THE EFFECT ON CULTURE ACCULTURATION TOWARD THE DUALISM OF KAMPUNG TUA COMMUNITY ECONOMIC SYSTEM IN EASTERN DISTRICT OF ABUNG, NORTH DISTRICT LAMPUNG
TUA DI KECAMATAN ABUNG TIMUR, KABUPATEN LAMPUNG UTARA
THE EFFECT ON CULTURE ACCULTURATION TOWARD THE DUALISM OF KAMPUNG TUA COMMUNITY ECONOMIC SYSTEM IN EASTERN DISTRICT OF
ABUNG, NORTH DISTRICT LAMPUNG
1 Lia Nuralia & 2 Iim Imadudin
1 Balai Arkeologi Jawa Barat
1 Jl. Raya Cinunuk Km 17, Cileunyi, Bandung 40623
2 Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
2 Jln. Cinambo No.136 Ujungberung-Bandung 42094 e-mail: liabalar@yahoo.com
imadudin75@gmail.com
Naskah Diterima: 6 Januari 2017
Naskah Direvisi: 14 Februari 2017
Naskah Disetujui: 21 Februari 2017
Abstrak
Tulisan ini bertujuan mengungkap sejarah dan budaya masyarakat adat Kampung Tua di Lampung. Sumber tulisan merupakan hasil penelitian dengan menggunakan metode survey, dan teknik pengumpulan data melalui studi literatur, observasi langsung, dan wawancara. Kajian dilakukan dengan menerapkan konsep-konsep ilmu sosial, yaitu konsep akulturasi budaya dan sistem ekonomi dualistis (tradisional dan modern), menghasilkan sistem nilai yang unik dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Tua. Akulturasi budaya tampak pada gaya bangunan rumah tinggal dan dua sistem adat lama ( pepadun dan sebatin), beserta benda-benda upacara adat Begawi, sedangkan sistem ekonomi dualistis dengan keberadaan umbulan dan kuwayan. Tata nilai yang berlangsung mengalami perubahan dalam berbagai segi kehidupan, tetapi tetap berpedoman pada nilai-nilai kehidupan lama yang masih bertahan sampai sekarang. Perekonomian tradisional di wilayah umbulan dan kuwayan tergantikan dengan masuknya perekonomian modern.
Kata kunci: akulturasi budaya, dualisme ekonomi, Kampung Tua.
Abstract
This paper aims to reveal the history and culture of indigenous people in Kampung Tua of Lampung. The writing source is the result of research by using survey method, and the data is collected through the study of literature, direct observation, and interviews. The study is conducted by applying the concepts of social sciences, acculturation, and dualistic economic systems (traditional and modern), it produces a unique value system and guide people's daily lives of Kampung Tua. Acculturation can be seen from the style of houses and two old custom system (pepadun and sebatin), along with the customary ceremonial objects of Begawi. Meanwhile, the dualistic economic system can be seen from the existence of umbulan and kuwayan. The lasting value changes in various aspects of life, but remain guided by the values of the old life until now. Traditional economy in the region of kuwayan and umbulan is replaced by the entry of modern economy.
Keywords: acculturation, economic dualism, Kampung Tua.
78 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94
manakah yang cepat menerima unsur- Sebagai salah satu bentuk proses unsur kebudayaan asing, atau sebaliknya; sosial, akulturasi erat kaitannya dengan (4) berbagai ketegangan dan krisis sosial pertemuan dua kebudayaan atau lebih. sebagai akibat terjadinya akulturasi Akibat pertemuan tersebut, kedua belah (Purwanto, 2000:186). pihak saling memengaruhi. Pada akhirnya
A. PENDAHULUAN
Proses akulturasi, sebagaimana kebudayaan mereka mengalami perubahan dikemukakan Koentjaraningrat (1958), bentuk. Para antropolog sejak lama dapat dikaji menggunakan pendekatan lima menunjukkan minatnya akan peristiwa prinsip, yaitu: (1) Principle of integration terjadinya proses akulturasi, dengan tujuan (prinsip integrasi) yaitu suatu proses di mengetahui dan memahami sejauh mana mana unsur-unsur yang saling berbeda dari proses tersebut dapat menyebabkan dari kebudayaan mencapai keselarasan terjadinya perubahan baik perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat; (2) Principle maupun budaya.
of function (prinsip fungsi), yaitu unsur- Para
ahli memiliki beragam unsur yang tidak akan mudah hilang, pendapat tentang pengertian akulturasi. apabila unsur-unsur itu mempunyai fungsi Definisi klasik mengenai akulturasi yang penting dalam masyarakat; (3) dikemukakan Redfield, Linton, dan Principle of early learning , sebagai prinsip Herskovits (1936) “acculturation compre- yang terpenting dalam proses akulturasi, hends these phenomena which result when yang menyatakan bahwa unsur-unsur groups of individuals having different kebudayaan yang dipelajari paling dahulu, cultures come into continous firt-hand pada saat si individu pendukung contact, with subsequent changes in the kebudayaan masih kecil, akan paling sukar original cultural pattens of either or both diganti oleh unsur kebudayaan asing; (4) groups” (Akulturasi meliputi fenomena Principle of utility , yaitu suatu unsur baru
yang timbul sebagai hasil, jika kelompok- yang mudah diterima, bila unsur itu kelompok manusia yang mempunyai mempunyai guna yang besar bagi kebudayaan yang berbeda-beda bertemu, masyarakat; (5) Principle of concretness dan mengadakan kontak secara terus atau prinsip sifat konkret yaitu unsur-unsur menerus, yang kemudian menimbulkan konkret lebih mudah hilang diganti dengan perubahan dalam pola kebudayaan yang unsur-unsur asing, terutama unsur-unsur original dari salah satu kelompok atau kebudayaan jasmani, benda, alat-alat dan kedua-duanya) (Berry and Sam, 1997: sebagainya. 293).
Lampung memiliki pengalaman Kajian pertemuan dua kebudayaan panjang
proses akulturasi. atau lebih bukan hanya berlaku dari Heterogenitas Lampung memiliki dasar kalangan tribe dari suatu ras tertentu, historis interaksi ulun Lampung (Orang melainkan lebih menekankan pada suatu Lampung atau Etnis Lampung) dengan kelompok kemasyarakatan (social groups). masyarakat luar yang diperkirakan terjadi Bahkan,
dalam
dalam perkembangannya sejak beberapa abad yang lalu, antara lain akulturasi memiliki makna yang lebih dengan Cina, Banten, Bugis, dan Jawa baik fleksibel, “the importing of culture by one melalui program kolonisasi maupun
people to another (Poerwanto, 1999: 29). transmigrasi. Kemudian, interaksi yang Dalam kajian akulturasi terdapat berlangsung semakin ekstensif dengan empat masalah utama, yakni (1) unsur- masuknya kolonialisme dan kolonisasi ke unsur kebudayaan asing apakah yang bumi Lampung. Sejarah kontak ulun mudah diterima atau sukar diterima; (2) Lampung dengan etnis atau bangsa lain unsur-unsur kebudayaan apakah yang yang berlangsung selama ratusan tahun mudah diganti
atau diubah oleh membuat mereka lebih terbuka dan kebudayaan asing; (3) individu-individu identitasnya semakin cair. Komposisi
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
79 penduduk berdasarkan suku bangsa di
Kampung Tua terbagi ke dalam 4 tahun 2000-an adalah Jawa sebesar bagian wilayah kampung sesuai dengan 61,88%, Lampung sebesar 11,92%, Sunda marga penduduk asli, sehingga sering (termasuk Banten) sebesar 11,27%, disebut Kampung Tua Empat Serangkai, Semendo dan Palembang sebesar 3,55%, yaitu: (1) Bumi Agung Marga, (2) dan suku bangsa lainnya (Bengkulu, Batak, Pungguk Lama, (3) Gedung Nyapah, dan Bugis, Minang dan lain-lain) sebesar
(4) Penagan Ratu (Nuralia, 2014: 135). 11,35% (Irianto dan Margaretha, 2011:
marga memiliki 141). Interaksi ulun Lampung dengan etnik kesamaan dalam adat dan meyakini berasal lain cenderung mengalami etnifikasi yaitu dari satu keturunan. Pada awalnya setiap proses pemarginalan penduduk setempat di marga bertempat tinggal mengelompok, tanah kelahirannya yang membuat mereka sesuai marganya dan dipimpin oleh ketua tidak berkuasa atas lahan tersebut. Para
Keempat
adat.
migrannya telah membuat etnis lokal
Belanda menginjakkan menjadi minoritas di daerah sendiri yang kakinya di bumi Ruwa Jurai sekitar abad secara simbolik merupakan tanah tumpah ke-19, masyarakat Kampung Tua tetap darah (Irianto dan Margaretha, 2011: 141).
Ketika
eksis dengan budayanya, tetapi tidak lepas Masalah interaksi antarbudaya di dari pengaruh unsur-unsur budaya Barat Lampung dipandang sebagai isu yang yang masuk melalui kolonialisme Belanda, cukup mengkhawatirkan. Beberapa konflik dan menjadi bagian dari budaya mereka di yang terjadi belakangan ini dipandang kemudian hari. Pencampuran dua budaya, sebagai kegagalan akulturasi antaretnik di Timur dan Barat, tidak dapat dihindari. Lampung. Penelitian Humaedi (2014), Budaya Barat (asing) yang dibawa Belanda misalnya, melihat intensitas konflik yang adalah budaya luar yang memengaruhi terjadi di Lampung sebagai kegagalan budaya Timur (asli) penduduk Kampung akulturasi budaya antara etnis pendatang Tua. dengan Lampung yang dimulai prosesnya
Proses akulturasi di Kampung Tua dari ketiadaan ruang sosial bersama.
terjadi pada budaya materi dan nonmateri. Dalam skala mikro, agaknya perlu Akulturasi dari segi arsitektur adalah satu penelitian yang lebih khusus tentang proses akulturasi pada budaya materi. bagaimana akulturasi antarbudaya terjadi Bangunan rumah tua yang mengalami di wilayah Lampung. Tujuannya adalah sedikit perubahan. Pada budaya nonmateri bagaimana akulturasi harus dikelola tampak dalam upacara kenaikan takhta sehingga dapat menjadi resolusi konflik Begawi Sutan. Ada dua sistem adat, yaitu yang memadai. Keragaman merupakan pepadun dan sebatin. Adat sebatin memilih anugerah bagi keindonesiaan, namun ketua adat secara genealogis dan tidak bisa berpotensi
mengancam kehidupan digantikan orang lain. Adat pepadun lebih berbangsa,
khususnya kebijakan demokratis, siapa pun bisa menempati pembangunan
yang terkait dengan tahta ketua adat (Sutan Pusetes, 1973). pengelolaan kebudayaan.
Budaya Barat yang dibawa Belanda Penelitian ini mengambil lokus di memengaruhi upacara adat tersebut, tetapi Kampung
Tua Empat Serangkai, berada pada tataran permukaan.Substansi Kecamatan Abung Timur, Kabupaten adat tetap berjalan sesuai aslinya. Keadaan Lampung Utara, Provinsi Lampung. tersebut menjadi daya tarik tersendiri Kampung ini diperkirakan sudah ada jauh sebagai enclave budaya khas, budaya asli sebelum kolonialisme Belanda masuk dan Kampung Tua yang masih bertahan sampai memengaruhi
sendi-sendi
kehidupan sekarang.
masyarakatnya. Mereka bermukim dan Fenomena menarik lain adalah menjalankan rutinitas adat istiadat sesuai keberadaan umbulan dan lokasi kuwayan. dengan budaya asli mereka.
Sebagai wilayah kantong perekonomian
80 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 penduduk setempat secara bersama, akulturasi budaya terhadap sistem ekonomi
umbulan menerapkan sistem ekonomi dualistis pada masyarakat Kampung Tua. tradisional. Demikian juga lokasi kuwayan
di tanah landai di tepi sungai, menjadi B. METODE PENELITIAN
tempat penambatan perahu yang membawa Metode penelitian yang digunakan barang-barang dagangan dari dalam dan adalah metode penelitian survey dengan
luar kampung. Telah terjadi perdagangan teknik pengumpulan data melalui studi antar kampung dengan sistem barter.
observasi langsung, dan Sistem barter adalah salah satu cara wawancara. Observasi dilakukan terjun
literatur,
distribusi barang-barang pada masyarakat langsung ke lapangan, mencari dan tradisional. Cara distribusi tersebut sangat menemukan beberapa objek sejarah dan berpengaruh terhadap perkembangan sosial budaya (data fisik). Pada saat observasi ekonomi suatu masyarakat. Ada tiga sistem dilakukan
pengukuran, pemotretan, distribusi, yaitu: (1) natural/perekonomian pencarian titik koordinat, penggambaran,
barter, (2) perekonomian uang, dan (3)
1 serta pencatatan dan deskripsi. Datafisik perekonomian kredit. dilengkapi dengan informasi kesejarahan
Keberadaan umbulan dan bekas (data nonfisik) melalui wawancara terbuka lokasi kuwayan menyebabkan terjadinya kepada beberapa orang ketua adat marga sistem ekonomi dualistis pada masyarakat dan penduduk Kampung Tua. Sementara Kampung Tua. Sistem ekonomi dualistis itu, studi literatur dilakukan melalui buku- pada zaman Hindia Belanda hampir terjadi buku, artikel dalam jurnal ilmiah, dan di seluruh Indonesia, terutama wilayah- laporan hasil penelitian, serta internet. wilayah yang membuka lahan perkebunan-
perkebunan besar (Nuralia, 2016: 182- C. HASIL DAN BAHASAN
183). Menurut J.H. Boeke (1983), seorang 1. Penduduk Asli Kampung Tua 2 ahli ilmu ekonomi timur, sistem ekonomi
Penduduk asli Kampung Tua dualistis adalah berjalannya dua sistem Empat Serangkai merupakan keturunan
ekonomi yang berlawanan sifatnya, dalam Minak Semelasem dan Putri Minak satu masa dan wilayah yang sama.
Surakarta. Mereka melahirkan anak Sistem ekonomi dualistis bisa juga bernama Minak Paduka, yang menjadi disebut sistem ekonomi campuran. Sistem nenek moyang penduduk asli Bumi Marga.
ekonomi yang berusaha mengurangi Kemudian tiga bersaudara keturunan kelemahan-kelemahan sistem ekonomi Minak Gusti Selangu atau Minak Pulan terpusat dan sistem ekonomi pasar. Dalam Brajo Tua dari Cangok Gacak, yaitu Minak sistem ini pemerintah bekerja sama dengan Pulan Brajo, Minak Pengantin, dan tidak pihak swasta dalam menjalankan kegiatan diketahui namanya, menurunkan penduduk perekonomian (Kardiman, 2006 : 80).
asli Pungguk Lama, Penagan Ratu, dan Akulturasi budaya dan sistem Gedung Nyapah. Minak Gusti Selangu
ekonomi dualistis masyarakat Kampung adalah adik dari Minak Semelasem. Tua menjadi permasalahan pokok dalam
Kampung Penagan Ratu secara tulisan ini. Dengan demikian, tujuan kajian geografis
terletak pada koordinat ini
adalah mengungkap pengaruh 04 45ʹ15,6ʺ LS dan 10446ʹ24,0ʺ BT; berjarak sekitar 12 km dari ibu kota
kabupaten, yaitu Kotabumi; memiliki 1 Bruno Hildebrand, Die National Ekonomie
batas-batas wilayah desa, yaitu (1) sebelah der
gegenwart und
Zukunfit
http://www.encyclopedia.
com/social-
sciences/applied-and-social-sciences- 2 Hasil wawancara dengan beberapa tokoh adat magazines/hilde brand-bruno, diakses 29 Kampung Tua (2012), ditambah data tertulis
Desember 2016. pada Monografi Kecamatan Abung Timur,
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
81 utara dengan Tulung Mas dan Gedung
Kampung Bumi Agung Marga Jaya, (2) sebelah selatan dengan Tulung secara geografis terletak pada koordinat Udim, Senuli Raya, dan Gedung Harapan 4° 45' 15.5" LS dan 104° 56' 25.2" BT (3) sebelah barat dengan Gedung Nyapah, dengan ketinggian 55 meter di atas Pungguk Lama, dan Bumi Agung Marga, permukaan laut. Kampung ini memiliki (4) sebelah timur dengan Surakarta dan batas-batas wilayah desa sebagai berikut: Sumber Agung.
(1) sebelah utara dengan Pungguk Lama
Peta 1. Keletakan Wilayah Kampung Tua Empat Serangkai dalam Peta Topografi dan Peta Wilayah Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung
Sumber: Tim Penyusun, 2012.
Penduduk asli Kampung Penagan dan Peraduan Waras, (2) sebelah selatan Ratu berasal dari suku bangsa Melayu, dengan Sumber Harum, Candi Mas, dan Lampung Benggali, Lampung Sungkai, Kembang Tanjung, (3) sebelah barat Bugis, Cina, dan Jawa. Mereka datang ke dengan Margo Rejo dan Papan Rejo, (4) Kotabumi Ilir, terus ke Bumi Agung sebelah timur dengan Peraduan Waras dan Bawang Sepulau, dan berlanjut ke Bumi Semuli Jaya. Agung Marga. Kemudian masyarakat
Pendiri kampung Bumi Agung Penagan Ratu, Gedung Nyapah, dan Marga adalah Minak Peduko di Bawang Pungguk Lama berasal dari bapak yang Sepulau, salah satu dari Minak Trio Deso. sama berlainan ibu. Nenek moyang mereka Dua lainnya Minak Penatih Tuha dan berasal dari Tali Tunggal bermukim di Minak Semelasem, keturunan Abung Siwo
Bawang Tuba (1040), menurunkan 3 orang 3 Mego dari nenek moyang Datuk Di anak (Roh Tunggal, Sang Bina Tunggal, Puncak.Lokasi Bawang Sepulau sekarang
danSerapu Bisa), yang bermukim di Way berupa dusun, sedangkan dahulu daerah Batang (1070-1130). Selanjutnya ada 3 induk tempat tinggal Nunyai gelar Minak keturunan bermukim di Gunung Kerinci Trio Deso yang menurunkan tokoh Abung Jambi, yaitu Biso Pu Gajah, Putra Guru, Siwo Mego. Abung Sewo Mego terdiri dan Sang Balai Puang (1140-1220). Ada dari Marga Nunyai Gelar Minak Trio juga 3 keturunan yang bermukim di Rejag Deso, Marga Unyi, Marga Subing, Marga Brak, yaitu Apu So Tubo, Apu Cangeh, dan Apu Serunting (1220-1340). 3 Tokoh Abung Siwo Mego, salah satu tokoh
adat Pepadun, di samping Pubian Telu Suku,
82 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94
Peta 2. Denah Wilayah Kampung Tua Empat Serangkai .
Sumber: Tim Penyusun, 2012
Nuban, Marga Buay Bulan (keturunan Minak Braja Musuh), dan Bilik (kedudukannya diganti Buay Nyerupa), 4 Libou (keturunan Minak Sengaji Kilin).
Marga Beliyuk, Marga Selagai, Marga 5 Pungguk Lama berasal dari kata Buay Kunang dan Marga Anak Tuha.
mungguk yang berarti bukit kecil atau Kampung Gedung Nyapah secara tanah yang lebih tinggi dari daerah geografis pada koordinat 04 45ʹ15,0ʺ LS sekitarnya, sedangkan kata lama berarti dan 104 56ʹ15,2ʺ BT. Kampung ini tua. Letak secara geografis pada koordinat
dan 10456ʹ04,7ʺBT. berikut: (1) sebelah utara dengan Gedung Kampung ini memiliki batas-batas wilayah Jaya, (2) sebelah selatan dengan Gedung desa sebagai berikut: (1) sebelah utara Harapan, (3) sebelah barat dengan dengan Papan Rejo, (2) sebelah selatan Pungguk Lama, dan (4) sebelah timur dengan Bumi Agung Marga, (3) sebelah dengan Penagan Ratu.
memiliki batas-batas wilayah sebagai 04 45ʹ08,1ʺLS
barat dengan Margo Rejo, dan (4) sebelah Penduduk asli kampung Gedung timur dengan Gedung Nyapah. Nyapah berasal dari keturunan anak ke-3
Nama Pungguk Lama awalnya Minak Pulun Brajo Tua, dan satu lagi yang bernama Punggguk Tuha (tuhou), artinya tidak diketahui namanya. Kemudian Pungguk Tua atau Pungguk Lama. Sampai menurunkan 3 orang anak, yaitu Minak
Senagan Agung, Minak Brajo Musuh, dan 4 Berdasarkan informasi dari Ketua adat Minak Sengaji Kilin. Warga Kampung
Kampung Gedung Nyapah sekarang, Bapak
Gedung Nyapah terdiri dari 3 suku Indra Jaelani gelar Sutan Guna Marga. adat, yaitu: Bilik Gabou (keturunan Minak 5 Menurut keterangan Ketua Adat Pungguk
Senagan Agung),
Ruang
Tengah Lama, Bapak Ibnu Hajar gelar Sumbahan Ratu
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
83 sekarang bernama Pungguk Lama. bagian yang disebut bilik, yaitu tempat
Penduduk asli Pungguk Lama berasal dari berdiam buay. Beberapa buay membentuk Cangok (si Bandar Putih), menyebar ke kesatuan teritorial genealogis yang disebut Bojong Penagan terus berjalan mengikuti marga . Dalam setiap bilik terdapat sebuah aliran Sungai Way Rarem. Mereka adalah rumah klan besar sebagi kerabat tertua tiga bersaudara, keturunannya mendiami yang mewarisi kekuasaan memimpin Pungguk, Gedung, dan Penagan.
keluarga dan tanah milik keluarga Kampung Tua sebagai bagian dari (Saptono, 2014: 67). Keturunan pertama wilayah Lampung secara umum, terlebih berhak mewarisi Sessat. Sessat merupakan dahulu telah mendapat pengaruh budaya rumah adat Lampung, juga tempat lokal lainnya yang ada di Indonesia, berunding ketika upacara adat Begawi. sebelum kedatangan Belanda. Lampung
Rumah tinggal penduduk kampung pernah menjadi wilayah kekuasaan tua mengikuti alur tepian sungai Way Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Rarem. Polanya mengelompok memanjang Sunda sampai abad ke-16 M (Guillot, sepanjang aliran sungai, berhadapan satu 1990: 19). Ketika Kerajaan Sunda sama lain dengan membentuk jalur jalan di ditaklukkan Kesultanan Banten, Lampung depan rumah-rumah berjejer memanjang. pun menjadi daerah kekuasaannya.Akan Pemukiman terbagi menjadi dua bagian tetapi, Kesultanan Banten (ketika itu jajaran rumah dengan arah hadap yang Sultan Hasanuddin) tidak mutlak berkuasa bertolak belakang antar kedua barisan. di Lampung, terjalin hubungan simbiosis Barisan pertama adalah rumah-rumah yang mutualistis antara kedua belah pihak. Pada menghadap ke sungai, sedangkan barisan tahun 1834, Belanda berhasil berkuasa di kedua membelakangi sungai. Keadaan ini Lampung setelah beberapa kali mengalami tampak di Gedung Nyapah, Penagan Ratu, kegagalan dalam ekspedisi kolonialisnya. dan Bumi Agung Marga. Kampung Ketika itu Lampung di bawah kekuasaan Pungguk Lama memiliki tata letak rumah Radin Imba Kusuma (Radin Inten II) membelah aliran Way Rarem, samping (Nuralia, 2014: 136-137, Tim Penyusun, rumah sejajar aliran sungai (Tim 2012: 155-156; Imadudin, 2017: 358).
Penyusun, 2012).
Perpotongan jalan sebagai
penghubung antara Gedung Nyapah dan Kampung Tua memiliki topografi Penagan Ratu dengan Bumi Agung Marga yang tidak rata. Secara umum kampung ini dan Pungguk Lama. Di antaranya berdiri memiliki kesamaan dengan kawasan rumah-rumah saling berhadapan dan Lampung Utara, yang sebagian besar berseberangan. Beberapa rumah tinggal di permukaan tanahnya berupa pedataran. Bumi Agung Marga, Gedung Nyapah, dan Sebelah
2. Permukiman Kampung Tua
barat merupakan daerah Penagan Ratu dengan posisi samping perbukitan dengan ketinggian antara 450- rumah menghadap sungai, seperti di 1500 m dari permukaan laut. Pada bagian Pungguk Lama (Tim Penyusun, 2012). timur merupakan dataran rendah. Sungai
Bangunan rumah tua sebagai pola yang mengalir di daerah Lampung Utara permukiman tingkat mikro dipengaruhi adalah Way Rarem dan Way Abung beberapa faktor, yaitu berkaitan dengan (Monografi Kec. Abung Timur, 2006).
mata pencaharian, bahan bangunan, Permukiman di Kampung Tua
6 lingkungan, keterampilan dan teknologi, Empat
tiyuh , struktur keluarga, kekayaan, dan status berorientasi pada sepanjang jalan utama. sosial (Mundardjito, 1990: 21-22). Rumah Setiap tiyuh terbagi lagi ke dalam beberapa hunian/tinggal di Kampung Tua adalah
Serangkai
disebut
permukiman tingkat mikro, sedangkan
6 Tiyuh digunakan masyarakat Lampung untuk wilayah Kampung Tua adalah tingkat semi menyebut perkampungan. Nama lain dari tiyuh
84 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 mikro. 7 Permukiman merupakan suatu membentuk rapat adat. Keempat kebuayan
kawasan terdiri dari beberapa unsur tersebut sama-sama tertarik kepada Putri pembentuknya, menjadi indikasi adanya Bulan dari Banten, sehingga rapat adat wilayah hunian di masa lalu, seperti: ditunda karena terjadi keributan di antara rumah tinggal, kantor, pasar, kebun/ladang, mereka. Untuk menyelesaikan masalah WC umum, pemakaman umum, sarana dan tersebut diadakan musyawarah untuk prasarana transportasi (jalan, jembatan, mufakat dengan keputusan bahwa Putri sungai), rumah ibadah, dan lain-lain.
Bulan diangkat menjadi saudara oleh
9 keempat kebuayan tersebut.
Masyarakat beradat Pepadun tidak Wujud akulturasi dalam budaya mengenal kelas sosial. Penggantian Ketua nonfisik, salah satunya dalam sistem adat Adat/Punyimbang Adat dapat dilakukan lama yang telah mengalami sedikit kapan saja dan diganti oleh siapa saja, pergeseran nilai-nilai dan penampakan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. penyelenggaraannya. Masyarakat adat Diperkirakan
3. Akulturasi Budaya
yang pertama kali Lampung secara umum terbagi dua sistem mendirikan
Pepadun adalah adat adat lama, yaitu Lampung Pepadun 8 masyarakat Abung sekitar abad ke-17 M di
adat
dan Lampung Sebatin atau adat Peminggir. zaman seba Banten. Pada masa ini telah Daerah adat Pepadun berada di Kota terjadi pencampuran dua budaya, Lampung Tanjungkarang
sampai Giham dan Banten. Keduanya saling bersinergi (Belambangan Umpu), Way Kanan sampai sehingga menghasilkan sistem nilai yang Bukit Barisan sebelah barat. Sementara itu, baru, lebih demokratis dalam memilih daerah adat Sebatin ada di sepanjang ketua adat. Kemudian di abad ke-18 M, pantai selatan hingga ke barat dan ke utara adat Pepadun berkembang di daerah Way sampai ke Way Komering.
Kanan/Buai Lima, Tulang Bawang/Empat Sistem adat Pepadun terbentuk Marga, Sungkai/Negeri Ujung Karang, sekitar abad ke-17 oleh empat kebuayan, Way Seputih (Pubian Telu Suku), dan yaitu Buay Unyai di Sungai Abung, Buay Abung Siwo Mego (Abung 9 marga). Unyi di Gunung Sugih, Buay Uban di
Perkembangan terus terjadi seiring Sungai Batanghari dan Buay Ubin dengan masuknya nilai-nilai baru dari luar (Subing) di Sungai Terbangi, Labuhan (budaya asing), terutama setelah masuknya Maringgai. Keempat buay merupakan Belanda dengan budaya Baratnya. Pada utusan masing-masing wilayah yang permulaan abad ke-19 M, adat Pepadun
disempurnakan dengan masyarakat 7 Ada tiga tingkatan Pola persebaran dan
kebuayan inti dan kebuayan-kebuayan hubungan dalam permukiman, yaitu: (1)
gabungan, sebagai berikut. tingkat
1. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, mempelajari hubungan antar ruang dalam satu
mikro (individual
buildings ),
Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, unit bangunan; (2) tingkat semi mikro
Beliyuk,Selagai,Nyerupa). Masyarakat (community layouts), mempelajari hubungan
Abung mendiami 7 wilayah adat: antar unit ruang dalam satu komunitas (situs);
Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, dan (3) tingkat makro (zonal pattern),
Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung mempelajari hubungan antar situs yang
Sugih, dan Terbanggi; meliputi beberapa komunitas (Clarke, 1977: 2- 2.
3) (Nuralia, 2014: 135-136) Mego Pak Tulangbawang (Puyang
Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, 8 Pepadun adalah satu benda dari bahan kayu
Puyang Tegamoan). Mendiami 4 yang dipahami sebagai tahta kerajaan atau
kursi tempat duduk raja atau penguasa pada zaman dahulu (Wawancara dengan tokoh adat
Kampung Tua, 2012)
9 Menurut
cerita
masyarakat setempat,
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
85 wilayah adat: Menggala, Mesuji, masing-masing. Dalam hal ini telah terjadi
Panaragan, dan Wiralaga; masyarakat adat ganda yang berjalan
3. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha, beriringan dalam satu masa dan wilayah Minak
atau yang sama. Dengan demikian, akulturasi Suku Tambapupus, Minak Handak, terjadi dengan tidak menghilangkan Hulu/Suku Bukujadi). Masyarakat budaya asli. Substansi adat pun masih Pubian mendiami 8 wilayah adat: seperti aslinya, walau dalam pelaksanaan Tanjungkarang,
Demang
Lanca
Balau, Bukujadi, ada beberapa perubahan disesuaikan Tegineneng, Seputih Barat, Padang dengan perkembangan zaman. Ratu, Gedungtataan, dan Pugung
Manusia ditandai dengan peran Sungkay-Way Kanan Buay Lima historisitasnya, yaitu sebagai subjek (Pemuka,
Bahuga, Semenguk, sekaligus objek sejarah. Dalam suatu Baradatu, Barasakti/lima keturunan lingkaran sejarah akan terjadi pergulatan Raja Tijang Jungur); dan
batin berwujud inovasi-inovasi kreatif. Ini
4. Sungkay-Way Kanan mendiami 9 adalah ciri historisitas yang melekat pada wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, individu dan kelompok. Rekaman sejarah Pakuan Ratu,
Sungkay, Bunga dengan sendirinya akan mengabadikan Mayang,
Belambangan Umpu, kontinuitas perkembangan peradaban, dan Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
akar tradisi yang mengandung nilai-nilai Masyarakat adat Lampung Sebatin menunjukkan identitas kolektif suatu mengenal golongan/kelas sosial. Ketua masyarakat (Heidegger, 1974: 183-189). adat Punyimbang Adat Sebatin diangkat Akar tradisi masyarakat Kampung Tua secara turun temurun (genealogis). telah dikemas dalam satu nilai-nilai Masyarakat beradat Sebatin mendiami 11 kehidupan lama. Salah satunya dalam wilayah adat, yaitu: Kalianda, Teluk penyelenggaraan upacara adat Begawi. Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Belalau, Liwa, dan Ranau, sebagian komering, serta sebagian Banten (Cikoneng). Masyarakat adat Sebatin atau Peminggir terdiri dari: (1) Peminggir Paksi Pak
(Buay Belunguh, Buay Pernong, Buay Nyerupa, Buay Lapah di Way); dan (2)
Komering-Kayuagung ,
sekarang
termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Masyarakat adat Sebatin adalah masyarakat adat yang menganut adat tidak Pepadun , yakni melaksanakan adat musyawarah tanpa menggunakan kursi Pepadun . Sebagian besar berdiam di tepi pantai, disebut juga adat Pesisir. Masyarakat adat Peminggir sukar untuk diperinci karena di setiap daerah kesebatinan
Gambar1.Tombak Igel duduk keturunannya, terdiri atas: Masyarakat adat Sumber: Nuralia, 2012.
Peminggir, Melinting Rajabasa, Peminggir Teluk, Peminggir Semangka, Peminggir
Pada penyelenggaraan upacara Skala Brak, dan Peminggir Komering.
adat Begawi, ada banyak instrumen yang Kedua sistem adat lama sampai digunakan. Di antaranya benda-benda sekarang masih bertahan dengan sifatnya pusaka atau barang-barang peninggalan.
86 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 Beberapa benda pusaka menunjukkan
upacara lainnya bentuk khas budaya setempat yang telah tersimpan di rumah Bapak Syamsudin, mendapat pengaruh dari luar.
Benda-benda
terbuat dari perunggu, yaitu pekinangan (tempat sirih) dan nampan berkaki (wadah
Salah satu benda pusaka berupa hidangan untuk tamu). Kemudian yang tombak Igel Duduk (foto 1). Tombak disimpan di rumah Bapak fauzi, yaitu tersebut diduga senjata yang menewaskan Maduari, kain penutup kepala pengantin Minak Indah, Pepadun Tua Bumi Agung wanita; dan Kekat Akin,penutup kepala Marga. Kemudian ada beberapa benda yang dianggap memiliki nilai tinggi bagi pemilik/pemegangnya, yaitu cepuk, piring, dan buli-buli keramik (foto 5), serta peralatan dari perunggu (foto 3). Benda- benda ini disimpan Bapak Syamsudin (ketua adat Pungguk Lama) di rumahnya.
Gambar 2. Patung Burung Garuda dan peralatan dari perunggu
Gambar 3. Mangkuk, Guci, dan Tempayan Sumber: Nuralia, 2012
Sumber: Nuralia, 2012. pengantin pria. Sementara itu, benda
Benda untuk upacara adat kebumian pusaka milik Bumi Agung Marga adalah yang memiliki nilai penting, yaitu patung tombak Jalang Bekisar, terbuat dari besi, burung garuda (foto 2), sebagai lambang sangat dikeramatkan, sehingga tidak dapat kebesaran dan ketinggian cita-cita. Patung diperlihatkan kepada siapa pun. Tombak tersebut disimpan di rumah Bapak Naria di ini milik Minak Patih Ngesiso, pernah Gedung Agung. Menurutnya, patung digunakan ketika perang dengan orang tersebut adalah milik Sutan Ratu Tunggal Terbanggi dari Gunung Sugih. Makamnya (suku Ruang Tengah Bumi Agung Marga). dapat ditemukan di Anek Banding (Umbul Dahulu ada juga benda peninggalan lain, Banding), umbulan Bumi Agung Marga. tombak jalang bekisar dan talo mulih
Berdasarkan bentuk fisik beberapa agung (semacam gong kecil tidak benda pusaka, tampak sudah mendapat
diketahui keberadaannya. Benda-benda sentuhan budaya luar. Seperti patung peninggalan yang masih ada adalah burung garuda dengan bentuk yang sudah tempayan, guci, buli-buli, mangkok besar dimodifikasi. Kemudian beberapa benda (pasu) dari keramik (foto 4).
keramik dan gerabah, dilihat dari bentuk,
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
87 bahan glasir, ragam hias, dan warna terang meruncing tinggi (Sahroni, 2012).
pada bagian badan, menunjukkan adanya Rumah panggung Kampung Tua unsur-unsur budaya luar (Jawa, Cina, (gambar3) telah mengalami pergeseran Eropa). Demikian juga dengan peralatan dari segi bahan bangunan dan ornamennya. perunggu, biasa ditemukan di wilayah Pada bagian tiang penyangga bangunan budaya Jawa dan sekitarnya.
aslinya terbuat dari bahan kayu, setelah Salah satu pengaruh budaya mendapat pengaruh Belanda memakai campuran pada masyarakat Kampung tembok beton. Beberapa hiasan atau dapat diamati dari segi arsitektur ornament tidak lagi mencirikan secara utuh bangunan. Rumah adat Kampung Tua budaya Lampung. Ukiran-ukiran flora dan memiliki arsitektur tradisional khas, gaya fauna telah menjadi ukiran geometris campuran antara Lampung dan Banten, (kubus, lingkaran, belah ketupat, dan lain serta
Eropa sebagainya), dan ada sentuhan modern (Nuralia, 2014: 137-138).
unsur-unsur
arsitektur
dengan pemakaian list horizontal dan Bentuk rumah adat Kampung Tua vertikal pada daun pintu dan jendela, memiliki unsur-unsur yang terdapat pada sebagai hasil pengaruh budaya Barat. tipikal tradisi arsitektural Austronesia Selain itu, rumah adat Sessat di desa-desa kuno. Beberapa prinsip tersebut, yaitu (1) dibangun tidak bertiang/tidak ditinggikan struktur kotak pada tiang fondasi kayu, dari permukaan tanah, tetapi sejajar dengan ditanam ke dalam tanah atau diletakkan permukaan tanah (depok) atau berlantai pada permukaan tanah dengan fondasi keramik (Tim Penyusun, 2012). batu, (2) lantai panggung, (3) atap miring
Bervariasinya bentuk dan ukuran dengan jurai diperpanjang, dan (4) bagian rumah menunjukkan tingkat sosial depan atap condong mencuat keluar
ekonomi pemilik dan atau penghuninya (Wisman, 2009: 28). Bentuk rumah (Nuralia, 2014: 146). Juga mencerminkan Austronesia tampak luar berbentuk struktur keadaan sosial ekonomi masyarakat secara tegak berupa tiang kayu, lantai ditinggikan umum. Keragaman juga disebabkan sebagai ruang keluarga, dan atap pelana adanya pengaruh budaya luar, baik yang
dibawa kaum pendatang maupun penduduk setempat yang kembali dari perantauan. Beberapa model rumah zaman dahulu ada yang masih mempunyai karakteristik khas, yaitu berbentuk rumah panggung bertiang
sebagai rumah besar (nowou). 10 Sebagai tempat tinggal, bentuk rumah penduduk
asli Kampung Tua memiliki persamaan dengan rumah-rumah adat di wilayah Provinsi Lampung umumnya. Sekarang ini nowou-nowou telah banyak mengalami perubahan, mulai dari bentuk bangunan yang berlantai tanah, sampai jenis hiasan rumah tidak lagi sepenuhnya bercirikan
10 Satu kampung dibagi menjadi beberapa bilik, tempat kediaman suku. Di setiap bilik terdapat
rumah besar disebut nowou balak atau nowou Gambar 3. Rumah panggung di Gedung
menyanak , dan rumah-rumah keluarga lainnya. Nyapah dan Penagan Ratu
Dalam perkembangannya, di dalam satu Sumber: Nuralia, 2012.
tiyuh akan terdapat rumah kerabat tertua dan rumah-rumah kerabat baru, yang merupakan
88 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 kultur masyarakat Lampung. Hal ini lokasi pemakaman umum Bumi Agung
diperkirakan disebabkan pengaruh seni Marga. Sesuai nama wilayahnya sehingga bangunan rumah yang terus berkembang, dinamakan Umbulan Banding, berupa juga seiring keadaan masyarakat Lampung kebun/ladang pohon karet. Di area kebun yang semakin majemuk.
karet ini juga ditemukan gundukan tanah tampak berbentuk melingkar, diduga
4. Dualisme Ekonomi Masyarakat
sebagai benteng tanah seperti bentuk parit,
Kampung Tua
yang berada di ujung area Umbulan di tepi Secara
umum sistem mata sungai Way Banding. pencaharian masyarakat Kampung Tua
Umbulan Pungguk adalah berladang, dengan sistem nomaden. Lama, yaitu (1) Umbul Purus ditanami Masyarakat membuka hutan kemudian padi huma dan palawija, di seberang Way ditanami padi, kopi, lada, cengkeh, dan Rarem. Dahulunya merupakan umbulan palawija. Wilayah khusus untuk berladang paling awal milik masyarakat Kampung disebut wilayah umbulan (Hadikusuma, Pungguk Lama, (2) Umbul Semuli 1977/1978: 71-72).
Beberapa
Karimengan ditanami kopi, lada, padi Pembukaan setiap Umbulan untuk huma, karet, singkong,dan lain-lain, (3) satu Kebuayan atau keturunan pembuka Umbul Buluh ditanami karet, lada, padi Umbulan . Pembukaan Umbulan menurut huma, palawija, dan lain-lain. Salah satu hukum adat dilakukan dengan sistem tokoh Umbul Purus adalah Sepulau Rayo, magih , yaitu pertama-tama menentukan tokoh Umbul Semuli Karimengan adalah dahulu titik pusat Umbulan ditandai Selibar Jagat, sedangkan tokoh Umbul dengan adanya pohon besar (metro atau Buluh adalah Waras gelar Tegi Neneng.
kemelunggung 11 ). Upacara pembukaan Di wilayah Umbulan siapa saja Umbulan disebut Bebalay,membersihkan bisa bermukim untuk sementara sambil hutan dengan dibakar untuk berladang. mengerjakan
ladang mereka, baik Prosesi Bebalayada beberapa tahap, yaitu: penduduk asli maupun kaum pendatang. (1) bikin Satin, menyiapkan sajian beras Bagi kaum pendatang berhak berdiam dan ketan, gula merah, gula putih, dan kelapa berladang di wilayah Umbulan apabila kepada pemilik sebelumnya; (2) membakar sudah masuk ke dalam adat dengan menyan ; (3) membacakan doa dipimpin melakukan upacara adat, sehingga menjadi tokoh adat; dan (4) Tebas,membersihkan bagian komunitas adat setempat. Setiap hutan untuk persiapan lahan garapan.
Umbulan ada pemilik utama/penguasanya Wilayah Umbulan terpisah dan dinamakan pemilik/tokoh Umbul. Wilayah terletak jauh dari pemukiman penduduk Umbulan yang dihuni pendatang dari negeri atau daerah induk, berupa hamparan kebun seberang, biasanya pendatang dari Jawa. dan ladang, yang digarap secara bersama Sebelumnya berupa wilayah
hutan dan kekeluargaan. Misalnya Penagan Ratu belantara. Penduduk asli yang bermukim di memiliki Umbulan di Derwati dan sekitar hutan, bermata pencaharian Penagan Jaya, dengan penduduk sekitar menangkap ikan dan beternak kerbau. 3000 KK, sedangkan di daerah induk
Luas wilayah Umbulan biasanya hanya 800 KK. Di wilayah ini ditanam sekitar 4 hektar, digarap oleh beberapa tebu, karet, kelapa sawit, dan singkong. orang kepala keluarga dari kampung induk. Wilayah Umbulan Gedung Nyapah adalah Setiap kepala keluarga boleh ikut Gedung Jaya dan Gedung Harapan. mengusahakan Umbulan setelah mendapat Umbulan Kampung Bumi Agung Marga izin dari tokoh Umbul. Dalam hukum adat berada di Anek Banding, yang juga sebagai Lampung ditetapkanjarak wilayah dalam
satu Umbulan adalah radius 3 pal (± 5 km) dari pusat Umbulan. Pada tahun 2000
11 Keterangan diperoleh dari hasil wawancara wilayah umbulan telah berkembang pesat
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
89 dengan dibukanya perkebunan kelapa beternak, dan berladang. Mata pencaharian
sawit dan karet. 12 tersebut merupakan sistem ekonomi Banyaknya hasil yang diperoleh tradisional sebagai ekonomi subsitensi.
masing-masing keluarga sesuai luas tanah Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang yang digarapnya. Bagi kaum pendatang mengatur dan menjalin hubungan ekonomi yang sudah masuk adat masyarakat antarmanusia,
dengan seperangkat setempat, untuk menggarap Umbulan kelembagaan. Sistem ekonomi tidak harus minta izin dahulu sebagai tatakrama berdiri sendiri, berkaitan dengan falsafah, adat, dengan memberi persembahan atau pandangan dan pola hidup masyarakat
Gambar 5. Bekas Lokasi KuwayanSuku Ruang Tengah Bumi Agung Marga Sumber: Nuralia, 2012
setempat, sebagai bagian kesatuan ideologi kehidupan
masyarakatsuatu negara (Dumairy, 1966), atau suatu komunitas
Gambar 4.Umbul Banding sebagai bekas adat tertentu di wilayah tertentu pula. lokasi Bumi Agung Marga tua
Selain keberadaan umbulan yang Sumber: Nuralia, 2012
menjadi ciri khas perekonomian tradisional masyarakat Kampung Tua, adalah lokasi
membawa barang berupa gula, beras ketan, kuwayan . Kuwayan adalah satu bangunan kelapa, dan ayam. Barang-barang ini kecil berdinding dan berlantai papan kayu, diberikan kepada tokoh adat setempat. berada mengapung para permukaan air. Mengenai hasil panen tidak ada pembagian
Bangunan kecil sederhana berdiri khusus dan tidak ada keharusan untuk di lokasi landai di tepian sungai Way dibagi dengan kampung induk, tetapi ada Rarem, berfungsi sebagai tempat bersih- tatakrama berdasarkan kesepakatan.
bersih (mandi dan cuci), disebut dengan Berladang dibarengi beternak kerbau istilah masyarakat setempat kuwayan. serta mencari ikan di sungai Way Rarem, Biasanya dibuat dari susunan bambu mata pencaharian utama masyarakat adat sebagai dinding penghalang (bilik), Kampung Tua. Masyarakat Lampung menyerupai kamar mandi terbuka tanpa zaman dahulu, memiliki sistem mata atap dan mengapung di atas permukaan air. pencaharian sebagaimana masyarakat Bilik bambu ini ditambatkan ke tanah, agraris umumnya, yaitu mencari ikan, seperti rakit. Setiap suku di Kampung Tua
memiliki satu kuwayan atau lebih tergantung kebutuhan.
12 Menurut keterangan Kasie Pemerintahan
90 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 Kuwayan ditempatkan di tepi
Para pedagang yang singgah di sungai yang landai. Untuk mencapainya kuwayan berasal dari Bugis, Palembang, dibuat tangga menurun sampai ke tanah 13 Kotabumi, dan Meranjat. Kuwayan
datar. Masyarakat Kampung Tua zaman sebagai tempat perdagangan juga didukung dahulu memanfaatkan lokasi landai data sebaran artefak, berupa fragmen kuwayan sebagai prasarana transportasi air keramik yang cukup melimpah, yang untuk menambatkan perahu. Perahu yang diperkirakan berasal dari Cina, Thailand, dipergunakan berupa perahu lesung terbuat Vietnam, dan Eropa. dari batang pohon Leban. Jalur air sangat
Beberapa lokasi kuwayan masih mendukung aktivitas perdagangan, sehing- dapat dijumpai di Kampung Pungguk
ga kuwayan tersebut dimanfaatkan juga Lama dan Kampung Bumi Agung Marga, sebagai tempat transaksi perdagangan serta di Gedung Tuha Kampung Penagan masyarakat lokal dengan wilayah luar. Ratu. Bekas lokasi kuwayan di Kampung Sistem peradangannya dengan cara barter. Bumi Agung Marga, yaitu (1) Kuwayan Masyarakat lokal menukar hasil bumi Suku Ruang Tengah, (2) kuwayan
Gambar 6. Bekas lokasi kuwayan masya- Gambar 8. Fragmen keramik di sekitar rakat Kampung Pungguk Lama
bekas lokasi kuwayanBumi Agung Marga Sumber: Nuralia, 2012
Sumber: Nuralia, 2012. Kampung Sengaji Suku Ruang Tengah, (3)
Kuwayan Suku Bilik Libau (Minak Sang Nyata), (4) Kuwayan Suku Bilik Gabau. Di
sekitar lokasi bekas kuwayan ini ditemukan beberapa fragmen keramik di permukaan tanah. Bekas lokasi kuwayan di Kampung Pungguk Lama tampak dari atas jembatan Way Rarem, menghubungkan Kampung Pungguk Lama dengan Umbulan Purus dan Umbulan Penagan di seberang sungai. Dahulunya di umbulan ini adalah bekas wilayah Kampung Pungguk Tuha
sebelum pindah ke lokasi Pungguk Lama Foto 7.Bekas lokasi kuwayan di Gedung
sekarang. Ada 3 bekas lokasi kuwayan di Tuha Penagan Ratu
Kampung Pungguk Lama, yaitu (1) Sumber: Nuralia, 2012.
Kuwayan Rajo Muda, (2) Kuwayan Kanal,
berupa padi, ikan, kopi, karet dan palawija
dengan barang kebutuhan lain berupa guci, 13 Seperti yang dikemukakan Bapak Saleh, piring, mangkok keramik atau tembikar.
Pengaruh Akulturasi Budaya..... (Lia Nuralia dan Iim Imadudin)
91 dan (3) Kuwayan Pasar, tetapi tidak ada ekonomi modern dengan pertukaran
sisa-sisa kuwayan yang dapat dilihat uang/ekonomi uang. sekarang. Kemudian bekas lokasi kuwayan
Perekonomian tradisional di di gedung Tuho (Kampung Penagan Ratu) pedesaan
didominasi sektor ada 3 titik, tetapi tidak diketahui apa nama pertanian, bersifat subsistensi (memenuhi kuwayan dan juga tidak ditemukan kebutuhan sendiri), dengan pertumbuhan bekasnya
yang
penduduk tinggi mengakibatkan terjadi Peran penting lokasi kuwayan kelebihan supply tenaga kerja (Arthur menghilang seiring masuknya Belanda ke Lewis
Mulyani, 2007). Kampung Tua, sedangkan umbulan masih Bertambahnya jumlah penduduk Kampung bertahan. Sistem perdagangan barter tidak Tua secara otomatis jumlah tenaga kerja dilakukan lagi digantikan dengan ekonomi semakin bertambah, sehingga ekonomi
dalam
uang. Profesi baru muncul 14 , seperti subsistensi yang terjadi Kampung Tua penjual jasa penyewaan alat-alat upacara mengalami pergeseran.
adat, atau bekerja menjadi buruh/kuli di
kota. Sistem ekonomi tradisional umbulan D. PENUTUP
berhadapan dengan sistem ekonomi Masyarakat Kampung Tua sampai modern yang berpusat di kota kecamatan, sekarang masih mempertahankan nilai- memberi imbas ke wilayah Kampung Tua nilai budaya lama. Ada beberapa unsur dengan munculnya beragam profesi baru. luar yang masuk, tetapi hanya pelengkap Perekenomian masyarakat Kampung Tua dengan tidak menghilangkan budaya berkembang ke dua arah berlawanan atau aslinya (akulturasi budaya). Unsur-unsur perekonomian masyarakat ganda (Barat luar di antaranya budaya Banten dan Jawa dan Timur) menjelma sebagai kelompok Tengah, serta Eropa (Barat). masyarakat didominasi ekonomi kapitalis
Wilayah Kampung Tua menjadi (Barat), ekonomi kapitalis/sosialis, atau wilayah masyarakat adat dengan ciri khas hubungan antara dua sistem sosial Barat perkampungan yang relatif masih asli. dan Timur (Sayogoyo, 1982: 2-3). Tampak dari arsitektur rumah tinggal dan Keadaan ini menyebabkan terjadinya dua adat lama, pepadun dan sebatin. Juga sistem ekonomi dualistis.
upacara adat Begawi dalam kenaikan Munculnya pekerjaan baru sebagai takhta dan perkawainan. pegawai pemerintah atau buruh/kuli di
Satu ciri khas lainnya adalah perkotaan, serta jasa 15 menjadi profesi baru sistem ekonomi dualistis. Ditandai dengan
yang digemari sebagian penduduk keberadaan umbulan dan bekas lokasi Kampung Tua. Kemunculan profesi baru kuwayan .Wilayah
umbulan sebagai tersebut terutama terjadi pada masa kantong perekonomian tradisional masih Pemerintahan Belanda. Pada saat Belanda bertahan sampai sekarang. Sementara itu, berkuasa di Lampung, termasuk Kampung peran lokasi kuwayan sudah tergantikan Tua, sebagian penduduk kampung migrasi dengan berkembangnya profesi baru ke kota dalam rangka mencari kerja atau dengan sistem ekonomi modern/uang. penghasilan tambahan.
Kondisi ini
menunjukkan mulai bergesernya sistem UCAPAN TERIMA KASIH
ekonomi tradisional dengan distribusi Penulis mengucapkan terima kasih barang dengan cara barter, kepada sistem pada para tetua adat dan warga Kampung
Tua Kecamatan Abung Timur Kabupaten 14 Berdasarkan informasi dari beberapa orang
Lampung Utara yang memberikan infor- ketua adat marga (wawancara, 2012).
masi lisan terkait topik penelitian ini. 15 Ketika penelitian dilakukan di tahun 2012,
penjual jasa di beberapa tempat di wilayah Kampung Tua semakin beragam.Di antaranya
92 Patanjala Vol. 9 No. 1 Maret 2017: 77-94 DAFTAR SUMBER Buku Monografi Kecamatan Abung
Timur, Kabupaten Lampung Utara, Humaedi, M. Alie.
1. Jurnal
Provinsi Lampung. “Kegagalan Akulturasi Budaya dan
Boeke, J.H. 1983.
Isu Agama dalam Konflik Prakapitalisme di Asia Lampung”, Jurnal “Analisa” (The Interest of The Voiceless Far East, Introduc-
Volume 21 Nomor 02 Desember tion to Oriental Economics), terje- 2014. Hlm.149-162.
mahan D. Projosiswoyo. Jakarta: Imadudin, Iim.
Yayasan Sinar Harapan bekerja sama “Perdagangan lada di Lampung
dengan Yayasan Tani Atsiri Wangi. dalam Tiga Masa (1653- 1930)”, Dumairy. 1996. dalam Patanjala Vol. 8 No. 3 2016.
Perekonomian Indonesia. Bandung: Hlm. 349-364.
Erlangga
Irianto, Sulistyowati
Risma Geertz, Clifford. 1992. Margaretha.
dan
Tafsir Kebudayaan “Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan (terjemahan dari Interpretation of Culture Strategi Identitas Ulun Lampung”, ).
Yogyakarta: Kanisius Press. Makara , Sosial Humaniora, Vol. 15,
No. 2, Desember 2011.Hlm.140- Hadikusuma,
H. Hilman. 1989. 150.
Masyarakat dan Adat Budaya Lampung . Bandung: Mandar Maju.
Poerwanto, Hari. Asimilasi, Akulturasi,dan Integrasi Hadikusuma, Hilman. 1977/1978. Nasional, Humaniora , No. 12 Adat Istiadat Daerah Lampung. September-Desember 1999. Hlm.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan 29-37.
Kebudayaan. Handinoto. 2010.
2. Buku
Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa Adat, Sutan Pusetes. 1973.
pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Sejarah Asal Mula Adat Pepadun .
Graha Ilmu.
Tanjung Karang. Heidegger, Martin. 1974.
Abdul Hakim dari Jaarboek van Batavia Identity and Difference . New York: en Omstreken. Jakarta: Metro Pos.
Harper.
Kuper, Adam. 1999.
Kardiman et al. 2006.
Culture . Cambridge:
Ekonomi Dunia Kesehatan Kita. University Press.
Harvard
Jakarta: Yudistira. Berry, D.W. and J.L. Sam. “Acculturation Kuntowijoyo. 2001.
and Adaptation”, in J.W. Berry,
Ilmu Sejarah. M.H. Segal, C. Kagitcibasi, 1997,
Pengantar