ZAKAT DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN NEGARA I

ZAKAT DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN NEGARA INDONESIA
Oleh: Andi, S.E.
Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah
Suatu ketika, Umar r.a. dan para sahabat sedang duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi SAW, seraya berkata: "Ya
Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?", maka Rasulullah bersabda "Islam adalah engkau
bersaksi tidak ada ilah (yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji
jika mampu"
Kemudian laki-laki asing itu berkata "Anda benar!" Umar r.a. dan para sahabat semua
heran. Laki-laki asing itu yang bertanya, namun ia pula yang membenarkan.
Kemudian, laki-laki itu bertanya tentang ‘Iman’, tentang ‘Ihsan’ dan tentang ‘Hari
Akhir’, lantas Rasulullah menjawab masing-masing pertanyaan, lalu laki-laki itu membenarkan
pula masing-masing jawaban.
Setelah itu, orang tersebut pergi dan berlalu. Umar masih diam. Lalu Rasulullah bertanya
pada Umar "Tahukah engkau siapa yang tadi bertanya?" Umar menjawab "Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui". Lantas Nabi bersabda "Dia adalah Jibril yang datang pada kalian (bermaksud)
mengajarkan agama kalian"
Zakat: Aktivitas privat dan publik
Zakat sejatinya merupakan salah satu bentuk ibadah seorang hamba kepada Tuhan-nya.
Sebagaimana riwayat dari Imam Muslim diatas, yang dicuplik dari Kitab Hadist Arba’in, karya

Imam Nawawi. Dalam “Hadits Jibril” tersebut, telah jelas bahwa zakat merupakan satu dari lima
rukun Islam. Selain itu, di dalam Al-Quran surat Al-Mu’minuun ayat 4, juga dinyatakan bahwa
salah satu ciri orang beriman yang beruntung adalah yang menunaikan zakat. Referensi
keagamaan tersebut, menegaskan bahwa realisasi pembayaran zakat bermotif pada alasan yang
sangat privat, yaitu melaksanakan perintah agama. Sebuah area yang diatur dan dijamin
kebebasannya oleh konstitusi Indonesia.
Disaat Nabi Muhammad SAW mendirikan sebuah pemerintahan yang berpusat di
Madinah, maka pengelolaan keuangan negara yang baik menjadi sebuah kebutuhan. Zakat pun
kemudian menjadi salah satu sumber pendapatan negara dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Bahkan, dalam sebuah artikel karya Ugi Suharto, “Zakat Sebagai Lembaga Keuangan Publik
Halaman 1 dari 5

Khusus: Refleksi Kitab al Amwal Karya Abu Ubaid (W 838 M)”, dinyatakan bahwa Kitab alAmwal membuktikan bahwa Rasulullah SAW pada masanya, telah membuat peraturan yang
sangat terperinci tentang zakat. Bahkan, dengan dokumentasi dan pencatatan yang memadai.
Fakta ini menghapus keraguan yang diutarakan para orientalis seperti Schacht, mengenai
“ketidakjelasan” zakat selama masa Rasulullah.
Dalam konteks tersebut, zakat membuktikan dirinya sebagai sebuah aktivitas yang juga
masuk ke ranah publik. Zakat dengan segala aspek keagamaan yang melekat padanya, tidak bisa
dipungkiri, bahwa zakat turut serta dalam kegiataan sosial, yang bersinggungan dengan aktivitas
publik.

Zakat: Dalam Tinjauan Formal
Secara formal, zakat tidak masuk dalam ruang lingkup keuangan negara di Republik
Indonesia. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (UUKN) pasal 1 dan pasal 2, dimana zakat tidak tercantum dalam 9 ruang yang menjadi
lingkup keuangan negara. Tidak seperti pada zaman Nabi, Khulafa Rasyidin dan penerusnya,
Keuangan Negara Republik Indonesia tidak menempatkan zakat, sebagai salah satu sumber
pendapatan yang digunakan untuk membiayai aktivitas publik. Bercermin pada pasal-pasal
UUKN tersebut, zakat seolah-olah kembali dari area publik ke zona privat.
Namun, setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 (UU Zakat) tentang Pengelolaan
Zakat diterbitkan, posisi zakat di hadapan hukum positif Indonesia menjadi lebih kuat. Bahkan
jauh sebelumnya, hukum pajak sebagai salah satu bagian dari hukum administrasi keuangan
negara, juga telah menempatkan zakat sebagai salah satu komponen dalam perhitungan pajak.
Baru di 14 Februari 2014 lalu, Presiden SBY menandatangani Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2014 (PP 14/2014) tentang Pelaksanaan UU Zakat. PP 14/2014 tersebut
mengokohkan kelembagaan zakat, berwujud Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). BAZNAS
merupakan lembaga pemerintah yang mandiri dan bersifat nonstruktural. Meskipun demikian,
BAZNAS tetap bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Namun, yang
menjadi penting dalam pembahasan zakat terkait keuangan negara, adalah bahwa BAZNAS juga
dibiayai oleh APBN. Itu artinya, secara formal, zakat kini bersentuhan langsung dengan
keuangan negara kita. Zakat tidak lagi hanya bersenandung, di masjid, surau, atau langgar di kota

dan kampung saja. Namun, gemanya telah menyentuh hukum-hukum formal yang ada di
Republik kita.
Halaman 2 dari 5

Zakat: Special Revenue Fund
Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang memisahkan kelompok dana menurut
tujuannya, sehingga masing-masing dana merupakan entitas akuntansi yang mampu
menunjukkan keseimbangan antara belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima.
Akuntansi dana dapat diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana
selain kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan pelaporan keuangan pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan).
Merujuk pada akuntansi dana, zakat dengan karakter khususnya dapat digolongkan
menjadi spesial revenue fund (Dana Pendapatan Khusus).
Govermental Accounting Standard Board (GASB) berpendapat bahwa Dana Pendapatan
Khusus (DPK) adalah, "to account for the proceeds of specific revenue sources (other than trusts
for individuals, private organizations, or other governments or for major capital projects) that
are legally restricted to expenditure for specified purposes”. Secara sederhana, DPK adalah dana
yang bersumber dari pihak tertentu, untuk dialokasikan sebagai belanja khusus, kepada pihak

yang tertentu pula.
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam (Pasal 1 UU Zakat).
Dan berdasarkan syariat Islam, zakat hanya diperuntukan kepada 8 kelompok masyarakat yang
menjadi para penerima zakat, yang disebut mustahiq (Q.S. At-Taubah (9)-60)).
Zakat: Fungsi Distribusi
Dalam tinjauan teori Keuangan Publik (Negara), fungsi utama pemerintah adalah
mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk pada
tingkat yang layak. Bangsa Indonesia merumuskannya pada Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 dengan kalimat ‘memajukan kesejahteraan umum’. Fungsi keuangan publik yang
dijalankan oleh pemerintah tersebut, diharapkan dapat mengintervensi kelemahan-kelemahan
yang muncul dari perekonomian mekanisme pasar yang sangat liberal.
Sebagaimana yang telah jamak diketahui, bahwa mekanisme pasar dalam menjalankan
perekonomian masyarakat membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif mekanisme
pasar seperti, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, kegagalan dalam memberikan pelayanan
Halaman 3 dari 5

publik, serta harga-harga barang yang sangat fluktuatif mengikuti pasar, merupakan dampak
yang harus diredam oleh pemerintah dengan mekanisme keuangan publik.
Atas ketiga dampak negatif tersebut, zakat dapat berperan sangat penting. Zakat sebagai

sebuah ibadah kepada Allah SWT, selain memiliki dimensi religiusitas, juga berdampak pada
dimensi sosial. Zakat yang dikeluarkan oleh para muzakki (para pembayar zakat) dan kemudian
disalurkan oleh amil zakat (lembaga) kepada para mustahiq (penerima zakat), sesungguhnya
berfungsi dalam pemerataan keuangan. Yang didalam teori keuangan publik disebut sebagai
‘fungsi distribusi’. Yaitu, fungsi yang bertujuan agar terjadi penyesuaian atas distribusi
pendapatan dan kekayaan untuk menjamin pemerataan dan keadilan.
Fungsi distribusi tersebut dengan sendirinya akan membawa zakat kepada fungsi-fungsi
lain yang disebut dalam disiplin ilmu keuangan publik, yaitu fungsi alokasi dan fungsi stabilisasi.
Zakat: Fungsi Alokasi
Melalui mekanisme APBN, Pemerintah menganggarkan sejumlah dana untuk pengadaan
barang dan jasa publik, termasuk jasa publik berupa ‘keamanan dan pertahanan nasional’. Baik
yang bersifat preventif (belanja pegawai dan barang untuk aparatur) maupun represif (belanja
modal alutista). Zakat sebagai sebuah ibadah, merupakan wujud ketaatan hamba kepada
Tuhannya. Tetapi tidak hanya itu, zakat juga wujud kasih sayang dari anggota masyarakat ke
anggota masyarakat lain. Zakat dapat menjadi media untuk memunculkan rasa kesetiakawanan
sosial bagi si kaya dan si miskin. Dan secara simultan, akan dapat memunculkan kesalehan
sosial, rasa saling melindungi dan menjaga, serta menumbuhkan kembali norma-norma akhlak
dalam sebuah masyarakat atau civil society. Keseluruhan poin tersebut akhirnya diharapkan
dapat menjadi salah satu faktor menekan tingkat kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.
Sehingga, rasa aman masyarakat serta ‘keamanan dan pertahanan nasional’ dapat terwujud.

Zakat: Fungsi Stabilisasi
Salah satu fungsi stabilisasi dalam keuangan publik adalah penggunaan kebijakan
anggaran sebagai alat untuk stabilitas ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi.
Zakat memindahkan kekayaan dari kelompok masyarakat mampu kepada kelompok
berekonomi lemah. Zakat mampu menjadi leverage atau pengungkit daya beli masyarakat
miskin. Kondisi ini, dapat menjadi penyangga kekuatan ekonomi masyarakat miskin dalam
menghadapi naik turunnya harga-harga barang. Zakat dapat menopang daya beli masyarakat,
sehingga produk-produk kebutuhan dasar yang dilempar oleh Rumah Tangga Produsen ke pasar,
dapat diserap oleh masyarakat (Rumah Tangga Konsumen), termasuk bagi para penerima zakat.
Halaman 4 dari 5

Sehingga, stabilitas alur produksi, distribusi, dan konsumsi dapat terus terjaga dan berkontribusi
pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia sebagai sebuah republik yang beragama, mendasarkan ideloginya pada
Pancasila, dan merumuskan asas-asas bagi Pemerintah dalam menjalankan kebijakan keuangan
publik, yaitu harus memperhatikan sila ke lima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Konsep ini juga dikemukan oleh Adam Smith, seorang ahli ekonomi yang sering dianggap
sebagai guru besar paham ekonomi liberal, namun dalam kitabnya yang terkenal “Wealth of
Nation”, ia tetap menilai perlu adanya empat fungsi intervensi pemerintah untuk turut meredam
kegagalan mekanisme pasar. Salah satunya, Pemerintah bertugas memproteksi setiap anggota

masyarakat dari ketidakadilan dan dominasi yang dilakukan sekelompok orang dalam
masyarakat. Dan zakat (selain pajak atau pun pungutan lain yang sah), dapat menjadi instrumen
bagi pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut.
Untuk mengakhiri wacana saya kali ini, izinkan saya untuk menghimbau semua
masyarakat muslim untuk segera menunaikan zakatnya, baik zakat fitrah maupun zakat maal
(harta). Sehingga, kita menjadi orang-orang beriman yang beruntung.
Selamat Idul Fitri 1435 H. Mohon maaf lahir batin.
Wallahu’alam.
Artikel ini adalah pendapat pribadi bukan mewakili pendapat instansi

Halaman 5 dari 5