PROSPEK BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN

Jurnal Agribisnis dan Penyuluhan

DEWAN REDAKSI

Ketua

Nurul Huda

Anggota

Pepi Rospina Sri Harijati Ida Malati Sajadi Diarsi Eka Yani Jan Hotman Mulyadi Zairulsyah

Alamat

Pusat Keilmuan - LPPM Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Ciputat, Tangerang, 15418,

Indonesia Telepon : 021-7490941 pesawat 1208, Fax : 021-7490147 pk@ut.ac.id Website : pk.ut.ac.id

Vol. 1, No. 2, 2013 ISSN 2338-7165

Jurnal Agribisnis dan Penyuluhan

PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP USAHATANI BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DI KELURAHAN AIR PUTIH,

186 - 194

KECAMATAN SAMARINDA ULU, KOTA SAMARINDA YUSNITA TOURISIA

PERTUMBUHAN UDANG PUTIH(LITOPENAEUS VANNAMEI) DAN PARAMETER KUALITAS AIR

194 - 213

PENDUKUNG ZIHAN ADI SAPUTRA

PROSPEK BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN BANGKA MELALUI MEDIA

213 - 223

BUDIDAYA WARING DAN KOLAM TERPAL MUHAMMAD YUSUF

PENGARUH PELATIHAN DINAMIKA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KERJA SAMA KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET

223 - 244

(HAVEA BRASILIENSIS) DI DESA PERDAMAIAN KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN SARANA

PENGARUH SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PEMAKAIAN PUPUK BUATAN PADA

244 - 256

TANAMAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILUS) YULMAIDA STUDI DIVERSIFIKASI USAHA TERNAK SAPI POTONG DENGAN TANAMAN KARET DI DESA

256 - 272

TELUK KETAPANG KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI RADEN SUHAIMI

PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP USAHATANI BUNGA MELATI (Jasminum sambac) DI KELURAHAN AIR PUTIH, KECAMATAN SAMARINDA ULU, KOTA SAMARINDA OLEH : YUSNITA TOURISIA NIM : 015617617

EMAIL : Yusnita2210aqueena@gmail.com ABSTRAK

Pengembangan usahatani melati mempunyai prospek yang cerah mengingat permintaannya yang selalu meningkat. Kenyataan tersebut tidak ditunjang dengan produksi melati yang memadai. Selain itu adanya fluktuasi harga yang tidak menentu membuat petani melati enggan untuk melaksanakan usahatani melati secara intensif. Sampai saat ini usahatani melati masih dikerjakan secara tradisional tanpa adanya introduksi teknologi apapun, sehingga adanya peluang tersebut belum tertangani dengan memadai.

Dengan alasan tersebut maka dilakukan pengkajian sisten usahatani melati di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Tujuan pengkajian ini adalah memperoleh informasi tentang pengaruh social pada usahatani melati di Kelurahan Air Putih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bunga melati di Kelurahan Air Putih sebanyak 350 takar/ha/bulan. Tingkat R/C ratio yang dicapai sebesar 0,55, dan keuntungan yang diperoleh petani melati adalah sebesar Rp.1.175.000,- per bulan .

Kata kunci : Melati, Kelurahan Air Putih

I. PENDAHULUAN

Dalam usaha pembangunan ekonomi nasional, sektor pertanian mendapat prioritas utama karena sektor ini ditinjau dari berbagai segi memang merupakan sektor dominan dalam perekonomian nasional, misalnya kontribusinya dalam pendapatan nasional, peranannya dalam pemberian lapangan kerja pada penduduk yang bertambah dengan cepat dan kontibusi dalam penghasilan devisa Negara (Mubyarto, 1994).Orientasi pembangunan pertanian di negara kita menurut Satraatmadja (1985), sudah bukan saatnya lagi diarahkan pada satu macam komoditi tertentu saja, tetapi juga pada komoditi lainnya, misalnya tanaman sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman bunga-bungaan yang termasuk sebagai tanaman hortikultura.

Tanaman hias dan hasilnya berupa bunga termasuk kelompok komoditas hortikultura yang mempunyai prospek cerah bila dikembangkan secara intensif dan komersil. Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis flora, salah satunya adalah bunga melati. Melati adalah jenis bunga berwarna putih yang berukuran relatif kecil dan mengeluarkan bau wangi yang khas. Kegunaan melati sangat beragam antara lain sebagai bahan rangkaian bunga, untuk tanaman hias, sebagai minyak atsiri yang digunakan dalam industri kosmetik, minuman, minyak wangi, minyak rambut dan sebagai obat (Radi,1997).

Menurut data Statistik Dinas Pertanian Tanaman dan hortikulura Kalimantan Timur tahun 2012, untuk komoditas melati di Kota Samarinda yaitu tahun 2012 luas panen tanaman melati sebesar 11.202 m 2 dengan produksi sebesar 10.262 kg.Kelurahan Menurut data Statistik Dinas Pertanian Tanaman dan hortikulura Kalimantan Timur tahun 2012, untuk komoditas melati di Kota Samarinda yaitu tahun 2012 luas panen tanaman melati sebesar 11.202 m 2 dengan produksi sebesar 10.262 kg.Kelurahan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : menambah pengetahuan bagi peneliti tentang manfaat dan budidaya bunga melati yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari hari dan memberi informasi tentang usahatani melati agar dinas terkait dapat mengambil kebijakan tepat guna peningkatan dan perbaikan taraf hidup petani.

II. METODOLOGI PENELITIAN

1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan yaitu bulan April 2013 dengan lokasi penelitian di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu.

2. Metode Pengumpulan Data dan sampel

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, yaitu :.

a. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.

b. Data sekunder diperoleh dari petugas Penyuluh Lapangan (PPL) setempat, instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur, dan Badan Pusat Statistik Kota Samarinda serta perpustakaan dalam penelusuran kepustakaan yang menunjang penelitian ini

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan M etode Purposif Sampling terhadap 10 petani responden yang membudidayakan usahatani melati di Kelurahan Air Putih, pengolahan hasil melati dan pemasaran bunga Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan M etode Purposif Sampling terhadap 10 petani responden yang membudidayakan usahatani melati di Kelurahan Air Putih, pengolahan hasil melati dan pemasaran bunga

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Dampak Sosial Budidaya Melati

Kegiatan usahatani bunga melati di Kelurahan Air Putih dilakukan secara turun temurun, dimana lingkungan tempat tinggal responden merupakan lingkungan orang orang yang berprofesi sebagai petani bunga melati yang dalam kesehariannya mereka langsung membantu orang tua bekerja menjalankan usahataninya

Rata-rata usia responden dari laki-laki berumur 40 tahun dan dari wanita berumur 25-35 tahun. Tingkat pendidikan petani responden rata rata lulusan SD dan SLTP. Status pengerjaan lahan adalah lahan milik sendiri dan dikelola berdasarkan management keluarga, sehingga seluruh tenaga kerja yang mengelola perkebunan melati di Kelurahan Air Putih adalah anggota keluarga (terutama wanita dan anak-anak), Jarak rumah dari tempat usahatani melati relatif dekat berada dipekarangan rumah.

Rata rata produksi per petani melati antara 1 2 kg per hari. Tujuan penjualan petani semuanya kepada para pengepul setempat dan ke tradisional di Kota Samarinda, yaitu : pasar pagi, pasar segiri. Jarak dari sentra tanaman melati di Kelurahan Air Putih dengan pasar sekitar 3 4 km.

Produksi bunga melati sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau produksi bunga akan menurun. Hal ini karena pembungaan sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi dan tersediaanya air untuk menstimulir pertumbuhan tunas vegetative, karena bunga melati muncul pada setiap pucuk tunas yang tumbuh. Sehingga pertumbuhan tunas baru berkorelasi positif dengan pembentukan bakal bunga. Sedangkan pada musim penghujan produksi bunga melati sangat meningkat dibandingkan dengan musim penghujan.

Permintaan bunga melati di pasaran sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan pasar dan kebutuhan pesanan personal, seperti penghias pengantin atau acara-acara tertentu. Demikian juga pada permintaan lainnya akan mengalami peningkatan pada kondisi tertentu, seperti pada bulan Maulid, hari raya besar keagamaan .Dengan demikian, pada musim pengantin dan hari besar agama harga bunga melati akan meningkat.

Harga normal bunga melati di tingkat petani sebesar Rp.6.000 per muk (takar), Harga normal bunga melati di tingkat petani sebesar Rp.6.000 per muk (takar),

Kendala dalam usahatani melati sendiri yaitu masih sulitnya penanganan serangan hama ulat,oleh karena itu perlu adanya penyuluhan teknologi pertanian terbaru dari instansi terkait untuk pemecahan masalah ini. Kegiatan usahatani melati sendiri sangat membantu dalam perekonomian keluarga petani karena tanaman melati bisa dipanen setiap saat sehingga dapat menghasilkan uang tunai setiap hari

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengaruh faktor-faktor sosial terhadap usahatani melati dikelurahan Air Putih Kota Samarinda sangat signifikan dalam menentukan besar kecilnya hasil pendapatan petani dari usahatani tersebut.

B. Analisis Usahatani Melati

Komponen untuk perhitungan analisis pendapatan usahatani melati di Kelurahan Air Putih ditampilkan pada Tabel 1. Pada analisa biaya dan pendapatan usahatani melati mempunyai nilai R/C ration kurang dari 1, yaitu 0.55. Artinya pada satu satuan biaya yang dikeluarkan maka belum dapat diperoleh keuntungan, bahkan tercermin kerugian dari nilai R/C yang lebih kecil dari 1.

Tabel 1. Analisis Pendapatan Usahatani Melati (dikonversikan per hektar) di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda

No Uraian

Jumlah

Harga (RP)

1 Pupuk Urea

100 kg

2 Pupuk SP-36

7 Total biaya Produksi 1.450.000

8 Produksi

350 takar/bln

10 R/C rasio

Analisis biaya dan pendapatan tersebut dilakukan setelah pengkajian dimana harga melati pada saat tersebut berada pada posisi yang tinggi Rp 7.500,-. Pada penghitungan analisis usahatani dengan patokan harga tersebut di atas petani mengalami keuntungan pada usahatani melati. Usahatani melati di Kelurahan Air Putih pada luasan tersebut di atas tetap menuai keuntungan, sehingga petani pengusahaan tanaman melati tetap diteruskan. Semua petani melati memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti tukang kayu, pedagang kelontongan, dan lain-lain. Sehingga usahataninya tetap dilakukan oleh petani. Mereka tidak pernah memperhitungkan harga tenaga yang selama ini dicurahkan untuk usahatani melati.

Dengan harga jual bunga melati Rp.7.500 tersebut pada perhitungan analisis usahatani diatas, maka diperoleh perkiraan nilai R/C adalah 13,09. Sebuah nilai R/C yang mengindikasikan keuntungan yang berlipat ganda. Hal tersebut membuktikan bahwa usahatani melati mempunyai prospek yang cerah untuk ditangani secara serius.

Harga bunga melati segar yang sangat fluktuatif tersebut dapat digunakan untuk menentukan strategi pengembangan usahatani melati. Penerapan teknologi anjuran akan sangat menguntungkan apabila aplikasinya dilakukan dengan memperhitungkan bulan dimana permintaan melati mempunyai harga tertinggi. Pada saat permintaan pasar menurun, usahatani lebih ditekankan untuk pemeliharaan tanaman menggunakan rakitan teknologi petani. Mengacu pada hasil pengkajian, penerapan rakitan teknologi anjuran paling tidak dilakukan 4 bulan sebelum bulan dengan harga tinggi. Misal bulan Syawal diperhitungkan akan banyak permintaan melati, penerapan rakitan teknologi anjuran dapat dilakukan mulai 4 bulan sebelum bulan Syawal. Begitu juga halnya dengan bulan-bulan dengan harga tinggi lainnya.

Dengan mengatur waktu penerapan sesuai dengan tingkat harga, maka peningkatan hasil akan diikuti oleh peningkatan keuntungan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Dengan demikian intensifikasi hanya dilakukan pada bulan- bulan tertentu sehingga akan dicapai efisiensi usahatani. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan tepat waktu bukan tidak mungkin diperoleh nilai keuntungan yang sangat tinggi, mengingat ada saat dimana harga melati mencapai Rp 7.500,-/takar. Untuk itu akan sangat menunjang apabila para petani selalu membaca situasi pasar permintaan melati untuk menentukan saat iintensifikasinya.

IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Pengaruh faktor sosial terhadap usahatani bunga melati sangat berpengaruh dalam hasil produksi.

2. Keadaan usahatani melati dikelurahan air Putih dapat menopang perekonomian petani melati di Kelurahan tersebut sehingga mempunyai prospek untuk dikembangkan baik dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi.

3. Kegiatan agribisnis melati sangat potensial untuk pengembangan sumberdaya wanita baik dalam budidaya,panen,pemasaran hingga kegiatan merangkai bunga untaian cukup besar.

B. Saran

Dari hasil penelitian, dapat dikemukakan saran saran sebagai berikut :

1. Budidaya tanaman melati perlu ditunjang oleh teknologi maju untuk meningkatkan mutu bunga agar bernilai jual tinggi dipasaran.

2. Perlu adanya Promosi untuk menanam melati baik dipekarangan rumah ataupun dalam pot mengingat bunga melati sebagai puspa bangsa,bunga unggulan nasional.

3. Dinas terkait perlu membantu petani dalam kemitraan agar lebih mudah dalam pemasaran hasil. DAFTAR PUSTAKA

Adriano, T. T., dan I. Novo. 2004.pedoman praktis budidaya tanaman hias berbunga indah.Yogyakarta : Absolut.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Kota Samarinda.2012.Statistik usahatani melati Kota Samarinda 2012.Samarinda.

Rukmana, R. 1997.usahatani melati.Yogyakarta : Kanisius.

Rakhmat, J. 1997.Metode Penelitian Komunikasi.Bandung : Remaja.

KARYA ILMIAH PERTUMBUHAN UDANG PUTIH(litopenaeus vannamei) DAN PARAMETER KUALITAS AIR PENDUKUNG

Oleh : NAMA : ZIHAN ADI SAPUTRA NIM : 017369148

Program Studi : 77/ PKP-Perikanan

Email : belimbing484@gmail.com

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKA

BANDAR LAMPUNG

20 13

ABSTRAK Metode PengamataMetode pengamatan menggunakan studi kasus melakukan pengumplan data

sejumlah unit atau satuan individu dalam waktu yang bersamaan dan merata sehingga menghasilkan gambaran umum dari contoh yang diamati(Muhamad, 1991). Kasus yang diamati yaitu pertumuhan udang putih(litopenaeus vannamei) terhadap parameter pendukungnya.analisi data menggunakan statistik deskriftif. Statistik deskriftif adalah statistik yang tingkat pengerjaannya mencakup cara-cara pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengelolah, menyajikan dan menganalisa data angka agar dapat yang memberikan gambaran yang teratur,ringkas dan jelas mengenai keadaan peristiwa atau gejala tertentu sehingga dapat ditarik pengertiaan atau makna teretentu(wirawan,2001).

Tingkat pertumbuhan L. vannamei dipengaruhi oleh 2 faktor :

1. Frekuensi Molting

2. Kenaikan angka pertumbuhan (angka pertumbuhan per kali molting).

Manajemen kualitas air pada dasarnya adalah pengelolaan parameter kualitas air harian agar selalu berada dalam kisaran optimal yang dibutuhkan dalam budidaya udang. Hal ini sangat penting untuk mencegah udang mengalami stres yang dapat mempertinggi risiko udang terserang berbagai macam penyakit. Parameter kualitas air yang harus dikelola dengan baik adalah ; transparansi dan warna air, pH, DO, salinitas, suhu, TAN, Amoniak bebas, Alkalinitas ,TVC, serta jenis dan jumlah plankton.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penysun panjatkan atas kehadirat Alla SWT, karena dengan hidayah dan rahamt-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karaya ilmiah ini diuat berdasarkan syarat kelulusan bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikan. Dalam karya ilmiah ini , kami akan mencoba menyampaikan uraian kegiatan yang dilakukan, hasil dari kegiatan dan permasalahan yang ditemukan dan juga saran yang mungkin dapat kami sampaikan dalam karaya ilmiah ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini dibantu oleh para petani tambak plasma Blok 04 Jalur 86-

87 PT. Wachyuni Mandira dan Aquaculture Division wilyah 04 Bravo khususnya Mudul 44 PT. Wachyuni Mandira dan pihak-pihak lain yang banyak membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Maka dari itu, Penyusun ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.

Penyusun sangat menyadari penulisan karya ilmiah ini banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat Penyusun harapkan. Semoga Allah SWT Selalu Penyusun sangat menyadari penulisan karya ilmiah ini banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat Penyusun harapkan. Semoga Allah SWT Selalu

Penyusun

Zihan Adi Saputra

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Marked demand (permintaan pasar) terhadap komoditas perikanan, khususnya udang semakin meningkat baik dipasar domestic maupun internasiaonal (Amri. 2003). Hal ini terbukti dengan adanya produksi udang dibeberapa Negara melalui budidaya secara intensif. Pada tahun 2000 produksi udang mencapai angka 249.000 ton dan terus mengalami peningkatan 2001,2002, dan 2003 yaitu sebanyak 325.000 ton, 379.000 ton, dan 531.000 ton (global shrimp outlook, 2003 dalam haliman dan dian adi jaya,2005). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan suatu usaha budidaya secara intensif dengan berbagai macam teknologi dan manajemen pakan agar tetap menghasilkan pertumbuhan udang yang normal.

1.2.Tinjauan Pustaka

1.2.1. Biologi Udang Putih(litopenaeus vannamei)

Berikut tata nama udang Litopenaeus vannamei menurut ilmu taksonomi. (Haliman, dan

Adijaya, 2005) :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus Vannamei

1.2.2. Standar Kualitas Air Untuk Pertubuhan Udnag Putih( litopenaeus vannamei)

no Parameter

3 Suhu 28-30 0 c

4 Kecerahan

30-60cm

7 3 TVC < 2,2 x 10 CFU/ml

15-30ppt

10 Plankton

Chlorophyta, diatom : 50-90% Dinoflagelata,BGA :< 5% Zooplankton : < 10%

1.3. Deskripsi Lokasi dan Waktu Praktik Kerja Lapangan

Pengamatan karya ilmiah ini dilaksanakan di wilayah Plasma Pond Blok 4 B module 44 jalur 86 dan 87 PT. Wachyuni Mandira, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi Pengamatan karya ilmiah tersebut merupakan tempat usaha pembesaran udang putih ( Litopenaeus vannamei) dengan sistim module base, yaitu sistim budidaya udang secara terpadu dengan penerapan biosecurity dalam sebuah module. Pengamatan karya ilmiah dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, dimulai dari tanggal 27 februari 2013 sampai dengan 24 april 2013.

1.4.Tujuan Pengamatan

Tujuan dilaksanakannya Penulisan Karya ilmiah bagi mahasiswa adalah:

1. Untuk lebih mengetahui, memahami serta dapat menggunakan alat-alat dan perlengkapan dalam budidaya udang.

2. Untuk lebih mengetahui dan memahami laju pertumbuhan udang, khususnya udang putih (Litopenaeus vannamei Bone).

3. Untuk lebih memahami dan mengetahui faktor pendukung pertumbuhan udang.

4. Untuk dapat memahami dinamika sosial petambak dan sekitarnya.

BAB II METODE

2.1. Metode Pengamatan

Metode pengamatan menggunakan studi kasus melakukan pengumplan data sejumlah unit atau satuan individu dalam waktu yang bersamaan dan merata sehingga menghasilkan gambaran umum dari contoh yang diamati(Muhamad, 1991). Kasus yang diamati yaitu pertumuhan udang putih(litopenaeus vannamei) terhadap parameter pendukungnya.analisi data menggunakan statistik deskriftif. Statistik deskriftif adalah statistik yang tingkat pengerjaannya mencakup cara-cara pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengelolah, menyajikan dan menganalisa data angka agar dapat yang memberikan gambaran yang teratur,ringkas dan jelas mengenai keadaan peristiwa atau gejala tertentu sehingga dapat ditarik pengertiaan atau makna teretentu(wirawan,2001).

2.1.1. Prosedur sampling udang putih(litopenaeus vannamei)

Prosedur sampling :

a. Menyiapkan alat-alat sampling

b. Mencuci jala dan alat sampling yang lain dengan larutan desinfektan.

c. Menyediakan air tambak dalam ember untuk penampungan udang.

d. Melakukan penjalaan hingga mendapatkan udang sebanyak minimal 100 ekor. (Bila untuk memenuhi jumlah tersebut penjalaan harus dilakukan lebih dari satu kali, maka lakukan penjalaan di tempat yang berbeda).

e. Udang dilepaskan dari jala dab dimasukkan ke ember penampung.

f. Memasukkan udang ke kantong strimin.

g. Menimbang udang bersama kantongnya.

h. Menghitung jumlah udang sambil mengamati kondisi ketidaknormalan udang (terutama tail rot, white spot, molting) kemudian kembalikan udang ke tambak.

i. Melakukan pencatatan kondisi abnormal udang yang paling menonjol. j. Menimbang kantong strimin.

k. Menghitung ABW udang dengan rumus:

a. Menghitung ADG dengan rumus :

ABWt 1 -ABWt 2 ADG =

Keterangan:

1 t : DOC pada saat sampling.

t 2 : DOC sampling seblumnya.

FR% dapat dilihat pada tabel program pakan berdasarkan ABW hasil

sampling.

Pakan per hari didapat dari data satu hari sebelumnya.

Asumsi semua dalam kondisi normal.

2.1.2. Prosedur Sampel Parameter Kualits Air Prosedur pengambilan sample air :

a. Siapkan botol 5 ml

b. Siapkan tongkat pengambilan sample

c. Ikat botol sample pada tongkat sample ambil air pada kedalaman 20cm

d. Siapkan pH meter

e. Siapkan hendrefrakto meter

f. Siapakan DO meter

g. Refratofotometer

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan

3.1.1. Data Utama

Data hasil sampling No Alamat

ABW ADG tambak

Tanggal sampling 2013 27/2 6/3 13/3 20/3 27/3 3/4

17/4 24/4 1/5 Doc Doc Doc Doc Doc Doc

10/4

Doc

Doc

Doc Doc 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91

* dalam gram(gr)

3.1.2. Data Penunjang

3.2. Pembahasan

3.2.1. Pertumbuhan Udang Putih(Litopenaeus Vannamei)

Tingkat pertumbuhan L. vannamei

dipengaruhi oleh 2 faktor :

1. Frekuensi Molting

2. Kenaikan angka pertumbuhan (angka pertumbuhan per kali molting).

Karakteristik Pertumbuhan L. vannamei : Tumbuh sgt cepat mencapai MBW 20 gr, naik 3 gr/minggu pd. kepadatan

tinggi (100 ekor/m2). Udang betina tumbuh lebih cepat dari udang jantan. Setelah 20 gr pertumbuhannya lambat, hanya naik 1 gr/minggu. Tahan terhadap kisaran salinitas yang luas (2 - 40 ppt), tetapi pertumbuhan

akan lebih cepat pada salinitas rendah. Rasa udang dapat dipengaruhi oleh salinitas. Udang yang tumbuh pada

salinitas tinggi mempunyai kandungan asam amino bebas lebih tinggi dalam dagingnya yang memungkinkan rasanya lebih manis.

Suhu yang optimum adalah 2330 0C

3.2.2. Parameter Kualitas Air Pendukung Untuk Pertumbuhan Udang

a. Transparansi dan Warna Air

Parameter kualitas air ini merupakan pencerminan dari jenis dan kepadatan plankton yang ada. Kepadatan plankton dapat diperkirakan dengan mengukur kecerahan air.

Kecerahan yang optimum dalam budidaya udang adalah 40-60 cm (Boyd, 1989). Inti dari pengelolaan parameter ini adalah agar tiap perubahannya dapat diikuti dan diantisipasi agar tidak terjadi stres pada udang yang dibudidayakan, sebagai akibat dari terjadinya blooming plankton dan atau didominansi oleh jenis-jenis plankton yang merugikan seperti; Blue Green Algae dan Dinoflagelata. Blooming plankton menandakan bahwa perairan tersebut didominansi oleh satu jenis plankton, dan mempunyai kecenderungan untuk mati massal. Hal ini yang tidak kita inginkan, mengingat bahwa kondisi ini akan mengakibatkan DO turun drastis, penumpukan bahan organik, yang menyebabkan kualitas udang menjadi turun.

b. pH (Potential Hydrogen/Derajat Keasaman)

Dalam budiaya udang, kita menginginkan agar nilai pH perairan tambak adalah sama atau mendekati sama dengan nilai pH tubuh udang. Hal ini ditujukan agar udang tidak mengalami stres dalam menyesuaikan pH tubuh dengan lingkungannya. Kita harus menjaga kisaran pH perairan tambak berkisar antara 7,5 8,5 (Suyanto dan Mujiman, 1999). Jika nilai pH perairan tambak berada di bawah kisaran yang distandarkan, maka kita harus menaikkan nilai pH tersebut dengan cara pemberian kapur, demikian sebaliknya jika pH perairan tinggi, kita turunkan misalnya dengan cara pemberian saponin aktif. Pengukuran pH dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi dan siang. Jika pH air diluar standar yang ditentukan, akan berdampak pada metabolisme udang, nafsu makan turun, bahkan sampai dengan kematian.

c. DO (Disolved Oxygen / Oksigen Terlarut)

Mengelola DO menjadi sangat penting karena DO merupakan salah satu faktor kunci dalam budidaya udang. Kandungan DO pagi hari dalam budidaya udang distandarkan harus di atas 4 ppm, dan siang hari di atas 6 ppm (PT. WM, 2008). Mengelola kandungan DO dalam perairan tambak sangat erat hubungannya dengan jumlah dan jenis phytoplankton, jumlah dan kondisi aerator yang ada, biomass udang, banyak sedikitnya bahan organik dalam tambak, aktivitas bakteri dan lainnya, yang akan mempengaruhi ekosistem dalam tambak. Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 4 ppm, akan membuat udang menjadi sulit dalam menangkap oksigen, sehingga udang akan naik ke permukaan air untuk mendapatkan oksigen. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka udang akan mati lemas. Perlakuan yang harus kita lakukan dalam kejadian ini adalah diantaranya dengan memasukkan air dari sub inlet ke tambak, memaksimalkan operasional kincir dan memberikan kapur agar proses respirasi selain udang Mengelola DO menjadi sangat penting karena DO merupakan salah satu faktor kunci dalam budidaya udang. Kandungan DO pagi hari dalam budidaya udang distandarkan harus di atas 4 ppm, dan siang hari di atas 6 ppm (PT. WM, 2008). Mengelola kandungan DO dalam perairan tambak sangat erat hubungannya dengan jumlah dan jenis phytoplankton, jumlah dan kondisi aerator yang ada, biomass udang, banyak sedikitnya bahan organik dalam tambak, aktivitas bakteri dan lainnya, yang akan mempengaruhi ekosistem dalam tambak. Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 4 ppm, akan membuat udang menjadi sulit dalam menangkap oksigen, sehingga udang akan naik ke permukaan air untuk mendapatkan oksigen. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka udang akan mati lemas. Perlakuan yang harus kita lakukan dalam kejadian ini adalah diantaranya dengan memasukkan air dari sub inlet ke tambak, memaksimalkan operasional kincir dan memberikan kapur agar proses respirasi selain udang

d. Salinitas (Kadar Garam).

Salinitas lingkungan yang optimal (15-30 ppt) dibutuhkan udang untuk menjaga kandungan air dalam tubuhnya (terutama sel tubuh) agar dapat melangsungkan proses metabolisme dengan baik. Dinding sel bersifat semipermeable. Jika kadar garam dalam sel lebih tinggi dari lingkungannya, maka air dari lingkungan akan masuk ke dalam sel. Demikian sebaliknya jika kadar garam lingkungannya lebih besar dari sel tubuh, maka cairan dalam sel akan tertarik keluar sehinggan udang akan mengeluarkan banyak energi untuk mempertahankan cairan dalam tubuhnya. Untuk itu perlu menjaga kadar garam perairan tambak, terutama jika terlalu tinggi. Kadar garam yang optimal bagi pertumbuhan udang vannamei adalah berkisar antara 15 25 ppt (Boyd, 1989). Hal yang dapat kita lakukan jika kadar garam perairan tambak terlalu tinggi adalah dengan lebih sering mengganti air.

Selain seperti yang telah dijelaskan dalam diskripsi di atas, nilai salinitas yang tinggi akan membuat frekuensi molting udang menjadi lebih panjang, yang berakibat pertumbuhan udang menjadi lambat.

e. Suhu (Temperatur)

Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi udang terutama nafsu makannya. Hal ini berkaitan dengan proses metabolisme tubuh udang. Semakin tinggi suhu perairan, semakin tinggi pula proses metabolisme dalam tubuh udang. Sebaliknya jika suhu perairan sangat rendah, maka proses metabolisme tersebut akan terhambat sehingga udang tidak mau makan. Penggunaan aerator yang optimal akan membantu menjadikan perairan mempunyai suhu yang homogen antara lapisan atas perairan, tengah dan dasar, sehingga tidak akan terjadi stratifikasi suhu. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah berkisar antara 28 30 0 C.

Pengukuran suhu dilakukan tiap 5 hari sekali, pagi dan siang. Jika suhu perairan rendah (< 28 0

C), maka nafsu makan udang melambat karena proses metabolismenya terhambat.

f. Total Ammonia Nitrogen (TAN)

Pengukuran TAN bertujuan untuk mengetahui kandungan ammoniak dalam tambak sebagai sisa hasil metabolisme udang, plankton mati, input bahan organik serta sisa pakan yang tidak terurai. Kadar TAN maksimal dalam tambak adalah 2 ppm. Jika nilai TAN tinggi, berarti sisa bahan organik dalam tambak tidak terurai dengan baik dan tambak harus segera disiphon. Pengukuran TAN dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi hari. Sifat udang yang ammonothelic,

mengharuskan untuk meminimalkan kandungan TAN dan NH 3 dalam perairan. Dengan kandungan TAN dan NH3 yang tinggi, ditambah dengan nilai pH dan suhu yang tinggi, maka daya racun amoniak akan menjadi berlipat. Resiko terbesarnya adalah udang keracunan amoniak sehingga berenang tidak tentu arah dan akhirnya mati.

g. Amoniak Bebas (NH 3 )

Amoniak bebas ini terbentuk karena proses penguraian bahan organik tidak berjalan dengan baik. Seperti diketahui bahwa dalam budidaya udang, pakan yang diberikan mengandung kadar protein yang tinggi. Sedangkan udang yang dibudidayakan mempunyai sistim pencernaan yang sangat sederhana, sehingga kotoran udang masih mengandung kadar protein yang tinggi. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan kotoran udang akan menumpuk menjadi bahan organik dengan kadar protein tinggi. Jika protein tersebut tidak terurai dengan

baik, maka kandungan amoniak dalam perairan tambak akan tinggi. Kadar amoniak bebas dalam perairan tambak udang yang distandarkan adalah maksimal 0,01 ppm. Jika lebih dari itu, dasar tambak harus disiphon. Pengukuran kadar amoniak bebas dilakukan tiap 5 hari sekali, bisa bergabung dengan pengukuran TAN atau diukur tersendiri menggunakan Ammonia Test Kit.

h. Alkalinitas

Alkalinitas adalah jumlah basa yang terdapat dalam air. Basa yang dimaksud adalah karbonat (CO 2-

3 ), bikarbonat (HCO 3 ) dan hidroksida (OH - ) (Ahmad, T. 1992). Alkalinitas menjadi kunci penting dalam kualitas air karena kemampuannya dalam menyangga perubahan pH karena penambahan asam, tanpa menurunkan nilai pH. Untuk itu, selain pengukuran alkalinitas total, diukur pula alkalinitas bikarbonat, yang nilainya distandarkan sama atau sedikit lebih rendah dari nilai alkalinitas total ( 70 persen dari nilai alkalinitas total). Standar nilai alkalinitas dalam perairan tambak adalah 80 ppm (PT. WM, 2008). Jika air tambak mempunyai nilai alkalinitas dibawah standar, maka yang kita lakukan adalah aplikasi kapur Dolomit, bakteri pengurai dan penambahan fermentasi. Pengukuran alkalinitas dilakukan tiap 5 hari sekali. Jika alkalinitas berada di bawah standar yang ditentukan, maka tidak ada lagi unsur yang dapat menyangga perubahan pH. Dengan demikian maka fluktuasi pH pagi dan siang akan menjdi tinggi. Nilai maksimal dari fluktuasi pH adalah 0,5. Jika fluktuasinya di atas itu, maka udang akan kehabisan energi dalam menyeimbangkan nilai pH tubuh dengan nilai pH lingkungan. Udang akan stres, pertumbuhan lambat, bahkan kematian.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Setelah diadakan praktik kerja lapangan mahasiswa telah memahami serta dapat menggunakan alat-alat dan perlengkapan budidaya dengan baik dan benar.

2. Mahasiswa telah memahami laju pertumbuhan udang, khususnya udang putih (Litopenaeus vannamei).

3. Mahasiswa telah memahami faktor pendukung pertumbuhan udang.

4. Mahasiswa telah memahami dinamika sosial petambak dan sekitarnya.

4.2. Saran

1. Untuk mendapatkan tingkat laju (ADG) udang yang optimal, sebaiknya jangan mengabaikan para meter kualitas air, khususnya pada prosedur sampling.

2. Sampling merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mengetahui laju pertumbuhan udang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. 1992. Pengelolaan Mutu Air Untuk Budidaya Ikan. Balai Penelitian Perikanan

Budidaya Pantai, Departemen Pertanian. Jakarta.

Boyd, C.E. 1989. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama.

Mujiman, A. Dan SR. Suyanto. 2001. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

PT. Wachyuni Mandira. 2010. Standar Operasional dan Prosedur. Tidak Dipublikasikan. Sumatera Selatan.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.

PROSPEK BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN BANGKA MELALUI MEDIA BUDIDAYA WARING DAN KOLAM TERPAL

Muhammad Yusuf Program Studi Agribisnis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Terbuka yusufsiahaan7@gmail.com

Abstrak

Provinsi Bangka Belitung merupakan kawasan pertambangan timah, hal ini berdampak dengan banyak sekali peninggalan kolong atau genangan air yang relatif banyak dan luas sebagai dampak dari sisa-sisa pertambangan yang sudah tidak produktif lagi. Dikabupaten Bangka sudah mulai banyak petani ikan yang bermunculan sebagai imbas dari dampak tersebut. Salah satunya adalah budidaya ikan lele dengan media waring (Karamba Jaring Apung). Provinsi Bangka Belitung juga merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang daerahnya merupakan daerah kepulauan. Sehingga diperlukan suatu metode budidaya ikan yang efektif dikembangkan di daerah dengan keterbatasan lahan. Salah satu metode budidaya yang bisa diterapkan adalah metode budidaya dengan kolam terpal. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan tentang prospek budidaya ikan lele di Kabupaten Bangka melalui media budidaya waring dan kolam terpal. Salah satu keunggulan budidaya lele dengan media waring adalah dalam hal pemanenan yang lebih mudah dilakukan. Sedangkan keunggulan budidaya ikan lele menggunakan media kolam terpal antara lain dapat diterapkan pada lahan yang sempit.

Kata Kunci: Ikan Lele, Waring, Kolam Terpal

Pendahuluan

Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, baik di wilayah perairan tawar (darat), payau maupun perairan laut. Hal ini didukung oleh potensi perairan umum yang begitu luas dan belum dimanfaatkan untuk usaha perikanan secara optimal.

Ikan lele merupakan salah satu komoditas air tawar yang memiliki daya serap pasar yang tinggi, bila potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal dan benar, maka akan dapat meningkatkan pendapatan petani ikan, membuka lapangan kerja, memanfaatkan daerah potensial, meningkatkan produktifitas perikanan, meningkatkan devisa negara, serta membatu menjaga kelestarian sumberdaya hayati. Ikan lele mempunyai kelebihan dan keunggulan yang khas, bila dibandingkan dengan ikan air tawar yang lainnya, yaitu pemeliharaan yang murah, mudah, serta dapat hidup di air yang kurang baik, cepat besar dalam waktu yang relatif singkat, kandungan gizi yang tinggi dalam setiap ekornya, juga memiliki rasa daging yang khas dan lezat yang tidak terdapat pada ikan lainnya (Anonim, 2012).

Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Kalau dahulu ikan lele dipandang sebagi ikan murahan dan pada umumnya hanya dikonsumsi oleh keluarga petani saja, sekarang ternyata konsumennya makin meluas. Rasa dagingnya yang khas dan cara memasak dan menghidangkannya yang secara tradisional itu ternyata sekarang menjadi kegemaran masyarakat luas. Bahkan banyak pula restoran besar yang menghidangkannya. Oleh karena itu harga ikan lele meningkat. Hal itu telah menjadi perangsang bagi petani ikan untuk membudidayakan ikan lele secara intensif.

Semula pemeliharaan ikan lele hanyalah sebagai kegiatan sambilan saja, dipelihara di dalam kolam-kolam pekarangan menampung air limbah rumah tangga karena ikan lele bersifat tahan hidup di dalam lingkungan yang kotor dan kekurangan oksigen akibat proses pembusukan yang terjadi. Sekarang para petani terdorong untuk memproduksikan lele lebih banyak, maka teknik pemeliharaannya pun ditingkatkan. Kolam yang dipergunakan lebih luas, walaupun masih berupa kolam pekarangan. Airnya diusahakan dari air irigasi yang memungkinkan adanya pergantian air, sehingga kondisinya lebih segar. Dalam suasana air yang segar, pertumbuhan ikan lele menjadi lebih cepat.

Berhubung pengembangan yang intensif bagi pemeliharaan ikan lele ini baru dalam tingkat permulaan, maka produksi benih maupun ikan konsumsi masih rendah. Untuk itu perbaikan-perbaikan teknis terus-menerus perlu dilakukan baik oleh para petani sendiri maupun oleh lembaga-lembaga pemerintah. Perbaikan teknis itu akan meliputi segala aspek budidaya seperti konstruksi kolam, mutu air, makanan tambahan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, bahkan telah mulai diteliti cara pemijahan dengan rangsangan hormon. Hasil penelitian-penelitian tersebut diharapkan Berhubung pengembangan yang intensif bagi pemeliharaan ikan lele ini baru dalam tingkat permulaan, maka produksi benih maupun ikan konsumsi masih rendah. Untuk itu perbaikan-perbaikan teknis terus-menerus perlu dilakukan baik oleh para petani sendiri maupun oleh lembaga-lembaga pemerintah. Perbaikan teknis itu akan meliputi segala aspek budidaya seperti konstruksi kolam, mutu air, makanan tambahan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, bahkan telah mulai diteliti cara pemijahan dengan rangsangan hormon. Hasil penelitian-penelitian tersebut diharapkan

teknik budidaya ikan lele yang saat ini dijalankan oleh para pembudidaya ikan lele. Di Kabupaten Bangka sendiri juga banyak metode budidaya yang sekarang ini dijalankan oleh pembudidaya ikan, diantaranya adalah budidaya ikan lele dengan media kolam semen, budidaya ikan lele dengan media kolam terpal, budidaya ikan lele dengan kolam tanah, budidaya ikan lele dengan media waring, dan lain sebagainya.

Tulisan ini lebih lanjut akan membahas bagaimana prospek budidaya ikan lele di Kabupaten Bangka, khususnya yang menggunakan metode budidaya kolam terpal dan metode budidaya menggunakan waring, bagaimana langkah-langkah yang digunakan petani ikan lele di kabupaten Bangka, dan bagaimana kendala, hambatan dan solusi yang selama ini digunakan para pembudidayaikan lele di Kabupaten Bangka.

Kelebihan Budidaya Ikan Lele

Budidaya ikan lele, baik lele lokal maupun lele dumbo, sudah lama dikenal dan digeluti masyarakat Indonesia. Dibandingkan dengan budi daya ikan air tawar lainnya, minat masyarakat untuk membudidayakan ikan tidak bersisik ini memang lebih tinggi dan lebih merata di berbagai daerah (Thalib, 2011). Hal ini karena banyak keuntungan yang dapat diperolah seseorang dengan membudidayakan lele. Dengan kata lain, prospek bisnis budi daya lele cukup menjanjikan. Keuntungan membudidayakan lele antara lain karena lele termasuk ikan yang terkenal "tahan banting, waktu pemeliharaan lebih singkat, dan teknik budidaya yang sederhana.

Untuk dapat bertahan hidup, lele tidak memerlukan kondisi atau persyaratan air khusus seperti halnya ikan air tawar Iainnya (ikan bersisik). Ikan air tawar Iain memerlukan oksigen terlarut dalam air yang cukup, sedangkan lele tidak terlalu membutuhkannya. Lele bahkan bisa menghirup oksigen di udara dengan cara menyembul ke permukaan air, karena lele memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut labirin atau arborescent. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh ikan bersisik. Kemampuan Ikan lele seperti disebut di atas membuat ikan ini dapat dibudidayakan hampir di setiap daerah dan di sembarang tempat (Jonathan, 2011). Hal ini cocok dengan kondisi kualitas air yang ada dikabupaten Bangka yang relatif kurang baik, karena cenderung bersifat asam (pH rendah), sehingga hal itu menjadikan salah satu alasan pemilihan ikan lele sebagai salah satu jenis ikan yang dibudidayakan.

Masa pemeliharaan lele lebih singkat dibandingkan dengan masa pemeliharaan ikan air tawar Iainnya, baik pembenihan maupun pembesaran. Sebagai contoh, budidaya Masa pemeliharaan lele lebih singkat dibandingkan dengan masa pemeliharaan ikan air tawar Iainnya, baik pembenihan maupun pembesaran. Sebagai contoh, budidaya

Dengan masa pemeliharaan yang singkat secara otomatis pemanenan ikan akan lebih cepat dilakukan dan pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan lele cepat terpenuhi. Hal ini juga kemungkinan yang menjadi alasan petani ikan di Kabupaten Bangka memilih ikan lele sebagai ikan budidaya karena kebutuhan pasar yang cenderung semakin meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh Lembaga Pengembangan Bisnis dan Investasi Daerah bahwa kebutuhan lele dumbo di Bangka diperkirakan akan meningkat karena cuaca buruk, sehingga banyak nelayan tidak bisa melaut. Selain itu, rusaknya ekosistem laut karena aktivitas penambangan bijih timah menjadikan wilayah tangkap ikan semakin jauh.

Dibandingkan dengan budi daya ikan bersisik, teknik yang digunakan pada pemeliharaan lele cukup sederhana. Peralatan dan bahan yang dipakai pun terbilang mudah ditemukan di sekitar kita. Dalam hal pergantian air pun, tak harus sesering seperti membudidayakan ikan bersisik. Bahkan pada tahap pembesaran selama 10 hari pertama sejak penebaran, dianjurkan untuk tidak mengganti air sama sekali. Pembesaran lele tidak memerlukan sistem air deras seperti yang dilakukan pada pembesaran ikan mas. Kemungkinan hal ini juga yang menjadi alasan petani ikan di Kabupaten Bangka memilih ikan lele, karena sebagian petani di Kabupaten Bangka merupakan petani yang memulai bisnis secara otodidak, dan juga sebagian lagi merupakan petani ikan sambilan yang hanya memiliki waktu sedikit, sehingga dengan sifat pemeliharaan yang mudah dan sederhana akan mampu diterapkan oleh semua orang.

Budidaya Ikan Lele melalui Media Waring

Provinsi Bangka Belitung merupakan kawasan pertambangan timah, hal ini berdampak dengan peninggalan kolong atau genangan air yang relatif banyak dan luas sebagai dampak dari sisa-sisa pertambangan yang sudah tidak produktif lagi. Untuk itu diperlukan suatu bentuk usaha agar genangan air sisa penambangan dapat dimanfaat dan dioptimalkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan budidaya ikan dengan media waring. Langkah-langkah yang digunakan petani ikan dalam memulai usaha budidaya ikan lele dengan metode waring antara lain teknis pembuatan waring Provinsi Bangka Belitung merupakan kawasan pertambangan timah, hal ini berdampak dengan peninggalan kolong atau genangan air yang relatif banyak dan luas sebagai dampak dari sisa-sisa pertambangan yang sudah tidak produktif lagi. Untuk itu diperlukan suatu bentuk usaha agar genangan air sisa penambangan dapat dimanfaat dan dioptimalkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan budidaya ikan dengan media waring. Langkah-langkah yang digunakan petani ikan dalam memulai usaha budidaya ikan lele dengan metode waring antara lain teknis pembuatan waring

Teknis Pembuatan Waring

Kerangka waring sederhana ini terbuat dari balok kayu dan bambu. Berbeda dengan waring pada umumnya yang memakai drum atau jerigen sebagai pelampungnya. waring sederhana ini memakai balok kayu sebagai bahan tiangnya, sedangkan bambu besar sebagai pelampung dan bambu sedang sebagai pegangan bibir keramba bagian atas. Perakitan kerangka waring dilakukan di dalam kolam sehingga bentuk dan daya apungnya langsung terlihat saat perakitan. Pengikatan kayu dan bambu tersebut dilakukan dengan cara dipaku dan juga dibantu dengan tali-temali agar lebih kuat.

Setelah kerangka waring selesai, waring sebelumnya sudah disiapkan dapat dipasang. Waring yang sudah siap pakai bisa dibeli di pedagang jaring/waring yang memang mengerjakan pembuatan waring. Setelah proses ini, yang harus diperhatikan adalah proses perendaman jaring. Waring yang sudah jadi jangan langsung ditebar bibit, karena mulut lele akan luka akibat kebiasaannya sendiri yang suka menghisap pinggiran kolam untuk mencari makan. Dalam hal ini jaring yang baru masih bersifat tajam, sehingga harus direndam sekitar satu bulan agar dinding jaring terlapisi oleh lumut.

Teknis Budidaya Pembesaran

Setelah proses pembuatan waring selesai, maka penebaran bibit dapat dilakukan. Bibit yang baru datang sebaiknya dilakukan peng-adaptasi-an dengan suhu air kolam yang akan dihuni dengan cara mengapung-apungkan bibit yang masih berada di dalam kantong oksigen selama beberapa saat. Proses ini bertujuan agar bibit tidak "kaget" saat dimasukkan ke kolam yang kemungkinan mempunyai perbedaan kualitas dari kolam asal, baik suhu, maupun PH-nya. Pemberian pakan pertama sebaiknya dilakukan minimal 12 jam pasca tebar bibit, atau setelah bibit tersebut beradaptasi dengan hunian barunya.

Pakan yang diberikan sebaiknya pelet khusus lele yang bermutu tinggi, terutama pada awal-awal masa budidaya. Jika berniat memberi pakan tambahan atau alternatif, usahakan setelah lele berumur lebih dari satu bulan. Hal ini dikarenakan lele yang masih kecil sangat rawan dan metabolismenya belum stabil. Pertimbangan lain adalah karena pakan alternatif cenderung menurunkan kualitas air kolam, sehingga jika lele belum kuat maka akan terjadi kematian masal. Pemberian pakan dilakukan 2 kali per hari, yaitu pagi jam 6-7, dan sore jam 4-5. Untuk mempercepat pertumbuhan, pemberian pakan bisa dilakukan 3 kali per hari yaitu ditambah malam hari jam 22-23. Usahakan porsi pemberian pakan malam hari lebih banyak dari porsi pagi dan sore karena pertumbuhan lele lebih pesat pada saat malam hari dibanding siang hari. Waktu pemberian pakan harus tepat waktu. Pemberian pakan yang molor dari waktunya akan Pakan yang diberikan sebaiknya pelet khusus lele yang bermutu tinggi, terutama pada awal-awal masa budidaya. Jika berniat memberi pakan tambahan atau alternatif, usahakan setelah lele berumur lebih dari satu bulan. Hal ini dikarenakan lele yang masih kecil sangat rawan dan metabolismenya belum stabil. Pertimbangan lain adalah karena pakan alternatif cenderung menurunkan kualitas air kolam, sehingga jika lele belum kuat maka akan terjadi kematian masal. Pemberian pakan dilakukan 2 kali per hari, yaitu pagi jam 6-7, dan sore jam 4-5. Untuk mempercepat pertumbuhan, pemberian pakan bisa dilakukan 3 kali per hari yaitu ditambah malam hari jam 22-23. Usahakan porsi pemberian pakan malam hari lebih banyak dari porsi pagi dan sore karena pertumbuhan lele lebih pesat pada saat malam hari dibanding siang hari. Waktu pemberian pakan harus tepat waktu. Pemberian pakan yang molor dari waktunya akan

Teknis Sortir

Dalam budidaya pembesaran lele, penyortiran bisa dikatakan "wajib". Sedikit saja kita lalai menyortir, maka dampak yang akan terjadi adalah hilangnya sebagian populasi kolam karena kanibalisme. Penyortiran pertama dilakukan saat bibit berumur 2-3 minggu setelah tebar. Disini akan terlihat ada beberapa lele yang pertumbuhannya "bongsor", berbeda dari mayoritas populasi. Pada tahap ini, si "bongsor" harus segera disingkirkan dari kolam untuk meminimalisir kanibalisme. Penyortiran kedua bisa dilakukan 2 minggu setelah sortir pertama atau bila terlihat ketidakseragaman populasi kolam. Hal ini bisa dilihat pada saat pemberian pakan. Hal yang harus diperhatikan benar adalah jangan sampai menyepelekan sortir pertama dan langsung melakukan sortir kedua. Jika lalai menyortir pada fase pertama, hampir setengah populasi hilang,

sementara akan dijumpai beberapa ekor lele "raksasa", yang menjadi penyebab hilangnya setengah populasi kolam. Proses sortir dalam budidaya pembesaran lele dengan waring sangat mudah, yaitu dengan menggulung jaring dengan batang bambu ke salah satu sisi. Lele akan terkumpul dan proses sortir dapat segera dilakukan dengan bak sortir ataupun manual.

Teknis Panen

Dengan media waring, proses panen menjadi lebih mudah dan cepat karena tidak perlu lagi menguras air kolam, cukup dengan menggulung jaring seperti pada proses sortir. Bedanya kalau proses sortir, lele yang diambil dilakukan pemilahan, sedangkan pada saat panen, lele yang diambil langsung ditimbang dan diantar ke pengepul atau agen.

Analisa Usaha

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petani ikan lele yang menggunakan metode waring, berikut ini adalah analisa usaha budidaya ikan lele dengan metode waring.

a. Biaya investasi Merapikan Kolong Ukuran 10m x20m

Rp. 1.000.000

(Sewa Ekskapator/ PC)

Pembelian Waring / Jaring Ukuran 2m

Rp. 3.000.000

x4m x 1m (10 Unit) @ Rp. 300.000 Biaya Merangkai Waring (KJA)

Rp. 600.000

JUMLAH

Rp. 4.600.000

b. Biaya Variabel Benih 3000 ekor/ Waring x 10 unit

Rp. 9.000.000

Pakan Ikan Rucah 6000 Kg x Rp. 2000

Rp. 12.000.000

Pelet 5 karung @ Rp. 250.000

Rp. 1.250.000

JUMLAH

Rp. 12.250.000

c. Panen 3000 Kg x Rp. 20.000

Rp. 60.000.000

Budidaya Ikan Lele melalui Media Kolam Terpal

Di Kabupaten Bangka khususnya, telah banyak petani ikan lele yang menggunakan metode budidaya media kolam terpal. Hal ini dilakukan selain karena keterbatasan lahan juga disebabkan karena kondisi tanah di Kabupaten Bangka yang cenderung bertekstur pasir. Dengan demikian budidaya dengan media kolam terpal adalah salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah budidaya ikan dengan media budidaya kolam terpal.

Teknis Persiapan Kolam Terpal

Kolam atau bak beton berlapis terpal bisa berupa kolam yang dibangun di atas permukaan tanah atau kolam yang dibangun di bawah permukaan tanah. Kolam yang akan dilapisi terpal dibersihkan dari benda-benda yang mengganggu, kemudian pastikan dasar kolam tidak mengandung air, sehingga terpal tidak akan menggelembung. Apabila kolam sangat luas, terpal dapat disambung dengan cara dipres. Kemudian terpal dipasang hingga rapat ke tepid an dilipat bagian sudutnya agar terlihat rapi. Bagian atas terpal dijepit dengan kayu atau ditindih dengan batako. Terakhir pipa paralon atau PVC ditempatkan pada tempat yang ditentukan. Apabila semua proses tersebut telah dilakukan, kolam siap diisi air. Persiapan kolam untuk budidaya lele dikolam terpal meliputi pembersihan dasar dan pinggir kolam, desinfeksi, pengisian air serta pemupukan.

Teknis Penebaran Benih Penebaran benih dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini Teknis Penebaran Benih Penebaran benih dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini

Teknis Pemberian Pakan Dalam budidaya ikan dengan kolam terpal dapat digunakan pakan berupa pakan

buatan seperti pellet atau bisa juga digunakan pakan dengan menggunakan ikan rucah. Di Kabupaten Bangka banyak ikan rucah sisa dari limbah usaha perikanan.

Teknis Panen Pemanenan ikan dikolam terpal bisanya dilakukan dengan cara panen sortir atau