KESALAHAN KESALAHAN DALAM BERKOMUNIKASI (1)

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM
BERKOMUNIKASI
1. Bicara tergesa-gesa.
Pemandangan yang lazim di pagi hari ketika ibu berteriak kepada anaknya: “Cepaattttt…!! Sudah jam berapa ini ayo
mandi siapin baju jangan lupa buku-bukunya masukin ke tas langsung sarapan tuh sepatu dan kaos kakinya di
belakang pintu buruan keburu mobil jemputan dateng pokoknya kalo ketinggalan jemputan Mama gak mau
nganter!”
Walah, paleng’e… Butuh konsentrasi tinggi untuk menangkap puluhan kata yang diteriakkan bagai laju kereta api
itu. Apakah anak mendengarkan? Bagaimana responnya? Paling ia berjalan gontai ke kamar mandi seperti tidak
terjadi apa-apa. Karena sudah terbiasa dengan kicauan itu setiap hari.
Lantas, apa gunanya teriak-teriak gak jelas seperti itu? Bagi orang tua:
- Menghabiskan energi
- Dongkol
- Makin emosi
Bagi anak:
- Makin sebel sama orang tua
- Gak ngaruh dibegitukan, sudah biasa.
Solusinya?
Tidak tergesa-gesa ketika bicara, atur kalimat, jangan emosi sehingga lawan bicara mengerti apa yang kita
komunikasikan.
2. Tidak kenal diri sendiri.

Mari kita uji coba. Sebutkan 3 keunikan Anda yang berbeda dari orang lain. Entah itu kebiasaan, hobby, warna
kesukaan. Waktunya 1 menit!
Apakah Anda kesulitan menemukan keunikan Anda? Ya, kebanyakan peserta seminar memang bingung. Alasannya:
tergesa-gesa, keburu waktu, panik. Namun alasan sesungguhnya adalah: Anda tidak mengenal diri Anda sendiri.
Bukankah kalau kenal- bisa reflek menyebutkan keunikan diri sendiri?
Lantas, apakah kita sudah mengenal keunikan pasangan hidup kita? Anak kita?
Disinilah pentingnya mengenali lawan bicara ketika sebelum berkomunikasi. Adakalanya suami begitu angkuh dan
cuek ketika istri nangis bombay saat berantem. Bisa jadi karena waktu kecil, sang suami dididik ayahnya kalau :
laki-laki gak boleh nangis!. Besarnya pun ia akan anti nangis, malah tidak suka melihat orang nangis. Atau istri
begitu sensitif karena sering diremehkan oleh orang tuanya.
Atau anak kita :
Usia 5 tahun, ketika disuruh: “Sayang, buangin sampah, dong, ketempatnya!”. Sang anak pasti dengan senang hati
melakukannya.
Usia 7 tahun, ketika disuruh hal yang sama, responnya : “Ntar!” atau “Kok, gak mamah aja?”
Usia 10 tahun, responnya : “Capek!” alias menolak untuk diperintah.
Ternyata, cara bicara orang tua yang itu-itu saja tidak membuat anak makin pintar atau nurut. Anak jenuh dan
bosan dari kecil diperlakukan seperti itu. Itulah mengapa orang tua harus kenal, tanggap dan menggunakan bahasa
komunikasi yang berbeda sesuai perkembangan jiwa dan pertambahan umur anak.
Kenali lawan bicara kita.
3. Lupa : setiap individu U N I K.

Dari jutaan sperma yang menghampiri sel telur, hanya 1 sperma yang paling unggul, paling kuat, dan paling
berkualitas yang mampu menembus ke dalam sel telur dan membuahinya. Baik sel sperma maupun sel telur turut
bertanggungjawab menghasilkan zigot yang terlahir sebagai bayi mungil untuk orang tuanya. Tapi kenapa
kebanyakan suami selalu membebankan pengasuhan dan pendidikan anak kepada istri? Bukankah anak itu hasil
dari suami istri berdua?

Kemudian, betapa banyak orang tua yang kesulitan memiliki anak, bersedia mengeluarkan uang ratusan juta rupiah
dan melakukan pengorbanan besar agar ada suara tangis bayi di rumahnya.
Tetapi, mengapa orang tua yang dimudahkan Allah untuk memiliki keturunan tidak mensyukuri hal ini?
Tidak jarang ketika orang tua greget melihat kenakalan anaknya lantas berkata, “Iiiiiiiiihh..!! Sebenarnya kamu anak
siapa, siihhh!!!”
Jika terus menerus dibegitukan, lama-lama anak akan bertanya, “Iya, yah, aku ini anak siapa, sih?”
Kembali, bahwa anak terlahir, apapun keadaannya, kekurangan dan kelebihannya, itu atas kuasa Allah Azza wa Jalla
semata. Ada anak yang terlahir normal, mewarisi kecerdasan, dan kelincahan. Ada pula yang terlahir dengan
kekurangan seperti: dislexia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis) dan diskalkulia (kesulitan
berhitung). Semua itu adalah keunikan anak yang harus dihargai, disyukuri. Tentunya orangtua tidak bisa memaksa
anak yang dislexia untuk cepat membaca, anak diisgrafia untuk menulis indah, dan seterusnya. Perlakukan anak
sesuai keadaan dan keunikannya.
Setiap individu berbeda. Perlakukan ia sebagai pribadi yang unik.
4. Perbedaan Needs and Wants (Kebutuhan dan keinginan)

Anak menyukai design grafis, tapi orang tua ingin anaknya jadi dokter. Jelas dua kebutuhan dan keinginan yang
berbeda ini menjadi pemicu salah paham dan ketidakharmonisan. Orang tua tidak punya banyak waktu untuk
mempertimbangkan keinginan anak. Orang tua mengabaikan kebutuhan anak. Akhirnya berujung pada pemaksaan
kehendak dari orang tua kepada anaknya. Adu urat syaraf sudah menjadi skenario sehari-hari.Padahal yang
menjalani hidup adalah anaknya, bukan orang tuanya. Yang kenal kemampuan diri sendiri adalah anak, bukan
orang lain.
Ada pula orang tua yang sibuk bekerja dan memberikan apapun kebutuhan materi yang diperlukan anak. Padahal
anak membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Tapi orang tua merasa sudah mencukupi keinginan dan kebutuhan
anak. Maka hancurlah hubungan. Satu sama lain tidak nyambung. Anak butuh A, orang tua ngasih Z.
Sadari dan pahami bahwa keinginan dan kebutuhan tiap individu itu BERBEDA!
5. Tidak membaca bahasa tubuh
Ketika anak memecahkan gelas, otomatis sang ibu berteriak dan memarahi. Tak jarang juga yang main fisik dengan
memukul atau mencubit.
Seandainya ada rekaman video ketika anak menyenggol gelas dan memecahkannya, perhatikan ekspresinya.
Mulutnya menganga, sekujur tubuhnya tegang tak berkutik, kedua tangannya kaku, ekspresinya menunjukkan
kekhawatiran, rasa penyesalan dan ketakutan kalau dimarahi. Jika sang ibu membaca bahasa tubuh anak, masihkah
tega untuk memarahinya? Anak sudah ketakutan, masih ditambah dengan dimarahi dan dipukul. Begitu
berhargakah sebuah gelas dibandingkan perkembangan jiwa anak?
Lidah bisa berbohong, tapi bahasa tubuh tidak. Baca bahasa tubuh.
6. Tidak mendengar perasaan.

Bayangkan anak Anda, pulang sekolah, kehujanan, membawa ransel berat di punggungnya, pulang ke rumah
dengan sepatu belepotan lumpur. Ia masuk dengan wajah cemberut, melepas sepatu yang penuh lumpur dengan
menendangnya, dan melempar tas ke mana saja. Padahal Anda sudah susah payah menyapu, mengepel dan
membereskan rumah.
Apa yang Anda lakukan?
“Hei, apa-apaan kamu! Masuk gak salam, sepatu dilempar sembarangan, lantai jadi kotor, tuh! Ayok beresin! Taruh
yang bener!”
Sebagai anak, apa yang akan dilakukan? Sudah pasti langsung masuk kamar dan menguncinya. Males ngomong
dengan ibunya.
Kita ulang lagi kejadian di atas. Ketika anak melempar sepatu dan tasnya, perhatikan ekspresinya. Ya! Ia lelah,
capek, lapar, pusing.
Ketika Anda mengenali perasaannya, dan berkata, “Wah, anak ibu sudah pulang. Capek, ya?”
Kira-kira, apa respon anak?
“Ngga!” sambil manyun. Setidaknya ia mau ngomong.
Jangan menyerah, coba kenali perasaan yang lain dan jangan takut salah. “Oh, pasti laper?”
Jawab anak, “Ngga!”

Ibu : “Lagi kesal?”
Anak : “Iya! Tadi PR aku ketinggalan di rumah. Aku disetrap Pak Guru. Eh, si Riko ngetawain aku di bangkunya.
Pulang sekolah aku mau jajan, laper, tapi uangku hilang. Terus si Riko dan teman-temannya menjegal kakiku sampai

aku jatuh. Aku kesakitan, tapi aku paksa aja karena mau pulang. Uuhh, di tengah jalan malah hujan. Mana becek
lagi!”
Wow, ternyata masalah yang dihadapi anak begitu bertubi-tubi. Perasaan dia sedang marah, kesal, dongkol dan
capek. Masihkah tega memarahinya?
Dari dua kejadian di atas, manakah komunikasi yang baik?
Dengarkanlah perasaan. Tandai pesan dari gelagat dan bahasa tubuhnya. Jangkau perasan lawan bicara. Buka
komunikasi dengan menamai perasaan lawan bicara, misal: Capek, ya? Marah? Wah, kesal, dong?.
Jangan takut salah, karena lawan bicara akan dengan senang hati membetulkan.
O,ya, kalau ibu merespon dengan kata, “Duh, kasihan anak ibu.” Itu tidak tepat. Karena kasihan itu adalah perasaan
ibu. Bukan perasaan anak. Dengan menyebut seperti itu, sama saja dengan menghentikan curhatan anak.
Konsentrasilah pada perasaan anak. Biarkan emosi dan permasalahannya keluar sehingga ia tenang.
7. Menggunakan 12 gaya populer.
a. Memerintah.
b. Menyalahkan
c. Meremehkan
d. Membandingkan
e. Mencap/label
f. Menasehati
h. Membohongi
i. Menghibur

j. Mengritik
k. Menyindir
l. Menganalisa.
(Catatan penulis: yang dimaksud memerintah, menasihati dan menghibur di atas adalah ketika dilakukan dengan
cara yang salah)
-Memerintah :
“Eh.. eh.. eh… jangan lewat situuu…!! ntar jatuuhhh..!!!”
Tapi anak makin penasaran, malah tambah ngebut main sepedanya.
Akhirnya si anak beneran jatuh dan nangis sekencang-kencangnya.
-Menyalahkan
“Naaahh…kaann!! Jatuh juga! Mama bilang apa tadi? Kamu sih dikasih tau gak mau denger!”
(Ya, iya, tau. Abisnya Mama gak bilang di situ ada lobang. Kalau bilang ada lobang kan, saya gak akan lewat situ!”)
- Meremehkan
“Halaaah, luka kecil aja nangis!”
Anak meringis kesakitan, sambil megangin lututnya yang lecet dan berdarah. Kagetnya juga belum hilang.
(Luka segede ini masak dibilang kecil? Jadi luka gede itu seperti apa, yak?)
- Membandingkan
Anak dibawa ke dalam rumah. Di sana ada papanya. Kata papa, “Kemarin temen kamu, si Difta, jatuh dari sepeda
gak nangis, tuh!”
(Beeu… dia ya dia, gue ya gue!)

- Mencap/ label
Kata papa lagi, “Jangan cengeng, ah! Anak papah gak ada yang cengeng!”
(Ini nahan sakit bukan cengeng, plus sebel! Lagi sakit bukannya dihibur!)
- Mengancam
“Kalau masih nangis gak dibeliin mainan lagi, lho!”
(Ya, elaaahh….ditambah ngancem lagi, sebeeellll bin benciiiii!!)
- Menasihati
“Lain kali, kalau mama ngomong itu didenger yah!”

(iya, iya udah tauuuuuuuuuuuuuukkkkkkkkkkkkkk!!)
- Membohongi & Menghibur
“Ah, luka cemen gitu mah besok juga sembuh!”
Keesokan harinya, ketika mandi pagi, lukanya terkena air dan terasa perih. Pikir anak: “Sakiiit, kata mama papa
lukanya sembuh besok, ini kan udah besok, kok belum sembuh?” –> anak bingung. Ia tahu kalau papa mamanya
berbohong. “Berarti bohong itu boleh, kan papa mama udah bohongin aku.” Si anak belajar bohong langsung dari
orang tuanya sendiri.
-Mengritik
“Kamu tuh kalau dibilangin suka ngeyel, gak mau denger! Tau rasa kan akibatnya!”
(Isi sendiri deh, gimana perasaan anak kalau dibegitukan, hehehe)
- Menyindir

“Biasanya, kalau anak bandel itu suka sial nasibnya. Jatuuhh melulu!”
(…………..)
- Menganalisa
“Kalau seorang anak tidak mendengar nasihat ibunya, sudah pasti kualat tuh. Papa yakin kamu denger peringatan
mama, tapi kamu langgar, kan? Mangkanya kamu jatuh. Itu peringatan buat kamu supaya lain kali jangan diulangi
lagi!”
(Zzzzzzzzzzzzz)
Akibat menggunakan 12 gaya populer tidak pada tempat dan porsinya alias sekenanya:
- Anak tidak percaya pada perasaannya sendiri. “Kata saya sakit, tapi kata mama, segini itu gak sakit.”
- Tidak percaya pada diri sendiri.
8. Tidak memisahkan: Masalah Siapa?
Ketika anak pulang sekolah, ia baru sadar kalau tugas prakaryanya yang belum selesai ketinggalan di rumah
temannya. “Ibu,…tugasku ketinggalan di rumah temen. Padahal besok harus dikumpulin. Kalau belum selesai dan
gak dikumpulin, ntar aku dihukum bu guru. Anterin, dong, bu…!”
Sebagai orang tua tentu tidak tega melihat anaknya susah. Pilihannya dua, membantu atau membiarkan. Salah
memilih tindakan, akan berakibat fatal bagi perkembangan anak.
Tapi, sebagai orang tua harus bisa memisahkan masalah siapa. Prakarya ketinggalan di rumah teman adalah
masalah yang ditimbulkan anak. Bukan masalah orang tua. Ajarkan anak untuk menyelesaikan masalahnya.
Apapun pilihan anak, pasti ada konsekuensinya.
Jika orang tua berhasil dalam tahap ini, maka anak terbiasa untuk berpikir, memilih dan mengambil keputusan.

Anak pun akan menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
Anak perlu BBM : Berfikir – Memilih – Mengambil Keputusan.
9. Kurang mendengar aktif.
Betapa banyaknya orang tua yang sok tahu permasalahan anak padahal dia tidak tahu apapun. Ketika anak
mendapat nilai jelek, kesimpulan orang tua :malas belajar. Padahal ia sedang bermasalah dengan kesehatan
matanya, temannya atau cara pengajaran gurunya.
Orang tua tidak punya waktu untuk mendengarkan permasalahan anak. Tidak heran banyak anak yang tidak patuh
pada orang tua sendiri tapi nurut pada guru (yang baik) atau orang lain. Hal itu dikarenakan orang tua tidak
menempatkan diri sebagai problem solving tapi malah nambah problem anak.
Jadilah cermin untuk menjadi pendengar aktif.
- “oo.. begitu?”
- “Hmm… masya Allah..”
- “… terus?”
- “Sedih bener, dong?”
- “Kecewa, ya?”
- “… hmm, mangkanya kamu marah betul…”
Menjadi pendengar aktif akan membuka komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan lawan bicara.
10. Selalu menunjuk, “kamu!”
“Kamu, tuh, ya, jadi anak bla bla bla…!”
“Kamu, kok, begitu? bla bla bla..!”

Lawan bicara akan tersudutkan dan reflek untuk membela diri sehingga terjadilah cekcok.

Seharusnya:
Sampaikan pesan S A Y A:
“Saya……. (sampaikan perasaan Anda)…….kalau ……… karena………..
Contoh:
“Papa tidak suka kalau kamu pulang malam karena berbahaya untuk kesehatanmu.”
—————- THE END ——————
Narasumber : Dra. Elly Risman, Psi.
https://izkaonline.wordpress.com/2011/04/22/10-kesalahan-dalam-komunikasi/

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM
BERKOMUNIKASI part 2
1. Tidak mendengarkan
Sebagian besar orang bukanlah tipekal pendengar yang baik. Tentunya ini berhubungan dengan ego yang
tinggi, yang justru ingin lebih didengarkan dibanding mendengarkan dan kadang dalam komunikasi ini
terjadi tabrakan ingin berbicara secepatnya karena sudah tidak tahan menunggu.
Solusinya, cobalah menekan ego sobat dan dengarkan secara seksama apa yang orang lain katakan. Disini
ketika sobat memulai sikap mendengar, maka sobat telah membuka jalan untuk terciptanya suatu
hubungan yang potensial. Namun hindari kata singkat “ya” atau “tidak”, mengapa…? karena akan terkesan

bagi lawan bicara untuk memberikan informasi setengah-setengah. Sebagai contoh, lawan bicara sedang
mengutarakan pengalaman liburan. Kemudian anda bertanya :
- kota apa yang sudah kamu tuju?
- apa yang kamu suka dari kota itu?
- apa saja yang kamu lakukan di kota itu?
Nah,… Pertanyaan-pertanyaan semacam ini yang akan membuat topik pembicaraan semakin menarik,
mendalam dan memancing lebih banyak topik yang akan di diskusikan serta yang tak kalah hebohnya
lawan bicara sobat akan mengetahui, betapa sobat sungguh-sungguh mendengakannnya. Inilah yang akan
membuat dimana lawan bicara sobat saling terhubung, saling menghargai dan saling perhatian.
2. Terlalu banyak bertanya
Beberapa pertanyaan yang sobat cakapkan kepada lawan bicara dapat berarti antusias. Namun terlalu
banyak bertanya juga menjadi tidak baik. Mengapa..? karena mungkin lawan sobat akan beranggapan
bahwa sobat seperti sedang menginterogerasi dan inilah yang akan membuat lawan bicara tidak nyaman.
Solusinya, cobalah gabungkan antara pertanyaan dan pernyataan. Misalnya, “Minggu lalu saya
menghabiskan waktu di pantai bersama rekan kerja, apa kamu suka ke pantai?
3. Kehabisan topik untuk dibicarakan
Dalam percakapan mungkin sobat sering merasa kehabisan topik untuk dibicarakan dengan lawan bicara,
terutama jika sobat berbicara dengan seseorang yang baru saja dikenal. Untuk mencegah hal ini terjadi, ada
beberapa solusi yaitu :
- Seorang bijak pernah berkata “Jangan tinggalkan rumah tanpa membaca surat kabar terlebih dahulu.” Jika
sobat kehabisan topik untuk dibicarakan, sobat bisa memulai berbicara tentang berita yang sedang hangat
saat ini.
- Bicara mengenai keberadaan disekeliling sobat. Mungkin tentang kucing yang ada didekat sobat tadi baru

saja sobat tendang,.. Oups.! maaf bercanda. atau anak-anak yang sedang bermain di samping sobat yang
kemudian sobat rebut permainannya, waduu kasian.. jangan ditiru, bercanda kok. Yang penting apa saja
yang memungkinkan untuk dibicarakan di sekeliling anda. Ok.!
4. Penyampaian yang buruk
Dalam berkomunikasi bukan hanya masalah kata demi kata, melainkan bagaimana sobat
menyampaikannya. Karena suara dan bahasa tubuh adalah bagian yang sangat vital dalam berkomunikasi.
Maka kebiasaan ini akan membuat perbedaan yang besar. Ini ada beberapa solusi yang bisa sobat
pertimbangkan :
- Sampaikan dengan perlahan. Ketika sobat berbicara tentang suatu hal yang sangat menyenangkan. Karena
akan lebih mudah bagi lawan bicara untuk mendengarkan dan menangkap maksud yang ingin sobat
sampaikan.
- Bicaralah dengan suara lantang. Tidak perlu ragu, karena lawan bicara sobat memang ingin
mendengarkan.
- Bicaralah dengan jelas. Jangan seperti bergumam. Karena akan membuat lawan bicara tidak memahami
apa yang sobat bicarakan tentunya.
- Bicaralah dengan suara yang tidak monoton. Libatkan emosi dalam suara.
- Gunakan jeda. Penyampaian dengan perlahan ditambah dengan jeda akan membuat lawan bicara sobat
lebih perhatian dalam mendengarkan dan suasana pun menjadi lebih tenang dan santaaaaaaaaai.
- Gunakan bahasa tubuh yang baik. Seperti dengan sebuah gambaran.
5. Menginterupsi
Pembicaraan sobat dipotong oleh lawan bicara sobat? Yup,! lawan bicara sobatpun akan sama, jika sobat
memotong pembicaraannya. Solusinya, Biarkan lawan bicara sobat menghabiskan terlebih dahulu apa yang
ingin disampaikan. Itu adalah salah satu bentuk penghargaan pada lawan bicara sobat. Carilah
keseimbangan antara mendengarkan dan berbicara.
6. Keinginan “selalu benar”
Orang tidak akan terkesan kepada sobat jika selalu ingin merasa benar dalam setiap pembicaraan.
Seringkali pembicaraan bukan betul-betul sebuah diskusi. Kadang-kadang kita ingin menjaga suasana jiwa,
hati, pikiran tetap baik dengan berbicara dengan seseorang. Sebagai contoh : salah satu teman ingin
bercerita kepada sobat mengenai serunya menuruni bukit yang berbatu dan menguji ketangkasan dengan
sepeda sampai-sampai sepedanya jungkir balik bersama pengemudinya. yaiyalah… mana mungkin sapi
yang makai. Ngawuuur…! lanjut, Namun sobat malah berbicara bagaimana bersepeda yang baik dan benar.
Saya yakin suasana jiwa, hati dan pikiran teman sobat akan langsung berubah.
Solusinya, duduklah santai, berbicara dan tidak berdebat.
7. Berbicara hal-hal aneh atau negatif
Pernahkan sobat berkenalan dengan seseorang dan setelah itu ia berbicara hal-hal aneh atau negatif,
seperti kesehatannya yang memburuk, cerita pembunuhan, atasannya yang menyebalkan, atau
menggunakan bahasa aneh yang hanya ia dan temannya yang mengetahui artinya.
Saya rasa tidak ada manfaatnya berbicara hal-hal aneh atau negatif seperti itu. Orang-orang akan senang
berbicara kepada sobat, apabila sobat selalu memberikan energi positif dalam setiap kata-kata yang sobat
keluarkan.
8. Membosankan
Jangan bercerita berlebihan mengenai mengenai apa yang baru saja sobat lakukan. Misalnya, “sobat, saya
punya mobil ferrari 458, Capacity : 4449cc, Engine : V 8 direct fuel injection, Max Power : 560 hp @

9000rpm, Max Torque : 540 nm @ 6000rpm, Standart option : F1 Transmission,F1 Traction Control,Dual
Clutch, 0-100 in 3,2 seconds,Topspeed over 325 km/h, dan bla..bla…bla….:
Widiiiiiih mantaap.! lengkap sudah yang di bahas. Nah.! ini sobat, ini yang buat saya jengkel dan tambah
bosan tentang mobil. Maklum belum mampu beli.. Tapi tahu gak sobat,? rata-rata orang tidak terlalu
tertarik dengan cerita semacam itu, yang mengekspose kemampuan diri. Carilah topik yang mengarah
pada hal-hal yang bergairah atau hal-hal yang lucu. misalkan, menceritakan tentang pengalaman sobat saat
berakhir pekan atau rencana sobat pada liburan mendatang. Intinya adalah hal-hal yang positif. Bukan juga
mengeluh atau menyesal.
Dale Carnegie pernah berkata :
”Dalam 2 bulan anda akan mempunyai lebih banyak teman dengan cara antusias terhadap cerita-cerita
mereka dibandingkan 2 tahun anda mencari teman dengan cara berusaha memancing mereka tertarik pada
cerita-cerita anda.”
Jadi solisinya, cobalah memberi peran lebih dalam berbicara untuk lawan bicara sobat. Kelak sobat akan
membangun sebuah hubungan yang berkualitas.
Mungkin sobat sudah sering mendengar istilah “mengapa Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut?” itu
karena agar kita lebih banyak mendengarkan dibanding berbicara.
9. Tidak merespon dengan baik
Apabila seseorang bercerita tentang pengalamannya, jangan sekedar mengangguk atau menjawab dengan
kalimat singkat. Terbukalah dan katakan apa yang sobat pikirkan. Ekspresikan perasaan sobat. Begitulah
manusia.
Sebagai penutup, mudah-mudahan tips ini bermanfaat bagi sobat sehingga kelak dapat menjadi teman
bicara yang baik bagi kehidupan orang banyak, teman-teman, keluarga, atau bahkan pasangan yang sobat
cintai.
-------------------------------------------------------------------END-----------------------------------------------------------------------Sumber: http://deqwan1.blogspot.com/2014/11/makalah-tentang-kesalahan-dalam-komunikasi.html