Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul IPA Berbasis Model Keterhubungan Materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya untuk Siswa Kelas 4 Semester II Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPA

  Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari serta mengenalkan siswa terhadap alam, melalui kegiatan mengamati lingkungan, menganalisis, melihat hubungan-hubungan gelala yang terjadi, dapat menjadi sebuh pengalaman untuk siswa dalam mempelajari IPA, Menurut Nash 1993 (dalam Samatowa, 2011:3)

  IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA dalam mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.Menurut Powler (dalam Samatowa, 2011:3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur).

  Beberapa definisi IPA menurut ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian

  IPA adalah sebuah konsep yang saling berkaitan dari hasil eksperimen yang terkontrol dan observasi terhadap gejala-gejala alam yang dilakukan lewat serangkaian proses yang sistematis (teratur). Menurut Samatowa (2011:5) Pembelajaran yang tepat dilakukan untuk mata pelajaran IPA adalah dengan belajar dengan pengalaman secara langsung (learning by doing), pembelajaran secara langsung ini diharapkan siswa dapat memperkuat daya ingat siswa bersangkutan dengan pemahamannya terhadap pelajaran. Percobaan yang dilakukan oleh siswa dapat memberikan pengalaman langsung terhadap siswa, sehingga apa yang siswa kerjakan melalui praktek dapat membantu memahami materi dengan efektif, selain itu juga dapat memperpanjang daya ingat siswa terhadap materi yang sudah diajarkan. Agar kegiatan praktek yang dilakukan berjalan dengan efektif perlu melihat materi dan berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.

  2.1.1.1 Ruang Lingkup IPA

  Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD menurut BSNP (2006:485) meliputi aspek-aspek: “(1) Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi : cair, padat, gas. (3) Energi dan perubahanya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit lainya.” Berdasarkan uraian menurut BSNP, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD adalah mahluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi, dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.

  2.1.1.2 Tujuan Pengajaran IPA

  Tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah proses pembelajaran tidak lepas dari pembentukan sikap, pengetahuan, serta ketrampilan bagi siswa. Meyakini bahwa dalam merupakan ciptaan Tuhan, dapat dimanfaatkan serta perlu dijaga agar alam tidak rusak serta termasuk bentuk rasa bersyukur terhadap Tuhan. Proses mengamati, melihat dan merasakan apa yang terjadi dialam merupakan sebuah pengalaman belajar secara langsung bagi siswa yang tentunya berguna bagi pengetahuan siswa terhadap alam. Pengalaman langsung yang dilakukan oleh siswa merupakan praktek pembelajaran yang dapat menjadi ketrampilan untuk kehidupannya. Dalam standar isi di Permendiknas no 22 tahun 2006, disebutkan bahwa mata pelajaran IPA di SD//MI bertujuan untuk:

  “(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.” Diharapkan dengan diajarkannya mata pelajaran IPA siswa meyakini kebesaran Tuhan dan semua ilmu yang didapatkan merupakan ciptaan tuhan.

  Selain itu juga dapat memanfaatkan lingkungan dengan bertanggung jawab serta menjaga dan melestarikan lingkungan dengan seksama.

2.1.2 Modul

2.1.2.1 Pengertian Modul

  Pembelajaran merupakan sebuah proses komunikasi yang terjadi dalam waktu bersamaan. Proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar idealnya harus mencakup tiga unsur utama, yaitu guru, siswa, dan bahan ajar. Ketiga unsur tersebut penting untuk tercapainya pembelajaran yang efektif. Komunikasi yang terjadi tidak hanya antara guru dengan siswa saja, tetapi komunikasi antara siswa dengan bahan ajar juga sangat penting, karena bahan ajar yang komunikatif dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa dan tersampaikannya materi dengan baik dan efektif. Penggunaan bahasa yang sederhana, serta penulisan secara sistematis dapat mempermudah siswa memahami materi yang ada pada bahan ajar tersebut. Bahan ajar yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian materi adalah modul, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh,

  Prastowo (2014:106) menyimpulkan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Diknas yang ditulis dibuku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar 2004 dalam Prastowo (2014:104) modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

  Dari pengertian yang diambil dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar berupa buku yang ditulis secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa sesuai dengan usia mereka. Dengan menggunakan modul siswa juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan materi setiap satuan modul. Pembelajaran menggunakan modul memungkinkan siswa yang memiliki kecepatan dalam belajar akan semakin cepat menyelesaikan kompetensi dasar. Oleh karena itu modul harus disajikan sesuai dengan materi dan kompetensi dasar yang ada untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan pembelajaran.

2.1.2.2 Langkah-langkah Penyusunan dan Pengembangan Modul

  Modul dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran baik dilakukan dengan pendidik maupun dilakukan secara mandiri, karena modul di desain dapat digunakan siswa untuk belajar mandiri maka penyusunan serta pengembangan modul harus sesuai dengan kebutuhan yang ada, kebutuhan tersebut meliputi kurikulum, mata pelajaran, dan materi. Menurut Prastowo (2014: 118-131) dalam penyusunan modul terdapat empat tahapan yaitu: a) Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan materi-materi yang memerlukan bahan ajar berdasarkan inti materi yang diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar kritis yang harus dimiliki siswa.

  b) Penentuan judul modul, didasarkan pada kompetemsi dasar atau materi pokok yang ada dalam kurikulum.

  c) Kode modul adalah angka-angka yang diberi makna, misalnya angka satu (1) untuk mata pelajaran IPA, angka dua (2) untuk mata pelajaran IPS, dan seterusnya.

  d) Dalam penulisan modul terdapat lima tahapan yang perlu dijadikan acuan, yaitu perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan alat evaluasi, penyusunan materi, urutan pengajaran, dan struktur bahan ajar.”

  Kompetensi dasar yang perlu dikuasai siswa menjadi acuan untuk penyususnan modul agar pembelajaran terlaksana dengan maksimal, tidak dibenarkan menganggap siswa gagal dalam pencapaian kompetensi dalam sebuah bahan ajar dalam hal ini modul, tetapi yang perlu di kaji ulang adalah bahan ajar itu sendiri. Penentuan alat evaluasi yang tepat dalam penyusunan modul juga sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan belajar siswa. Evaluasi yang terdapat dalam modul harus mencakup materi yang ada pada modul, agar saat siswa mengerjakan evaluasi dapat diketahui tingkat ketercapaian siswa terhadap pemahaman materi yang ada didalam modul. Penyusunan materi harus sesuai dengan kompetensi dasar yang ada serta diimbangi dengan urutan pengajaran agar siswa mudah dalam mempelajari modul secara mandiri. Kelengkapan serta struktur dalam modul perlu mencakup berbagai hal yang dapat mempermudah siswa menggunakan modul tersebut, diantaranya terdapat evaluasi dan kunci jawaban sehingga siswa mampu mengerjakan soal dan menghitung sendiri tingkat keberhasilannya dalam mengerjakan soal evaluasi tersebut.

2.1.2.3 Struktur Modul

  Kelengkapann serta struktur modul perlu mencakup berbagai aspek yang dapat menunjang kesempurnaan modul dan mempermudah siswa dalam mempelajari modul secara mandiri. Menurut Vembriarto (dalam Prastowo, 2014:114-118) unsur-unsur modul yaitu sebagai berikut:

  a) Rumusan tujuan pembelajaran yang eksplisit dan spesifik Rumusan tujuan dalam pembelajaran disesuaikan dengan tingkah laku yang diharapkan dari siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran dalam modul.

  b) Petunjuk untuk pendidik Petunjuk untuk pendidik berisi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan sesuai modul. Selain itu terdapat penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul, alat dan sumber yang digunakan, prosedur evaluasi, dan jenis evaluasi yang digunakan. c) Lembaran kegiatan siswa Lembar kegiatan siswa berisi materi yang harus dikuasai oleh siswa dan disusun secara sistematis menggunakan bahasa yang mudah agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

  d) Lembaran kerja bagi siswa Materi pelajaran dalam lembar kegiatan disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat aktif mengikuti kegitan belajar. Lembaran kerja siswa berisi pertanyaan dan masalah yang harus dijawab dan dipecahkan oleh siswa.

  e) Kunci lembaran kerja

  f) Lembaran evaluasi Lembaran evaluasi merupakan tolak ukur tercapai atau tidaknya kompetensi yang akan dicapai.

  g) Kunci lembaran evaluasi Materi dalam modul tidak hanya disusun agar siswa aktif memecahkan masalah melainkan juga dibuat agar siswa dapat mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri, sehingga pada tiap-tiap modul selalu disertakan kunci lembaran evaluasi. Peserta didik dapat memeriksa ketepatan hasil pekerjaan mereka melalui kunci lembaran evaluasi yang telah tersedia.

  Struktur modul yang baik mencakup ketujuh unsur menurut Vembriarto, ketujuh unsur tersebut dapat digunakan untuk mempermudah bagi pendidik dalam melaksanakan pembelajaran dengan modul dan dapat mempermudah siswa dalam menerima materi yang diajarkan dengan modul.Modul yang sudah dibuat dan digunakan dalam pembelajaran kemudian dilakukan penyempurnaan pada bagian- bagian yang masih perlu mengalami pengembangan atau membuat kembali modul yang yang baru untuk menyempurnakan modul yang sudah ada. Selain langkah- langkah penyusunan modul, terdapat juga langkah-langkah pengembangan modul menurut Rowntree (dalam Prastowo, 2014:133-163) yaitu:

  a) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran, untuk mencermati secara mendalam mengenai tujuan pembelajaran yang hedak dicapai dalam modul yang akan dikembangkan. b) Memformulasikan garis besar materi. Materi yang dipilih harus disesuaikan dengan pembaca (contohnya: umur dan tingkat pendidikan), tingkah laku pembaca yang diharapkan dikuasai setelah mempelajari modul (contohnya: pembaca dapat membuat instrumen penilaian pembelajaran), serta kondisi tingkah laku dan tingkat kemampuan yang diharapkan akan dicapai.

  c) Menuliskan materi. Pada tahap ini terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan yaitu menentukan materi yang akan ditulis, menentukan gaya penulisan, menentukan banyaknya kata yang digunakan, serta menentukan format dan tata letak (layout).

  d) Menentukan format dan tata letaknya. Dalam penulisan modul ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan tata letak yaitu, ukuran halaman dan format modul, kolom dan margin, serta penempatan tabel, gambar, dan diagram.

  Penulisan modul perlu disesuaikan dengan format penulisan yang ada, hal ini bertujuan untuk membentuk modul dengan format yang sama serta mempermudah pembaca modul dalam mempelajarinya. Terdapat format penulisan modul menurut Prastowo (2014:142-162) adalah sebagai berikut: a. Judul Dalam penulisan modul, gunakanlah judul yang mencerminkan isi modul. judul untuk masing-masing bab disesuaikan dengan isi materi pokoknya.

  b. Kata Pengantar Kata pengantar, berisi ucapan terimakasih atasterselesaikannya modul, alasan penulisan modul serta manfaat yang diperoleh setelah membaca modul.

  c. Daftar Isi Daftar isi, menginformasikan kepada pembaca tentang topik-topik yang ditampilkan dalam modul.

  d. Latar Belakang Latar belakang berisi alasan dan dasar penyusunan modul yang dapat berupa dasar teoritis maupun regulatoris. e. Deskripsi Singkat

  Bagian ini berisi penjelasan singkat tentang materi apa saja yang akan dibahas dalam modul tersebut.

  f. Standar Kompetensi

  Bagian ini berisi standar kompetensi yang ingin dicapai setelah siswa membaca modul tersebut sesuai dengan silabus yang digunakan.

  g. Peta Konsep Peta konsep memberikan gambaran tentan ghubungan antar topik yang akan dibahas.

  h. Manfaat

  Bagian ini menjelaskan tentang manfaat yang akan diperoleh setelah membaca modul tersebut. i. Tujuan Pembelajaran

  Tujuan pembelajaran berisi tujuan yang akan dicapai setelah membaca modul tersebut. Tujuan pembelajaran dalam modul dapat dijadikan sebagai acuan pembaca dalam mempelajari modul. j. Petunjuk Penggunaan Modul

  Bagian ini berisi cara menggunakan modul, apa saja yang harus dilakukan pembaca ketika membaca modul. k. Kompetensi Dasar

  Kompetensi dasar, menjadi tujuan pencapaian akhir yang diharapkan diperoleh pembaca setelah mempelajari modul tersebut. l. Materi Pokok

  Materi pokok berisi sejumlah materi pokok yang akan dibahas agar pembaca menguasai kompetensi dasar yang hendak dicapai. m. Uraian Materi

  Uraian materi merupakan penjabaran dari materi pokok secara lebih terperinci dan mendetail. n. Heading Heading berfungsi untuk membatasi awal atau akhir materi/ bagian, memberikan posisi topik, serta memperkirakan topik mana yang penting dan mana yang kurang penting dari jumlah halamannya. o. Ringkasan Ringkasan memuat rangkuman materi dalam setiap bab. p. Latihan atau Tugas

  Tugas yang diberikan kepada pembaca perlu dinyatakan secara eksplisit dan spesifik. q. Tes Mandiri

  Tes mandiri perlu diberikan pada setiap akhir bab untuk mengukur tingkat penguasaan materi yang dicapai siswa pada setiap kegiatan belajarnya. r. Post Test

  Post test diberikan pada akhir modul untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang sudah dipelajari dalam satu modul. s. Tindak Lanjut

  Tindak lanjut berisi umpan balik kepada pembaca. Bagi yang sudah menguasai materi dapat mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh, sedangkan bagi yang belum menguasai materi disarankan untuk mengulangi bagian yang belum dipahami. t. Harapan

  Bagian ini berisi sejumlah saran dan pengharapan bagi pembaca agar lebih meningkatkan kompetensinya. u. Glosarium

  Glosarium berisi definisi operasional kata yang digunakan dalam modul v. Daftar Pustaka

  Daftar pustaka berisi sejumlah referensi yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penyusunan modul. w. Kunci Jawaban

  Bagian ini berisi jawaban-jawaban dari pertanyaan atau soal-soal yang

  Format penulisan modul yang dikutip dari Andi Prastowo ini menjadi acuan dalam membuat modul IPA berbasis model keterhubungan materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya untuk siswa kelas IV semester II Sekolah Dasar.

  2.1.2.4 Kriteria Modul yang Baik

  Menurut Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara nomor 5 tahun 2009 dalam modul yang baik disusun sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dalam pembelajaran, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Self instructional, yaitu dapat dipelajari oleh siswa secara mandiri, tanpa bantuan atau seminimum mungkin bantuan dari guru.

  b. Self contained, yaitu mencakup deskripsi dan tujuan mata diklat, batasan- batasan, standar kompetensi yang harus dicapai, kompetensi dasar, indikator keberhasilan siswa, metode, rangkuman, latihan-latihan, yang secara keseluruhan ditulis dan dikemas dalam satu kesatuan yang utuh.

  c. Independent, yaitu dapat dipelajari secara tuntas, tidak tergantung pada media yang lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain.

  d. Self assessed, yaitu memuat alat evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat kecakapan siswa terhadap modul.

  e. User friendly, yaitu memiliki sistematika penyusunan yang mudah dipahami dengan bahasa yang mudah dan lugas, sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa.

  2.1.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Modul

  Modul yang dibuat dan digunakan dalam proses pembelajaran memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut diungkapkan oleh Tjipto (1991) dalam (www.kajianpustaka.com:2013) mengemukakan kelebihan penggunaan modul dalam pembelajaran, yaitu: a) Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas pelajaran dibatasi dengan jelas dan yang sesuai dengan kemampuannya.

  b) Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang berhasil dengan baik dan mana yang kurang berhasil.

  c) Siswa mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuannya.

  d) Beban belajar terbagi lebih merata sepanjang semester.

  e) Pendidikan lebih berdaya guna.

  Seperti yang diungkapkan oleh Tjipto, modul dapat memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas pelajaran sesuai dengan kemampuannya, setelah mengerjakan tugas siswa juga dapat mengkoreksi hasil jawabannya, sesuai dengan tingkat keberhasilan yang baik dan yang kurang baik. Materi yang tersampaikan dengan efektif dan dapat dipahami siswa akan membuat pendidikan yang lebih berdaya guna bagi kehidupan siswa. Modul juga memiliki beberapa kekurangan, kekurangan-kekurangan modul menjadi acuan untuk mengantisipasi agar modul dapat menjadi berguna bagi pembelajaran sesuai dengan kelebihan yang diungkapkan oleh Tjipto.

  Kekurangan modul tersebut diungkapkan oleh Suparman (1993) dalam mengemukakan beberapa kekurangan penggunaan modul dalam pembelajaran, yaitu: a) Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.

  b) Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya.

  c) Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus mamantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan.

  Berdasarkan kelemahan modul ini dapat dijadikan gambaran dan pembelajaran bagi penulis dalam memproduksi modul dan menerapkan produk modul pada siswa terutama digunakan untuk kegiatan belajar secara mandiri maupun didalam kelas. Produk modul yang dihasilkan perlu mempertimbangakan kelebihan dan kelemahan modul yang ada.

2.1.3 Model Keterhubungan

2.1.3.1 Pengertian Model Keterhubungan

  Tim Pengembang PGSD (1997:14), model keterhubungan adalah model pembelajaran yang menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas dilakukan pada satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya. Dalam buku yang diterbitkan kementrian pendidikan dan kebudayaan tentang bahan ajar (2013:6) menyatakan bahwa model keterhubungan adalah adanya upaya untuk menghubungkan beberapa materi (bahan kajian), tugas/ketrampilan, dan menghubungkan ketrampilan yang satu dengan yang lain. Berikut adalah gambaran dari model keterhubungan:

  

Gambar 1.

Model Keterhubungan

  Menurut Hernawan dkk (2011:1.27) model keterhubungan adalah bagian dari model pembelajaran terpadu. Model keterhubungan secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas dilakukan pada satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide yang dipelajari pada semester berikutnya dalam satu bidang studi.

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksut model keterhubungan adalah sebuah model pembelajaran yang menggabungkan atau menghubungkan sebuah konsep dengan konsep lain, topik dengan topik lain, juga dapat menggabungkan ketrampilan, tugas hari ini dengan tugas hari lain, bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide yang dipelajari pada semester berikutnya serta berbagai hal lainya.

  2.1.3.2 Kekuatan Model Keterhubungan

  Model keterhubungan memiliki kekuatan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kekuatan pada model keterhubungan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pelaksana proses pembelajaran, yang berguna untuk tercapainya pembelajaran yang efektif. kekuatan pada model keterhubungan menurut Hernawan, dkk (2011:1.27) menyebutkan bahwa kekuatan pada model keterhubungan adalah:

  (a) Dalam mengaitkan ide-ide dalam satu mata pelajaran, siswa memiliki keuntungan gambaran yang besar seperti halnya satu mata pelajaran yang terfokus pada satu aspek. (b) Konsep-konsep kunci dikembangkan siswa secara terus-menerus sehingga terjadi internalisasi. (c) Mengaitkan ide-ide dalam suatu matapelajaran memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan mengasimilasi ide secara berangsur-angsur dan memudahkan transfer atau pemindahan ide-ide tersebut dalam memecahkan masalah. Dari beberapa kekuatan model keterhubungan menurut Hernawan dapat menjadi acuan untuk menerapkan model keterhubungan ini menjadi lebih maksimal dan tercapai sesuai yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya model keterhubungan dapat memudahkan siswa untuk memahami materi yang disampaikan, dengan pengkaitan ide-ide dalam materi pelajaran siswa memperoleh gambaran secara luas mengenai materi yang diajarkan, serta pengkaitan ide-ide tersebut dapat memberikan pengalaman bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan pemecahan masalah dalam kehidupan.

  2.1.3.3 Kekurangan Model Keterhubungan

  Perlu mengetahui kekurangan model keterhubungan digunakan untuk antisipasi agar dalam pelaksanaan model ini berjalan dengan baik dan dapat maksimal sesuai pencapaian. Menurut Hernawan, dkk (2011: 1.27) menyebutkan

  (a) Berbagai mata pelajaran didalam model ini tetap terpisah dan nampak tidak terkait, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata pelajaran (interdisiplin). (b) Guru tidak didorong untuk bekerja secara bersama-sama sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep dan ide-ide antara mata pelajaran. (c) Usaha-usaha yang terkonsentrasi untuk mengintegrasikan ide-ide dalam suatu mata pelajaran dapat mengabaikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang lebih global dengan mata pelajaran lain. Meskipun berbagai mata pelajaran atau ide-ide diajarkan dengan mengkaitkan mata pelajaran atau ide-ide, penerapan model keterhubungan ini terkadang tetap nampak terpisah dan tidak terkait. Pembelajaran menggunakan model keterhubungan perlu memperhatikan kelebihan dan kekurangan model ini agar dalam proses pembelajaran guru dapat menyampaikan materi dan dapat dimengerti oleh siswa.

  2.1.4 Modul Berbasis Model Keterhubungan

  Berdasarkan definisi mengenai modul dan model keterhubungan yang telah diuraikan, dapat dinyatakan bahwa modul berbasis model keterhubungan adalah sebuah bahan ajar berbentuk buku yang ditulis secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa, modul yang didesain dengan menggabungkan ide dengan ide akan membantu siswa dalam pembentukan peta konsep penguasaan materi secara luas dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, serta memudahkan siswa dalam mentransfer ide-ide tersebut dalam memecahkan masalah.

  2.1.5 Hasil Belajar

  Proses pembelajaran yang berlangsung diharapkan dapat berjalan sesuai tujuan pembelajaran, untuk mencapai kompetensi yang harus dicapai siswa. Kompetensi tersebut meruoakan ketentuan yang dijadika sebagai acuan untuk melihat tercapainya sebuah kompetensi. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Sudjana 2005 (dalam Majid, 2014:27) bahwa hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah mengalami proses belajar-mengajar. Penilaian hasil belajar ini dapat menggunakan penilaian tes hasil belajar. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut terjadi karena berkat penilaian guru, dilakukannya hasil belajar mempunyai tujuan, menurut Sudjana 2005 (dalam majid, 2014:28) tujuan dilakukannya penilaian hasil belajar adalah sebagai berikut:

  a) Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.

  b) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah, yakni seberapa jauh keaktifannya dalam mengubah tingkah laku siswa kearah tujuan pendidikan yang diharapkan.

  c) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dalam hal program pendidikan dan penhgajaran serta sistem pelaksanaannya.

  d) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

  Tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan penilaiaan hasil belajar mencakup 4 aspek adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan siswa dalam memahami matapelajaran, untuk mengetahui sudah berhasil atau belum proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentunya dengan melihat kompetensi yang sudah dapat dicapai, menentukan tindak lanjut kepada siswa yang sudah berhasil mencapai kompetensi dan yang belum, yang terakhir adalah untuk memberikan laporan kepada orang tua atou pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil belajar yang diperoleh siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang dilakuka oleh Nuruddin Hidayat dengan judul hasil belajar siswa dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam pada Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Gunungkidul. Menunjukkan rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa adalah 80, dan perolehan uji coba terbatas sebesar 88,57%, serta uju coba luas sebesar 86,77%, hal ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran.

  Silvia Nur Imamiasih, Hadi Suwono, dan Umie Lestari

   dengan judul

  pengembangan modul pembelajaran ipa terpadu dengan tema peredaran sari makanan untuk siswa kelas VIII SMP Internasional. rata-rata nilai kelas yaitu 83,88, Hasil validasi modul oleh ahli pendidikan dan penerapan lapangan sudah termasuk dalam kategori valid dengan prosentase 88,31%, hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul dapat membantu siswa memahami materi dan perolehan kelayakan dengan prosentase 88,33%.

  Ririn maurida dengan judul pengembangan modul pembelajaran berbasis integrasi sains untuk peserta didik Kelas 5 Semserter 2 Materi Energi. Rata-rata kelas dengan menggunakan modul adalah 75, dengan kelayakan menurut pendidik MI/SD Baik

   perolehan nilai 74,86%. Hal ini menunjukkan bahwa modul dapat digunakan bahkan untuk siswa berkebutuhan khusus atau difabel.

  Gusrida Yossi dengan judul pengembangan modul pembelajaran matematika berbasis learning cycle pada materi lingkaran untuk Kelas VIII MTsn tahun 2014. Dengan tingkat kevalidan modul yang tinggi yaitu 91% dan rata-rata hasil pembelajaran yaitu 90. Sehingga modul pembelajaran ini terbukti layak dan dapat digunakan untuk proses pembelajaran.

  Dede Suryadie dengan judul pengembangan modul eloktronika ipa terpadu tipe shared untuk siswa Kelas VII SMP/MTS, hasil uji coba skala kecil yaitu 80,47% dan hasil uji coba skala besar 90% dengan kriteria sangat baik. Melihat hasil dari uji coba skala kecil dan uji coba skala besar menunjukkan hasil yang sangat baik dan layak untuk di gunakan dalam pembelajaran.

  Dari beberapa penelitian yang relevan tersebut dirangkum sesuai dengan Nama peneliti, judul, data apa yang diperoleh dan hasilnya, rangkuman dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

  

Tabel 1

Kajian Penelitian yang Relevan

Nama Data yang No Judul Keterangan Hasil Peneliti diperoleh berupa

  Hasil belajar siswa Pembelajaran adalah 80, dan

  Nuruddin Terpadu Hasil Belajar dan 1. perolehan uji coba

  Hidayat Model kelayakan modul terbatas 88,57%, serta Keterhubungan uji coba luas 86,77%.

  Pengembangan Rata-rata kelas adalah Modul Hasil Belajar dan 80 dan validasi

  2. Silvia Nur Imamiasih Pembelajaran kelayakan modul menunjukkan IPA Terpadu 88,31%,.

  Pengembangan Rata-rata kelas Modul adalah 75, dan hasil

  Ririn Hasil Belajar dan

  3. Pembelajaran validasi adalah maurida kelayakan modul Berbasis 74,86%. Integrasi sains

  Pengembangan Modul rata-rata hasil

  Gusrida Pembelajaran Hasil Belajar dan pembelajaran yaitu 90

  4. Yossi Matematika kelayakan modul kevalidan modul yang Berbasis tinggi yaitu 91%

  Learning Cycle

  Pengembangan hasil uji coba skala Modul

  Dede kecil yaitu 80,47%

  5. Eloktronika kelayakan modul Suryadie uji coba skala besar

  IPA Terpadu 90%

  Tipe Shared Dari penelitian relevan yang ada memotivasi untuk mengembangkan sebuah produk bahan ajar berupa modul berbasis model keterhubungan dengan harapan siswa dapat belajar menggunakan modul secara mandiri dan tentunya berguna dalam proses pembelajaran. Karena modul dirancang untuk mempermudah siswa belajar secara mandiri dan siswa juga dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman materi yang didapat siswa karena modul dilengkapi dengan evaluasi dan kunci jawabannya.

2.3 Kerangka Pikir

  Berdasar pada teori yang telah diuraiakan, modul merupakan sebuah bahan ajar dalam bentuk buku yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga dapat mempermudah siswa dalam mempelajari modul dengan mandiri atau dengan sedikit bantuan dari pendidik. Penggunaan modul dalam pembelajaran terbukti dapat membantu siswa dalam memahami materi dan pencapaian kompetensi siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa yang sudah baik dengan nilai diatas rata-rata atau KKM.

  Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu produk modul berbasis model keterhubungan dengan materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya. Penggunaan materi yang dipilih mengacu pada kurikulum yang sedang berlangsung di sekolah dan melihat pada standar kompetensi , kompetensi dasar, dalam modul ini mengutamakan pada pemberian contoh kongkrit dalam lingkungan yang menjadi penyebab perubahan lingkungan dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan serta bagaimana pencegahannya. Modul dapat dikembangkan dengan menyusun berdasarkan struktur modul yaitu rumusan tujuan pembelajaran yang eksplisit dan spesifik, petunjuk untuk pendidik, lembaran kegiatan siswa, lembaran kerja untuk siswa, kunci lembaran kerja, lembaran evaluasi, dan kunci lembaran evaluasi. Dengan mngacu pada struktur modul tersebut diharapkan dapat membantu siswa belajar mandiri dan mempermudah siswa untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa karena dilengkapi evaluasi dan kunci jawabannya serta instrumen untuk menghitung nilai siswa.

  Melalui modul berbasis model keterhubungan diharapkan mata pelajaran

  IPA materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya akan lebih disukai oleh siswa serta materi dapat diingat dalam jangka waktu yang lama karena dengan penggabungan ide-ide dalam materi tersebut dapat membentuk peta konsep secara luas tentang materi. Dari proses pengembangan ini dapat diambil kesimpulan bahwa modul dapat dipakai sebagai salah satu pendukung pilihan bahan ajar yang baik dan menyenangkan.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan dari kajian teori, kajian hasil penelitian, dan kerangka pikir yang telah diuraikan, diduga bahwa modul berbasis model keterhubungan yang telah dikembangkan materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya layak digunakan dalam pembelajaran untuk siswa kelas 4 semester II Sekolah Dasar.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Solving Siswa Kelas 4 SDN 1 Kalangbancar Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Solving Siswa Kelas 4 SDN 1 Kalangbancar Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 20

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Solving Siswa Kelas 4 SDN 1 Kalangbancar Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS Melalui Pendekatan Problem Solving Siswa Kelas 4 SDN 1 Kalangbancar Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 1 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 0 12

20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Lembar Kerja Siswa IPA Berbasis Model Inkuiri Terbimbing Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar

0 0 48