ANALISIS PENGARUH PARAMETER METEOROLOGI. psd

ANALISIS PENGARUH PARAMETER METEOROLOGI TERHADAP
KONSENTRASI PM10 DI JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN
METODE STATISTIK
HABIBUR RAHMAN, HAURA D. SAHLA, LILIK BAYYINAH,
M.RIFQI FATHIN F. MUZAENI, WIDYANI R. ISKANDAR
Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK
Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan pusat dari pemerintahan dan ekonomi di Indonesia, hal ini
menyebabkan aktivitas di kota ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pesatnya aktivitas penduduknya
tentu saja akan menyebabkan adanya polusi penyebab pencemaran udara, dimana salah satu parameternya adalah
PM10. Meningkatnya jumlah PM10 di atmosfer akan membahayakan lingkungan terutama bagi kesehatan manusia.
Parameter meteorologi menjadi hal yang sangat penting, karena mempengaruhi tingkat konsentrasi PM 10 di
atmosfer. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis keterkaitan antara parameter meteorlogi dengan konsentrasi
PM10 di DKI Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penilitian kali ini adalah dengan menggunakan metode statistika deskriptif
untuk melihat sebaran secara temporal dari polutan terhadap waktu, sebaran polutan, hubungan antara parameter
meteorlogi dengan polutan serta melakukan prediksi jangka pendek dengan MLR.
Hasil dari pengolahan data ini menunjukan bahwa stabilitas atmosfer yang tinggi dan kecepatan angin yang
rendah serta tidak adanya curah hujan menyebabkan partikulat yang tidak banyak menyebar di daerah
pengamatan. Dari perhitungan statistika deskriptif memerlihatkan adanya pengaruh dari musiman dalam

menghasilkan rata-rata. Scatterplot menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi antara konsentrasi PM 10 dengan
parameter meteorologi (angin, curah hujan dan temperatur virtual) menunjukan korelasi negatif dengan nilai 0,71785 untuk angin; -0,83802 untuk curah hujan; dan -0,23761 untuk temperatur virtual. koefisien determinasi
dari model bernilai 0,6466 yang menjelaskan bahwa model MLR yang dihasilakan dapat menjelaskan 64,66%
data yang dihasilkan dari variabel yang tidak saling kebergantungan.

Kata kunci : PM10, analisis deksriptif, parameter meteorologi, DKI Jakarta.

1. PENDAHULUAN
DKI
Jakarta
merupakan
kota
metropolitan
terbesar
di
Indonesia.
Perkembangannya
yang
begitu
pesat

mendorong banyaknya pencemaran udara di
kota tersebut. Pencemaran udara adalah
kontaminasi lingkungan oleh partikel kimiawi,
fisis, atau biologis yang mengubah karakterisik
alamiah atmosfer (WHO, 2012).
Particulat
matter
merupakan
campuran kompleks zat organik dan anorganik.
Selain itu, Particulat matter terdiri dari
sejumlah komponen, termasuk asam (seperti
nitrat dan sulfat), kimia organik, logam, tanah
atau partikel debu.

PM10 adalah partikel dengan diameter
kurang dari sama dengan 10 mikron yang dapat
mencapai saluran pernapasan bagian atas dan
paru-paru (Clean Air Initiative for Asian Cities,
2010). Dari keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan, ambang

batas untuk Indeks Standar Pencemaran Udara
(ISPU) untuk PM10 dalam satuan SI adalah 100
atau sama dengan 150 µg/m3. Jika melebihi
indeks tersebut sudah dikategorikan sebagai
udara yang tidak sehat.
Konsentrasi polutan di udara ambien
dipengaruhi oleh parameter meteorologi seperti
kecepatan dan arah angin, temperatur, dan
kelembapan relatif (Jayamurgun et.al., 2013).
Maka dari itu, diperlukan penelitian mengenai

hubungan antara konsentrasi polutan terutama
PM10 dengan parameter meteorologi dalam
melakukan pemantauan kualitas udara.
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan analisis hubungan antara parameter
meteorologi dengan konsentrasi polutan yaitu
PM10 di Jakarta melalui metode statistik.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat
menjadi masukan dan pertimbangan bagi

pemerintah dalam melakukan manajemen
kualitas udara di Jakarta.

2. DATA DAN METODE
2.1 DATA
Data yang digunakan dalam penelitian
ini bersumber dari data BMKG yang
merupakan data emisi PM10 dan parameter
meteorologi dari hasil pengukuran mingguan
yang dilakukan selama satu tahun di Jakarta.
Pengukuran dilakukan dari minggu pertama
bulan Desember 2009 hingga minggu terakhir
bulan November 2010.
Parameter meteorologi yang terukur
adalah temperatur, temperatur titik embun,
tekanan, arah dan kecepatan angin serta
intensitas curah hujan.

2.2 METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan metode statistik untuk
mengetahui konsentrasi PM10 di Jakarta.
Metode statistik dapat digunakan untuk
menghitung konsentrasi dari berbagai jenis
sumber, baik itu sumber titik maupun sumber
bergerak.
Metode statistik yang digunakan terdiri
dari beberapa jenis yaitu statistika deskriptif,
analisis time series, analisis distribusi frekuensi,
scatter plot, box plot, multiple linier regresion.
Analisis time series dapat digunakan untuk
melihat sebaran secara temporal dari polutan
terhadap waktu. Analisis distribusi frekuensi
digunakan untuk mengetahui banyaknya hari
yang terpapar oleh ploutan sesuai dengan
kategori ambang batas. Scatter plot dapat
digunakan untuk melihat hubungan antara dua
variabel. Boxplot digunakan untuk melihat
distribusi data, tendensi sentral, dan ukuran
penyebaran. Sedangkan multiple linier regresi

digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel bebas (variabel meteorologi) dengan
variabel terikat (konsentrasi PM10) dalam
sentuk persamaan sederhana, sehingga dapat
digunakan untuk melakukan prediksi untuk 3
hari kedepan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 TIME SERIES DAN DISTRIBUSI
KONSENTRASI PARTIKULAT PM10
Berdasarkan indeks ISPU yang
dikeluarkan oleh Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup, didapatkan bahwa di daerah
Jakarta sebanyak
28 sampel pengamatan
berstatus baik, 8 sampel pengamatan berstatus
sedang, dan hanya 3 sampel pengamatan dalam
1 tahun yang berstatus tidak sehat. Tiga sampel
berstatus tidak sehat di Jakarta terdapat pada
tanggal 10 Mei, 30 Agustus, dan 20 September

2010.
Dari ketiga sampel tidak sehat tersebut
apabila dibandingkan dengan data meteorologis
akan memiliki kesamaan keadaan cuaca, yaitu
memiliki suhu yang relatif rendah dibawah
260C, kecepatan angin rendah dibawah 0,3 m/s,
dan tidak terjadi hujan. Sehingga bisa dikatakan
stabilitas atmosfer yang tinggi dan kecepatan
angin yang rendah serta tidak adanya curah
hujan menyebabkan partikulat yang tidak
banyak menyebar di daerah pengamatan saat
tanggal tersebut. Karena selain sumber dari
emisi yang heterogen, faktor meteorologi bisa
sangat mempengaruhi dari variasi temporal dan
spasial suatu polutan di suatu wilayah (Colette
et al., 2011 ) Walaupun tidak sering kali terjadi,
namun, konsentrasi partikulat PM yang tinggi
tersebut dapat sangat berbahaya terhadap
kesehatan di wilayah urban (Hu et al., 2013;
Qin et al.,2014; Elbayoumi et al., 2014), seperti

daerah Jakarta yang memiliki jumlah penduduk
mencapai 12,7 juta jiwa pada siang hari (BPS
Jakarta,2016)

Gambar 1. Time Series Konsentrasi PM10 di Jakarta selama 1
tahun, sejak Desember 2009 hingga November 2010

Gambar 2. Distibusi frekuensi PM10 di Jakarta. Dimana grafik
batang hijau menunjukan kategori baik, biru menunjukan kategori
sedang dan kuning menunjukan kategori tidak sehat.

3.2 VARIASI MUSIMAN
KONSENTRASI PARTIKULAT PM10
Secara umum, konsentrasi dari
Partikulat PM10 di Jakarta memiliki nilai mean
konsentrasi yang
berdekatan di setiap
musimnya seperti pada tabel 3.1 dibawah.
Namun, standar deviasi dari data yang cukup
besar memperlihatkan simpangan yang juga

besar dari nilai mean-nya. Hal ini,juga dapat
dibuktikan dengan nilai minimum-maksimum
yang memiliki rentang yang sangat jauh.
Konsentrasi tertinggi terdapat pada musim JJA
dengan mean 60,412±65,629 μg/m3 dan
konsentrasi terendah terdapat pada musim DJF
dengan mean 46,605±52,063 μg/m3. Dari
perhitungan
statistika
deskriptif
ini
memerlihatkan adanya pengaruh dari musiman
dalam menghasilkan rata-rata. Apabila
dilustrasikan menggunakan boxplot per musim
maka hasilnya juga akan memperlihatkan hasil
yang mirip dengan perhitungan statistika
deskriptifnya.

Pada boxplot DFJ,
75% data

konsentrasi PM10 berada diantara nilai 11,28 –
76,3 μg/Nm3 dan 25% sisanya berada diantara
76,3 - 137,35 μg/Nm3 yang mana pada musim
ini konsentrasi masih relatif aman untuk daerah
Jakarta. Pada boxplot MAM 75% data berada
diantara 11,93 – 89,7 μg/Nm3 dan 25% sisanya
berada diantara 89,7 – 192,45 μg/Nm3. Namun
pada musim MAM terdapat 1 pencilan yang
bernilai 192,45 μg/Nm3 , pencilan ini terdapat
pada tanggal 10 Mei yang mana pada musim ini
konsentrasi masih aman dan lebih banyak besar
variasi nya daripada musim DJF. Namun,
variasi terhadap data yang konsentrainya tinggi
lebih kecil dari pada DFJ.Pada boxplot JJA
keseluruhan data berada pada nilai dibawah 50.
Sehingga, pada bulan ini menandakan variasi
yang sangat kecil terhadap nilai konsentrasi dari
keseluruhan musim.Pada boxplot SON 75%
data berada diantara 5 – 80 dan 25% sisanya
berada diantara 80 – 155. yang mana pada

musim ini konsentrasi masih relatif aman,
namun 25% data dapat bervariasi sampai batas
yang tidak sehat untuk manusia.

Tabel 1. Statistika deskriptif yang telah dibagi berdasarkan musiman

Gambar 3. Boxplot konsentrasi PM10 di Jakarta yang telah dibagi berdasarkan musim

3.3 KORELASI POLUTAN DENGAN
PARAMETER METEOROLOGI
Pola hubungan antara 2 variabel yaitu
parameter meteorologi dan konsentrasi PM 10
dapat dilihat melalui scatter plot yang
menunjukan kecenderungan hubungan antara
nilai-nilai kedua parameter tersebut. Menurut
Hendra Poerwanto G., 2012 menyebutkan
bahwa pola dari scatter plot dapat dibedakan
menjadi lima jenis yaitu:
1.

2.

3.
4.
5.

korelasi positif, y akana naik bila x naik.
Bila x dikendalikan maka y juga akan
terkendali.
ada kecenderungan korelasi positif. Bila x
naik, y cenderung naik, namun
kemungkinan ada faktor lain yang
mempengaruhi.
Tidak nampak adanyakorelasi.
Ada kecenderungan korelasi negatif. Bila x
naik maka y akan cenderung turun.
Korelasi negatif. Y akan turun jika x naik,
dimana jika x dikendalikan maka y juga
akan terkendali.

Kemudian hubungan antara kedua parameter
tersebut juga dapat dilihat dari nilai koefisien
korelasi seperti pada tabel berikut,

Tabel 2. Nilai Koefisien korelasi dan pengaruh korelasinya

Dari gambar 5(a), scatter plot antara
konsentrasi PM10 dengan temperatur virtual, terlihat
bahwa pola dari sebaran titik menunjukan adanya
pola kecenderungan negatif. Pola yang menunjukan
adanya kecenderungan negatif dibuktikan dengan
nilai slope linier yang menunjukan nilai negatif
(yaitu -4.9342). Hal ini menunjukan bahwa jika
terjadi kenaikan temperatur virtual akan disertai
dengan adanya penurunan konsentrasi dari PM10.
Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah 0.23761 yang berarti hubungan antara konsentrasi
PM10 dengan temparatur virtual kurang kuat atau
rendah dan berkebalikan.
Sedangkan pada hasil scatterplot hubungan
antara curah hujan dan konsentrasi PM10 yang
ditunjukan oleh gambar 5(b), menunjukan adanya
korelasi negatif. Hal ini dapat kita lihat dari pola
sebaran dan nilai slope logaritmiknya yg
menunjukan nilai negatif. Dimana semakin besar
nilai dari intensitas curah hujannya, maka akan
semakin menurunkan konsentrasi dari PM10. Curah

hujan yang tinggi akan melarutkan polutan yang ada
di atmosfer sehingga konsentrasinya semakin
berkurang. Nilai dari koefisien regresi sebesar 0.83802 menunjukan hubungan yang sangat kuat
antara curah hujan dengan konsentrasi PM10 namun
memiliki sifat berkebalikan.
Diagram mawar angin atau biasa disebut
wind rose, dikelompokan berdasarkan tingkat
konsentrasi polutan, dibagi menjadi tiga kelas yaitu
ketika konsentrasi lemah pada gambar 4(a), sedang
pada gambar 4(b) dan kuat pada gambar 4(c). Dari
kelompok-kelompok tersebut dapakita lihat bahwa
pada saat konsentrasi lemah polutan menyebar
terbawa oleh angin yg berasal dari barat, timur, dan
tmur laut. Sedangkan pada saat konsentrasi sedang
polutan terbawa oleh angin baratan. Dan pada saat
konsentrasinya kuat polutan terbawa angin yg
bertiup dari arah tenggara, barat dan utara. Dengan
kecepatan angin maksimal lebih besar dari 11 m/s
pada semua kelas.
Hasil scatter plot antara angin dengan
konsentrasi PM10 gambar 6(c) terlihat bahwa adanya
pola korelasi negatif dimana nilai konsentrasi PM10
semakin turun jika kecepatan angin semakin tinggi.
Hal ini juga didukung oleh nilai slope yang juga
bernilai negatif. Nilai dari koefisien korelasi
menunjukan angk -0,717 hal ini berarti konsentrasi
PM10 dengan angin memiliki hubungan yang sangat
kuat namun saling berkebalikan. Jadi semakin cepat
angin bertiup maka konsentrasi PM10 di suatu titik
di DKI jakarta akan semakin menurun,penyebabnya
karena angin mengakibatkan dispersi polutan ke
tempat lain sesuai dengan arah bertiupnya angin.

3.4 MULTI LINIER REGRESI DAN
PREDIKSI JANGKA PENDEK
Setelah mengetahui hubungan masingmasing faktor meteorologi dengan konsentrasi
polutan PM10 di Jakarta menggunakan regresi linear,
maka dengan menggunakan metode MLR akan
dicari hubungan antara konsentrasi PM10 dengan
banyak parameter meteorologi sekaligus dan
melakukan forecasting untuk jangka pendek.
Beberapa studi juga telah melakukan prediksi
menggunakan MLR untuk mengetahui konsentrasi
PM10 dengan berbagai variasi parameter seperti,
kelembaban relatif, temperatu virtual, temperatur,
kecepatan angin\ dan sumber pencemar yang
heterogen (Elbayoumi et al., 2015). Dengan memasukan
konsentrasi PM10 sebagai prediktan, dan faktor
meterorologi (Kecepatan angin, curah hujan dan
temperature secara berurutan) sebagai prediktor. Di
dapat persamaan MLR, y=A+B(x1)+C(x2)+D(x3)
seperti yang tertera pada Gambar 6.

a

a

b

b

c

c

Gambar 4. Mawar angin (windrose) yang telah
dikelompokan berdasarkan tingkat konsentrasi polutan.
(a) kuat, (b) sedang, (c) lemah

Gambar 5. Gambar diatas merupakan hasil scatter plot antara konsentrasi PM 10 dengan
parameter meteorologi. (a) scatterplot antara konsentrasi PM10 dengan Temperatur Virtual
secara linier. (b) scatterplot antara konsentrasi PM10 dengan curah hujan secara logaritmik.
(c) scatterplot antara konsentrasi Pm10 dengan kecepatan angin secara logaritmik

Gambar 6. Gambar dismaping menunjukan plot timeseries antara
data observasi dan estimasi dari PM10 yang merupakan hasil dari
perhitungan MLR. Dimana persamaannya adalah:
Konsentrasi PM10= 177,62 – (3,12 x kecepatan angin) – (0,64 x
curah hujan) – (2,9118 x temperatur virtual)

Tabel 3. Merupakan tabel hasil
perhitungan MLR untuk nilai
prediksi 3 hari kedepan dengan
menggunakan parameter
meteorologi berupa kecepatan
angin, curah hujan dan temperatur

Dari model yang dibuat menggunakan
MLR didapatkan bahwa koefisien determinasi dari
model bernilai 0,6466. Hal ini menjelaskan bahwa
model MLR yang dihasilakan dapat menjelaskan
64,66% data yang dihasilkan dari variabel yang
tidak saling kebergantungan. Apabila dibandingkan
dengan hasil yang didapatkan oleh Elbayoumi pada
tahun 2015 di Gaza dengan parameter yang mirip
yang bernilai 0,59 maka, hasil yang diberikan oleh
model MLR ini lebih baik. Sehingga, hasil prediksi
selama 3 hari kedepan dapat dilihat di Tabel 3.

4. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
-

-

-

-

stabilitas atmosfer yang tinggi dan kecepatan
angin yang rendah serta tidak adanya curah
hujan menyebabkan partikulat yang tidak
banyak menyebar di daerah pengamatan.
Dari
perhitungan
statistika
deskriptif
memerlihatkan adanya pengaruh dari musiman
dalam menghasilkan rata-rata.
Scatterplot menunjukan bahwa nilai koefisien
korelasi antara konsentrasi PM10 dengan
parameter meteorologi (angin, curah hujan dan
temperatur virtual) menunjukan korelasi negatif
dengan nilai -0,71785 untuk angin; -0,83802
untuk curah hujan; dan
-0,23761 untuk
temperatur virtual.
koefisien determinasi dari model bernilai
0,6466 yang menjelaskan bahwa model MLR
yang dihasilakan dapat menjelaskan 64,66%
data yang dihasilkan dari variabel yang tidak
saling kebergantungan.

REFERENSI
Agustin, Sekar. 2012. Hubungan Particulate
Matter (PM10) Dan Nitrogen Dioksida
(NO2) Dengan Jumlah Asma di Jakarta
Pusat Tahun 2007-2011. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Program Studi
Kesehatan
Masyarakat
Perminatan
Kesehatan
Lingkungan,
Universitas
Indonesia. Depok.
Anjarsari, Kartika. 2016. Analisis Pengaruh
Parameter Meteorologi terhadap Variasi
Musiman
Konsentrasi
Suspended
Particulate Matter (SPM). Program Studi
Meteorologi Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Clean Air Initiative for Asia Cities (CAIAsia)(2010). Particulat Matter (PM)
Standards in Asia. 12 Desember 2016.
http://cleanairinitiative.org/2_particulate_

matter_PM_standard_in_Asia_Fact_Shee
t_26_August_2010_1.pdf
Colette, A., Granier, C., Hodnebrog, Ø., Jakobs,
H., Maurizi, A., Nyiri, A., Bessagnet, B.,
D'Angiola, A., D'Isidoro, M., Gauss, M.,
Meleux, F., Memmesheimer, M., Mieville,
A., Rouïl, L., Russo, F., Solberg, S.,
Stordal, F., Tampieri, F., 2011. Air Quality
Trends in Europe Over the Past Decade : a
First Multi-Model Assessment. Elsevier.
Elbayoumi, M., Ramli, N.A., Yusof, N. F. F.
Md.,2015.Development and comparison
of regression models and feed forward
back propagation neural network models
to predict seasonal indoor PM2.5-10 and
PM2.5 concentrations in naturally
ventilated schools. Elsevier.
G Hendra Poerwanto. 2012. Diagram Scatter. 10
November
2016.
https://sites.google.com/site/kelolakualita
s/Diagram-Pencar
Hu, M., Jia, L., Wang, J., Pan, Y., 2013. Spatial
and temporal characteristics of particulate
matter in Beijing, China using the
empirical mode decomposition method.
Elsevier.
Jang, E., Do, W., Park, G., Kim, M., Yoo, E.,
2016. Spatial and Temporal Variation of
Urban Air Pollution and Their
Concentration
in
Relation
to
Meteorological Conditions at Four Sites in
Busan, South Korea. Elsevier.
Jayamurugan, R., Kumaravel, B., Palanivelraja,
S. and Chockalingam, M.P. (2013).
Influence of Temperatur, Relative
Humidity and Seasonal Variability on
Ambient Air Quality in a Coastal Urban
Area.
International
Journal
of
Atmospheric Sciences. Vol. 2013
Prasauskas, T., Martuzevicius, D., Krugly, E.,
Ciuzas,
D.,
Stasiulaitiene,
I.,
Sidaraviciute, R., Kauneliene, V.,
Seduikyte,
L.,
Jurelionis,
A.,
Shaughnessy, U.H., 2013. Spatial and
Temporal Variations of Particulate Matter
Concentration in Multifamily Apartment
Building. Elsevier.
WHO Air Quality Guidelines for Particulate
Matter, Ozone, Nitrogen dioxide,and
Sulfur dioxide Global Update (2005).
Summary of risk assesment. 12 Desember
2016.
http://www.euro.who.int/document/et900
38.pdf