KONSEP MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN BI (1)

KONSEP MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN BIMBINGAN
KONSELING...
Manusia adalah satu dari sekian banyak mahluk ciptaan tuhan yang diberikan banyak kelebihan
dari mahluk yang lain. Manusia adalah mahluk yang utuh dan unik. Sebagai mahluk yang utuh
manusia terdiri dari bio psiko sosio dan spiritual.
Manusia adalah terdiri dari satu kesatuan yang merupakan karakteristik dan berakal, memiliki
sifat-sifat yang unik yang ditimbulkan oleh berbagai macam-macam kebudayaan.
Dikatakan unik karena manusia memiliki beragai macam perbedaan dengan setiap manusia lain,
mempunyai cara yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Manusia sebagai mahluk
individu, dimana manusia perbedaan dengan manusia lain dalam salah satu atau beberapa segi
meliputi bio- psiko sosio dan spiritual.
Manusia adalah ciptaan tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatya. Manusia di ciptakan
untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Hakekat ke indahan artinya : predikat “ paling indah. “
dan paling tinggi.
Ke indahan berpangkal pada diri sendiri .
1. Manusia sebagai mahluk biologis
Manusia adalah mahluk hidup yang lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan. Sebagai mahluk biologi manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Manusia merupakan susunan sel-sel yang hidup yang membentuk satu jaringan dan jaringan
akan bersatu membentuk organ dan system organ. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya
manusia dipengaruhi oleh berbagai macam factor meliputi :

1). Faktor lingkungan, meliputi idiologi, politik, ekonomi, budaya, agama.
2). Faktor social, sosialisasi dengan orang lain
3). Faktor fisik : geografis, iklim/cuaca.
4). Factor fisiologis : system tubuh manusia
5). Faktor psikodinamik : kepribadian, konsep diri, cita-cita.
6). Spiritual : pandangan, motivasi, nilai-nilai.
b. Tunduk terhadap hukum alam
c. Memiliki individu
2. Manusia sebagai mahluk psikologis
a. Memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego dan super ego
b. Dipengaruhi perasaan dan kata hati
c. Memiliki daya pikir dan kecerdasan
d. Memiliki kebutuhan psikologis agar pribadi dapat berkembang
e. Memiliki kepribadian yang unik
3. Manusia sebagai mahluk social
Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri mahluk sosial
adalah :
a. Sebagai mahluk yang tidak dapat lepas dari orang lain manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), dan karsa (tujuan).
b. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi manusia lain


(Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi)
c. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungam, menyesuaikan diri, saling mencintai,
menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai dengan
meningal dunia.
4. Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang
sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
jadi hubungan nya adalah: manusia itu menjadi sebagai objek bimbingan konsling.untuk
membantu manusia membuat pilihan-pilihan penyesuaian dalam hubungan situs-situs ter
tentu,dan untuk membantu orang-orang menjadi insane yang berguna tidak hanya se kedar
mengikut kegiatan-kegiatan yang berguna saja.
Dengan demikian, bimbingan dan konseling mempunyai pengrtian sebagai suatu bantuan yang
diberikan oleh konselor kepada orang lain atau klien yang bermasalah psikis sosial dengan
hartapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya sehingga mencapai
penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Hakikat Manusia

Jelaskan bahwa manusia sebagai mahluk social memiliki fungsi biologis, proteksi,
sosialisasi/pendidikan. Supportive dan ekspresive. Dari fungsi-fungsi ini diharapkan bukan saja
menjadi landasan, materi kegiatan dan bahkan pendekatan/ proses-proses dalam merancang,
mengoperasikan, mengevaluasi program pendidikan non formal.
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual
dan sosial.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah
selesai (tuntas) selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia

tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.

Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang berlangsung
dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu sendiri.
Fase-fase perkembangan menurut beberapa ahli psikologi :

a. Menurut Aristoteles
1). 0,0-7,0 : masa anak kecil
2). 7,0-14,0 : masa anak
3). 14,0-21,0 : masa remaja
b. Menurut Mantessori
1). 0,0-7,0 : periode penemuan dan pengaturan dunia luar.
2). 7,0-12,0 : periode rencana abstrak
3). 12,0-18,0 : periode penemuan diri dan kepekaan sosial
4). 18,0- : periode pendidikan tinggi
c. Menurut Comenius
1). 0,0-6,0 : scola matema
2). 6,0-12,0 : scolavernatulata

3). 12,0-18,0 : scola latina

4). 18,0-24,0 : academia
d. Menurut J.J Rousseau
1) 0,0-2,0 : masa asuhan
2). 2,0-12,0 : masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
3). 12,0-15,0 : masa pendidikan akal.
4). 15,0-20,0 : masa pembentukan watak dan pendidikan agama
e. Menurut Oswald Kroch
1). masa anak-anak
2). masa bersekolah
3). masa kematanga.
f. Menurut Elizabeth B. Hurlock
1). periode pre natal
2). masa oral
3). masa bayi

4). masa anak-anak
5). masa pubertas


Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo
perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu suatu masa di mana
suatu organ atau unsur psikologis anak mengalami perkembangan yang sebaik-baiknya.
Bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak diperlukan dalam membimbing
anak sesuai dengan perkembangannya.
PERUBAHAN TINGKAH LAKU AKIBAT BELAJAR
Pengertian belajar dapat disimpulkam sebagai berikut :
Dengan belajar itu belajar itu diharapkan tingkah laku seseorang akan berubah.
Dengan belajar pengetahuan dan kecakapan seseorang akan bertarnbah.
Perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan ini di dapat lewat suatu usaha.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar adalah :
Anak yang belajar meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor dari luar :
1). endogen :
fisiologis (kesehatan fisik dan indra)
psikologis :
- adanya rasa ingin tahu.dari siswa.

- kreatif, inovatif de akseleratif
- bermotivasi tinggi.

- adanya sifat kompetitif yang sehat
- kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, aktualisasi diri, kasih sayang dan rasa memiliki.
2). eksogen :
instrumental (kurikulum, program, laboratorium)
lingkungan (sosial dan non sosial)
Pusat berlangsungnya pendidikan adalah :
a. Keluarga.
b. Sekolah.
c. Masyarakat.
Ciri-ciri keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat terlihat pada :
1. Mengerti benar akan tugasnya dengan baik dan didorong oleh rasa tanggung jawab yang
kuat terhadap dirinya serta terhadap Tuhan.
2. Mampu mengadakan hubungan sosial dengan bekerja sama dengan orang lain.
3. Mampu menghadapi segala perubahan dunia karena salah satu ciri kehidupan ialah
perubahan.
4. Sadar akan dirinya dan harga dirinya sehingga tidak mudah memperjualbelikan dirinya dan
kreatif.
5. Peka terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohaniah.

Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan tanpa sekaligus

meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi kepribadian adalah suatu kesatuan psikofisik
termasuk bakat, kecakapan, emosi, keyakinan, kebiasaan, menyatakan dirinya dengan khas di
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sedangkan peranan pendidik/tutor dalam pengembangan kepribadian adalah menjadi
jembatan penghubung atau media untuk mengaktualisasikan potensi psikofisik individu dalam
menyelesaikan diri dengan lingkungannya.
Sifat hakekat manusia menjadi kajian antropologi, yang hasilnya sangat diperlukan dalam
upaya menumbuh kembangkan potensi, manusia melalui penyelenggaraan pendidikan.
1. Sifat Hakekat Manusia
sifat hakekat manusia merupakan ciri-ciri yang karakteristik, yang secara
principal membedakan manusia dengan hewan, walaupun antara manusia dengan hewan
banyak kemiripan terutama secara biologis (lihat orang hutan). Karenanya banyak filsuf
menamakan manusia identik dengan heawan seperti : Socrates, menyebut manusia Zoon
Politico (hewan yang bermasyarakat); Max Schaller ; menyebutkan : Das Krantetier
(Hewan Ynag Selalu Bermasalah); demikian pula Charles Darwin dengan teori
evolusinya telah membuktikan bahwa manusia berasal dari kera (Primat) tetapi dia gagal
yang disebutnya dengan The Missing Link.
2. Wujud sifat Manusia
a). Kemampuan Menyadari diri
· Dengan kemampuan menyadari diri :

Ø manusia dapat membedakan dirinya dengan manusia lain (ia, mereka) dan dnegan
lingkungan non manusia (fisik).
Ø Manusia dapat membuat jarak dengan manusia lain dan lingkungannya. Manusia
memiliki arah pandangan kedalam dan keluar.

· Pandangan arah kedalam, akan memberi status lingkungan sebagai subyek berhadapan
dengan aku sebagai obyek. (Penting untuk pengembangan sosial)
· Pandangan arah keluar, memandang lingkungan sebagai obyek, aku sebagai obyek yang
memanipulasikan lingkungan untuk aku, berpuncak pada egoisme. (Penting untuk
pengembangan individualitet).
· Dalam pendidikan kedua arah tersebut harus dikembangkan secra seimbang.
3. Kemampuan Bereksistensi
· Kemampuan bereksistensi dimaksudkan manusia tidak hanya “ber-ada” (seperti
hewan dan tumbuhan) tetapi juga “meng-ada” , dimana manusia tidak hanya bagian
lingkungan seperti hewan dan tumbuhan tetapi manusia menjadi manajer lingkungan
(mengolah, mengendalikan).
· Kemampuan bereksistensi harus dikembangakan sejak dini, kreatifitas,
keberanian, dan lain-lain.
4. Kata Hati (Consuence of Man)
· Kata hati juga disebut dengan istilah : hati nuranu, lubuk hati, suara hati, pelita

hati dan lain sebagainya. Yang berarti kemampuan pada diri manusia untuk mengetahui
baik buruknya perbuatan manusia termasuk pula kemampuan pengambilan keputusan
atas dasar pertimbangan benar/salah, analisis yang didukung kecerdasan akal budi.
Mereka yang memiliki kemampuan seperti tersebut diatas disebut tajam kata hatinya.
· Pendidikan untuk mengubah kata hati tumpul. Menjadi tajam ditempuh dengan
melatih kecerdasan dan kepekaan emosi.
5. Kecerdasan Moral
· Moral (etika), sinkron dengan kata hati yang tajam, yang benar-benar baik yang disebut
juga dengan moral yang tinggi (luhur).

· Moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, dan nilai-nilai kemanusiaan.
6. Tanggung Jawab
· Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang berwujud tanggung jawab,
kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan.
· Keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan dilakukan sesuai dengan tuntutan
kodrat manusia, sehingga sanksi adapun yang di tuntutkan di terima dengan kerelaan dan
kesadaran.
7. Rasa Kebebasan
· Rasa bebas, bukan dimaksud perbuatan bebas membabi buta, bebas dalam arti, berbuat
sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia merdeka tidak sama dengan

berbuat tanpa ikatan, kemerdekaan yang sesungguhnya justru berlangsung dalam keterikatan
karenanya, kemerdekaan erat kaitannya dengan kata hati dan moral orang merasa merdeka
apabila perbuatannya sesuai dengan kata hatinya.
· Implikasinya dalam pendidikan, mengusahakan agar anak menginternalisasikan nilai-nilai
aturan kedalam dirinya dan dirasakan sebagai miliknya.
8. Kewajiban dan Hak
· Kewajiban dan hak, merupakan indicator bahwa manusia sebagai mahluk sosial.
· Dalam kehidupan hak dimaknai sebagai sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban
dimaknai sebagai beban. Tapi menurut (Drijar Kara, 1978) kewajiban bukan beban, tetapi
keniscayaan sebagai manusia, mengenal berarti mengingkari kemanusiaan, sebaliknya
melaksanakan kewajiban berarti kebaikan.
· Pemenuhan akan hak dan pelaksanaan kewajiban berkaitan erat dengan keadilan, dapat
dikatakan kedilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban.

· Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi
melalui suatu proses pendidikan (disiplin).
9. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
· Kebahagiaan istilah yang sulit dijabatkan dengan kata-kata, tetapi tidak sulit dirasakan setiap
orang pasti pernah mengalami rasa bahagia (senang, gembira dan lain sebagainya).
· Kebahagiaan milik manusia : kebahagiaan dapat dicapai apabila manusia dapat meningkatkan
kualitas hubungannya sebagai mahluk dengan dirinya sendiri (memahami kelebihan dan
kekurangannya); dengan alam (untuk eksploitasi dan dilestarikan); dan terhadap Tuhan Maha
Pencipta.
· Pendidikan mempunyai peranan yang penting sebagai wahana untuk mengantar anak mencapai
kebahagiaan.
2.2 Dimensi-Dimensi Kepribadian
Manusia memiliki karakteristik yang membedakannya dengan hewan, manusia juga memiiki
dimensi yang bersifat unik, potensial, dan dinamis.
Ada 4 (empat) macam dimensi manusia :
1. Dimensi Keindividualan
· Banyak ahli berpendapat tentang individu :
Ø Lysen mengertikan individu sebagai “orang seorang”, sesuatu yang merupakan kebutuhan
yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide).
Ø Langeveld M.J (1995), mengertikan tidak ada individu yang identik dimuka bumi walaupun
berasal dari satu sel. Setiap orang memiliki individualitas.
· Kecendrungan perbedaan ini sudah berkembang sejak usia dini. Selanjutnya berkembang
bahwa setiap anak memiliki pilihan, sikap kemampuan, bakat minat yang berbeda.

· Keberadaan tersebut bersifat potensial perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan juka
tidak ia akan laten dalam pembentukan kepribadian yang bersifat unik dalam menentukan dirinya
sendiri.
2. Dimensi Kesosialan
· Manusia disamping sebagai mahluk individual, dia juga mahluk sosial. Socrates mengatakan
manusia adalah “Zoon Politicon” (Mahluk/hewan yang bermasyarakat).
· Dimensi kesosialan pada manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul manusia tidak
dapat hidup seorang diri (terisolir). Manusia hanya akan menjadi manusia jika berada di antara
manusia. Individualitas manusia terbentuk melalui proses interaksi (pendidikan).
3. Dimensi Kesusilaan
· Manusia adalah mahluk susila. Dritarkara mengatakan manusia susila, yaitu manusia yang
memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan dalam perbuatan.
· Nilai-nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, mengandung makna kebaikan,
keluhuran kemuliaan dan dijadikan pedoman hidup.
· Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesediaan memikil kewajiban disamping hak.
4. Dimensi Keberagama
· Manusia adalah mahluk religius. Sejak zaman dahulu nenek moyang manusiameyakini akan
adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk mendekatkan diri
dan berkomunikasi dengan kekuatan tersebut ditempuh dengan ritual agama.
· Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah mahluk yang lemah
memerlukan tempay bertopang demi keselamatan hidupnya. Agama sebagai sandaran vertikal
manusia.
· Penanaman sikap dan kebiasaan beragama dimulai sedini mungkin, yang melaksanakan
dikeluarga dan dilanjutkan melalui pemberian pendidikan agama di sekolah.

2.3 Pengembangan Dimensi-dimensi Manusia
· Pendidikan adalah upaya sadar untuk mengaktualisasikan potensi dimensi-dimensi secara total
dan maksimal.
· Meskipun pendidikan pada dasarnya baik (normatif) tapi dalam pelaksanaan bisa saja
kemungkinan kesalahan, melenceng dari tujuan utama. Untuk itu digunakan pendekatan
pengembangan yang bersifat :
1. Pengembangan yang utuh
· Tingkat keutuhan perkembangan dimensi manusia ditentukan oleh 2 faktor :
Ø Kualitas potensi tingkat manusia.
Ø Kualitas layanan pendidikan yang diberikan untuk pengembangannya.
· Wujud kebutuhan pengembangan dapat ditinjau dari :
Ø Keutuhan antara aspek jasmani rohani, keutuhan antara dimensia individu dan sosial,
kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif afektif psikomotor.
· Arah pengembangannya
Ø Arah konsentris
Pengembangan keempat dimensi hakekat manusia tidak dipisahkan.
Ø Arah horizontal
Pengembangan hakekat dimensi manusia dilaksanakan secara serempak.
2. Pengembangan yang tidak utuh
· Pengembangan yang tidak utuh terjadi apabila dalam proses pengembangan ada unsur D.H.M.
yang terabaikan. Misal dimensi kesosialan didominasi keindividualan, atau dimensi domain

afektif didominasi pengembangan domain kognitif, demikian juga halnya jika domain afektif
terabaikan.
· Pengembangan D.H.M yang tidak utuh bisa berakibat kepribadian yang tidak mantap.

b. Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi,
Terapi Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi Realita. Manusia sebagai
makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut: (1) memiliki potensi akal
untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga
ada kecendrungan dorongan berpikir tidak rasional (2) memiliki kesadaran diri, (3) memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab, (4) merasakan kecemasan sebagai
bagian dari kondisi hidup, (5) memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan, (6) selalu
terlibat dalam proses aktualisasi diri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, manusia mempunyai potensi akal untuk
berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang (AlBaqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242), memiliki kesadaran diri (as-syu’ru) (AlBaqarah:9 dan 12 ), memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan (Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29,
dan Al-Baqarah: 256 ) serta tanggung jawab (Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 ).
Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian
dari Allah yang disebut al khauf (Al-Baqarah: 155), memiliki kemampuan untuk
mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa (Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, AlAn’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78).
c.

Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep konseling, seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral,
dan Terapi Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1)
manusia merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga
sekaligus sebagai produser terhadap lingkungannya, (2) prilaku sangat dipengaruhi oleh
kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua (orang lain yang signifikan), (3)
keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali, (4) selalu terlibat menjalin hubungan
dengan orang lain dengan cinta kasih dan kekeluargaan.

Sebagai makhluk sosial, Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memilikipotensi
fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun manusia tidak terbebas
dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh
lingkungan terutama pada usia anak-anak. Oleh karena kehidupan masa anak-anak ini sangat
mudah dipengaruhi, maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk membentuk
kepribadian anak secara baik (At-Tahrim: 6) Namun demikian, setelah manusia dewasa
(mukallaf), yakni ketika akal dan kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh, maka manusia
mampu mengubah berbagai pengaruh masa anak yang menjadi kepribadiannya (keputusan awal)
yang dipandang tidak lagi cocok (Ar-Ra’du: 85 dan Al-Hasyr:18), bahkan manusia mampu
mempengaruhi lingkungannya (produser bagi lingkungannya) (Al-Ankabut: 7, Al-A’raf: 179,
Ali-Imran: 104, Al-Ashr:3, dan At-Taubah:122). Sebagai makhluk sosial ini pula manusia
merupakan bagian dari masyarakat yang selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan
dengan sesamanya, hal ini disebut dengan silaturrahmi (Al-Hujurat:13, Ar-Ra’du: 21, dan An
Nisa: 1).
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung
pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu
kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi,
jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling
kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis,
unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur
tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang
tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada
unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama.
Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang
individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang
dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau
seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga
memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor
fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas
dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di

mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan
anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang
memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan
faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang
merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa
sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan
serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan
bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seeorang.
1. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga
diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada
dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak
akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan
bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan,
yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, dan Budaya.
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Dalam pembahasan manusia sebagai makhluk individu, disini kami membaginya menjadi dua.
A. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung
pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Menurut pendapat Dr. A. Lysen individu
berasal dari bahasa latin individum, yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan
yang dipakai untuk meyatakan satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan
berarti manusia secara keseleruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas,
yaitu perseorangan manusia.[1] Individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan
hidup yang istimewa, dan seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.[2] Individu bukan berarti
manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas,
yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering disebut “ orang seorang” atau “manusia
perseorangan”. Individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki
peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai
kepribadian serta pola tingkahlaku spesifik tentang dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak
pula persamaan disamping hal-hal yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain.[3] Disini
jelas bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam
lingkungan sosaialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian, serta pola tingkah laku spesifik
dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya

merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek yang melekat pada
dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial. Apabila terjadi
kegoncangan pada salah satu aspek, maka akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.
Masih terkait dengan persoalan antara individu satu dengan individu lainnya, maka manusia
menjadi lebih bermakna apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa
yang bersngkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada
dirinya sendiri disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Dalam proses ini, individu
dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, yang akhirnya muncul
suatu kelompok yang akan menentukan kemampuan satu masyarakat. Individu dalam
tingkahlaku menurut pola pribadinya memiliki tiga kemungkinan:[4]
1. Menyimpang dari norma kolektif kehilangan individualitasnya.
2. Takluk terhadap kolektif.
3. Ketiga mempengaruhi masyarakat.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis,
unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur
tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang
tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada
unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang
merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa
sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan
serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan
bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang.[5]
Manusia dikatakan menjadi individu apabila pola tingkah lakunya sudah bersifat spesifik
didalam dirinya dan bukan lagi menuruti pola tingkahlaku umum.
Didalam sebuah massa manusia cenderung menyingkirkan individu alitasnya karena tingkah
lakunya adalah hampir identik dengan tingkahlaku massa yang bersangkutan. Dalam hubungan
ini dapat dicirikan, apabila manusia dalam tindakan-tindakannya menjurus kepada kepentingan
pribadi maka disebut manusia sebagai makhluk individu, sebaliknya apabila tindakantindakannya merupakan hubungan dengan manusia lainnya, maka manusia itu dikatakan
makhluk sosial. Pengalaman menunjukkan bahwa jika seseorang pengabdiannya kepada diri
sendiri besar, maka pengabdiannya kepada masyarakat kecil. Sebaliknya jika seseorang
pengabdiannya kepada diri sendiri kecil, maka pengabdiannya kepada masyarakat besar. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa proses yang dikatakan bahwa yang meningkatkan ciri-ciri
individualitas pada seseorang sampai ia adalah dirinya sendiri, disebut sebagai proses
individualitas, atau kadang-kadang juga diberi nama proses aktualisasi diri.[6]

B. Perkembangan Individu
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Tuhan terdiri atas
unsur jasmani dan rohani. Dalam rangka perkembangan individu, diperlukan suatu keterpaduan
antara pertumbuhan jasmani dan rohani.
Individu tidak mampu berdiri sendiri, melainkan hidup dalam hubungan antara sesama inidividu.
Dengan demikian, dalam hidup dan kehidupannya, manusia selalu mengadakan kontak dengan
manusia lain. Karena itu manusia sebagai individu juga merupakan makhluk sosial yang hidup
dalam masyarakat. Sejak lahir sampai pada akhir hayatnya, manusia hidup ditengah-tengah
kelompok sosial atau kesatuan sosial juga dalam situasi sosial yang merupakan bagian dari ruang
lingkup suatu kelompok sosial. Kelompok sosial yang merupakan awal kehidupan manusia
individu adalah keluarga. Dalam keluarga ada rasa saling tergantung diantara sesama manusia
yang membentuk individu berkembang untuk beradaptasi dengan kehidupan dalam masyarakat.
Hal ini menandakan bahwa manusia sebagai individu tidak mampu hidup sendiri, tetapi
diperlukan keberadaan dalam suatu kelompok (masyarakat) sehingga individu merupakan
makhluk sosial.[7] Ini berarti antara individu dan kelompok terdapat hubungan timbal balik dan
hubungan yang sangat erat yang merupakan hubungan fungdional.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama.
Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang
individu adalah perpaduan antara faktor fenotipe dan genotipe. Faktor genotipe adalah faktor
yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir.
Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga
memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor
fenotipe). Faktor lingkungan (fenotipe) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang
khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di
mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan
anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar. Karakteristik yang khas
dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotipe, dan faktor lingkungan (fenotipe)
yang saling berinteraksi terus-menerus.[8]
Pertumbuhan dan perkembangan individu menjadi pribadi yang khas tidak terjadi dalam waktu
sekejap, melainkan terentang sebagai kesinambungan perkembangan sejak masa janin, bayi,
anak , remaja, dewasa sampai tua. Istilah pertumbuhan lebih tertuju pada segi fisik atau biologis
individu, sedangkan perkembangan tertuju pada segi mental psikologis individu.
Pertumbuhan dan perkembangan individu dipengaruhi beberapa faktor. Mengenai hal tersebut
ada tiga pandangan, yaitu:[9]
1. Pandangan nativistik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan
atas dasar fakor dari dalam individu sendiri, seperti bakat dan potensi, termasuk pula
hubungan atau kemiripan dengan orang tuanya. Misalnya, jika ayahnya seniman maka
sang anak akan menjadi seniman pula.

2. Pandangan empiristik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan
atas faktor lingkungan. Lingkuganlah yang akan menentukan pertumbuhan seseorang.
Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan nativistik.
3. Pandangan konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh
faktor diri individu dan lingkungan. Bakat anak merupakan potensi yang harus
disesuaikan dengan diciptakannya lingkungan yang baik sehingga ia bisa tumbuh secara
optimal. Pandangan ini berupaya menggabungkan kedua pandangan sebelumnya.
Pada dasarnya, kegiatan atau aktivitas seseorang ditujukan untuk memenuhi kepentingan diri dan
kebutuhan diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas individu adalah
untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan jiwa, rohani, atau psikologis, serta kebutuhan
jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dalam rangka menjalani
kebutuhannya.
Pandangan yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang
bebas dan merdeka adalah paham individualisme. Paham individualisme menekankan kesususan,
martabat, hak, dan kebebasan orang perorang. Manusia sebagai individu yang bebas dan
merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat ataupun negara. Manusia bisa berkembang dan
sejahtera hidupnya serta berlanjut apabila dapat bekerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk
memperbaiki dirinya sendiri.
1. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
1. Pengertian manusia Sebagai Makhluk Sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain
(masyarakatnya). Ia tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia
akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersbut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
[10]
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga
diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada
dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak
akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.[11]
Ketika manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Pada usia bayi, ia
sudah menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman, dan
kata-kata. Pada usia 4 tahun, ia mulai berhubungan dengan teman- teman sebaya dan melakukan
kontak sosial. Pada usia-usia selanjutnya, ia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan
lingkungan yang semakan luas. manusia hidup dalam lingkungan sosialnya. Ia dalam menjalani
kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling

membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung
dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan
tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan
individu lainnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia
membutuhkan hidup dengan manusia lainnya. Manusia sejak lahir dipeliharadan dibesarkan
dalam sesuatu masyarakat terkecil, yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena adanya pergaulan
antar anggota sehingga dapat dikatakan bahwa berkeluarga merupakakn kebutuhan manusia.
Esensinya, manusia memerlukan orang lain atau hidup hidup dalam kelompoknya.[12]
Cooley berpendapat, ia memberi nama looking-glass self untuk melihat bahwa seseorang
dipengaruhi oleh orang lain. Nama demikian diberikan olehnya karena melihat analogi antara
pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin
memantau apa yang ada didepannya, maka menurut Cooley diri seseorang memantau apa yang di
rasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.[13]
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap:
1. Tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain
terhadapnya.
2. Tahap kedua, sesorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap
penampilannya.
3. Tahap ketiga, seseoerang mempunyai perasaan terhadapa aap yang dirasakannya sebagai
penilaian orang lain terhadap itu.
Untuk memahami pendapat Cooley disini dapat disajikan suatu contoh. Seorang siswa yang
cenderung memperoleh nilai-nilai rendah (misalnya, 4 atau 5) dalam ujian-ujian semesternya.
Misalnya para guru yang ada di sekolah menganggapnya bodoh. Ia merasa pula bahwa karena ia
dinlai bodoh maka ia kurang dihargai guru-gurunya. Karena kurang dihargai siswa, siswa
tersebut menjadi murung. Jadi disini perasaan diri sendiri seseorang merupakan pencerminan
dari penilaian orang lain (looking-glass self). Dalam kasus tersebut diatas, pelecehan oleh guru
ini ada dalam benak si siswa dan memengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri, terlepas
dari soal apakah dalam kenyataan para guru memang berperasaan demikian terhadapnya.
Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa
manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu
ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maka
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu (perseorangan)
mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di
dalam masyarakat. Sebagai idividu, manusia tidak dapat mencapaisegala sesuatu yang diinginkan
dengan mudah tanpa bantuan orang lain.

Paham yang mengembangkan pentingnya aspek kehidupan sosial kehidupan manusia adalah
sosialisme. Sosialisme memberikan nilai lebih pada manusia sebagai sebagai makhluk sosial.
Sosialisme merupakan reaksi atas sistem liberalisme yang dilahirkan oleh paham individualisme.
[14]
Salah sau peranan dikaitkan dengan sosialisasi oleh teori George Herbert Mead. Dalam teorinya
yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Socienty (1972), Mead menguraikan tahap-tahap
pengembangan secara bertahap melalui beberapa tahap-tahap Play Stage, tahap Game Stage, dan
tahap Generalized Other.
Menurut mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peranan-peranan yang ada
dalam masyarakat. Sosialisasi adalah suatu proses dimana didalamnya terjadi pengambilan
peranan yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain. Melalui
penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang
lain. Menurut Mead tahap-tahapan itu adalah:[15]
1.
Play Stage, seseorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orangg yang ada
di sekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya atau peranan orang
dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi.
2.
Game Stage, seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya,
tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankannya oleh orang lain dengan siapa ia
berinteraksi.
3.
Generalized Other, pada tahap awal sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas
pada sejumlah kecil orang lain biasanya snggota keluarga, terutama ayah dan ibu. Oleh Mead
orang-orang yang penting dalam proses sosialisasi ini dinamakan significant other. Pada tahap
ketiga sosialisasi seseorang dianggap telah mampu mengamil peranan-peranan yang dijalankan
orang lain dalam masyarakat mampu mengambil peranan Generalized Other. Ia telah mampu
brinterksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta
peranan orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan
sebagai berikut:[16]
a.

Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.

b.

Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.

c.

Mansuia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.

d.

Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
1. Peranan Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial. Artinya, manusia akan senantiasa dan selalu
berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidakberdayaan” manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehisupan berkelompok pada
manusia. Berbagai kelompok sosial tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling
berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini, manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya.
Terdapat norrma-norma sosial sebagai patokan untukbertingkah laku bagi manusia di
kelompoknya. Norma-norma tersebut ialah:
a.
Norma agama atau religi, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan yang diperuntukkan
bagi umat-Nya. Norma agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi umat
beragama. Norma agama ada dalam ajaran-ajaran agama.
b.
Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma yang bersumber dari hati nurani manusia untuk
mengajak kepada kebaikan dan menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia
berbuat baik secara moral. Orang berkelakuan baik adalah orang yang bermoral, sedangkan
orang yang berkelakuan buruk adalah orang tidak bermoral atau amoral.
c.
Norma kesopanan atau adat adalah norma yang bersumber dari masyarakat dan berlaku
terbatas pada lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Norma ini di maksudkan untuk
menciptakan keharmonisan hubungan antarsesama.
d.
Norma hukum, yaitu norma yang dibuat masyarakat secara remi (negara) yang
pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma hukum yang brsifat tertulis.
Selain itu, norma dapat dibedakan pula menjadi empat macam berdasarkan kekuatan berlakunya
dimasyarakat. Ada norma yang daya ikatnya sangat kuat, sedang, dan ada pula norma yang daya
ikatnya sangat lemah. Keempat jenis tersebut adalah cara (usage), kebiasaan (folkways), tata
kelakuan (mores), dan adat istiadat (costum).
a.

Cara (usage)

Cara adalah bentuk kegiatan manusia yang daya ikatnya sangat lemah. Norma ini lebih menonjol
dalam hubungn antarindividu atau perorangan. Pelanggaran terhadap norma ini tidak
mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi sekedar celaan. Contohnya cara makan, ada yang
makan sambil berdiri dan ada yang makan sambil duduk. Cara makan sambil duduk dianggap
lebih panas dibandingkan cara makan sambil bediri.
b.

Kebiasaan (falkways)

Kebiasaan adalah kegiatan atau perbuatan yang di ulang-ulang dalam bentuk yang sama oleh
orang banyak kerana disukai. Norma ini lebih kuat daya ikatnya dari pada norma cara.
Contohnya, kebiasaan salam bila bertemu.
c.

Tata kelakuan (mores)

Tata kelakuan adalah kebiasaan yang di anggap sebagai norma pengatur. Sifat norma ini disatu
sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan disisi lain sebagai suatu larangan. Dengan demikian,
tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat menyusuaikan diri dengan kelakuan yang
ada serta meninggalkan perbuatan yang tidak sesui dengan tata kelakuan.
d.

Adat istiadat (custum)

Adat istiadat adalah kelakuan yang telah menyatu kuat dalam pola-pola perilaku sebuah
masyarakat. Oleh karena itu pada umumnya