SEGREGASI SOSIAL DALAM PENDIDKAN docx

SEGREGASI SOSIAL
SISTEM SOSIAL

OLEH :

Errick Worabay

3613100701

M. Akhid Yunanto

3614100052

Putu Audrina Utama

3614100062

Syifa Nashella Rahmah Astaman

3614100071


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2015

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
hidayat, dan karunia-Nya semata mendapatkan pelajaran dari segala fenomena yang
menandakan kebesaran-Nya. Serta dengan anugerah-Nya pula kami dapat menyelesaikan
kajian jurnal mengenai segregasi sosial yang berjudul “SOCIAL SEGREGATION IN
SECONDARY SCHOOLS: HOW DOES ENGLAND COMPARE WITH OTHER
COUNTRIES?
Kajian ini merupakan bagian dari penyelesaian tugas mata kuliah Sistem Sosial untuk
menunjang nilai kurikulum pada tahap persiapan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Dalam kajian ini, dari tahap awal sampai akhir penyelesaian tidak terlepas dari

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarya pada pihak yang terkait. Semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat
bagi kami, perbendaharaan di tempat kuliah kami, serta masyarakat. Kami mengucapkan
terima kasih serta juga memohon maaf jika ada kesalahan kata dan pengetikan dalam laporan
kami.

Surabaya, 23 April 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................

iii

BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................

1

1.2 Tujuan dan Manfaat ...............................................................................

2

BAB II: PEMBAHASAN MATERI INTI ................................................................


3

2.1 Latar Belakang ........................................................................................

3

2.2 Data dan Metode .....................................................................................

5

2.3 Hasil Riset ...............................................................................................

5

2.4 Kesimpulan .............................................................................................

7

BAB III: ANALISA ..................................................................................................


8

BAB IV: KEMUNGKINAN PENERAPAN DI INDONESIA ................................

12

BAB V: REKOMENDASI .......................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

15

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan dari saat

itulah bangsa Indonesia memulai pembangunan yang sebenarnya. Tujuan dari
pembangunan yaitu tidak lain adalah menyejahterakan rakyat atau menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari pulau-pulau besar maupun
kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan terdiri dari bermacammacam

suku

dan

kebudayaan.

Tidaklah

mudah

bangsa

Indonesia

melaksanakan pembangunan dengan keadaan yang beranekaragam.

Indonesia memiliki penduduk sebanyak ±247 juta jiwa. Pendudukpenduduk tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda, seperti suku,
agama, tempat tinggal, dan lain-lain. Sehingga, permasalahan sosial adalah
suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial merupakan suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Sedangkan, menurut Soetomo
masalah sosial adalah sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh
sebagian besar warga masyarakat. Jadi, bisa disimpulkan bahwa permasalahan
sosial adalah sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas
kehidupan bermasyarakat.
Permasalahan-permasalahan
masyarakat

ada banyak

sosial

yang

sering


terjadi

sekali. Sebagai contoh, masalah

dalam

tingginya

pertumbuhan penduduk, masalah kemiskinan, kriminal, lingkungan, dan
sebagainya.

Permasalahan

yang

ada

ini


dapat

berdampak

kepada

pembangunan yang sedang berlangsung, bisa dampak negatif maupun positif.
Namun, kebanyakan permasalahan sosial menyebabkan terhambatnya
pembangunan.

1

Mentalitas masyarakat Indonesia dalam sejumlah kajian ahli dianggap
memiliki beberapa kelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari pandangan H.J.
Boeke, Mochtar Lubis, dan Koentjaraningrat. Kelemahan tersebut pada intinya
memiliki sikap mental yang tidak mendukung bagi usaha-usaha pembangunan.
Mentalitas yang lemah ini sedikit banyak dipengaruhi oleh permasalahan
sosial. Karena itu, perlu dilakukan sebuah upaya untuk menyelesaikan
masalah-masalah ini.
Banyak sekali jurnal tentang studi kasus yang tersebar luas yang

membahas tentang masalah-masalah sosial. Jurnal-jurnal tersebut dapat
dijadikan acuan untuk mempelajari masalah sosial yang ada, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Kemudian, dapat dibuat sebuah analisa yang
akan

bermanfaat

untuk

menyelesaikan

masalah

sosial,

sekaligus

mengembangkan pembangunan di Indonesia.
Karena itulah, kami di dalam makalah ini akan menjelaskan tentang
sebuah permasalahan sosial, yaitu segregasi, berdasarkan jurnal dari negara

Inggris dengan judul Social segregation in Secondary Schools: how does
England compare with other countries?.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Dari latar belakang diatas, maka tujuan dan manfaat dibuatnya
makalah ini adalah, yaitu:
1.

Menjelaskan salah satu masalah sosial yang ada dalam

masyarakat, yaitu segregasi sosial.
2.

Menganalisa segregasi sosial yang terjadi di Indonesia.

3.

Memberikan

rekomendasi

pembangunan di Indonesia.

2

untuk

perkembangan

BAB II
PENJELASAN MATERI INTI
2.1 Latar Belakang
Segregasi sosial yang terjadi dalam lingkup pendidikan, dimana terjadi
pengelompokkan sekolah-sekolah berdasarkan tingkat ekonomi seseorang,
telah menjadi isu yang sering dibicarakan di Inggris. Segregasi sosial menjadi
hangat untuk dibicarakan karena beberapa alasan. Jika prestasi seorang pelajar
bergantung atau sesuai dengan prestasi teman-temannya, bisa saja segregasi
sosial lebih banyak mempengaruhi ketimbang akademik yang dibutuhkan
untuk masa depan. Bahkan, sering kali terjadi perataan nilai-nilai akademik
terhadap para pelajar sesuai dengan tingkat ekonomi dari orang tua mereka,
yang memperlihatkan bahwa segregasi terlihat lebih menonjol dibandingkan
alasan-alasan lainnya. Lalu, apakah tingkat segregasi di Inggris lebih tinggi
atau lebih rendah bila dibandingkan dengan negara industri lainnya di Eropa?
Untuk mengetahui hal tersebut, maka tim riset dari Institute for Social
and Economic Research (ISER) melakukan penilitan dengan membandingkan
tingkat segregasi di Inggris dengan 24 negara industri lainnya di Eropa dengan
menggunakan data tahun 2000 dan 2003 secara berkesinambungan, yang
dikeluarkan oleh PISA (Programme of International Student Assessment). Tim
riset ini juga melakukan studi dengan membandingkan tingkat segregasi di
Inggris dengan Skotlandia dan Irlandia Utara yang juga masih berada dalam
satu kawasan Britania Raya.
Selain itu, tim ini juga mempertimbangkan langkah-langkah lain
mengenai segregasi itu sendiri, dan variasi sampling (sampel yang digunakan
dalam riset) dipaparkan dengan menghitung indeks kesalahan standar dan
tingkat kepercayaan, sehingga dapat ditemukan perkiraan tinggi rendahnya
indeks segregasi. Dan yang terakhir, tim ini menggunakan indeks segregasi

3

dekomposisi kuantitatif berdasarkan jenis sekolah untuk dapat menjelaskan
pola lintas negara di 25 negara di Eropa yang diamati. Dalam membuat
penjelasan ini, tim riset menggunakan data dari PISA mengenai prevalensi
pilihan sekolah oleh orang tua dan murid dengan sekolah.
Dengan melakukan banding seperti metode di atas, tim ini menemukan
bukti bahwa Inggris berada dalam tingkat segregasi menengah, yang dimana
Inggris memiliki tingkat segregasi yang lebih tinggi daripada Skotlandia dan
negara bagian Nordic, tetapi tidak juga lebih tinggi dengan Jerman dan
negara-negara lainnya, dikarenakan jalur sekolah menengah yang berbeda
secara akademik dan teknik antara negara-negara tersebut dengan Inggris.
Lalu, bagaimana seseorang menjelaskan hasil penelitian tingkatan
segregasi sosial di Inggris dan pengaruhnya terhadap posisi Inggris di negaranegara Eropa lainnya? Dan bagaimana pelajar dengan berbagai macam latar
belakang sosial dan ekonomi tersebar dengan tidak merata di seluruh sekolah
di Inggris? Tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Tempat tinggal orang tua pelajar dengan latar belakang sosial
yang berbeda.
2. Bagaimana orang tua dengan latar belakang sosial yang

berbeda memilih sekolah untuk anak-anak mereka, dan jenis
yang seperti apa, semisal sekolah negeri atau sekolah swasta.
3. Bagaimana sekolah memilih murid mereka, mengingat bahwa

faktor yang diperhitungkan dalam penerimaan, termasuk
kemampuan, berhubungan dengan latar belakang sosial para
orang tua.
Perbandingan dari segregasi di sektor sekolah negeri di Inggris dengan
segregasi di sektor sekolah negeri dari negara-negara industri di Eropa
menunjukkan bahwa Inggris adalah negara dengan peringkat menengah dalam
hal segregasi. Dan segregasi sosial di sekolah negeri di Inggris jelas lebih
tinggi daripada di Skotlandia. Tim ini kemudian memprediksi apakah data

4

PISA tentang prevalensi pilihan orang tua sekolah, dan prevalensi pilihan
sekolah siswa, membantu menjelaskan posisi Inggris dengan negara-negara
lainnya.
2.2 Data dan Metode
Data yang digunakan dalam penelitian terhadap tingkat segregasi
sekolah di Inggris ialah menggunakan data yang disusun oleh PISA pada
tahun 2000 dan 2003. PISA mengumpulkan data-data mengenai segregasi
sosial dengan metode menyebar kuisioner kepada anak-anak usia 15 tahun di
Inggris dan 27 negara-negara industri lainnya di Eropa.
2.3 Hasil Riset
1. Pengamatan Latar Belakang Sosial
Tim riset dari PISA mengatakan bahwa mereka menyebarkan
kuisioner kepada anak-anak usia 15 tahun di Inggris dan 27 negara-negara
industri lainnya. Dalam kuisioner tersebut, anak-anak ditanya mengenai
pekerjaan saat ini atau pekerjaan terakhir dari orang tua mereka. Dari data
pekerjaan orang tua para pelajar, tim riset dari PISA memperoleh dua
indeks sosial-ekonomi internasional bagi para pelajar yang diusulkan oleh
Ganzeboom (1992). Kemudian, data setiap anak dirubah dari data indeks
posisi sosial menjadi dua variabel inti saja, yaitu tinggi dan rendah. Jika
tinggi maka nilai indeks mengacu pada nilai di atas rata-rata nasional
negara-negara di Eropa, sedangkan rendah mengacu pada nilai yang sama
atau di bawah rata-rata. Oleh karena itu, persentase anak-anak yang dibagi
dalam dua posisi sosial (tinggi dan rendah) adalah sama di setiap negara di
Eropa.

2. Peran dari Sekolah Swasta
Kemudahan pemilihan sekolah yang disediakan oleh sektor swasta
dan berkembang dengan baik membuat para orang tua beralih untuk

5

memilih sekolah swasta. Hal ini merupakan salah satu faktor yang memicu
terjadinya segregasi sosial dalam lingkup pendidikan. Untuk menyekolah
anak-anak mereka, para orang tua harus mampu untuk membayar biaya
pendidikan dan juga banyak juga sekolah swasta yang menentukan kriteria
penerimaan berdasar kemampuan akademik mereka, yang dimana
kemampuan akademik sering kali dihubungkan oleh latar belakang sosial
orang tua). Walaupun terjadi hal tersebut, anak-anak usia 15 tahun yang
mengemban dunia pendidikan di sekolah swasta di Inggris memiliki nilai
lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa lainnya,
tetapi nilainya lebih besar bila dibandingkan dengan Skotlandia dan
Irlandia Utara. Perancis dan Irlandia adalah dua negara dimana banyak
anak usia 15 tahun mengemban pendidikan di sekolah swasta. Dalam
kasus Irlandia, nilai anak usia 15 tahun yang bersekolah di sekolah swasta
termasuk tinggi karena kualitas manajemen dari sekolah tersebut.
Sedangkan dalam kasus Perancis, nilai tinggi disebabkan oleh besarnya
pendanaan.

3. Pilihan Sekolah oleh Orang Tua dan Pilihan Siswa oleh Sekolah Penerima
PISA memperoleh data dari sekolah-sekolah swasta melalui
administrasi sekolah. Mereka bertanya kepada kepala sekolah mengenai
kriteria penerimaan bagi siswa baru. Berdasarkan riset, diketahui bahwa
faktor utama penerimaan siswa di sekolah mereka ialah berdasarkan pada
kemampuan akademik dan adanya rekomendasi dari pihak komite sekolah,
yang dimana kemampuan akademik serta rekomendasi ini dilihat dari latar
belakang sosial orang tua dari sang anak. Alasan ini disebut sebagai
pilihan sekolah.
Hasil riset juga menyatakan data mengapa anak-anak tersebut
memilih untuk bersekolah di sekolah swasta. Alasan utama bersekolah di
sekolah swasta adalah karena sekolah tersebut favorit dan jauh lebih baik
jika dibandingkan sekolah lainnya. Alasan inilah yang disebut sebagai
pilihan orang tua.
6

4. Segregasi Sosial, Pilihan Orang Tua, dan Pilihan Sekolah
Banyak

orang yang

menyarankan

bahwa pilihan

sekolah

merupakan faktor penting, yang memicu para orang tua untuk lebih
memilih sekolah swasta. Tingkat pemilihan sekolah swasta yang tinggi
inilah yang menyebabkan terjadinya segregasi sosial. Selain itu,
kewenangan setiap sekolah swasta dalam menentukan kriteria penerimaan
siswa juga dapat menyebabkan segregasi sosial, yang dimana terjadi
pengelompokkan dengan memilih siswa-siswi dengan nilai akademik yang
baik, dan juga latar belakang sosial-ekonomi yang baik atau di atas ratarata.
2.4 Kesimpulan
Analisis

ini

menunjukkan

pandangan

internasional

yang

memperlihatkan taraf segregasi sosial di Inggris. Penelitian ini menunjukkan
bahwa ketatnya kriteria penerimaan siswa-siswi baru di sekolah swasta dapat
meningkatkan taraf segregasi sosial, terutama jika sekolah swasta ini dibagi
kembali menjadi dua, yaitu sekolah umum dan sekolah kejuruan. Analisis ini
juga memaparkan tolok ukur untuk tingkat pilihan sekolah oleh orang tua dan
pilihan siswa-siswi oleh sekolah, yang dapat dipantau menggunakan data yang
dikeluarkan oleh PISA.

7

BAB III
ANALISA
Segregasi sosial adalah salah satu bentuk hubungan dalam kelompok
sosial. Segregasi merupakan pemisahan kelompok sosial berdasarkan tradisi atau
hukum. Kelompok yang mengalami perlakuan ini biasanya berbeda dalam hal
asal-usul etnik, agama, kesejahteraan, atau kebudayaan. Segregasi dapat terjadi
dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam hal memperoleh
perumahan,

pendidikan,

pekerjaan,

dan

penggunaan

berbagai

fasilitas

umum(sarana transportasi, rumah makan, dan lain-lain).
Segregasi adalah lawan kata dari integrasi, yang menunjukkan
kecenderungan individu untuk berkelompok sesuai dengan preferensi mereka.
Integrasi adalah pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan dalam
masyarakat, tetapi tidak memberikan perhatian khusus pada perbedaan tersebut.
Segregasi sosial terjadi karena adanya heterogenitas sosial. Masyarakat
yang begitu beragam menjadikan terbentuknya kelompok-kelompok sosial.
Individu-individu dalam kelompok tersebut memiliki kecenderungan untuk
mencari kepuasaan berdasarkan preferensi yang ia miliki. Sehingga, dinamika
sosial seperti ini terjadi sepertinya bukan karena kelompok tertentu menyepakati
secara eksplisit keinginan untuk memisahkan diri, namun karena perilaku individu
mendorong terjadinya perilaku bersama (sosial).
Dalam sebuah kelompok sosial akan ada struktur sosial yang merupakan
sebuah tatanan masyarakat, yang didalamnya terdapat hubungan timbal balik
antara status dan peranan. Struktur sosial inilah yang akan membatasi apakah
seseorang termasuk ke dalam suatu kelompok sosial atau tidak. Apabila seseorang
tidak memiliki status dalam sebuah kelompok sosial, maka ia akan mencari
kelompok sosial yang lain, dimana ia akan memiliki status sehingga dapat

8

berperan di dalam kelompok tersebut. Hal inilah yang memunculkan banyak
kelompok sosial dengan kepentingan yang berbeda-beda.
Dari kelompok-kelompok yang terbentuk ini akan ada satu atau beberapa
kelompok yang lebih dominan karena memiliki sesuatu yang lebih dibandingkan
kelompok lainnya, misal tingkat kesejahteraan, tingkat pendidikan, pekerjaan,
dan lain-lain. Hal inilah yang kemudian akan menyebabkan terjadinya
kesenjangan sosial atau gap. Salah satu contoh nyata segregasi sosial
menyebabkan kesenjangan sosial adalah munculnya komunitas berpagar.
Komunitas berpagar adalah sebutan untuk perumahan elite, yang
membatasi interaksi sosial dengan masyarakat sekitar, sehingga dilihat seolah
‘mempagari’ diri mereka dari kehidupan di luar kehidupan mereka. Memang pada
awalnya pembangunan perumahan mewah berpagar dibangun dengan tujuan
untuk membatasi diri dari persoalan sosial maupun keamanan lingkungan. Akan
tetapi konsep perumahan berpagar dewasa ini tidak lagi hanya persoalan
keamanan lingkungan, tetapi sudah mengarah pada simbol masyarakat yang
berduit. Perumahan berpagar dalam prosesnya membentuk masyarakat berpagar
yang dihuni oleh mereka golongan kaya raya yang mempunyai kecenderungan
konsumsi dan gaya hidup mewah.
Contoh diatas adalah akibat negatif dari segregasi sosial. Tidak dapat
dipungkiri bahwa keadaan masyarakat dewasa ini yang individualistik juga
menjadi salah satu faktor utama dalam terjadinya segregasi sosial. Masyarakat
sekarang lebih mengutamakan kepentingan mereka sehingga secara sadar ataupun
tidak mereka cenderung untuk lebih memprioritaskan hal-hal yang bisa memenuhi
kepentingan mereka tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas segregasi sosial terjadi dalam segala
aspek kehidupan, salah satunya aspek pendidikan. Seperti jurnal yang kami ambil,
dengan judul Social segregation in Secondary Schools: how does England
compare with other countries?, yang menjelaskan tentang posisi Inggris dalam hal
segregasi sosial di sekolah tingkat menengah.

9

Di Indonesia, segregasi sosial dalam hal pendidikan adalah hal yang sudah
lumrah terjadi, terutama di kota-kota besar. Disini kami akan menjelaskan
segregasi sosial yang sudah terlihat secara fisik.
Saat ini banyak sekolah-sekolah yang sepertinya sengaja dibangun untuk
golongan kelompok tertentu. Kebanyakan hal ini terjadi di sekolah-sekolah
swasta, tapi tidak jarang pula sekolah-sekolah negri juga mengalami hal yang
sama. Sekolah-sekolah seperti ini awalnya dibangun dengan tujuan yang sama
dengan sekolah lainnya, yaitu melayani kebutuhan pendidikan masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, sekolah-sekolah yang siswanya banyak
berprestasi akan menjadi sekolah yang popular. Kemudian, mereka akan
menciptakan kebijakan-kebijakan, seperti melakukan tes-tes tertentu dalam
penerimaan siswa baru sehingga hanya menerima murid-murid yang memenuhi
kriteria tertentu. Secara tidak langsung, sekolah-sekolah ini telah melakukan
segregasi sosial. Padahal sekolah negeri seharusnya menjadi wadah utama bagi
peserta didik dari semua kalangan masyarakat menimba ilmu tanpa diskriminasi
dan kastanisasi.
Namun, tidak semua segregasi sosial dalam pendidikan adalah hal yang
negatif. Ada beberapa sekolah tertentu yang sengaja dibuat untuk memisahkan
calon muridnya dengan yang lain. Sekolah seperti ini disebut sekolah segregasi.
Sekolah-sekolah seperti dibuat untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Model sekolah bagi anak berkebutuhan khusus yang telah ada sejak lama
adalah sekolah khusus yang di Indonesia dikenal dengan Sekolah Luar Biasa
(SLB). Sekolah khusus ini biasanya dibuka secara khusus untuk setiap jenis
kecacatan tertentu seperti sekolah khusus untuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras dan lain-lain. Sekolah khusus ini dikembangkan atas dasar
pemikiran bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang khusus
dan berbeda dengan anak pada umumnya. Oleh karena itu, dalam proses
pendidikannya, mereka dianggap memerlukan pendekatan, metoda, program serta
alat-alat yang khusus. Dan lagi, pendidikan (sekolah) bagi mereka harus
dipisahkan dari pendidikan (sekolah) anak pada umumnya. Konsep pendidikan
seperti inilah yang disebut dengan sistem pendidikan segregasi atau terpisah.
10

Memang, segregasi dalam pendidikan adalah sesuatu yang harusnya tidak
terjadi, karena hal seperti ini nantinya akan berdampak kepada pembangunan
Indonesia di masa depan. Apabila murid-murid yang nantinya akan menjadi
pemimpin bangsa sudah dihadapkan pada situasi seperti ini, bagaimana nanti
mereka bertindak ketika sudah menjadi orang-orang yang membuat keputusan.
Segregasi sosial dalam pendidikan akan menyebabkan terjadinya kompetisi sosial
dalam aspek gaya hidup, bukan lagi intelektual.

11

BAB IV
KEMUNGKINAN PENERAPAN DI INDONESIA
Di Indonesia, segregasi sosial adalah suatu hal yang sering terjadi di dalam
berbagai sektor masyarakat. Seperti dalam artikel yang kami angkat, segregasi
sosial sudah terjadi tidak hanya di Inggris dan negara-negara di Eropa saja,
segregasi sosial juga terjadi di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Seperti di
Inggris di mana segregasi sosial terjadi di sekolah-sekolah swasta, hal yang sama
juga terjadi di sekolah-sekolah swasta di Indonesia.
Kami mengambil contoh sekolah-sekolah swasta di Indonesia yang ada di
Kota Surabaya. Sebagai kota terbesar nomer dua setelah DKI Jakarta, Kota
Surabaya memiliki cukup banyak sekolah-sekolah swasta, mulai dari yang
terkenal akan kualitas yang baik, hingga biaya yang mahal. Dengan adanya
sekolah-sekolah swasta ini, segregasi sosial tidak dapat dihindari lagi.
Salah satu contohnya adalah Sekolah Al-Hikmah.Sekolah berbasis
keagamaan yang ada di Surabaya ini memiliki biaya pendidikan yang bisa
dikatakan tidak wajar karena biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua murid
cukup besar, apalagi jika orang tua memasukkan anaknya di sekolah tersebut dari
jenjang TK hingga SMA. Sekolah berbasis keagamaan bisa saja memiliki sisi
positif dalam pembenahan karakter serta jasmani dan rohani murid, namun biaya
yang tinggi membuat sekolah ini hanya mampu dijangkau oleh kalangan kelas
atas.
Ada juga sekolah swasta dengan biaya sekolah tinggi yang memang
berlokasi dilingkungan yang masyarakatnya berpenghasilan tinggi. Salah satunya
adalah Sekolah Ciputra yang berada didalam Perumahan Citraland, Surabaya
Barat. Sekolah yang dibangun untuk memfasilitasi masyarakat di perumahan
tersebut, secara tidak langsung telah menyebabkan segregasi sosial. Karena
dengan adanya sekolah tersebut, masyarakat perumahan akan memilih untuk
menyekolahkan anak-anaknya disana ketimbang memilih sekolah di luar wilayah

12

perumahan, yang jaraknya jauh dari perumahan. Sehingga, murid-murid yang ada
di dalam sekolah tersebut sebagian besarnya adalah anak-anak yang tinggal di
Perumahan Citraland. Hal yang sama juga terjadi di Sekolah Cita Hati di
Perumahan Pakuwon City.
Jika segregasi sosial dibiarkan berlanjut secara tidak langsung akan
menimbulkan pengelompokkan suatu golongan dengan golongan lainnya, yang
dalam hal ini dilihat berdasar latar belakang sosial-ekonomi seseorang yang dibagi
menjadi dua, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.

13

BAB V
REKOMENDASI
Segregasi sosial dalam lingkup pendidikan adalah masalah yang tidak
dapat diabaikan keberadaannya. Dengan adanya segregasi, maka akan sulit
tercapainya integrasi dalam bidang pendidikan sehingga pembangunan di suatu
wilayah akan sulit berkembang, karena pembangunan yang berhasil berhubungan
dengan kesatuan masyarakat. Karena itu, rekomendasi yang kami berikan, adalah:
1. Pemerintah sekenanya dapat menyediakan fasilitas pendidikan berbasis

sekolah negeri yang jumlahnya seimbang dengan sekolah swasta, lebih
baik jika jumlah sekolah negeri dapat melebihi jumlah sekolah swasta.
Dengan begitu, pemerataan pemilihan sekolah berdasarkan latar belakang
sosial-ekonomi akan terjadi, yang dimana pengelompokkan sosial akan
semakin berkurang.
2. Tidak hanya meningkatkan dari segi kuantitas namun harus juga
meningkatkan kualitas sekolah negeri yang berguna agar masyarakat tidak
perlu mencari alternatif untuk pendidikan yaitu sekolah swasta yang pada
kenyataannya hanya bisa dimasuki oleh murid-murid tertentu.
Dilakukan pengaturan biaya pendidikan terutama bagi sekolah swasta agar
dapat dijangkau semua kalangan. Jika dapat dijangkau semua kalangan, maka
akan mengurangi kemungkinan terjadinya segregasi sosial dalam bidang
pendidikan terutama di Indonesia.

14

DAFTAR PUSTAKA

Jenkins, Stephen P., Micklewright, John, and Schnepf, Sylke V. (January
2006) ‘Social Segregation in Secondary Schools: How Does England Compare
With Other Countries?’, ISER Working Paper 2006-2. Colchester: University of
Essex.
Allen, R. & Vignoles, A. (2006 forthcoming) A critique of research on
measuring social segregation in schools 1989 to 2004, Working paper, February
2006 (London, Institute of Education).
Atkinson, A.B., Rainwater, L., & Smeeding, T.M. (1995) Income
distribution in OECD countries: evidence from the Luxembourg Income Study
(Paris, OECD).
Burgess, S., McConnell, B., Propper, C., & Wilson, D. (2004) Sorting and
choice in English secondary schools, CMPO Working Paper 04/111, October
2004 Department for Education and Skills (DfES) (2005) Higher standards,
better schools .
Geertz, Clifford. 1986. Mojokuto : Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa.
Cetakan Pertama, Pustaka Grafitipers. Jakarta.
http://maarifinstitute.org/id/opini/187/ancaman-ekstremisme-di-institusipendidikan dan
https://kabarpendidikanluarbiasa.wordpress.com/2012/06/24/konsep-pendidikansegregasi/

15