KTI BAB IV Gambaran Asupan Zat Gizi Makr
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tahapan Penelitian
Pada penelitian Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro
(Protein), Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium, Fosfor),
Cairan dan Kadar Air Tubuh (BIA) pada Pasien GGK dengan CAPD
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ini untuk
mendapatkan izin penelitian harus melalui proses pengujian kaji
etik terlebih dahulu. Adapun proses pengujian kaji etik dengan
cara, peneliti mengisi dan melengkapi form kaji etik dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) seperti terdapat pada
lampiran. Sebelum penelitian dilaksanakan proposal diuji terlebih
dahulu apakah sudah memenuhi standar kaji etik oleh reviewer
FKUI yaitu Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK.
B. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian mengenai “Gambaran Asupan Zat Gizi
Makro (Energi, Protein), Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium,
Fosfor) Cairan dan Kadar Air Tubuh (BIA) pada Pasien GGK
dengan CAPD di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”,
memilki keterbatasan dalam penelitian, ini disebabkan karena
53
keterbatasan waktu dalam penelitian dan waktu penelitian
dilaksanakan pada Bulan Ramadhan sehingga beberapa pasien
yang muslim ada yang sedang menjalankan ibadah puasa
sehingga penggunaan metode food recall 24 jam kurang
maksimal dan recall hanya dilakukan 1 hari.
Pada cairan dialisa terdapat beberapa komposisi zat gizi
selain dextrose, yaitu sodium lactate, magnesium chloride USP,
sodium chloride USP dan Ca chloride untuk kandungan tersebut
tidak
diperhitungkan
karena
kesulitan
untuk
menentukan
konversi dari mineral tersebut, sehingga tidak ditambahkan pada
asupan hasil recall 24 jam.
Penelitian ini juga sulit untuk menentukan prevalensi
asupan kebutuhan cairan karena hampir semua pasien GGK
dengan CAPD tidak mengukur jumlah urin tampung disebabkan
penggunaan alat CAPD yaitu berupa penggantian cairan yang
berkelanjutan sehingga buang air kecilnya sedikit dan ada
beberapa pasien yang sama sekali tidak mengeluarkan urin.
C. Gambaran Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta
a. Sejarah RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Sejarah berdirinya RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
tidak terlepas dari sejarah Fakultas Kedokteran Universitas
54
Indonesia, karena perkembangan kedua instansi ini adalah
saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada
tahun 1896, Dr H.Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan
kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan
sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.
Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi
STOVIA,
cikal
bakal
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1919 didirikan Centrale
Burgelijke Ziekenhuis (CBZ) yang disatukan dengan STOVIA.
Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan
kedokteran
semakin
maju
dan
berkembang
fasilitas
pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.
Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ
dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin).
Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi Rumah
Sakit Oemoem Negeri (RSON), dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin
Widjaya Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof.
Tamija. Tahun 1950 RSON berubah nama menjadi Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tanggal 17 Agustus 1964,
Menteri Kesehatan Prof. Dr. Satrio meresmikan RSUP menjadi
Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan
55
perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah
menjadi RSCM.
Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor
553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP
Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116
Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo
(Perjan)
RS
Dr
ditetapkan
Cipto
sebagai
Perusahaan
Mangunkusumo
Jakarta.
Jawatan
Dalam
perkembangan selanjutnya, Perjan RSCM berubah menjadi
Badan Layanan Umum berdasarkan PP. Nomor 23 tahun
2005.
b. Visi
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan
Nasional terkemuka di Asia Pasifk tahun 2014
c. Misi
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu
serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Menjadi
tempat
pendidikan
kesehatan
56
dan
penelitian
tenaga
Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
manajemen yang Dinamis dan Akuntabel
D. Gambaran Umum Divisi Ginjal Hipertensi di Poli CAPD
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Divisi
Ginjal
Hipertensi
di
Rumah
Sakit
Dr.
Cipto
Mangunkusumo Jakarta terbagi dari dua bagian Poli yaitu Poli
Hemodialisa (HD) untuk pasien yang melakukan cuci darah dan
Poli Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) untuk
pasien
yang
melakukan
dialysis
secara
mandiri
berupa
penggatian cairan dialisa secara berkelanjutan.
Poli CAPD terdapat beberapa rangkaian kegiatan di dalamnya :
1. Poli Control Pasien CAPD
Pada
Poli
Control
Pasien
CAPD
kegiatannya
berupa
pengambilan cairan dextrose setiap 1 bulan dan berupa
penggantian cairan yang rutin dilakukan setiap 4 – 5 jam
dibantu oleh dokter atau perawat yang sedang dinas di Poli
CAPD. Adapun jadwal yang sudah ditetapkan yaitu setiap 3x
seminggu yaitu: Senin, Rabu dan Jum’at.
2. Poli Tindakan Pasien CAPD
Kegitan tindakan pada pasien CAPD dilakukan setiap 2x
seminggu yaitu : Selasa dan Kamis.
57
Adapun rangkaian kegitannya yaitu :
a. Ganti Transferset (selang) setiap 6 bulan 1x
b. Peritoneal Equilibrium Test (PET)
Untuk mengetahui fungsi membran sel di perut setiap 1
tahun sekali
c. Edukasi
Edukasi kepada setiap pasien yang akan merencanakan
menggunakan CAPD
E. Variabel Univariat
Analisis yang termasuk dalam analisa univariat adalah
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, asupan
energi, asupan zat gizi makro (protein), asupan zat gizi mikro
(natrium, kalium, kalsium, fosfor), asupan cairan, pengukuran
kadar air tubuh (BIA) dan pengukuran status gizi berdasarkan
Indek Massa Tubuh (IMT).
a. Karakteristik Pasien
1) Umur
58
Umur
13.00%
≤ 30 tahun
> 30 tahun
87.00%
Diagram 1. Distribusi Frekuensi Menurut Umur
Berdasarkan diagram 1, dapat diketahui sebagian
besar sebanyak 20 orang (87%) berumur > 30 tahun
dan 3 orang (13%) berumur < 30 tahun.
Menurut Badan National Health and Nutriotion
Examination Survey (NHANES) III di USA, di Amerika
Serikat, gagal ginjal menjadi penyebab utama para
lansia (berusia 65 tahun atau lebih) dirawat di rumah
sakit.
Walaupun
patofsoilogi
gagal
ginjal
dapat
dikatakan hampir sama antara usia muda dan usia
lanjut, namun usia lanjut cenderung lebih mudah
mengalami
gagal
ginjal
bila
berhadapan
dengan
berbagai stresor. Hal ini disebabkan oleh menurunnya
59
kemampuan
usia
lanjut
dalam
merespons
suatu
stressor.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1keperawatan/207
312079/BAB%20VI.pdf)
Berdasarkan data tersebut di atas hasil penelitian
ini sesuai dengan NHANES III, dimana faktor usia lanjut
lebih berisiko untuk mangalami gagal ginjal.
2) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki - laki
Perempuan
34.80%
65.20%
Diagram 2. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan diagram 2 dapat diketahui bahwa
sebagian besar pasien yaitu 65,2% (15 orang) adalah
60
laki – laki dan 34,8% (8 orang) dengan jenis kelamin
perempuan.
Penelitian
di
Canada
pada
tahun
2001
menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit gagal
ginjal kronik ini adalah pria. Hal tersebut mirip dengan
yang terjadi di RS dr. Moh. Hoesin Palembang. Kasus
gagal ginjal kronik di RS dr. Moh. Hoesin Palembang
paling banyak di derita oleh pria berusia lebih dari 17
tahun. Hal ini terlihat misalnya pada data penderita
gagal ginjal kronik pada tahun 2002. Dari data tersebut
penderita penyakit ini adalah sebanyak 179 orang. Dari
jumlah tersebut 63,68 % merupakan pasien pria.
Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal
ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin
serum,
karena
diekskresi
oleh
kedua
ginjal.
senyawa
ini
Kreatinin
hanya
dapat
adalah
hasil
perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen
yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar
kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding
sejajar
dengan
massa
otot.
Pada
pria
kadarnya
biasanya lebih besar daripada wanita. Pada pria kadar
kreatinin normal adalah 0.5-1.4 mg/dl untuk wanita 0,5
61
– 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi
karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan
jumlah massa otot wanita.
(http://thebenez.wordpress.com/2008/10/13/klasifkasistadium-gagal-ginjal-kronik-pada-pria-yang-menderitagagal-ginjal-kronik-berdasarkan-perhitungan-laju-fltrasiglomerulus-di-rsmh-palembang-periode-1-januari-2003%E2%80%93-31-desembe/ )
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena
gagal
ginjal
kronik
dibandingkan
jenis
kelamin
perempuan.
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
4.30%
21.72%
43.54%
30.43%
62
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan Tinggi
Diagram 3. Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan diagram 3, dapat diketahui sebagian
besar 10 pasien (43,5%) dengan tingkat pendidikan
tamat perguruan tinggi, 7 pasien (30,4%) dengan
tingkat pendidikan tamat SLTA, 5 pasien (26%) tingkat
pendidikan tamat SMP dan 1 pasien (3,4%) dengan
tingkat pendidikan tamat SD.
Menurut Soekirman yang dikutip Notoatmodjo
(2010) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang
tua, semakin tinggi pendapatan dan status gizinya.
Sehingga berdasarkan ulasan tersebut
di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan berpengaruh
dalam mempertimbangkan efsiensi dan efektivitas pola
berpikir
memilih
CAPD
dibandingkan
dengan
HD.
Setelah mengetahui keuntungan dan kelemahannya
sehingga penggunaan CAPD lebih efektif dan efsien
dibandingakan dengan HD.
4) Jenis Pekerjaan
63
Jenis Pekerjaan
30.43%
34.83%
4.30%
13.01%
Ibu Rumah Tangga
Karyawan Swasta
Pendeta
Pensiunan
Wiraswasta
17.42%
Diagram 4. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis
Pekerjaan
Berdasarkan diagram 4, dapat diketahui sebagian
besar jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 8 orang
(34,8%), jenis pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 7
orang
(30,4%),
jenis
pekerjaan
karyawan
swasta
sebanyak 4 orang (17,4%), pensiunan sebanyak 3 orang
(13%) dan pendeta sebanyak 1 orang (4,3%).
Pasien GGK yang menggunakan CAPD rata-rata
orang dengan penghasilan menengah keatas akan
tetapi karena biaya perawatan penggunaan alat CAPD
membutuhkan biaya yang mahal sehingga dari semua
pasien menggunakan kartu jamkesmas atau kartu
64
Askes
kesehatan
lainnya
agar
meringankan
biaya
dialisa dan biaya perawatan lainnya.
Untuk biaya tindakan pemasangan alat CAPD
adalah ±20 juta rupiah dengan menggunakan kartu
Jamkesmas
atau
Askes.
Kemudian
untuk
biaya
perawatan setiap bulannya pasien bisa mengeluarkan
biaya hingga ± 9 juta rupiah untuk pembelian cairan
dialisa (bagi yang tidak menggunakan kartu Jamkesmas
atau
Askes)
sedangkan
yang
menggunakan
kartu
Jamkesmas atau Askes biaya ditanggung 50% (±4,5
juta rupiah).
b. Penilaian Asupan Energi Zat Gizi Makro (Protein)
1) Asupan Energi
Untuk mengetahui asupan energi dilakukan recall 24
jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
65
Asupan Energi
17.4
43.5
Kurang < 75% dari kebutuhan
Sedang 75-89% dari
kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang lebih 110 –
125% dari kebutuhan
21.7
Lebih > 125% dari kebutuhan
17.4
Diagram 5. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan
Energi Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK
dengan CAPD sebagian besar asupan energinya adalah
dengan kategori kurang yaitu sebanyak 10 pasien
(43,5%).
Asupan energi yang kurang disebabkan beberapa
pasien sedang menjalankan ibadah puasa sehingga
penggunaan metode recall 24 kurang maksimal dan
beberapa pasien mengaku bahwa nafsu makannya
menurun disebabkan cairan dialisa yang mengandung
dextrose
dimasukan ke dalam tubuh membuat rasa
66
kenyang
dan
mual
sehingga
tidak
nafsu
makan.
Dextrose merupakan salah satu karbohidrat sederhana
dengan
bentuk
alami
D-glukosa
dimana
glukosa
tersebut mudah diserap oleh tubuh dan merupakan
sumber tenaga (Winarno, 2008)
Untuk
sehari
pasien
melakukan
penggantian
cairan dialisa 4x sehari, adapun penambahan energi
dari penggantian cairan dialisa seharinya adalah 336
kkal.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa asupan
energi
kadang sulit terpenuhi, karena pasien sering
kehilangan cita rasa (berubahnya indera pengecap).
Untuk
mengatasi
dipertimbangkan
masalah
makanan
yang
tersebut
disukai
perlu
untuk
dimasukan dalam perencanaan anjuran menu sehari,
selain itu dicoba untuk makan porsi kecil dan sering.
2) Asupan Protein
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dilihat
dari distribusi % tingkat asupan protein sebagai berikut :
67
Asupan Protein
4.3
4.3
Kurang < 75% dari kebutuhan
Sedang 75-89% dari
kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang lebih 110 –
125% dari kebutuhan
4.3
13
Lebih > 125% dari kebutuhan
73.9
Diagram 6. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan
Protein Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK
dengan CAPD sebagian besar asupan proteinnya adalah
kategori kurang yaitu sebanyak 17 pasien (73,9%).
Rata-rata
pasien
GGK
dengan
CAPD
asupan
proteinnya kurang dari kebutuhan, sehingga akan
menyebabkan
kadar
albumin
tubuhnya
rendah.
Penyebab selain asupan protein yang kurang adalah
disebabkan seringnya melakukan pergantian cairan
dialisa setiap 4-5 jam (4x sehari) sehingga setiap kali
cairan dialisa dikeluarkan / dibuang, protein ikut pula
68
terbuang. Diperkirakan protein terbuang 8-10 g/hr.
kekurangan protein akan lebih banyak lagi apabila
terjadi peritonitis. (Triyani, 2005)
Dengan
mengkonsumsi
demikian
putih
telur
dokter
menyarankan
6
sehari
butir
untuk
meningkatkan kadar albumin dalam tubuh, akan tetapi
pasien kebanyakan tidak mematuhinya karena tidak
suka , hal ini disebabkan aroma amis telur yang
membuat rasa mual.
c. Penilaian Asupan Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium,
Kalsium dan Fosfor)
1) Asupan Natrium
Untuk mengetahui asupan natrium dilakukan recall
24 jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
69
Asupan Natrium
4.3
21.7
Kurang (< 1 gr/hr)
Baik ( 1- 4 gr/hr)
Lebih (> 4 gr/hr)
73.9
Diagram 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Natrium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebanyak 17
pasien (73,9%) asupan natriumnya dengan kategori baik (1 - 4gr/hr), 5
pasien (21,7%) asupan natriumnya dengan kategori kurang (< 1gr/hr)
dan 1 pasien (3,4%) asupan natriumnya dengan kategori lebih (>
4gr/hr).
Di dalam tubuh, natrium dibutuhkan tubuh bekerjasama
dengan kalium untuk mengatur tekanan darah. Terlalu banyak
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
tinggi
natrium
menyebabkan kita banyak minum, kenyataannya asupan cairan pasien
GGK perlu dibatasi.(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
70
Dari hasil recall 24 jam pasien sebagian besar membatasi
asupan garam (natrium) dikarenakan pasien akan mengalami edema
dibagian tubuhnya kalau kelebihan mengkonsumsinya, sebab ginjal
yang sudah tidak dapat berfungsi untuk mengabsorsi garam akan
menumpuk didalam darah dan mengikat cairan tubuh, sehingga
menyebabkan edema. Beberapa pasien kebanyakan mempunyai
penyakit komplikasi ginjal dengan hipertensi sehingga mengurangi
konsumsi garam.
Ada beberapa pasien mengaku tetap menggunakan garam tanpa
membatasinya
karena
tidak
mendapatkan
keluhan
ketika
mengkonsumsinya. Menurut Triyani, 2005 pembatasan garam dan air
pada pasien GGK dengan CAPD tidak selalu diperlukan, karena jarang
terjadi penumpukan cairan dan pada penelitian ini pasien melakukan
pergantian cairan dialisa sebanyak 4 kali sehari.
2) Asupan Kalium
Untuk mengetahui asupan kalium dilakukan recall 24
jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
71
Asupan Kalium
Kurang (< 2,7 gr/hr)
Baik (2,7 – 3,3gr/hr)
Lebih (> 3,3gr/hr)
100
Diagram 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram 8 dapat diketahui semua pasien sebanyak
23 orang (100%) asupan kaliumnya dengan kategori kurang (< 2,7 gr/
hr).
Kalium adalah kation intraseluller dan kerusakan berat pada
jaringan meyebabkan peningkatan kalium serum yang mengancam
jiwa pasien GGK.(www.GangguanGGK.com)
Kadar kalium dalam darah harus dipertahankan dalam batas
normal. Pada beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat
disebabkan karena asupan kalium dari makanan yang berlebih atau
karena obat-obatan yang diberikan.(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
3) Asupan Kalsium
72
Untuk mengetahui asupan kalsium dilakukan recall
24 jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
Asupan Kalsium
4.3 4.3
Kurang (< 900 mg/hr)
Baik (900 - 1100 mg/hr)
Lebih (> 1100 mg/hr)
91.3
Diagram 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalsium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram 9 dapat diketahui sebagian besar adalah
21 pasien (91,3%) asupan kalsiumnya dengan kategori baik (< 900mg/
hr atau > 1100mg/hr) dan asupan kalsiumnya dengan kategori kurang
(< 900 mg/hr) dan lebih (> 1100 mg/hr) masing-masing 1 pasien
(4,3%).
Pada pasien GGK, sering timbul keluhan seperti nyeri sendi
ataupun tulang. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar kalsium
dalam tulang disebabkan penyerapan di usus tidak baik serta
73
hiperfosfatemia (tingginya kandungan fosfat dalam darah) karena
menurunnya fungi ginjal. Biasanya supplemen kalsium yang biasa
diberikan oleh dokter adalah kalsium karbonat, karena selain untuk
supplemen juga sebagai fosfat binder (pengikat fosfat).(FERNEFRI
dan AsDI, 2009)
4) Asupan Fosfor
Dari 23 pasien yang diteliti terhadap pasien GGK
dengan CAPD dilihat dari distribusi % tingkat asupan fosfor
yang dilakukan dengan recall 24 jam dan dari penilaian itu
didapatkan hasil sebagai berikut :
Asupan Fosfor
Sesuai Kebutuhan (baik)
(< 17mg/BBI/hr)
26.1
Tidak Sesuai Kebutuhan
(tidak baik) (≥ 17mg/BBI/
hr)
73.9
Diagram 10. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Fosfor Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
74
Berdasarkan diagram 10 dapat diketahui sebagian besar adalah
17 pasien (73,9%) asupan fosfornya sesuai kebutuhan (< 7mg/BBI/hr)
dengan kategori baik dan 6 pasien (4,3%) asupan fosfor nya tidak
sesuai kebutuhan (≥ 17mg/BBI/hr) dengan kategori tidak baik.
Ginjal
memegang
peran
yang
cukup
penting
dalam
metabolisme fosfor. Fosfor dan Kalsium mempunyai hubungan yang
erat dan keduanya ini sebagian besar terdapat sebagai Garam KalsiumFosfat di dalam tulang dan gigi geligi. Pada pasien GGK, dengan
semakin menurunnya fungsi ginjal maka berakibat terjadinya
hiperfosfatemia (kelebihan Fosfat di dalam darah).(FERNEFRI dan
AsDI, 2009)
d. Asupan Konsumsi Cairan Sehari
Dari 23 pasien yang diteliti terhadap pasien GGK
dengan CAPD dilihat dari distribusi % tingkat asupan cairan
yang dilakukan dengan recall 24 jam dan dari penilaian itu
didapatkan hasil sebagai berikut :
75
Asupan Cairan
17.4
500 – 1000 ml/hr
43.5
1000 - 1500 ml/hr
> 1500 ml/hr
39.1
Diagram 11. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Cairan yang
Diminum Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada
Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebagian
besar adalah 10 pasien (43,5%) tingkat asupan cairannya tinggi >
1500ml/hr, 9 pasien (39,1%) tingkat asupan cairannya sedang dan 4
pasien (17,4%) tingkat asupan cairannya rendah.
Pembatasan
menurunnya
asupan
kemampuan
perlu
ginjal.
dilakukan
Karena
jika
seiring
pasien
dengan
GGK
mengkonsumsi terlalu banyak cairan, maka cairan yang ada akan
menumpuk di dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan edema
(pembengkakan).(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
Asupan pasien sebagian besar tinggi dan tanpa membatasinya
beberapa pasien mengaku ketika asupan cairannya dibatasi pasien
76
menjadi lemas sedangkan pasien yang asupan cairan dibatasi rata-rata
pasien yang hanya mengalami edema.
Pasien pasien GGK dengan CAPD hampir semua tidak
melakukan
pengukuran
urine
tampung
sehingga
sulit
untuk
menentukan asupan kebutuhan cairan pada pasien.
e. Hasil Pengukuran BIA (Bio Impedance Analys) – Kadar
Air dalam Tubuh
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dapat
dilihat dari distribusi pengukuran kadar air tubuh (hydration)
dengan BIA (Bio Impedance Analys) sebagai berikut :
Status Kadar Air Tubuh (BIA)
17.4
30.4
4.3
Sangat Tinggi
Tinggi
Normal
Kurang
Sangat Kurang
21.7
26.1
Diagram 12. Distribusi Frekuensi Tingkat Kadar Air Tubuh
pada Pasien GGK dengan CAPD
77
Berdasarkan diagram 12 dapat diketahui sebanyak 7 pasien
(30,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat tinggi, 6
pasien (26,1%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori tinggi, 5
pasien (21,7%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori normal, 1
pasien (4,3%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori kurang dan
4 pasien (17,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat
kurang.
Karena pengantian cairan dialisa yang dilakukan secara terus
menerus setiap 4-5 jam sekali menyebabkan cairan tubuh diserap
secara terus menerus oleh tubuh sehingga kadar air dalam tubuh
menjadi tinggi ditambah lagi dengan asupan cairan yang tinggi.
f. Hasil Pengukuran Status Gizi Berdasarkan Indek Massa
Tubuh (IMT)
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dapat
dilihat dari distribusi status gizi sebagai berikut :
78
Indek Massa Tubuh (IMT)
13
17.4
Berat Badan Kurang
Normal
Berat Badan Lebih
Obese
69.6
Diagram 13. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Indek
Massa Tubuh (IMT) pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien
sebagian besar adalah gizi normal yaitu sebanyak 16
pasien (69,6%), obese sebanyak 4 pasien (17,4%) dan
kurus sebanyak 3 pasien (13%).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit
tahap
akhir
berupa
gangguan
fungsi
ginjal
yang
menahun bersifat progesif inversibel. Tubuh gagal
mempertahankan
metabolisme
dan
keseimbangan
cairan dan elektrolit. Semakin tinggi Indek Massa Tubuh
(IMT) semakin besar resiko GGK. Obesitas dengan IMT
30 memiliki resiko 4 kali lebih besar terserang GGK dan
79
IMT
25
beresiko
3
kali
lebih
besar.
(www.Bukumyhealthylife.com)
F. Variabel Bivariat
TABEL 1.
DISTRIBUSI ASUPAN ENERGI TERHADAP STATUS GIZI
PASIEN GGK DENGAN CAPD
Status Gizi
Asupan
Energi
Berat Badan
Kurang
n
%
Normal
n
%
Total
Berat Badan
Lebih/Obese
n
%
n
%
Defisit < 75% dari
kebutuhan/Sedang 7589% dari kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang Lebih 110 –
125% dari
kebutuhan/Lebih >
125% dari kebutuhan
TOTAL
Tabel
diatas
2
8,7
9
39,1
3
13,0
14
60,9
-
-
5
21,7
-
-
5
21,7
1
4,3
2
8,7
1
4,3
4
17,4
3
13,0
16
69,6
4
17,4
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
energi
dengan status gizi. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien dengan
asupan
energi
defsit/sedang
terhadap
status
gizi
termasuk
kedalam kategori normal yaitu 9 pasien (39,1%), sebagian besar
pasien dengan asupan energi baik terhadap status gizi termasuk
kedalam kategori normal yaitu 5 pasien (21,7%), sebagian besar
80
pasien dengan asupan energi sedang lebih/lebih terhadap status
normal sebanyak 2 pasien (8,7%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan energi yang
dalam kategori defsit dikarenakan pasien GGK dengan CAPD sudah
mengalami kenyang karena cairan dialisa, di dalam cairan dextrose
terkandung kalori yang tinggi sehingga asupan makan pasien yang
dari luar berkurang, karena untuk energi sudah didapat dari cairan
dialisa
sedangkan
pasien
yang
mengalami
gizi
kurang
menggambarkan status gizi pada saat sekarang.
TABEL 2.
DISTRIBUSI ASUPAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI
PASIEN GGK DENGAN CAPD
Status Gizi
Asupan
Protein
Berat Badan
Kurang
n
%
Normal
n
%
Berat Badan
Lebih/Obese
n
%
Total
n
%
Defisit < 75% dari
kebutuhan/Sedang 7589% dari kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang Lebih 110 –
125% dari
kebutuhan/Lebih >
125% dari kebutuhan
TOTAL
Tabel
diatas
2
8,7
15
65,2
3
13,0
20
87
1
4,3
-
-
-
-
1
4,3
-
-
1
4,3
1
4,3
2
8,7
3
13,0
16
69,6
4
17,4
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
ptotein
dengan status gizi. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien dengan
81
asupan
protein
defsit/sedang
terhadap
status
gizi
termasuk
kedalam kategori normal yaitu 15 pasien (65,2%), sebagian besar
pasien dengan asupan protein baik terhadap status gizi termasuk
kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien (3,4%),
sebagian besar pasien dengan asupan protein baik terhadap status
gizi termasuk kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien
(4,3%), sebagian besar pasien dengan asupan protein sedang lebih/
lebih terhadap status gizi termasuk kedalam kategori normal dan
berat badan lebih/obese yaitu masing-masing 1 pasien (4,3%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan protein yang
dalam kategori defsit karena tidak mengikuti saran dokter untuk
mengkonsumsi putih telur 6 butir sehari dan disebabkan tidak
menyukai putih telur yang beraroma amis.
TABEL 3.
DISTRIBUSI ASUPAN NATRIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH
PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Kadar Air Tubuh
Asupan
Natrium
Kurang (< 1 gr/hari)
Baik (1 – 4 gr/hari)
Lebih (> 4 gr/hari)
TOTAL
Sangat Tinggi/
Tinggi
n
%
4
17,4
8
34,8
1
4,3
13
56,6
Normal
n
5
5
82
%
21,7
21,7
Kurang/Sangat
Kurang
n
%
1
4,3
4
17,4
5
21,7
Total
n
5
17
1
23
%
21,7
73,9
4,3
100
Tabel diatas menunjukan perbandingan asupan natrium
dengan kadar air tubuh. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien
dengan asupan natrium kurang terhadap kadar air tubuh termasuk
kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 4 pasien (17,4%),
sebagian besar pasien dengan asupan natrium baik terhadap kadar
air tubuh termasuk kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 8
pasien (34,8%) dan pasien dengan asupan natrium lebih terhadap
kadar air tubuh termasuk kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 1
pasien (4,3%).
TABEL 4.
DISTRIBUSI ASUPAN KALIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH
PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Kadar Air Tubuh
Asupan
Kalium
Kurang (< 2,7 gr/hari)
Baik (2,7 – 3,3
Sangat Tinggi/
Tinggi
n
%
13
56,6
gr/hari)
Lebih (> 3,3 gr/hari)
TOTAL
Tabel
diatas
Normal
n
5
%
21,7
Kurang/Sangat
Kurang
n
%
5
21,7
Total
n
23
%
100
-
-
-
-
-
-
-
-
13
56,6
5
21,7
5
21,7
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
kalium
dengan kadar air tubuh. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien
dengan asupan kalium kurang terhadap kadar air tubuh termasuk
kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 13 pasien (56,6%).
83
84
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tahapan Penelitian
Pada penelitian Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro
(Protein), Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium, Fosfor),
Cairan dan Kadar Air Tubuh (BIA) pada Pasien GGK dengan CAPD
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ini untuk
mendapatkan izin penelitian harus melalui proses pengujian kaji
etik terlebih dahulu. Adapun proses pengujian kaji etik dengan
cara, peneliti mengisi dan melengkapi form kaji etik dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) seperti terdapat pada
lampiran. Sebelum penelitian dilaksanakan proposal diuji terlebih
dahulu apakah sudah memenuhi standar kaji etik oleh reviewer
FKUI yaitu Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK.
B. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian mengenai “Gambaran Asupan Zat Gizi
Makro (Energi, Protein), Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium,
Fosfor) Cairan dan Kadar Air Tubuh (BIA) pada Pasien GGK
dengan CAPD di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”,
memilki keterbatasan dalam penelitian, ini disebabkan karena
53
keterbatasan waktu dalam penelitian dan waktu penelitian
dilaksanakan pada Bulan Ramadhan sehingga beberapa pasien
yang muslim ada yang sedang menjalankan ibadah puasa
sehingga penggunaan metode food recall 24 jam kurang
maksimal dan recall hanya dilakukan 1 hari.
Pada cairan dialisa terdapat beberapa komposisi zat gizi
selain dextrose, yaitu sodium lactate, magnesium chloride USP,
sodium chloride USP dan Ca chloride untuk kandungan tersebut
tidak
diperhitungkan
karena
kesulitan
untuk
menentukan
konversi dari mineral tersebut, sehingga tidak ditambahkan pada
asupan hasil recall 24 jam.
Penelitian ini juga sulit untuk menentukan prevalensi
asupan kebutuhan cairan karena hampir semua pasien GGK
dengan CAPD tidak mengukur jumlah urin tampung disebabkan
penggunaan alat CAPD yaitu berupa penggantian cairan yang
berkelanjutan sehingga buang air kecilnya sedikit dan ada
beberapa pasien yang sama sekali tidak mengeluarkan urin.
C. Gambaran Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta
a. Sejarah RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Sejarah berdirinya RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
tidak terlepas dari sejarah Fakultas Kedokteran Universitas
54
Indonesia, karena perkembangan kedua instansi ini adalah
saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada
tahun 1896, Dr H.Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan
kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan
sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.
Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi
STOVIA,
cikal
bakal
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1919 didirikan Centrale
Burgelijke Ziekenhuis (CBZ) yang disatukan dengan STOVIA.
Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan
kedokteran
semakin
maju
dan
berkembang
fasilitas
pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.
Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ
dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin).
Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi Rumah
Sakit Oemoem Negeri (RSON), dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin
Widjaya Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof.
Tamija. Tahun 1950 RSON berubah nama menjadi Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tanggal 17 Agustus 1964,
Menteri Kesehatan Prof. Dr. Satrio meresmikan RSUP menjadi
Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan
55
perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah
menjadi RSCM.
Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor
553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP
Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116
Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo
(Perjan)
RS
Dr
ditetapkan
Cipto
sebagai
Perusahaan
Mangunkusumo
Jakarta.
Jawatan
Dalam
perkembangan selanjutnya, Perjan RSCM berubah menjadi
Badan Layanan Umum berdasarkan PP. Nomor 23 tahun
2005.
b. Visi
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan
Nasional terkemuka di Asia Pasifk tahun 2014
c. Misi
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu
serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Menjadi
tempat
pendidikan
kesehatan
56
dan
penelitian
tenaga
Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
manajemen yang Dinamis dan Akuntabel
D. Gambaran Umum Divisi Ginjal Hipertensi di Poli CAPD
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Divisi
Ginjal
Hipertensi
di
Rumah
Sakit
Dr.
Cipto
Mangunkusumo Jakarta terbagi dari dua bagian Poli yaitu Poli
Hemodialisa (HD) untuk pasien yang melakukan cuci darah dan
Poli Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) untuk
pasien
yang
melakukan
dialysis
secara
mandiri
berupa
penggatian cairan dialisa secara berkelanjutan.
Poli CAPD terdapat beberapa rangkaian kegiatan di dalamnya :
1. Poli Control Pasien CAPD
Pada
Poli
Control
Pasien
CAPD
kegiatannya
berupa
pengambilan cairan dextrose setiap 1 bulan dan berupa
penggantian cairan yang rutin dilakukan setiap 4 – 5 jam
dibantu oleh dokter atau perawat yang sedang dinas di Poli
CAPD. Adapun jadwal yang sudah ditetapkan yaitu setiap 3x
seminggu yaitu: Senin, Rabu dan Jum’at.
2. Poli Tindakan Pasien CAPD
Kegitan tindakan pada pasien CAPD dilakukan setiap 2x
seminggu yaitu : Selasa dan Kamis.
57
Adapun rangkaian kegitannya yaitu :
a. Ganti Transferset (selang) setiap 6 bulan 1x
b. Peritoneal Equilibrium Test (PET)
Untuk mengetahui fungsi membran sel di perut setiap 1
tahun sekali
c. Edukasi
Edukasi kepada setiap pasien yang akan merencanakan
menggunakan CAPD
E. Variabel Univariat
Analisis yang termasuk dalam analisa univariat adalah
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, asupan
energi, asupan zat gizi makro (protein), asupan zat gizi mikro
(natrium, kalium, kalsium, fosfor), asupan cairan, pengukuran
kadar air tubuh (BIA) dan pengukuran status gizi berdasarkan
Indek Massa Tubuh (IMT).
a. Karakteristik Pasien
1) Umur
58
Umur
13.00%
≤ 30 tahun
> 30 tahun
87.00%
Diagram 1. Distribusi Frekuensi Menurut Umur
Berdasarkan diagram 1, dapat diketahui sebagian
besar sebanyak 20 orang (87%) berumur > 30 tahun
dan 3 orang (13%) berumur < 30 tahun.
Menurut Badan National Health and Nutriotion
Examination Survey (NHANES) III di USA, di Amerika
Serikat, gagal ginjal menjadi penyebab utama para
lansia (berusia 65 tahun atau lebih) dirawat di rumah
sakit.
Walaupun
patofsoilogi
gagal
ginjal
dapat
dikatakan hampir sama antara usia muda dan usia
lanjut, namun usia lanjut cenderung lebih mudah
mengalami
gagal
ginjal
bila
berhadapan
dengan
berbagai stresor. Hal ini disebabkan oleh menurunnya
59
kemampuan
usia
lanjut
dalam
merespons
suatu
stressor.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1keperawatan/207
312079/BAB%20VI.pdf)
Berdasarkan data tersebut di atas hasil penelitian
ini sesuai dengan NHANES III, dimana faktor usia lanjut
lebih berisiko untuk mangalami gagal ginjal.
2) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki - laki
Perempuan
34.80%
65.20%
Diagram 2. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan diagram 2 dapat diketahui bahwa
sebagian besar pasien yaitu 65,2% (15 orang) adalah
60
laki – laki dan 34,8% (8 orang) dengan jenis kelamin
perempuan.
Penelitian
di
Canada
pada
tahun
2001
menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit gagal
ginjal kronik ini adalah pria. Hal tersebut mirip dengan
yang terjadi di RS dr. Moh. Hoesin Palembang. Kasus
gagal ginjal kronik di RS dr. Moh. Hoesin Palembang
paling banyak di derita oleh pria berusia lebih dari 17
tahun. Hal ini terlihat misalnya pada data penderita
gagal ginjal kronik pada tahun 2002. Dari data tersebut
penderita penyakit ini adalah sebanyak 179 orang. Dari
jumlah tersebut 63,68 % merupakan pasien pria.
Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal
ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin
serum,
karena
diekskresi
oleh
kedua
ginjal.
senyawa
ini
Kreatinin
hanya
dapat
adalah
hasil
perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen
yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar
kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding
sejajar
dengan
massa
otot.
Pada
pria
kadarnya
biasanya lebih besar daripada wanita. Pada pria kadar
kreatinin normal adalah 0.5-1.4 mg/dl untuk wanita 0,5
61
– 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi
karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan
jumlah massa otot wanita.
(http://thebenez.wordpress.com/2008/10/13/klasifkasistadium-gagal-ginjal-kronik-pada-pria-yang-menderitagagal-ginjal-kronik-berdasarkan-perhitungan-laju-fltrasiglomerulus-di-rsmh-palembang-periode-1-januari-2003%E2%80%93-31-desembe/ )
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena
gagal
ginjal
kronik
dibandingkan
jenis
kelamin
perempuan.
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
4.30%
21.72%
43.54%
30.43%
62
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan Tinggi
Diagram 3. Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan diagram 3, dapat diketahui sebagian
besar 10 pasien (43,5%) dengan tingkat pendidikan
tamat perguruan tinggi, 7 pasien (30,4%) dengan
tingkat pendidikan tamat SLTA, 5 pasien (26%) tingkat
pendidikan tamat SMP dan 1 pasien (3,4%) dengan
tingkat pendidikan tamat SD.
Menurut Soekirman yang dikutip Notoatmodjo
(2010) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang
tua, semakin tinggi pendapatan dan status gizinya.
Sehingga berdasarkan ulasan tersebut
di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan berpengaruh
dalam mempertimbangkan efsiensi dan efektivitas pola
berpikir
memilih
CAPD
dibandingkan
dengan
HD.
Setelah mengetahui keuntungan dan kelemahannya
sehingga penggunaan CAPD lebih efektif dan efsien
dibandingakan dengan HD.
4) Jenis Pekerjaan
63
Jenis Pekerjaan
30.43%
34.83%
4.30%
13.01%
Ibu Rumah Tangga
Karyawan Swasta
Pendeta
Pensiunan
Wiraswasta
17.42%
Diagram 4. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis
Pekerjaan
Berdasarkan diagram 4, dapat diketahui sebagian
besar jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 8 orang
(34,8%), jenis pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 7
orang
(30,4%),
jenis
pekerjaan
karyawan
swasta
sebanyak 4 orang (17,4%), pensiunan sebanyak 3 orang
(13%) dan pendeta sebanyak 1 orang (4,3%).
Pasien GGK yang menggunakan CAPD rata-rata
orang dengan penghasilan menengah keatas akan
tetapi karena biaya perawatan penggunaan alat CAPD
membutuhkan biaya yang mahal sehingga dari semua
pasien menggunakan kartu jamkesmas atau kartu
64
Askes
kesehatan
lainnya
agar
meringankan
biaya
dialisa dan biaya perawatan lainnya.
Untuk biaya tindakan pemasangan alat CAPD
adalah ±20 juta rupiah dengan menggunakan kartu
Jamkesmas
atau
Askes.
Kemudian
untuk
biaya
perawatan setiap bulannya pasien bisa mengeluarkan
biaya hingga ± 9 juta rupiah untuk pembelian cairan
dialisa (bagi yang tidak menggunakan kartu Jamkesmas
atau
Askes)
sedangkan
yang
menggunakan
kartu
Jamkesmas atau Askes biaya ditanggung 50% (±4,5
juta rupiah).
b. Penilaian Asupan Energi Zat Gizi Makro (Protein)
1) Asupan Energi
Untuk mengetahui asupan energi dilakukan recall 24
jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
65
Asupan Energi
17.4
43.5
Kurang < 75% dari kebutuhan
Sedang 75-89% dari
kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang lebih 110 –
125% dari kebutuhan
21.7
Lebih > 125% dari kebutuhan
17.4
Diagram 5. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan
Energi Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK
dengan CAPD sebagian besar asupan energinya adalah
dengan kategori kurang yaitu sebanyak 10 pasien
(43,5%).
Asupan energi yang kurang disebabkan beberapa
pasien sedang menjalankan ibadah puasa sehingga
penggunaan metode recall 24 kurang maksimal dan
beberapa pasien mengaku bahwa nafsu makannya
menurun disebabkan cairan dialisa yang mengandung
dextrose
dimasukan ke dalam tubuh membuat rasa
66
kenyang
dan
mual
sehingga
tidak
nafsu
makan.
Dextrose merupakan salah satu karbohidrat sederhana
dengan
bentuk
alami
D-glukosa
dimana
glukosa
tersebut mudah diserap oleh tubuh dan merupakan
sumber tenaga (Winarno, 2008)
Untuk
sehari
pasien
melakukan
penggantian
cairan dialisa 4x sehari, adapun penambahan energi
dari penggantian cairan dialisa seharinya adalah 336
kkal.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa asupan
energi
kadang sulit terpenuhi, karena pasien sering
kehilangan cita rasa (berubahnya indera pengecap).
Untuk
mengatasi
dipertimbangkan
masalah
makanan
yang
tersebut
disukai
perlu
untuk
dimasukan dalam perencanaan anjuran menu sehari,
selain itu dicoba untuk makan porsi kecil dan sering.
2) Asupan Protein
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dilihat
dari distribusi % tingkat asupan protein sebagai berikut :
67
Asupan Protein
4.3
4.3
Kurang < 75% dari kebutuhan
Sedang 75-89% dari
kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang lebih 110 –
125% dari kebutuhan
4.3
13
Lebih > 125% dari kebutuhan
73.9
Diagram 6. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan
Protein Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK
dengan CAPD sebagian besar asupan proteinnya adalah
kategori kurang yaitu sebanyak 17 pasien (73,9%).
Rata-rata
pasien
GGK
dengan
CAPD
asupan
proteinnya kurang dari kebutuhan, sehingga akan
menyebabkan
kadar
albumin
tubuhnya
rendah.
Penyebab selain asupan protein yang kurang adalah
disebabkan seringnya melakukan pergantian cairan
dialisa setiap 4-5 jam (4x sehari) sehingga setiap kali
cairan dialisa dikeluarkan / dibuang, protein ikut pula
68
terbuang. Diperkirakan protein terbuang 8-10 g/hr.
kekurangan protein akan lebih banyak lagi apabila
terjadi peritonitis. (Triyani, 2005)
Dengan
mengkonsumsi
demikian
putih
telur
dokter
menyarankan
6
sehari
butir
untuk
meningkatkan kadar albumin dalam tubuh, akan tetapi
pasien kebanyakan tidak mematuhinya karena tidak
suka , hal ini disebabkan aroma amis telur yang
membuat rasa mual.
c. Penilaian Asupan Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium,
Kalsium dan Fosfor)
1) Asupan Natrium
Untuk mengetahui asupan natrium dilakukan recall
24 jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
69
Asupan Natrium
4.3
21.7
Kurang (< 1 gr/hr)
Baik ( 1- 4 gr/hr)
Lebih (> 4 gr/hr)
73.9
Diagram 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Natrium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebanyak 17
pasien (73,9%) asupan natriumnya dengan kategori baik (1 - 4gr/hr), 5
pasien (21,7%) asupan natriumnya dengan kategori kurang (< 1gr/hr)
dan 1 pasien (3,4%) asupan natriumnya dengan kategori lebih (>
4gr/hr).
Di dalam tubuh, natrium dibutuhkan tubuh bekerjasama
dengan kalium untuk mengatur tekanan darah. Terlalu banyak
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
tinggi
natrium
menyebabkan kita banyak minum, kenyataannya asupan cairan pasien
GGK perlu dibatasi.(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
70
Dari hasil recall 24 jam pasien sebagian besar membatasi
asupan garam (natrium) dikarenakan pasien akan mengalami edema
dibagian tubuhnya kalau kelebihan mengkonsumsinya, sebab ginjal
yang sudah tidak dapat berfungsi untuk mengabsorsi garam akan
menumpuk didalam darah dan mengikat cairan tubuh, sehingga
menyebabkan edema. Beberapa pasien kebanyakan mempunyai
penyakit komplikasi ginjal dengan hipertensi sehingga mengurangi
konsumsi garam.
Ada beberapa pasien mengaku tetap menggunakan garam tanpa
membatasinya
karena
tidak
mendapatkan
keluhan
ketika
mengkonsumsinya. Menurut Triyani, 2005 pembatasan garam dan air
pada pasien GGK dengan CAPD tidak selalu diperlukan, karena jarang
terjadi penumpukan cairan dan pada penelitian ini pasien melakukan
pergantian cairan dialisa sebanyak 4 kali sehari.
2) Asupan Kalium
Untuk mengetahui asupan kalium dilakukan recall 24
jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
71
Asupan Kalium
Kurang (< 2,7 gr/hr)
Baik (2,7 – 3,3gr/hr)
Lebih (> 3,3gr/hr)
100
Diagram 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram 8 dapat diketahui semua pasien sebanyak
23 orang (100%) asupan kaliumnya dengan kategori kurang (< 2,7 gr/
hr).
Kalium adalah kation intraseluller dan kerusakan berat pada
jaringan meyebabkan peningkatan kalium serum yang mengancam
jiwa pasien GGK.(www.GangguanGGK.com)
Kadar kalium dalam darah harus dipertahankan dalam batas
normal. Pada beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat
disebabkan karena asupan kalium dari makanan yang berlebih atau
karena obat-obatan yang diberikan.(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
3) Asupan Kalsium
72
Untuk mengetahui asupan kalsium dilakukan recall
24 jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari
penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
Asupan Kalsium
4.3 4.3
Kurang (< 900 mg/hr)
Baik (900 - 1100 mg/hr)
Lebih (> 1100 mg/hr)
91.3
Diagram 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalsium Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
Berdasarkan diagram 9 dapat diketahui sebagian besar adalah
21 pasien (91,3%) asupan kalsiumnya dengan kategori baik (< 900mg/
hr atau > 1100mg/hr) dan asupan kalsiumnya dengan kategori kurang
(< 900 mg/hr) dan lebih (> 1100 mg/hr) masing-masing 1 pasien
(4,3%).
Pada pasien GGK, sering timbul keluhan seperti nyeri sendi
ataupun tulang. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar kalsium
dalam tulang disebabkan penyerapan di usus tidak baik serta
73
hiperfosfatemia (tingginya kandungan fosfat dalam darah) karena
menurunnya fungi ginjal. Biasanya supplemen kalsium yang biasa
diberikan oleh dokter adalah kalsium karbonat, karena selain untuk
supplemen juga sebagai fosfat binder (pengikat fosfat).(FERNEFRI
dan AsDI, 2009)
4) Asupan Fosfor
Dari 23 pasien yang diteliti terhadap pasien GGK
dengan CAPD dilihat dari distribusi % tingkat asupan fosfor
yang dilakukan dengan recall 24 jam dan dari penilaian itu
didapatkan hasil sebagai berikut :
Asupan Fosfor
Sesuai Kebutuhan (baik)
(< 17mg/BBI/hr)
26.1
Tidak Sesuai Kebutuhan
(tidak baik) (≥ 17mg/BBI/
hr)
73.9
Diagram 10. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Fosfor Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK
dengan CAPD
74
Berdasarkan diagram 10 dapat diketahui sebagian besar adalah
17 pasien (73,9%) asupan fosfornya sesuai kebutuhan (< 7mg/BBI/hr)
dengan kategori baik dan 6 pasien (4,3%) asupan fosfor nya tidak
sesuai kebutuhan (≥ 17mg/BBI/hr) dengan kategori tidak baik.
Ginjal
memegang
peran
yang
cukup
penting
dalam
metabolisme fosfor. Fosfor dan Kalsium mempunyai hubungan yang
erat dan keduanya ini sebagian besar terdapat sebagai Garam KalsiumFosfat di dalam tulang dan gigi geligi. Pada pasien GGK, dengan
semakin menurunnya fungsi ginjal maka berakibat terjadinya
hiperfosfatemia (kelebihan Fosfat di dalam darah).(FERNEFRI dan
AsDI, 2009)
d. Asupan Konsumsi Cairan Sehari
Dari 23 pasien yang diteliti terhadap pasien GGK
dengan CAPD dilihat dari distribusi % tingkat asupan cairan
yang dilakukan dengan recall 24 jam dan dari penilaian itu
didapatkan hasil sebagai berikut :
75
Asupan Cairan
17.4
500 – 1000 ml/hr
43.5
1000 - 1500 ml/hr
> 1500 ml/hr
39.1
Diagram 11. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Cairan yang
Diminum Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada
Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebagian
besar adalah 10 pasien (43,5%) tingkat asupan cairannya tinggi >
1500ml/hr, 9 pasien (39,1%) tingkat asupan cairannya sedang dan 4
pasien (17,4%) tingkat asupan cairannya rendah.
Pembatasan
menurunnya
asupan
kemampuan
perlu
ginjal.
dilakukan
Karena
jika
seiring
pasien
dengan
GGK
mengkonsumsi terlalu banyak cairan, maka cairan yang ada akan
menumpuk di dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan edema
(pembengkakan).(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
Asupan pasien sebagian besar tinggi dan tanpa membatasinya
beberapa pasien mengaku ketika asupan cairannya dibatasi pasien
76
menjadi lemas sedangkan pasien yang asupan cairan dibatasi rata-rata
pasien yang hanya mengalami edema.
Pasien pasien GGK dengan CAPD hampir semua tidak
melakukan
pengukuran
urine
tampung
sehingga
sulit
untuk
menentukan asupan kebutuhan cairan pada pasien.
e. Hasil Pengukuran BIA (Bio Impedance Analys) – Kadar
Air dalam Tubuh
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dapat
dilihat dari distribusi pengukuran kadar air tubuh (hydration)
dengan BIA (Bio Impedance Analys) sebagai berikut :
Status Kadar Air Tubuh (BIA)
17.4
30.4
4.3
Sangat Tinggi
Tinggi
Normal
Kurang
Sangat Kurang
21.7
26.1
Diagram 12. Distribusi Frekuensi Tingkat Kadar Air Tubuh
pada Pasien GGK dengan CAPD
77
Berdasarkan diagram 12 dapat diketahui sebanyak 7 pasien
(30,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat tinggi, 6
pasien (26,1%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori tinggi, 5
pasien (21,7%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori normal, 1
pasien (4,3%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori kurang dan
4 pasien (17,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat
kurang.
Karena pengantian cairan dialisa yang dilakukan secara terus
menerus setiap 4-5 jam sekali menyebabkan cairan tubuh diserap
secara terus menerus oleh tubuh sehingga kadar air dalam tubuh
menjadi tinggi ditambah lagi dengan asupan cairan yang tinggi.
f. Hasil Pengukuran Status Gizi Berdasarkan Indek Massa
Tubuh (IMT)
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dapat
dilihat dari distribusi status gizi sebagai berikut :
78
Indek Massa Tubuh (IMT)
13
17.4
Berat Badan Kurang
Normal
Berat Badan Lebih
Obese
69.6
Diagram 13. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Indek
Massa Tubuh (IMT) pada Pasien GGK dengan
CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien
sebagian besar adalah gizi normal yaitu sebanyak 16
pasien (69,6%), obese sebanyak 4 pasien (17,4%) dan
kurus sebanyak 3 pasien (13%).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit
tahap
akhir
berupa
gangguan
fungsi
ginjal
yang
menahun bersifat progesif inversibel. Tubuh gagal
mempertahankan
metabolisme
dan
keseimbangan
cairan dan elektrolit. Semakin tinggi Indek Massa Tubuh
(IMT) semakin besar resiko GGK. Obesitas dengan IMT
30 memiliki resiko 4 kali lebih besar terserang GGK dan
79
IMT
25
beresiko
3
kali
lebih
besar.
(www.Bukumyhealthylife.com)
F. Variabel Bivariat
TABEL 1.
DISTRIBUSI ASUPAN ENERGI TERHADAP STATUS GIZI
PASIEN GGK DENGAN CAPD
Status Gizi
Asupan
Energi
Berat Badan
Kurang
n
%
Normal
n
%
Total
Berat Badan
Lebih/Obese
n
%
n
%
Defisit < 75% dari
kebutuhan/Sedang 7589% dari kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang Lebih 110 –
125% dari
kebutuhan/Lebih >
125% dari kebutuhan
TOTAL
Tabel
diatas
2
8,7
9
39,1
3
13,0
14
60,9
-
-
5
21,7
-
-
5
21,7
1
4,3
2
8,7
1
4,3
4
17,4
3
13,0
16
69,6
4
17,4
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
energi
dengan status gizi. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien dengan
asupan
energi
defsit/sedang
terhadap
status
gizi
termasuk
kedalam kategori normal yaitu 9 pasien (39,1%), sebagian besar
pasien dengan asupan energi baik terhadap status gizi termasuk
kedalam kategori normal yaitu 5 pasien (21,7%), sebagian besar
80
pasien dengan asupan energi sedang lebih/lebih terhadap status
normal sebanyak 2 pasien (8,7%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan energi yang
dalam kategori defsit dikarenakan pasien GGK dengan CAPD sudah
mengalami kenyang karena cairan dialisa, di dalam cairan dextrose
terkandung kalori yang tinggi sehingga asupan makan pasien yang
dari luar berkurang, karena untuk energi sudah didapat dari cairan
dialisa
sedangkan
pasien
yang
mengalami
gizi
kurang
menggambarkan status gizi pada saat sekarang.
TABEL 2.
DISTRIBUSI ASUPAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI
PASIEN GGK DENGAN CAPD
Status Gizi
Asupan
Protein
Berat Badan
Kurang
n
%
Normal
n
%
Berat Badan
Lebih/Obese
n
%
Total
n
%
Defisit < 75% dari
kebutuhan/Sedang 7589% dari kebutuhan
Baik 90 – 109% dari
kebutuhan
Sedang Lebih 110 –
125% dari
kebutuhan/Lebih >
125% dari kebutuhan
TOTAL
Tabel
diatas
2
8,7
15
65,2
3
13,0
20
87
1
4,3
-
-
-
-
1
4,3
-
-
1
4,3
1
4,3
2
8,7
3
13,0
16
69,6
4
17,4
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
ptotein
dengan status gizi. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien dengan
81
asupan
protein
defsit/sedang
terhadap
status
gizi
termasuk
kedalam kategori normal yaitu 15 pasien (65,2%), sebagian besar
pasien dengan asupan protein baik terhadap status gizi termasuk
kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien (3,4%),
sebagian besar pasien dengan asupan protein baik terhadap status
gizi termasuk kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien
(4,3%), sebagian besar pasien dengan asupan protein sedang lebih/
lebih terhadap status gizi termasuk kedalam kategori normal dan
berat badan lebih/obese yaitu masing-masing 1 pasien (4,3%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan protein yang
dalam kategori defsit karena tidak mengikuti saran dokter untuk
mengkonsumsi putih telur 6 butir sehari dan disebabkan tidak
menyukai putih telur yang beraroma amis.
TABEL 3.
DISTRIBUSI ASUPAN NATRIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH
PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Kadar Air Tubuh
Asupan
Natrium
Kurang (< 1 gr/hari)
Baik (1 – 4 gr/hari)
Lebih (> 4 gr/hari)
TOTAL
Sangat Tinggi/
Tinggi
n
%
4
17,4
8
34,8
1
4,3
13
56,6
Normal
n
5
5
82
%
21,7
21,7
Kurang/Sangat
Kurang
n
%
1
4,3
4
17,4
5
21,7
Total
n
5
17
1
23
%
21,7
73,9
4,3
100
Tabel diatas menunjukan perbandingan asupan natrium
dengan kadar air tubuh. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien
dengan asupan natrium kurang terhadap kadar air tubuh termasuk
kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 4 pasien (17,4%),
sebagian besar pasien dengan asupan natrium baik terhadap kadar
air tubuh termasuk kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 8
pasien (34,8%) dan pasien dengan asupan natrium lebih terhadap
kadar air tubuh termasuk kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 1
pasien (4,3%).
TABEL 4.
DISTRIBUSI ASUPAN KALIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH
PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Kadar Air Tubuh
Asupan
Kalium
Kurang (< 2,7 gr/hari)
Baik (2,7 – 3,3
Sangat Tinggi/
Tinggi
n
%
13
56,6
gr/hari)
Lebih (> 3,3 gr/hari)
TOTAL
Tabel
diatas
Normal
n
5
%
21,7
Kurang/Sangat
Kurang
n
%
5
21,7
Total
n
23
%
100
-
-
-
-
-
-
-
-
13
56,6
5
21,7
5
21,7
23
100
menunjukan
perbandingan
asupan
kalium
dengan kadar air tubuh. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien
dengan asupan kalium kurang terhadap kadar air tubuh termasuk
kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 13 pasien (56,6%).
83
84