta peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007.
4

18


ketentuan tentang penjamin mutu. Penjaminan mutu ini dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Keempat, adanya ketentuan tentang sertifikasi, yaitu UU No 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dalam rangks meningkatkan mutu
pendidikan perlu dilakukan peningkatan mutu guru dan dosen melalui
program sertifikasi. Dengan adanya progrsm tersebut maka diharapkan
tidak lagi ada guru yang tidak profesional.
Kelima,
internasional

adanya
(SBI)

kebijakan

yang

tentang


didasarkan

pada

sekolah

berstandar

seluruh

komponen

pendidikannya, seperti standar isi/kurikulum, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar pengelolaan pendidikan, standar sarana dan
prasarana, dan lain sebagainya.
Keenam, adanya kebijakan tentang pengelolaan pendidikan yang
berbasis pada mutu terpadu yang unggul yang bermutu pada pemberian
pelayanan yang baik dan memuaskan kepada seluruh pelanggan. Dalam
hal ini, pendidikan dilihat sebagai sebuah restoran yang menawarkan
menu yang sesuai dengan selera pelanggan, pelayanan yang ramah,

santun, simpatik dan penuh perhatian, tempat yang bersih, indah, aman
dan nyamann harga terjangkau, dan suasananya yang menyenangkan. 5
Dapat diketahui bahwa setiap lembaga pendidikan berhak
malakukan peningkatan mutu sesuai dengan standar nasional pendidikan,
bahkan suatu lembaga pendidikan diibaratkan sebagai sebuah restoran
5

Abudin Nata, Kapita selekta Pendidikan Islam,(Jakarta: PT.RajaGrafindo
persada,2016),hal.51-55

19

yang menyajikan berbagai menu, fasilitas serta pelayanan yang baik. Hal
ini merupakan bukti nyata terjadinya persaingan yang ketat dari setiap
lembaga pendidikan dalam menjawab kebutuhan masyarakat.Diantara
bentuk-bentuk program ungulan sekolah atau madrasah yaitu ada yang
bersifat akademis dan non akademis (ekstra kulikuler). Programunggulan
sekolah yang bersifat akademis contohnya program akselerasi, kelas
RMBI. Sedangkan program sekolah atau madrasah yang bersifat
ekstrakulikuler diantaranya ekstra pramuka yang dibina dengan baik,

ekstra drumb band dan ekstra kesenian.
2. Pengkajian Kitab Kuning
A. Pengertian pengkajian kitab kuning
Pengkajian berasal menurut bahasa berasal dari kata “kaji”
yang berarti membaca, menderas, atau mengaji berarti membaca Al
Qur’an.6 Kata “kaji” diberi awalan pe- da akhiran –an menjadi
“pengkajian” atau “pengajian” yang berarti mengkaji Al-Qur’an dan
berarti pula mengkaji Islam.
Arti pengkajian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses pengajaran agama Islam, menanamkan norma agama melalui
dakwah.7 Pada umumnya pengkajian berbentuk seperti kuliah terbuka
di mana narasumber (ulama) memberikan ceramah kemudian jamaah
mendengarkan, menyimak, mencatat pelajaran yang diberikan
narasumber.8
6

Departemen Pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002) hal.849.
7
Ibid…, hal.491

8
Dawan Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3S,1995), hal.5

20

Sedangkan

pengkajian

menurut

istilah

yaitu

kegiatan

mempelajari agama Islam. Dengan demikian ada berbagai jenis dan
bentuk yang paling awal dan umum adalam pengajian Al Qur’an
untuk anak-anak di masjid atau dirumah ustadz atau guru mengaji. Ini

merupakan pelajaran dasar yang berisi pengenalan huruf dan tata
bahasa Arab. Dapat diartikan juga bahwa pengajian adalah kegiatan
komunitas muslim yang senantiasa berusaha menanamkan nilai-nilai
keagaman, meningkatkan ketaqwaan, dan pengetahuan agama Islam
serta kecakapan dalam rangka mencari ridho Allah dan kegiatan ini
dilaksanakan secara berkala, teratur, dan diikuti oleh para umat
muslim dengan materi pelajaran utama yaitu tentang agama islam
yang bersumber dari Al Qur’an dan hadis. Materi pelajarannya dapat
berbupa Al Qur’an dan Kitab-kitab karangan para Ulama. Selain itu
pengkajian atau pengajian merupakan salah satu strategi pembinaan
umat sekaligus wahana dakwah islamiyah yang murni ajarannya.
Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang menugaskan
umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan agama Islam keseluruh
umat manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nahl ayat
125:

ۖ
ۖ

ۚ


Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

21

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.9
Ayat diatas menekankan kepada umat muslim agar senantiasa
mengajak kebaikan dserta mengingatkan ketika ada yang berbuat
kesalahan. Sehingga dapat diketahui bahwa pengkajian merupakan
kegiatan mempelajari agama Islam dengan materi dapat berupa AlQur’an serta Kitab-kitab karangan para ulama.
Istilah kitab kuning sebenarnya dilekatkan pada kitab-kitab
warisan abad pertengahan Islam yang masih digunakan di pesantren
hingga sekarang. Kitab kuning selalu menggunakan tulisan Arab,
walaupun tidak selalu menggunakan bahasa Arab. Dalam kitab yang
ditulis dalam bahasa Arab, biasanya kitab tersebut tidak dilengkapi
dengan harakat. Oleh karena ditulis tanpa kelengkapan harakat, maka
kitab kuning ini pun dikenal dengan sebutan “kitab gundul”. Secara
umum, spesifikasi kitab kuning memiliki lay out yang unik. Di
dalamnya terkandung matn (teks asal) yang kemudian

dilengkapi

dengan syarah (komentar) atau juga hasyiyah (catatan pinggir).
Biasanya penjilidannya pun tidak maksimal, bahkan disengaja
diformat secara korasan sehingga mempermudah dan memungkinkan
pembaca untuk membawanya sesuai dengan bagian yang dibutuhkan.

Untuk mengetahui pengertian kitab kuning secara lebih jelas,
dalam penelitian penulis memaparkan beberapa pengertian kitab
kuning menurut para tokoh yang selalu aktif melakukan penelitian
9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, hal. 578

22

untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam, sebagai
berikut:
Masdar F. Mas’udi menjelaskan selama ini berkembang tiga
terminologi mengenai kitab kuning. Yang pertama, kitab
kuning adalah kitab yang ditulis oleh ulama klasik yang secara
berkelanjutan dijadikan referensi yang dipedomani oleh ulama
Indonesia, seperti Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Khazin, Shahij
Bukhari, Shahih Muslim, dan sebagainya. Kedua, kitab kuning
adalah adalah kitab yang ditulis oleh ulama Indonesia sebagai
karya tulis yang independen, seperti Imam Nawawi dengan
kitabnya Marah Labid, dan Tafsir al-Munir. Ketiga, kitab
kuning adalah kitab yang ditulis oleh ulama Indonesia sebagai
komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing, seperti
kitab-kitab Kiai Ihsan Jampes, yaitu siraj al-Thalibin dan
Manahij al-Imdad, yang masing-masing komentar atas Minhaj
al-‘abidin dan Irsyad al-‘Ibad karya al-Ghazali.10
Berdasarkan pengertian kitab kuning menurut Masdar, dapat
diketahui bahwa kitab kuning tidak hanya kitab yang di tulis para
ulama klasik, yang kemudian dijadikan sebagai pedoman oleh ulama
Indonesia, namun kitab kuning juga ditulis oleh ulama Indonesia
sebagai komentar ataupun terjemah atas kitab ulama klasik.

Menurut Ali Yafie dalam Ahmad Barizi, kitab kuning
kerapkali disebut dengan “kitab klasik” (al-kutub al-qadimah)
atau “kitab kuno”.11 Karena pada dasarnya kitab kuning
merupakan karya para ulama masa lampau, yaitu sebelum abad
ke 17-an M, atau khususnya masa lahirya empat madzhab
terbesar dalam Islam, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
syafi’I, dan Imam Hanbali. Kitab kuning juga bisa disebut
dengan “kitab gundul”, karena bentuk-bentuk hurufnya kadang
tanpa disertakan syakl.
Menurut Az-Zumardi Azra dalam Ahmad Barizi, kitab kuning
adalah “kitab-kitab keagamaan berbahasa arab, melayu, jawa, atau
bahasa-bahasa lokal lain di Indonesia dengan menggunakan aksara

10
11

Ahmad Barizi. Pendidikan Integratif, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011).hal.60
Ibid. hal.61

23

Arab, yang selain ditulis oleh ulama Timur Tengah, juga ditulis oleh
ulama Indonesia sendiri.”12
Martin Van Bruinessen, menjelaskan bahwa: “Kitab kuning
adalah Kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab
ini disebut di Indonesia sebagai Kitab kuning”13 .dari pendapat martin
dapat diktahui bahwa kitab kuning merupakan kitab klasik atau kitab
kuno yang ditulis oleh ulama muslim berabad-abad yag lalu.
Dengan demikian, secara harfiah kitab kuning diartikan
sebagai buku atau kitab yang dicetak dengan mempergunakan kertas
yang berwarna kuning. Sedangkan
Kitab

kuning

adalah

kitab

atau

menurut

pengertian

istilah,

buku berbahasa Arab yang

membahas ilmu pengetahuan agama Islam seperti fikih, ushul
fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, tafsir Alquran dan ulumul Quran, hadis
dan ulumul hadis, dan sebagainya yang ditulis oleh Ulama-ulama
salaf dan digunakan sebagai bahan pengajaran utama di pondok
pesantren.
Martin menjelaskan dalam bukunya kitab kuning mengenai
format umum kitab kuning yaitu format umum kitab kuning atau
kitab klasik yang dipelajari di pesantren adalah litab komentar
(Syarh) atau komentar atas komentar (hasyiyah) atas teks yang lebih
tua (matn/ matan). Edisi cetakan dari karya-karya klasik ini biasanya
menempatkan teks-teks yang di-syarah-i atau di hasyiah-i di cetak di
12

Ibid. hal.60
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat .Bandung: Mizan,
1995. hal.17

13

24

tepi halamannya, sehingga keduanya dapat dipelajari sekaligus.
Selain kedua format tersebut, kebanyakan buku-buku teks dasar
adalah manzhum, yakni ditulis dalam bentuk sajak-sajak berirama
(nazhm), supaya mudah dihafal.14

Format kitab klasik yang dipelajari di pesantren adalah kitab
komentar (Syarh) atau komentar atas komentar (hasyiyah) atas teks
yang lebih tua (matn/ matan) selain itu, juga berbentuk nazhm atau
sajak-sajak. Karya nazhm atau manzhum yang paling panjang adalah
kitab alfiyah yang jumlahnya ada seribu bait.
Ahmad Barizi menjelaskan bahwa :“kitab kuning sebenarnya
sudah muncul di Indonesia sejak abad ke-16 M. pada saat itu, kitab
kuning merupakan referensi informal untuk mempelajari Islam
dengan menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Melayu dan
Jawa”15.

Awal kemunculan kitab kuning hanya sebagai referensi
informal yang dikaji dalam sebuah majlis ta’lim oleh seorang kiai
dan diikuti oleh para santri. Namun hal ini berubah semenjak
kemunculan pesantren dan madrasah. Ahmad Barizi dalam bukunya
pendidikan integratif, menjelaskan tentang awal kemunculan kitab
kuning Mulai abad ke-18 M kitab kuning sudah menjadi referensi
utama di lembaga-lembaga pendidikan Islam formal seperti
pesantren dan madrasah. Kemudian sejak abad ke 19 M, secara
14
15

Ibid.., hal. 141
Ahmad Barizi. Pendidikan Integratif …,hal.62

25

massal dan permanen Kitab kuning diajarkan di pesantren dan
madrasah, khususnya setelah banyak ulama Indonesia yang habis
pulang dari tanah suci Mekkah. Seperti yang dijelaskan Taufik
Abdullah dalam Barizi, bahwa pembelajaran kitab kuning menjadi
referensi kajian keislaman di pesantren-pesantren dan madrasahmadrasah di nusantara sejak terjadinya gelombang intelektual ketiga
dalam bentuk intensifikasi penyelarasan keyakinan agama dengan
tata kehidupan sosial. Sedangkan Azyumardi Azra mengatakan
bahwa, momentum tradisi kajian kitab kuning terjadi ketika
pesantren-pesantren,

surau-surau,

dan

pondok-pondok

mulai

berkembang dan mapan sebagai institusi pendidikan Islam
tradisional di berbagai daerah di Nusantara. Ada dua hal menurut
Azyumardi, yang menyebabkan kitab kuning mudah tersebar dengan
luas. Pertama, semakin lancarnya transportasi laut ke Timur Tengah
dalam dekade terakhir abd ke-19 M. kedua, mulainya percetakan
besar-besaran kitab-kitab beraksara Arab pada waktu yang
bebarengan. Semakin banyaknya cetakan kitab kuning di pasaran
Timut Tengah waktu itu, memungkinkan bagi jamaah haji Indonesia
yang jumlahnya semakin meningkat untuk membawa pulang ke
tanah air.16

Penyebaran kitab Karangan ulama Timur Tengah memang
sangat cepat karena pada pada saat itu juga didukung dengan
kemajuan armada laut, serta kemajuan dibidang percetakan di Timur
16

Ahmad Barizi. Pendidikan Integratif..,hal.63

26

Tengah, dengan bantuan para jaamah haji dari Indonesia akhirnya
kitab-kitab Karya ulama Timur Tengah dapat tersebar hingga ke
Nusantara.
penggunaan kitab kuning sebagai referensi di dunia pesantren
bahkan sekarang telah mendapat perhatian dari pemerintah, yaitu
dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55
tahun 2007 tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan.
Peraturan pemerintah tersebut menyebutkan: (1) Pengajian kitab
diselenggarakan dalam rangka mendalami ajaran Islam dan/atau
menjadi ahli ilmu agama Islam. (2). Penyelenggaraan pengajian kitab
dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. (3)
Pengajian kitab dilaksanakan di pondok pesantren, masjid, mushalla,
atau tempat lain yang memenuhi syarat.17
Telah jelas sekali disebutkan bahwa kitab kuning merupakan
referensi tidak hanya di lingkup dunia kepesantrenan namun
didalam majlis-majlis Ta’lim juga menggunakan kitab kuning
sebagai referensi serta materi dalam proses pembelajaran.
B. Pentingnya mengikuti pengkajian kitab kuning
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui
Nabinya yang terpilih yaitu Nabi Muhammad SAW yang dibekali
dengan buku kitab suci yang bernama Alqur’an, sebuah buku yang
mengandung visi moral yang luar biasa. Bermula dari kitab suci
tersebut, dikemudian hari muncul banyak pemikir, pengkaji dan
17

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan.

27

penafsir yang dilakukan oleh para ulama serta para cendekia muslim
yang mengarang kitab-kitab dari ijtihad mereka untuk mencari suatu
hukum yang tidak dijelaskan dalam dua pedoman kita yaitu, AlQur’an
dan Al-Hadits.
Perlunya pengkajian atau pembelajaran kitab kuning adalah:
1) sebagai pengantar bagi langkah ijtihad dan pembinaan hokum Islam
kontemporer. 2) sebagai materi pokok dalam memahami, menafsirkan
dan menerapkan bagian hokum positif yang masih menempatkan
hukum Islam atau madzhab fikih tertentu sebagai hokum, baik secara
historis maupun secara resmi. 3) sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia secara universal dengan memberikan
sumbangan bagi kemajuan ilmu hukum sendiri melalui studi
perbandingan hokum (dirasah al-qanun al-muqaran)18, 4) sesuai
dengan tujuan pengajian kitab kuning adalah untuk mendidik caloncalon ulama.19
Sebenarnya kitab kuning tersebut tidak hanya menjelaskan
tentang hukum-hukum melainkan juga membicarakan sejarah tentang
kehidupan Nabi, perang, para ulama, dan lain sebagainya. Ketika kita
bicara sejarah, fikiran kita mundur dan menatap ke masa lampau, kita
akan mencontoh keprilaku-prilaku orang-orang terdahulu yang
berhasil dalam usahanya. Jadi manfaat kita belajar kitab kuning adalah
mengetahui hukum-hukum

Islam secara

mendalam dan

juga

mengetahui sejarah orang-orang terdahulu.
18

Musdah Mukia, Kitab Kuning, Ensiklopedi Islam, IV, hal 133
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,(Jakarta: Direkterot
Jendral Kelembagaan Islam, 2003), hal 11
19

28

Tidak hanya sebagai sumber rujukan dalam menggali hukum
Islam, pentingnya mempelajari kitab kuning dalam lingkup pendidikan
Islam serta tingkatan yang masih mendasar, pentingnya mempelajari
kitab kuning antaralain dari sisi pengatahuan yaitu memperluas
wawasan keislaman. Dari sisi keterampilan melatih kemampuan
membaca dan menulis Arab , sedangkan dari sisi sikap, akan
menimbulakn perubahan sikap yang baik baik itu sikap kepada Alla,
kepada sesama manusia maupun kepada Alam. Karena materi yang
diajarkan tidak lain juga membahas masalah tersebut contohnya materi
ketahuhidan, materi tentang adab yang didalamnya mencakup adabadab tentang berperliku kepada diri sendiri maupun orang lain.
C. Materi kitab kuning
Berdasarkan catatan sejarah, pesantren telah mengajarkan
kitab-kitab

klasik,

khususnya

karangan-karangan

madzhab

syafiiyah.20 Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren dapat digolongkan ke dalam delapan kelompok yaitu
nahwu (sintaksis), dan sharaf

(morfologi), fiqh, ushul fiqh, hadits,

tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, cabang-cabang lain seperti tarikh dan
balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek
sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir,
fiqh, ushul fiqh dan tasawuf. Semuanya itu dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok yaitu, kitab-kitab dasar, kitab-kitab menengah

20

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju demokrasi Intstitusi,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hlm.39

29

dan kitab-kitab besar.21
Secara umum kitab yang diajarkan di pesantren-pesantren
adalah sama jenisnya. Misalnya, “kitab-kitab fiqih seperti Sullam
Taufiq dan Safinatun Najah atau yang sering disebut Sullam Safinah.
Kesamaan kitab yang diajarkan dan sistem pengajaran tersebut
menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktikpraktik keagamaan di kalangan santri." 22 Perlu diketahui bahwa dalam
kajian kitab ini tidak sekedar membaca teks secara hitam putih,
tetapi juga memberikan pandangan- pandangan atau penjelasanpenjelasan (interpretasi) pribadi baik mengenai isi maupun bahasa dari
teks.
Agar bisa menerjemahkan dan memberikan pandangan tentang
isi dan makna dari teks kitab tersebut, seorang kyai ataupun santri
harus menguasai tata bahasa Arab (nahwu dan sharaf), literatur
dan cabang- cabang pengetahuan Agama Islam yang lain.
Sedangkan menurut KH. Sahal Mahfudh, kitab kuning di
pesantren sebenarnya tidak

hanya mencakup

ilmu-ilmu tafsir,

ulumul al-tafsir, asbabu al-nuzul, hadits, ulumu al-hadits, asbabu alwurud, fiqh, qawaid al fiqihiyah, tauhid, tasawuf, nahwu, sharaf dan
balaghah saja. Lebih dari itu meskipun hanya sebagai referensi
kepustakaan pesantren kitab kuning mencakup ilmu-ilmu mantiq,
falaq, hisab, adabu al-bahtsi wa al- munadzarah (metode diskusi),

21

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1984), hlm. 50-51.
H.M. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas
dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta:IRD PRESS, 2004), hlm.40.
22

30

thibb, hayatu al-hayawan, tarikh, thabaqat, (biodata) para ulama,
bahkan sudah ada katalogisasi atau anotasinya, misal kitab kasyfu aldzunun fi asma li kutubi al-funun.23
Di antara kitab kuning yang diajarkan secara intensif tersebut,
ada banyak yang berasal dari satu matn. Kemudian matn ini
dikembangkan menjadi komentar (syarh), catatan pinggir (hasyiyah),
bahkan adakalanya muncul dalam bentuk ringkasan (mukhtashar) dan
syair (nazham). Conthnya dalam fiqih: At-Taqrib, Fath al-Qarib
karya al-Bajuri, Qurrah al-Ayn, Fath al-Muin, Ianah ath-Thalibin
atau Nihayah az-Zayn. Contoh dalm bidang nahwu adalah AlAjurumiyyah, al-Asymawi, ad-Dahlan, al- Khalid, al-Kafrawi, alMutammimah, al-Imrithi hingga Alfiyah ibn Malik dan Ibn Aqil.24
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa kitab
yang sering dipelajari di lingkungan pesantren yaitu kitab-kitab fiqih,
ushuluddin, tasawuf, tafsir, hadis, dan bahasa Arab yang menjadi
disiplin ilmu utama di pesantren-pesantren. Demikian pula kitab yang
dipelajari di madrasah tsanawiyah Sunan Kalijogo, yang mengadopsi
kurikulum pesantren. madrasah tsanawiyah Sunan Kalijogo dalam
pengkajian kitab kitab kuning, menggunakan materi kitab fiqih,
akhlaq, dan kitab tentang aqidah. Akan tetapi kitab-kitab yang
dipelajari adalah kitab yang masih mendasar, dan disesuaikan dengan
kemampuan siswa.
D. Metode-Metode Pembelajaran Kitab Kuning
23
24

Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yoyakara: LKiS, 1994), hlm. 264.
Husein Muhammad, , hlm. 271.

31

1.) Sorogan
“Idiom sorogan berasal dari kata sorog(Jawa) yang berarti
menyodorkan, sebab setiap santri secara bergilir menyodorkan
kitabnya di hadapan kiai atau badal (penggantinya).”25 Secara bergilir,
murid menghadap kiai atau ustaz kemudian membaca teks kitab
berdasarkan kaidah gramatikal bahasa Arab (Naḥ wu Ṣ araf) dengan

mengartikan tiap-tiap kata menggunakan bahasa Jawa / Melayu.

Biasanya, di sela-sela pembacaan teks kitab, kiai atau ustaz
akan meminta santri untuk menganalisa susunan (tarkīb) kalimat
seperti mubtada’, khabar, hāl, tamyīz, fā’il, maf’ūl dan sebagainya
serta meminta santri untuk menyebutkan dasar kaidahnya yang diambil
dari ilmu alat seperti naẓ mAlfiyah ibn Malik, naẓ m al-Imriṭ i,

matanJurumiyah dan sebagainya. Setelah itu, santri diminta untuk
menjelaskan kandungan yang dimaksud (murād) dari teks yang telah
dibaca.
Metode sorogan ini dinilai intensif karena dengan metode ini,
santri dapat menerima pelajaran dan pelimpahan nilai-nilai sebagai

proses delivery of culture di pesantren yang dilakukan seorang demi
seorang dan ada kesempatan untuk bertanya jawab secara langsung.
Metode ini dalam dunia modern dapat disamakan dengan istilah
tutorship atau menthorship26
Pelaksanaan metode sorogan ini, antara guru dan murid harus

25

M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 110-111.
26
Ibid,…hlm 112

32

sama-sama aktif.Sebagai seorang guru, kiai harus aktif dan selalu
memperhatikan kemampuan santri dalam membaca dan memahami
kitab. Di lain pihak, santri harus selalu siap untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kiai. 27
Sistem individual dalam metode sorogan ini merupakan
bagian yang paling sulit

dari keseluruhan sistem pendidikan Islam

tradisional, sebab metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan
dan kedisiplinan pribadi dari murid.

Metode sorogan ini terbukti

efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita
menjadi seorang alim.Metode ini memungkinkan seorang guru/ kiai
untuk mengawasi, menilai dan membimbing seorang murid atau
santri secara maksimal dalam menguasai bahasa Arab. 28
Berikut ini beberapa kelebihan metode sorogan:
1.) Santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan kiai;
2.) Santri lebih cepat dan matang dalam mengkaji kitab-kitab
kuning;
3.) Santri lebih memahami dan mengenai kitab kuning yang
dipelajari dan bersikap aktif.29
Perlu diketahui bahwa peserta yang mengikuti

pengajian

dengan metode sorogan ini sangat minim karena kendala yang datang
dari diri santri itu sendiri yang dibayangi rasa tidak mampu bila
mengikuti pengajian sorogan. Biasanya, santri yang mengikuti
Ibid,…hlm 113
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1994)., hlm.28-29
29
M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi., hal. 137.
27

28

33

sistem sorogan adalah mereka yang sudah mendalami ilmu Naḥ wu
maupun Ṣ araf

karena kedua ilmu itulah yang menjadi kunci

utama dalam mengkaji kitab-kitab kuning, di samping perlu juga
memahami mufradāt, balagah dan sebagainya. 30
2.) Weton / Bandhongan
Metode weton atau bandhongan artinya belajar secara
berkelompok yang diikuti seluruh santri.Biasanya kiai menggunakan
bahasa daerah dan langsung menerjemahkan kalimat demi kalimat
dari kitab yang dipelajari. 31
Dalam metode ini, sekelompok murid (antara 5 sampai 500
orang) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa
Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat
catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata atau buah
pikiran yang sulit. 32
Metode weton adalah metode yang tertua dan banyak dipakai
di pondok pesantren menyertai metode sorogan. Hal tersebut secara
nyata dapat dilihat dari tingkat perbandingan kiai/ustaz yang memakai
metode sorogan dan metode weton, yakni 5:35.33Sesuai dengan
keterangan sebelumnya mengenai sistem sorogan, fakta ini tentu
di latar belakangi oleh minat santri yang lebih memilih metode
weton daripada sorogan karena dinilai lebih mudah.
Ibid,…hal 138
Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: Gama Media,
2008), hal. 28
32
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren., hal. 28.
33
M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi., hal. 114.
30

31

34

Sistem bandhongan, karena ditujukan untuk santri tingkat
menengah dan tingkat tinggi, hanya efektif bagi santri yang telah
mengikuti sistem sorogan secara intensif. Kebanyakan pesantren,
terutama pesantren-pesantren besar, menyelenggarakan bermacammacam ḥ alaqah (kelas bandhongan) di mana kiai sering kali

memerintahkan santri-santri senior untuk mengajar dalam ḥ alaqah

tersebut.34

3.) Metode hafalan
Metode hafalan ialah kegoatan belajar santri dengan cara
mwnghafal suatu teks-teks tertentu dibawah bimbingan dan penwasan
guru. Para santri diberi tugas untuk menghafal macam-macam dalam
jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian
disetorkan kepada guru secara periodic atau insidental tergantung
pada petunjuk guru yang bersangkutan. Materi pembelajarn dengan
metode hafalan umumnya berkenan dengan Al-Qur’an, nadhamnadham untuk nahwu, sharaf, tajwid ataupun untuk teks-teks nahwu,
sharaf dan fiqih. Dalam metode pembelajaran ini seorang santri ditugsi
oleh guru untuk menghafalkan satu bagian tertentu atapun keseluruhan
dari suatu kitab.
E. Pengkajian Kitab Kuning di Sekolah/ Madrasah
Pengkajian

kitab

kuning

adalah

pembelajaran

yang

menggunakan kitab kuning sebagai referensinya.Pembelajaran kitab

34

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 50-51.

35

kuning merupakan pembelajaran khas pesantren namun ada juga
lembaga- lembaga pendidikan yang menerapkan pembelajaran
tersebut.35
Pengkajian kitab kuning di lembaga pendidika formal
(sekolah/madrasah) telah disesuaikan dengan model pembelajaran
modern dalam nuansa klasikal dengan tetap mempertahankan
kekhasan

pembelajaran

kitab

klasik

itu

sendiri.

Sistem

sorogandanbandhongan tetap diberlakukan, selebihnya materi diulas
dengan berbagai metode, seperti metode ceramah, demonstrasi dan
sebagainya serta terdapat evaluasi.
Dengan

banyaknya

model

madrasah/sekolah

yang

diselenggarakan oleh yayasan pendidikan Islam, pembelajaran
kitab kuning akan memiliki perkembangan pola pembelajaran yang
baru, namun tetap

mempertahankan

ciri

klasik

(salaf)

sebagaimana di pondok pesantren.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, transmisi keilmuan
yang terkandung dalam kitab kuning di pondok pesantren secara
umum menggunakan dua macam metode, yakni sorogan dan
bandhongan/ weton, di samping metode yang lain seperti metode
musyawarah maupun bahṡ ul masāil.

Pembelajaran kitab-kitab klasik di pesantren dipandang penting

karena dapat menjadikan santri menguasai dua materi sekaligus.
Pertama, bahasa Arab yang merupakan bahasa kitab itu sendiri. Kedua,

35

Mujamil Qomar,., hal. 127.

36

pemahaman/penguasaan muatan dari kitab tersebut.Dengan demikian,
seorang santri yang telah menyelesaikan pendidikannya di pesantren
diharapkan mampu memahami isi kitab dengan baik, sekaligus
dapat

menerapkan

bahasa

kitab

tersebut

menjadi

bahasa

kesehariannya. 36
Meskipun materi yang dipelajari berupa teks tertulis, namun
penyampaian secara lisan oleh kiai adalah penting. Kitab dibacakan
keras- keras oleh kiai di depan sekelompok santri, sementara para
santri memegang buku memberikan harakat sebagaimana bacaan sang
kiai dan mencatat penjelasannya baik dari segi lugawi(bahasa)
maupun ma’nawi (makna).37
Sikap bertanya dan berbeda pendapat masih dianggap sū’ul
adab.Inilah yang menyebabkan metode-metode pembelajaran di
pesantren seperti sorogan, bandhongan, ḥ alaqah dan lalaran tidak

beranjak

dari orientasi content-knowledgebelum mengarah pada

understanding dan construction of the knowledge.38
Murid boleh jadi mengajukan pertanyaan, tetapi biasanya
terbatas pada konteks-konteks sempit isi kitab itu.Jarang sekali ada
usaha untuk menghubungkan uraian-uraian kitab dengan hal-hal
konkret atau situasi kontemporer.Kiai juga jarang menanyakan apakah
santri benar- benar memahami kitab yang dibacakan untuknya,
kecuali pada tingkat pemahaman
36

37

lugawi. Kitab-kitab yang bersifat

Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan, hal. 26

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di
Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), hal.18
38
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi.,hal. 155.

37

pengantar sering dihafalkan, sementara kitab-kitab advanced hanya
dibaca saja dari awal sampai akhir. 39
F. Penilaian Pengkajian Kitab kuning di sekolah/madrasah
Penilaian

merupakan

salah

satu

komponen

sisitem

pengajaran. Fungsi penilaian adalah untuk mengetahui apakah tujuan
yang dirumuskan dapat tercapai.40 Adapun tujuan dari evaluasi
pembelajarn kitab kuning sebagai berikut :
1.) Untuk membuat kebijakan dan keputusan untuk pengembangan
dan kepentingan pengembangan madrasah.
2.) Untuk menilai hasil para murid dan para guru maupun para tutor
yang ada di madrasah.
3.) Untuk menialai program kurikulum, apakah sudah tepat atau
belum, relevan atau tidak, terlalu rumit atau tiadak.
4.) Untuk

memberi

kepercayaan

kepada

madrasah

untuk

melakukan evaluasi diri, kalau program ini dilakukan terus
menerus akan meningkatkan akuntabilitas madrasah.
5.) Untuk menilai profesionalitas guru apakh mereka mempunyai
kompetensi yang memadai apa belum.
6.) Untuk mendapatkan masukan guna perbaikan materi dan berbagai
program yang dijalankan madrasah.

39
40

hal 113

Ibid
Mohammad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: IKIP Sinar Baru, 1986),

38

B. Sikap Sosial
Sikap merupakan suatu masalah yang penting, karena sikap yang ada
pada seseorang

akan

memberikan

warna

atau perbuatan orang yang bersangkutan.

atau corak

pada prilaku

Seseorang dapat menduga

bagaimana respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang
bersangkutan terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan
kepadanya, dengan mengetahui sikapnya.
Sikap pada manusia tidak terbentuk begitu saja, melainkan terbentuk
secara berangsur-angsur sejalan dengan perkembangan kehidupannya. Sikap
(attitude) di dalam kehidupan manusia mempunyai peran besar sebab apabila
sikap

sudah

terbantuk

pada

diri

manusia,

maka

ia

akan

turut

menentukan tingkah lakunya dalam menghadapi suatu objek. Adanya
attitude-attitude menyebabkan

bahwa manusia akan bertindak

secara

khas terhadap objek-objeknya.41
1. Pengertian Sikap Sosial
Sikap atau attitude dapat dibedakan dalam attitude sosial dan
attitude individual. Ada beberapa pengertian tentang sikap yang telah
dirumuskan oleh para ahli antara lain, yaitu:
a. Menurut

Dr.

W.

A.

Gerungan

bahwa

attitude

itu

lebih

tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap
suatu hal.42
b. Sarlito Wirawan

41

berpendapat

bahwa sikap adalah kesiapan pada

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresto, 1988), Cet. II, hal. 150.
42

ibid

39

seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.43
c. Mayor Palok berpendapat bahwa sikap adalah suatu tendensi atau
kecenderungan yang agak stabil untuk berlaku atau bertindak secara
tertentu di dalam situasi yang tertentu.44
d. Menurut

Kamus

Psikologi

kecenderungan untuk

sikap

memberi

diartikan

respon,

sebagai

baik positif maupun

negatif terhadap orang- orang, banda-banda atau siatuasi-siatuasi
tertentu.45
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
sikap adalah

suatu

kesadaran

individu

untuk

bertindak

dalam

menanggapi objek dan terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman.
Sementara sosial merupakan suatu yang berkenaan dengan
hubungan antara orang-orang atau kelompok ataupun berkenaan dengan
pengaruh orang-orang atau kelompok antara satu sama lain.46
Dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu
untuk bertindak secara nyata dan berulang-ulang

terhadap objek

sosial berdasarkan pengalaman-pengalaman baik yang terjalin antara
individu dengan individu lain, maupun antara individu dengan kelompok.
Agama Islam sendiri juga mengatur hubungan antara sesama
manusia, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang
selalu membutuhkan orang lain dalam setiap kelangsungan hidupnya,

43

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1996), hal. 94.
44
Mayor Palok, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1979),
Cet. IX, hal. 97.
45
Kartini Kartono dan Dali Gula, Kamus Psikologi, (Bandung:: Pioner Jaya, 1982), hlm. 35.
46

Ibid,…hal 462

40

oleh karena itu antar makhluk lain tidak boleh saling mengolok-olok, dan
sesalu berbuat baik antar sesame manusia. Allah juga berfirman dalam Al
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 11-13:

Artinya : (11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah
suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang
mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok
wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok
lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang
buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.47

Tim Pelaksana Pentasihan Mushaf Al-Qur’an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Terjemah dan
Tafsir untuk Wanita, (Bandung: JABAL, 2010), hal. 534.
47

41

Setelah memberi petunjuk tata karma pergaulan dengan sesama
muslim, ayat di atas beralih kepada uraian tentang prinsip dasar hubungan
antar manusia. Ayat tersebut menegaskan bahwa semua manusia derajat
kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku
dengan yang lain.

Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan

antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang lakilaki dan seorang perempuan.
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin
terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu ayat di atas
menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk
saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain, guna meningkatkan
ketakwaan kepada Allah swt, yang dampaknya tercermin pada kedamaian
dan kesejahteraan hidup duniawi dan ukhrawi. Kita tidak dapat menrik
pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat bahkan
tidak dapat bekerja sama tanpa saling kenal mengenal.48
Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling berinteraksi menjalin
hubungan yang baik, bersikap yang baik, saling menghormati dengan
sesama, berkasih sayang sebagai fitrah diri manusia.
2. Ciri-ciri Sikap Sosial
Karakteristik atau ciri-ciri sikap sosial yaitu sikap mempunyai
arah, intensitas, keluasan, konsisten, dan spontanitas. Arah disini
maksudnya adalah arah positif atau negatif, intensitas maksudnya
kekuatan sikap itu sendiri, dimana setiap orang belum tentu mempunyai
48

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2008), hal. 260-262

42

kekuatan sikap yang sama. Dua orang yang sama-sama mempunyai sikap
sosial positif terhadap sesuatu, tidak menutup kemungkinan adanya
perbedaan kekuatan sikapnya, yang satu positif tetapi yang satu lagi lebih
positif. Keluasan sikap meliputi cakupan aspek objek sikap yang disetujui
atau tidak disetujui oleh seseorang. Sedangkan konsistensi adalah
kesesuaian antara pernyataan sikap dengan responnya, atau tidak adanya
kebimbangan dalam bersikap. Karakteristik sikap terakhir adalah
spontanitas yaitu sejauh mana kesiapan subjek untuk mengatakan sikapnya
secara spontan. Suatu sikap dapat dikatakan mempunyai spontanitas yang
tinggi, apabila sikap dinyatakan tanpa perlu pengungkapan atau desakan
agar subjek menyatakan sikapnya.
Sikap merupakan faktor yang ada pada diri manusia yang dapat
mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Walaupun demikian
sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain
yang ada dalam diri manusia itu. Oleh karena itu untuk membedakan
sikap dengan pendorong-pendorong yang lain, ada beberapa ciri atau
sifat dan sikap tersebut. Adapun ciri-ciri sikap itu adalah:
a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir
Bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikapsikap tertentu terhadap suatu objek. Karena sikap tidak dibawa sejak
individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam
perkemabnagan individu yang bersangkutan. Oleh karena sikap itu
terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya
sikap itu dapat berubah.

43

b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap
Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya
dengan objek- objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap
objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu
dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari
individu terhadap objek tersebut.
c. Sikap dapat tertuju pada suatu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada
sekumpulan objek-objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada seseorang, orang
tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap
yang negatif pula kepada kelompok dimana seseorang tersebut
tergabung di dalamnya.
d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan
seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang
yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah, dan kalaupun
dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama.
e. Sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan sellau diikuti oleh
perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yag menyenangkan)
terhadap objek tersebut.49
3. Pembentukan dan perubahan sikap Sosial
Sikap terbentuk dalam perkembnaan individu, karenanya faktor
pengalaman individu mempunyai peranan yang sangat penting dalam
49

hal.144.

Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994),

44

pembentukan sikap individu yang bersangkutan. Namun demikian
pengaruh luar itu sendiri berjumlah cukup menyakinkan untuk dapat
menimbulkan atau membentuk sikap tersebut, sekalipun diakui bahwa
faktor pengalaman adalah faktor yang penting. Karena itu dalam
pembentukan sikap faktor individu itu sendiri akan ikut serta menentukan
atau terbentuknya sikap tersebut, secara garis besar pembentukan atau
perubahan sikap itu akan ditentukan oleh dua faktor pokok yaitu50:
a. Faktor individu atau faktor dari dalam
Bagaimana individu menanggapi dunia luarnya bersifat
selektif, berarrti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya
begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang
akan diterima, dan mana yang akan ditolaknya.
b. Faktor luar atau faktor ektern
Yang dimaksud faktor luar adalah hal-hal atau keadaan yang
ada di luar dari individu yang merupakan stimulus untuk membentuk
atau mengubah sikap. Dalam hal ini dapat terjadi secara langsung,
dalam arti adanya hubungan secara langsung antara individu dengan
individu

yang

lain,

antara

individu

dengan kelompok atau

kelompok dengan kelompok. Bisa juga secara tidak langsung, yaitu
dengan perantara alat-alat komunikasi, misal media massa baik yang
elektronik maupun yang non elektronik.
4. Bentuk-bentuk dan indikator-indikator sikap sosial
Sebagaimana uraian di atas bahwa manusia itu tidak bisa lepas

50

Walgito Bimo,psikologi Sosial…, hal 119-120

45

dari yang lainnya. Ia akan selalu mengadakan

hubungan demi

kesempurnaan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karena
itu sangat dibutuhkan adanya pelaksanaan bentuk-bentuk sikap sosial
yang positif, agar tercipta kehidupan yang harmonis. Banyak bantuk sikap
sosial yang positif, diantaranya adalah :
a. Tanggung Jawab
Manusia merupakan makhluk sosial yang sekaligus individual.
Manusia sebagai makhluk sosial akan melahirkan daripadanya
tanggung

jawab

keluar

yaitu

terhadap

keluarga

dan

sosial

(masyarakat).Dan selaku makhluk individu ia bertanggung jawab
terhadap diri sendiri yang semua itu berkonotasi pada keharmonisan
hidup.Indikator tanggung jawab antara lain:
1.) melaksanakan tugas individu dengan baik
2.) menerima risiko dari tindakan yang dilakukan;
3.) tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti akurat
4.) mengembalikan barang pinjaman;
5.) mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan;
6.) menepati janji;
7.) tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan tindakan sendiri;
dan
8.) melaksanakan

apa

yang

pernah

dikatakan

tanpa

disuruh/diminta.
b. Gotong-Royong
Gotong-royong atau tolong-menolong bisa berarti untuk

46

kebaikan dan bisa untuk keburukan. Islam menegakkan gotongroyong yang bersifat baik dan ia melarang tolong-menolong dalam
hal yangburuk. Indikator gotong royong antara lain:
1.) terlibat aktif dalam kerja bakti membersihkan kelas atau
lingkungan sekolah;
2.) kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan;
3.) bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan;
4.) aktif dalam kerja kelompok;
5.) memusatkan perhatian pada tujuan kelompok;
6.) tidak mendahulukan kepentingan pribadi;
7.) mencari jalan untuk mengatasi perbedaan pendapat atau
pikiran antara diri sendiri dengan orang lain; dan
8.) mendorong orang lain untuk bekerja sama demi mencapai
tujuan bersama.
c. Santun dan sopan
Mengajarkan sopan santun. Sopan santun adalah peraturan
hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma
kesopanan bersifat relative, artunya apa yang dianggap sebagai norma
kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan atau waktu.
Contoh norma kesopanan :
1.) Menghormati orang yang lebih tua.
2.) Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
3.) Tidak berkata kotor, kasar, dan sombong.

47

4.) Tidak meludah di sembarang tempat.51
Santun atau sopan, yaitu sikap baik dalam pergaulan, baik
dalam berbicara maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat
relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu
tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain. Indikator
santun atau sopan antara lain:
1.) menghormati orang yang lebih tua;
2.) tidak berkata kotor, kasar, dan takabur;
3.) tidak meludah di sembarang tempat;
4.) tidak menyela/memotong pembicaraan pada waktu yang tidak
tepat;
5.) mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang
lain;
6.) memberisalam, senyum, dan menyapa;
7.) meminta izin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau
menggunakan barang milik orang lain; dan
8.) memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana diri
sendiri ingin diperlakukan baik.
d. Toleransi
Menurut ngainun naim, Toleransi berarti sikap membiarkan
ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya
hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri.52
Sikap Toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap
51

Abdul Majid & Dian Andayani, pendidikan karakter perspektif Islam. (Jakarta: Remaja
Rosdakarya,2012). hal 46-51. ,202
52
Ngainun Naim. Character Building.(Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.2012) hal. 138

48

hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda,
tapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek
ideology dan politik yang berbeda. Wacana Toleransi Biasanya
ditemukan dalam etika perbedaan pendapat dan dalam perbandingan
agama. Toleransi lahir dari sikap menghargai diri (self-esteem) yang
tinggi. Kuncinya adalah bagaimana semua pihak memersepsi dirinya
dan orang lain.
menurut

Zakiyuddi

Baidhawy

dalam

Ngainun

naim,

menjelaskan bahwa:
Toleransi akan muncul pada orang yang telah memahami
kemajemukan secara optimis-posutif. Sementara pada tataran
teori, konsep toleransi mengandaikan fondasi nilai bersama
sehingga idealitas bahwa agama-agama dapat hidup
berdampingan secara koeksistensi harus diwujudkan.53
Toleransi yang menjadi bagian dari kesadaran warga
masyarakat akan berimplikasi pada sikap saling menghormati,
menghargai, dan memahami satu samalain. Implikasi lebih
jauhnya, kehidupan yang damai dan penuh kebersamaan dapat
diwujudkan.
Toleransi Tidak tumbuh dengan sendirinya. Dibutuhkan
usaha secara serius dan sistematis agar Toleransi bisa menjadi
kesadaran. Sikap ini seharusnya dipupuk sejak usia dini. Sekali
lagi,

peran

orangtua

dan

guru

sangat

menentukan

bagi

terbentuknya nilai toleransi dalam diri seorang anak. Toleransi
tumbuh dan berkembang karena kemauan dan kesadaran

53

Ibid hal. 139

49

menghargai perbedaan pada level kecil, yaitu keluarga. Ini
merupakan dasar penting membagun toleransi dalam skala yang
lebih luas.
yaitu sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman
latar belakang, pandangan, dan keyakinan. Indikator toleransi
antara lain:
1.) tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat
2.) menerima kesepakatan meskipun ada perbedaa pendapat
3.) dapat menerima kekurangan orang lain
4.) dapat memaafkan kesalahan orang lain;
5.) mampu dan mau bekerja sama dengan siapa pun yang
memiliki

keberagaman

latar belakang, pandangan, dan

keyakinan.
6.) tidak memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada orang
lain.
7.) kesediaan untuk belajar dari (terbuka terhadap) keyakinan dan
gagasan orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik.
8.) terbuka terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu yang
baru.54
Bentuk–bentuk sikap sosial positif diatas akan terlihat
ketika seseorang sedang menghadapi objek sosial, didalam

54

Panduan penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan kementerian

pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan dasar dan
menengah Direktorat pembinaan sekolah menengah atas.2016 hal.43-44

50

lingkup sekolah objek sikap yang dimaksud ialah keseluruhan
warga sekolah mulai dari guru, siswa, serta staf yang ada di
sekolah. Sikap sosial positif yang ditunjukkan akan berdampak
kepada respon yang positif pula sehingga interaksi yang terjalin
antar subjek sosial akan terjalin secara harmonis.
C. Pengaruh Pengkajian Kitab Kuning Terhadap Sikap Sosial Siswa.
Pengaruh pengkajian kitab terhadap sikap sosial siswa, dapat
terlihat ketika siswa berinteraksi dengan orang lain baik itu guru, orang tua
maupun dengan sesama teman. Sikap sosial yang ditunjukkan dalam
proses pengkajian kitab kuning merupakan wujud dari pengaruh
pengkajian kita