ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN S

Makalah Keperawatan Dewasa III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN
STRES

Disusun oleh:
Kelompok HG 1
Abdul Aziz Wahyudin

1506690132

Kamelia Syani

1506732305

Muhammad Abdul Aziz 1506689774
Naadiyah Fauziyyah

1506690113

Shafa Dwi Andzani


1506690063

Siti Nurul Jannah

1506690100

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
mengenai asuhan keperawatan pada klien gangguan stres.
Makalah ini dibuat dengan berdasarkan literatur atau studi keperpustakaan
serta dari berbagai pengalaman dan juga pengamatan kami sebagai penyusun
makalah. Selain itu juga, kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Widya Lolita
S.Kep, M.Kep yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Depok, 18 Oktober 2016
Penyusun

(Kelompok Home Group 1)

ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................... 2

1.4. Metode Penulisan........................................................................................ 2
1.5. Sistematika Penulisan................................................................................. 2
BAB II ISI
2.1. Pengertian dan Sumber Stres…………………………….......................... 3
2.2. Jenis-Jenis Stres……………….................................................................. 4
2.3. Indikator Stres..………………................................................................... 6
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres……………............................... 9
2.5. Respon Fisiologis dan Manajemen Stres pada Manusia............................. 10
2.6. Model Teoritical Stres................................................................................. 15
2.7. Trend dan Isu terkait Psikofarmakologi...................................................... 16
2.8. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) ............................................................ 29
2.9. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) .................................................... 34
2.10. Konsep Koping........................................................................................... 38
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan................................................................................................. 44
3.2. Saran........................................................................................................... 45
Daftar Pustaka................................................................................................... 46

iii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejatinya manusia hidup di dunia ini pasti akan mengalami sebuah
masalah, dan masalah itulah yang harus manusia hadapi dan selesaikan. Seseorang
yang dikatakan stres jika mereka tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut
bahkan hanya menghindarinya. Pada dasarnya stres bukan hanya dapat
menyebabkan penyakit, melainkan dapat terjadi setelah seseorang mengidap
penyakit. Penyakit atau kelainan yang timbul akibat stres ini dapat diselesaikan
jika stres tersebut dapat ditangani melalui koping yang baik dan positif selain itu
bermacam obat pun juga dapat membantu mengurangi stres.
Dalam hal ini, seorang perawat harus memiliki dasar pengetahuan
mengenai apa itu stres, anatomi dan fisiologinya, serta apa itu koping dan jenis
obat apa saja yang dapat menyembuhkan stres. Penyelesaian masalah
membutuhkan koping yang bekerja secara bertahap melalui berbagai sumber, baik
dari segi keadaan keuangan, spiritual, bahkan dari lingkungan sosial.
Koping merupakan mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima, karena koping adalah cara alami atau
proses pembelajaran dalam menanggapi perubahan lingkungan, masalah tertentu
atau situasi. Pengetahuan ini penting bagi klien ataupun perawat, namun alangkah

baiknya sebelum seorang perawat melakukan tindakan keperawatannya terkait
stres ini, perawat harus dapat mengatasi stresnya sendiri terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Jelaskan pengertian dan sumber Stress?

1.2.2

Apa saja jenis-Jenis Stress?

1.2.3

Apa saja indikator Stress?

1.2.4

Apa saja faktor-faktor yang mnempengaruhi Stress?

1.2.5


Bagaimana respon fisiologis dan Manajemen Stress pada Manusia?

1.2.6

Apa yang dimaksud dengan model Teoritical Stress?

1.2.7

Apa yang dimaksud dengan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1

1.2.8

Bagaimana penatalaksanaan terkait trend dan isu terkait psikofarmakologi

1.2.9

Bagaimana konsep Post Traumatic Stress Disorder?


1.2.10 Bagaimana konsep Koping?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Mengetahui konsep stres berdasarkan pengertian, sumber, anatomi dan
fisiologis respons stres manusia, indikator, dan jenis.

1.3.2

Mengetahui model teoritikal stres: General Adaptive Syndrome (GAS) dan
Local Adaptive Syndrome (LAS).

1.3.3

Mengetahui beberapa penyakit yang berhubungan dengan stres dan organ
tubuh yang diserang.

1.3.4


Mengetahui prinsip penatalaksanaan terkait trend dan isu terkait
psikofarmakologi

1.3.5

Mengetahui prinsip penatalaksanaan terapi aktivitas kelompok.

1.3.6

Mengetahui konsep Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

1.3.7

Mengetahui konsep koping, metode, strategi, sumber, mekanisme serta
aspek

sosial-budaya

yang


mempengaruhi

koping

dan

diagnosa

keperawatan terkait adaptasi

1.4 Metode Penulisan
Penulis menggunakan

metode

studi

literatur

(kepustakaan)


untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan. Sumber kepustakaan yang digunakan
oleh penulis berupa buku, jurnal dan artikel dari internet yang berhubungan
dengan konsep stress, konsep koping dan konsep Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD).

1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi makalah ini menjadi tiga bab.
Pada bagian pertama terdapat pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bagian kedua berisi pembahasan dan tinjauan pusataka. Bagian ketiga terdiri dari
kesimpulan dan saran.

2

BAB II
ISI
2.1


Pengertian dan Sumber Stress
Stres menurut Berman, Snyder, dan Frandsen (2016) adalah perubahan
kondisi keseimbangan yang dialami individu. Sedangkan menurut DeLaune dan
Ladner (2011) stres merupakan reaksi psikologis tubuh terhadap stimulus/
stressor yang menimbulkan perubahan. Stressor adalah segala kejadian yang
menyebabkan seorang individu mengalami stress. Dengan begitu, stres melibatkan
persepsi diri atas stimulus yang kita terima sedangkan persepsi adalah cara
seorang individu menginterpretasikan dampak sebuah stressor pada dirinya atau
pada apa yang terjadi dan apa yang bisa ia lakukan (Potter, Perry, Stockert, &
Hall, 2013).
Stress yang dialami seseorang merupakan wujud konsekuensi kehidupan
sehari-hari yang merangsang proses berpikir sehingga membantunya untuk tetap
waspada terhadap lingkungan. Hal tersebut menjadi landasan dalam pertumbuhan
kepribadian seseorang. Reaksi orang-orang terhadap stres akan bergantung pada
cara pandang dan hasil evaluasi dampak dari stressor tersebut, efeknya terhadap
situasi dan support pada saat terjadinya stres, dan mekanisme koping yang biasa
dilakukan. Jika stres terjadi dan mekanisme koping yang biasa dilakukan tidak
dapat menanganinya, orang tersebut akan kehilangan keseimbangan emosional
dan terjadilah krisis. Lain halnya dengan stres, jika gejala tersebut terus ada
hingga melampaui durasi dari stressor, orang tersebut mengalami trauma (Potter,
Perry, Stockert, & Hall, 2013).
Berman, Snyder, dan Frandsen (2016) mejelaskan secara singkat mengenai
sumber stres, stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, misalnya,
infeksi. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang, misalnya, pindah ke
kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan pekerjaan. Stressor
developmental terjadi pada waktu yang dapat diprediksi sepanjang kehidupan
seseorang Ssedangkan stres situasional tidak terduga yang dapat terjadi kapan
saja sepanjang kehidupan.

3

Menurut DeLaune dan Ladner (2011),
stres bersumber dari 5 aspek yaitu : Stres
fisiologis terjadi akibat perubahan yang terjadi
pada organ atau kelenjar tubuh karena hal
tertentu, stres psikologis melibatkan emosional
seseorang seperti kekhawatiran, rasa takut,
marah, dan bahagia, stres kognitif adalah stres
yang timbul sebagai hasil pembelajaran atau
pemikiran atas suatu hal, stres lingkungan
terjadi karena kondisi fisik lingkungan, dan
stres sosial-budaya terjadi akibat perubahan
Bagan 1 Contoh stressor
developmental

pola hubungan sosial.
2.2

Jenis-Jenis Stress

Selye (dalam Potter & Perry, 2013) mengemukakan teorinya mengenai
jenis-jenis stres yang dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Eustres
Merupakan jenis stres berenergi positif (energi motivasi yang dapat berupa
kesenangan, pengharapan dan gerakan yang terarah) sehingga sifatnya
melindungi kesehatan (Varcarolis, et al, 2006 dalam Potter & Perry, 2013).
Stres jenis ini berjangka pendek dan memberikan kekuatan terhadap individu
yang mengalaminya. Eustres merupakan stres yang bersifat menantang akan
tetapi masih dapat dikendalikan oleh diri sendiri. Sebenarnya stres tidak hanya
mengacu pada hal-hal yang menyebabkan gangguan dalam keseimbangan diri
seseorang. Stres jenis eustres mampu meningkatkan antuisme, kreativitas,
motivasi, serta keaktifan seseorang. Singkatnya saat individu mengalami stres
jenis ini, individu tersebut akan memandang kejadian, stimulus, atau stresor
tersebut sebagai situasi yang menantang namun memiliki sisi menyenangkan
bagi dirinya.
b. Distres
Merupakan jenis stres yang bersifat merusak, tidak menguntungkan, serta
merupakan interpretasi negatif dari suatu peristiwa yang dialami. Intepretasi
tersebut berupa rasa ketakutan, rasa marah, atau bahkan keduanya (Seaward,

4

2012). Distres dipandang atau dirasa terlalu berat dan sulit untuk diatasi bagi
individu yang mengalaminya (Saparinah, 2010). Individu yang mengalami
distres merasa bingung bahkan tidak memilki keinginan atau harapan untuk
mengatasi stres atau masalah yang dimilikinya. Individu yang mengalami
distres menggangap dirinya sudah terperangkap didalam masalah tersebut
sehingga merasa sudah tidak dapat meninggalkan atau keluar situasi stres yang
dialami, bahkan merasa tidak berdaya dan frustrasi. Terdapat dua macam
distres yaitu:
1. Stres Kronis
Stres kronik merupakan stres yang stresornya tidak terlalu kuat akan tetapi
terjadi dalam waktu yang bertahan hingga berhari-hari, berminggu-minggu
bahkan berbulan-bulan atau dapat dikatakan stres yang berlangsung lama.
Stres kronik inilah yang bersifat destruktif. (Sunaryo, 2004). Contoh:
Individu dengan tanggung jawab keluarga di rumah dan bekerja penuh
diluar rumah.
2. Stres Akut
Stres ini merupakan stres yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat
dengan tekanan yang kuat atau dapat digolongkan sebagai stres yang
sering muncul dan dapat hilang dengan cepat (Sunaryo, 2004). Contoh,
tekanan menghadapi ujian nasional, deadline pekerjaan, dll.
Sedangkan menurut Sunaryo (2004) stres dibagi menjadi dua ditinjau dari
tipe kepribadian yang mengacu pada rentan tidaknya seseorang mengalami stres,
di antaranya yaitu:
1. Jenis yang rentan (vulnerable)
Individu dengan jenis stres ini, merupakan individu dengan resiko tinggi
mengalami stres.
2. Jenis yang kebal (immune)
Individu dengan jenis stres ini, merupakan individu yang kebal terhadap
stres.
Dalam buku Psikologi untuk Keperawatan (Sunaryo, 2004), terdapat
penggolong stres yang dilihat dari penyebab terjadinya stres itu sendiri.
Pembagiannya sebagai berikut :

5

a. Stres Fisik, merupakan stres yang disebabkan oleh hal-hal yang dirasakan
oleh indra seseorang. Contoh: suhu atau temperature yang terlalu tinggi
atau rendah, suara bising, sinar yang terlalu terang atau bisa juga karena
tersengat arus listrik.
b. Stres Kimiawi, biasanya disebabkan oleh benda-benda kimia yang masuk
atau berada di dalam tubuh individu.Contoh: asam atau basa yang terlalu
kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon atau gas.
c. Stres Mikrobiologik, merupakan stres yang disebabkan oleh keberadaan
organisme-organisme yang memicu timbulnya penyakit bagi individu.
Contoh: virus, bakteri, ataupn parasite yang menimbulkan penyakit.
d. Stres Fisiologik, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan yang
nantinya menggagu fungsi dari bagian atau keseluruhan tubuh individu.
Contoh: stres pada struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga
menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
e. Stres Proses pertumbuhan dan perkembangan, biasanya disebabkan
karena gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga
tua. Contoh: kegagalan melalui tugas tahap perkembangan, atau kegagalan
menemukan identitas, dll.
f. Stres

psikis/emosional,

disebabkan

oleh

gangguan

hubungan

interpersonal, sosial, budaya atau keagamaan. Contoh: stres akibat
permasalahan percintaan, keluarga, pendidikan, dll (yang berhubungan
dengan

hubungan

individo

kepada

seseorang,

kelompok,

atau

kepercayaannya).
2.3

Indikator Stress
Menurut Kozier (2015) terdapat tiga indikator dalam stres seorang
individu, yaitu :.
a. Indikator fisiologis
Respon tubuh seseorang ketika menghadapi sesuatu yang berat dapat
bersifat adapftif yaitu mampu mempertahankan homeostasis dengan baik dan
maladaptive yaitu respon yang tidak dapat dikendalikan. Respon stress sangat
bergantung pada presepsi individu terhadap sesuatu tanda fisiologis dan gejala

6

stress merupakan hasil dari aktivasi sistem simpatik dan neuroendokrin tubuh
(Kozier,2015). Contoh manifestasi stress secara fisiologis (DeLaunne ,2011):
Sistem kardiovasikular dan
pernapasan
Neurological effects
Gastrointestinal effects
Genitourinary effects
Musculoskeletal effects
Endocrine effects

1. Peningkatan denyut nadi
2. Peningkatan tekana darah
3. Pernapasan pendek dan cepat
1. Pusing
2. Sakit kepala
3. Dilatasi pupil
1. Mual
2. Nafsu makan berubah- ubah
3. Diare atau sembelit
Poliuria (sering buang air kecil)
1. Tegang otot
2. Berkedut
Peningkatan kadar glukosa darah dan kortisol.

b. Indikator psikologis
Menifestasi stress dalam indikator psikologis antara lain kecemasan
(anxiety), takut, marah, depresi dan mekanisme ego yang tidak disadari
(Kozier,2015). Contoh manifestasi stres di dalam indikator psikologis
(DeLaunne ,2011): iritabilitas, perasaan sangat sensitive, sedih, depresi, dan
merasa dipojokan.
1. Anxiety (kecemasan) adalah keadaan dimana terjadi kondisi gelisah, takut,
atau putus asa terhadap ancaman yang datang atau ancaman yang tidak
dapat diantisipasi oleh diri sendiri (Kozier,2015). Menurut (Kozier,2015)
anxiety dapat di manifestasikan kedalam empat level :
a) Mild anxiety (kecemasan ringan), peningkatan presepsi, pembelajaran
dan kemampuan produktif. Contohnya kecemasan ringan yaitu
perasaan gelisah ringan yang ingin lebih ingin mengetahui sesuatu
dengan mencari informasi dan mengajukan pertanyaan.
b) Moderate anxiety, keadaan dimana individu mengungkapkan perasaan
tegang, gugup, atau kekhawatiran.
c) Severe anxiety (kecemasan berat), individu tidak dapat fokus dengan
apa yang terjadi, berfokus hanya pada sesuatu yang spesifik dari suatu
situasi yang akan menghasilkan kecemasan.

7

d) Panik, tingkat yang paling tinggi yang menyebabkan individu
kehilangan kontrol
2. Takut merupakan rasa khawatir yang muncul akibat presepsi bahaya nyeri,
atau ancaman yang akan terjadi atau Nampak (Kozier, 2015).
3. Depresi merupakan reaksi umum terhadap kejadian yang tampak kacau
dan negatif (Kozier, 2015).
4. Mekanisme pertahanan ego yang tidak disadari atau disebut mekanisme
adaptif psikologik menurut pernyataan Sigmund (1946) dalam Kozier
(2015) merupakan mekanisme mental yang berkembang saat personalitas
berupaya mempertahankan diri, menciptakan gangguan terhadap implus
yang bertentangan, dan meredakan ketegangan di dalam diri. Pertahanan
ego juga merupakan kerja tidak sadar untuk melindungi seseorang dari
kecemasan.
c. Indikator kognitif
Indikator kognitif stress adalah renspon berpikir yang mencakup
penyelesaian masalh, penstukturan, kontrol diri/ disiplin diri, supresi, dan
fantasi (Kozier,2015). Contoh manifestasi stres di dalam indikator kognitif
(DeLaunne ,2011) : gangguan memori, kebingungan, dan gangguan penilaian
dan membuat keputusan.
1. Penyelesaian masalah yaitu berpikir melalui situasi yang mengancam, dan
menggunakan langkah spesifik untuk mencapai solusi (Kozier,2015).
2. Penstrukturan yaitu perencanaan supaya peristiwa yang mengancam tidak
terjadi (Kozier,2015).
3. Kontrol diri adalah menampilkan perilaku dan ekspresi wajah yang
menggambarkan rasa dapat mengontrol (Kozier,2015).
4. Supresi adalah menempatkan pikiran atau perasaan di luar ingatan secara
disadari dan disengaja (Kozier,2015).
5. Fantasi atau berkhayal merupakan keinginan yang tidak tercapai
dibayangkan tercapai, atau pengalaman yang mengancam dibayangkan
terulang kembali sehingga akhirnya berbeda dengan peristiwa nyata
(Kozier,2015).

8

Contoh lain dari manifestasi menurut Delaune (2011) :
Tipe Stressor
Behavioral (perilaku)

Spiritual (rohani)

2.4

Contoh
Sering mondar- mandir
Telapak tangan berkeringat
Berbicara cepat
Insomnia
Reflex kaget yang berlebihan
Keterasingan
Isolasi sosial
Perasaan kekosongan

1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stress
Menurut Atkinson & Hilgard (1996), tingkat stres tergantung pada
sejumlah faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu:
a. Kemampuan menerka, kemampuan menerka timbulnya kejadian stres,
walaupun yang bersangkutan tidak dapat mengontrolnya, biasanya akan
mengurangi kerasnya stres.
b. Kontrol atas jangka waktu, kemampuan seseorang mengendalikan jangka
waktu kejadian yang penuh stres akan mengurangi kerasnya stres.
c. Evaluasi kognitif, kejadian stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda
oleh dua individu yang berbeda, tergantung pada situasi apa yang berarti pada
seseorang.
d. Perasaan mampu, kepercayaan seseorang atas kemampuannya menanggulangi
stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya stres.
e. Dukungan masyarakat, dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain
dapat membuat seseorang sanggup bertahan dalam menghadapi stres.
Setiap individu juga akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
a. Kemampuan individu mempersepsikan stresor, jika stresor dipersepsikan akan
berakibat buruk bagi individu tersebut, maka tingkat stres yang dirasakan akan
semakin berat. Sebaliknya, jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan
individu tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan
akan lebih ringan.

9

b. Intensitas terhadap stimulus, jika intensitas serangan stres terhadap individu
tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut
mungkin tidak akan mampu mengadaptasinya.
c. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama, jika pada waktu
yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi, stresor yang
kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan.
d. Lamanya pemaparan stresor, memanjangnya lama pemaparan stresor dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan individu dalam mengatasi stres.
e. Pengalaman masa lalu, pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi
kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama.
f. Tingkat perkembangan, pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah
dan intensitas stresor yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada
tingkat perkembangan akan berbeda.
Penilaian individu terhadap sesuatu yang dianggap sebagai sumber stres
dipengaruhi oleh dua faktor (Seaward, 2014), yaitu:
a. Faktor individu, meliputi intelektual, motivasi dan karakter kepribadian.
b. Faktor situasi, meliputi besar kecilnya tuntutan keadaan yang dilihat sebagai
stres.
Terdapat beberapa dampak stres yang telah dirangkum di tabel berikut ini:
Sindorm Mental dan Emosional

Gejala-Gejala Fisik

Sikap negatif

Ketegangan/nyeri otot

Kekhawatiran

Kekejangan otot

Pikiran-pikiran yang terobsesi

Sakit kepala

Ketakutan/fobia

Migrain

Kesedihan

Kekakuan rahang

Peka/mudah tersinggung

Menggertak-gertakkan gigi

Kemarahan/ingin meledak

Letih/kelelahan

Keragu-raguan

Gemetar

Insomnia

Jantung berdebar-debar

Mimpi buruk

Tekanan darah tinggi

Depresi

Napas pendek/memburu

10

Bunuh diri
2.5

Kecenderungan mencelakakan diri sendiri

Respon Fisiologis dan Manajemen Stress pada Manusia
Menurut Selye dalam (Kozier, 2010) stres didefinisikan sebagai respon
nonspesifik tubuh terhadap suatu tuntutan yang ditimbulkannya. Respon stres ini
ditandai pola kejadian fisiologis yang disebut sindrom adaptasi umum (GAS) atau
sindrom stres. Respon tubuh terhadap sindrom ini berupa pelepasan hormon
adaptif tertentu dan perubahan pada struktur dan komposisi kimia tubuh. Organ
tubuh yang dipengaruhi yaitu saluran pencernaan, kelenjar adrenal dan struktur
limfatik. GAS dirangsang secara tidak langsung oleh kejadian fisik atau kejadian
fisiologis (Lazarus, 1999) dalam (Potter & Perry, 2010).
GAS melibatkan beberapa sistem tubuh terutama sistem saraf otonom dan
sistem endokrin serta respon cepat apabila tubuh mendapat trauma, maka kelenjar
pituitari merangsang hipotalamus menyekresikan endorfin untuk menghasilkan
perasaan damai dan mengurangi nyeri (Lazarnus, 1999, dalam Potter & Perry,
2010). Selain beradaptasi secara umum, tubuh juga bereaksi secara lokal yang
disebut sindrom adaptasi lokal (LAS), misalnya radang.
2.5.1

General Adaptation Syndrome (GAS) menurut Hidayat (2012)
Menurut Selye (1976) dalam (Kozier, 2010), baik GAS maupun
LAS mempunyai tiga tahap, yaitu :
1. Reaksi alarm
Merupakan tahap awal proses adaptasi, di mana individu siap
mengahadapi stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini diawali
dengan kesiagaan yang ditandai dengan perubahan fisiologis pengeluaran
hormon oleh hipotalamus, yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal
mengeluarkan adrenalin, yang selanjutnya memacu denyut jantung dan
menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal. Kemudian,
hipotalamus melepaskan hormone ACTH (hormone adrenokortikotropik)
yang dapat merangasng adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yag akan
mempengaruhi berbagai fungsi tubuh sehingga terjadi peningkatan volume
darah, kadar glukosa, epinefrin dan norepinefrin, denyut jantung, aliran
darah ke otot, oksigen, dan kesadaran mental. Selain itu pupil berdilatasi

11

sehingga menghasilkan lapang pandang terluas. Aktivitas hormonal yang
ekstensif tersebut mempersiapkan seseorang untuk “fight-or-flight”.
2. Tahap resistensi
Tahap ini terjadi saat tubuh mulai beradaptasi atau berusaha
menghadapi stresor. Tubuh mempertahankan dan merespon reaksi
peringatan dengan cara berlawanan. Kadar hormon, denyut jantung,
tekanan darah, dan curah jantung kembali normal, dan tubuh melakukan
perbaikan terhadap segala kerusakan. Namun, jika stresor tidak hilang,
maka akan memasuki tahap ketiga.
3. Tahap kelelahan
Tahap ini terjadi saat adaptasi yang dilakukan tubuh pada tahap kedua
tidak adaptif. Apabila stresor belum dapat diatasi, maka efek stres dapat
menyebar ke bagian tubuh lain. Hasil akhir dari tahap ini tubuh bisa
kembali normal ke kondisi semula atau dapat menyebabkan kematian.
Semua ini bergantung kepada sumber energi adaptif individu, keparahan
stresor, dan sumber adaptif eksternal.
Stresor menstimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi
hipotalamus, hipotalamus melepaskaan kortikotropin (ACTH). Selama
masa stres, medulla adrenal menyekresi epinefrin dan norepinefrin sebagai
respon stimulasi simpatetik. Respon tubuhnya berupa:
a) Peningkatan kontraktibilitas miokardial, sehingga curah jantung dan aliran
darah meningkat untuk mengaktifkan otot.
b) Dilatasi bronki sehingga asupan oksigen meningkat.
c) Peningkatan pembekuan darah.
d) Peningkatan metabolism seluler.
e) Peningkatan metabolism lemak untuk menyediakan oksigen dan sintesis
senyawa lain.
Gejala-gejala stres yang timbul dapat berupa kelelahan, sakit kepala,
ketegangan otot, berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur, perasaan tidak
dapat bernapas atau sesak, mual-mual (merasa sakit) atau nyeri di perut, nafsu
makan kurang, nyeri yang tidak jelas, misalnya pada lengan, tungkai, atau dada,
dan gangguan siklus menstruasi.

12

Respon fisiologis terhadap stres juga dapat melibatkan sistem imun.
Sistem imun ini dibedakan menjadi sistem imun diri dan non-diri. Apabila sistem
imun salah menginterpretasikan antigen dan responnya terlalu kuat dapat
menyebabkan penyakit autoimun (Stuart & Sundeen, 2013). Stres berkepanjangan
menyebabkan berbagai penyakit karena peningkatan tingkat kekuatan hormon
yang mengubah proses dalam tubuh, koping tidak sehat, mengabaikan gejala
penyakit (Monat, Lazarus, & Reevy, 2007 dalam Potter & Perry, 2010).
2.5.2

Local Adaptation Syndrom (LAS) menurut Hidayat (2012)
Tubuh menghasilkan banyak respons lokal terhadap stres. Respons
lokal ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi
mata terhadap cahaya, dan lain-lain. Respon adaptasi lokal berjangka
pendek, tidak terus menerus dan bersifat restoratif. Karakteristik dari LAS
yaitu :
1. Respon inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi dan terjadi
hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat
dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon
inflamasi dibagi kedalam 3 fase:
a) Fase pertama, terjadi perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai
dengan penyempitan pembuluh darah ditempat cedera dan secara
bersamaan teraktifasinya kinin,histamin, sel darah putih. Kinin
berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein,
leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera
tersebut.
b) Fase kedua, terjadinya pelepasan eksudat.
c) Fase ketiga, terjadi regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan
parut.
2. Respon refleks nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi
tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika
bersentuhan dengan benda tajam.

2.5.3

Manajemen Stres

13

Manajemen stres merupakan upaya mengelola stres dengan baik, yang
bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang
paling berat. Menurut Hidayat (2012) ada beberapa cara manajemen stres yang
dapat dilakukan adalah:
a. Mengatur diet dan nutrisi, cara ini merupakan cara yang efektif dalam
mengurangi atau mengatasi stres. Iini dapat dilakukan dengan cara
mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang teratur.
Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul rasa kebosanan.
b. Istirahat dan tidur, cara ini merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres
karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan
kebugaran. Tidur yang cukup dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.
c. Olahraga teratur, cara ini merupakan salah satu cara yang dapat meningkatkan
daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental.
d. Berhenti merokok, cara ini akan meningkatkan status kesehatan dan menjaga
ketahanan serta kekebalan tubuh
e. Menghindari minuman keras, minuman keras merupakan faktor pencetus yang
dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan menghindari minuman keras,
individu dapat terhindar dari berbagai macam penyakit.
f. Mengatur waktu, pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam
mengurangi dan menaggulangi stres. Dengan mengukur waktu sebaikbaiknya, pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik akan terhindari.
Individu harus menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
g. Terapi psikofarmaka, terapi ini menggunakan obat-obatan dalam mengatasi
stres yang dialami melalui pemutusan jaringan antara psiko, neuro, dan
imunologi sehingga stresor tidak akan memengaruhi kognitif, afektif, dan
psikomotor. Obat yang biasa digunakan adalah obat anticemas dan
antidepresan.
h. Terapi somatik, terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan
akibat stres agar tidak menimbulkan ganggua pada system tubuh yang lain.
Contohnya, jika seseorang mengalami diare akibat stres, maka terapinya
adalah dengan mengobati diarenya.

14

i. Psikoterapi, teknik ini menggunakan tekni psiko yang disesuaikan dengan
kebutuhan seseorang. Terapi ini meliputi psikoterapi suportif (motivasi),
psikoterapi

reedukatif

(Pendidikan

ulang),

dan

psikoterapi

kognitif

(kemampuan berpikir rasional).
j. Terapi psikoreligius, terapi ini menggunakan pendekatan agama dalam
mengatasi permasalahan psikologis. Hal ini dilakukan karena individu harus
sehat secara fisik, psikis, social, dan spiritual.
Manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi
koping yang berfokus pada emosi dan strategi koping yang berfokus pada
masalah. Koping yang berfokus pada emosi dilakukan antara lain dengan cara
mengatur respons emosional terhadap stres melalui pengendalian diri atau berpikir
positif. Sedangkan koping yang berfokus pada masalah dilakukan dengan cara
mempelajari cara untuk mengatasi masalah seperti manajemen waktu dan cara
menetapkan prioritas pekerjaan (Hidayat, 2012).
2.6

Model Teoritical Stress
Model teoritical strees ini bermanfaat bagi perawat agar dapat menganalisis
stressor klien pada situasi tertentu sehingga dapat memprediksi respon klien
terhadap stressor tersebut. Selain itu, akan membuat perawat mampu membantu
klien untuk menguatkan koping respon kesehatannya dan beradaptasi saat tidak
sehat dan tidak produktif. Menurut (Kozier, 2015), model teoritical stress dibagi
menjadi empat jenis, yaitu:
1. Model berbasis stimulus, dimana stres merupakan sesuatu yang dihadapi
seseorang seperti stimulus, peristiwa yang terjadi selama hidup atau situasi
yang dapat membuat seseorang bereaksi secara fisiologik dan atau psikologik
yang membuat kerentanan terhadap penyakit semakin meningkat. Dalam
model ini terdapat skala numerik yang digunakan untuk mendokumentasikan
pengalaman klien yang baru seperti perceraian, kehamilan dan pension.
2. Model berbasis respons. Menurut Selye (1976) dalam Kozier (2015)
mendeskripsikan stress sebagai suatu respon non spesifik tubuh terhadap
setiap tuntutan yang ditimbulkannya. Respon dalam model ini dibagi menjadi

15

dua jenis yaitu General Adaptive Syndrome (GAS) dan Local Adaptive
Syndrome (LAS).
3. Model berbasis transaksi, dimana menekankan respons kognitif, afektif dan
adaptif timbul karena transaksi individu dengan lingkungan. Contoh respon
dalam model ini adalah penilaian kognitif dan koping klien serta memandang
stressor sebagai respon yang sesuai dengan persepsi klien itu sendiri yang
berakar pada proses psikologis dan kognitif.
4. Model berbasis interaksional, merupakan gabungan antara model berbasis
respon dengan model berbasis stimulus. Gabungan dua model tersebut dapat
diukur ketika dua kondisi bertemu yaitu ketika individu menerima ancaman
akan motif dan kebutuhan penting milik klien dan ketika individu tidak
mampu meng-coping stressor.
2.7

Trend dan Isu terkait Psikofarmakologi

2.7.1 Penyakit Fisiologis terkait Stress
Tekanan stres yang besar akan menimbulkan gejala-gejala patologis, seperti
sakit kepala, mudah marah, dan tidak bisa tidur. Gejala ini merupakan bentuk dari
reaksi non-spesifik pertahanan diri. Hal tersebut akan merangsang kelenjar anak
ginjal (corfex) untuk mensekresi hormon adrenalin dan memacu meningkatnya
denyut jantung, kemudian tekanan darah naik dan aliran darah ke otak, paru-paru,
jantung, dan otot perifer meningkat (Hartono, 2011). Jika stres ini terjadi terus
menerus maka akan menimbulkan penyakit fisiologis yang dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Penyakit Kardiovaskular
Stres dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit jantug koroner.
Teori mengenai patogenesis jantung koroner mencari korelasi antara diet
tinggi-lemak, situasi kehidupan penuh dengan stres, dan perkembangan
penyakit. Orang yang hiperkolesterolemia mempunyai resiko lebih tinggi
menderita penyakit jantung aterosklerotik daripada orang dengan kadar
normal. Selama stress, kadar kolesterol serum meningkat sehingga memicu
penyakit jantung koroner. Selain itu, stress dapat meningkatkan tekanan darah
yang kemudian menjadi penyakit hipertensi (Tambayong, 2008).

16

b. Defisiensi imun
Situasi stress mengakibatkan penurunan respon imun yang disebabkan
peningkatan sekresi glukokortikoid oleh korteks adrenal. Penurunan imunitas
akibat stress sering tampak pada pasien kanker, dimana tidak jarang pasien
kanker yang dikatakan sudah sembuh, kambuh lagi karena mengalami stress
akut, seperti kematian kerabat dekat (Tambayong, 2008).
c. Penyakit pencernaan
Iskemik mukosa lambung dan sekresi asam lambung merupakan dampak dari
stres. Selain itu, stress juga dapat menjadi penyebab konstipasi, diare, dan
colitis ulserativa. Pengaruh stress pada tubuh bersifat perorangan, tergantung
pada kepribadian orang tersebut (Tambayong, 2008).
d. Kanker
Stressor secara spesifik dapat dihubungkan dengan kanker. Hubungan antara
stress dan kanker dilihat dari depresi respon imunologis oleh stress yang
memungkinkan timbulnya kanker. Stress juga dipandang sebagai faktor yang
memiliki faktor dua kali lipat pada keganasan, dimana stress dapat
meningkatkan produksi sel abnormal dan menurunkan kemampuan tubuh
untuk merusak sel-sel ini (Tambayong, 2008).
e. Kondisi lain
Kulit merupakan organ yang menjadi sasaran ketika stres datang. Ketika stres
terjadi, pembuluh darah konstriksi dan aliran darah perifer menurun. Sistem
muskuloskeletal pun menunjukkan efek stres dengan menegangkan otot secara
kronis (Tambayong, 2008).
2.7.2 Penyakit dan Gangguan Psikologis
a. Ansietas
Ansietas merupakan rasa samar ketakutan yang disertai dengan perasaan
ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan (Stuart, 2013).
Ansietas adalah suatu kondisi kegelisahan mental, perasaan was-was atau
tidak nyaman seperti akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman
dengan alasan yang tidak spesifik. Terapi psikofarmaka yang dapat
digunakan yaitu venlafaksin XR dan benzodiazepin tidak berlebihan. Individu

17

yang tidak mampu beradaptasi dan menghadapi stressor akan mengakibatkan
anxiety disorders. Beberapa jenis ansietas yang umum terjadi yaitu:
1. General Anxiety Disorder (GAD) yang merupakan gangguan kecemasan dan
rasa khawatir yang terus menerus terjadi pada individu sehingga individu tidak
dapat mengontrol emosinya dan juga mudah tersinggung.
2. Panic Disorder, Panic terjadi biasanya hanya berlangsung beberapa menit
ketika kecemasan muncul tiba-tiba pada serangan yang berat. Serangan ini
berkaitan dengan gejala fisik kecemasan yang berat dan membuat seseorang
ketakutan karena merasa sesuatu yang mengerikan akan terjadi atau seolaholah akan mati.
3. Social Anxiety Disorder (SAD), merupakan anxiety disorder yang ditandai
dengan rasa malu, tidak percaya diri dan rasa cemas bila berada dalam
lingkungan.
4. Specific Phobia, merupakan kondisi dimana individu merasa takut (disertai
panik) pada keadaan tertentu seperti tempat ramai, tempat yang gelap, dan
pada situasi sosial tertentu seperti bertemu dengan orang lain.
5. Obsessive Compulsive Disorder (OCD), yaitu kondisi dimana individu terus
menerus memikirkan sesuatu dan sulit melupakannya.
6. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), yaitu gangguan kecemasan yang
dapat terbentuk dari sebuah kejadian atau pengalaman yang menyeramkan
atau menakutkan, sulit serta tidak menyenangkan dimana terdapat
penganiayaan fisik atau perasaan terancam (APA, 2000).
7. Skizofrenia yang merupakan salah satu dari sekelompok gangguan psikotik
(Stuart, 2013). Skizofrenia tidak bisa didefinisikan sebagai penyakit tunggal,
tetapi dianggap sebagai sindrom atau proses penyakit dengan banyak varietas
dan gejala yang berbeda (Videbeck, 2011). Terapi psikofarmaka yang
digunakan untuk pasien skizofrenia yaitu dengan obat antispikotik (Davey,
2005). Gejala skizofrenia terbagi menjadi dua kategori utama yaitu tanda
positif atau hard meliputi delusi, halusinasi, berpikir terlalu teratur, berbicara
tidak jelas dan tanda negatif atau lembut meliputi perilaku datar, kurangnya
kemauan, penarikan sosial atau ketidaknyamanan (Videbeck, 2011). Gejala
yang ditimbulkan dengan kuat lainnya ialah (Davey, 2005):

18

a)

halusinasi audiotorik, sering dalam bentuk makian, mengulangi perkataan
pasien, dan mengomentari perilaku pasien

b)

pikiran yang dicabut, ditanam, dan disiarkan pihak luar dapat
menghilang, memasukkan, atau mendengarkan pikiran penderita

c)

ide diluar batas normal, contoh dewa-dewa dapat melakukan suatu
keajaiban nyata

d)

kontrol ekternal atas pikiran, aksi, dan emosi

b. Emotional Responses dan Mood Disorder
Mood disorders terjadi karena respon emosional diri yang terhadap
kejadian berduka. Respon emosional paling maladaptif yaitu depresi dan
bipolar. Depresi merupakan suatu jenis perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik seperti halnya rasa susah, murung, sedih, putus asa dan
tidak bahagia, serta komponen somatik contohnya anoreksia, konstipasi, kulit
lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Tanda dan gejalanya yaitu merasa rendah diri, sedih, marah atau
merasa tidak berharga. Depresi merupakan gangguan pada emosi dan hampir
setiap individu pernah mengalaminya. Depresi merupakan masalah kejiwaan
yang paling sering terjadi dan terbagi menjadi depresi ringan, sedang, dan
parah. Terapi psikologis yang digunakan ialah antidepresan bagi penderita
depresi ringan dan sedang. Sedangkan untuk depresi berat menggunakan
terapi elektrokonvulsif. Selain itu, bipolar juga merupakan gangguan
perasaan, akan tetapi jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Terapi
psikofarmaka untuk bipolar disorder yaitu obat penenang mayor dan litium
yang berfungsi untuk menstabilitaskan mood.
c. Gangguan terkait Zat, Makan serta Gangguan Identitas Seksual dan Jenis
Kelamin
Gangguan terkait zat maksudnya individu akan mengkonsumsi obat untuk
menghilangkan emosi negatif seperti depresi, ketakutan, serta kecemasan,
untuk mengatasi kelelahan atau kebosanan karena obat menghasilkan keadaan
yang membuat kesadaran akan berubah (Stuart, 2013). Selanjutnya, gangguan
makan yang diantaranya anoreksia, bulimia nervosa dan makan berlebihan.

19

Gangguan ini disebabkan oleh abnormalitas neuroendokrin dalam
hipotalamus.

Gangguan

ini

dapat

menyulitkan

individu

dalam

menginterpretasikan sensasi lapar dan kenyang (Doenges, Townsend, &
Moorhouse, 2007). Selanjutnya, gangguan seksual meliputi disfungsi seksual
dan parafilia. Disfungsi seksual didefinisikan sebagai gangguan pola normal
dalam setiap fase respon seksual contohnya homoseksesual dan lesbi. Parafilia
adalah gangguan berupa tindakan yang tidak biasa dan perlu direalisasikan
untuk rangsangan seksua contohnya pedofilia, fetisisme, seksual sadis, dan
ekshibisionisme.
2.7.3 Neurotransmitter
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron, yang
membantu transmisi informasi ke seluruh tubuh. Neurotransmiter juga memicu
atau menstimulasi aksi di dalam sel (eksitasi) atau menghambat atau
menghentikan

aksi

(inhibisi)

(Videbeck,

2011).

Terdapat

tipe

utama

neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, serotonin, histamin, asetilkolin, dan
Asam Gama-Aminobutirat (GABA) (Videbeck, 2011). Berikut penjelasannya:
a. Dopamin
Merupakan neurotransmitter yang terdapat di batang otak yang berfungsi
dalam pengontrolan gerakan yang kompleks, motivasi, kognisi, dan
pengaturan respon emosional. Dopamin umumnya bersifat eksitasi. Dopamin
terlibat dalam menimbulkan skizofrenia (gangguan mental yang mengalami
halusinasi) dan psikosis lain seperti gangguan pergerakan penyakit parkinson
(degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi
mengatur pergerakan tubuh, salah satu gejalanya adalah adanya tremor atau
gemetaran).

Kedua

gangguan

tersebut

merupakan

akibat

dari

ketidakseimbangan dopamin. Obat antipsikotik akan menurunkan aktivitas
dopamin.
b. Norepinefrin
Merupakan neurotransmiter yang dominan pada sistem saraf, terutama yang
terdapat di batang otak dan berfungsi mengatur dalam perubahan perhatian,
belajar, memori, pola tidur, serta pengaturan mood. Norepinefrin dan
derivatnya yaitu epinefrin, masing-masing dikenal sebagai nonadrenalin dan

20

adrenalin. Norepinefrin yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan
ansietas (cemas) dan yang kekurangan norepinefrin dapat memengaruhi
kehilangan memori, menarik diri dari masyarakat, dan depresi.
c. Serotonin
Serotonin adalah suatu neurotransmiter yang hanya ditemukan di otak.
Fungsinya

sebagian

besar

adalah

inhibisi.

Serotonin

merupakan

neorotransmitter yang berasal dari asam amino triptofan. Serotonin berperan
dalam pengaturan mood, aktivitas motorik, nafsu makan, pola tidur, dan
fungsi seksual. Serotonin juga dapat mengakibatkan munculnya rasa cemas
(ansietas).
d. Histamin
Histamin berfungsi memproduksi respon alergi perifer, mengontrol sekresi
lambung, stimulasi jantung, dan kewaspadaan. Beberapa obat psikotropika
menyekat histamin dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan hipotensi
(Stuart, 2013).
e. Asetilkolin
Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang ditemukan di otak, medula
spinalis, dan sistem saraf perifer, khususnya di taut neuromuskular otot skelet.
Asetilkolin dapat bersifat eksitasi ataupun inhibisi. Asetilkolin disintesis dari
kolin yang ditemukan di dalam makanan seperti daging dan sayuran.
Asetilkolin juga sudah terbukti dapat memengaruhi siklus tidur serta memberi
tanda aktifnya otot. Pada penderita alzheimer memiliki jumlah neuron
penyekresi asetilkolin yang menurun dan penderita miastenia gravis (suatu
gangguan otot) memiliki jumlah reseptor asetilkolin yang menurun.
f. Asam Gama-Aminobutirat (GABA)
GABA adalah suatu asam amino dan neurotransmiter inhibisi utama di
otak. Fungsinya yaitu memodulasi sistem neurotransmitter lainnya, bukan
memberikan stimulus langsung. Sedangkan suatu asam amino eksitasi yaitu
glutamat, pada kadar tinggi dapat memiliki efek neurotoksik. Glutamat terlibat
dalam kerusakan tak yang disebabkan stroke, hipoksia atau iskemia terus
menerus, dan beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit alzheimer.
2.7.4 Psikofarmakologi

21

a. Antipsikotik
Dikenal sebagai neuroleptik, yang digunakan sebagai perawat dari gejala
psikosis, seperti delusi dan halusinasi yang nampak pada skizofenia,
gangguan skizoafektif, dan gangguan kepribadian (bipolar disorder)
(Videbeck, 2011). Beberapa gangguan jiwa yang menggunakan antipsikotik
sebagai pengobatannya ialah psikotik akut, psikotik kronik (jika oral masih
belum efektif, diberikan lewat suntikan) (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni,
2007). Tetapi dalam melakukan proses kerjanya antipsikotik dapat
menyebabkan efek samping, antara lain (Videbeck, 2011):
1. Gejala Ekstrapiramidal (EPS), merupakan gejala neurogical dimana
merupakan efek samping utama dari obat antipsikotik. EPS dapat
berkembang atau tumbuh jika proses pemblokiran reseptor D2 di batang
otak

tetap

terjadi.

EPS

ini

ditandai

dengan

distonia

akut,

psedoparkinsonism, dan akathisia. Distonia akut mencakup kekakuan dan
kram otot, lidah menjadi kaku dan sulit menelan. Distonia biasanya terjadi
ketika minggu pertama pertawatan. Sedangkan gejala pseudoparkinsonism
menyerupai gejala penyakit Parkinson, seperti, postur tubuh bungkuk,
kaku, tremor. Akathisia ditandai dengan peningkatan rasa cemas atau
gelisah, ketidak mampuan untuk duduk tenang atau beristirahat, postur
tubuh hungkuk, dan gerakan spontan berkurang.
2. Neuroleptic malignant syndrome (NMS) ialah reaksi fatal dari obat
antipsikotik. NMS biasanya ditandai dengan kekakuan, demam tinggi,
tekanan darah tidak stabil, diaporesis, dan palor, delirium. Klien dengan
NMS biasanya sering terlihat bingung dan diam. NMS biasanya terjadi
setelah 2 minggu terapi.
3. Tardive Dyskinesia (TD) ialah gangguan gerakan tidak sadar (involuntary)
yang permanen, biasanya disebabkan oleh pemakaian obat antipsikotik
dalam jangka waktu yang lama. Patofisiologi TD masih belum jelas.
Gejala TD ditandai dengan gerakan involuntary dari lidah, wajah, dan otot
leher, bagian ekstremitas atas dan bawah, dan otot trunkus. Klien dengan
TD sering mengedipkan mata, lidah yang masuk dan menjulur, bibir

22

mengkerut, wajah yang menyeringai, dan gerakan wajah lainnya yang
tidak semestinya.
4. Efek samping antikolergik, ditandai dengan gejala hipotensi ortostatik,
mulut kering, konstipasi, retensi urine atau sulit berkemih, rabun dekat,
mata kering, fotofobia, kongesti nasal, dan berkurangnya ingatan.
5. Efek samping lain, obat antipsikotik juga dapat meningkatkan tingkatan
prolactin dalam darah. Peningkatan prolaktin dapat menyebabkan
pembesaran dan nyeri tekan payudara pada pria dan wanita, penurunan
libido, disfungsi ereksi dan orgasme, ketidakteraturan menstruasi, dan
peningkatan risiko kanker payudara. Klozapin berisiko menyebabkan
agranulositosis fatal yang ditandai dengan demam, malaise, faringitis
gangrenosa, dan leukopenia.
Klien yang membutuhkan terapi antipsikotik ialah yang mengidap
beberapa diagnosa keperawatan, antara lain risiko kekerasan yang
berhubungan dengan panic, ansietas, dan mistrust kepada orang lain, risiko
cedera yang berhubungan efek samping dari pemberian obat (sedasi,
fotosensitifitas, agranulositosis, EPS, TD, dan NMS), dan risiko
intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan sedasi, pengelihatan buram,
dan lelah.
b.

Antidepresan
Biasanya diguakan untuk perawatan dari gangguan depresif, gangguan
ansietas, fase depresi pada bipolar disorder, dan depresi psikotik. Menurut
Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni (2007) panik dan depresi juga
menggunakan antidepresan sebagai terapinya. Antidepresan dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu tricylic and the related cylic antidepressant, selective
serotonin reuptake inhibitors, MAO inhibitors, antidepresan yang lain seperti
venlafaxine desvenlafaxine.
Efek samping ditimbulkan oleh SSRIs ialah ansietas, agitasi, akathisia,
nausea, insomenia, dan disfungsi seksualitas. Diantara antidepresan yang lain,
SSRIs yang dapat menyebabkan turunnya berat badan. Efek samping cylic
antidepressant menghasilkan efek antikolinergik seperti mulut kering,
konstipasi, penyimpanan urin, nasal kering, dan pengelihatan buram.

23

Sedangkan efek samping yang timbul dari MAOIs ialah, sedasi, insomnia,
berat badan bertambah, mulut kering, hipotensi orostatik, dan disfungsi
seksualitas. Klien yang membutuhkan terapi antidepresan ialah yang
mengidap beberapa diagnosa keperawatan, antara lain risiko bunuh diri, risiko
cedera, isolasi sosial, dan konstipasi.
c. Mood-Stabilizing (penstabil mood)
Obat penstabil mood digunakan untuk mengobati gangguan afektif bipolar
dengan menstabilkan mood klien, menghindari atau meminimalkan tinggi
rendah mood yang mencirikan gangguan bipolar, dan mengobati episode
akut mania. Keadaan emosional klien yang penuh dengan kegembiraan
disebut dengan mania episode, sedangkan keadaan emosional yang penuh
kesedihan disebut dengan deppresive episode. Obat-obat yang tergolong jenis
penstabil mood yaitu litium dan antikonvulsan seperti karbamazepin dan asam
valproate (Videbeck, 2011). Efek toksik dari terapi litium ini meliputi diare
berat, muntah, mengantuk, kelemahan otot, dan kurang koordinasi. Efek
samping yang ditimbulkan oleh antikonvulsan yaitu rasa kantuk, mulut kering,
dan penglihatan kabur. Klien yang membutuhkan terapi Mood-Stabilizing
ialah yang mengidap beberapa diagnosa keperawatan, antara lain risiko cedera
yang berhubungan dengan manik hiperaktifitas, risiko self-directed, risiko
cedera yang berhubngan dengan litium, dan risiko intoleransi aktifitas yang
berhubungan dengan efek samping pusing
d. Antiansietas (anxiolitik)
Digunakan untuk ansietas dan gangguan ansietas, insomnia, OCD,
depresi, posttraumatic stress, dan penatikan alcohol. Benzodiazepines ialah
obat yang paling efektif untuk menghilangkan ansietas. Benzodiazepin
menimbulkan efeknya dengan terikat ke tempat khusus di reseptor GABA.
Efek samping yang ditimbulkan benzodiazepin yaitu depresi sistem saraf
pusat seperti mengantuk, sedasi, koordinasi yang buruk, dan gangguan
memori atau gangguan sensorium.
Selain

itu,

penggunaan

obat

benzodiazepin

ini

menimbulkan

ketergantungan fisik dan psikologis karena ketakutan dari klien jika
ansietasnya kembali lagi (Videbeck, 2011). Klien yang membutuhkan terapi

24

antiansietas ialah yang mengidap beberapa diagnosa keperawatan, antara lain
risiko cedera yang berhubungan dengan panik, risiko intoleransi aktifitas yang
berhubungan dengan efek samping sedasi dan kelesuan, dan risko konfusi akut
yang berhubungan dengan kerja pengobatan di CNS.
e. Stimulants
Penggunaan

utama

stimulan

yaitu

untuk

mengatasi

gangguan

hiperaktivitas/defisit perhatian pada anak-anak dan remaja, gangguan defisit
perhatian sisa pada dewasa, dan narkolepsi (serangan rasa kantuk pada siang
hari yang tidak diinginkan tetapi tidak dapat diatasi dan mengganggu
kehidupan individu) (Townsend, 2008). Obat-obatan utama yang digunakan
ialah metilfenidat, pemolin, dan dekstroamfetamin. Efek samping yang
ditimbulkan oleh stimulan yaitu anoreksia, penurunan berat badan, mual, dan
iritabilitas, pusing, mulut kering, penglihatan kabur, palpitasi, supresi
pertumbuhan dan berat badan pada anak.
f. Disulfiram (Antabuse)
Disulfiram digunakan sebagai pencegah untuk klien yang sedang
melakukan perawatan karena alcoholism. Disulfiram dapat b

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124