PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 614

DAFTAR ISI
SURAT REDAKSI
DAFTAR ISI
KONSTRUKSI SOSIAL TENTANG PEREMPUAN DALAM SASTRA MELAYU
TELAAH TERHADAP KARYA SASTRA YANG DITULIS OLEH ISMAIL KASSAN:
DEJAVU SEORANGPEREMPUAN (2001) DAN SITI AISAH MURAD: LUKANYA
SEKEPING HATI (1988)
Leany Nani Harsa,
609 -615
PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA:
ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI
ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR
Ekarini Saraswati
616-626
KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA “KETIKA CINTA BERTASBIH” EPISODE 1 KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY BERDASARKAN TEORI GOLDON ALLPORT
Ika Yoanita
627 - 644
REDUPLIKASI KATA DALAM BAHASA MADURA

Musaffak

645 - 654

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA “WAYANG DURANGPO” DALAM
SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI FEBRUARI-APRIL 2010
Edin Parwati
655- 662
PENERAPAN MODEL TGT (TEAMS-GAMES-TOURNAMENTS) SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS X-B SMA MA’ARIF
PANDAAN-PASURUAN TAHUN AJARAN 2008/2009
Erma Andhika Sari
663 -675

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 615
v

PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA:
ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI
ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR

Ekarini Saraswati
Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran pribadi perempuan, pribadi
perempuan menurut pengarang perempuan dan laki-laki dan pergeseran pribadi perempuan
dalam novel Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga mutakhir. Teori yang digunakan
berdasarkan ahli psikoanalisis Sigmund freud yang meliputi struktur jiwa dan mekanisme
pertahanan serta dari Adler tentang tipe kepribadian.
Jenis penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Sampel penelitian yang
digunakan purposif dengan mengambil sampel novel yang terdiri dari Siti Nurbaya
novel Layar Terkembang, novel Belenggu novel Pada Sebuah Kapal, novel Burung-burung
Manyar dan novel Saman Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan
memilih novel yang menggambarkan kehidupan perempuan sehingga sesuai dengan masalah
yang diajukan. Analisis data dilakukan dengan cara heuristik dan hermeneutik (Riffaterre)
Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan memiliki struktur jiwa
yang didominasi oleh superego dan id. Adapun mekanisme pertahanan yang dilakukan melalui
represi, rasionalisasi dan kompensasi. Gambaran pribadi perempuan dalam novel menurut
pengarang perempuan dan pengarang laki-laki tidak ada perbedaan. Pengarang yang memiliki
latar pendidikan Barat mengangkat perempuan yang memiliki kemandirian tinggi. Pada zaman

sebelum perang pribadi perempuan lebih didominasi oleh superego dan pada zaman mutakhir
lebih didominasi oleh id.
Kata Kunci: psikoanalisis, struktur kepribadian, mekanisme pertahanan, tipe
kepribadian,

PENDAHULUAN
Perempuan banyak dijadikan bahan
inspirasi bagi penyusunan karya sastra.
Sutan Takdir Alisyahbana (dalam Pamusuk,
1982) yang tertarik pada ilmu dan filsafat
mencurahkan hasil pemikirannya melalui
karya sastra dengan menempatkan
perempuan sebagai media penyampai seperti
tergambar dalam novel Layar
Terkembang yang mengangkat tokoh Tuti
sebagai pejuang kemerdekaan dan
persamaan hak perempuan.Subagio
Sastrowardoyo berpandangan kehidupan di

dalam diri kita terbagi dalam dua komponen

yang saling menentang tetapi saling
melengkapi: laki-laki dan
perempuan.Perempuan sebagai media
kesadaran yang ditunjuk Tuhan ketika
terjadi seksualitas. Hal yang hampir sama
diungkapkan oleh Danarto (hasil wawancara
dengan peneliti tahun 1995) mengakui
banyak menggunakan tokoh perempuan
dalam cerpen yang dia buat dan dia
beranggapan bahwa perempuan merupakan
laboratorium Tuhan. Melalui pundak
perempuan dipikulkan beban kebenaran
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 616

yang merupakan daya tahan perjuangan
lelaki, misalnya Allah menunjuk Siti
Maryam ibunda Nabi Isa a.s. Demikian juga
dengan pengarang perempuan yang sebagian
besar karyanya beranjak dari kehidupan
sehari-hari mereka. Nh. Dini (dalam

Pamusuk, 1982) dapat menuangkan idenya
dalam novel La Barka ketika dia menjadi
ibu rumah tangga. Titis Basino (2000) dapat
menuangkan idenya dalam novel Jalan Lain
ke Coolibah beranjak dari pengalaman dia
ketika menjalankan ibadah haji.
Permasalahan perempuan yang
diangkat dalam karya sastra baik dalam
novel,
cerpen maupun puisi sejak zaman sebelum
perang hingga mutakhir begitu kompleks.
Dalam bentuk novel permasalahan yang
diangkat mulai dari perlakuan adat terhadap
kebebasan perempuan dalam memilih
pasangan (Siti Nurbaya) hingga adanya
kebebasan yang dimiliki perempuan di
dalam menentukan sikap hidup terutama
dalam masalah seks (Saman). Demikian juga
dengan cerpen yang dimulai pada
angkatan 45 hingga mutakhir

menggambarkan kebebasan berpikir juga
menentukan
sikap hidup yang akan mereka jalani.
Mengingat begitu banyaknya
permasalahan perempuan yang diangkat
dalam
karya sastra Indonesia telah banyak menarik
minat orang untuk meneliti dari berbagai
segi. Tineke Hellwig dalam bukunya Citra
Perempuan dalam Sastra Indonesia
mengangkat masalah perempuan yang
ditinjau dari segi sosiologi. Melani
Budianta(Hellwig, v) menyebutkan sebagai
pelopor dalam menerapkan kritik sastra
feminis sebagai pendekatan untuk membaca
satu per satu teks secara sinkronis untuk
menjawab satu permasalahan pokok. Dari
hasil penelitian Tineke kedudukan
perempuan dari mulai zaman perang hingga
tahun 80-an kedudukan perempuan


belum berkembang dan dapat membebaskan
diri dari stigma sebagai jenis kelamin
kelas dua. Bagi perempuan peran domestik
sebagai istri dan ibu tetap yang utama.
Pencapaian profesional tidak terlalu penting
sehingga adanya internalisasi bagi kedua
jenis kelamin tentang penguasaan lelaki atas
tubuh dan pikiran perempuan. Adapun
ditinjau dari ungkapan pengarang pria dan
perempuan pengungkapan pengarang pria
lebih positif daripada pengungkapan
pengarang perempuan hal ini didasarkan
pada
tingkat pendidikan perempuan yang baru
mendapatkan kesempatan belajar berikutnya
setelah pria.
Stigma perempuan sebagai jenis
kelamin nomor dua mulai ada
pemberontakan pada perkembangan sastra

berikutnya. Ayu Utami lewat novel Saman
mencoba mengungkapkan kebebasan
perempuan dalam menentukan sikap
termasuk dalam hubungan antar jenis
kelamin sebagaimana dikemukakan oleh
Aguk Irawan dalam artikelnya yang berjudul
Sastra Seksual danPembusukan Budaya
menuduh Ayu Utami sebagai pencetusnya.
Keberanian Ayu Utami mengobarkan
semangat penulis perempuan lainnya untuk
melahirkan sastra yang sarat dengan
keberanian pengungkapan masalah seks
seperti Djenar Mahesa Ayu, Dinar Rahayu,
Nova Riyanti dan Herlinatiens. Aguk
selanjutnya menafsirkan kebebasan mereka
merupakan pemberontakan bahwa bukan
hanya laki-laki saja yang berani
membicarakan masalah seks. Mereka
sepertinya meneguhkan jati diri mereka
sebagai bagian khazanah sastra Indonesia

yang selama ini terpinggirkan.
Dalam penelitian ini akan difokuskan
pada pendekatan psikoanalisis dari Freud,
dan Adler dengan cakupan novel dan
cerpen. Bagaimanakah eksistensi perempuan
dalam karya novel Indonesia ditinjau dari
segi psikoanalisis. Masalah pokok yang
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 617

hendak dijawab dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah gambaran persona
perempuan yang direpresentasikan di dalam
karya sastra (novel, cerpen, dan puisi )
Indonesia mulai zaman sebelum perang
hingga zaman mutakhir? Adakah perbedaan
gambaran persona perempuan yang
direpresentasikan pengarang pria dan
pengarang perempuan mulai zaman sebelum
perang hingga zaman mutakhir? Masalah
pokok ini dapat diperinci menjadi dua

submasalah :
(1) Bagaimanakah gambaran pribadi
perempuan dalam karya sastra (novel,
cerpen, dan puisi) Indonesia yang meliputi:
(a) struktur jiwa, (b) pertahanan
jiwa, dan (c) tipe kepribadian, (2)
Bagaimanakah gambaran perempuan yang
direpresentasikan oleh pengarang laki-laki
dan pengarang perempuan, dan
(3) Bagaimanakah pergeseran gambaran
pribadi perempuan dalam karya novel
Indonesia sejak zaman sebelum perang dan
mutakhir,
TEORI
Sigmund Freud merupakan tokoh
pendiri psikoanalisis atau disebut juga aliran
psikologi dalam (depth psychology) ini
secara skematis menggambarkan jiwa
sebagai
sebuah gunung es. Bagian yang muncul di

permukaan air adalah bagian yang terkecil,
yaitu puncak dari gunung es itu, yang dalam
hal kejiwaan adalah bagian kesadaran
(conscious-ness). Agak di bawah permukaan
air adalah bagian yang disebutnya
prakesadaran atau subconsciousness atau
preconsciousness. Ketidaksadaran ini berisi
dorongan-dorongan yang ingin muncul ke
permukaan atau ke kesadaran. Bagian yang
terbesar dari gunung es itu berada di bawah
permukaan air sama sekali dan dalam hal
jiwa merupakan alam ketidaksadaran
(unconscousness). Ketidaksadaran ini berisi
dorongan-dorongan yang ingin muncul ke

permukaan atau ke kesadaran.
Dorongandorongan ini mendesak ke atas,
sedangkan tempat di atas sangat terbatas
sekali.Tinggallah "Ego" (Aku) yang
memang menjadi pusat daripada kesadaran
yang harus mengatur dorongan-dorongan
mana yang harus tetap tinggal di
ketidaksadaran. Sebagian besar dari
dorongan-dorongan yang berasal dari
ketidaksadaran itu memang harus tetap
tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka
ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak
terus dan kalau "Ego" tidak cukup kuat
menahan desakan ini akan terjadilah
kelainan-kelainan kejiwaan seperti
psikoneurosa atau psikose.Dorongandorongan yang terdapat dalam
ketidaksadaran sebagian adalah dorongandorongan yang sudah ada sejak manusia
lahir, yaitu dorongan seksual dan dorongan
agresi, sebagian lagi berasal dari
pengalaman masa lalu yang pernah terjadi
pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu
bersifat traumatis (menggoncangkan
jiwa),sehingga perlu ditekan dan
dimasukkan dalam ketidaksadaran.
Sebagai teori kepribadian psikoanalisis
mengatakan bahwa jiwa terdiri dari 3
sistem yaitu: Id ("es"), superego ("uber ich")
dan ego ("ich"). Id terletak dalam
ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari
dorongan-dorongan primitif, yaitu
dorongan-dorongan yang belum dibentuk
atau dipengaruhi oleh kebudayaan yaitu
dorongan untuk hidup dan mempertahankan
kehidupan (life instinct) dan dorongan
untuk mati (death instinct). Bentuk dari
dorongan hidup adalah seksual atau disebut
libido dan bentuk dari dorongan mati adalah
agresi, yaitu dorongan yang
menyebabkan orang ingin menyerang orang
lain, berkelahi atau berperang atau
marah. Prinsip yang dianut oleh Id adalah
prinsip kesenangan (pleasure principle),
yaitu bahwa tujuan dari Id adalah
memuaskan semua dorongan primitif ini.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 618

Superego adalah suatu sistem yang
merupakan kebalikan dari id. Sistem ini
sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan.
Segala norma-norma yang diperoleh melalui
pendidikan itu menjadi pengisi dari sistem
superego sehingga superego berisi
dorongan-dorongan untuk berbuat
kebajikan, dorongan untuk mengikuti
norma-norma masyarakat dan sebagainya.
Dorongan-dorongan atau energi yang
berasal dari
superego ini akan berusaha menekan
dorongan yang timbul dari Id, karena
dorongan
dari Id yang masih primitif ini tidak sesuai
atau bisa diterima oleh superego. Di
sinilah terjadi tekan menekan antara
dorongan-dorongan yang berasal dari Id dan
Superego.
Ego adalah sistem tempat kedua
dorongan dari Id dan superego beradu
kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga
keseimbangan antara kedua sistem yang
lainnya, sehingga tidak terlalu banyak
dorongan dari Id yang dimunculkan ke
kesadaran sebaliknya tidak semua dorongan
superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri
tidak mempunyai dorongan atau energi. Ia
hanya menjalankan prinsip kenyataan
(reality principle), yaitu menyesuaikan
dorongan-dorongan Id atau superego dengan
kenyataan di dunia luar. Ego adalah satusatunya sistem yang langsung berhubungan
dengan dunia luar, karena itu ia dapat
mempertimbangkan faktor kenyataan ini.
Egoyang lemah tidak dapat menjaga
keseimbangan antara superego dan Id. Kalau
ego terlalu dikuasai oleh dorongan-dorongan
dari Id saja maka orang itu akan menjadi
psikopat (tidak memperhatikan normanorma dalam segala tindakannya); kalau
orang itu terlalu dikuasai oleh superegonya,
maka orang itu akan menjadi Psikoneurose
(tidak dapat menyalurkan sebagian besar
dorongan-dorongan primitifnya).

Selanjutnya Freud mengatakan bahwa
untuk menyalurkan dorongan-dorongan
primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh
superego, ego mempunyai cara-cara tertentu
yang disebut sebagai mekanisme pertahanan
(defense mechanism). Mekanisme
pertahanan ini gunanya untuk melindungi
ego dari ancaman dorongan primitif yang
mendesak terus karena tidak diizinkan
muncul oleh superego. Sembilan mekanisme
pertahanan yang dikemukakan Freud adalah
1. Represi ("repression"): suatu hal yang
pernah dialami dan menimbulkan ancaman
bagi ego ditekan masuk ke ketidaksadaran
dan disimpan di sana agar tidak
mengganggu ego lagi. Perbedaannya dengan
proses lupa adalah bahwa lupa hal
yang dilupakan itu hanya disimpan dalam
bawah sadar dan sewaktu-waktu dapat
muncul kembali, sedangkan pada represi hal
yang direpres tidak dapat dikeluarkan
ke kesadaran dan disimpannya dalam
ketidaksadaran.
2. Pembentukan Reaksi ("reaction
formation"): seseorang bereaksi justru
sebaliknya
dari yang dikehendakinya demi tidak
melanggar ketentuan dari superego.
3. Proyeksi ("projection"): Karena superego
seseorang melarang ia mempunyai suatu
perasaan atau sikap tertentu terhadap orang
lain, maka ia berbuat seolah-olah orang
lain itulah yang punya sikap atau perasaan
tertentu itu terhadap dirinya.
4. Penempatan yang keliru (displacement):
kalau seseorang tidak dapat melampiaskan
perasaan tertentu terhadap orang lain karena
hambatan dari superego, maka ia akan
melampiaskan perasaan tersebut kepada
pihak ketiga.
5. Rasionalisasi ("rasionalitation"):
dorongan-dorongan yang sebenarnya
dilarang
oleh superego dicarikan penalaran
sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat
dibenarkan.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 619

6. Supresi ("supression"): Supresi adalah
juga menekankan sesuatu. Tetapi berbeda
dengan represi, maka hal yang ditekan
dalam supresi adalah hal-hal yang datang
dari ketidaksadaran sendiri dan belum
pernah muncul dalam kesadaran.
7. Sublimasi ("sublimation"): dorongandorongan yang tidak dibenarkan oleh
superego tetap dilakukan juga dalam bentuk
yang lebih sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
8. Kompensasi ("cmpensation"): yaitu usaha
untuk menutupi kelemahan di salah satu
bidang atau organ dengan membuat prestasi
yang tinggi di organ lain atau bidang
lain.
9. Regresi ("regression"): untuk
menghindari kegagalan-kegagalan atau
ancaman
terhadap ego, individu mundur kembali ke
taraf perkembangan yang lebih rendah.
Pemikiran psikoanalisi Alfred Adler
yang akan dijadikan bahan penelitian
berhubungan dengan tipe kepribadian yang
dikemukakannya. Menurut Adler tipe
kepribadian yang ada dalam diri manusia
terdiri dari empat tipe yakni tipe ruling, tipe
leaning, tipe avoiding, dan tipe socially
useful.
Tipe ruling dicirikan ketika pada masa
kanak-kanak dia memiliki sifat agresif dan
dominan. Energi mereka besara sehingga
mereka cenderung mendorong dengan kasar
segala sesuatu yang menghalangi langkah
mereka. Sebagian besar energi mereka
adalah kekerasan dan sadistis, beberapa
menyakiti diri dengan kecanduan alkoho,
kebergantungan obat dan bunuh diri.
Tipe leaning memiliki sifat yang
sensitif yang berkembang di sekitar orangorang yang akan melindungi mereka juga
membawa mereka dari kehidupan yang sulit.
Mereka memiliki tingkat energi yang rendah
dan menjadi bergantung. Mereka
berkembang dengan neurotic symptoms:
phobias, obsessions dan compulsions,

general anxiety, hysteria, amnesias, dsb,
bergantung pada gaya hidup individu..
Tipe avoiding merupakan tipe
kepribadian yang paling rendah karena
mereka sering menghindar dari keadaan
apabila mereka dipaksa untuk bergerak pada
tingkat tertentu mereka cenderung psikotik
Tipe socially useful adalah kepribadian
yang paling sehat. Mereka memiliki enrgi
dan ketertarikan sosial. Apabila tidak ada
energi Anda tidak dapat memiliki
ketertarikan sosial sehingga tidak ingin
menampilkan sesuatu kepada yang lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengungkap
eksistensi perempuan dalam sastra
Indonesia dengan menggunakan teori
psikoanalisis. Untuk mengungkap tujuan
tersebut digunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Pendekatan kualitatif yang
digunakan dipandang sesuai karena tiga
alasan. Pertama ditinjau dari segi data yang
dihasilkan berupa kata-kata atau kalimat dari
teks sastra dan dianalisis tanpa
menggunakan teknik statistik (Bogdan dan
Biklen, 1982:5, Moleong, 1996:6). Kedua,
konsep yang akan dihasilkan beranjak dari
data hasil analisis teks. Ketiga, dilihat dari
segi instrumen yang digunakan yang
menempatkan peneliti sebagai instrumen
kunci. Peneliti menentukan masalahmasalah yang paling esensial yang ada
dalam seluruh teks. Peneliti menentukan
karya sastra mana yang dapat mewakili
permasalahan.Peneliti menentukan teks
mana yang menunjukkan penggambaran
tokoh dari segi psikoanalisis.
Penelitian ini dikongkretkan lewat dua
tahap pembacaan, yakni pembacaan
heuristik dan hermeneutik (Riffaterre, 1978:
5-6). Pada pembacaan heuristik, yakni
tahap pembacaan tingkat pertama, yang
memiliki peran penting adalah kompetensi
linguistik pembaca. Artinya pada tahap ini,
pembaca diharapkan dapat mengartikan
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 620

setiap satuan linguistik yang digunakan yang
semuanya itu sesuai dengan konvensi
bahasa yang berlaku. Selanjutnya pada
pembacaan hermeneutik, yakni pembacaan
tahap kedua, pembacanya diharapkan dapat
mencari makna yang terkandung dalam
teks yang dibacanya. Wilhelm Dilthey
sebagai filsuf terkenal yang
mengembangkan
pemikiran Schleiermacher tentang
hermeneutik merumuskan cara yang
digunakan
untuk memahami makna suatu teks, dengan
menggunakan istilah “lingkaran
hermeneutik”. Yang dimaksud adalah bahwa
untuk memahami makna yang pasti dari
bagian-bagian suatu satuan bahasa, kita
harus mendekatinya dengan pemahaman
awal tentang makna keseluruhan; namun
makna keseluruhan ini baru dapat kita
ketahui dengan jalan memahami makna
bagian-bagiannyaKemampuan itu sangat
ditentukan oleh kompetensi linguistiknya.
Apabila kompetensi linguistiknya kurang,
sulit baginya untuk dapat mencari makna
tersebut. Pada tahap pembacaan
hermeneutik ini, pembaca diharapkan
mampu menafsirkan makna teks sesuai
dengan konvensi sastra dan budaya yang
melatarbelakanginya. Konvensi budaya
dalam penelitian ini adalah teori
psikoanalisis.
Sumber data penelitian ini ialah karya
sastra novel yang terbit mulai tahun 1920-an
hingga tahun 2000-an. Adapun novel yang
akan dijadikan sumber data merupakan
novel yang sering dibicarakan dan menjadi
tonggak perjalanan sejarah sastra Indonesia.
Novel-novel tersebut di antaranya !920-an
novel Siti Nurbaya yang merupakan novel
pertama yang membuka cakrawala sastra
Indonesia, tahun 1933 , novel Layar
Terkembang yang merupakan novel yang
mengangkat emansipasi perempuan tahun
1945 novel Belenggu yang merupakan novel
yang banyak dipengaruhi budaya Barat,

novel Pada Sebuah Kapal, yang
menggambarkan sikap perempuan, novel
Burung-burung Manyar yang
menggambarkan perempuan mandiri, tahun
1980 tahun 1998-2000 novel Saman yang
sarat dengan kebebasan perempuan
Data penelitian ini meliputi tentang (1)
gambaran pribadi perempuan dalam
karya sastra (novel, cerpen, dan puisi)
Indonesia yang meliputi: (a) struktur jiwa,
(b)
pertahanan jiwa, dan (c) tipe kepribadian,
(2) gambaran perempuan yang
direpresentasikan oleh pengarang pria dan
pengarang perempuan (3) pergeseran
gambaran pribadi perempuan dalam karya
novel sejak zaman sebelum perang dan
mutakhir.
Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik dokumentasi dengan memilih
novel, cerpen dan puisi yang
menggambarkan kehidupan perempuan
sehingga sesuai
dengan masalah yang diajukan. Selain itu
juga dilakukan penelusuran pustaka yang
mengulas tentang karya sastra Indonesia
yang menampilkan tokoh perempuan di
antaranya buku Kesusastraan Modern dalam
Kritik dan Esei I, II, III, dan IV karya
H.B. Jassin, buku Sastra Bari Indonesia I
dan Sastra Indonesia Modern II karya A.
Teeuw, buku Laut Biru Langit Biru karya
Ajip Rosidi, Angkatan 66 karya H.B.
Jassin, Gema Tanah Air karya H.B. Jassin,
Kumpulan Cerita Pendek karya
Satyagraha Hoerip, Tonggak I dan II karya
Linus Suryadi A.G., dan Cerpen
IndonesiaMutakhir: Antologi Esei dan Kritik
karya Pamusuk Eneste. Pembacaan
dilakukan berulang-ulang sehingga
diperoleh pemahaman sesuai dengan
kebutuhan penelitian
Analisis data dilakukan dengan cara
heuristik dan hermeneutik (Riffaterre)
yang dibaca secara keseluruhan kemudian
bagian-bagian dan kembali secara
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 621

keseluruhan sehingga peneliti dapat
memahami dan menguraikan isi karya sastra
dari
segi kepribadian perempuan yang terdapat
dalam karya sastra Indonesia.
Langkah-langkah analisis data meliputi:
(1) pembacaan secara kritis terhadap seluruh
data
(2) pereduksian terhadap seluruh data.
(3) penyajian data yang terdiri dari
identifikasi dan klasifikasi data
berdasarkan unsur-unsur masalah
(4) penafsiran terhadap seluruh data, dan
(5) penyimpulan data dan penjelasan
simpulan
Dengan demikian diharapkan dapat
diketahui pergeseran citra pribadi
perempuan dalam sastra Indonesia mulai
zaman sebelum perang hingga mutakhir
Temuan
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan tergambar bahwa pribadi
perempuan yang ditampilkan dalam novel
Indonesia memiliki struktur pribadi yang
bervariasi demikian juga dengan mekanisme
pertahanan dan tipe kepribadian.
Representasi pengarang perempuan dan lakilaki tidak berbeda dan tedapat pergeseran
pribadi perempuan pada zaman sebelum
perang hingga zaman mutakhir.
1. Psikoanalisis Tokoh Siti Nurbaya
dalam Novel Siti Nurbaya
Novel Siti Nurbaya bercerita tentang
kisah cinta tokoh Siti Nurbaya dengan
Samsulbahri yang harus kandas karena
dengan terpaksa Siti Nurbaya menikah
dengan laki-laki lain untuk menolong orang
tuanya dari beban hutang. Tokoh Siti
Nurbaya adalah tokoh yang dibesarkan
dalam lingkungan keluarga kaya yang
menganut agama Islam Dia memiliki paras
yang cantik dan kekayaan melimpah
sehingga kehidupan remaja yang dia jalani
berjalan dengan menyenangkan dia memiliki

banyak teman dan kekasih yang mencintai
dan dicintainya. Di satu pihak kecantikan
yang dia miliki memudahkan dia untuk
bergaul, namun di pihak lain membuat suatu
bencana. Karena kecantikannya dia
mengalami kesengsaraan yang
mengakibatkan dia harus menikah dengan
orang yang tidak dia cintai.
Dia memiliki paras cantik
sebagaimana tergambar dalam deskripsi
berikut ini:
Alangkah elok parasnya anak perawan
ini, tatkala berdiri sedemikian! Seakan-akan
dagang yang rawan, yang bercintakan sesuatu
yang tak mudah diperolehnya. Pipinya sebagai
pauh dilayang, yang kemerah-merahan
warnanya kena bayang baju dan payungnya,
bertambah merah rupanya, kena panas
matahari. Apabila ia tertawa cekunglah kedua
pipinya, menambahkan manis rupanya;
istimewa pula karena pada pipi kirinya ada
tahi lalat yang hitam. Pandangan matanya
tenang dan lembut, sebagai janda baru bangun
tidur. Hidungnya mancung bagai bunga melur,
bibitnya halus, sebagai delima merekah, dan di
antara kedua bibir itu kelihatan giginya, rapat
berjejer, sebagai dua baris gading yang putih.
Dagunya sebagai lebah bergantung, dan pada
kedua belah cuping telinganya kelihatan
subang perak, yang bermatakan berlian
besar,yang memancarkan air embun. Di
lehernya yang jenjang, bergantung pada rantai
emas yang halus, sebuah dokoh hati-hati, yang
bermatakan permata delima. Jika ia minum,
seakan-akan terbayanglah air yang
diminumnya di dalam kerongkongannya.
Suaranya lemah lembut, bagai buluh perindu,
memberi pilu yang mendengarnya. Dadanya
bidang, pinggangnya ramping. Lengannya
dilingkari gelang ular-ular yang bermatakan
beberapa butir berlian yang bernyala-nyala
sinarnya. Pada jari manis tangan kirinya yang
halus itu, kelihatan sebentuk cincin mutiara,
yang besar matanya. Kakinya baik tokohnya
dan jalannya lemah gemulai.

Ditinjau dari segi superego dia
merupakan anak Ia seorang anak kaya
.. Siti Nurbaya anak Baginda Sulaiman,
seorang saudagar kaya di Padang yang

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 622

mempunyai beberapa toko yang besar-besar,
kebun yang lebar-lebar serta beberapa perahu
di laut, untuk pembawa perdagangannya
melalui lautan. Anak ini pun seorang gadis
yang dapat dikatakan tiada bercacat, kerena
bukan rupanya saja yang cantik, tetapi
kelakuannya dan adatnya, tertib dan sopannya
serta kebaikan hatinya, tiadalah kurang
daripada kecantikan parasnya.

Ego yang dia miliki ketika menjalin
cinta dengan seorang pemuda dia
menempatkan diri sebagai perempuan yang
senantiasa dapat menyembunyikan
perasaannya.
Kata Samsu pula. “Tetapi oleh anakanak muda sekarang ditukar menjadi:
Pulau pandan jauh di tengah,
di balik Pulau Angsa Dua,
Hancur badanku di kandung tanah
Cahaya matamu kuingat jua.”
”ya, tentu, begitu pun boleh juga;
bagaimana kehendak yang berpantun sana,”
jawab Nurbaya.
Sungguhpun ia berkata demikian, tetapi
di dalam hatinya buah pantun ini menimbulkan
suatu pikiran; hanya tiada diperlihatkannya itu,
dan dibuangnyalah mukanya menoleh ke
darat...

Menganggap kekasihnya lebih tahu
dari dia.
"O, ya, Sam. Tadi aku diberi hitungan oleh
Nyonya Van der
Stier, tentang perjalanan jarum pendek dan
jarum panjang, pada
suatu jam. Dua tiga kali kucari hitungan itu,
sampai pusing
kepalaku rasanya, tak dapat juga.
Bagaimanakah jalannya
hitungan yang sedemikian?"

Rasa cinta kepada kekasihnya akhirnya
terkalahkan oleh rasa cintanya kepada orang
tua. Demi orang tua dia rela mengorbankan
diri untuk menikah dengan orang yang tidak
dia cintai.
Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam
penjara,
sebagai seorang penjahat yang bersalah besar,
gelaplah mataku

dan hilanglah pikiranku dan dengan tiada
kuketahui,
keluarlah aku, lalu berteriak, "Jangan
dipenjarakan ayahku!
Biarlah aku jadi istri Datuk
Meringgih!"

Mekanisme pertahanan yang dia
lakukan dengan merepresi keinginankeinginan untuk bersatu dengan kekasihnya.
Tipe kepribadian yang dia miliki tipe
socially useful karena dia menyesuaikan
diri dengan lingkungan
2 Psikoanalisis Tokoh Tuti dalam Novel
Layar Terkembang
Novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisyahbana berkisah tentang
kebebasan seorang perempuan dalam
menentukan sikapnya terhadap kehidupan
yang dia jalani. Kebebasan itu tergambar
dalam diri tokoh Tuti yang memiliki sikap
tegas terhadap karir juga terhadap laki-laki.
Tuti seorang perempuan cerdas yang tidak
mudah terayu dan kagum terhadap sesuatu.
Dia mencintai Yusuf kekasih adiknya,
namun dia represi karena bagi dia tidak
pantas merebut kekasih adiknya. Tipe
kepribadian yang dia miliki perpaduan
antara ruling dan tipe avoiding.
Struktur Kepribadian: Superego yang
dimilik Tuti: berpendidikan tinggi H.B.S.
Carpentier Alting Stichting
“Kalau demikian rupanya Zus sekolah
H.B.S. Carpentier Alting Stichting ” (hal. 10)

Egonya dipengaruhi pendidikan yang
dia tekuni dan latar agama yang dia dalami.
Dari pendidikan yang dia tekuni tergambar
pikiran yang tegas dengan susunan kalimat
yang jelas
Mendengar pikiran yang setegas dan
sejelas itu susunannya, Yusuf terdiam
kekaguman sejurus.

Akibat latar belakang pendidikan dan
latar agama yang dia dalami tergambar
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 623

bagaimana dia mampu merumuskan hakikat
agama secara luas.
Tetapi Tuti segera menyambung pula,
”Selama kedua pihaknya, orang kampung
ataupun kaum terpelajar masih menganggap
agama demikian, selama itu agama itu tiada
akan menarik golongan pemuda...”
”Ya,” kata Yusuf perlahan-lahan
melepaskan dirinya dari pesona kekaguman
mendengar ucapan Tuti.

Dari pendidikan yang dia tekuni dia
juga menjadi nggota dari sebuah organisasi
perempuan, yakni Putri Sedar dari Bandung.
”Saya menghadiri kongres itu dahulu,
sebagai wakil pedoman besar Putri Sedar dari
Bandung” (hal.13)

Di dalam organisasi yang dia terjuni
Tuti mencoba memasukkan pemikirannya
tentang peran perempuan dalam masyarakat.
Panjang lebar tuti menerangkan
pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang
di kemudian hari akan menjadi orang besar.
Bahwa perempuanlah yang pertama kali
memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat
yang mulia ang seumur hidup tidak berubah
lagi dalam jiwa anak. Bahwa ibu yang
sekarang tidak bedanya dengan mesin
pengeram, tiada mungkin dapat menyerahkan
keturuann yang berharga kepada dunia. Bahwa
segala usaha untuk memperbaiki keadaan
bangsa yang tiada melingkungi perbaikan
keadaan perempuan tiada akan berhasil, selaku
hanya menyirami daun dan dahan tanamtanaman, sedangkan uratnya dibiarkan
kekurangan air.

Demikian juga dengan kehidupan
pergaulannya dengan laki-laki bahwa
perkawinan bukan merupakan suatu
kewajiban
Dalam mengingatkan perhubungan
dengan Hambali itu perlahan-lahan hatinya
agak tenang. Sekaliannya nyata kelihatan
tergambar kepadanya. Tidak, tidak, ia tidak
pernah menyesal. Selalu ia berkata apabila
perkawinan menjadi ikatan baginya, bagi citacita dan pekerjaan hidupnya, biarlah seumur

hidupnya ia tidak kawin. Hanya satu pendirian
itu saja yang sesuai dengan akal yang sehat.

Pemikiran adalah segala-galanya bagi
Tuti sehingga dia memandang rendah pada
kesenian yang dianggapnya sebagai kegiatan
orang yang tidak ada kerjaan.
Yusuf memandang kepada Tuti, agak
keheran-heranan sedikit, sebab belum pernah
nampak kepadanya tuti terharu serupa itu
melihat sesuatu pertunjukan. Malahan
biasanya ia agak rendah memandang seni,
yang menurut katanya hanya pekerjaan bagi
orang yang tiada mempunyai pekerjaan yang
lain.

Mekanisme Pertahanan yang dilakukan
Tuti rasionalisasi terutama ketika dia harus
menahan perasaan kesepian karena tidak ada
laki-laki yang menemaninya.
Tipe Kepribadian yang dimiliki Tuti
ruling dan avoiding. Kepribadian ruling
yang dimiliki Tuti karena dia senang
berdebat dan berorganisasi selain itu dia
juga seorang avoiding yang dicirikan
kemampuannya menata rumah dengan rapih
dan teratur.
Dengan kemauannya yang tetap
dankeras, dapat Tuti mengatur rumah, jauh
lebih rapi dari ketika bundanya masih hidup
dahulu. Tiap-tiap perabot mempunyai tempat
yang tentu menurut susunan yang nyata.
Segala sesuatu berlangsung pada waktu yang
tetap, sebab Tuti ialah orang yang teliti akan
waktu.

3 Psikoanalisis Tokoh Tini dalam Novel
Belenggu
Novel Belenggu menampilkan cerita
perselingkuhan seorang dokter yang
bernama Hartono dengan perempuan
penghibur karena dia merasa tidak
mendapatkan kasih sayang seorang istri
yang memiliki karir yang cemerlang yang
bernama Tini. Tini berasal dari keluarga
berada, mendapatkan pendidikan tinggi dan
pergaulan yang luas. Dia bersuamikan
seorang dokter. Dia sibuk sebagai wanita
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 624

karir dan komunikasi dengan suaminya
jarang dilakukan. Kesepian yang dirasakan
menyebabkan suaminya tergoda perempuan
lain bekas temannya sewaktu kecil. Karena
dia merasa perempuan cantik dan
berpendidikan tinggi tidak mau bersaing
dengan kekasih suaminya yang seorang
penyanyi akhirnya diameninggalkan
suaminya.
Tipe kepribadian Tini tipe ruling.
Struktur Kepribadian: Superego yang
dimilik Tini: pendidikan tinggi: Karena
pendidikannya yang tinggi sehingga Tini
tidak mungkin melakukan hal yang biasanya
dilakukan seorang istri seperti melepaskan
sepatu suaminya. Hal ini tampak pada
pernyataan suaminya Tono
Dokter Sukartono memandang
sepatunya. Dia tersenyum, lucu rasanya
membayang-bayangkan Tini duduk bersimpuh
dihadapannya sedang asyik meninggalkan
sepatunya. Mengurus bloc-note saja tiada
hendak. Tiada hendak...... Betulkah karena
tidak hendak? Tini pelalai di waktu
belakangan ini, sampai barang sulamannya
ditaruhnya di meja itu. Tini tahu, dia tiada
suka ada barang di sana, biar bloc-note itu
jangan tersembunyi. Dia tidak suka
membiarkan orang sakit menunggu tidak
perlu. (hal.13)

Sikap yang ditunjukkan Tini terhadap
suaminya diakuinya juga olehnya. Dia tidak
bisa melayani suaminya dengan baik karena
ego yang dia miliki.
Kadang-kadang sepulangnya di rumah,
terbit rasa kasihan dalam hati Tini melihat
Kartono lagi membaca, menanti, kalau-kalau
ada lagi patient datang. Adakah didalan
hatinya sepi juga seperti dalam hatiku? Rusuh
gelisah kadang-kadang? Terbitlah
keinginannya hendak bercimbu-cumbu dengan
dia, henda meriangkan melalaikan hatinya,
tetapi selalu tertahan oleh perasaan segan,
Terbitlah pikirannya: ”Mengapakah mesti aku
yang dahulu menghampirinya? Mengapa
bukan dia?” Maka terasa pula perasaan seperti
malam itu, seolah-olah kehilangan tempat
pegangan bagi jiwanya. Tono tiada memberi

sandaran lagi. Maka dicobanya memberanikan,
menegakkan jiwanya.

Akibatnya ego yang dimiliki Tini
mengakibatkan hubungan suami istri mereka
mengalami keretakan dan tidak ada lagi rasa
cinta di antara mereka. Tini merasa itu tidak
mungkin dan menganggap suaminya masih
cinta.
”Tetapi mematikan apa?” jawabnya
datang lambat-lambat:”Cinta..., cita-cita.”
Tetapi benarkah cinta kami mati? Benarkah
dia tiada peduli lagi? Pertanyaan itu tiada
terjawab oleh pikirannya, karena, tertumbuk
pada tembok, sampai pada jalan buntu. Pada
sikap Tini tiada sedikit juga terbayang
perasaan hatinya tentang hal itu. Menduga?
Didalam hati kecilnya, Kartono merasa, masih
percaya meskipun sikap Tini tiada peduli,
sikap seperti tembok, Kartono merasa, Tini
masih menaruh kasih (hal:78)

Namun, ternyata cinta telah padam di
antara mereka.
Kata Tini dengan gembira:”Lemparkan
mimpi itu!
Gambaranmu dalam hatiku sudah
kurobek-robek, ketika dalam jiwaku robek
semuanya, semuanya menjadi layu, buah
cintaku layu pula.”
”Tidak ada jalan lagi?” Suara Hartono
sedih.
Tini termenung, lalu katanya seolaholah sama sendirinya: ”Dapatkah perbuatan
dahulu ditiadakan, dapatkah dipupus saja
seperti tulisan pada batu tulis? Tulisan dikertas
dapat, tapi berbekas juga. Dapatkah
menghapus yang sudah lalu? Benar sudah lalu
.... Tapi masih hidup dalam pikiran, seperti
duri dalam daging, dapatkah mematikan
pikiran?” 114

Cinta Tini padam karena penghianatan
yang dilakukan Tono dan ia hendak
mengalahkan madunya itu. Sikap yang
diambil Tini menunjukkan dia memiliki tipe
kepribadian ruling, senang bertengkar.
Kepada Hartono sudah dikatakan oleh
Tini, dia hendak mengalahkan madunya.
Memang Tini tidak senang mendengar kabar,

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 625

Tono bergaul dengan perempuan lain. Didalam
hatinya dia belum hendak mengaku,
sebenarnya dia cemburu, karena orang lain
mendapat kasih saying Tono. Bagaimanakah
rupa perempuan itu itu, maka Tono tertarik.
Perasaan marah dalam hatinya bercampur
nafsu hendak tahu. Dengar di sini dengar di
sana, banyak juga orang yang suka
menceritakan padanya, bukan karena hendak
menolong, bukan karena ksihan, melainkan
karena suka dongeng 129

Penghinaan yang dilakukan Tini
kepada madunya Yah mendapat balikan
tentang keadaan Tini yang sebenarnya yang
tidak lebih baik dari dirinya ketika dia masih
sekolah telah melakukan hal yang tidak baik
dengan seorang pria.
“Nyonya,” kata Yah dengan sungguhsungguh, “terlalu banyak kata itu nyonya
ulangi, membuat kuping merah.” Kemudian
ditentangnya muka Tini, lalu katanya dengan
perlahan-lahan: “Ingat lagi nyonya, beberapa
tahun yang lalu, nyonya masih sekolah, ingat
lagi sopir yang membawa nyonya dan tuan
studen Technische Hoogeschool? ”

Tini terkejut
Yah tersenyum, katanya perlahanlahan:”Nyonya, manakah beda kita? Janganlah
nyonya memaki-maki.” 132

4. Psikoanalisis Tokoh Ati dalam Novel
Burung-burung Manyar
Novel Burung-burung Manyar karya
YB Mangunwijaya menampilkan seorang
tokoh yang bernama Ati yang dapat
menciptakan suasana perasaan pada diri dua
orang laki-laki. Dia memiliki daya tarik
penuh sebagai seorang perempuan cantik,
cerdas dan kaya. Ati berasal dari keluarga
bangsawan dan berpendidikan tinggi. Dia
bersuami, namun juga mempunyai kekasih.
Teto merupakan kekasihnya sewaktu remaja
dan masih dicintainya. Egonya
meninggalkan kekasihnya dan kembali
kepada suaminya. Mekanisme pertahanan
yang dilakukan dengan replacement meraih

pendidikan yang tinggi. Tipe kepribadian
melankolik dan kolerik. Struktur
Kepribadian: Superego yang dimilik Ati:
berpendidikan tinggi, wanita karir, anak
bangsawan
Ati seorang perempuan cantik
sebagaimana digambarkan oleh Mboknya.
”Wijen. Aduh cantiknya Den Rara
Larasati! Wijen?” dan Mbok Naya menyeka
memanja gadis cilik yang baru saja
merebahkan diri duduk di atas amben dan
yang tersenyum manis merayunya. Mbok
Naya tertawa geli. ”wijen untuk apa Den
Rara?”
”Saya bukan Den Rara. Saya At-tik.
Sudah.”

Ati bukan dari kalangna bangsawan
tetapi dari kalangan berpendidikan dan
berkedudukan
Dalam hati Atik mengagumi ibunya.
Untung ibu dulu kawin tidak dengan seorang
pangeran atau kaum istana mulia ini. Ibunya
menikah dengan seorang konsulen pertanian
yang tidak berdarah ningrat tetapi seorang
anak emas pegawai tinggi departemen entah
apa. Ya cocok, anak angkat dengan anak
angkat. Ia tahu itu, karena ibunya selalu
berterus terang. Ayahnya bekerja di Bogor
yang banyak hujannya itu, tetapi yang subur
dan bersuasana bebas. Ayahnya, Meneer
Antana seorang pegawai Dinas Kebun Raya
Bogor dan juga ikut diserahi cagar alam Ujung
Kulon. 20

Dan tahu-tahu wanita itu seperti topan
membadai padaku dan jatuh ke dalam
pelukanku.
”Teto! Teto!” dan menangislah ia
terisak-isak. Aku tak dapat apa-apa, selain
spontan membelai punggungnya dan mata
tolol memandang kepada suaminya, yang ...
mengangguk-angguk tersenyum seolah
seorang ayah penuh pengertian melihat
anaknya bertemu dengan kekasih yang sudah
lama ditunggu.

Sekalipun Ati berpendidikan tinggi
tetapi dia memiliki sifat kekanak-kanakan
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 626

sehingga tipe kepribadian yang dia miliki
socially useful.
Jendela dibuka dan Atik masih dalam
daaternya muncul. Seperti sumber air artesis di
lereng Gunung Merapi yang tiba-tiba namun
telah lama sebetulnya menunggu
pemerdekaannya, mencuatlah salam
segarnya:”Haloooo Tetooo! Selamat pagi,
Bu!” Wajahnya cerah serba tertawa dengan
gigi-gigi yang boleh dipamerkan...
”Selamat pagi Tik!” jawabku kurang
spontan karena agak terpukau terus terang
saja, Bu Antana bergumam:”Anakku ini sering
arif seperti nenek, tetapi sering masih seperti
anak kecil.”
”Eeh, maaf,” canda-sendaku, ”Selamat
pagi, Ibu Doltor maxima cum laude.” Ia
cemberut manja. 224

5. Psikoanalisis Tokoh Laila dalam Novel
Saman
Novel Saman berkisah tentang seorang
perempuan karir yang bernama Laila yang
memiliki tiga orang sahabat yang semuanya
memiliki sikap bebas di dalam menjalin
cinta. Laila sendiri menganut sikap
tradisional dengan berusaha
mempertahankan keperawanannya sebelum
dia menikah. Laila seorang perempuan karir
beragama Islam. Dia memiliki kekasih yang
telah beristri. Dia dapat menghindari
hubungan di luar nikah karena agamanya
dan juga karena kekasihnya sudah beristri.
Tipe kepribadian yang dimiliki tipe leaning.
Id yang dimiliki Laila menyuruh dia
untuk melakukan hubungan suami istri, tapi
dia tidak mau
Lalu kami berbaring di ranjang, yanag
tudungnya pun belum disibakkan, sebab kami
memang tak hendak tidur siang. Dia katakan,
dada saya besar. Saya jawab tidak sepatah
kata. Dia katakan, apakah saya siap. Saya
jawab, tolong, saya masih perawan. (Adakah
cara lain.) Dia katakan, bibir saya indah.
Ciumlah. Cium di sini. Saya menjawab tanpa
kata-kata. Tapi saya telah berdosa. Meskipun
masih perawan.

Pernyataan kekasihnya yang tidak
mungkin berpacaran tanpa melakukan
hubungan intim.
Di perjalanan pulang dia bilang,
sebaiknya kita tak usah berkencan lagi (saya
tidak menyangka). ”Saya sudah punya istri.”
Saya menjawab, saya tak punya pacar,
tetapi punya orang tua.”Kami tidak sendiri,
saya juga berdosa.”
I membalas, bukan itu persoalannya.
“Orang yang sudah kawin, tidak bisa begitu.”
Saya mengerti. Meskipun masih
perawan. 4

Laila merupakan seorang wanita karir
dengan dandanan modern
Perempuan itu memberi isyarat agar
pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia
untuk memotret tiang-tiang eksplorai minyak
bumi di bawah mereka. Ia telah menggeser
daun jendela hingga lensa telenya menyembul
kepada udara tekanan rendah yang sebagian
menerobos lekas-lekas mengibarkan
rambutnya lepas. Potongannya bob, tapi perias
di salon membujuk agar dia juga memberi
highlight warna chestnut. Dan ia menurut. 7

Laila bekerja di sebuah rumah
produksi untuk memproduksi profil
perusahaan.
Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki
itu Toni. Keduanya dating setelah rumah
produksi kecil yang mereka kelola – CV,
bukan PT- mendapat kontrak untuk
mengerjakan dua hal yang berhubungan.
Membuat profil perusahaan Textoil Indonesia,
patungan saham dalam negeri dengan
perusahaan tambang yang berinduk di Kanada.
Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia
Pasifik atas nama Petroleum Extension
Service. 8

Pertama kali dia mencintai seorang
pria beda agama dan ditentang oleh orang
tuanya.
… Dia jatuh cinta pertama kali pada
Wisanggeni, dengan demikian ia sendiri

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 627

membatalkan lelaki sebagai penjahat. Waktu
itu pemuda itu mahasiswa seminari yang
ditugaskan membimbing relokasi tentang
kesadaran social di SMP kami. Dan terbukti
lelaki itu tidak menginginkan keperawanan.
Temanku amat kagum padanya, pemuda yag
tampangnya sama sekali biasa saja namun bak,
dan Frater Wis pun memenuhi buku hariannya.
Mungkin ada sepuluh “Frater Wis” di setiap
halaman. Tapi Laila berasal dari keluarga
Minang-Sunda. Ayah dan ibunya menemukan
diary itu dan habis-habisan memarahi
temanku. Hampir-hampir ia dipindahkan ke
sekolah lain.... 150
…Laila tetap mungil seperti anak kecil
yang belum kenal dosa… 150

Konsep yang ditemukan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh
perempuan yang ditampilkan dalam novel
sebelum perang hingga mutakhir sebagian
besar digambarkan sebagai sosok yang
cantik, mandiri, memiliki sikap dan berasal
dari keluarga berada. Norma agama dan
norma masyarakat mempengaruhi sikap
mereka di dalam menyeimbangkan antara id
dan superego. Tipe kepribadian yang
dimiliki mereka bervariasi, tipe leaning dua
yakni Siti Nurbaya dan Laila, tipe ruling
satu Tini, tipe sosially useful satu Ati dan
kombinasi tipe ruling dan avoiding dimiliki
Tuti

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 628

DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1988. A Glossary of Literary Terms. Chicago: Holt Rinehart & Winston, Inc.
Alexander, L.G. 1963. Poetry and Prose Apreciation for Overseas Students. London: Longman.
Ali, Lukman, ed. 1978. Tentang Kritik Sastra. Jakarta: P3B.
Aminuddin. 1984. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra. Malang: FPBS IKIP
Malang.
Aminuddin. 1984. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang.
Barthes, Roland. 1992. "Unsur-unsur Semiologi: Langue dan Parole" dalam Panuti Sujiman dan
Art van Zoest, (ed.) Serba-serbi Semiotika. Jakartaa; Gramedia, hal. 80-88.
Culler, Jonathan. 1986. Theory and Criticism after Structuralism. New York: Cornell University
Press. Ithaca.
Daiches, David. 1986. Critical Approaches to Literature. London: Longman.
Danarto. 1987. Berhala. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Edy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Ende: Nusa Indah.
Fang, Liaw Yock. 1970. Ikhtisar Kritik Sastra. Singapore: Pustaka Nasional.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadimadja, Aoh. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Relisme dalam Kesusastraan.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Hamalian, Leo & Karl, Frederick R. 1967. The Shape of Fiction. New York: McGraw-Hill Book
Company.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia.
Hawkes, Terence. 1983. Structuralism & Semiotics. London: Routledge.
Hellwig, Tineke. 2003. In The Shadow of Change; Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia.
Jakarta: Desantara
Jassin, H.B. 1965. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: Gunung Agung.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 629

Kennedy, X.J. 1966. An Introduction to Poetry. Boston:
Little, Brown and Company.
Luxemberg, Jan van. et.al. 1963. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sujiman, Panuti. 1985. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik. Yogyakart: Karya.
Teeuw, A. 1983. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1983. Teori Kesusastraan. (Terjemahan Melani Budianta.)
Jakarta: Gramedia.

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 631

Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 632