PERKEMBANGAN BELAJAR DAN PESERTA DIDIK

PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN DAN CARA BELAJAR
PESERTA DIDIK KHUSUSNYA DI SEKOLAH DASAR

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Perkembangan Belajar
Peserta Didik Kelas A

Oleh :

Nike Fatmala

140210204130

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “pentingnya memahami perkembangan dan cara
belajar peserta didik khususnya di SD”. Makalah ini tidak mungkin terwujud
tanpa adanya kerjasama antara para pihak yang terlibat. Penyusun sangat
berterima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah perkembangan belajar peserta
didik.
2. Teman-teman perkuliahan perkembangan belajar peserta didik kelas A.
3. Pihak perpustakaan Universitas Jember.
Makalah ini berisikan materi yang membahas perkembangan belajar
peserta didik yaitu memahami perkembangan dan cara belajar peserta didik
khususnya di SD.
Diharapkan

makalah

ini

dapat


memenuhi

tugas

mata

kuliah

perkembangan belajar peserta didik yang telah diberikan kepada perkuliahan
perkembangan belajar peserta didik kelas A.
Kami telah menyusun makalah ini sebaik-baiknya. Jika masih ada
kekurangan, kami dapat menerima kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan atas kekurangannya kami
mohon maaf.
Jember, 25 Mei 2015
Penyusun

i


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Proses Perkembangan Anak.........................................................................2
2.2 Cara Belajar Anak Sekolah Dasar..............................................................14
2.3 Cara Guru Membelajarkan Peserta Didik..................................................17
2.4 Cara Mengatasi Gangguan Kesulitan Belajar............................................18
2.5 Contoh-Contoh Perilaku Anak SD Yang Dapat Menyebabkan Masalah
Dalam Perkembangan Belajar....................................................................24
BAB III PENUTUP................................................................................................29
3.1 Kesimpulan.................................................................................................29
3.2 Saran..........................................................................................................29
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................30

ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya
proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur
pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama
memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak
tersebut.
Guru terutama guru SD diharapkan mempunyai pemahaman konseptual
tentang perkembangan dan cara belajar anak di SD. Pemahaman konseptual
tersebut meliputi gambaran tentang siapa anak SD, bagaimana mereka
berkembang dan bagaimana cara belajar mereka.
Dengan bekal pemahaman konseptual tersebut, guru diharapkan dapat
mengimplementasikan pemahaman tersebut dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak SD.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimanakah proses perkembangan anak?
2. Bagaimanakah cara belajar anak SD?

3. Bagaimanakah cara guru membelajarkan peserta didik?
4. Bagaimanakah cara mengatasi gangguan kesulitan belajar?
5. Bagaimanakah contoh-contoh perilaku anak SD yang dapat menyebabkan
masalah dalam perkembangan belajar?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan anak
2. Untuk mengetahui bagaimana cara belajar anak SD
3. Untuk mengetahui bagaimana cara guru membelajarkan peserta didik
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi gangguan kesulitan belajar
5. Untuk mengetahui bagaimana contoh-contoh perilaku anak SD yang dapat
menyebabkan masalah dalam perkembangan belajar

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Perkembangan Anak
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi
dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh
yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak

bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang
dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian
dengan dirinya dan orang lain.
a. Pertumbuhan Tinggi
Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola
yang sama.
1) Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat lahir.
Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.
2) Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia
18 tahun ketika mengakhiri masa remaja. Pada akhir usia SD dan anak
masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak
perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
b. Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik
1) Anak usia 5 tahun: berat 5x setelah dilahirkan.
2) Anak masa anak: berat 35-40 kg.
3) Anak usia 10-12 tahun (permulaan masa remaja): Anak mengalami
periode lemak, mengalami pematangan kelamin yang berasal dari
hormon, nafsu makan anak semakin besar, pertumbuhan tubuh yang
cepat, penumpukan lemak pada perut, pinggul, pangkal paha, dada,
sekitar rahang, leher dan pipi.


c.

Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak
1) Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/
MI cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja.
2) Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung
terus sampai akhir masa remaja.
3) Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda,
tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi.
4) Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak,
terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras
menompang berat badan.
5) Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia
SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku
anak.
6) Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang
mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak
pada kemampuan anak dalam belajar.
7) Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda pada masa awal

remaja/puber.

2. Perkembangan Intelek
Perkembangan Intelek sangat erat dengan perkembangan kognitif.
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk
mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran,
simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif
merupakan

proses

dan

hasil

individu

dengan

lingkungannya.


Menurut Teori Piaget(dalam Siti Rahayu haditono:2006:218) perkembangan
kognitif dibedakan menjadi 4 yaitu :

1) Stadium

sensori-motorik

(0-18

bulan

atau

24

bulan)

Selama stadium sensori motoris anak berkembang suatu proses desentrasi,
artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua

entitas yang berbeda.
2) Stadium pra-operasional (±18 bulan-7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang
sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan dalam mental.
Anak sudah mampu untuk berbuat pura-pura, artinya dapat menimbulkan
situasi-situasi yang tidak langsung ada. Ia mampu menirukan tingkah laku
yang dilihatnya(imitasi) dan apa yang dilihatnya sehari sebelumnya(imitasi
tertunda). Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum
mampu mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir praoperasional
sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang
multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya pada satu
dimensi saja dan mengabaikan dimensi yang lain dan akhirny juga
mengabaikan

hubungannya

antara

dimensi-dimensi


ini.

Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik(ir-reversable). Anak
belum mampu untu meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan
tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
3) Stadium operasional konkret (7-11) tahun
Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas,
menkonservasi angka melalui 3 macam proses operasi, yaitu:
a) Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di
antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya.
b) Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik.
c) Identitas

dalam

mengenali

benda-benda

yang

ada.

Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret
dalam

memahami

sesuatu

sebagaimana

kenyataannya,

mampu

mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman
sendiri dan lebih objektif.
4) Stadium Operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada fase ini, anak sudah dapat berfikir abstrak, hipotesis dan sistematis
mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan
mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah
dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif dalam
memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan
sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam
abstraksi, memahami, dan membuat perkiraan di masa depan.
3. Perkembangan Afektif
Erikson (dalam http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri
kecenderungan-belajar-dan-cara-belajar-anak-sd-dan-mi)

melahirkan

teori

perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
a. Trust vs Mistnis/Kepercayaan dasar (0;0 -1;0).
Orang yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya
segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main
dan bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman
dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat
dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap
bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta
terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu
rasa takut serta ketidak-percaya.in yang mendasar terhadap dunie
sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan
terus terbawa pada tingkat-tingkat perkembangan.
b. Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1-3 tahun)
Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy
ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada
saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka
menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak
sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak

hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan
sendir hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan
waktunya; sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya
bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta
mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh
dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala
sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka
akan tumbuh pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang
terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti
telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak
dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan
masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa
malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi
pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapal
melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa
malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi
siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang
diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh
perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya.
c. Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3-5 tahun)
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat
mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif
anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua member! respons
yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan. kegiatankegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn anak-anak
lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk menggunakan
bahasa dan kegiatan fantasi.
d. Industry vs litferioriry/Produkttvltns (6–11 tahun)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut
peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah:
sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk membuat,

melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan
mengerjakannya

sampai

selesai

sehingga

menghasilkan

sesuatu.

Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah.
Dengan

demikian

rasa/sifat

ingin

menghasilkan

sesuatu

dapat

dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya
lingkungan rumah saja melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain
yang mempunyai

peranan penting dalam perkembangan

Pengalaman-pengalaman

sekolah anak

mempengaruhi

individu.

industry dan

inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman
sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat indusryi dipupuk dan
dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak”
mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung
kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain
yang berhubungan dengan anak itu.
e. Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 – 18;0)
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la
mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat
perubahan-perubahan itubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang
dunia sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir
tentang pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain
tentang dirinya. la mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama, dan
masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya
sendiri. Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul
adalah: ego identity role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat
‘mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya
sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi
suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan
siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu
berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini
pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii masa remaja dengan rasa
terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai

autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya
kepada ego indentiti sudah berkembang.
f. Intimacy vs Isolation/Keakraban (19;0 – 25;0)
Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara
suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan
orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara
langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara sesama
teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut
isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan
saling memperhatikan.
g. Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 – 45;0)
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di
luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta
hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi liidnp. Generativily ini
bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula
pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum
muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka
hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gereralivily berarti ia berada
dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart perhatian kepada
kebutuhan-kebutuhan dan kesenang’an pribadinya saja.
h. Integrity vs Despair/Integritas (45;0)
Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati
kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan
dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk melihat
kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya
adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke belakang
dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan
dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah
terlambat.
Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan
afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan

tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh
secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak
mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya
saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru yang
membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek tingknt
kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan perkembangan
mereka.
4. Perkembangan Minat
a. Pengertian Minat
Meichati(dalamhttp://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/
perkembangan-dan-cara-belajar-anak-di-sd/) mengartikan minat adalah
perhatian yang kuat, intensif, dan menguasai individu secara mendalam
untuk tekun melakukan suatu aktivitas.
Secara operasional, Lilawati(dalam http://revyarmy.wordpress .com
/2010/04/01/perkembangan-dan-cara-belajar-anak-di-sd/)

mengartikan

minat adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan
perasaan senang terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak untuk
melakukan
Sinambela

kegiatan
(dalam

tersebut

dengan

kemauan

sendiri.

http://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/perkem

bangan-dan-cara-belajar-anak-di-sd/ mengartikan minat adalah sikap positif
dan adanya rasa ketertarikan dalam diri anak terhadap suatu aktivitas
tertentu.
Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong
anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap
suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan
kemauannya sendiri.
Minat terdiri dari dua aspek, yaitu :
1) Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat
pada manfaat dari obyek tersebut.

2) Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan
pribadi terhadap obyek tersebut.
b. Faktor yang Mempengaruhi Minat pada anak
1) Faktor personal, merupakan faktor-faktor yang ada pada diri anak itu
(meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi).
2) Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui
pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya).
Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada pengaruh
teman sebayanya. Mereka lebih cenderung “ikut-ikutan“ dalam melakukan
suatu kegiatan (pengaruh lingkungan). Pada dasarnya mereka lebih
mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik perhatian
mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah dasar
kurang begitu tertarik kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan dan
kejenuhan.
5. Perkembangan Bahasa
a. Pola Perkembangan Bahasa
Bahasa

merupakan

media

komunikasi

yang

digunakan

untuk

menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbolsimbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan
urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata
bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
1) Keterampilan mendengarkan
2) Keterampilan berbicara
3) Keterampilan membaca
4) Keterampilan menulis
Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan
memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah,
pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara

meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi
secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi
anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi
tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi
ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas.
Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte,
mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan
paragraf.
b. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa
anak sama, namun tetapada perbedaan individual. Berikut ini adalah
beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
1) Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak
yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek
mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar
berbahasa.
2) Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik
dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan
berpikir.
3) Jenis kelamin
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik
dalam pengucapan, kosa kata maupun keseringan berbahasa.
4) Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak
mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik
perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki
waktu untuk berbicara dan berbahasa.
5) Keinginan dan Dorongan Komunikasi

Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan
orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak
untuk berbicara dan berbahasa.
6) Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki
kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan
berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam
penyesuaian diri.
6. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung
dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak
tumbuh

kembangkan

tugas

perkembangannya.

Dalam

belajar

hidup

bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu:
a. Belajar berperilaku yang dapat diterima sosial.
b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
c. Perkembangan sikap sosial.
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka
peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan
anti sosial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik
melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut:
a. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain.
b. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti
peserta didik maupun orang dewasa lain.
c. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
d. Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan
dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung
menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya

tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku sosial.
Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi sosial
anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung
lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya.
Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak akhir akan
mulai membentuk kelompok bermain yang selanjutnya berkembang menjadi
kelompok belajar dan melakukan aktifitas pada masa anak. Sedangkan peserta
didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah mengalami masa puber. Pada masa
ini seorang peserta didik mengalami perubahan fisik sensual yang pesat.
Sehingga seorang anak cenderung menarik diri dari kelompoknya, kurang
dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Juga terjadi
kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktifitas kelompok serta
cenderung bersikap antisosial.
7. Tugas Perkembangan Peserta Didik Usia SD
Tugas

perkembangan

atau

development

tasks

menurut

Havighurst(http://revyarmy.wordpress.com/2010/04/01/perkembangan-dan
cara-belajar-anak-di-sd/) adalah “tugas yang harus dipecahkan dan diselesaikan
oleh setiap individu pada setiap periode perkembangannya agar supaya
individu menjadi berbahagia”.
Dilihat dari karakteristik yang ada, maka untuk tugas perkembangan pada
anak usia Sekolah Dasar antara lain:
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan –
permainan yang umum. Hakikat dari tugas perkembangan ini adalah
mempelajari keterampilan – keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk
dapat melakukan permainan.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluq yang
sedang tumbuh. Hakikat tugas perkembangan ini adalah belajar
mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman – teman seusianya. Hakikat tugas
perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam

kehidupan sosial antar teman sebaya, dan belajar membina persahabatan
dengan teman sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya.
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat. Hakikat
tugas perkembangan ini adalah anak belajar dan bertindak sesuai dengan
peran seksnya yaitu sebagai anak laki – laki atau anak perempuan.
e. Mengembangkan keterampilan – keterampilan dasar untuk membaca,
menulis dan berhitung. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar
mengembangkan tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan
berhitung yang diperlukan untuk hidup di masyarakat.
f. Mengembangkan pengertian – pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari – hari. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak harus
mempelajari berbagai konsep agar dapat berpikir efektif mengenai
permasalahan sosial di sekitar kehidupan sehari – hari.
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, serta tata dan tingkatan
nilai. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang
bersifat batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan
sikap moral terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan
anak.
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok – kelompok sosial dan lembaga
– lembaga. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap
sosial yang demokratis dan menghargai orang lain.
i. Mencapai kebebasan. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak menjadi
individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua
atau orang lain.
2.2 Cara Belajar Anak Sekolah Dasar
1. Pengertian Cara Belajar Anak SD
Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang
keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami, maka
hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah bagaimana

seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan mengingat
suatu informasi.
Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang
besar. Menurut Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata. Schemata adalah
sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek yang berada
di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu menghubungkan objek baru dengan
konsep yang sudah ada dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah proses
memanfaatkan konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran untuk
menafsirkan objek baru.
Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sehingga
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan
demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui interaksi secara
langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku
belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang
proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
2. Macam-Macam Gaya Belajar
Para ahli mengelompokkan tipe pembelajar kedalam 3 kelompok utama, yaitu:
a. Pembelajar

tipe

Auditori

(pendengaran)

atau

auditory

learner

Para pembelajar auditori adalah pendengar yang baik, mereka cenderung
dapat menyerap informasi lebih efisien melalui pendengaran sehingga
merupakan kelompok yang paling mengambil manfaat dari teknik mengajar
konvensional yaitu teknik ceramah. Bila diminta, pembelajar tipe ini
mudah menjelaskan secara lisan suatu ceramah/pidato yang didengarnya.
Diperkirakan di dunia, populasi orang tipe auditori mencapai 30%.
Ciri-ciri pembelajar tipe auditori antara lain:
1) Suka laporan lisan.
2) Suka berbicara.

3) Bagus dalam menjelaskan sesuatu secara lisan atau mempresentasikan
secara lisan.
4) Mudah mengingat nama orang.
5) Bagus dalam tata bahasa dan bahasa asing.
6) Membaca perlahan-lahan.
7) Mudah menirukan ucapan orang dengan baik.
8) Tidak bisa diam untuk waktu yang lama.
9) Suka bertindak dan berada di panggung.
10) Sering menjadi yang terbaik dalam kelompok belajar.
11) Suka membaca keras untuk diri sendiri.
12) Tidak takut berbicara di dalam kelas.
Kelemahan pembelajar auditori antara lain:
1) Kurang baik dalam membaca
2) Kurang dapat mengingat apa yang dibacanya bila tidak disuarakan.
3) Kurang baik dalam menulis karangan.
b. Pembelajar tipe Visual (penglihatan) atau visual learner
Para pembelajar tipe visual cenderung lebih berhasil dalam pembelajaran
yang menggunakan sesuatu yang dapat dilihat. Artinya, informasi lebih
mudah ditangkap bila ada bukti-bukti yang dapat dilihat, misalnya gambar,
foto, peta, diagram, grafik. Di seluruh dunia, populasi orang dengan tipe
ini diperkirakan mencapai 65%.
Ciri-ciri pembelajar visual antara lain:
 Sering duduk di kursi deretan depan ketika mengikuti pelajara.
 Bagus dalam mengeja (spelling).
 Perlu berpikir sebentar (tidak langsung bereaksi) dalam memahami apa
yang baru didengarnya.
 Menyukai warna-warna dan mode.
 Mimpi berwarna.
 Mudah mengerti dan menyukai grafik-grafik.
 Mudah mempelajari bahasa isyarat.

 Suka menggunakan bahasa tubuh.
 Dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut tanpa merasa
terganggu.
 Berbakat dalam menulis.
 Mengerjakan dengan baik tugas-tugas tertulis.
Kelemahan pembelajar visual antara lain:
 Kurang baik dalam menangkap pesan-pesan lisan.
 Kurang suka berlama-lama mendengarkan orang berbicara.
 Mudah melupakan nama orang.
 Lambat mendengarkan dan merespon pembicaraan orang (sebenarnya
hal ini bisa juga merupakan kelebihan tipe ini.
c. Pembelajar

Tipe

kinestetik/taktil

atau

kinesthetic/tactile

learner

Para pembelajar tipe ini cenderung lebih berhasil dalam pembelajaran bila
dia mengalami, bertindak, mempraktekkan, bergerak, menyentuh dan
menggunakan jari-jari (motorik halus) untuk mengingat dan membangun
konsentrasi. Diperkirakan di dunia ada sekitar 5% populasi orang bertipe
kinestetik/taktil.
Ciri-ciri pembelajar tipe kinestetik antara lain:
 Bagus dalam bidang olahraga.
 Cenderung frustrasi dan gelisah bila harus duduk mendengarkan
kuliah untuk jangka waktu yang lama, oleh karena itu mereka sering
mengambil break (istirahat) saat kuliah sedang berlangsung.
 Mengunyah permen ketika mendengarkan kuliah.
 Kurang bagus dalam mengeja (spelling)
 Tidak memiliki tulisan tangan yang besar.
 Menyukai kerja di laboratorium sains.
 Suka belajar sambil mendengar musik.
 Suka buku-buku dan film petualangan.
 Suka bermain peran.
 Membangun/membuat ‘model’, diorama dan proyek.

 Menyukai seni bela diri dan seni tari.
 Koordinasi mata dengan tangan sangat bagus.
 Menyukai tes/ujian jenis multiple choice dan definisi pendek, tetapi
tidak menyukai tes jenis esai dan tes tertulis yang memakan waktu
yang panjang.
2.3 Cara Guru Membelajarkan Peserta Didik
Guru merupakan orang tua sekaligus pendidik di dalam sekolah. Seorang
guru harus memahami gaya belajar anak. Seorang guru harus mampu menciptakan
strategi-strategi belajar sesuai dengan gaya belajar peserta didiknya.
1. Anak Visual:
a. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
b. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
c. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
d. Gunakan multi-media seperti komputer dan video.
e. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2. Anak Auditori:
a. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas
maupun di dalam keluarga.
b. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
c. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
d. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
e. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset.
3. Anak Taktil/Kinestetik:
a. Dalam kegiatan belajar, jangan terlalu banyak memberikan materi,
sesekali berikan
b. Ajak

anak

(contohnya:

untuk
ajak

belajar
dia

baca

sambil

mengeksplorasi

sambil

bersepeda,

lingkungannya
gunakan

obyek

sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
c. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
d. Ciptakan suasana belajar kooperatif
2.4 Cara Mengatasi Gangguan Kesulitan Belajar

a) Pengertian kesulitan belajar
Kesulitan belajar dapat menghinggapi seseorang dalam kurun waktu yang
lama. Beberapa kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini mempengaruhi
banyak aspek kehidupan seseorang, baik itu disekolah, pekerjaan, rutinitas
sehari-hari, kehidupan keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan
persahabatandan bermain. Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan
ini berpengaruh pada kebahagiaan mereka. Sementara itu, bagi penderita yang
lain, gangguan ini menghambat proses belajar mereka, sehingga tentu saja
pada gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain dari kehidupan mereka.
Terkadang seseorang seseorang juga mengalami berbagai kesulitan belajar
yang salling tumpang tindih, sementara itu yang lainnya ada yang hanya
menglami satu macam kesulitan belajar saja. Sehingga hanya sedikit
pengaruhnya bagi aspek dari kehidupan mereka.
b) Jenis-jenis kesulitan belajar
Tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut LD. Sebagian
anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya.
Kadang-kadang

seseorang

memperlihatkan

kewajarannya

dalam

perkembangan alaminya, sehingga tampak seperti penderita LD, namun
ternyata hanyalah keterlambatan dalam proses pendewasaan diri saja.
Sebenarnya para ahli telah menentukan kriteria-kriteria pasti dimana
seseorang dapat dinyatakan sebagai penderita LD.
Kesulitan belajar dapat dibagi 3 kategori besar :
 Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
 Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
 Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan
anggota tubuh serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua
kategori diatas.
1. Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa sering menjadi indikasi
awal bagi kesulitan belajar yang dialami seorang anak. Orang yang
mengalami kesulitan jenis ini menemui kesulitan dalam menghasilkan

bunyi–bunyi bahasa yang tepat, berkomunikasi dengan orang lain
melalui penggunaan bahasa yang benar, atau memahami apa yang
orang lain katakan.
Berdasarkan definisi gangguan ini, maka kita dapat meringkaskan
ciri-ciri spesifiknya sebagai berikut :
 Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa. Anak-anak yang
mengalami gangguan ini biasanya mengalami masalah dalam
mengucapkan sesuatu dengan tepat.
 Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasan
melalui bahasa yang baikdan benar.
 Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa
2. Gangguan kemampuan akademik
Siswa-siswa yang mengalami gangguan akademik berbaur bersama
teman-teman sekelasnya demi meningkatkan kemampuan membaca,
menulis, dan bewrhitung mereka. Seseorang dapat didiagnosis
mengalami gangguan ini, bisa mengalami :
 Keterlambatan dalam hal membaca
Tipe gangguan ini disebut juga dengan dileksia. Pada kenyataannya,
kesulitan membaca dialami oleh 2-8 persen anak sekolah dasar.
 Keterlambatan dalam hal menulis
Menulis juga memerlukan koordinasi berbagai bagian dan fungsi otak.
Bagian-bagian otak yang mengatur perbendaharaan kata, tata bahasa,
gerakan tangan, dan ingatan harus berada dalam kondisi serta
koordinasi

yang

baik.

Permasalahan

dalam

hal

ini

dapat

mengakibatkan gangguan dalam kemampuan menulis seseorang.
 Keterlambatan dalam hal berhitung
3. Gangguan belajar lainnya
DSM juga mencatat kategori tambahan, seperti gangguan
kemampuan motorik dan gangguan perkembangan khusus yang belum
diklasifikasikan.

Gejala-gejala

adalah

keterlambatan

atau

keterbelakangan dalam memahami bahasa, kemampuan akademis serta

motorik yang pada gilirannya memengaruhi kemampuannya untuk
memelajari sesuatu. Tetapi bedanya, itu semua tidak sesuai kriterianya
dengan jenis-jenis keterlambatan belajar yang telah kita bahas
sebelumnya. Gejala-gejala ini juga mencakup gangguan koordinasi
tubuh pada gilirannya dapat mengakibatkan buruknya tulisan
seseorang, dan begitu pula halnya dengan kesulitan mengeja serta
mengingat.
c) Kesulitan dalam memusatkan perhatian
Hampir 4 juta anak sekolah menderita kesulitan belajar. Berdasarkan data
yang ada 20 % dari mereka mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian. Anak-anak maupun orang dewasa yang menderita kesulitan dalam
memusatkan perhatian biasanya gemar melamun secara berlebihan. Kendati
demikian, saat mereka berhasil memusatkan perhatian pada suatu hal, maka
perhatian itu dengan segera mudah buyar kembali.
Jika mengamati keseluruhannya penderita ADHD ( Attention Deficit
Hiperactivity Disorder = gangguan hiperaktif memusatkan perhatian) pada
diri anak-anak, yang sebagian besar diderita anak laki-laki, ganguan perhatian
sering diikuti dengan sikap yang hiperaktif. Dalam orang dewasa sikap
hiperaktif sering tampak dalam wujud kegugupan dan kegelisahan. Namun ,
masalah yang berkaitan dengan perhatian dan konsentrasi it uterus berlanjut
hingga mereka dewasa.
Kesulitan dalam memusatkan perhatian, baik yang disertai sikapm
hiperktif, ataupun tidak, tidak dianggap sebagai kesulitan belajar. Kendati
demikian, kesulitan dalam memusatkan perhatian dapat mempengaruhi
performa akademis seseorang secara serius, dimana gangguan ini kerap
menyertai kelemahan dalam kemampuan akademis.
d) Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar
 Faktor Genetik
Fakta yang memperlihatkan bahwa keterlambatan belajar cenderung
terjadi pada anggota keluarga tertentu, mendorong para ahli untuk mencoba

mengaitkan keterlambatan belajar ini dengan faktor genetik. Sebagai contoh,
anak-anak yang memiliki kelemahan dalam membaca, dan demikian pula
halnya dengan kesulitan dalam memedukan berbagai bunyi bahasa dan kata
sehingga menjadi kesatuan makna, kebanyakan memiliki orangtua yang juga
mengalami masalah serupa. Kendati demikian, kesulitan belajar yang dialami
orang tua sedikit berbeda dengan yang dialami anaknya. Orangtua yang
menderita kelemahan dalam menulis kemungkinan memiliki anak yang
mengalami kesulitan dalam mengepresikan gagasan atau idenya dengan
bahasa yang baik dan benar. Inilah alasan mengapa kesulitan belajar
tampaknya tidak diturunkan secara langsung. Apa yang mungkin diturunkan
adalah disfungsi otak yang dapat mengarah pada kesulitan belajar.
 Tembakau, Alkohol, dan Penggunaan Obat-obatan lainnya
Obat-obatan yang dikonsumsi seorang ibu dapat memberi dampak
langsung pada janin yang dikandungnya. Penelitian memperlihatkan bahwa
seorang ibu yang merokok, mengonsumsi alkohol, atau obat-obatan terlarang
selama kehamilannya, kemungkinan akan memberikan pengaruh buruk pada
bayi yang dikandungnya. Oleh karenanya, untuk mencegah terjadinya
dampak negatif pada bayi selama dalam kandungan ini, pusat kesehatan
amerika serikat mendukug upaya penyadaran masyarakat akan dampak buruk
alkohol , minuman keras, dan obat-obatan terlarang lainnya.
 Masalah selama kehamilan dan kelahiran
Kemungkinan yang menjadi penyebab lain dari kesulitan belajar adalah
jugga menyangkut komplikasi selama kehamilan. Dalam beberapa kasus,
sistem kekebalan tubuh seorang ibu bereaksi terhadap janin dan menyerang
seolah-olah ia adalah infeksi penyakit yang menyerang sang ibu.
Permasalahan semacam ini mungkin menyebabkan sel-sel otak baru
terposisikan pada bagian yang salah dalam otak. Selain itu, selama proses
kelahiran, tali pusat mengalami pembelitan sehingga menghambat aliran
oksigen ke janin. Hal ini pada gilirannya melemahkan fungsi otak dan
menyebabkan LD.
 Racun dilingkungan sekitar anak-anak

Selama setahun setelah sang bayi dilahirkan, sel-sel otak baru dan jaringan
saraf masih terus berkembang. Sel-sel ini juga rentan terhadap kerusakan.
Pada peneliti juga meneliti racun-racun yang terdapat diseputar anak-anak
dimana racun ini berpotensi menyebabkan kesulitan belajar dan merusak
pertumbuhan sareta berfungsinya otak seorang anak. Kadnium dan timah
hitam, yang banyak ditemukan dilingkungan sekitar kita, menjadi fokus
utama penelitian saraf. Kadnium yang digunakan dalam proses pembuatan
produk baja, dapat dengan mudah ditemukan dalam tanah dan makanan yang
kita makan. Timah hitam banyak tergantung dalam cat, bahan bakar, dan juga
pipa air. Penelitian terhadap binatang, yang disponsori oleh Lembaga
Kesehatan Nasional menunjukkan adanya hubungan antara timah hitam dan
kesulitan belajar. Tikus yang terkontaminasi oleh timah hitam, mengalami
perubahan pada gelombang otaknya, sehingga memperlambat kemampuan
belajarnya. Masalah dalam belajar ini berlangsung selama beberapa minggu
dan berakhir ketika tikus itu tidak terkontaminasi timah hitam.
e) Cara mengatasi kesulitan belajar
Langkah pertama dalam mengatasi masalah ini adalah dengan
menyadarinya. Tatkala seorang bayi dilahirkan orang tua sangat berharap
dapat melihat buah hatinya melangkahkah kaki untuk pertama kalinya
dimuka bumi ini. Selain itu ia berharap dapat mendengar kata-kata
pertama. Dokter atau bidan akan memantau perkembangan awal anak itu.
Pada tabel pertumbuhan seorang anak, telah tercantum tanda-tanda serta
tingkatan perkembangan yang seharusnya dialami seiring dengan
bertambahnya usia sang anak.
Ada yang mengatakan bahwa orangtua adalah orang pertama yang
selalu menyadari keterlambatan perkembangan yang dialami anaknya
semasa awal masa pertumbuhan. Sementara itu, dokter lebih banyak
menemukan permasalahan secara fisik, seperti tanda-tanda kerusakan otak
minor otak. Namun fakta yang terjadi dilapangan memperlihatkan bahwa
guru dikelaslah yang sebenarnya pertama kali menemukan kesulitan
belajar yang dialami murid-muridnya dalam hal membaca, menulis, serta

menghitung. Karena tugas-tugas sekolah semakin sulit dan rumit, maka
anak-anak yang menderita kesulitan belajar mengalami kesulitan
menerima pelajaran.
Kesulitan belajar yang dialami anak-anak yang sopan dan pendiam
dikelas kemungkinan besar sulit dideteksi. Anak-anak dengan kepandaian
diatas rata-rata, yang tetap berhasil naik kelas ditengah-tengah
kesulitannya itu, juga sulit dideteksi.
Ini berbeda dengan anak-anak yang hiperaktif yang lebih mudah
dideteksi dengan jalan memantau tindakannya yang terlampau aktif itu.
Hiperaktif biasanya diawali saat anak berusia 4 tahun, dan sulit dideteksi
hingga anak itu masuk sekolah.
Apa yang harus dilakukan oleh orangtua, dokter, dan guru bila
tahapan perkembangan awal anak tampak terganggu pada usia dini ?
terkadang akan lebih baik bagi kita untuk bersabar dengan memberikan
sedikit waktu kepada otak agar dapat berkembang lebih matang lagi.
Tetapi, jika tahapan perkembangan yang seharusnya dicapai itu telah
tertunda cukup lama dan keluarga kita mempunyai sejarah orang-orang
yang mengalami kesulitan belajar pula, maka anak itu harus segera mungki
menerima pertolongan. Pendidikan dan dokter yang merawat anak itu
dapat menyarankan serta memberikan penyuluhan mengenai tempat
pendidikan serta perawatan yang sesuai dengan kebutuhan sang anak.
2.5 Contoh-Contoh Perilaku Anak SD Yang Dapat Menyebabkan Masalah Dalam
Perkembangan Belajar
1. Anak Suka Iri
Banyak faktor yang mnyebabkan anak mengalami kesukarannya dalam
belajar, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Begitu pula ciri atau
gejalanya sangat banyak salah satunya, anak kesulitan menangkap pelajaran
atau menulis. Dalam kasus ini, dapat dikatakan anak tersebut mengalami
kesukaran belajar. Anak semacam ini butuh perhatian dan perlakuan khusus.
Bagi anak yang mengalami gangguan, memberikan perhatian yang lebih akan
membantu mengurangi gangguan, memberikan perhatian yang lebih akan

membantu mengurangi gangguan, asal masih dalam batas kewajaran. Manfaat
lainnya, pengajaran khusus ini dapat memantaunya secara lebih akurat dan
kontinyu.
2. Si Kecil Suka Berbohong
Daftar alasan kebohongan anak :
 Bohong agar dipuji
 Takut dan malu karena dihukum
 Kalau anda terlalu menuntut terlalu tinggi
 Ingin mendapatkan sesuatu
 Kompak dengan temannya
 Rasa benci yang membara
Bagaimana cara mengatasinya?
 Berikan suri tauladan yang baik kepada anak
 Mengajak anak untuk lebih terbuka
 Menanamkan kejujuran
 Tepati janji
 Disiplin
 Diberi ganjaran bila berbohong
3. Anak Suka Berkata Kotor
Ada banyak sebab mengapa balita anda mulai berani menyerukan ujaranujaran yang tidak sopan, baik sebagai kalimat berkonotasi seksual, makian
maupun ejekan. Yang jelas dimasa anak-anak sedang mengalami identifikasi.
Dengan menyebut kata-kata yang membuat kening orangtuanya berkerut,
dirinya merasa punya kekuatan untuk melepaskan diri dari orang tuanya
tersebut. Cara lain adalah dengan melontarkan kata yang berkonotasi seksual.
Pertanyaan anak tentang seks yang diikuti dengan kata-kata kotor sebenarnya
merupakan tanda anak meminta orang tua menjelaskan hal tersebut.
4. Anak Susah Belajar
Pada usia anak-anak ( 6 tahun ) biasanya susah sekali disuruh belajar.
Guru harus mengetahui karakteristik anak usia anak-anak. Pada usianya

masih tergolong dalam usia pra sekolah atau usia bermain. Melalui bermain
anak bisa memperoleh kesenangan dan mempelajari bermcam-macam hal,
sehinga sangat dianjurkan untuk mengisi kegiatan bermain mereka secara
terarah. Yaitu yang melibatkan aktivitas fisik seperti berlari, melompot,
memanjat, meniti dan kegiatan bermain yang lebih banyak melibatkan
aktivitas mental, dimana anak perlu menggunakan akal / pikiran, kreativitas
dan imajinasinya.
Rentang perhatian anak biasanya masih pendek, dia tidak tahan duduk
lebih dari 30 menit. Kalau anak didik kita sulit duduk diam, maka bisa dicari
alternatif dengan memberi tugas yang dapat diselesaikan dalam waktu yang
sangat singkat. Kalau ia terlalu aktif, perlu dikonsultasikan ke psikolog dan
neurolog untuk diamati apakah ada gangguan organis.
Dalam proses berfikir, untuk memahami sesuatu, anak perlu diberi
penjelasan secara kongkret. Sesuatu yang bisa ia lihat sendiri secara nyata,
bukan hanya dengan membayangkan. Hal-hal yang bisa dia alami / rasakan
sendiri akan lebih mudah dimengerti dan dipahami, ketimbang penjelasanpenjelasan yang abstrak sifatnya.
Anak juga perlu terampil dalam menggunakan tangannya untuk
melakukan gerakan-gerakan yangnhalus dan lebih terkendali sebagai
persiapan menulis. Untuk melatihnya, bisa diberi kegiatan mewarnai gambar,
menysun balok, menngambar apa saja seprti rumah, orang atau yang lainnya.
Karena dengan demikian anak dapat belajar mengoordinasi mata dan
tangannya.
Jadi guru dan para orang tua dapat melatih anak giat belajar melaui
kegiatan bermain sambil belajar, tidak melulu pada kegiatan menulis,
membaca, menghitung, dikte yang sifatnya akademis. Menghitung, misalnya
bisa dilakukan dengan menyuruh anak menebak mana yang lebih banyak dan
mana yang lebih sedikit, berapa banyak kue yang dia dapat, berapa sisa kue
yang ada setelah dikurangi jumlahnya.
Ada data yang kurang mengenai anak, yaitu bagaimana kemampuannya
untuk mengingat atau memahami apa yang diberikan, apakah daya

tangkapnya cepat atau lambat. Keadaan ini bisa mempengaruhi minat belajar
anak.
5. Anak Malas Mengerjakan PR
Seringkali PR menjadi momok (menakutkan) bagi anak. Bisa dimaklumi
sebab, disekolah anak harus menyelesaikan berbagai pelajaran, dan setelah
pulang sekolah, mereka masih harus menghadapi setumpuk PR.
Asal kita ketahui khususnya guru dan para orang tua tahu kiatnya, masalah
PR mudah diatasi. Diantaranya :
 Tumbuhkan motivasi
 Beri hukuman dan pujian
 Bentuk kelompok kerja
6. Anak Bandel
Pola asuh didalam keluarga kita nampaknya cenderung permisif atau
membolehkan. Akibatnya, anak tidak beljar bagaimana tingkah laku yang
baik dan buruk. Padahal disiplin dan teladan dari orang tua amat diperlukan .
melalui disiplin orang tua mengajarkan anak tentang tingkah laku yang dapat
diterima lingkungan, bertanggung jawab, dan sadar bahwa tingkah laku yang
ditampilkan mempunyai konsekuensinya. Untuk itu ada baiknya bila keluarga
mengurangi sika