JUDUL PERANAN PEMERINTAH DESA DALAM MENI

JUDUL: PERANAN PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN

ASLI

DESA

DI

KECAMATAN

MALAKA

TIMUR

KABUPATEN MALAKA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA

A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam

pasal 18 memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi
Daerah. Dalam menyelenggarakan Otonomi daerah dipandang perlu untuk
menekankan kepada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan
dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam
menghadapai perkembamgan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta
tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah
dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan tanggung jawab kepada daerah
secara proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian dan pemanfaatan
sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan
prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta potensi
dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan
1

adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di
daerah Kabupaten. Desa berfungsi sebagai ujung tombak di dalam melaksanakan
pembangunan di segala bidang baik di bidang Pemerintahan, pembangunan, maupun
kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang merupakan pembangunan

integral yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yang meliputi kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Merujuk pada sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk, sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan
yang kuat dalam melaksanakan Pemerintahan dan membangun masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan
bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah kepada Kabupaten/Kota didasarkan
atas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini lebih ditegaskan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi
2


Daerah perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good
Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan
pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis. Oleh karena itu, dalam
menyelenggarakan pembangunan Desa diperlukan pengorganisasian yang mampu
menggerakan masyarakat untuk mampu berpartisipasi dalam melaksanakan
pembangunan Desa serta melaksanakan administrasi pembangunan Desa. Dengan
demikian diharapkan pembangunan dan pelaksanaan administrasi Desa akan berjalan
lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntunan emosional yang sukar
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sejalan dengan era otonomi daerah yang menitik beratkan pada upaya
pemberdayaan masyarakat, maka peranan Pemerintah Desa sebagai lembaga terdepan
dalam sistem Pemerintahan Republik Indonesia dan berhadapan langsung dengan
masyarakat menjadi sangat penting. Sehingga sukses atau tidaknya pencapaian
sasaran pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada seberapa baik kinerja
Pemerintahan Desa di dalam mengimplementasikan peranan, fungsi, dan wewenang
sebagai pelayan masyarakat terdepan. Hal tersebut di atas mengisyaratkan bahwa
keikutsertaan masyarakat di dalam perencanaan pembangunan Desa memang benarbenar sangat dibutuhkan untuk mensinkronkan rencana pembangunan Desa yang
akan dilaksanakan dengan apa yang dibutuhkan masyrakat dalam meningkatkan
kehidupan dan penghidupannya di Desa. Karena bila tidak demikian, bisa saja
pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kebutuan masyrakat yang bersangkutan

sehingga pembangunan yang dilaksanakan tidak sia-sia belaka dan masyarakat
3

sendiripun akan bersifat apatis terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan Desa
itu.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan
yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat
Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka
pembanganan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia haruslah pembangunan yang
berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara. Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan memberikan hasil
dan daya guna yang efektif bagi kehidupan seluruh masyarakat, maka pembangunan
yang harus dilakukan mengacu pada perencanaan yang terprogram secara bertahap
dan didukung dengan pendanaan yang memadai, dengan memperhatikan perubahan
dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Desa merupakan entitas sosial politik yang sangat penting dan memiliki
karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).Desa juga merupakan entitas terdepan dalam segala

proses pembangunan bangsa dan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan keberadaan
Desa yang telah ada jauh sebelum Negara Indonesia itu berdiri. Pemahaman Desa
tersebut menempatkan Desa sebagai suatu organisasi pemerintahan yang memiliki
hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan
4

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai wilayah
yang memiliki posisi penting dalam mewujudkan cita-cita kemerekaan Indonesia,
maka wilayah Desa perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi lebih kuat, maju,
mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera (Huda,2015:212).
Mengingat pentingnya wilayah Desa dalam struktur kepemerintahan nasional
maka berbagai peraturan perundang-undangan telah dibuat oleh pemerintah
Indonesia, diantaranya yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintah Desa, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah
Daerah, dan Undang-Uundang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Namun dalam pelaksanaanya, beberapa pengaturan mengenai Desa tersebut belum
dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa. Selain itu

pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, terutama menyangkut tentang kedudukan masyarakat hukum
adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan
pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah,
kemiskinan dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Huda,2015:212). Oleh sebab itu, untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang terjadi dalam wilayah Desa dan mewujudkan
kemandirian serta kesejahteraan bagi wilayah Desa maka pemerintah pada Tahun

5

2014 mengeluarkan kebijakan perundang-undangan baru yaitu Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam operasionalisasi Desa untuk mewujudkan otonomi yang diberikan
kepada Desa terdapat pembiayaan-pembiayaan, dimana pembiayaan tersebut
memiliki hubungan dengan Alokasi Dana Desa, sehingga Pemerintah Daerah
Kabupaten memberikan Alokasi Dana Desa kepada setiap Desa yang berada di
wilayahnya. Hal ini tercantum pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa yang menyebutkan bahwa keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban
Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang

yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa yang menimbulkan
pendapatan, belanja, pembiayaan dan pengelolaan keuangan Desa. Alokasi Dana
Desa diberikan oleh pemerintah Pusat yang diperoleh dari dana perimbangan APBN
yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%. Dana tersebut
kemudian dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan

pembangunan,

pembinaan

kemasyarakatan,

dan

pemberdayaan

masyarakat. Jumlah nominal yang akan diberikan kepada masing-masing Desa akan
berbeda tergantung dari geografis Desa, jumlah penduduk, serta jumlah angka

kematian. Alokasi dana sebesar 10% yang diterima oleh Desa akan menyebabkan
peningkatan terhadap pendapatan Desa.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang didukung Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-undang Desa dan
6

Peraturan Pemerintah Nomor22 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN dirasakan
sangat istimewa karena telah memberikan fondasi dasar yang kuat terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan Desa. Disamping itu, Keistimewaan lain juga terlihat
dari isi peraturan yang memuat mengenai pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tujuan
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan perkapita masyarakat dalam jangka panjang. Proses pembangunan yang
dimaksudkan adalah interaksi antara ketentuan-ketentuan tertentu yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain, dimana selain menghasilkan
pertumbuhan ekonomi juga dapat menciptakan perubahan struktur dan distribusi
pendapatan yang lebih merata. Seperti halnya yang telah diungkapkan oleh Siagian

(2009:5) “Seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu Negara bangsa untuk bertumbuh,
berkembang dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan
penghidupan Negara bangsa yang bersangkutan dalam pencapaian tujuan akhirnya.”
Definisi tersebut secara implisit menunjukkan bahwa upaya dan kegiatan
pembangunan merupakan upaya nasional. Artinya, menyelenggarakan kegiatan
pembangunan bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah dengan segala
aparat dan seluruh jajarannya meskipun harus diakui bahwa peranan pemerintah
cukup dominan. Para politisi dengan kekuatan sosial-politik harus turut berperan.
7

Berdasarkan tujuan pembangunan Negara maka, pemberian otonomi yang luas
kepada

daerah-daerah

merupakan

upaya

untuk


mempercepat

terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat. Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam melaksanakan
otonomi daerah, yaitu terbatasnya sumber-sumber pembiayaan untuk pelaksaan
desentralisasi. Mengingat dan menyadari adanya hambatan dalam pembangunan
suatu daerah maka perlu suatu alternatif paradigma pembangunan yang baru dimana
semua kebutuhan masyarakat terjamin sampai ke plosok Desa sehingga dibutuhkan
daerah otonom untuk Desa agar bisa mengelola sumber-sumber pembiayaannya
untuk mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh (Rahadjo, 2011:63). Hal ini
diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan
Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang perencanaan pembangunan Desa yang
menjelaskan bahwa pembangunan Desa yang sebelumnya terbebani dengan programprogram pembangunan dari pusat, pemerintah Desa sekarang bisa leluasa dan bebas
dalam mengelola dan mengatur serta menentukan arah pembangunan Desa secara
mandiri.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, telah memberikan jawaban
atas persoalan-persoalan di tingkat Desa baik dibidang sosial, budaya dan ekonomi

sebagai akibat dari perkembangan masyarakat. Undang-undang ini memberikan
kewenangan kepada desa untuk mengatur dan mengurus masyarakat Desanya,
termasuk bagaimana desa mengatur dan memanfaatkan potensi serta aset-aset yang

8

ada di Desa untuk pembangunan desa menuj desa yang kuat, maju, mandiri, adil,
sejahtera dan demokratis.
Dalam pembangunan desa, masyarakat desa merupakan subyek sekaligus obyek
dari pembangunan, maka masyarakat desa diberi ruang dan kewenangan yang yang
seluas-luasnya untuk menentukan nasibnya sendiri dengan mulai melakukan
musyawarah perencanaan pembangunan desa, melaksanakan kegiatan, melakukan
evaluasi dan monitoring serta melakukan pengawasan terhadap pembangunan di
desanya.
Sejalan dengan itu, lapangan pekerjaan di sektor-sektor informal dapat terwujud
jika ditunjang dengan pendapatan Desa yang kuat. Oleh sebab itu, Desa memerlukan
strategi yang sesuai dalam menentukan arah perkembangan pendapatan Desanya.
Pada Desa Numponi dan Desa Sanleo Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka
terdapat potensi alam dan sumberdaya manusia yang bisa dimanfaatkan dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan Desa dan pengembangan pendapatan Asli Desa
sebagai penambah pemasukan dan sumber pendapatan Desa sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Peneliti tertarik untuk
meneliti lebih mendalam dengan mengangkat Judul Penelitian “ TUGAS DAN
KEWENANGAN
PENDAPATAN

PEMERINTAH
ASLI

DESA

DESA

DI

DALAM

KECAMATAN

MENINGKATKAN
MALAKA

TIMUR

KABUPATEN MALAKA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA”.

9

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Sejauh manakah peranan pemerintah Desa dalam meningkatkan pendapatan Asli
Desa di Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka berdasarkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
2. Faktor-faktor apakah yang menghambat peranan Pemerintah Desa dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Desa di Kecamatan Malaka Timur Kabupaten
Malaka?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peranan pemerintah Desa dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Desa di Kecamatan Malaka Timur Kabupaten
Malaka berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2. Untuk mengetahui dan menguraikan faktor-faktor yang menghambat peranan
pemerintah Desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa di Kecamatan
Malaka Timur, Kabupaten Malaka.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan melalui penelitian ini adalah:
10

1. Secara teorites penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
perngembangan ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara terkait dengan
peranan pemerintah Desa dalam mengembangkan sumber pendapatan Desa.
2. Secara praktis penelitian ini mampu memberikan masukan yang bermanfaat bagi
Pemerintah

Desa

untuk

megatasi

hambatan–hambatan

dalam

rangka

mengembangkan sumber pendapatan Desa
E. Tinjauan Pustaka
1. Otonomi Desa
Otonomi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara Bahasa
adalah “berdiri sendiri” atau dengan pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah
adalah suatu wilayah atau lingkungan pemerintah. Secara istilah otonomi daerah
adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau dearah yang mengatur
dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri
mulai dari ekonomi, politik, sosial dan pengaturan perimbangan keuangan
termasuk pengaturan sosial budaya dan ideologi sesuai dengan tradisi adat istiadat
daerah lingkungan sendiri.
Otonomi Desa berbeda dengan otonomi daerah, status otonomi Desa adalah
otonomi yang asli, bulat dan utuh mendekati makna sosial yaitu otoritas membuat
kebijakan dan mengelola kebijakan dari dan oleh masyarakat itu sendiri. Tetapi
hak otonomi tersebut dibatasi hanya dalam hak asal usul dan adat istiadat
masyarakat Desa setempat serta diperoleh dari perundang undangan. Sedangkan
konsep pemikiran terhadap otonimi daerah mengandung pemaknaan terhadap
11

eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah,
pemikiran pertama bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinip
otonomi seluas-luasnya arti seluas-luasnya ini mengandung makna bahwa daerah
dibuat kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan,
peningkatan pean serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemikiran kedua bahwa prinsip otonomi
daerah dengan menggunakan prinsip otonmi yang nyata dan bertanggung jawab.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa unuk menangani urusan
pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang
senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah, (Siswanto, 2005:8)
Secara etimologi kata Desa berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu: Deca yang
berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki wewenang untuk mengurus rumah tangganya
sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam
pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. (In’amul Mushoffa, 2014:
4) mengatakan bahwa Desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia. Desa adalah sebagai kesatuan masyaraat
hukum yang mempunyai susunan asli yang bersifat istimewa. Landasan
pemikiran mengenai pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat, (Widjaja, 2003:3).
Desa menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
12

Daerah mengartikan Desa sebagai berikut: “Desa atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistim pemerintah negara kesatuan republik Indonesia,
(Widjaja, 2003:165) mengatakan bahwa otonomi Desa merupakan otonomi asli,
utuh, bulat, serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya
pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh Desa
tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak istimewa, Desa dapat melakukan perbutan hukum baik hukum
publik maupan hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat
dituntut dan menuntut di muka pengadilan.
Otonomi Desa yang merupakan otonomi asli telah diamanatkan dalam
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni dalam Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 b ayat 2 yaitu:
negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarkat hukum adat
beserta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
pengembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam undang undang Nomor 6 Tahun 2014 telah memberikan kewenangan
kepada Desa dalam hal ini penyelenggara pemerintah Desa untuk mengatur dan
mengurus Desa guna mencapai tujuan pembangunan yaitu mewujudkan

13

kesejahteraan masyarakat yang kuat, maju dan mandiri. Pasal 26 Undang Undang
ini menyatakan kewenangan Desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul.
b. Kewenangan local berskala Desa.
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang undangan.
Otonomi Desa memberikan ruang gerak bagi Desa dan mengembangkan
prakarsa prakarsa Desa termasu sinergi berbagai aturan dengan potensi dan
budaya lokal yang dimiliki Desa.
Tugas utama pemerintah dalam rangka otonomi Desa adalah menciptakan
kehidupan demokratis, memberi pelayanan publik dan sipil yang cepat dan
membangun kepercayaan masyarakat menuju kemandirian Desa. Untuk itu Desa
dikelola secara teknokratis tetapi harus mampu memadukan realita kemajuan
teknologi yang berbasis pada sistem nilai lokal yang mengandung tata aturan,
nilai, norma, kaidah dan pranata -pranata sosial lainnya. Potensi - potensi Desa
berupa hak tanah (tanah bengkok, titi sari dan tanah - tanah khas Desa lainnya),
potensi penduduk, serta ekonomi dan dinamika sosial politik yang dinamis itu
menuntut kearifan dan profesionalisme dalam pengelolaan Desa menuju
optomalisasi pelayanan, pemberdayaan dan dinamisasi pembangunan masyarakat
14

Desa, Sutoro Eko (2005:15) menjelaskan bahwa: “Tujuan yang substansial dari
desentralisai dan otonomi Desa itu adalah:
a. Mendekatan perencanaan pembangunan ke masyarakat;
b. Memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan;
c. Menciptakan efisiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai denngan
kebutuhan lokal;
d. Mendongrak kesejahteraan perangkat Desa;
e. Menggairahkan ekonomi lokal dan penghidupan masyrakat Desa;
f. Memberikan kepercayaan, tanggung jawab dan tantangan bagi Desa untuk
membangitkan prakarsa dean potensi Desa;
g. Menepa kapasitas Desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan;
h. Membuka arena pembelajaran bagi pemerintah Desa, BPD dan masyarakat;
dan
i. Merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat lokal.
Esensi dan substansi rujukan tersebut diatas yaitu kesejahteraan masyarakat,
partisipasi aktif dan upaya membangun kepercayaan bersama yang dibingkai
dengan sinergitas antara pemerintah dengan yang diperintah. Upaya mengawal
tujuan desentralisasi dan otonomi Desa itu memerlukan komitmen politik dan
keberpihakan kepada Desa menuju kemandirian Desa, dan tuntutan kemandirian
Desa pada hakekatnya adalah terbentuknya daerah otonomi tingkat tiga yang
disebut Otonomi Desa.
2. Sumber-Sumber Pendapatan Desa
15

Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 71 Ayat (1)
menyatakan bahwa “Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa”, dan ayat (2) “Hak
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan,
belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 72 ayat (1) Udang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
menyatakan bahwa pendapatan Desa bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa
b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
d. Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota
e. Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten /Kota
f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan
g. Lain-lain Pendapatan Desa yang sah.
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 76 ayat (1) menyatakan: Aset
Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar hewan, tambatan perahu,
bagunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa,
mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainya milik Desa, ayat (2)
16

menyatakan: aset lainya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain :
a. Kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanjaa Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta
anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
b. Kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau sejenis;
c. Kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Hasil kerja sama Desa; dan
e.

Kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainya yang sah.

Ayat (3) menyatakan Kekayaan milik pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala
lokal Desa yang ada di Desa dapat di hibahkan kepemiliknya kepada Desa, ayat
(4) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah
Desa, ayat (5) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah
digunakan untuk fasilitas umum, dan ayat (6) menyatakan Bagunan milik Desa
harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara
tertib.

17

3. Tugas Dan Wewenang Penyelenggara Pemerintah Desa
1. Tugas dan Wewenang Pemerintah Desa (Kepala Desa)
a. Tugas
Secara eksplisit Pasal 26 ayat (1) mengatur empat tugas utama Kepala
Desa yaitu:
a) Menyelenggarakan pemerintahan desa,
b) Melaksanakan pembangunan desa,
c) Melaksanakan pembinaan masyarakat desa; dan,
d) Memberdayakan masyarakat desa.
b. Wewenang
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
b) Mengangkat dan memberhentikan Kepala Desa.
c) Memegang kekuasaaan pengelolaan keuangan dan aset desa.
d) Menetapkan peraturan desa.
e) Menetapkan anggaran dan pendapatan belanja desa.
f) Membina kehidupan masyarakat desa.
g) Membina ketentramana dan ketertiban masyarakat desa.
h) Membina

dan

meningkatkan

perekonimian

desa

serta

mengintegrasikannya agar mencapai skala produktif untuk sebesarbesarnya kemakmuran desa.
18

i) Mengembangkan sumber pendapatan desa.
j) Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
k) Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa.
l) Memanfaatkan teknologi tepatguna.
m) Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
n) Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
o) Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Tugas dan Wewenang BPD
a) membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaanPeraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa;
c) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;
d) membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa;
e) menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat;
f) memberi persetujuan pemberhentian/ pemberhentian sementara Perangkat
Desa;
g) menyusun tata tertib BPD;
19

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi / Menghambat Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Pemerintah Desa
a. Faktor Internal
Identifikasi dari faktor internal yang merupakan faktor penghambat
terhadap pengembangan pemerintah Desa karena SDMnya kurang terampil
seperti halnya penjelasan mengenai aspek sumber daya manusia. Sebagaimana
terlihat sumber daya manusia atau aparat yang bertugas pada Desa tersebut
secara kuantitas jumlah pegawai yang ada pada kantor Desa masih sangat
kurang jika dibandingkan dengan beban tugas yang ada. Sebagaimana terlihat
tugas ini tidak hanya menangani masalah pengawasan, pembinaan atau
kegiatan administrasi saja tetapi segala urusan yang berkaitan dengan
pengelolaan Desa, seperti tugas penataan pertamanan, kebersihan Desa,
keindahan Desa dan Iain-Iain.
Faktor prasarana kerja yang juga menjadi faktor penghambat efektifnya
pelaksanaan pengembangan Desa misalnya masih terbatasnya kendaraan
operasional yang dapat digunakan oleh petugas khususnya yang membawahi
bagian administrasi misalnya saja dalam mengantar surat penting di kantorkantor.
Faktor dana merupakan salah satu faktor penentu operasional Desa, baik
digunakan untuk kepentingan operasional kegiatan secara administratif
maupun untuk operasional tugas Desa. Penggunaan dana khususnya bagi
aparat meliputi tujuan antara lain untuk pemberian insentif, hal ini menjadi
20

penting sebagai alat motivasi supaya petugas dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan baik. Ketersediaan dana khususnya dana rutin (ADD)
yang dialokasikan bagi Kantor Desa masih minim jika dibandingkan beban
tugas yang ada. Salah satu faktor yang juga menghambat pemberdayaan
masyarakat di Desa adalah sikap pemerintah Desa yang terkadang lebih
memilih orang lain dalam setiap proyek seperti perbaikan jalan
b. Faktor Eksternal
Aspek yang bersifat eksternal dalam hal ini adalah faktor-faktor yang
bersumber dari luar Desa meliputi:
1. Partisipasi masyarakat mentaati aturan dalam Desa
Efektifnya aturan dalam badan pengelolaan Desa tersebut sangat
dipengaruhi

oleh kesadaran masyarakat

untuk memperoleh

atau

melaksanakan pembangunan. Namun hal tersebut yang kurang terlihat
adalah masyarakat di kawasan masih rendah partisipasinya dalam
membangun Desa. Sehingga hal ini kadangkala terjadi setelah mendapat
teguran dari aparat, hal itu bukan karena masyarakat tidak mau mengurus
Desa atau sengaja melanggar tetapi lebih banyak mereka tidak tahu
mengenai pengelolaan Desa. Hal itu tidak lain karena sosialisasi aturan ini
bagi masyarakat tersebut masih kurang.
a. Hubungan antar status
Secara umum dapat dikatakan bahwa status bergantung pada seberapa
besar seseorang memberikan sumbangannya bagi terciptanya tujuan
21

seseorang yang memberikan jasa terbesar cenderung berusaha
mendapatkan

status

yang tinggi.

Sebaliknya

seseorang

yang

memberikan jasa yang tidak begitu besar biasanya bersedia menerima
status yang lebih rendah. Susunan status dalam satu kelompok dalam
Desa selalu tampil dalam 2 wujud yaitu berupa status formal dan status
sosial. Status formal adalah berkaitan dengan jenjang atau hierarki
yang ada dalam Desa yang berkaitan langsung dengan rantai komando.
Status social tidak selalu berkaitan dengan status formal seseorang,
walaupun dapat saja seseorang yang mempunyai status formal yang
tinggi dapat pula mempunyai status sosial yang tinggi.
Yang dapat menundukkan seseorang dalam status adalah :
1) Kemampuan fisik, mental dan sosial berbeda yang biasanya timbul karena
perbedaan pendidikan, latihan dan pengalaman.
2) Tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan pekerjaan.
3) Tingkat pentingnya pekerjaan.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian dalam penelitian ini adalah di
Desa Numponi dan Desa Sanleo, Kecamatan Malaka Timur Kabupaten Malaka.

22

2. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang berdasarkan
kajian mengenai peranan pemerintah Desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Desa ditinjau dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
3. Aspek-Aspek Yang Diteliti
Dalam penelitian ini yang menjadi aspek penelitian meliputi:
a. Tugas dan wewenang Kepala Desa Numponi dan Kepala Desa Sanleo
Kecamatan Malaka Timur melakukan Pendataan, pengkajian dan mengatur
potensi-potensi yang ada di Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa.
b. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan tugas dan wewenang pemerintah
Desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa yang ada di Desa Numponi
dan Desa Sanleo Kecamatan Malaka Timur Kabupaten Malaka.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak terkait
dengan melakukan wawancara lansung di lokasi penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan
sumber dokumen hukum lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti yaitu terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yaitu Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
23

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
b. Bahan Hukum sekunder yaitu berbagai buku literatur karya ilimiah, jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini dan kamus Hukum.
c. Bahan Hukum tersier yaitu berbagai kamus umum Bahasa Indonesia,
website, situs-situs internet dan ensiklopedia lainnya yang terkait.
5. Populasi, Sampel, Responden
1. Populasi dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah Desa Numponi dan
Desa Sanleo, Kecamatan Malaka Timur Kabupaten Malaka.
2. Sampel dalam penelitian ini, yaitu bagian dari populasi yang dianggap
mewakili populasi.
3. Responden dalam penelitian ini adalah:
a. Kepala Desa Numponi dan Desa Sanleo

: 2 orang

b. Staf Pemerintah Desa Numponi dan Desa Sanleo

: 6 orang

c. Ketua BPD Desa Numponi dan Desa Sanleo

: 2 orang

d. Masyarakat di Desa Numponi dan Desa Sanleo

: 12 orang

Jumlah

: 22 orang

24

6. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka dipakai
beberapa teknik pengumpulan data yaitu:
a. Wawancara, dimana peneliti secara langsung bertemu dan mewawancarai
pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti;
b. Kuesioner, peneliti memberikan sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan berkaitan dengan
masalah yang diteliti;
c. Studi kepustakaan atau dokumen yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2. Teknik Pengolahan Data
a. Editing, yaitu dilakukan dengan cara memeriksa dan menyaliminasi segala
informasi data baik yang berkaitan denga permasalahan yang diteliti dan
yang tidak berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sesuai dengan
keterangannya masing-masing;
b. Coding, yaitu memberi tanda atau kode dari data yang telah dikumpulkan;
c. Tabulasi, yaitu menyusun data ke dalam tabel yang telah dikordinasi ke
dalam tabel distribusi frekuensi;
d. Verivikasi, yaitu dilakukan dengan cara mengecek kembali ketepatan data
yang telah ditabulasi sehingga tidak menimbulkan dalam analisis data
selanjutnya;
25

7. Teknik Analisis Data
Semua data yang telah diolah, dianalisis secara yuridis deskriptif kualitatif
dengan menggunakan teknik interprestasi dan kontruksi hukum sesuai dengan
realitas, teori, asas dan kaidah hukum yang terkait dengan penelitian ini.

26

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku:
Admosudirjo, Prajudi. 2002. Hukum Atministrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia
Basri, Alamudin. 1982. Administrasi Pembangunan Untuk Pembangunan Desa.
Bekasi: PT. Raja Grafindo Persada
Beratha, I Nyoman. 1992. Desa, masyarakat
Ghalia Indonesia

Desa dan Pembangunan. Jakarta:

Cholid Narbuko, Abu Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Didik Sukriano, M. syaiful Aris, Umbu Periang. Otonomi Desa dan Kesejahteraan
Rakyat.
Hanif, Nurcolis. 2009. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. Yogyakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia
Harimurti Kridaklaksana. 1977. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
In’amul mushoffa. 2014. Otonomi Desa dan Kesejahteraan Rakyat. Malang
Juliantara, Dadang. 2003. Pembaharuan Desa Bertumpu Pada Angka Terbawah.
Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Kaloh J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: Rhineka Cipta
Moekijat. Alumni. 1989. Menagemen Kepegawain. Bandung: Alumni
Ndraha, Talisinduhu. 1991. Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa. Jakarta: Bumi Aksara
Prijono, 2008. Menajemen Sumber Daya Manusia. Sidoarjo: Zifatma Publisher
Soepriharto, john. 2001. Penilaiankinerja Dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
27

Siswanto, Sunarno. 2005. Hukum pemerintah daerah. Jakarta: Sinar Grafika
Sutardjo Kartohadikusumo. 1988. Pemerintah Desa. Jakarta
Sutoro Eko, Candra coret. 2005. Desa membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum
Pembangunan Pembaharuan Desa
Umbu Periang. 2014. Otonomi Desa dan Kesejahteraan Rakyat. Malang: Insrants
Institute Malang
Widjaja, HAW. 2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat dan Utuh.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada
……………….. 2003. Titik Berat Otonomi Daerah: PT. Raja Grafindo Prasada
B. Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5539)

28

C. Sumber-sumber Internet:
http://.id.shovoong.com/writing-speking/presentating-pengertian-pengertian
pengolahan
www.acamedia.edu/kajian-undang-undang-Desa
www.hukum

online.com/klinik/kedudukan/Desa

Ketatanegaraan Indonesia.

29

dan

Kepala

Desa

Dalam