MENGELOLA EKOSISTEM EKONOMI DAN SUMBER D
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana kaitan pendekatan “Triangel Pa’Dior sebagai kerangka Budaya dan Kearifan Lokal Minahasa” dengan “Mengelola Ekosistem, Ekonomi dan Sumber Daya Manusia Komunitas Lokal.” Riset menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Partisipatory Action Research. Pengumpulan data menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD), in-depth interview, studi dokumenter, dan observasi. Hasil studi membuktikan bahwa “pengelolaan ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia komunitas lokal” menggunakan pendekatan “Triangle Pa’Dior, sebagai kerangka budaya dan kearifan lokal Minahasa” memiliki manfaat strategis. Pertama, Triangle Pa’Dior sebagai kerangka budaya dan kearifan lokal Minahasa berkaitan dengan konsep holistik dan integral Eluren Eng Kayobaan (jaga dan pelihara bumi:dimensi ekosistem), Mapalus (kerjasama dan gotong royong: dimensi ekonomi) dan Sitou Timou Tumou Tou (hidup untuk menghidupkan orang lain: dimensi sumber daya manusia). Konsep tersebut masih hidup dan menjadi acuan perilaku komunitas lokal sehari-hari. Kedua, berbasis pada konsep budaya dan kearifan lokal Triangel Pa’dior tersebut, komunitas lokal dapat mengelola potensi ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia secara holistik dan integral pula. Terbukti, pengelolaan potensi ekologi, ekonomi dan sumber daya manusia oleh komunitas lokal berbasis pada pendekatan Triangle Pa’Dior sebagai kerangka budaya dan kearifan lokal Minahasa: berdayaguna dan berhasilguna dalam mengelola potensi ekologi-ekonomi-SDM secara holistik dan integral; dan menjadi model sistem pencegahan dan respon dini destruksi ekologi-ekonomi-SDM komunitas lokal berbasis budaya dan kearifan lokal. Merujuk pada temuan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan ekologi, ekonomi dan sumber daya manusia oleh komunitas lokal dengan berbasis pada budaya dan kearifan lokal Triangel Pa’Dior - Minahasa, terbukti berdampak konstruktif terhadap penataan, pemberdayaan dan dayaguna modal natural, ekonomi dan sosial (SDM) komunitas masyarakat lokal Minahasa secara terpola, sistematis dan berkelanjutan.
Keyword: Triangel Pa’Dior; budaya dan kearifan lokal; pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM; komunitas lokal.
1 Makalah Disampaikan pada Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII, Denpasar, 10-12 oktober 2014 dengan Tema: INOVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL
2 Konsultan Ahli Psikososal Resolusi Konflik/Pembangunan Perdamaian dan Manajemen SDM pada PT. Wadantra Nilaitama dan PT. Artistika Prasetia; Pengajar Pascasarjana Manajemen SDM IBM-ASMI Jakarta, Wakil Ketua Yayasan Institut Titian
Perdamaian (ITP) Jakarta; Jl. Jatipadang Raya. No.41.A Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Email: [email protected] ;
HP:081384011543.
PENDAHULUAN
Selang 7 Tahun lebih, sejak tahun 2007, Yayasan Institut Seni Budaya Sulut (YISBSU) menunjukkan kepedulian dan komitmennya menghidupkan kembali identitas dan citra diri, melalui kekayaan seni budaya Sulut. Hal mana diekspresikan melalui serangkaian aktivitas Festival Seni Budaya Sulawesi Utara (FSBSU) dan pemberdayaan masyarakat secara berkala. Suatu perjalanan sejarah penuh suka-duka dalam rangka mengidentifikasi, menata, memberdayakan dan mendayagunakan kembali kekayaan seni budaya Sulut secara sistematis . Baik, sebagai wujud identitas dan jatidiri bangsa Minahasa, maupun sebagai asset kebudayaan nasional, yang berdayaguna dan berhasilguna dalam proses komunikasi, interaksi dan transformasi sosial bangsa Indonesia di era globalisasi. ( http://maengket.blogspot.com/2012/08/sekilas-yayasan-institut-seni-budaya.html ).
Begitu banyak kekayaan seni budaya dan kearifan lokal Minahasa yang meliputi dimensi artifak, perilaku, sampai sistem nilai dan norma, berhasil diidentifikasi, diorganiser, ditata dan diberdayakan YISBSU sebagai aktualitasi identitas dan jatidiri masyarakat adat Minahasa. Melalui proses snow-ball, berhasil mengekspresikan konfigurasi kekayaan budaya bangsa Minahasa, hingga kini menjadi kekaguman bagi masyarakat Minahasa sendiri, bahkan masyarakat Indonesia dan dunia. Upaya yang tulus, langkah tegas dengan fasilitasi terbatas, tetapi konsisten melalui berbagai kegiatan festival dan pemberdayaan seni budaya yang dikelola YISBSU, berhasil menoreh sejarah yang belum pernah terukir di bumi Nyiur Melambai sebelumnya. Kekayaan seni budaya bangsa Minahasa kini mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat Indonesia berupa Rekor Muri, dan masyarakat internasional berupa Guinness World Records. Akibatnya, kegiatan festival dan pemberdayaan seni budaya Minahasa yang diinisiasi YISBSU kini berkembang pesat, melibatkan peserta berjumlah besar, didukung dan diminati berbagai kalangan lintas suku, agama, status sosial, dan teritori.
Lotulung, dalam studinya menemukan bahwa, seperti halnya batik di Jawa, songket di Sumatera Selatan, dan ulos di Sumatera Utara, di Sulawesi Utara, khususnya etnis Minahasa, mengenal kain tenun tradisional yang popular disebut “kain bentenan.” Keberadaan kain ini cukup kontroversial. Setelah menghilang sekitar 200 tahun dari tanah Minahasa, kini hadir kembali atas prakarsa para tokoh masyarakat Minahasa yang telah berhasil dirantau, dan memelopori pelestarian kembali. Saat ini, seperti halnya batik - yang telah menjadi pakaian kesehariannya orang Indonesia - kain bentenen diproduksi dengan cara ditenun dan print. Tujuannya, agar kain bentenan memasyarakat secara luas di Sulawesi Utara, Indonesia, bahkan dunia. Pemerintah Provinsi Sulut merespon niat para tokoh masyarakat yang ingin melestarikan kain bentenan dengan cara mewajibkan para pegawainya pada setiap hari Kamis menggunakan seragam kain bentenan. Bahkan para siswa sekolah dasar sampai menengah atas diwajibkan pula menggunakan seragam dari kain bentenan. Termasuk diikuti pemerintah kota/kabupaten di Sulut untuk memasyarakatkannya melalui para pegawai (Lotulung, tanpa tahun: 1. http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/34.jackelin-unsrat.pdf ).
Menurut Fong, identitas budaya sebagai identifikasi komunikasi dari sistem perilaku simbolis verbal dan nonverbal, memiliki arti dan makna yang dibagikan di antara anggota kelompok. Berdasar Menurut Fong, identitas budaya sebagai identifikasi komunikasi dari sistem perilaku simbolis verbal dan nonverbal, memiliki arti dan makna yang dibagikan di antara anggota kelompok. Berdasar
Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara (YISBSU), yang berkantor pusat/kampus di Tompaso, Kabupaten Minahasa - Sulut, adalah salah satu inisiator yang mendorong pengembangan seni budaya Sulut sebagai entry poinet pemberdayaan terpola. Terutama melalui pendekatan Pa’Dior (yang terdepan), sebagai suatu kerangka kerja budaya dan kearifan lokal Minahasa. Pada kampus YISBSU atau Pa’Dior ini, terdapat museum yang memvisualisasi rekam jejak sejarah masa lalu dan gaya hidup masyarakat berbagai etnis di Sulut. Rekam jejak seni-budaya Minahasa divisualisasi melalui benda-benda bersejarah, dokumentasi foto, pola bangunan, dsb. Termasuk 31 rekor Muri dan 7 Rekor Guiness World Record (GWR) sebagai bukti pengakuan masyarakat nasional dan internasional terhadap kekayaan seni-budaya dan kearifan lokal Minahasa. Wadah rekam jejak seni budaya tersebut diberi nama “museum Pinawetengan.” Selain itu, terdapat juga rumah tenun kain Pinawetengan yang menyajikan proses pembuatan kain tenun khas Minahasa yang sudah mendunia, yakni Kain Pinawetengan, Kain Pina Bia, dan Kain Pina Tembega. Termasuk aneka ativitas pelatihan masyarakat. ( http://tabeatamang.wordpress.com/2012/11/26/padior-dengan-museum-rumah-tenun-dan-galeri ).
Rekam jejak proses menata, memberdayakan dan mendayagunakan potensi seni budaya sebagai aktualisasi identitas dan eksistensinya menjadi pintu masuk YISBSU memfasilitasi rangkaian Festival Seni Budaya Minahasa: “Festival Malesung.” Festival Malesung tingkat lokal dilaksanakan di Sulut, dan tingkat nasional di Jakarta, sebagai media pemberdayaan sistematis, terpola dan berkelanjutan ( http://acsujabodetabek.wordpress.com/2012/03/15/pesta-akbar-budaya-kawanua-akan-digelar-di-jakarta ). Melalui aktivitas seni budaya sebagai entry point, YISBSU secara perlahan dan bertahap sejak berdiri pertengahan tahun 2000-an, berkomitmen mengembangkan program pemberdayaan strategis dengan pendekatan Pa’Dior. Pendakatan ini berhasil mengintegrasikan aspek kepedulian pengelolaan ekologi, ekonomi dan sumber daya manusia secara holistik berbasis budaya dan kearifan lokal Minahasa. Seluruh proses tersebut bergerak bagaikan bola salju. Namun, rekam jejak bola salju penataan, pemberdayaan dan pengembangan seni budaya Minahasa tersebut, kemudian dikonstruksi berupa desain terpola dan sistematis sebagai ciri khas kenerja manajemen YISBSU berbasis Pa’Dior.
Setelah perjalanan panjang menjelang satu dekade sejak tahun 2007, YISBSU merasa penting melakukan studi sistematis tentang kinerjanya sebagai salah satu inisator pengembangan seni budaya Sulut. Hasil studi tersebut akan menjadi landasan bagi penyusunan Reancara Strategis (renstra) atau grand design pengelolaan ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia komunitas lokal berbasis budaya dan kearifan lokal Minahasa periode berikut.
Fokus penelitian adalah “Pengelolaan Ekosistem, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia Komunitas Lokal Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal Minahasa.” Fokus tersebut dijabarkan ke dalam sub fokus penelitian sbb: (1) konstruk budaya dan kearifan lokal Minahasa: ekologi, ekonomi, dan sumber daya manusia; (2) pola pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM berbasis budaya dan Fokus penelitian adalah “Pengelolaan Ekosistem, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia Komunitas Lokal Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal Minahasa.” Fokus tersebut dijabarkan ke dalam sub fokus penelitian sbb: (1) konstruk budaya dan kearifan lokal Minahasa: ekologi, ekonomi, dan sumber daya manusia; (2) pola pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM berbasis budaya dan
Berdasar latar belakang dan fokus penelitian di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana konstruk budaya dan kearifan lokal Minahasa: ekolgi, ekonomi, sumber daya manusia? (2) Bagaimana pola pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM berbasis budaya dan kearifan lokal Triangel Pa’Dior yang dilakukan YISBSU? (3) Bagaimana konstruk desain renstra pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM komunitas lokal berbasis Triangle Pa’Dior?
Bertolak dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi konstruk budaya dan kearifan lokal Minahasa: ekologi, ekonomi dan sumber daya manusia. (2) Mengungkapkan pola pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM berbasis budaya dan kearifan lokal Triangel Pa’Dior. (3) Mengidentifikasi dan merumuskan konstruk desain renstra pengelolaan ekosistem, ekonomi dan SDM komunitas lokal berbasis Triangle Pa’Dior.
Lokasi penelitian adalah Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara, dan komunitas basis pemberdayaannya di Sulawesi Utara yang dilaksanakan pada bulan Januari – Desember 2013. Pelaksanaan kegiatan meluputi tiga tahapan. Empat bulan pertama, dilaksanakan penelitian lapangan. Tiga bulan kedua, difokuskan pada pengolahan dan analisis data sampai penarikan kesimpulan. Lima bulan ketiga, berkonsentrasi pada proses penulisan dan penyelesaian tuntas hasil penelitian serta penyusunan renstra.
KAJIAN PUSTAKA Budaya dan Kearifan Lokal.
Pengertian dan ruang lingkup. Kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus Indonesia terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadil y, l okal ber ar ti setempat , sedangkan wi sdom ( kearif an) sama dengan kebij aksanaan. Secara umum maka l ocal wi sdom ( keari fan set empat) dapat di pahami sebagai gagasan-gagasan set empat at au lokal yang ber si fat bij aksana, penuh keari fan, berni lai bai k, yang tert anam dan di i kut i oleh anggot a masyar akat nya. Dal am di sipli n antropologi dikenal istilah local genius. Gobyah (2003) mengatakan bahwa kearifan lokal atau local genius adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kerifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearif an l okal t er bent uk sebagai keunggul an budaya masyar akat setempat maupun kondi si geogr afi s dalam ar ti l uas. K eari fan l okal mer upakan pr oduk budaya masa l al u yang pat ut secar a ter us-mener us dij adi kan pegangan hi dup. Meski pun bernil ai l okal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.
Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan secara dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearif an l okal adal ah dasar Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan secara dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearif an l okal adal ah dasar
Local Genius sebagai Local Wisdom. Menurut Sartini, dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Selanjutnya, menurut Sartini, dengan mengutip Haryati Soebadio, mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19).
Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah: mampu bertahan terhadap budaya luar; memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli; mempunyai kemampuan mengendalikan; mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Karena itu, menurut Sartini, kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan local merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Fungsi budaya dan kearifan lokal. Sartini, dengan mengutip Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” (http://www.balipos.co.id), mengemukakan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat- istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam.
Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu untuk: konservasi dan pelestarian sumber daya alam; pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate; pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji; sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian; bermakna etika dan moral, Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu untuk: konservasi dan pelestarian sumber daya alam; pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate; pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji; sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian; bermakna etika dan moral,
Kearifan lokal Minahasa. Dalam konteks studi ini, terdapat tiga konsep budaya dan kearifan lokal Minahasa yang menjadi rujukan, yakni: lingkungan (ekosistem), ekonomi, dan manajemen sumber daya manusia.
Aspek lingkungan (ekosistem), konsep yang dijadikan rujukan adalah Eluren Eng
Kayobaan, yang berarti jaga dan pelihara bumi (YISBSU, 2013: 22). Eluren Eng Kayobaan, mengandung kerangka nilai, norma, etika sebagai acuan kultural dan kearifan lokal terhadap cara pandang, sikap dan perilaku masyarakat adat Minahasa dalam rangka “membangun relasi dan komunikasi dengan lingkungan sekitar.” Eluren Eng Kayobaan, mengandung mandat budaya dan kearifan lokal untuk membangun diri dan masa depan bersama dengan senantiasa menjaga dan memelihara alam. Mapalus sebagai filosofi agraris masyarakat adat Minahasa, merupakan wujud implementasi kerangka makna Eluren Eng Kayobaan. Pandangan kultural-ekologis Eluren Eng Kayobaan nampak pula melalui kerjasama, berbagi, dan saling mendukung di antara komunitas masyarakat adat Minahasa dalam menata dan mengelola pekerjaan sebagai petani & mengolah hutan. .
Aspek ekonomi, konsep kultural dan kearifan lokal yang dirujuk adalah mapalus.
Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama dalam budaya Suku Minahasa (Turang, 1984). Mapalus merupakan formula filosofi masyarakat adat dan petanian Minahasa dalam mengimplementasikan kerangka makna dari Eluren Eng Kayobaan. Pandangan kultural-ekologis Eluren Eng Kayobaan nampak pula melalui kerjasama, berbagi, dan saling mendukung di antara komunitas masyarakat adat Minahasa dalam menata dan mengelola pekerjaan sebagai petani. Mapalus merupakan fondasi kultural-ekonomi petani Minahasa dalam konteks agraris- kontinenal dalam membangun modal sosialnya: saling percaya, relasi sosial, solidaritas, integrasi, sinergisitas, kohesi sosial, jaringan sosial dsb.
Mapalus adalah hakikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa (Manado) yang terpanggil dengan ketulusan hati nurani yang mendasar dan mendalam (touching hearts) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab menjadikan manusia dan kelompoknya (teaching mind) untuk saling menghidupkan dan menyejahterakan setiap orang dan kelompok dalam komunitasnya (transforming life). Menurut buku, The Mapalus Way, mapalus sebagai sebuah sistem kerja yang memiliki nilai-nilai etos seperti, etos resiprokal, etos partisipatif, solidaritas, responsibilitas, gotong royong, good leadership, disiplin, transparansi, kesetaraan, dan trust.
Prinsip ekonomi “Tamber” merujuk pada suatu kegiatan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, atau warga sewanua (sekampung) secara sukarela dan cuma-cuma, tanpa menghitung- hitung atau mengharapkan balas jasa. Prinsip ekonomi Tamber berasaskan kekeluargaan. Dari segi motivasi adat, prinsip ini mengandung suatu makna perekat kultural (cagar budaya) yang mengungkapkan juga kepedulian sosial, bahkan indikator keakraban sosial.
Aspek manajemen sumber daya manusia, sitou timou tomou tou, yang berarti “manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia.” ( http://id.wikiquote.org/wiki/Sam_Ratulangi ). Agar mata rantai kultural-ekologis-ekonomis itu senantiasa kokoh, maka mata rantai Si Tou Timou Tumou Tou memperoleh tempat dan fungsinya. Bukan Si Tou Timou Tumengko Tou, yakni “manusia hidup untuk menghancurkan manusia lain.” Manusia dan masyarakat adat Minahasa tidak hidup untuk dirinya sendiri, tidak memangsa saudara dan keluarganya sendiri, bukan untuk keluarganya sendiri, bukan untuk dusun-dusunnya sendiri, tetapi untuk seluruh alam, seluruh ulayat, seluruh manusia, dan seluruh masyarakat adat Minahasa. Bukan untuk sejarah masa lalu saja, bukan juga hanya untuk hari ini, tetapi untuk sejarah gerenasi ke generasi masyarakat adat Minahasa secara berkelanjutan.
Mengelola ekosistem, ekonomi dan SDM Komunitas Lokal secara Integral. Perlindungan ekosistem, mengedepankan hak masyarakat adat, ekonomi petani dan
nelayan. IUCN - The World Conservation Union dalam studina tentang “kebijakan untuk mangrove: mengkaji kasus dan merumuskan kebijakan” (IUCN - The World Conservation Union, 2007) mengemukakan bahwa Mangrove Action Project, adalah lembaga non profit yang mendedikasikan dirinya pada upaya perbaikan kerusakan dan pengembalian ekosistem hutan mangrove di seluruh dunia. Tujuan utama MAP (Mangrove Action Plan) dan pengelolaan hutan mangrove adalah mengedepankan hak masyarakat tradisional setempat, termasuk nelayan dan petani, dalam mengelola lingkungan secara berkelanjutan. Melalui jaringan global dan perwakilan di Amerika Serikat (sebagai kantor pusat), Thailand (kantor regional Asia), Indonesia dan Amerika Latin, MAP memfasilitasi pertukuran ide-ide dan informasi dalam hal konservasi dan restorasi hutan mangrove, sekaligus pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan oleh masyarakat persisir.
Dengan menelusuri beberapa kasus hutan mangrove di Indonesia, para pemangku kepentingan diharapkan lebih mengerti dan memahami pesoalan yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesia yang sedang mengalami tekanan akibat pengaruh globalisasi ekonomi dan industri. Mangrove di Indonesia yang dapat dikatakan sebagai mangrove terluas di dunia kini sedang sakit akibat dikonversi menjadi tambak, lahan ekspolari arang, dan dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit. Indonesia nampaknya harus belajar dari beberapa kawasan mangrove yang diangkat dalam studi kasus seperti: Kasus pertama, isue di Segara Anakan yang dikelola secara ketat oleh pemerintah. Masyarakat membutuhkan alternatif penghidupan yang lain, akan tetapi kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk mengelola kawasan mangrove di Segara Anakan tidak mendukung keinginan masyarakat.
Kasus kedua, berkebalikan dengan Segara Anakan, masyarakat Jaring Halus adalah contoh pengelolaan kawasan mangrove yang murni dikelola oleh masyarakat. Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas 57,789 hektar. Hutan desa yang tidak kurang dari 19 spesies mangrove itu dikelola dengan sangat baik melalui peraturan adat yang disepakati bersama oleh warga desa; sedangkan ribuan hektar mangrove di sekitarnya yang dikelola negara justru rusak karena tambak dan perusahaan arang. Kasus ketiga, di antara dua tingkat partisipasi masyarakat tersebut, terdapat kasus Bengkalis dan Tiwoho yang berada di tengah-tengah. Dari kawasan ini kita bisa belajar mengenai proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove dan strategi perumusan kebijakan.
Ekosistem, mata pencaharian dan bencana. Sudmeier-Rieux, Masundire, Rizvi and Rietbergen, Editors (2006) dalam studi mereka tentang ecosystem, livelihoods and disasters: an integrated approach to disaster risk management, mengemukakan betapa pentingnya mengelola ekosism senantiasa dikaitkan dengan mata pencaharian atau ekonomi masyarakat sekitar dan sensitivitas terhadap bencana ekosistem dan tata ruang. IUCN kemudian berusaha untuk mempengaruhi, mendorong dan membantu masyarakat di seluruh dunia untuk melestarikan integritas dan keanekaragaman alam melalui berbagai program concervasi dalam rangka memastikan bahwa pengelolaan ekosistem sumber daya alam dilaksanakan secara adil dan berkelanjutan. Baik pada tingkat lokal, regional dan global. Konservasi ekosistem dilaksanakan dengan memastikan bahwa mata pencaharian (ekonomi) dan sumber daya manusia masyarakat lokal juga ikut dijaga, diberdayakan, dan didayagunakan secara integral, holistik dan berkelanjutan berbasis budaya dan kearifan lokal masyarakat adat setempat. Mata pencaharian masyarakat adat/lokal di seluruh dunia bergantung pada barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem: air bersih dan udara, makanan, bahan bakar dan bahan bangunan. Ekosistem, bagaimanapun, berada di bawah tekanan yang meningkat dari penggunaan yang tidak berkelanjutan dan konversi langsung. Untuk mengatasi ancaman atau bencana ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia lokal, IUCN mempromosikan pendekatan ekosistem atau strategi untuk mengelola sumber daya tanah, air dan sumber daya hidup yang terintegrasi secara holistik dengan kebutuhan manusia dan pembangunan berkelanjutan.
Sustainability dalam ekologi, ekonomi ekologi, dan mata pencaharian. Christopher S. Sneddon (2000) dalam studinya mengemukakan bahwa untuk mewujudkan keadilan penuh berkaitan dengan berbagai pemikiran yang dikemas oleh ekonomi ekologi dalam ruang ini tidak dapat lagi
dipertahankan. Namun, adopsi dari keberlanjutan sebagai pedoman dan dampaknya terhadap pembuat kebijakan, menjamin beberapa pemeriksaan kritis karya representatif. Kontribusi yang paling menonjol dari ekonomi ekologi adalah tantangan banyak prinsip dasar dari teori ekonomi neoklasik. Dalam pandangan dianjurkan para ahli ekologi ekonomi, bahwa ekonomi adalah 'satu arah entropis yang menempatkan energi dan bahan' yang bertentangan dengan pandangan neoklasik dari aliran dipertahankan. Namun, adopsi dari keberlanjutan sebagai pedoman dan dampaknya terhadap pembuat kebijakan, menjamin beberapa pemeriksaan kritis karya representatif. Kontribusi yang paling menonjol dari ekonomi ekologi adalah tantangan banyak prinsip dasar dari teori ekonomi neoklasik. Dalam pandangan dianjurkan para ahli ekologi ekonomi, bahwa ekonomi adalah 'satu arah entropis yang menempatkan energi dan bahan' yang bertentangan dengan pandangan neoklasik dari aliran
Pendekatan sistem, rencana strategis dan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan sistem dan pembangunan berkelanjutan. Gilberto Gallopin (2003:74),
pendekatan sistem, keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan mengemukakan bahwa konsep keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan dianalisis dari perspektif sistem. Dalam istilah yang paling umum, sistem keberlanjutan apapun, dapat diwakili oleh fungsi penilaian output dari kepentingan sistem yang dipertimbangkan dalam rencana strategis pembangunan berkelanjutan. Perspektif yang berbeda pada referensi sistem yang dibahas, dari ekstrim antroposentris dengan bio ekstrim atau posisi ecocentrik, dan terkait dengan kriteria (berdasarkan asumsi substitusi antara modal alam dan diproduksi) berada dalam kenyataan faktual: sangat kuat, kuat, lemah, dan sangat lemah keberlanjutan. Gallopin mengemukakan bahwa upaya keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan perlu secara tersistem mengintegrasikan faktor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan ekologi. Hal ini membutuhkan artikulasi konstruktif pendekatan top-down pembangunan dengan bottom-up atau inisiatif akar rumput. Hal ini membutuhkan pertimbangan simultan dimensi lokal dan global dan dari cara mereka berinteraksi. Hal itu memerlukan perluasan cakrawala spasial dan temporal untuk mengakomodasi kebutuhan kesetaraan atau equity intra-generasi serta antar-generasi manusia atau masyarakat.
Perencanaan strategic. Bryon (1998) mengemukakan bahwa: perencanaan strategik: adalah proses dimana hasil-hasil pengambilan keputusan tentang tindakan yang dijadikan landasan untuk memandu atau mengarahkan seluruh program strategik; didesain untuk membantu publik dan organisasi non profit dan komunitas untuk merespons secara efektif situasi baru mereka; suatu usaha disiplin untuk menghasilkan pengambilan keputusan dan tindakan mendasar yang membentuk aktivitas organisasi secara natural dan langsung dengan batas-batas legal; proses praktis untuk membantu pelaksana mengesuaikan produk, pelayanan, dan aktivitas yang dibutuhkan untuk memasyarakatkan pelayanan; manfaat perencanaan strategis termasuk meningkatkan kinerja program, penggunaan sumberdaya, memahami konteks program, pengambilan keputusan, komunikasi pemangku kepentingan, dan suport politik terhadap program. Dengan demikian, perencanaan strategis merupakan acuan terhadap desain program pada tingkat operasional.
Sementara Rencana Strategis adalah dokumen yang menjabarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman program serta skema strategis dan langsung terhadap kesepakatan kerjasama tahunan. Dokumen rencana strategis adalah produk dari proses perencanaan strategis. Menurut
Bryon, manfaat perencanaan strategis adalah: berfikir secara strategis, melakukan klarifikasi masa depan secara langsung, membuat keputusan hari ini dalam terang konsekuensi masa depan; membangun basis pengambilan keputusan yang logis dan dapat dipertahankan; menjalan kebijakan maksimum dalam kontrol organisasi; memecahkan masalah organisasi secara makro; meningkatkan kinerja; melakukan deal efektif dengan perubahan cepat; membangun tim kerja dan tenaga ahli.
Kerangka konseptual (teoretik) penelitian. Berdasarkan urauian kajian teoritik sebagaimana dikemukakan di atas, maka dikonstruksikan kerangka konseptual atau teoritik penelitian sebagai acuan penelitian lapangan dan mendesain rencana strategis sebagai berikut.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan metode. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi-deskriptif melalui Riset Tindakan Partisipatori (Participatory Action Research – PAR) dan bertujuan mencari dan menemukan pemahaman menyeluruh, penafsiran makna dan pengertian yang bersifat kontekstual tentang fenomena ““Pengelolaan Ekosistem, Ekonomi, dan Sumber
Daya Manusia Komunitas Lokal Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal Minahasa (Triangel
Pa’Dior)” di Provinsi Sulawesi Utara (Saladien, 2006). Fenomenologi-deskriptif melalui PAR adalah studi tentang pengalaman yang datang dari kesadaran, “mengacu pada pengalaman sebagaimana pengalaman itu muncul pada kesadaran”, menggambarkan apa yang seseorang atau sekelompok orang terima, rasakan, dan ketahui di dalam kesadaran langsung pengalamannya. Apa yang mucul dari kesadaran itulah yang disebut sebagai fenomena (Prianti, 2011). Fenomenologi memiliki tiga prosedur pengumpulan data: (1) intuisi, peneliti tenggelam dalam fenomena penyelidikan “Mengelola
Ekosistem, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia Komunitas Lokal Berbasis Budaya dan
Kearifan Lokal Minahasa (Triangel Pa’Dior)”; (2) analitik, dimana peneliti mendengarkan uraian kualitas kehidupan responden berdasar data dasar dan sepenuhnya terlibat dalam proses analitik. (3) menjelaskan adalah berkomunikasi serta membawa ke deskripsi tertulis hal-hal yang berbeda atas elemen-elemen penting fenomena tersebut.
Data dan sumber data. Data kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristk berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Data ini biasanya didapat dari wawancara dan bersifat subjektif sebab data tersebut ditafsirkan lain oleh orang yang berbeda (Riduwan, 2003). Data kualitatif berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati (Tailor dan Bogdan, 1984) dan dapat dipilah menjadi tiga jenis (Patton, 1990) yakni: Hasil pengamatan. Merupakan uraian rinci tentang situasi, kejadian, interaksi, dan tingkah lakun yang diamati di lapangan; Hasil pembicaraan. Kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang pengalaman, sikap, keyakinan, dan pemikiran mereka dalam kesempatan wawancara mendalam; Bahan tertulis. Petikan atau keseluruhan dokumen, rekaman, rencana kegiatan, laporan, dan kasus-kasus yang nampak dalam rekam jejak sejarah. Sumber data kualitatif. Menurut Lofland & Lofland (1984) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. “Dengan data kualitatif peneliti dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.” (Smith, 1978; Miles & Huberman, 1992).
Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data. Tehnik dan prosedur koleksi data berdasar pada prinsip fenomenologi sebagai metode penelitian kualitatif, tidak menggunakan hipotesis dalam proses, dan tidak diawali dan tidak bertujuan untuk menguji teori. Data dan prosedur pendataan melalui
tehnik wawancana, diskusi kelompok (FGD), studi dokumentasi, dan observasi. Dipilih berdasar perspektif trianggulasi.
Teknik dan Prosedur Analisis Data. Pendekatan dan prosedur analisis data menggunakan pendekatan yang dikemukakan Miles & Huberman (1984) bahwa prosedur analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru dari data yang ada). Dalam konteks ini, Unit Analisis berfokus terutama pada YISBSU.
Pemeriksanaan Data. Pemeriksanaan data berfokus pada dua hal utama: kriteria dan Tehnik. Kriteria. Keabsahan data kualitatif berdasar empat kriteria: kredibilitas (derajat kepercayaan); transferabilitas (keteralihan atau kesamaan konteks); dependabilitas (kebergantungan); konfirmabilitas (kepastian). Tehnik pemeriksanaan data: terhadap kriteria kredibilitas, dengan tehnik: perpanjangan keikutsertaan (derajat kepercayaan data); ketekunan pengamatan; triangulasi (melalui sumber lain); pengecekan sejawat (diskusi teman sejawat); kecukupan referensi; kajian kasus negatif; pengecekan anggota/tim riset. Kriteria keteralihan, dengan Teknik : uraian rinci; kriteria kebergantungan dan kepastian, dengan teknik audit kebergantungan, dan kepastian.
HASIL PENELITIAN
Gambaran umum. Teknik studi dokumentasi, wawancara, FGD dan observasi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data dan memperoleh informasi dalam menjawab Sub Fokus (tujuan) Penelitian 1. Berkaitan dengan konstruk budaya dan kerifan lokal Minahasa (Triangel Pa’Dior) oleh Yayasan ISBSU sejak berdirinya sampai tahun 2013. Juga menjawab Sub Fokus (tujuan) Penelitian 2., yang masih terkait erat dengan Sub Fokus (tujuan) Penelitian 1., berupa kegiatan-kegiatan pengelolaan kegiatan ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia berbasis budaya dan kearifan lokal Minahasa (Triangel Pa’Dior), serta untuk mengumpul data dan menjawab pertanyaan Sub Fokus (tujuan) Penelitian 3.
Berkaitan dengan konstruk desain renstra pengelolaan ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia komunitas lokal berbasis budaya dan kearifan lokal Triangel Pa’Dior. Data FGD diperoleh melalui kelompok diskusi dengan aparat pelaksana Yayasan ISBSU maupun komunitas basis program. Data wawancara diperoleh dari infooman kunci dalam jajaran pelaksana program. Data melalui tehnik observasi diperoleh melalui keterlibatan langsung peneliti mengamati kondisi nyata berkaitan dengan aktivitas, kejadian, peristiwa, obyek, suasana sosial dan emosi warga yang terkena program pemberdayaan. Tehnik ini dipakai utamanya untuk klarifikasi bekaitan dengan Sub Fokus (tujuan) Penelitian 1, 2, dan 3. Kerangka deskripsi dan sajian analisis data pada uraian temuan Sub Fokus (tujuan) Penelitian 1 sd 3., merujuk kerangka (alur) analisis data dari Miles dan Hubermas (1992), yakni melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Konstruk Budaya dan Kearifan Lokal Triangle Pa’Dior.
Temuan hasil studi membuktikan bahwa Yayasan ISBSU, secara sistematis dan kosisten mengembangkan program-program penataan dan pemberdayaannya, mengacu setidaknya pada tiga program utama, yakni: ekologi, ekonomi dan sumber daya manusia. Ketiga program utama tersebut senantisa mengacu pada pendekatan budaya dan kearifan lokal Minahasa sebagai berikut.
Penataan dan pemberdayaan ekologi berbasis pendekatan euleren eng kayobaan. Dalam diskusi bersama dengan pihak YISBSU, yakni: pengelola yayasan, fasilitator dan komunitas basis, terbukti bahwa konsep euleren eng kayobaan sebagai cerminan dari dimensi ekologis/ekosistem nampak dalam tanggung jawab pihak yayasan dan jajarannya sampai komunitas basis menjaga dan pelihara bumi. Pengelola yayasan, fasilitator dan komunitas binaan senantiasa menjadikan filosofi ini sebagai dasar pengembangan program-program bernuansa ekologi seperti: usaha tanaman produk pertanian unggulan melalui pengembangan ubi-ubian berupa kentang dataran menengah dengan pendekatan kultur jaringan. Di sektor kehutanan dan lingkungan hidup berkelanjutan, terwujud melalui prioritas tanaman pengembangan tanaman gaharu dan jabon karena memiliki nilai ekonomis tinggi, juga nilai perlindungan dan perlestarian lingkungan berkelanjutan dalam jangka panjang. Sementara, melalui sektor perlindungan satwa langka, diwujudkan melalui perlindungan Yaki, sejenis Penataan dan pemberdayaan ekologi berbasis pendekatan euleren eng kayobaan. Dalam diskusi bersama dengan pihak YISBSU, yakni: pengelola yayasan, fasilitator dan komunitas basis, terbukti bahwa konsep euleren eng kayobaan sebagai cerminan dari dimensi ekologis/ekosistem nampak dalam tanggung jawab pihak yayasan dan jajarannya sampai komunitas basis menjaga dan pelihara bumi. Pengelola yayasan, fasilitator dan komunitas binaan senantiasa menjadikan filosofi ini sebagai dasar pengembangan program-program bernuansa ekologi seperti: usaha tanaman produk pertanian unggulan melalui pengembangan ubi-ubian berupa kentang dataran menengah dengan pendekatan kultur jaringan. Di sektor kehutanan dan lingkungan hidup berkelanjutan, terwujud melalui prioritas tanaman pengembangan tanaman gaharu dan jabon karena memiliki nilai ekonomis tinggi, juga nilai perlindungan dan perlestarian lingkungan berkelanjutan dalam jangka panjang. Sementara, melalui sektor perlindungan satwa langka, diwujudkan melalui perlindungan Yaki, sejenis
Dari hasil studi lapangan diperoleh gambaran bahwa, keputusan YISBSU bersama komunitas basis pemberdayaan untuk memilih jenis tanaman pertanian, perkebunan dan/atau kehutanan tersebut sebagai prioritas pengembangan, baik karena memiliki makna ekologi/ekosistem maupun ekonomi dan sumber daya manusia (penyerapan tenaga kerja) dalam semangat budaya dan kearifan lokal Minahasa, euleren eng kayobaan. Hasil studi lapangan juga membuktikan bahwa, euleren eng kayobaan sebagai kerangka kultural dan kearifan lokal masyarakat adat Minahasa, secara dominan berkembang pada konteks daratan atau kontinental tanah Minahasa. Dari rekam jejak kinerja aktivtas penataan dan pemberayaan YISBSU, baik secara sentrifugal pada laboratorium/kampus sosio-kultural Pa’Dior di Tompaso, maupun secara sentrpetal melalui forum-forum diskusi dan pelatihan yang dilakukan di komunitas basis, senantiasa difasilitasi proses dialog, komunikasi dan interaksi beruansa ekologi/ekosentris. Dari para fasilitator dan peserta pemberdayaan diperoleh gambaran bahwa, “hal seperti ini bertujuan untuk membangun hidup yang bermakna bersama alam.” Karena euleren eng kayobaan mengandung mandat, amanat, panggilan dan tanggungjawab kultural-ekologis Minahasa untuk membangun diri dan masa depan bersama.
Melalui wawancara, observasi dan diskusi dengan pihak pengelola YISBSU, fasilitator dan komunitas basis pemberdayaan, diperoleh gambaran bahwa “aktivitas menjaga dan memelihara lingkungan alam Minahasa adalah panggilan masyarakat adat Minahasa sebagai mandat kebudayaan dan kearifan lokal.” Mandat tersebut, “untuk melindungi dan menjamin masa depan lingkungan dan tata ruang berkelanjutan bagi generasi anak-cucu Sulut.” Berbagai bentuk-bentuk komunikasi, dialog dan interaksi dengan lingkungan alam dan tata ruang (ekosistem) sebagai pelaksanaan mandat tersebut, terwujud melalui aktivitas pertanian, mengelola hutan, konservasi dan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan. Ketika ditanyakan, “mengapa demikian?” Diperoleh gambaran bahwa “karena manusia dan masyarakat adat Minahasa menyadari bahwa lingkungan dan tata ruangsebagai basis aktivitas pertanian, kehutanan, perternakan, dsb itu, merupakan rumah kehidupan dan masa depan generasi manusia dan masyarakat adat Minahasa. Menurut Ketua YISBSU, “rumah kehidupan tersebut, mencerminkan kesadaran dan komitmen kultural-ekosentris dan transendensial- religius berkelanjutan dari masyarakat adat Minahasa.”
Penataan dan pemberdayaan ekonomi berbasis pendekatan mapalus. Temuan hasil penelitian membuktikan bahwa dimensi nilai, norma, dan semangat kultural-ekologis elureng eng kayobaan, tidak dapat dilepaskan dari apa yang dikenal pada tingkat perilaku ekonomi agraris- kontinental, yakni mapalus. Basis kultural dan kearifan lokal Minahasa ini, menjadi rujukan jajaran YISBSU, fasilitator dan komunitas basis pemberdayaan untuk mengembangkan usaha ekonomi. Orientasi kultur-ekologi dan ekonomi tersebut menjadi ciri khas YISBSU melalui kinerja pengurus Penataan dan pemberdayaan ekonomi berbasis pendekatan mapalus. Temuan hasil penelitian membuktikan bahwa dimensi nilai, norma, dan semangat kultural-ekologis elureng eng kayobaan, tidak dapat dilepaskan dari apa yang dikenal pada tingkat perilaku ekonomi agraris- kontinental, yakni mapalus. Basis kultural dan kearifan lokal Minahasa ini, menjadi rujukan jajaran YISBSU, fasilitator dan komunitas basis pemberdayaan untuk mengembangkan usaha ekonomi. Orientasi kultur-ekologi dan ekonomi tersebut menjadi ciri khas YISBSU melalui kinerja pengurus
Hasil studi ke kampus Pa’Dior dan komunitas basis pemberdayaan YISBSU, membuktikan bahwa dalam rangka mengembangkan ekonomi komunitas, semangat mapalus senantiasa rujukan inspiratif. Misalnya, saat komunitas basis bersama pengurus YISBSU dan fasilitator bersepakat menetapkan kampung-kampung tertentu sebagai lokasi kebun pembibitan jabon, dan tidaklah lagi dipusatkan di kampus Pa’Dior. Ketika ditelusuri lebih jauh, ternyata hal tersebut dimaksudkan untuk mengatasi tingkat permintaan suplai bibit yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya dari kampus Pa’Dior. Para petani antar komunitas basis tidak perlu membuang waktu mengakses bibit usaha pertanian, kehutanan dan perkebunan dari kampus Pa’Dior. Pada saat yang sama, usaha pembibitan dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan petani.
Usaha membangun ekonomi dengan spirit Mapalus dan Eluren Eng Kayobaan sebagaimana dikembangkan melalui kultur-ekonomi petani binaan YISBSU tersebut, terbukti mengekspresikan pula makna budaya agraris-kontinenal Minahasa dalam membangun modal sosial masyarakat petani, yakni: relasi sosial, saling percaya, solidaritas, integrasi, sinergisitas, kohesi & jaringan sosial.
Penataan dan pemberdayaan sumber daya manusia berbasis pendekatan Si Tou Timou
Tumou Tou. Program. Temuan hasil studi membuktikan bahwa berbasis nilai “Si Tou Timou Tumou Tou”, YISBSU mengembangkan program SDM berupa aktivitas pendidikan dan pelatihan serta pusat informasi melalui: lab komputer dan bahasa, perpustakaan, museum, pelatihan pertanian dan kehutanan. Pengembangan SDM difokuskan bagi kalangan pemuda, siswa SD-SMU, mahasiswa dan umum. Secara khusus, dengan semangat Si Tou Timou Tomou Tou, YISBSU menaruh perhatian terhadap pencegahan narkoba dengan membangun pusat informasi narkoba yang dikenal dengan nama Wale Narkoba. Wale Narkoba ini lebih berperan sebagai pusat informasi dan pendidikan pencegahan dini (preventif). Hal mana didorong oleh kondisi Sulut dimana angka pengguna narkoba makin memprihatinan. Penataan dan pemberdayaan SDM juga dilakukan melalui aktivitas seni budaya seperti festival tingkat lokal dan nasional.
Konstruk Pa’Dior: dimensi kepeloporan. Hasil diskusi dengan pengelola YISBSU tentang pilihan konsep Pa’Dior yang digunakan, dikemukakan kata ini berasal dari bahasa Tontemboan yang artinya: “Yang Terdepan”, atau “Yang Terdahulu”. Temuan hasil studi membuktikan bahwa penggunaan icon kultural ini sebagai basis nilai aktivitas YISBSU, berkaitan dengan semangat kepeloporan dan keteladanan dalam perjuangan melindungi, menegakkan dan memajukan budaya Sulawesi Utara. Terutama kepeloporan dalam rangka menanggulangi destruksi ekosistem, ekonomi, dan sumber daya manusia Sulut. Kepeloporan dimulai dengan menata dan memberdayakan kekayaan seni budaya musik, tarian, dan kuliner sebagai pintu masuk. Melalui mekamisme snow ball process, Konstruk Pa’Dior: dimensi kepeloporan. Hasil diskusi dengan pengelola YISBSU tentang pilihan konsep Pa’Dior yang digunakan, dikemukakan kata ini berasal dari bahasa Tontemboan yang artinya: “Yang Terdepan”, atau “Yang Terdahulu”. Temuan hasil studi membuktikan bahwa penggunaan icon kultural ini sebagai basis nilai aktivitas YISBSU, berkaitan dengan semangat kepeloporan dan keteladanan dalam perjuangan melindungi, menegakkan dan memajukan budaya Sulawesi Utara. Terutama kepeloporan dalam rangka menanggulangi destruksi ekosistem, ekonomi, dan sumber daya manusia Sulut. Kepeloporan dimulai dengan menata dan memberdayakan kekayaan seni budaya musik, tarian, dan kuliner sebagai pintu masuk. Melalui mekamisme snow ball process,
Temuan hasil studi tersebut membuktikan bahwa YISBSU berhasil mengkonstruksikan suatu kerangka filosofis yang diberi nama: Triangel Pa’Dior dengan mengintegrasikan dimensi budaya dan kearifan lokal Minahasa: eluren eng kayobaan, mapalus dan si tou
timou tumou tou sebagai pilar penataan dan pemberdayaan. Pendekatan budaya dan kearifan lokal tersebut diintegrasikan dengan dimensi ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia sebagai suatu kerangka sistem kepeloporan perubahan sosial masyarakat adat Minahasa secara mendasar, sistematis dan berkelanjutan. Dengan demikian upaya mengelola esosistem, ekonomi dan sumber daya manusia dilakukan tidak parsial, eksklusif dan disintegral.
Pengelolaan ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia.
Hasil studi membuktikan, dua hal penting dalam konteks ini, terdapat dua gambaran penting, yakni: (1) adanya gambaran latar belakang atau alasan bagi YISBSU, berupa ancaman-ancaman serius berkaitan dengan kondisi ekosistem, ekonomi dan sumber daya manusia di Sulut.
A ncaman ekosistem. Disadari bersama bahwa, ancaman serius yang kini datang dari kondisi ekologi dan tata ruang dewasa ini di Indonesia yang mengalami kondisi destruksi amat serius, termasuk di wilayah Sulawesi Utara. Hal mana sangat berkaitan erat dengan tindakan-tindakan intervensi dan alih fungsi lahan pertanian, kehutanan, dan pengelolaannya yang tidak menghormati hak-hak natural ekologi untuk ditata dan dikelola berperspektif daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan berkelanjutan. Terutama berkaitan dengan intervensi berbagai kepentingan sektor pertambangan, kehutanan, perumahan dan pemukiman, kawasan komersial, akselesari insfrastruktur yang mendukung sektor usaha swasta, dsb.
Ancaman perubahan pola daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan berkelanjutan menjadi lingkungan buatan secara dominan, berdampak nyata pada terjadinya bencana alam dan tata ruang serius seperti banjir, longsor, menurunnya indeks kualitas lingkungan, terabaikannya orientasi kebijakan politik ekonomi dan pembangunan terhadap lingkungan hidup berkelanjutan, dsb yang membawa korban harta benda, manusia, trauma psikososial berkepanjangan di kalangan masyarakat adat dan lokal. Karena itu, upaya menata, memberdayakan dan mengembangkan ekologi dilakukan oleh Pa’Dior ISBSU melalui program Sulut Green dan Organic 2015 Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal Minahasa, yakni: “ELUREN ENG KAYOBA’AN”, yakni JAGA DAN PELIHARA BUMI.
Ancaman ekonomi. Kondisi kehancuran kedua, yang masih sangat berkaitan erat dengan kondisi ekologi, yang pengelolaan ekonomi. Pertanyaan mendasar bagi keluarga besar Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara adalah “Mungkinkah ancaman kehancuran ekologi dan tata ruang, tidak berkatan dengan ancaman hancurnya sumber-sumber utama dan struktur dasar usaha ekonomi sebagian terbesar masyarakat adat atau rakyat Sulawesi Utara yang masih menggantungkan hidupnya pada tanah dan hutan?
Mungkinkah ancaman ekonomi ditangani, tanpa berhubungan dengan kondisi ekologi, indeks kualitas lingkungan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berkelanjutan? Jawabnya, TIDAK.” Bagaimana pun juga, upaya menata, mengelola serta mengembangkan daya dukung dan daya tampung ekologi atau lingkungan hidup berkelanjutan senantiasa berkaitan erat dengan sumbangannya sebagai basis strategis pengelolaan ekonomi kerakyatan masyarakat adat Sulut yang berbudaya khas agraris-kontinental. Karena itu, upaya pencegahan ancaman kehancuran ekonomi masyarakat adat itu dilakukan melalui pendekatan berbasis budaya dan kearifan lokal “MAPALUS”.
Upaya tersebut diwujudkan dengan mengembangkan tanaman kehutanan produktif seperti jabon dan gaharu, juga di bidang pertanian dengan pendekatan pertanian organik yang telah mencapai keberhasilan dalam mengembangkan kentang dataran menengah dengan pendekatan kultur jaringan yang hasilnya jauh lebih maju dari kondisi produk aslinya secara konvensional. Juga keberhasilan dalam mengembangkan produk tanaman bunga Rosela menjadi anggur bunga Rosela dan hasilnya dapat disuplai sebagai alternatif dalam mendukung pelayanan keagamaan berkaitan dengan pelaksanaan parjamuan kudus bagi komunitas Kristen.